Anda di halaman 1dari 7

Seri Naskah Khutbah Jum’at Ikatan Da’i Indonesia (IKADI) Wilayah DIY

Edisi 149, Jum’at 8 Peburari 2019

BERKONTRIBUSI UNTUK ISLAM


Oleh: Ust. Achmad Dahlan, Lc. MA.
(Wakil Ketua, PW IKADI DIY)

Khutbah Pertama

َ ُ َْ ُْ ُ ْ ُ َ ْ َ َ ُ َ َ َ ‫ْ َ ﱠ‬
،‫ َو ُﻌ ْﻮذ ِﺑﺎ ِ ِﻣﻦ ﺷﺮو ِر أﻧﻔ ِﺴﻨﺎ‬،‫ِإ ﱠن ا َ ْﻤﺪ ِﻟﻠ ِﮫ ﻧ ْﺤ َﻤ ُﺪ ُﻩ َو ْﺴﺘ ِﻌ ْﻴﻨ ُﮫ َو ْﺴﺘﻐ ِﻔ ُﺮ ُﻩ‬
ُ.‫ﻀﻠ ْﻞ َﻓ َﻼ َ ﺎد َي َﻟﮫ‬ ْ ‫ َو َﻣ ْﻦ ُﻳ‬،‫ﷲ َﻓ َﻼ ُﻣﻀ ﱠﻞ َﻟ ُﮫ‬ ُ ‫ َﻣ ْﻦ َ ْ ﺪﻩ‬،‫َو َﺳ ّ َﺌﺎت َأ ْﻋ َﻤﺎﻟ َﻨﺎ‬
ِ ِ ِ ِِ ِ ِ ِ
ُ َ ْ َ َ َ َ َ َ ‫َ ْ َُ ْ َ ََ ﱠ‬ َ َ
.‫ َوأﺷ َ ُﺪ أ ﱠن ُﻣ َﺤ ﱠﻤ ًﺪا َﻋ ْﺒ ُﺪ ُﻩ َو َر ُﺳ ْﻮﻟ ُﮫ‬،‫ﷲ َو ْﺣﺪ ُﻩ ﻻ ﺷ ِﺮْ َﻚ ﻟ ُﮫ‬ ‫وأﺷ ﺪ أن ﻻ ِإﻟﮫ ِإﻻ‬
َ َ َ َ َ َ َ َ ‫َا ﱠﻟﻠ ُ ﱠﻢ‬
‫ﺻ ِ ّﻞ َﻋ ﻧ ِﺒ ِّ ﻨﺎ ُﻣ َﺤ ﱠﻤ ٍﺪ َو َﻋ َء ِاﻟ ِﮫ َوأ ْ َ ِﺎﺑ ِﮫ َو َﻣ ْﻦ ﺗ ِﺒ َﻌ ُ ْﻢ ِﺑ ِﺈ ْﺣ َﺴ ٍﺎن ِا َﻳ ْﻮ ِم‬
ّ
.‫اﻟﺪ ْﻳ ِﻦ‬
ِ
َ ْ ُ ْ ُ ْ ُ ‫َ َ َ َ َﱠ‬ َ ْ َ ْ َ ُ
َ ْ ْ ْ ُ َ َ َ ْ ‫ﱠ‬ َ ُ َ َ
.‫ﷲ وﻃﺎﻋ ِﺘ ِﮫ ﻟﻌﻠﻜﻢ ﺗﻔ ِ ﻮن‬ ِ ‫ او ِﺻﻴﻜﻢ وﻧﻔ ِ ِﺑﺘﻘﻮى‬: ‫ﷲ‬ ِ ‫ ﻓﻴﺎ ِﻋﺒﺎد‬:‫أﻣﺎ ﻌﺪ‬
ََ َ ُ ‫ﱠ َ َ ﱠ‬ ُ ‫ْ ُ ْ ْ َ ْ َ َﱡَ ﱠ َ َ ُ ﱠ‬ َ َ ُ َ َ
‫ ))ﻳﺎ أ ﺎ اﻟ ِﺬﻳﻦ آﻣﻨﻮا اﺗﻘﻮا اﻟﻠﮫ ﺣﻖ ﺗﻘﺎ ِﺗ ِﮫ وﻻ‬:‫ﷲ َﻌﺎ ِ اﻟﻘﺮ ِآن اﻟﻜ ِﺮ ِﻢ‬ ‫ﻗﺎل‬
َ َ
ُْ ‫َ ُ ﱠ‬
.((‫ﺗ ُﻤﻮﺗ ﱠﻦ ِإﻻ َوأﻧﺘ ْﻢ ُﻣ ْﺴ ِﻠ ُﻤﻮن‬
Marilah kita senantiasa meningkatkan ketakwaan kepada Allah, dan selalu bersyukur atas segala
nikmat yang tiada henti kita terima dari-Nya. Sungguh, bukti syukur yang paling nyata adalah dengan
menjadi seorang yang bertakwa, yang senantiasa hadir ketika Allah memanggil atau menyuruh kita
melaksanakan sesuatu, dan senantiasa menjauhi tempat dan perbuatan yang dilarang oleh Allah ta’ala.
Jamaah Jumat yang dirahmati Allah,
Dalam sebuah hadis, Rasulullah bersabda:

