Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pemerintah memiliki pola perilaku yang wajib dijadikan sebagai pedoman
atau kode etik yang berlaku bagi setiap aparaturnya. Etika dalam pemerintahan
harus ditimbulkan dengan berlandaskan pada paham dasar yang mencerminkan
sistem yang hidup dalam masyarakat yang harus dipedomani serta diwujudkan oleh
setiap aparatur dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Secara
umum nilai-nilai suatu etika pemerintahan yang perlu dijadikan pedoman dan perlu
dipraktekkan secara operasional antara lain: bahwa aparat wajib mengabdi kepada
kepentingan umum. Aparat adalah motor penggerak “head“ dan “heart“ bagi
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, Aparat harus berdiri di
tengah-tengah, bersikap terbuka dan tidak memihak (mediator), Aparat harus jujur,
bersih dan berwibawa, Aparat harus bersifat diskresif, bisa membedakan mana
yang rahasia dan tidak rahasia, mana yang penting dan tidak penting, dan aparat
harus selalu bijaksana dan sebagai pengayom.
Perilaku individu dalam setiap segi kehidupan memberikan pengaruh bagi
keadaan di sekitarnya. Dalam berorganisasi khususnya organisasi pemerintah, hal
ini menjadi hal yang sangat penting karena ini merupakan bekal dasar yang harus
dimiliki oleh seorang individu saat berada di dalam suatu lingkungan, selain itu hal
ini pun menjadi sangat penting karena menyangkut kehidupan bangsa dan warga
negara.
Nilai-nilai etika yang hidup dan berlaku dalam suatu masyarakat, bukanlah
sekedar menjadi keyakinan pribadi bagi para anggotanya, akan tetapi juga menjadi
seperangkat norma yang terlembagakan. Dengan kata lain, suatu nilai etika harus
menjadi acuan dan pedoman bertindak yang membawa akibat dan pengaruh secara
moral. Etika merupakan kesediaan jiwa akan kesusilaan atau kumpulan dari
peraturan kesusilaan. Etika merupakan norma dan aturan yang turut mengatur
perilaku seseorang dalam bertindak dan memainkan perannya sesuai dengan aturan
yang ada dalam masyarakat agar dapat dikatakan tindakan bermoral.

1
Sesuai dengan moralitas dan perilaku masyarakat setempat, etika dapat
dianggap penting dalam penyelenggaraan pemerintahan. Masalah yang ada dalam
penyelenggaraan pemerintahan semakin lama semakin kompleks. Keberhasilan
pembangunan yang telah meningkatkan dinamika dan kecepatan perubahan dalam
lingkungan penyelenggaraan pemerintahan. Pemerintah melakukan adjusment
(penyesuaian) yang menuntut discretionary power (kekuatan
pertimbangan/kebijaksanaan) yang besar.
Perlu dipahami bahwa dalam etika pemerintahan, terdapat asumsi yang
berlaku bahwa melalui penghayatan yang etis yang baik, seorang aparatur akan
dapat membangun komitmen untuk menjadikan dirinya sebagai teladan tentang
kebaikan dan menjaga moralitas pemerintahan. Aparatur pemerintahan yang baik
dan bermoral tinggi, akan senantiasa menjaga dirinya agar dapat terhindar dari
perbuatan tercela, karena ia terpanggil untuk menjaga amanah yang diberikan,
melalui pencitraan perilaku hidup sehari -hari.
Berbicara mengenai etika pemerintahan tidak terlepas dari etika birokrasi,
birokrasi merupakan instrumen penting dalam masyarakat modern yang
kehadirannya tak mungkin terelakkan. Eksistensi birokrasi ini sebagai konsekuensi
logis dari tugas utama negara (pemerintahan) untuk menyelenggarakan
kesejahteraan masyarakat (social welfare). Negara dituntut terlibat dalam
memproduksi barang dan jasa yang diperlukan oleh rakyatnya (public goods and
services) baik secara langsung maupun tidak langsung bahkan dalam keadaan
tertentu negara yang memutuskan apa yang terbaik bagi rakyatnya. Untuk itu
negara membangun sistem administrasi yang bertujuan untuk melayani
kepentingan rakyatnya yang disebut dengan istilah birokrasi. Kaitannya dengan
etika pemerintahan maka hal yang terkait proses penyelenggaraan pemerintahan
adalah menyangkut pentingnya melaksanakan tugas dan tanggung jawab, mentaati
berbagai ketentuan dan peraturan perundang-undangan, melaksanakan hubungan
kerja yang baik, serta menciptakan lingkungan kerja yang kondusif, disamping itu
aparatur pemerintah dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan koridor etika
pemerintah perlu memberikan pelayanan terbaik khususnya dalam proses
pelayanan publik, dengan demikian dapatlah dipahami bahwa konteks dalam
beretika akan menjadi pedoman bagi setiap aparatur pemerintah khususnya dalam

