Anda di halaman 1dari 52

 Surat Makiyah sebanyak 19 ayat

 Nama surat

> Dinamakan surat Al-’Alaq, surat Iq-


ra’ atau suat al-Qolam karena Allah
SWT membukanya dg firman-Nya
ayat 1 – 3.
 Surat ini turun pada permulaan Al-
Qur’an diturunkan
 Nabi bertahannus di gua khira’
 Malaikat datang dan mengajarkan
5 ayat dari surat ini
 Nabi menjawabnya saya tidak bi-
sa membaca hingga diulang 3 x
 Usai itu baru bisa membacanya
dengan keadaan ketakutan.
 Rasul pulang di rumah Khodi-
jah dengan ketakutan lalu min-
ta diselimuti.
 Khodijah mengajak Rasul ke
Waraqoh bn Nufail anak paman
nya dia seorang Alim dan kea-
daannya buta kemudian Khodi-
jah menanya hal ihwal yang di
alami Rasul Waroqoh menjawab
yang datang itu adalah
Namus yang turun kepada Nabi
Musa juga; sekiranya aku masih
muda dan aku masih hidup ketika
dia diusir oleh kaumnya niscaya aku
akan membelanya.
HIKMAH CIPTAAN MANUSIA DAN ME -
NGAJARKAN MEMBACA DAN MENULIS
 Bacalah dengan(menyebut) nama Tuhanmu
yang menciptakan (Al-Alaq ayat 1)
> Bacalah memulai dengan menyebut nama
Tuhan-Mu, atau minta pertolongan dengan
nama Tuhan-Mu yang menjadikan segala se-
gala sesuatu
> Allah mensifati pada Dzat-Nya Al-Kholiq un
tuk menyebut awal berbagai nikmat-Nya
• Dia telah menciptakan manusia dari segum-
pal darah (Al-Alaq ayat 2)
 Terwujudnya manusia adalah
berasal dari segumpal darah yg
beku yaitu “ Alaqoh” kemudi-
an darinya menjadi janin;pada-
hal dia bermula dari sepirma,
kemudian dengan iradah Allah
menjadi Alaqoh; lalu menjadi
“ Mutghoh “
 Disini dibaca :” Bismi Rabbika”
tidak dibaca: “
Bismillaahirrahmanirrahiim”
Karena“Rabbun “ adalah termasuk
sifatul Fi’l; sedang Allah termasuk
Asmaudzdzat.
 Adapun bacaan “ Al-Ladzii Kholaq”
Setelah bacaan “ Rabbuka “
sebagai pengambilan dalil bahawa
Tuhan jua yang mewujudkan
manusia ini padahal
sebelumnya tidak ada.
Bacalah! dan Tuhanmu yang Maha Mulia
(al-Alaq ayat -3)
 Kerjakanlah segala sesuatu yang eng-
kau di perintahkan untuk membaca de-
ngan nama tuhanmu yang memerintah-
kanmu membaca, Dialah Dzat Yang
Maha mulia dari segala yang mulia.
Sebagai bukti kemuliaanNya adalah
memungkinkan kamu dapat membaca
sedangkan kamu dalam keadaan umi,
hanya saja diulang-ulangnya kalimat
Iqro’ adalah untuk ta’kid (penguat),
karena membaca itu tidak dapat men-
jadi pengertian yang sebenarnya kecuali
dengan mengulang-ulangi membacanya.
Dzat yang mengajarkan dengan perantaraan qolam
(al-Alaq ayat-4)
 Dia mengajarkan manusia tulis-baca
dengan perantaraan qolam, dan ini
merupakan nikmat yang sangat besar
dari Allah Azza wajalla serta sebagai
perantara untuk memahami diantara
manusia sebagaimana ibroh (pela-jaran)
melalui lisan dan sekiranya tidak ada
tulis menulis tentulah akan lenyap
berbagai ilmu dan tidak bisa tetap atsar
agama, tidak baik keadaan hidup
manusia serta tidak ada pula ketetapan-
ketetapan aturan, maka de-ngan tulis
baca berbagai ilmu menjadi tercatat.