َ َ ‫ﱠ‬ ُ‫َ ﱠ‬
‫ﻓﺎﺗﻘﻮا اﻟﻨﺎر َوﻟ ْﻮ ِ ِﺸ ِ ّﻖ ﺗ ْﻤ َﺮة‬
“Takutlah kepada api neraka walaupun dengan separuh kurma”. (Hr. Muslim)

Dalam hadis ini, Rasulullah memberikan motivasi kepada umatnya agar berusaha
menyelamatkan dirinya nanti pada hari kiamat dari api neraka, walaupun dengan amalan yang sedikit,
yaitu bersedekah dengan separuh kurma. Ibnu Hajar dalam Fathul Bari ketika mensyarah hadis ini
mengatakan: “Artinya, jadikanlah penghalang antara dirimu dengan neraka dengan sedekah atau amalan
kebaikan lain, walaupun sedikit.”

1
Pada dasarnya, kita semua ingin selamat dari api neraka dan masuk surga. Tidak satupun dari
kita yang mempunyai cita-cita untuk masuk neraka. Akan tetapi, apakah kita benar-benar sudah
berusaha untuk menyelamatkan diri dari api neraka dan meraih surganya? Karena sesungguhnya surga
Allah bukanlah sesuatu yang mudah diraih dengan amalan yang biasa saja. Bahkan Rasulullah
menegaskan bahwa surga itu mahal, tidak bisa diraih dengan amalan yang ala kadarnya. Rasulullah
bersabda:

ُ‫َ ﱠ ْ ََ ﱠ َ ٌَ َ ﱠ ْ ََ ﱠ ْ َﱠ‬
‫ أﻻ ِإن ِﺳﻠﻌﺔ اﻟﻠ ِﮫ ا ﻨﺔ‬،‫أﻻ ِإن ِﺳﻠﻌﺔ اﻟﻠ ِﮫ ﻏ ِﺎﻟﻴﺔ‬
“Ketahuilah bahwa barang dagangan Allah itu mahal. Ketahuilah barang
dagangan Allah adalah surga.”(Hr. At-Tirmidzi dan Ahmad)

Marilah kita mencoba menjawab pertanyaan ini dengan jujur: Apakah shalat, puasa, infak dan
amal shalih kita yang lainnya, sudah cukup untuk menebus surga Allah? Cobalah kita merenung dan
menjawabnya dengan jujur. Apakah kita sudah cukup percaya diri untuk masuk surga dengan amalan-
amalan itu, padahal disisi lain, setiap hari kita menumpuk dosa dan maksiat? Lalu bagaimana pula
dengan nikmat-nikmat Allah yang senantiasa kita dapatkan dengan melimpah, apakah sudah kita
gunakan untuk melaksanakan ketaatan, ataukah justru kita sia-siakan untuk bermaksiat kepada Allah?
Sesungguhnya semua nikmat yang didapatkan –sekecil apapun- akan ditanya dan dipertanggung
jawabkan di sisi Allah ta’ala. Allah berfirman:

‫ﱠ‬ َُ َُ ُ
‫ﺛ ﱠﻢ ﻟ ْﺴﺄﻟ ﱠﻦ َﻳ ْﻮ َﻣ ِﺌ ٍﺬ َﻋ ِﻦ اﻟﻨ ِﻌ ِﻴﻢ‬
“Kemudian, pada hari ini (hari kiamat) kalian benar-benar pasti akan ditanya mengenai
kenikmatan (yang diberikan kepada kalian).” (Qs. At-Takatsur: 6)

Jika menyadari kenyataan ini, maka sudah seharusnya kita khawatir amalan kita tidak cukup
memasukkan kita ke dalam surga. Dan pemahaman ini seharusnya mendorong kita untuk lebih banyak
melakukan amal shalih. Maka pertanyaan selanjutnya adalah, apakah kiranya amalan yang bisa menjamin
kita masuk surga? Maka jawabannya, yaitu amalan-amalan yang mempunyai bobot nilai yang besar di
sisi Allah. Salah satu diantaranya adalah berjihad di jalan Allah. Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam:

‫ﱠ َ ﱠ‬ ‫ﱠ‬ َ ‫اﻏ َ ﱠ ْت َﻗ َﺪ َﻣ ُﺎﻩ‬


ْ َ
‫ﻴﻞ اﻟﻠ ِﮫ َﺣ ﱠﺮ َﻣ ُﮫ اﻟﻠ ُﮫ َﻋ اﻟﻨ ِﺎر‬
ِ ِ ‫ﺳ‬ ِ ‫ﻣﻦ‬
“Barang siapa yang kakinya berdebu dalam rangka berjihad di jalan Allah, maka
Allah mengharamkan neraka baginya.” (Hr. al-Bukhari)

Demikian juga dalam hadis lain, ketika seorang sahabat datang dan bertanya kepada Rasul:

ُ‫ ﻻ َأﺟ ُﺪﻩ‬:‫ﺻ ﱠ ﷲ َﻋ َﻠ ْﻴﮫ َو َﺳ ﱠﻠﻢ‬ َ ‫ َﻗ‬.‫ُد ﱠﻟ َﻋ َ َﻋ َﻤﻞ َ ْﻌ ِﺪ ُل ا ْ َ َﺎد‬