2
melaksanakan tugasnya. Suatu instansi pemerintah didirikan dengan beberapa
tujuan, tujuan yang dimaksud adalah melancarkan kegiatan, pelayanan publik,
dan memberikan lapangan kerja. Tujuan instansi pemerintah dapat dicapai apabila
manajemen mampu mengolah, menggerakkan dan menggunakan sumber daya
manusia yang dimilikinya secara efektif dan efisien.
Etika menjadi landasan berpikir dan bertindak seorang aparat
penyelenggara pemerintahan. Ketika masyarakat luas tidak merasa terpenuhi atas
pelayanan yang diberikan oleh aparat pemerintah, mereka lalu menggugat nilai atau
standar etika apa yang dipakai aparat dalam memberikan pelayanan tersebut, karena
etika pemerintahan selalu menjadi isu yang senantiasa membutuhkan perhatian
yang serius. Etika pemerintahan menjadi topik pembicaraan dewasa ini terutama
dalam upaya mewujudkan aparatur pemerintahan yang bersih dan berwibawa.
Dalam kaitannya dengan pembangunan aparatur pemerintah memberikan
arahan bahwa “pembangunan aparatur pemerintah diarahkan pada peningkatan
kualitas, efisiensi dan efektivitas seluruh tatanan penyelenggara pemerintahan
termasuk peningkatan kemampuan dan disiplin, pengabdian, keteladanan dan
kesejahteraan aparatnya, sehingga secara keseluruhan makin mampu melaksanakan
tugas pemerintahan dan pembangunan sebaik-baiknya, khususnya dalam melayani,
mengayomi serta menumbuhkan prakarsa dan peran aktif masyarakat dalam
pembangunan, serta tanggap terhadap kepentingan dan apirasi masyarakat.
Pegawai Negeri Sipil biasa disebut PNS, adalah aparatur negara yang
memiliki peran dalam menentukan dan menyelenggarakan pemerintahan dan
pembangunan. Sejak tahun 2014, Pemerintah telah mengeluarkan UU Nomor 5
Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, mengganti PNS dengan sebutan
Aparatur Sipil Negara (ASN), namun pergantian sebutan PNS menjadi ASN belum
digunakan oleh seluruh lembaga pemerintahan yang ada di Indonesia, termasuk di
Provinsi Jawa Barat yang masih menggunakan sebutan PNS.

PNS memiliki kewajiban melaksanakan tugas pemerintahan dan


pembangunan dengan penuh kesetiaan. Penyelenggaraan pembangunan yang
dilakukan oleh PNS merupakan tujuan nasional yang diamanahkan oleh Pancasila
dan Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia 1945, oleh karena
itu setiap PNS wajib melaksanakan tugas pokok dan fungsinya dengan penuh

3
kesadaran dan tanggung jawab. Tujuan nasional yang ingin dicapai memerlukan
keseriusan dan kerja keras, untuk itu diperlukan pegawai yang jujur, setia,
bermental baik, berwibawa, dan berkualitas dalam melaksanakan tugas-tugas
organisasi. Sikap tersebut harus dimiliki dan dijaga agar berkembang menjadi
budaya yang baik di dalam organisasi.

Tidak banyak orang yang menyadari bahwa pencapaian keberhasilan suatu


pekerjaan berawal pada budaya organisasi. Sedang budaya organisasi itu sendiri
dimulai dari nilai-nilai adat istiadat, kebiasaan, norma, agama yang menjadi
keyakinan, kemudian menjadi kebiasaan berperilaku dalam melaksanakan
pekerjaan individu dan kelompok. Ketika seseorang memilih untuk bekerja pada
suatu organisasi, sangat perlu sekali dipahaminya budaya dan cara kerja budaya
yang ada di dalam organisasi, karena pemahaman terhadap budaya organisasi akan
sangat mempengaruhi pekerjaannya.

Budaya organisasi berkembang melalui kebiasaan yang ada dimana


organisasi tumbuh. Tiap negara membentuk budaya dalam organisasi yang
menjelaskan jati diri bangsanya. Budaya yang dimiliki suatu organisasi tentunya
memiliki perbedaan dengan organisasi lainnya. Latar budaya yang berbeda dimana
organisasi itu tumbuh merupakan salah satu penyebab adanya perbedaan budaya
dalam organisasi. Sebagai contoh, budaya yang dianut oleh masyarakat Jepang,
membentuk budaya organisasi pada negaranya, tentunya berbeda dengan budaya
masyarakat Indonesia yang membentuk budaya organisasi di Indonesia. Perbedaan
budaya organisasi tersebut memiliki dampak terhadap keberhasilan organisasi yang
mengacu pada kompetitif bangsa.