Sabda Rosul SAW yang artinya
Hendaklah kamu mengikat ilmu dengan
mencatat (HR At-Thobroni dan Hakim)
 Oleh karena itu permulaan dakwah Islam yang
menggembirakan adalah dengan membaca dan menulis
sebagaimana keterangan ayat Allah pada mahlukNya
dan rahmatNya; sebagai mukjizat nabi Muhammad
SAW yang abadi padahal dia adalah bangsa arab yang
ummi dengan mukjizatnya Al-Qur’an yang dibaca dan
kitab yang tertulis didapat dari seorang yang umi
seperti pernyataan Allah SWT dalam surat al-Jum’ah
ayat 2 yang artinya “Dialah Dzat yang mengutus
seorang Rosul dari mereka dalam keadaan umi, dia
membacakan ayat-ayat Allah untuk mereka,
menyucikan mereka,mengajarkanal-kitab dan hik-mah
kepada mereka padahal keaadaan mereka saat itu
dalam kesesatan yang nyata (al-Jum’ah ayat 2)
Dialah yang mengajarkan manusia sesuatu yang
belum dimengertinya (al-Alaq ayat 5)

Allah jua yang mengajarkan berbagai macam ilmu


dengan perantaraan qolam yang mulanya tidak
diketahui oleh manusia. Tidak heran juga bila Allah
mengajarkan kepada manusia dapat mengajar dan
banyak lagi dari berbagai ilmu dan berguna bagi
umatNya.
Sekali-kali jangan, sesungguhnya manusia
dalam melampaui batas untuk melihatnya dalam
kecukupan (Al-alaq ayat 6 &7)
 Kebanyakan manusia menjadi kufur nikmat kepada Allah
ketika dalam berkecukupan sebagai dampaknya mereka
banyak bertindak pelanggaran hukum agama, hal ini dapat
anda lihat kebanyakan mereka disebabkan oleh kecukupan
harta, kekuatan dan hal-hal yang lain. Dikatakan juga
maksud ayat tersebut adalah kenyataan sesungguhnya
keadaan manusia itu mengherankan dia merasa rendah dan
lemah ketika keaadaannya miskin dan dia sombong dan
banyak durhaka kepada Allah apabila keada-anya
berkecukupan. Sedangkan menurut kebanya-kan mufassirin
bahwa yang dimaksudkan manusia di sini adalah Abu Jahal.
Sesungguhnya kepada Tuhanmu akan kembali
(al-Alaq ayat 8)
 Tempat kembali (semua mahluk) ha-nyalah kepada
Allah semata tidak kepada yang lain. Dia pula Dzat
yang Maha menghisab semua manu-sia terhadap harta
benda yang dikumpulkan serta kemana ia belanjakan,
sabda Rosul dari Abi Hatim dari Abdullah bin Mas’ud
dikatakan Terdapat dua sifat yang tanpa kunjung puas
yaitu ahli ilmu dan sohibud dunya (ambisius dunia)
keduanya tidak sama, adapun ahli ilmu dia senantiasa
mempersiapkan perolehan ridlo Allah, sedang ambisius
dunia ia menjadi keras hati dalam keingkaran
kemudian Abdullah membaca ayat tersebut.
Apakah engkau melihat orang yang melarang.
Hamba apabila sedang sholat? (Al-alaq ayat
9 &10)
 Sababunnuzul ayat 9 berdasarkan riwayat Ibnu Jarir dari
Ibnu Abbas Ia berkata adalah Rosulullah SAW sedang
sholat kemudian datang Abu Jahal kepada-nya lalu dia
melarangnya maka turunlah ayat terse-but.
 Bagaimana keadaan keingkaran Abu Jahal sampai dia
melarang nabi dan pengikutnya untuk melaksanakan
sholat dan beribadah kepada Allah robbul ‘alamin dan dia
menghendaki ketaatan Rosul untuk menyembah berhala
serta meninggalkan ibadah kepada alkholik pemberi rizki.
Maksud ayat ini adalah betapa bodohnya orang yang
mencegah mahluk untuk beribadah sholat dan yang
demikian ini adalah perbuatan tercela menurut akal sehat.
Apakah engkau melihat jika keadaan orang yang kau
larang sholat itu berada pada petunjuk atau
melaksanakan ketakwaan (Al-alaq ayat 11&12)
 Khithob ayat ini ditujukan kepada Nabi SAW
supaya pembicaraan itu pada satu penyembah. Dan
dikatakan kepada orang kafir apakah engkau melihat
wahai orang kafir jika sholat seorang hamba yang
mendapat petunjuk itu dilarang dan seruan kepada
agama untuk bertakwa kepada Allah engkau larang
juga? Padahal takwa itu adalah berbuat ikhlas,
mengesakan Allah dan beamal sholeh yang dapat
menyelamatkan dari siksa neraka.
