PEMERINTAHAN
Drs. Zulkarnaen Ilyas, BA.,MM
Table of Contents
01 02
Konsep Dasar Etika Etika Aparatur
Pengertian, Hubungan Etika Pegawai, Paradigma,
dengan Moral Kode Etik
03 04
Pancasila sebagai Norma Moral Etika Pemerintahan
Kepemimpinan, Butir-butir Batasan, Unsur, Pelayanan
Pancasila Umum
01
Konsep Dasar Etika
Pengertian, Hubungan dengan
Moral
ETIKA
● Etika berasal dari perkataan Yunani "Ethes" berarti kesediaan
jiwa akan kesusilaan, atau secara bebas dapat diartikan
kumpulan dari peraturan-peraturan kesusilaan.
• Tidak mudah dalam keadaan aparatur negara atau pemerintah seperti Pegawai Negeri Sipil
dewasa ini. Misalnya kendala gaji, disiplin dan lain-lain.
• Banyak orang menghendaki jabatan untuk kepentingan diri sendiri saja, apakah ini
merupakan kewajaran dan sesuai dengan kesusilaan dan moral. Banyak pula orang ingin
mempengaruhi seseorang pemimpin atau pejabat untuk mencapai tujuan pribadi atau
kepentingan pribadi guna mendapatkan kesem patan yang dijadikan sebagai alat untuk
mencari keuntungan pribadi sebanyak-banyaknya (tidak sesuai tentunya dengan sumpah
jabatan). Hanya pemimpin dan pejabat yang kuat serta bertanggungjawablah. yang dapat
menjalankan tugasnya sebagai pendidik dan pengabdi masyarakat dan rakyat banyak yang
baik (tidak kenal tempat basah dan tempat kering, tidak kenal budaya komisi dan lain-
lain).
Kaidah agama
• Kaidah agama yaitu kaedah sosial yang asalnya dari Tuhan dan berisikan larangan-
larangan, perintah-perintah dan anjuran-anjuran. Kaidah ini merupakan tuntunan hidup
manusia untuk menuju ke arah yang baik dan benar. Kaidah agama mengatur tentang
kewajiban kewajiban manusia kepada Tuhan dan kepada dirinya sendiri. Pelanggaran
terhadap kaidah agama ada sanksinya, namun sanksi itu akan datang dari Tuhan".
• Perlu adanya nilai-nilai moral yang dalam seperti kejujuran, dapat dipercaya,
diandalkan, integritas dan sebagai nya. Kegagalan dan kemerosotan kewibawaan
pemerintah sering merupakan refleksi atau tercermin dari kegagalan di bidang moral
kesusilaan para pemimpin dan petugas negara. Begitulah betapa pentingnya Etika
Pemerintahan atau suatu etika bagi aparatur negara dan aparatur pemerintah, agar
dapat melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya.
Kode Etika Negara
• Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa dan sebagai dasar negara atau pandangan hidup bangsa dan dasar
negara. Teks itu perlu dipahami dan dimengerti betul-betul direnungkan kembali, sehingga dapat menjiwai kita dalam
melaksanakan tugas kita sebaik-baiknya, sebagai aparatur pemerintah, abdi negara dan abdi masyarakat. Sebagai
gambaran umum mari kita perhatikan sila-sila Pancasila sebagai berikut :
1. Sila Pertama: Ketuhanan Yang Maha Esa
Sila pertama mengandung prinsip bahwa bangsa Indonesia bangsa yang ber-Tuhan dan Negara menjamin
kemerdekaan tiap tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing serta untuk menjalankan ibadah
menurut agama dan kepercayaan itu
2. Sila Kedua: Kemanusiaan yang adil dan beradab
Sila kedua mengandung prinsip bahwa pergaulan antara sesama umat manusia dan antara bangsa, haruslah
berdasarkan perikemanusiaan yang adil dan beradab untuk membangun dunia yang tenteram dan damai
3. Sila Ketiga: Persatuan Indonesia
Sila ketiga mengandung prinsip bahwa persatuan Indonesia tidak sempit karena prinsip ini mengandung pengakuan
bahwa setiap bangsa berdaulat dan bebas menentukan nasibnya sendiri tanpa campur tangan bangsa lain
4. Sila Keempat Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan
Sila keempat; kerakyatan mengandung prinsip bahwa demokrasi Indonesia adalah musyawarah untuk mufakat.
5. Sila Kelima: Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Sila kelima; Keadilan sosial mengandung prinsip bahwa setiap orang Indonesia mendapat perlakuan yang adil dalam
berbagai bidang (ipoleksosbudhankamnas).