َ ‫ﺎل‬
ِ ِ ِ ٍ ِ

2
“Tunjukkanlah kepadaku amalan yang sebanding dengan jihad? Rasulullah
menjawab: “Tidak ada amalan yang sebanding dengan jihad.” (Hr. Al-Bukhari
dan Muslim)

Maasyiral muslimin rahimakumullah,


Jihad adalah amalan yang paling utama. Akan tetapi, tidak berarti kita mengobarkan peperangan
agar bisa berjihad. Ini adalah pemahaman yang keliru. Karena jihad dalam Islam bukanlah tujuan,
melainkan sarana. Islam menginginkan perdamaian, tapi jika harus terjadi peperangan, maka pada saat
itu jihad menjadi amalan yang harus dilakukan sebagai sarana untuk mewujudkan perdamaian. Artinya,
jika tidak ada perang, maka kita tidak dituntut untuk mengobarkannya. Karena jihad mempunyai dua
makna, makna khusus yang berarti berperang di jalan Allah. Dan makna umum yang berarti
mengerahkan seluruh daya dan usaha untuk membela agama Allah, baik dengan harta, lisan, tulisan atau
yang lainnya. Dalam konteks ini, al-Kasani memberikan definisi jihad dengan mengatakan: “Jihad dalam
terminologi syariat berarti mengerahkan seluruh daya dan upaya dengan berperang di jalan Allah, atau
berjuang dengan jiwa, harta, perkataan, dll.”
Dengan demikian, kita semua dituntut untuk berjuang dengan segenap daya upaya yang dimiliki.
Dan inilah amalan yang paling utama yang akan memberikan jaminan surga, jika dilakukan dengan
penuh keikhlasan. Berjuang disini berarti menolong agama Islam, membelanya atau menyebarkan dan
memperjuangkannya agar semakin banyak orang yang mendapatkan hidayahnya.
Masing-masing kita mampu berjuang di jalan Allah dalam konteks membela dan memajukan
Islam. Setiap orang dengan kelebihan yang dianugerahkan Allah kepadanya mampu melakukan amalan
untuk membela dan memperjuangkan Islam. Dan inilah yang dahulu kita lihat pada diri para sahabat.
Mereka ber-khidmah untuk Islam sesuai dengan kemampuan dan kelebihan yang dimiliki. Khalid bin
Walid menolong Islam dengan menjadi panglima yang gagah berani di medang perang. Bilal bin Rabah
menggunakan suara merdunya untuk membela Islam dengan menjadi muadzdzin yang
mengumandangkan adzan setiap waktu shalat. Zaid bin Tsabit dengan kecerdasan dan kemampuan
baca tulisnya membela Islam dengan menghafal al-Qur’an dan menjadi penulis wahyu. Utsman bin
Affan dengan kekayaan dan harta perdagangannya berjuang dengan membeli sumur ar-Rummah dan
mewakafkannya kepada kaum muslimin. Juga menyiapkan sahabat-sahabat yang tidak mempunyai bekal
untuk berperang pada perang Tabuk. Hassan bin Tsabit dengan kemampuan sastranya berjuang dalam
bidang media menggubah syair-syair yang menjelaskan keagungan Islam dan menjawab syair-syair yang
mencela Nabi Muhammad. Mus’ab bin Umair dengan kemampuan komunikasinya menjadi juru dakwah
yang berhasil meng-Islamkan penduduk Madinah. Dan demikianlah kita melihat semua sahabat bekerja,
berjuang, dan mencurahkan segenap daya dan upaya untuk memberikan kontribusi kepada Islam, sesuai
kapasitas dan bidang yang dikuasainya.
Maka cobalah untuk melihat kembali apa yang sudah kita kontribusikan untuk Islam. Jika kita
menjadi akademisi, apakah kepakaran dalam bidang keilmuan yang kita kuasai memberikan kontribusi

3
untuk memajukan Islam? Ataukah hanya menjadi status sosial dan kebanggaan yang membuat kita tidak
menjejak bumi dan selalu merasa lebih pintar dari orang lain? Jika kita dilebihkan Allah dengan harta
dan kekayaan, apakah kekayaan itu kita gunakan untuk ikut membantu mensyiarkan Islam ataukah
hanya menjadi sarana kita berfoya-foya dan bersenang-senang? Jika kita diberikan kelebihan keturunan
yang banyak dan cerdas, maka apakah anak-anak itu kita didik dan proyeksikan untuk menjadi para
penolong agama Allah dengan potensinya masing-masing? Ataukah hanya menjadi sarana untuk
berbangga dan menyombongkan diri dihadapan orang lain? Demikianlah, apapun potensi dan bidang
yang kita geluti, apapun kelebihan dan kapasitas yang kita miliki, hendaknya hal itu berdampak positif
bagi kemajuan agama Islam.
Maasyiral Muslimin Rahimakumullah,
Setelah kita berazam untuk sebesar-besarnya berkontribusi untuk Islam, maka selanjutnya kita
harus memperhatikan hal-hal berikut ini:
Yang pertama; Jika kita benar-benar ingin menolong agama Allah, maka hendaknya kita menjadi
orang pertama yang meng-implementasikan agama Allah dalam kehidupan kita. Sehingga orang akan
mengenal kita sebagai pribadi yang lemah lembut, tawadhu, berbuat adil kepada semua orang, dan selalu
bertawakkal dan menyerahkan urusan kepada Allah. Setiap orang yang berinteraki dengan kita akan
merasakan keagungan Islam, karena kita menjadi etalase dan role model ajaran Islam. Sebagaimana firman
Allah:

َ َ َ
‫َ ْﻮﻧﺎ َو ِإذا ﺧﺎﻃ َ ُ ُﻢ‬
ً
‫ض‬ ْ‫ﻳﻦ َﻳ ْﻤ ُﺸﻮ َن َﻋ َ ْ َر‬
َ ‫اﻟﺮ ْﺣ َﻤﻦ ﱠاﻟﺬ‬
ِ ‫َو ِﻋ َﺒ ُﺎد ﱠ‬
ِ ِ
َ ُ ‫ﱠ‬ َ ُ َ َ ُ ْ
‫ُ ﱠ ًﺪا َو ِﻗ َﻴ ًﺎﻣﺎ‬ َ َ
‫ا َ ﺎ ِ ﻠﻮن ﻗﺎﻟﻮا ﺳﻼ ًﻣﺎ * واﻟ ِﺬﻳﻦ ﻳ ِﺒ ﺘﻮن ِﻟ َﺮِّ ِ ْﻢ‬
َ َ
“Dan hamba-hamba Tuhan yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang yang berjalan di
atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka
mengucapkan kata-kata (yang mengandung) keselamatan. Dan orang yang melalui malam
hari dengan bersujud dan berdiri untuk Tuhan mereka.“ (Qs. Al-Furqon: 63-64)

Hendaknya keagungan agama Islam yang kita amalkan dirasakan oleh orang-orang yang
berinteraksi dengan kita; oleh istri dan anak kita, kolega dan teman sejawat, kerabat dan tetangga, dan
masyarakat secara luas.
Yang kedua; Jika kita ingin berkontribusi kepada Islam, maka kita harus menyebarkan rasa cinta
kasih kepada semua orang. Karena cinta adalah tanda keimanan. Dan Islam dibenci diantaranya justru
karena sebagian umat Islam tidak menampilkan kelembutan dan kasih sayang. Maka kita melihat,
sebagian kaum muslimin yang mempunyai komitmen agama yang baik, justru menyebarkan kebencian
kepada sesama muslim. Mereka melihat orang lain atau kelompok lain dengan penuh kecurigaan,
kebencian dan merendahkan. Rasa cinta dan persaudaraan hanya diberikan kepada orang yang berada
dalam kelompoknya saja. Atau sebagian kaum muslimin, memperlihatkan kasih sayang hanya ketika
berada di dalam masjid dan aktifitas ke-Islaman. Tapi begitu keluar dalam pergaulan yang luas, sifat

4
benci, sombong dan permusuhan selalu ditampakkan. Hal ini tentu memberikan image negatif kepada
agama Islam. Rasulullah bersabda:

َ ُ ُْ َ ُ ُْ َ‫َ َ ُُ َ ْ ﱠ‬
‫ﻻ ﺗ ْﺪﺧﻠﻮن ا َ ﻨﺔ َﺣ ﱠ ﺗﺆ ِﻣﻨﻮا َوﻻ ﺗﺆ ِﻣﻨﻮا َﺣ ﱠ ﺗ َﺤ ﱡﺎﺑﻮا‬
“Kalian tidak akan masuk surga sehingga kalian beriman, dan kalian tidak akan
beriman sehingga kalian saling mencintai.” (Hr. Muslim, Abu Dawud, At-
Tirmidzi dan Ibnu Majah).

Dalam sebuah riwayat diceritakan, bahwa Abud Darda’ radhiyallahu anhu -seorang sahabat Nabi-
pernah melewati seseorang yang melakukan dosa. Orang-orang yang ada disekitarnya mencaci dan
memakinya. Maka kemudian Abud Darda’ berkata: “Jika kalian melihat saudara kalian ini jatuh ke dalam
sumur, bukankah kalian akan mengeluarkannya?” Mereka menjawab: “Ya.” Abud Darda’ berkata lagi:
“Maka janganlah kalian mencaci saudara kalian ini, dan bersyukurlah kepada Allah yang telah menjaga
kalian dari berbuat dosa seperti yang ia lakukan.” Mereka kemudian bertanya: “Apakah engkau tidak
membencinya?” Abud Darda’ menjawab: “Aku membenci perbuatan dosa yang dilakukannya. Jika ia
meninggalkan dosa itu, sesungguhnya ia adalah saudaraku.”
Yang ketiga; Jika kita ingin menolong agama Islam, maka hendaknya kita selalu bersabar dengan
kesulitan dan tantangan yang dihadapi. Karena setiap perjuangan pasti menghadapi ujian. Janganlah
berputus asa dan cepat kalah hanya karena kesulitan yang datang menghadang. Sesungguhnya, setiap
orang akan mendapat ujian dari Allah, untuk melihat keikhlasan dan kesabarannya dalam
memperjuangkan kebenaran. Allah berfirman:

ََ َ َُْ َ ‫ﱠ‬ ُ ُ َْ ُ ْ َْ ُ ‫َ َ َ ﱠ‬
‫( َوﻟﻘ ْﺪ‬٢) ‫ﺎس أن ُﻳ َ ﻛﻮا أن َﻳﻘﻮﻟﻮا َآﻣﻨﺎ َو ُ ْﻢ ﻻ ُﻳﻔﺘﻨﻮن‬ ‫أﺣ ِﺴﺐ اﻟﻨ‬
َ َ ُ َ َ َ ‫َ َﱠ ﱠ َ ْ َْ ْ َََ َْ َ ﱠ ﱠ ُ ﱠ‬
‫ﺻﺪﻗﻮا َوﻟ َﻴ ْﻌﻠ َﻤ ﱠﻦ‬ ‫ﻓﺘﻨﺎ اﻟ ِﺬﻳﻦ ِﻣﻦ ﻗﺒ ِﻠ ِ ﻢ ﻓﻠﻴﻌﻠﻤﻦ اﻟﻠﮫ اﻟ ِﺬﻳﻦ‬
َ َْ
(٣) ‫اﻟ ِﺎذ ِﺑ ن‬
“Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: "Kami telah
beriman", sedang mereka tidak diuji lagi? Dan sesungguhnya kami telah menguji orang-
orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar
dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta.” (Qs. Al-‘Ankabut: 1-2)

Dan yang terakhir; Janganlah maksiat dan dosa yang kita lakukan menghalangi kita dari berjuang
untuk memajukan Islam. Jangan jadikan dosa sebagai alasan untuk tidak berkontribusi untuk Islam.
Karena pada dasarnya, setiap orang pasti akan jatuh kepada kemaksiatan. Justru dengan melakukan
kebaikan-kebaikan yang mengangkat nama Islam, kita berharap lambat laun kita bisa melepaskan diri
dari jerat maksiat yang kita lakukan.
Inilah yang terjadi kepada sahabat Abu Mihjan. Ia masih sering meminum minuman keras.
Bahkan pada al-Qadisiyyah melawan Persia, ia masih melakukannya. Saab bin Abi Waqqash sebagai
panglima perang kemudian memenjarakannya. Ketika Abu Mihjan mendengar peperangan dimulai,

5
keimanan dalam hatinya membuatkya sangat ingin terjun di medang perang. Maka iapun memohon
kepada istri Saad agar dibebaskan dari penjara agar bisa berperang. Karena kasihan, istri Saad bin Abi
Waqqash mengeluarkannya dari penjara. Maka ketika Saad mengetahui keikhlasannya dalam berjuang,
beliau sendiri yang menyiapkan kuda dan peralatan perang untuk Abu Mihjan. Disaat itulah Allah
membuka hatinya untuk berkata: “Demi Allah, aku tidak akan lagi meminum minuman keras.”
Maasyiral Muslimin Rahimakumullah,
Beberapa bulan lagi kita akan menghadapi Pemilu 2019 untuk memilih para pemimpin kita, baik
eksekutif maupun yudikatif. Maka jadikanlah momentum tersebut untuk berjuang membela agama
Allah. Tunjukkanlah keberpihakan kita kepada Islam. Pilihlah para pemimpin yang akan memberikan
kemashlatan bagi bangsa dan masyarakat kita. Jangan pilih kembali para pemimpin yang terbukti tidak
amanah. Mereka yang korupsi, yang mengingkari janji, yang tidak berbuat adil kepada rakyat dan hanya
membela kepentingan diri kelompoknya tidak layak kita pilih kembali. Mereka yang terbukti tidak
mampu mengemban amanah jabatan tidak boleh mendapatkan jabatan itu lagi. Agar keadilan,
kemakmuran dan kedamaian kita rasakan di negeri kita. Ingatlah, jari yang kita gunakan untuk memilih
akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah ta’ala. Maka tanyakanlah kepada diri sendiri, jika
sekiranya saya memilih si fulan, akankah Allah ridha dengan hal itu ataukah justru Ia akan murka?
Semoga Allah subhanahu wata'ala menjadikan kita orang-orang yang mempunyai kontribusi untuk
kemajuan dan ketinggian agama Islam, amin ya rabbal alamin.
ْ ّ َ َ ْ َ ْ َ ْ ُ ‫ُْ ْ ْ َ ْ َََ َ ْ َ ﱠ‬ ْ ُ ََ ْ ُ َ َ َ
‫اﻟﺬﻛ ِﺮ‬ ِ ِْ‫و‬ ‫ﺎت‬ ‫ﻳ‬ ‫ﻦ‬ ‫ﻣ‬ ‫ﮫ‬ ‫ﻴ‬ ‫ﻓ‬
ِ ِ ِ َ ِ‫ﺎ‬ ‫ﻤ‬‫ﺑ‬ ‫ﻢ‬‫ﺎﻛ‬ ‫ﻳ‬‫إ‬ِ ‫و‬ ‫ﻌ‬
ِْ ‫ﻔ‬‫ﻧ‬ ‫و‬ ، ‫ﻢ‬ِ ‫ﻴ‬ ‫ﻈ‬
ِ ‫ﻌ‬ ‫اﻟ‬ ‫آن‬ِ ‫ﺮ‬‫ﻘ‬ ‫اﻟ‬ ِ ‫ﻢ‬ ‫ﻜ‬ ‫ﺑﺎرك ﷲ ِ وﻟ‬
َ ُ ُ
‫ﷲ اﻟ َﻌ ِﻈ ْﻴ َﻢ ِ ْ َوﻟﻜ ْﻢ َو ِﻟ َﺴﺎ ِﺋ ِﺮ اﳌ ْﺴ ِﻠ ِﻤ ْ ن‬ َ ‫ َوأ ْﺳ َﺘ ْﻐﻔ ُﺮ‬،‫ َأ ُﻗ ْﻮ ُل َﻗ ْﻮ ْ َ ﺬا‬،‫ا ْ َ ﻜ ْﻴﻢ‬
َ َ
ِ ِ ْ َ ِ ِ ُْ
ُ َ ْ ُ ُ
ّ ‫ﺎﺳﺘﻐ ِﻔ ُﺮ ْوﻩ إﻧﮫ َﻮ اﻟﻐﻔ ْﻮ ُر‬ّ ُ َ ْ ‫ ﻓ‬،‫َواﳌ ْﺴﻠ َﻤﺎت‬
‫اﻟﺮ ِﺣ ْﻴ ِﻢ‬ ِ ِ ِ
Khutbah Kedua