Apakah engkau melihat jika mendustakan
dan berpaling (Al-alaq ayat 13)
 Beritakan kepadaku tentang keadaan kafirnya Abu Jahal
jika ia mendustakan dalil-dalil tauhid yang jelas
kekuasaan Allah yang nyata sesuatu yang dibawa oleh
Rosul SAW dan berpaling dari iman yangKau serukan?
Maka jawabannya adalah apakah dia tidak mengerti
dengan akalnya bahwa Allah melihat segala sesuatu
amal darinya maka sesungguhnya ia akan dibalas dengan
siksa segala kedurhakaanya.
 Ulama’ berkata ayat ini turun menceritakan tentang
keadaan yang menghalang-halangi ketaatan kepada
Allah.
Apakah dia tidak mengerti bahwa Allah Maha tahu
(Al-alaq ayat 14)
 Adapun Maha tahunya Allah terhadap larangan ini
untuk orang yang mendapat petunjuk bahwa Allah
itu Maha melihat, mendengar dan segala sesuatu
yang ada pada manusia maka Diapun akan
memberikan balasan yang sempurna.
 Kata ya’lam seakar dengan ‘ilm artinya gambaran
kejelasan sesuatu. Dari kata ini timbul kata alamat
artinya tanda yang jelas. Dan alam berarti bendera
atau gunung yang tinggi. Semuanya itu
menggambarkan kejelasan. Dengan demikian ilmu
dan ya’lamu adalah pengetahuan yang jelas pula.
 Mengetahui sesuatu ada yang sifatnya hanya
terbatas kemampuan mengekspresikannya
dalam bentuk kalimat dan ada pula yang
sampai menyentuh hati sehingga melahirkan
amal-amal sesuai dengan apa yang diketahui
itu. Pengetahuan yang kedua inilah yang
dimaksud dengan ya’lam yakni menimbulkan
kesadaran diri manusia sebagai makhluk dhoif
dihadapan Allah yang Maha perkasa lagi Maha
mengetahui.
Hati-hatilah apabila ia tidak berhenti pasti Kami
akan seret ubun-ubunnya; ubun-ubun yang
pembohong lagi durhaka (Al Alaq:15-16)
 Abu Jahal atau siapapun apabila tidak berhenti
menggangu, mencegah dan melarang Nabi dalam
mengembangkan Islam maka pasti kami seret
ubun-ubunnya atau kami bakar ia sehingga
hangus dan berubah warna kulitnya disebabkan
oleh ubun-ubun yakni sosok yang pembohong
lagi pendurhaka
 Kata kalla sebagai ancaman guna menghalangi
manusia dalam kejahatan sekaligus untuk
membuktikan kekuasaaan Allah dalam
menghalangi siapapun termasuk
Abu Jahal
 Kata la nasfa’an terampil dari akar kata safa’a
yang antara lain berarti menarik dengan
keras/menyeret atau menghanguskan,
mengubah warna akibat sengatan panas.
 Kata Nashiyah biasa diterjemahkan ubun-
ubun. Ia mulanya berarti rambut yang terdapat
pada dahi, tetapi dalam pemakaian lebih jauh
ia diartikan sebagai temapat tumbuhnya
rambut tersebut. Orang-orang yang berdosa
kelak di hari kiamat akan disiksa Allah seperti
Firman Allah dalam surah Ar rahman ayat 41
yang artinya: “Orang-orang yang berdosa
dikenal dengan tanda-tandanya dan diseret
ubun-ubun dan kaki mereka”.
 Kata khathi’ah terambil dari kata khatha’a-
yakhta’u, bukannya dari kata akhta’a-
yukhthi’u. Pelaku dari kata pertama ini disebut
khathi’ sedang pelaku dari kata yang kedua
disebut mukhthi’. Yang pertama menunjukkan
seseorang yang telah mengetahui larangan
(dari Tuhan) namun ia tetap melakukannya.
