PENDAHULUAN
Dalam setiap hubungan sosial antarmanusia, etika merupakan sesuatu yang penting
karena ia merupakan kesepakatan yang tidak tertulis untuk mengatur agar pihak-pihak yang
terlibat dalam interaksi tersebut berkomunikasi dengan efektif dan merasa nyaman. Begitupun
dalam konteks birokrasi pemerintahan, etika Pegawai Negeri Sipil (PNS) dalam memberikan
pelayanan publik menjadi suatu hal yang penting untuk diperhatikan agar memungkinkan
terjadinya hubungan yang serasi dan harmonis di antara penyedia layanan dan pengguna
layanan. Oleh karena itu, etika PNS merupakan salah satu faktor yang sangat menentukan
kepuasan pelanggan pelayanan publik sekaligus menentukan keberhasilan tujuan organisasi
pelayan publik itu sendiri. Pada akhirnya, etika dapat menjadi standar profesionalitas aparatur
negara dalam melayani masyarakat.
Namun persoalannya, penerapan etika PNS tidak semudah yang dibayangkan. Ada
berbagai macam masalah yang menghambat penerapan etika PNS. Masalah-masalah tersebut
pada akhirnya mengurangi atau bahkan menghilangkan profesionalisme PNS. Dari latar
belakang permasalahan inilah maka tulisan ini disusun dengan tujuan untuk menjawab
pertanyaan apa saja masalah-masalah yang menghambat penerapan etika PNS serta bagaimana
strategi penerapan etika dalam pelayanan publik guna meningkatkan profesionalisme para
pegawai birokrasi pemerintahan.
PEMBAHASAN
A. Etika
Menurut Wawan Suharmawan (2008), secara etimologis etika berasal dari bahasa
Yunani ethos yang berarti watak kesusilaan atau adat. Sedangkan secara istilah, etika
adalah ilmu yang membicarakan tentang tingkah laku manusia atau sebagai teori tentang
laku perbuatan manusia dipandang dari segi nilai baik dan buruk sejauh yang dapat
ditentukan akal. Menurutnya, ada empat sudut pandang untuk memahami etika, yakni
sebagai berikut.
1. Sudut pandang objek, etika membahas perbuatan yang dilakukan manusia. Perbuatan
manusia ini dapat dibagi menjadi dua, yakni (1) perbuatan-perbuatan yang timbul dari
seseorang yang melakukannya dengan sengaja dan dengan kesadaran, dan (2) perbuatan-
perbuatan yang timbul dari seseorang yang tidak berkehendak untuk melakukan itu dan
tidak dengan kesadaran, tetapi ketika ia sadar ia dapat memilih apakah masih tetap
melakukan perbuatan itu atau tidak.
2. Sudut pandang sumber, etika bersumber pada akal pikiran atau falsafat. Oleh karena
itu, etika merupakan hasil dari usaha akal dalam upaya memahami perbuatan manusia
berdasarkan nilai-nilai seperti nilai baik, buruk, benar, salah, layak, dan tidak layak
sesuai dengan kemampuan penelitian akal.
3. Sudut pandang fungsi, etika berfungsi sebagai penilai, penentu, dan penetap terhadap
suatu perbuatan yang dilakukan oleh seseorang yang tolak ukurnya adalah nilai-nilai
sebagaimana yang telah disebutkan di atas. Dengan demikian, etika tampak berperan
sebagai wasit atau hakim daripada sebagai pemain.
4. Sudut pandang sifat, etika bersifat relatif. Maksudnya, etika bukanlah sebuah
kebenaran yang mutlak karena ia dihasilkan oleh akal manusia sedangkan akal manusia
tidak sama karena dipengaruhi oleh situasi dan kondisi di sekitarnya meskipun ada nilai-
nilai etika yang mengandung nilai moral yang berlaku umum seperti dilarang mencuri,
membunuh, atau sebagainya yang harus dipatuhi.
Dari pengertian-pengertian tersebut, kita dapat memahami bahwa etika adalah sebagai
pengarah atau petunjuk agar seseorang mengetahui mana perbuatan yang baik dan mana
perbuatan yang buruk berdasarkan rasio atau akal manusia. Dengan adanya etika, manusia
diharapkan senantiasa melakukan perbuatan-perbuatan yang baik agar tercipta sebuah
masyarakat dengan warganya yang baik dan sopan. Dengan kata lain, etika adalah sebuah
sistem norma atau kriteria boleh atau tidak boleh suatu tindakan dilakukan. Itulah sebabnya
ada etika pengusaha, etika kedokteran, dan tentu saja etika PNS, serta lain-lainnya.