Beberapa negara di Asia Timur seperti China, Jepang dan Korea Selatan
telah memiliki budaya organisasi yang baik. Ketiga negara tersebut telah memiliki
dinamika yang sangat tinggi dalam semangat kerja, karena dipengaruhi budaya
negerinya. Budaya organisasi yang mampu dikembangkan pada ketiga negara
tersebut, terbentuk dari kesadaran yang melekat pada tiap individu dan terus dibawa
pada kehidupan sosial berorganisasi. Selanjutnya, pembentukan budaya organisasi
pada negara-negara tersebut akan dibahas secara singkat.

4
Negara China menganut nlai-nilai budaya serta norma dalam keluarga yang
menjiwai semangat kerja dan sangat dijunjung tinggi, sehingga berhasil
menerapkan semangat kerja yang tinggi, menjadi pekerja yang ulet, berdedikasi
tinggi, dan mampu beradaptasi dengan perubahan sekitarnya. Nilai-nilai ini
menjadi pola berperilaku dalam keseharian hidup.

Sejak dulu kala, dalam Budaya China telah tertanam sikap yang dihayati oleh tiap
individu di dalam rumah, seperti:
1. Kewajiban menjunjung tinggi nama keluarga dan bangsa; Menerima
disiplin kerja;
2. Ketakutan jika berada dalam suasana tidak nyaman (fear of insecurity)
memasuki masa depan;
3. Orientasi mengelompok, awalnya fungsional dan dengan kemajuan
sarana komunikasi, termasuk teknologi informasi, menjadi lintas
fungsional;
4. Menumbuhkan jaringan kerja yang saling mendukung dan saling
menguntungkan atas dasar saling percaya dengan menjunjung tinggi
tata krama dan etika. Berprestasi dulu, kemudian baru penghargaan
menyusul.
Sikap tersebut dikenal sebagai sikap luhur yang melekat dan dihayati oleh
masyarakat, kemudian dilaksanakan ke dalam organisasi yang menciptakan budaya
organisasi dengan etos kerja tinggi. Etos kerja tinggi yang dilakukan secara tekun
dan berkesinambungan membuahkan hasil yang baik.

Sejak 1980-an, pemerintah China, mulai membuka diri dengan kebijakan


terbuka dan reformasi (gaige kaifang). Pemerintah China bersama rakyatnya mulai
mengejar ketinggalan dengan cara bekerja keras, demi peningkatan penghidupan
dan derajat sosial (social esteem), dan bekerja dalam semangat berkelompok
(group orientation), yang hasilnya dapat dilihat saat ini negara China telah menjadi
negara industri yang produktif dengan rakyat yang mandiri.

Negara Jepang, masyarakatnya memiliki semangat makoto (bersungguh-


sungguh) dengan menjunjung tinggi kemurnian batin dan motivasi, serta menolak
adanya tujuan berkarya semata-mata demi menonjolkan kepentingan diri sendiri,

5
yang dikenal bermental samurai. Sikap seorang samurai adalah selalu berhati-hati,
memperhitungkan dahulu segala sesuatu dengan cermat, kemudian melakukaannya
dengan kesungguhan hati, dan pantang menyerah sebelum mencapai tujuannya.

Karakter menonjol yang dimiliki masyarakat Jepang, dan telah menjadi


sumber keunggulannya, adalah tertanamnya filosofi kerja kaizen. Filosofi kaizen
adalah menanamkan perilaku untuk selalu melakukan perbaikan yang tidak pernah
berakhir, dan telah mendarah daging sebagai cara hidup di kalangan masyarakat,
pebisnis dan pemerintahnya. Kesadaran bahwa setiap hari adalah tantangan baru,
menjadikan pemerintah dan masyarakatnya selalu melakukan perbaikan untuk
perubahan yang lebih baik. Ajaran yang ditanamkan keizen merupakan anjuran
yang memotivasi masyarakat untuk tidak berdiam diri, selalu berinovasi karena
pembangunan terus berlanjut. Hari ini harus lebih baik dari hari kemarin. Setiap
hari harus dimulai dengan perbaikan dari hal-hal kecil yang sangat penting bagi
keberhasilan jangka panjang, karena usaha kecil tidak akan menjadi besar jika tidak
dilakukan sesering mungkin.