Ia sejak semula tidak memiliki itikad baik. Yang
kedua digunakan untuk menunjukkan seseorang
yang melakukan sesuatu pelanggaran akibat
kekeliruan, kelengahan dan semacamnya. Jadi ia
tidak bermaksud buruk, hanya teledor.
 Bentuk kata ini hanya ditemukan dua kali dalam
al-Qur’an, pertama pada surah al-’Alaq ini –
yang menunjuk kepada Abu Jahal, dan kedua
dalam surah al-Haqqah:9 dalam rangkaian
pembicaraan tentang Fir’aun dan penduduk
negeri-negeri yang dijungkirbalikkan oleh Tuhan
karena kedurhakaan mereka yang keterlaluan.
 Allahswt. tidak menjatuhkan hukuman-Nya
kepada seseorang yang bersatu atau keliru
yang sebetulnya bermaksud baik. Bahkan Dia
tidak menjatuhkan hukuman-Nya kepada
seseorang yang baru sekali atau dua kali
melakukan dosa. Sanksi dan hukuman-Nya
hanya tertuju kepada mereka yang telah
berulang-ulang kali melakukan pelanggaran.
Hendaklah ia memanggil kelompoknya Kami akan
memanggil az-Zabaniyah (al-Alaq: 17-18)
 Ayat-ayat yang lalu mengancam Abu Jahal. Menurut
riwayat at-Tirmidzi, ketika Abu Jahal mendengar
ancaman tersebut, ia berkata kepada Nabi saw:
“Sesungguhnya engkau tahu bahwa di Mekkah ini
tidak ada seorang pun yang memiliki kelompok
yang lebih banyak anggotanya dari pada aku”.
Menanggapi ucapan Abu Jahal itu Allah berfirman:
Hendaklah ia memanggil kelompoknya atau siapa
pun yang dikehendakinya untuk membelanya Kami
akan memanggil az-Zabaniyah yakni petugas-
petugas neraka.
 Kata nadi berarti tempat pertemuan. Yang
dimaksud di sini adalah orang-orang yang
berkumpul di tempat itu. Menurut Thahir Ibn
‘Asyur bahwa tempat pertemuan yang dikenal
buat suku Quraisy dinamai Dar an-Nadwah.
Ini tadinya berlokasi di sekitar Masjid al-
Haram, kemudian pada masa Khalifah al-
Manshur al-’Abbasi sebagian darinya
dimasukkan dalam pekarangan masjid. Lalu
sejak masa pemerintahan Raja Sa’ud (1379 H)
tempat pertemuan itu keseluruhannya telah
masuk pada areal Masjid al-Haram
 Kata az-zabaniyah berarti mendorong. Dalam
al-Qur’an kata ini yang hanya ditemukan
sekali saja dan ia diartikan sebagai “malaikat-
malaikat yang berugas menghadapi orang-
orang yang berdosa di akhirat kelak. Firman
Allah dalam al-Qur’an surah ath-Thur ayat 13-
14 yang artinya: Pada hari (kiamat) mereka
(orang-orang yang mendustakan agama) di
doroang ke neraka Jahannam dengan
(dorongan) yang keas dan (dikatakan kepada
mereka): “inilah mereka yang dahulu selalu
kamu dustakan”.
 Abu Jahal adalah nama julukan yang diberikan
kepada Amr Ibn Hisyam Ibn Mughirah.
Sebenarnya ia mempunyai dua nama
panggilan, yaitu Abu al-Hakam dan Ibn al-
Hazaliyah. Namun kedua gelar tersebut tidak
populer lagi setelah gelar Abu Jahal
diperolehnya. Gelar ini diberikan kepadanya
akibat permusuhannya terhadap Nabi saw. Ia
lahir sekitar tahun 570 Masehi, atau sebaya
dengan Rasulullah Muhammad saw. Ibunya
bernama Asma’ adalah seorang muslimah yang
taat dan hidup sampai setelah tahun 13 H (635
M)
 Abu Jahal termasuk salah salah seorang
tokoh yang paling membenci Rasulallah saw.
dan selalu berupaya menyulitkan beliau.
Lima belas tahun lamanya ia mengganggu
Nabi saw., selama itu pula Allah menunda
hukuman-Nya, dan akhirnya pada bulan
Ramadhan tahun kedua Hijriah (624 M)
berkecamuklah peperangan Badr. Sekitar 70
orang tokoh kaum musyrikin tewas terbunuh,
termasuk tokoh utamanya, Abu Jahal.