ُّ ّ ََ َُ ۡ ُ ّ َ ۡ ۡ َ ٰ َ ُۡ ُ َ ُ َ َ َ َۡ ‫ۡ َ ۡ ُ ﱣ ﱠ‬
‫اﻟﺪ ۡﻳ ِﻦ ِﻠ ِﮫ‬ ِ ‫ﻋ‬ ‫ﻩ‬‫ﺮ‬ ‫ﻈ‬ ‫ﻴ‬
ِ ِ ِ ‫ﻟ‬ ‫ﻖ‬ ‫ا‬ ‫ﻦ‬ ‫ﻳ‬
ِ ِ‫د‬‫و‬ ‫ى‬ ‫ﺪ‬ ‫ﺎﻟ‬ ‫ﺑ‬
ِ ‫ﮫ‬ ‫ﻮﻟ‬‫ﺳ‬‫ر‬ ‫ﻞ‬ ‫ﺳ‬ ‫ر‬ ‫أ‬ ‫ي‬‫ﺬ‬ِ ‫ا ﻤﺪ ِﻟﻠ ِﮫ‬
‫اﻟ‬
َ ‫ﱠ‬ ََ
.‫َوﻛﻔ ٰﻰ ِﺑﺎﻟﻠ ِﮫ ﺷ ِ ۡﻴ ًﺪا‬
ُ َ ۡ َ َ َ َ َ ‫َ ۡ َۡ َ َٰ ﱠ ﱣ‬
.‫ َو أﺷ َ ُﺪ أ ﱠن ُﻣ َﺤ ﱠﻤ ًﺪا َﻋ ۡﺒ ُﺪ ُﻩ َو َر ُﺳ ۡﻮﻟ ُﮫ‬،‫أﺷ َ ُﺪ أن ﻻ ِإﻟﮫ ِإﻻ اﻟﻠ ُﮫ َو ۡﺣﺪ ُﻩ ﻻ ﺷ ِﺮۡ َﻚ ﻟ ُﮫ‬
ٰ َ َ َ ّ ‫ﱣ‬
‫ﺻ ِ ّﻞ َو َﺳ ِﻠ ۡﻢ َﻋ َﻣ َﺤ ﱠﻤ ٍﺪ َو َﻋ ِآﻟ ِﮫ َو َ ۡ ِﺒ ِﮫ َو َﻣ ۡﻦ ﺗ ِﺒ َﻌ ُ ۡﻢ ِﺑ ِﺈ ۡﺣ َﺴ ٍﺎن ِإ َﻳ ۡﻮ ِم‬ َ ‫اﻟﻠ ُ ﱠﻢ‬
ّ
.‫اﻟﺪ ۡﻳ ِﻦ‬
ِ
َ ۡ ُ ‫َ ۡ َ ﱣ َ َ ٰ َ َ ۡ َ َ ُۡﱠ‬ ۡ َ ُ ُ ‫ﱣ‬ َ َ
.‫ﻔ ِ ِﺑﺘﻘﻮى اﻟﻠ ِﮫ ﻌﺎ ﻓﻘﺪ ﻓﺎز اﳌﺘﻘﻮن‬5 ‫ أ ۡو ِﺻ ۡﻴﻜ ۡﻢ َوﻧ‬،‫ ﻓ َﻴﺎ ِﻋ َﺒ َﺎد اﻟﻠﮫ‬:‫أ ﱠﻣﺎ َ ْﻌ ُﺪ‬

6
‫َُ‬ ‫ﱣَ‬ ‫ُ ﱠُ‬ ‫ﱠ‬ ‫ٰٓ َ‬ ‫ُۡ ٰ َۡ‬ ‫َ َ ﱣ َ‬
‫ﺎل اﻟﻠ ُﮫ َﻌﺎ ٰ ِ اﻟﻘ ۡﺮا ِن اﻟﻜ ِﺮۡ ِﻢ‪َ )) :‬ﻳﺄ ﱡ َ ﺎ ٱﻟ ِﺬ ۡﻳ َﻦ َء َاﻣﻨﻮا اﺗﻘﻮا اﻟﻠﮫ َﺣ ﱠﻖ ﺗﻘﺎ ِﺗ ِﮫۦ‬ ‫ﻗ‬
‫ََ َ ُ ُۡ ﱠ ﱠ َ َ ُ ﱡ ۡ ُ‬
‫وﻻ ﺗﻤﻮﺗﻦ ِإﻻ و أﻧﺘﻢ ﻣﺴ ِﻠﻤﻮن((‬