B. Etika PNS
Pegawai Negeri Sipil (PNS) adalah unsur aparatur negara dan abdi masyarakat. Oleh
karena itu, sebagai kelompok yang diberikan tugas strategis dan didanai dari uang rakyat,
mereka diharapkan dapat menegakkan etika. Secara yuridis formil, penegakkan etika PNS
ini telah diatur oleh peraturan perundang-undangan, misalnya dalam Peraturan Pemerintah
Nomor 42 Tahun 2004 tentang Pembinaan Jiwa Korps dan Kode Etik PNS. Kode etik
tersebut dibuat sebagai pedoman sikap, tingkah laku, dan perbuatan Pegawai Negeri Sipil
di dalam melaksanakan tugasnya dan pergaulan hidup sehari-hari. Di dalam peraturan
tersebut, salah satunya mengatur mengenai etika bagi PNS yang meliputi etika dalam
bernegara, berorganisasi, bermasyarakat, serta etika terhadap diri sendiri dan sesama
pegawai.
Menurut Magnis Soeseno (dalam Ratnia Solihah, 2019), paling tidak terdapat empat
alasan mendasar mengapa etika pemerintahan (yang juga berlaku bagi PNS karena ia
bagian dari pemerintahan) menjadi perlu. Keempat alasan tersebut adalah sebagai berikut.
1. Kehidupan masyarakat yang semakin pluralistic. Kita dihadapakan pada berbagai
tatanan normative dan banyaknya pandangan hidup yang saling bertentangan dan
masing-masing mengklaim sebagai yang paling benar. Oleh karena itu, kritisasi etika
diperlukan untuk mencapai atau mempertahankan pendirian dalam pergolakan
pandangan-padangan hidup ini.
2. Gelombang modernisasi segala segi kehidupan. Dalam situasi seperti ini, etika dengan
pemikiran kritisnya membantu kita untuk tidak kehilangan orientasi dan sanggup untuk
membedakan mana yang hakiki dan apa yang dapat berubah.
3. Ideologi-ideologi yang berseliweran. Etika dapat membuat kita sanggup untuk
membuat penilaian sendiri yang kritis dan obyektif sehingga kita tidak mudah
terpancing. Selain itu, etika juga membantu kita untuk tidak berpikir sempit dan
ekstrem.
4. Etika juga diperlukan oleh umat beragama yang di satu sisi memiliki dasar kemantapan
dalam keimanan mereka dan di lain sisi sekaligus mau berpartisipasi dan tidak menutup
diri dalam semua dimensi kehidupan bermasyarakat/bernegara. Dengan kata lain, saya
menyimpulkan bahwa etika berperan sebagai jembatan penghubung antara agama dan
pemerintahan.
Sedangkan Djohermansyah Djohan dan Milwan (2015) menyatakan bahwa norma etika
yang wajib dijalankan dan melekat pada para penyelenggara negara/pemerintahan (PNS)
di antarnya sebagai berikut.
1. Berakhlak mulia, adalah norma yang menuntut untuk memiliki sifat-sifat terpuji,
rendah hati, menghargai sesama, dan tidak semena-mena, serta bertakwa kepada Tuhan.
2. Tepat janji, adalah norma yang menuntut untuk menepati janji, sumpah, dan ikrar.
3. Kejujuran dan keikhlasan, adalah norma yang menuntut untuk menyatakan yang
sebenarnya, tidak berbohong, tidak menipu, tidak curang, tidak manipulatif, bertindak
secara konsisten, serta memiliki kelurusan hati dan keikhlasan dalam melaksanakan
tugas dengan mengutamakan hati nurani.
4. Keadilan, adalah norma yang menuntut agar setiap tindakan dan ucapan tidak
memihak, seimbang, dan tidak diskriminatif dalam memberikan pelayanan kepada
masyarakat dan menghormati hak asasi manusia.
5. Arif, adalah norma yang menuntut agar setiap tindakan dan ucapan bersikap bijak.
Artinya, setiap tindakan dan ucapan didasari akal dan pikiran sehat (dengan
mempertimbangan pengalaman dan pengetahuan), cermat, dan teliti dengan senantiasa
mempertimbangkan akibat dari sikap, tindakan, maupun ucapan yang akan diambil atau
dikatakannya.
6. Disiplin, adalah norma yang menuntut untuk patuh dan taat pada aturan, tata tertib, dan
prosedur dalam melaksanakan tugas, kewenangan, dan kewajiban secara profesional.
7. Taat hukum dan aturan, adalah norma yang menuntut untuk mematuhi hukum dan
peraturan perundang-undangan.