Etika Pegawai Negeri
• Pegawai Negeri Sipil adalah unsur aparatur negara, abdi negara dan abdi
masyarakat yang dengan kesetiaan dan ketaatan kepada Pancasila, UUD
1945, Negara dan Pemerintah menyelenggarakan tugas pemerintahan dan
pembangunan
Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil
1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 Tentang pokok-pokok kepegawaian sebagaimana telah diubah dengan Undang-
Undang Nomor 43 Tahun 1999 Tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 Tentang pokok-pokok
kepegawaian;
2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir
dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004;
3. Peraturan Pemerintah No. 4 Tahun 1966 Tentang Pemberhentian/Pemberhentian Sementara Pegawai Negeri;
4. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1979 Tentang Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil sebagaimana telah diubah
beberapa kali, terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan
Pemerintah Nomor 32 Tahun 1979 tentang Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil;
5. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 Tentang Izin Perkawinan Dan Perceraian Bagi Pegawai Negeri Sipil
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990 Tentang Perubahan Atas Peraturan
Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 Tentang Izin Perkawinan Dan Perceraian Bagi Pegawai Negeri Sipil;
6. Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2003 Tentang Wewenang Pengangkatan, Pemindahan dan Pemberhentian Pegawai
Negeri Sipil;
7. Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Larangan Pegawai Negeri Sipil Menjadi Anggota Partai Politik;
8. Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2004 Tentang Pembinaan Jiwa Korps dan Kode Etik Pegawai Negeri Sipil;
9. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 Tentang pembagian urusan pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintah
Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota;
10. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 Tentang Organisasi Perangkat Daerah;
11. Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 Tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil;
12. Peraturan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 21 Tahun 2010 Tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah
Nomor 53 Tahun 2010 Tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil;
Kode Etik KORPRI
1. ing ngarso sung tulodo, yang berarti bahwa seorang pemimpin harus
mampu, lewat sikap dan perbuatannya, menjadikan dirinya pola
panutan dari orang-orang yang dipimpinnya.
2. ing madya mangun karso, yang berarti bahwa seorang pemimpinharus
mampu membangkitkan semangat berswakarsa dan berkreasi pada
orang-orang yang dibimbingnya.
3. tut wuri handayani, yang berarti bahwa seorang pemimpin harus
mampu mendorong orang-orang yang diasuhnya agar berani ber jalan
di depan dan sanggup bertanggung jawab.
Norma-norma kepemimpinan lain yang akan men dukung pelaksanaan
ketiga prinsip kepemimpinan Pancasila
a. berwibawa j. sederhana
b. jujur k. penuh pengabdian kepada tugas
c. terpercaya l. berjiwa besar
d. bijaksana m. mempunyai sifat ingin tahu
e. mengayomi n. mendorong untuk kemajuan.
f. berani mawas diri
g. mampu melihat jauh ke depan
h. berani dan mampu mengatasi
kesulitan.
i. bersikap wajar j tegas dan
bertanggung jawab atas keputusan
yang diambil
Pancasila Sebagai Norma Moral
• A.W. Widjaja menyatakan: Moralitas bertolak pada ilmu pengetahuan (cognitif) bukan pada efektif: Moralitas
berkaitan pula dengan jiwa dan semangat kelompok masyarakat. Moral terjadi bila dikaitkan dengan
masyarakat, tidak ada moral bila tidak ada masyarakat dan seyogianya tidak ada masyarakat tanpa moral, dan
ini berkaitan dengan kesadaran kolektif
• Baik dan buruk merupakan kategori imperatif (kesadaran hukum) dalam arti apa yang boleh dilakukan dan atau
yang tidak boleh dilakukan
• orang yang melanggar atau menyimpang dari norma-norma akan mendapat ganjaran berupa sanksi yang disebut
hukuman, Pelaksanaan norma hukum dapat dipaksakan (imperatif) dan pelanggamnya dapat dikenakan sanksi
berupa hukuman, sedang pelanggaran terhadap norma moral akan mendapat sanksi atau sanksi masyarakat
• Norma moral bersumber pada kodrat manusia (kesa daran kehendak) sedangkan norma hukum bersumber pada
undang undang atau kekuasaan (kesadaran hukum). Kesadaran kehendak yang ditimbulkan dari dalam diri
manusia, sedangkan kesadaran hukum akibat pengaruh dari luar diri manusia itu sendiri.
• Pancasila sebagai norma moral bagi bangsa Indonesia mem punyai suatu kekuatan yang amat besar dalam
hidup setiap bangsa (warga negara), termasuk setiap pemimpin, dalam hidupnya baik dalam bermasyarakat
maupun tugasnya sebagai penyelenggara pemerintahan negara (penguasa).
Butir-butir Pancasila (4, 8, 5, 7, 12) = 36 Butir
(Khong Hu Tsu)