Sekali-kali jangan, jangan patuh padanya,
sujud dan dekatkanlah dirimu (kepada Allah)
(al-Alaq ayat 19)
 Kata sujud berarti ketundukan dan kerendahan
diri. Bahasa Arab sering menunjuk bagian
terpenting atau yang mulia, indera mata, wajah
atau dahi, digunakan untuk menggambarkan
totalitas manusia, maka sujud pada ayat
tersebut menurut ulama sebagai keseluruhan
rangkaian ibadah sholat sebab peletakan dahi
di bumi merupakan puncak ketundukan pada
Alllah dalam bentuk sujud.
 Kata iqtarib terambil dari kata qaruba/dekat.
Perintah dalam bentuk tersebut hanya
ditemukan sekali ini dalam al-Qur’an.
 Demikian surat ini ditutup oleh Allah dengan
perintah mendekatkan diri kepada-Nya dengan
melakukan berbagai aktifitas yang menunjang.
 Surah ini turun di Makkah sebelum Nabi hijrah ke
Madinah.Al Baqi’ berkata rahasia tujuan surah yang
lalu,surah Alam Nasrah yaitu pembuktian kekuasaan
Allah yang sempurna. Penciptaan buah tin dan
zaitun menunjukkan kuasanya juga lebih-lebih
dalam penekanan tentang kejadian manusia dalam
bentuk yang sebaik-baiknya adalah ciptaan Allah
yang menakjubkan.
 Surah ini merupakan yang ke 28 yang diterima Nabi
SAW. Ia turun sebelum surat al-Buruj dan sesudah
surat al-Quraisy. Ayatnya 8 ayat.
 Demi tin dan zaitun dan demi bukit
sinai dan demi kota yang aman ini
 Surat At Tin ini menguraikan keadaan jenis manusia
dengan baik buruknya.Bila manusia ingin
mengembangkan potensi baiknya maka menjadi
wajar bila mereka mencapai derajat kenabian,seperti
Nabi Muhammad SAW sebagai insan kamil, suri
tauladan, megikuti petunjuk-petunjuk Allah SWT
yang telah memberi wahyu kepadanya.
 Ayat-ayat di atas yang menyatakan sumpah Allah
SWT dengan menggunakan beberapa makhluknya
seperti pohon Tin, Zaitun, dsb.
 Banyak Hadist yang menyatakan seorang muslim
bila bersumpah hendaklah menggunakan nama
Allah, dan tidak diperbolehkan bersumpah atas
nama makhluk, meskipun makhluk itu agung atau
mulya.Tetapi mengapa Allah bersumpah dengan
makhluknya? Ada yang menjawab bahwa Allah
bebas melakukan apa saja yang dikehendakinya.
Surat Al Anbiya’:23.
“Dia tidak ditanya tentang apa yang diperbuat-
Nya, tetapi merekalah yang akan ditanya”.
 Kata At Tin dan Zaitun ulama Tafsir berbeda
pendapat:
> Yang dimaksud dengannya adalah nama
tempat (bukit) Nabi Isa AS menerima wahyu
di Syria, sedang pendapat lain Azzaitun sebuah
gunung di Yerussalem tempat Isa diselamatkan
dari usaha pembunuhan.
> Ayat kedua berkaitan dengan Nabi Musa AS,
dan ayat ketiga berkaitan dengan Nabi
Muhammad.
> Alqasimi mengatakan: AT Tin adalah nama
pohon tempat berdiri agama Budha mendapat
bimbingan Ilahi. Orang Budha menamakan
pohon ini sebagai pohon Bodhi atau pohon Ara
Suci, terletak di kota kecil Gaya di daerah Bihar.
> Budha menurut Alqasimi adalah salah satu
Nabi, meski tidak termasuk kelompok 25 Nabi.
Dengan bersumpah menyebut tempat-tempat
suci itu, tempat memancarkan cahaya Tuhan
yang benderang, ayat-ayat ini seakan akan
menyampaikan pesan bahwa manusia yang
diciptakan Allah dalam bentuk fisik dan psikis
yang sebaik-baiknya akan bertahan dalam
keadaan seperti itu, selama mereka mengikuti
Petunjuk-petunjuk yang disampaikan kepada
para nabi tersebut di tempat-tempat suci itu.