8. Tanggung jawab dan akuntabel, adalah norma yang menuntut kesediaan moral untuk
menumbuhkan niat dan tekad melaksanakan tugas, wewenang, dan kewajibannya
secara profesional dan meningkatkan mutu profesionalitasnya; memikul akibat risiko
dan tanggung jawab yang terpaut pada kedudukan, kewenangan, dan tugas yang harus
dilaksanakannya; dan kewajiban untuk mengakui kesalahannya, kesediaan untuk
memperbaiki kesalahannya secepat mungkin, serta memikul akibat dari perilaku,
tindakan, keputusan, dan ucapannya yang salah.
9. Sopan santun, adalah norma yang menuntut agar dalam bersikap, berperilaku,
bertindak, dan berucap secara etis, menjaga tata karma, saling menghormati,
memperhatikan protokol kedinasan, beradab, serta berbudi pekerti dalam berhubungan
dengan masyarakat yang perlu dilayani, antarsesama manusia, ataupun dalam
hubungan kerja dan tugas.
10. Kecermatan dan kehati-hatian, adalah norma yang menuntut sikap, perilaku,
tindakan, dan ucapan untuk cermat, tertib, dan teliti dalam menjalankan tugas, tidak
asal jadi dalam pekerjaan, maupun dalam membuat kebijakan atau keputusan.
11. Kesetaraan, adalah norma yang menuntut agar dalam bersikap, berperilaku, bertindak,
dan berucap selalu berorientasi pada prinsip kesamaan dan persamaan manusia.
12. Kewajaran dan kepatutan, adalah norma yang menuntut sikap, perilaku, tindakan,
dan ucapan untuk memperhatikan suatu keadaan sebagaimana mestinya yang sesuai
dengan nilai, tata karma, norma, aturan, atau kebiasaan baik yang berlaku dalam
menjaga citra, integritas pekerjaan, atau jabatannya.
1. Ada itikad baik. Artinya, mengikuti prosedur yang sudah ditetapkan, tidak mengambil
jalan pintas.
2. Altruistik. Artinya, mengutamakan kemanfaatan bagi orang banyak (tidak egois) dan
berdiri di atas semua golongan.
3. Profesional. Artinya, mampu bekerja secara cepat, tepat, dan akurat, serta didukung
dengan perilaku yang sopan, dan siap melayani secara adil.
Adapun strategi yang dapat diterapkan dalam rangka penerapan etika guna
meningkatkan profesionalisme PNS adalah sebagai berikut.
1. Menumbuhkan niat kuat dari atasan atau pemegang kekuasaan untuk menerapkan etika
PNS;
2. Memberi sanksi yang tegas kepada para PNS yang melakukan perbuatan tidak etis;
3. Memperhatikan gaji PNS atau meningkatkannya minimal cukup untuk hidup layak
sehingga mereka tidak perlu mencari “tambahan”;
4. Menyederhanakan prosedur administrasi pemerintahan;
5. Membatasi campur tangan pemerintah dalam setiap segi kehidupan karena dengan
banyaknya peraturan akan banyak pelanggaran yang dilakukan masyarakat sehingga
mereka memilih “jalan pintas” seperti dengan memberi suap kepada PNS;
6. Meningkatkan skill, knowledge, dan attitude PNS dengan program-program pendidikan
dan pelatihan.
KESIMPULAN
Sedangkan strategi yang dapat dilakukan untuk penerapan etika PNS guna
meningkatakan profesionalisme PNS di antaranya: meningkatkan kepemimpinan; menegakkan
aturan hukum; meningkatkan gaji PNS; menyederhanakan prosedur administrasi
pemerintahan; membatasi campur tangan pemerintah dalam setiap segi kehidupan masyarakat;
meningkatkan profesionalitas PNS.
REFERENSI
Djohan, Djohermansyah. dan Milwan. (2015). Etika Pemerintahan – Edisi Ketiga. Tangerang
Selatan: Universitas Terbuka.
Ngadisah., dan Darmanto. (2015). Birokrasi Indonesia – Edisi Ketiga. Tangerang Selatan:
Universitas Terbuka.
Nurdin, Ali., Syaiful Mikdar., dan Wawan Suharmawan. (2008). Pendidikan Agama Islam.
Tangerang Selatan: Universitas Terbuka.
Setiyono, Budi. (2020). Manajemen Pelayanan Umum – Edisi Ketiga. Tangerang Selatan:
Universitas Terbuka.
Solihah, Ratnia. (2019). Pengantar Ilmu Pemerintahan – Edisi Ketiga. Tangerang Selatan:
Universitas Terbuka.