‫اﻟﺮ ِﺣ ْﻴﻢ‪:‬‬ ‫اﻟﺮ ْﺣ َﻤﻦ ﱠ‬ ‫ﷲ ﱠ‬ ‫ِ‬ ‫ﻢ‬ ‫ﺴ‬ ‫ْ‬


‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬
‫َ ﱡ َ َ ۡ َ َ ُّ‬ ‫ﱠ ﱠ َ َ َ َٰٓ َ َ ُ ُ َ ﱡ َن َ َ ﱠ ّ َٰٓ َ ﱡ َ ﱠ َ َ َ ُ‬
‫)) ِإن ٱﻟﻠﮫ و ﻣﻠ ِﺌﻜﺘﮫ ﻳﺼﻠﻮ ﻋ ٱﻟﻨ ِ ِ ‪ ،‬ﻳﺄ ﺎ ٱﻟ ِﺬﻳﻦ ءاﻣﻨﻮا ﺻﻠﻮا ﻋﻠﻴ ِﮫ وﺳ ِﻠﻤﻮا‬
‫َ ۡ ً‬
‫ﺴ ِﻠﻴﻤﺎ((‬
‫ﱣُ ﱠ َ ّ ََ ُ َ ﱠ َ ََ ٰ ُ َ ﱠ َ َ َﱠۡ َ ََ ۡ ٰ ۡ َ ََ ٰ‬
‫وﻋ ا ِل‬ ‫اﻟﻠ ﻢ ﺻ ِﻞ ﻋ ﻣﺤﻤ ٍﺪ وﻋ ا ِل ﻣﺤﻤ ٍﺪ‪ ،‬ﻛﻤﺎ ﺻﻠﻴﺖ ﻋ ِإﺑﺮ ِ ﻴﻢ‬
‫ۡ َ َ‬ ‫َ‬ ‫َ ٰ‬ ‫َ‬ ‫ﱠ‬
‫ِإ ۡﺑ ٰﺮ ِ ۡﻴ َﻢ ِإﻧ َﻚ َﺣ ِﻤ ۡﻴ ٌﺪ َﻣ ِﺠ ۡﻴ ٌﺪ‪َ .‬و َ ﺎ ِر ۡك َﻋ ُﻣ َﺤ ﱠﻤ ٍﺪ َو َﻋ ا ِل ُﻣ َﺤ ﱠﻤ ٍﺪ‪ ،‬ﻛ َﻤﺎ َﺑ َﺎرﻛﺖ َﻋ ِإ ۡﺑ ٰﺮ ِ ۡﻴ َﻢ‬
‫ﱠ‬ ‫ََ ٰ‬
‫وﻋ ا ِل ِإ ۡﺑ ٰﺮ ِ ۡﻴ َﻢ‪ِ ،‬إﻧ َﻚ َﺣ ِﻤ ۡﻴ ٌﺪ َﻣ ِﺠ ۡﻴ ٌﺪ‪.‬‬
‫َۡ ٓ‬ ‫َ ُۡ ۡ ۡ َ َ ُۡ ۡ َ‬ ‫اﻏﻔ ۡﺮ ﻟ ۡﻠ ُﻤ ۡﺴﻠﻤ ۡ َن َو ۡاﳌُ ۡ‬ ‫ﱣُ ﱠ ۡ‬
‫ﺎت‪ۡ ،‬ﺣ َﻴﺎ ِء ِﻣ ۡ ُ ۡﻢ‬ ‫ﻨ‬
‫ِ ِ‬ ‫ﻣ‬ ‫ﺆ‬ ‫اﳌ‬ ‫و‬ ‫ن‬ ‫ﻨ‬
‫ِِ‬‫ﻣ‬ ‫ﺆ‬ ‫اﳌ‬ ‫و‬ ‫‪،‬‬ ‫ﺎت‬
‫ِ ِ‬ ‫ﻤ‬ ‫َ‬ ‫ﻠ‬‫ﺴ‬ ‫ِ ِِ‬ ‫ِ‬ ‫اﻟﻠ ﻢ‬
‫ات‪.‬‬ ‫ﻮ‬ ‫اﻟﺪ َﻋ َ‬ ‫َو ۡ ۡ ْﻣ َﻮات‪ ،‬إ ﱠﻧ َﻚ َﺳﻤ ۡﻴ ٌﻊ َﻗﺮۡ ٌﺐ ُﻣﺠ ۡﻴ ُﺐ ﱠ‬
‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ ِ‬
‫ﱠ ُ ﱠ ْ ُ ْ َ َ ﱠ ِ َ َ ْ ُ ﱠ ْ َ َ ْ َ ْ َ َ َ ﱠ َ َ ْ ُ ْ َ ْ َ ْ ْ ََ‬