“Sungguh Kami telah menciptakan manusia
dalam bentuk yang sebaik-baiknya”
Kata khalaqna/Kami telah menciptakan terdiri
atas kata khalaqa dan na yang berfungsi sebagai
kata ganti nama. Kata na (Kami) yang menjadi
kata ganti nama itu menunjuk kepada jamak
(banyak), tetapi bisa juga digunakan untuk
menunjuk satu pelaku saja dengan maksud
mengagungkan pelaku tersebut.
Jadi, kata khalaqna mengisyaratkan keterlibatan
selain Allah dalam penciptaan manusia. Dalam
hal ini adalah ibu bapak manusia.
Kata Al-Insan/manusia yang dimaksud oleh ayat
ini, menurut Al Qurthubi adalah manusia-
manusia yang durhaka kepada Allah. Pendapat
ini banyak ditolak oleh banyak pakar tafsir
dengan alasan antara lain adanya pengecualian
yang ditegaskan oleh ayat berikut yaitu, kecuali
orang-orang yang beriman. Ini menunjukkan
bahwa “manusia” yang dimaksud oleh ayat ini
adalah jenis manusia secara umum, mencakup
yang mukmin maupun yang kafir.
 Kata taqwim diartikan sebagai
menjadikan sesuatu memiliki (qiwam)
yakni bentuk fisik yang pas dengan
fungsinya. Ar-Raghib al-Ashfahani,
pakar bahasa al-Qur’an, memandang kata
taqwim sebagai isyarat tentang
keistimewaan manusia dibanding
binatang, yaitu : akal, pemahaman dan
bentuk fisiknya yang tegak lurus. Jadi
kalimat ahsan taqwim berarti bentuk fisik
dan psikis yang sebaik-baiknya, yang
menyebabkan manusia dapat
melaksanakan fungsinya sebaik mungkin.
Allah berfirman (QS. Al-Isra : 17) yang
artinya : ”Kami mengutamakan mereka atas
banyak yakni bukan semua dari makhluk-
makhluk yang kami ciptakan dengan
pengutamaan yang besar”.
Allah berfirman (QS. As-Sajdah : 32)
yang artinya : ”Dia yang membuat segala
sesuatu yang dia ciptakan sebaik-baiknya
dan yang memulai penciptaan manusia dari
tanah”.
 “Kemudian kami mengembalikannya ke
(tingkat) yang serendah-rendahnya.”
(QS. At-Tiin : 5)
 Pendapat para tafsir tentang arti
asfalasafililin sedikitnya ada tiga macam :
Pertama
keadaan kelemahan fisik dan psikis
dikala tuanya seperti dikala ia masih bayi.
Pendapat ini ditolak oleh sebagian pakar,
mengingat ayat tersebut ada
pengecualian (kecuali orang-orang
beriman dan beramal saleh) karena
orang beriman juga mengalami keadaan
serupa.
Kedua.
Neraka dan kesengsaraan,
pendapat ini pun disanggah oleh
pakar dengan pertanyaan :
“Apakah sebelum ini manusia
pernah berada disana ?”
Ketiga.
Keadaan ketika ruh ilahi belum
menyatu dengan diri manusia.
o Seperti proses kejadian manusia melalui dua
tahap utama : penyempurnaan fisiknya dan
penghembusan ruh kepadanya.
Firman Allah :
(QS. Al-Hijr [15]:15 dan QS. Shad [38]:72.
dalam QS. Al-Mu’minun [23]:12-14
dijelaskan proses reproduksi manusia: dari
saripati tanah, kemudian nuthfah (pertemuan
sperma dan ovum) kemudian ‘alaqah
(berdempetnya Zygot ke dinding rahim)
kemudian mudhghat dan izham (segumpal
daging dan tulang). Inilah proses kejadian
fisiknya. Kemudian “dijadikan ia oleh Allah
makhluk yang berbeda dari yang lain”, yaitu
dengan jalan menghembuskan ruh Ilahi
kepadanya.
o Manusia mencapai tingkat yang
setinggi-tingginya (ahsan taqwim)
apabila terjadi perpaduan yang
seimbang antara kebutuhan jasmani dan
ruhani, antara kebutuhan fisik dan jiwa.