Pemahaman kaizen bukan saja sebagai suatu sistem kerja yang telah
menjadi bagian dalam manajemen Jepang, tetapi sudah merupakan budaya kerja
yang mengakar bahkan telah menjadi falsafah hidup yang bersumber dari budaya
leluhur dan terbukti mampu mengantarkan masyarakatnya menjadi masyarakat
dengan peradaban modern yang berbasis nilai budaya luhur.

Jika negara China memegang lima prinsip dasar yang harus dihayati dalam
hidup, maka masyarakat Jepang mengenal lima konsep dasar kaizen dikenal dengan
5S, yaitu ; seiri (ringkas), seiton (rapi), seiso (resik), seiketsu (rawat), dan setsuke
(rajin). Konsep 5S merupakan konsep yang sederhana, namun memiliki kekuatan
dalam mendidik perilaku masyarakat. Konsep 5S ini merupakan suatu pendekatan
yang berorientasi pada pendekatan manusia untuk melakukan perbaikan secara
berkesinambungan dan membuat budaya organisasi menjadi lebih baik.

Negara Korea Selatan memiliki semangat atau etos kerja yang unik, yang
disebut hahn. Semangat kerja hahn mengungkapkan daya pskologis (psychic
force). Boye De Monte (16 Juni 2016 : 15.00), mengatakan bahwa "hahn
merupakan suatu energi yang menggerakkan hasrat berpendidikan, bekerja

6
dengan tekad tidak kenal menyerah (boldness), berusaha menyesuaikan diri
dengan lingkungan, memiliki disiplin tinggi." Meskipun mencurahkan dana dan
daya serta waktu, tetap mengorbankan diri untuk peningkatan mutu kehidupan dan
penghidupan keluarga dan negara. Masyarakat Korea Selatan masih memegang
teguh nilai-nilai dalam keluarga, seperti menjaga keharmonian, menjaga etika,
bersikap jujur, memegang janji dan menghargai waktu pihak ketiga. Semangat
kerja hahn disatukan dengan etika, kejujuran, dan nilai-nilai dalam keluarga
menjadi dasar dalam pembentukan budaya beroganisasi bangsa Korea.

China, Jepang, maupun Korea Selatan masing-masing memiliki ciri budaya


yang unik dan telah berhasil diterapkan dalam kehidupan berorganisasi. Meski
memiliki perbedaan dalam budaya, akan tetapi ketiga negara tersebut memiliki
kesamaan dalam hal disiplin dan kerja keras yang tidak kenal menyerah. Sikap ini
dibawa oleh tiap individu ke dalam organisasi, sehingga menciptakan budaya
organisasi yang sangat baik. Kekuatan budaya organisasi yang dimiliki oleh
negaranegara tersebut mampu membawa negaranya keluar menjadi negara yang
sangat maju dalam banyak hal, terutama pada perindustrian. Bagaimana dengan
budaya organisasi negara Indonesia yang dikenal kaya dengan budayanya?

Indonesia memiliki beragam budaya daerah yang dapat dikembangkan


sebagai budaya organisasi. Keanekaragaman budaya ini mewarnai pola perilaku
individu dimana organisasi berdiri. Sejak lama Indonesia telah memiliki organisasi
dengan budaya kerajaan, yang berbentuk dominasi patrimonial dimana jabatan dan
perilaku dalam keseluruhan hierarki lebih didasarkan pada hubungan pribadi dan
hubungan patron-client relationship. Ciri dari organisasi patrimonial adalah
memberikan kedudukan tertinggi pada penguasa, berdasarkan tradisi. Orang-orang
terdekat penguasa memiliki kesempatan untuk menduduki jabatan tertentu sesuai
keinginan penguasa, sehingga terjadi upaya "menjilat", yang masih membudaya
hingga saat ini.

Sejak bergulirnya reformasi, organisasi pemerintah mulai berbenah diri


untuk menjadikan organisasinya sebagai birokrasi yang legal-rasional dalam
mengupayakan perubahan pada budaya organisasi. Akan tetapi hingga saat ini
usaha tersebut masih belum menunjukkan hasil seperti yang diinginkan

7
masyarakat. Budaya organisasi yang telah terbentuk saat ini adalah atas hubungan
yang sangat terbatas antara kepentingan publik dengan kepentingan individu, dan
pada kenyataanya terlihat memiliki kecenderungan pada kepentingan individu.
Oleh karena itu keinginan untuk perubahan pada budaya organisasi mengalami
keterlambatan. Selain saratnya akan kepentingan individu, keterlambatan
keberhasilan ini juga disebabkan oleh perilaku pegawai yang belum siap menerima
perubahan, masih mementingkan diri sendiri, kurang bertanggung jawab, belum
bekerja secara optimal, enggan mengambil resiko dalam bekerja, dan sebagainya.
Abdul Hamid Tome (2012 : 133) mengatakan, "birokrasi sebagai sebuah
organisasi kualitas kerjanya rendah, biaya mahal dan boros, miskin informasi
dan lebih mementingkan diri sendiri."

