Laporan keuangan desa menurut Permendagri No 113 tahun 2014 yang wajib dilaporkan olehpemerintahan desa berupa:
1.Anggaran
2.Buku kas
3.Buku pajak
4.Buku bank
5.Laporan Realisasi Anggaran (LRA)
LAPORAN KEUANGAN DESA
Pada dasarnya, laporan keuangan adalah suatu bentuk akuntanbilitas atau pertanggungjawaban dan transparansi
atas kinerja keuangan dari suatu entitas. Sama halnya dengan pemerintahan daerah, desa juga wajib menyusun
laporan keuangan desa sebagai bentuk pertanggungjawaban atas dana desa yang diberikan. Laporan keuangan
desa berbeda dengan laporan keuangan sektor publik maupun laporan keuangan pemerintahan. Dikarenakan desa
merupakan bagian dari pemerintahan Republik Indonesia, oleh karena itu, penyusunan laporan keuangan desa
didasarkan pada Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 113 Tahun 2014 tentang
Pengelolaan Keuangan Desa yang mengacu pada Standar Akuntansi Pemerintahan yang tertuang dalam PP No.
71 Tahun 2010.
Adapun, tujuan dari laporan keuangan desa adalah sebagai berikut.
1. Sebagai alat untuk evaluasi dan alat pengendalian.
2. Indikator efisiensi dan efektivitas pengelolaan keuangan.
3. Wujud transparansi dan akuntabilitas sesuai amanat perundang-undangan.
4. Informasi untuk mengetahui posisi keuangan desa.
Komponen laporan keuangan sektor publik menurut Bastian (2010:297), mencakup:
1) Laporan Posisi Keuangan (Neraca)
2) Laporan Kinerja Keuangan
3) Laporan Perubahan Aktiva/Ekuitas Neto
4) Laporan Arus Kas
5) Kebijakan Akuntansi dan Catatan atas Laporan Keuangan.
Sedangkan komponen laporan keuangan pemerintahan dalam PP No. 71 Tahun 2010, mencakup:
1) Laporan realisasi anggaran,
2) Laporan perubahan saldo anggaran lebih,
3) Neraca,
4) Laporan operasional,
5) Laporan arus kas,
6) Laporan perubahan ekuitas
7) Catatan atas laporan keuangan.
Berdasarkan komponen laporan keuangan diatas, komponen laporan keuangan desa memiliki perbedaan dengan
komponen laporan keuangan sektor publik dan pemerintahan. Laporan keuangan desa tidak mencantumkan catatan
atas laporan keuangan, berbeda dengan laporan keuangan sektor publik dan pemerintahan.
PENGELOLA KEUANGAN DESA
Permendagri No. 113 Tahun 2014 menyebut bahwa pengelolaan keuangan desa adalah keseluruhan kegiatan
yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, dan pertanggungjawaban keuangan desa.
Pengelolaan keuangan desa merupakan rangkaian siklus yang terpadu dan terintegrasi antara satu tahapan
dengan tahapan lainnya. Siklus pengelolaan keuangan desa tidak akan berjalan tanpa adanya tata pemerintahan
desa yang baik. Oleh karena itu, peran serta pihak-pihak di luar pemerintah desa dan Badan Permusyawaratan
Desa (BPD), seperti: tokoh desa, tokoh agama, perwakilan dari kaum perempuan, perwakilan dari kaum petani,
perwakilan dari masyarakat miskin dan lainnya perlu dilibatkan dalam proses pengelolaan keuangan desa.
Siklus Pengelolaan
Keuangan
KEKUASAAN PENGELOLAAN KEUANGAN DESA
Permendagri No. 113 Tahun 2014 menjelaskan bahwa kekuasaan pengelolaan keuangan desa berada di tangan
kepala desa yang dibantu oleh Pelaksana Teknis Pengelola Keuangan Desa (PTPKD). Kepala desa adalah
pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan desa dan mewakili pemerintah desa dalam kepemilikan kekayaan
milik desa yang dipisahkan. Kepala desa dalam melaksanakan pengelolaan keuangan desa dibantu oleh
Pelaksana Teknis Pengelola Keuangan Desa (PTPKD) yang berasal dari unsur perangkat desa yang ditetapkan
dengan keputusan kepala desa. Unsur perangkat desa yang dimaksud terdiri dari:
1. Sekretaris Desa
2. Kepala Seksi
3. Bendahara
Aspek Perpajakan Dalam Pengelolaan Desa
Permendagri No. 113 Tahun 2014 menyebutkan bahwa bendahara desa sebagai wajib pungut Pajak Penghasilan
(PPh) dan pajak lainnya, wajib menyetorkan seluruh penerimaan potongan dan pajak yang dipungutnya ke
rekening kas negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Bendahara desa yang ditunjuk
wajib mendaftarkan diri untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) sebagai identitas bendahara desa
dalam menjalankan kewajiban perpajakannya yang meliputi memotong/memungut dan menyetorkan serta
melaporkan Pajak Penghasilan (PPh) dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sesuai ketentuan peraturan perpajakan.
Kewajiban perpajakan yang menjadi tanggung jawab bendahara desa meliputi:
a) Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21
Pemotongan PPh Pasal 21 dilakukan pada saat pembayaran dengan membuat Bukti Potong PPh Pasal 21,
selanjutnya PPh Pasal 21 disetor dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) ke Bank Persepsi/Kantor Pos
paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya dan melaporkan PPh Pasal 21 yang telah disetor tersebut dengan
menggunakan Surat Pemberitahuan (SPT) Masa PPh Pasal 21 ke Kantor Pelayanan Pajak Pratama (KPP
Pratama), Kantor Pelayanan Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP) sesuai tempat bendahara desa
terdaftar.
Contoh perhitungan PPh Pasal 21:
Penerima honorium PNS
Bendahara Desa Menahaji membayar honor kepada Bapak Budi, PTPKD kegiatan rehab/perbaikan jalan desa
(PNS/IVa) sebesar Rp2.000.000. Perhitungan PPh Pasal 21 adalah Rp2.000.000 x 15% = Rp300.000.
b) Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22
Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 dikenakan sehubungan dengan adanya pembayaran atas belanja barang
(misalnya: material/bahan bangunan; konsumsi: aqua/snack/nasi kotak; ATK dan fotokopi)
2)Pembayaran sebesar Rp1.800.000 (sebelum pajak) ke Toko Jaya Abadi atas pembelian bahan material berupa
semen sebanyak 30 sak untuk proyek renovasi kantor kepala desa. Berikut perhitungannya.
e) Bea Materai
Bea meterai adalah pajak yang dikenakan atas dokumen berupa kertas yang menurut UU Bea Meterai
menjadi objek bea meterai (UU No. 13 Tahun 1985). Dokumen yang dikenai bea meterai antara lain
adalah dokumen yang berbentuk surat yang memuat jumlah uang, seperti kuitansi, dan dokumen yang
bersifat perdata, seperti dokumen perjanjian pembangunan gedung kantor dengan pengusaha jasa
konstruksi dan dokumen kontrak pengadaan jasa tenaga kebersihan.
B) Buku Bank
C) Buku Kas Pembantu Pajak