Tetapi apabila ia hanya memperhatikan
dan melayani kebutuhan-kebutuhan
jasmaninya saja, maka ia akan kembali
atau dikembalikan kepada proses awal
kejadiannya, sebelum ruh Ilahi itu
menyentuh fisiknya, ia kembali ke
asfala safilin.
 “Kecuali orang-orang yang beriman dan
mengerjakan yang saleh, maka bagi
mereka pahala yang tiada putus-
putusnya.” (QS. At-Tin:6)
 Ayat di atas mengecualikan sekelompok
dari mereka. Allah berfirman: kecuali atau
tetapi orang-orang yang beriman dengan
keimanan yang benar dan membuktikan
kebenaran imannya dengan mengerjakan
amal-amal yang saleh; maka bagi mereka
secara khusus pahala agung yang tiada
putus-putusnya.
 Kata iman biasa diartikan dengan pembenaran.
Ulama mendefinisikan iman dengan
“Pembenaran hati terhadap seluruh yang
disampaikan Rasulullah saw.” Dengan
demikian, iman tidak terbatas pada pengakuan
akan keesaan Tuhan, tetapi mencakup
pembenaran tentang banyak hal. Bahkan tidak
sedikit pakar yang menekankan tiga aspek
pembenaran, yaitu hati, lidah dan
perbuatannya. Seorang beriman dituntut untuk
mengucapkan pembenaran tersebut, tak hanya
disimpan dalam hati, melainkan harus dapat
dibuktikan dengan perbuatan.
 Hakikat iman harus digambarkan antara lain
oleh ‘Abbas Mahmud al-Aqqad. Menurut
pakar dari Mesir ini, hakikat iman berbeda
dengan hakikat pengetahuan. Iman
mempunyai kesamaan dengan rasa kagum,
karena keduanya bersumber dari hati manusia.
 ‘Abdul Karim al-Khatib menulis lebih jauh
dalam bukunya, Qadhiyyat al-Uluhiyyah baina
ad-Din wa al-Falsafah, bahwa iman bagaikan
rasa cinta yang menggelora. Seseorang selalu
ingin dekat kepada yang dicintainya dan pada
saat yang sama ada
Semacam tanda tanya di dalam dirinya, si
kekasih juga benar-benar cinta atau tetap cinta
kepadanya. Iman dalam tahap ini terus
menggelora dan hati pun ketika itu belum
mencapai kemantapannya.
Kata amilu berarti “menggambarkan suatu
aktivitas yang dilakukan dengan sengaja dan
maksud tertentu”.
Amal yang diterima dan dipuji oleh Allah SWT,
disebut amal saleh dan orang-orang yang
mengerjakannya dilukiskan dengan kalimat
‘amilu ash-shalihat.
Kata ash-shalihat adalah berbentuk jamak dari
kata ash-shalih/baik. Suatu amal menjadi shalih
yang memenuhi pada dirinya nilai-nilai tertentu
sehingga ia dapat berfungsi sesuai dengan tujuan
kehadirannya.
Tema utama surat ini adalah penenangan hati
Nabi Muhammad saw, menyangkut masa lalu
dan masa datang beliau, serta tuntunan untuk
berusaha sekuat tenaga dengan penuh
optimisme.
Menurut al-Biqa’i tujuan utama surah ini adalah
rincian apa yang diuraikan pada akhir surah
yang lalu-surah adh-Dhuha- menyangkut nikmat
Allah swt, serta penjelasan tentang apa yang
dimaksud dengan perintah fa haddist
(sampaikan) yakni nikmat Allah.
Kondisi kejiwaan Rasul saw menjelang turunnya
surah adh-Dhuha jauh berbeda dengan ketika
turunnya surah al-Insyirah. Menjelang turunnya
surah adh-Dhuha, Rasul saw sangat gelisah dan
bimbang, akibat ketidakhadiran wahyu,
sedangkan ketika turunnya surah Alam Nasyrah
dada Rasul saw sedemikian lapang, jiwanya
sedemikian tenang sehingga Allah swt
mengingatkan beliau tentang anugerah tersebut
pada awal surah ini. Ini bukan berarti bahwa
kedua surah itu tidak berhubungan secara serasi
dari segi kandungan, namun keserasian itu tidak
mengantar kepada kesatuan kedua surah.

Anda mungkin juga menyukai