Sedangkan bukti empiris yang dilansir oleh bppk.kemenkeu.go.id


menunjukkan bahwa kinerja pegawai pemerintah belum optimal, meski telah
dilakukan remunerasi. Pernyataan tersebut merujuk pada keengganan para pejabat
pemerintah yang ditunjuk sebagai pejabat pengelola keuangan dan panitia
pengadaan barang/jasa, karena takut kepada KPK atau pada aparat pemeriksa
lainnya. Masalah lain yang menyebabkan keterlambatan perubahan budaya
organisasi, adalah perilaku pegawai yang belum siap menerima perubahan, tidak
melihat urgensi perubahan, tidak punya visi, kurang implementatif dan tidak
melihat tantangan dan tuntutan baru. Pegawai tingkat menengah kebawah tidak
memiliki inovasi, senang status quo, tidak profesional dan lain sebagainya.
Sementara di tingkat eselon menengah, masing-masing tidak berani mengambil
resiko dan saling melempar tanggung jawab.

Dezonda R. Pattipawae, mengatakan bahwa ketidak berhasilan dalam


mengembangkan budaya organisasi di Indonesia disebabkan oleh kebijakan dari
atas ke bawah yang bersifat indoktrin, masih terpola dengan kebiasaan lama
sehingga upaya perubahan hanya dilakukan setengah hati yang tidak menghasilkan
apapun.

Pernyataan-pernyataan tersebut merupakan sebagian kecil dari temuan-


temuan pengamatan yang telah dilakukan dibeberapa Organisasi Perangkat Daerah
Kecamatan Naringgul Kabupaten Cianjur. Kinerja Organisasi Perangkat Daerah

8
belum berhasil mencapai sasaran yang di capai sesuai target kinerja karena masih
membudayanya perilaku pegawai yang menginginkan dan melakukan kebiasaan-
kebiasaan lama yang kurang baik.

1.2 Perumusan Masalah

Melihat kondisi kerja yang ada di Organisasi Perangkat Daerah tersebut, penulis
ingin memaparkan hasil yang diperoleh di lapangan, dengan
mengidentifikasi beberapa masalah dalam beberapa pertanyaan sebagai berikut :
1. Apa yang dimaksud dengan Etika Pemerintahan.
2. Apa Yang dimaksud dengan Aparatur Sipil Negara.
3. Apa saja Faktor Etika yang menjadi penghambat semanagt kerja ASN di
pemerintahan Organisasi Perangkat Daerah Kecamatan Naringgul.
4. Bagaimana Etika Pemerintahan Organisasi Perangkat Daerah Kecamatan
Naringgul dapat meningkatkan semangat kerja ASN

1.3 Tujuan

1.3.1 Tujuan Umum


Di ketahuinya Etika Pemerintahan dapat meningkatkan semangat kerja
Aparatur Sipil Negara di Organisasi Perangkat Daerah Kecamatan
Naringgul Kabupaten Cianjur.

1.3.2 Tujuan Khusus


1. Untuk mengetahui Etika Pemerintahan di Organisasi Perangkat
Daerah Kecamatan Naringgul Kabupaten Cianjur.
2. Untuk mengetahui semangat kerja Aparatur Sipil Negara di Organisasi
Perangkat Daerah Kecamatan Naringgul Kabupaten Cianjur.
3. Untuk mengetahui kaitan Etika Pemerintahan dengan semangat kerja
Aparatur Sipil Negara di Organisasi Perangkat Daerah Kecamatan
Naringgul Kabupaten Cianjur.

9
1.4 Manfaat Makalah
1.4.2 Bagi Penulis
Menambah wawasan dan menjadi tolak ukur kaitan Etika Pemerintahan
dengan semangat kerja Aparatur Sipil Negara di Organisasi Perangkat
Daerah Kecamatan Naringgul Kabupaten Cianjur.

1.4.3 Bagi Organisasi Perangkat Daerah


Memberikan gambaran keberhasilan kaitan Etika Pemerintahan dengan
semangat kerja Aparatur Sipil Negara di Organisasi Perangkat Daerah
1.4.4 Bagi Aparatur Sipil Negara
Memberikan masukan keberhasilan kaitan Etika Pemerintahan dengan
semangat kerja Aparatur Sipil Negara di Organisasi Perangkat Daerah.