‫ﺎﺻ ِﺮ ﻦ‪ ،‬واﻓﺘﺢ ﻟﻨﺎ ﻓ ِﺎﻧﻚ ﺧ اﻟﻔﺎ ِﺗ ِﺤ ن‪ ،‬واﻏ ِﻔﺮ ﻟﻨﺎ‬ ‫اﻟﻠ ﻢ اﻧﺼﺮﻧﺎ ﻓ ِﺎﻧﻚ ﺧ اﻟﻨ ِ‬
‫اﻟﺮا ِز ِﻗ ْ ن‪،‬‬ ‫اﺣﻤ ْ ن‪َ ،‬و ْار ُز ْﻗ َﻨﺎ َﻓ ِﺎ ﱠﻧ َﻚ َﺧ ْ ُ ﱠ‬ ‫ﱠ‬
‫اﻟﺮ‬ ‫ُ‬ ‫َﻓﺎ ﱠﻧ َﻚ َﺧ ْ ُ ْاﻟ َﻐﺎﻓﺮْ ﻦ‪َ ،‬وا ْر َﺣ ْﻤ َﻨﺎ َﻓﺎ ﱠﻧ َﻚ َﺧ ْ‬
‫ِ‬ ‫ِ‬
‫ِ ِ‬ ‫ِِ‬
‫ْ َ‬ ‫َ‬ ‫ْ‬ ‫ﱠ‬ ‫َ‬ ‫ْ‬
‫َوا ْ ﺪﻧﺎ َوﻧ ّﺠﻨﺎ ﻣ َﻦ اﻟﻘ ْﻮم اﻟﻈ ْ َ َ‬ ‫َ‬ ‫َ‬ ‫َ‬
‫ﺎﳌ ن واﻟ ﺎ ِﻓ ِﺮ ﻦ‪.‬‬ ‫ِِ‬ ‫ِ ِ َ ِ‬ ‫ِ‬
‫َ‬ ‫ۡ‬ ‫َ‬ ‫ُ‬ ‫َ‬ ‫َ‬ ‫َ‬ ‫َ‬ ‫َ‬ ‫َ‬ ‫ۡ‬ ‫َ‬ ‫ﱠ‬
‫َ َ ۡ ۡ‬ ‫َ‬ ‫ُ‬ ‫ۡ‬ ‫َ‬ ‫َ‬ ‫َ‬ ‫َ‬
‫ﺎﺳ ِﺮۡ َﻦ‪.‬‬ ‫ۡ ﱠ َ‬ ‫َ َ ۡ‬
‫َر ﻨﺎ ﻇﻠﻤﻨﺎ أﻧﻔﺴﻨﺎ و ِإن ﻟﻢ ﻐ ِﻔ ۡﺮ ﻟﻨﺎ وﺗ ۡﺮﺣﻤﻨﺎ ﻟﻨﻜﻮﻧﻦ ِﻣﻦ ا ِ‬
‫ۡ‬ ‫ﱠ‬
‫َ‬ ‫ُ‬ ‫َ ﱠُ ﱠ ْ ُ ْ ََ‬ ‫ُ‬ ‫َ ﱠُ ﱠ ْ ُ ْ ََ‬
‫ﺼﺮ ِإﺧ َﻮاﻧﻨﺎ ِ ْ ِ ّﻞ َﻣ ٍﺎن َﻳﺎ َر ﱠب‬ ‫ﺼ ْﺮ ِإﺧ َﻮاﻧﻨﺎ ُﻣ ْﺴ ِﻠ ِﻤﻲ أ ْﻳ ُﺠﻮر‪ ،‬اﻟﻠ ﻢ اﻧ‬ ‫اﻟﻠ ﻢ اﻧ‬
‫ْ َ َ‬
‫ﺎﳌ ْ ن‪.‬‬ ‫اﻟﻌ ِ‬
‫ﱡَۡ َ َ َ ً َ ۡ َ َ َ َ ً َ َ َ َ َ ﱠ‬ ‫َ‬ ‫َٓ َ‬
‫اب اﻟﻨﺎر‪.‬‬ ‫ِﺧﺮ ِة ﺣﺴﻨﺔ و ِﻗﻨﺎ ﻋﺬ‬ ‫َرَ ﻨﺎ َءا ِﺗﻨﺎ ِ اﻟﺪﻧﻴﺎ ﺣﺴﻨﺔ ِو‬
‫ّ‬ ‫َ ۡ‬ ‫َ ُۡ‬ ‫َ‬ ‫ُ َ‬ ‫ۡ‬ ‫َ‬
‫ُﺳ ۡﺒ َﺤﺎن َرِّ َﻚ َر ِ ّب اﻟ ِﻌ ﱠﺰ ِة َﻋ ﱠﻤﺎ َﻳ ِﺼﻔ ۡﻮن‪َ ،‬و َﺳﻼ ٌم َﻋ اﳌ ۡﺮ َﺳ ِﻠ ن‪َ ،‬وا َ ۡﻤ ُﺪ ِﻟﻠ ِ ٰﮫ َر ِ ّب‬
‫ﱠَ َ‬ ‫ۡ‬ ‫ُ‬ ‫ۡ‬ ‫ۡ َٰ َ َ َ َ‬
‫اﻟﻌﻠ ِﻤ ن‪ ،‬وأ ِﻗﻴﻤﻮا اﻟﺼﻼة‪...‬‬

‫‪7‬‬

Anda mungkin juga menyukai