10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Etika Pemerintahan


Menurut James J Spillane (Labolo,2016:19) bahwa etika atau ethics
mempertimbangkan dan memperhatikan tingkah laku manusia dalam pengambilan
moral. Sedangkan menurut kamus Bahasa Indonesia bahwa etika merupakan ilmu
tentang baik buruk serta tentang hak dan kewajiban moral. Perilaku yang baik
mengandung nilai-nilai keutamaan, dimana nilai-nilai keutamaan yang
berhubungan erat dengan hakikat dan kodrat manusia yang luhur. Sedangkan
menurut Magis Suseno (Labolo, 2016:11) berkaitan moral dimana moral berkaitan
dengan ajaran-ajaran wejangan, kotbah-kotbah, patokanpatokan, kumpulan
peraturan dan ketetapan baik tulisan maupun lisan. Tentang bagaimana manusia
harus hidup dan bertindak agar ia bisa menjadi manusia yang baik.

Sedangkan menurut Keraf (Ismail, 2009:63-64) bahwa etika sebagai refleksi


kritis dan rasional mengenai nilai dan norma moral yang menentukan dan terwujud
dalam sikap dan pola perilaku hidup manusia baik secara pribadi maupun
kelompok. Begitu juga yang diutarakan oleh Kumorotomo (1992:7) dimana etika
merupakan penuntun tindakan untuk seluruh pola tingkah laku yang disebut
bermoral.

Berkait dengan beberapa definisi di atas, Bartens sebagaimana dikutip oleh


(2000) mengungkapkan :

a) Etika dipakai dalam arti nilai-nilai dan norma-norma moral yang menjadi
pegangan bagi seorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah laku.
Arti ini dapat juga disebut sistem nilai dalam hidup manusia perseorangan
atau hidup bermasyarakat.
b) Etika dipakai dalam arti kumpulan asas dan nilai moral, yang dimaksud di
sini adalah kode etik
c) Etika dipakai dalam arti ilmu tentang yang baik atau yang buruk. Makna
ini berkenaan dengan filsafat moral.

11
Etika merefleksikan mengapa seseorang harus mengikuti moralitas tertentu atau
bagaimana kita mengambil sikap yang bertanggung jawab ketika berhadapan
dengan berbagai moralitas. Oleh sebab itu dikatakan etika sebagai alat yang
digunakan dalam kehidupan bermasyarakat supaya dapat membimbing segala
tingkah laku manusia dan terhindar dari tindakantindakan yang tidak baik serta
memiliki moral atau akhlak yang baik.

Pengertian etika pemerintahan menurut Nurdin (2017:11) bahwa etika


pemerintahan merupakan ajaran untuk berperilaku baik dan benar sesuai dengan
nilai-nilai keutamaan yang berhubungan dengan hakikat manusia. Sedangkan
menurut Sumaryadi (2010) etika pemerintahan mengacu pada kode etik profesional
khusus bagi mereka yang bekerja dan untuk pemerintahan. Etika pemerintahan
melibatkan aturan dan pedoman tentang panduan bersikap dan berperilaku untuk
sejumlah kelompok yang berbeda dalam lembaga pemerintahan.

Kemudian berkaitan etika pemerintahan Anggara (2012:402) menyatakan


bahwa etika birokrasi adalah norma atau nilai-nilai moral yang menjadi pedoman
bagi keseluruhan aparat pemerintah dalam menjalankan tugas dan kewajibannya
demi kepentingan umum dan masyarakat.

Kemudian masih berkaitan dengan etika pemerintahan dimana Widodo


(2001:241) menyatakan bahwa etika administrasi negara merupakan wujud kontrol
daripada administrasi negara dalam rangka melaksanakan apa yang menjadi tugas,
fungsi dan kewenangannya. Manakala administrasi negara menginginkan sikap,
tindakan dan perilakunya dikatakan baik maka dalam mewujudkan tugas pokok,
fungsi dan kewenangannya harus menyandarkan pada etika administrasi negara.

2.2 Definisi Aparatur Sipil Negara

Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 05 Tahun 2014


tentang ASN Pegawai Aparatur Sipil Negara yang selanjutnya disebut Pegawai
ASN adalah pegawai negeri sipil dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja
yang diangkat oleh pejabat pembina kepegawaian dan diserahi tugas dalam suatu
jabatan pemerintahan atau diserahi tugas negara lainnya dan digaji berdasarkan
peraturan perundang-undangan.

12
Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya disingkat PNS adalah warga negara
Indonesia yang memenuhi syarat tertentu, diangkat sebagai Pegawai ASN
secara tetap oleh pejabat pembina kepegawaian untuk menduduki jabatan
pemerintahan.
Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja yang selanjutnya disingkat
PPPK adalah warga negara Indonesia yang memenuhi syarat tertentu, yang
diangkat berdasarkan perjanjian kerja untuk jangka waktu tertentu dalam rangka
melaksanakan tugas pemerintahan.
Manajemen ASN adalah pengelolaan ASN untuk menghasilkan Pegawai
ASN yang profesional, memiliki nilai dasar, etika profesi, bebas dari intervensi
politik, bersih dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme.
Dalam rangka mencapai tujuan nasional sebagaimana tercantum dalam
alinea ke-4 Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 (UUD 1945), diperlukan ASN yang profesional, bebas dari
intervensi politik, bersih dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme, mampu
menyelenggarakan pelayanan publik bagi masyarakat dan mampu menjalankan
peran sebagai perekat persatuan dan kesatuan bangsa berdasarkan Pancasila dan
UUD 1945. Tujuan nasional seperti tercantum dalam Pembukaan UUD 1945
adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah
Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa,
dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
Untuk mewujudkan tujuan nasional, dibutuhkan Pegawai ASN. Pegawai
ASN diserahi tugas untuk melaksanakan tugas pelayanan publik, tugas
pemerintahan, dan tugas pembangunan tertentu. Tugas pelayanan publik
dilakukan dengan memberikan pelayanan atas barang, jasa, dan/atau pelayanan
administratif yang disediakan Pegawai ASN. Adapun tugas pemerintahan
dilaksanakan dalam rangka penyelenggaraan fungsi umum pemerintahan yang
meliputi pendayagunaan kelembagaan, kepegawaian, dan ketatalaksanaan.
Sedangkan dalam rangka pelaksanaan tugas pembangunan tertentu dilakukan
melalui pembangunan bangsa (cultural and political development) serta melalui

13
pembangunan ekonomi dan sosial (economic and social development) yang
diarahkan meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran seluruh masyarakat.

14
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Faktor Etika Yang Menghambat Semanagt Kerja Aparatur Sipil


Negara.
Berdasarkan pengamatan penulis keteladanan seorang atasan langsung menjadi
salah stu faktor motivasi terhadap bawahan yang dipimpin tidak dapat dipungkiri,
bahwa kapasitas bekerja maupun hasil pekerjaan yang dicapai oleh setiap pegawai
dalam menyelesaikan pekerjaan yang dibebankan, umumnya tidak akan sama hasil
capaian output maupun outcome antara satu pegawai dengan pegawai yang lainnya,
baik untuk satu jenis pekerjaan yang sama maupun untuk jenis pekerjaan yang
berbeda. Di satu pihak seorang pegawai akan berusaha untuk menyelesaikan tugas
pekerjaan yang dibebankan dengan menunjukan kapasitas bekerja yang tinggi
sehingga dapat diselesaikan dalam waktu yang relatif cepat, biaya relatif kecil dan
dengan hasil yang sangat optimal.

Di pihak lain seorang pegawai menyelesaikan pekerjaan tersebut dalam


kapasitas yang rendah sehingga penyelesaiannya memakan waktu yang relatif lama,
biaya yang relatif banyak dan hasil yang dicapaipun relatif tidak memuaskan. Hal
ini tidak terlepas dari daya motivasi yang dimiliki oleh seorang atasan karyawan
dalam bekerja yang memberikan kekuatan atau dorongan kepada masing-masing
pegawai untuk menunjukan kapasitasnya dalam menyelesaikan suatu pekerjaan
yang diserahkan dengan tanggung jawab yang tinggi.

3.2 Bagaimana etika pemerintahan organisasi perangkat daerah kecamatan


Naringgul dapat meningkatkan semangat kerja.
Pemeliharaan sumber daya manusia bagi suatu organisasi merupakan hal yang
mutlak tetapi sulit dilakukan. Kesulitan tersebut timbul karena setiap pegawai
memiliki hal yang unik dan spesifik dengan kemampuan persepsi yang
berbedabeda,sehingga menghasilkan sikap dan tingkah laku yang bermacam-
macam pula. Promosi (promotion), merupakan faktor yang berhubungan dengan
ada tidaknya kesempatan untuk memperoleh peningkatan karier selama bekerja.
Dengan demikian Satu cara untuk menarik, menahan dan memotivasi pegawai

15
adalah melakukan program pengembangan karir yang sistimatik, mengembangkan
kemampuan profesional pegawai adalah konsisten dengan kebijakan personal untuk
promosi pegawai yang berkualitas ke jabatan yang lebih tinggi.
Promosi adalah merupakan bukti prestasi. Promosi adalah proses kegiatan
pemindahan pegawai, dari suatu jabatan ke jabatan yang lain yang lebih tinggi.
Promosi akan selalu diikuti oleh tugas, tanggung jawab dan kewenangan yang lebih
tinggi dari jabatan yang diduduki sebelumnya. Sehingga pada akhirnya promosi
juga diikuti oleh peningkatan pendapatan dan fasilitas pendukung lainnya.
Disiplin kerja yang tinggi sangat diperlukan dalam sebuah organisasi,
karena dengan adanya disiplin kerja membuktikan adanya komitmen keseriusan
yang tinggi akan pekerjaan tanpa dipengaruhi oleh situasi apapun. Ketika seseorang
sudah mempunyai sikap tanggung jawab terhadap pekerjaan maka hal tersebut
dapat dibuktikan dengan tingkat kedisiplinan pegawai itu sendiri. Keberhasilan
suatu organisasi dalam mencapai sesuatu tujuan selain sangat ditentukan oleh mutu
profesionalitas juga ditentukan oleh disiplin para anggotanya. Bagi aparatur
pemerintahan disiplin tersebut mencakup unsur-unsur ketaatan, kesetiaan,
kesungguhan dalam menjalankan tugas dan kesanggupan berkorban, dalam arti
mengorbankan kepentingan pribadi dan golongannya untuk kepentingan negara dan
masyarakat.

16
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 KESIMPULAN

a Perilaku aparatur pemerintah tercermin pada sikap dalam menjalankan tugas


dan kewajibannya sehari-hari, yang pada akhirnya berimplikasi pada
penyelenggaraan pelayanan terhadap masyarakat. Implementasi etika
pemerintahan berdasarkan hasil pengamatan membuktikan bahwa selama
ini dalam melaksanakan tugasnya aparatur belum semuanya mentaati
peraturan yang ada, melaksanakan tugas dan tanggung jawab secara baik,
saling menghormati, santun, ramah dalam melayani anggota masyarakat.
Sehingga perlu diteladani oleh atasan langsung untuk memberikan motivasi
terhadap bawahan agar meningkatkan kinerja aparatur sipil di bawahnya.
b Dari hasil pengamatan Aparatur Sipil Negara di pandang perlu untuk
dilakukan suatu promosi dan peningkatan kinerja agar meningkatkan
pelayanan terhadap masyarakat lebih maksimal dengan penguatan
komitmen diantara sesama pegawai oleh pimpinan organisasi, sehingga
terbentuk keharmonisan didalam melaksanakan pekerjaan sehari-hari.

4.2 SARAN

a Atasan Langsung dapat menjadikan dirinya sebagai teladan di dalam


pelaksanaan etika, hukum dan konstitusi terhadap bawahannya. Karena
bawahan itu adalah mitra kerja untuk mencapai tujuan organisasi. Setiap
aparatur pemerintah selalu mentaati berbagai ketentuan
perundangundangan yang berlaku yang merupakan pedoman dan kode etik
dari etika penyelenggaraan pemerintahan.
b Setiap aparatur pemerintah yang sudah melaksanakan tugas sesuai dengan
peraturan yang ada dalam suatu organisasi harus mampu meningkatkan
kinerja dan bisa menjadi teladan bagi semua aparatur pemerintaha yang ada
agar semangat kerja bisa di rasakan bersama-sama dengan aparatur yang

17
lainnya sehingga tidak menimbulkan dampak negatif pada suatu pelayanan
dalam organisasi pemerintahan.

18
Daftar Pustaka
Bertens, K, 2000. Etika. Seri Filsafat PT Gramedia Pustaka Utama.
Jakarta.

Kumorotomo, Wahyudi, 1992. Etika Administrasi Negara. PT Raja Grafindo


Persada, Jakarta.

Labolo muhadam, 2016. Modul Etika Pemerintahan. Institut

Pemerintahan Dalam Negeri.

Widodo, Joko, 2001. Good Governance Telaah Dari Dimensi Akuntabilitas,


Kontrol
Birokrasi Pada Era
Desentralisasi Dan Otonomi Daerah, Insan Cendekia,
Surabaya.

Thoha Miftah, 2012. Birokrasi Pemerintah dan Kekuasaan di Indonesia,


Thafa Media.
Yogyakarta

Septi Atik Winarsih & Ratmanto,

2010. Manajemen Pelayanan,


Pustaka Pelajar, Yogyakarta

Dadang Juliantara, dkk, 2005. peningkatan Kapasitas


Pemerintahan Daerah dalam Pelayanan Publik. Pembaruan, Yogyakarta.

Surjadi, 2009. Pengembangan kinerja pelayanan publik. Refika Aditama,


Bandung.

19
Labolo Muhadam dkk, 2015. Dialektika Ilmu Pemerintahan.
Ghalia Indonesia. Bogor.

20

Anda mungkin juga menyukai