Anda di halaman 1dari 14

BEBERAPA BUKTI KEOTENTIKAN AL QURAN

TANTANGAN ALLAH subhanahu wa taaala


Al Quran adalah Kitab petunjuk kehidupan, sabda, firman dari Tuhan. Namun sebagian manusia tak mempercayainya. Maka
setidaknya, untuk membuktikan kebenaran atau ketidakbenaran Al Quran, Alloh subhanahu wa taaala azza wa jalla tak segan
menyindiri, menantang dengan jelas semua makhluk, untuk:
1. Menyusun yang semacam Al Quran secara keseluruhan:
Al Quran Surat Ath Thuur ayat 34 (52:34): Maka hendaklah mereka mendatangkan kalimat yang semisal Al Quran itu jika
mereka orang-orang yang benar
2. Menyusun sepuluh surat saja semacam Al Quran:
Al Quran Surat Huud ayat 13 (11:13):
Bahkan mereka mengatakan: "Muhammad telah membuat-buat Al Quran itu". Katakanlah: "(Kalau demikian), maka
datangkanlah sepuluh surat-surat yang dibuat-buat yang menyamainya, dan panggillah orang-orang yang kamu sanggup
(memanggilnya) selain Alloh, jika kamu memang orang-orang yang benar"
3. Menyusun satu surat saja semacam Al Quran:
Al Quran Surat Yunuus ayat 38 (10:38):
Atau (patutkah) mereka mengatakan "Muhammad membuat-buatnya." Katakanlah: "(Kalau benar yang kamu katakan
itu), maka cobalah datangkan sebuah surat seumpamanya dan panggillah siapa-siapa yang dapat kamu panggil (untuk
membuatnya) selain Alloh, jika kamu orang yang benar."
4. Menyusun sesuatu seperti atau lebih kurang sama dengan salah satu surat dari Al Quran:
Al Quran Surat Al Baqarah ayat 23 (2:23):
Dan jika kamu (tetap) dalam keraguan tentang Al Quran yang Kami wahyukan kepada hamba Kami (Muhammad), buatlah
[*] satu surat (saja) yang semisal Al Quran itu dan ajaklah penolong-penolongmu selain Alloh, jika kamu orang-orang yang
benar.
[*] Ayat ini merupakan tantangan bagi mereka yang meragukan tentang kebenaran Al Quran itu tidak dapat ditiru walaupun dengan
mengerahkan semua ahli sastera dan bahasa karena ia merupakan mukjizat Nabi Muhammad sholollohualaihi wasallam.
Di dalam Al Quran, sebagaimana berbagai ciptaan Alloh subhanahu wa taaala dalam khazanah pembagian yang Kauniyah (tersirat)
dan yang Qauliyah (tersurat), maka sungguh terkandunglah berbagai rahasia, makna, aturan, ilmu-pengetahuan, perjanjian, hukum,
bahkan insya Alloh kekuatan rahasia, dan sebagainya yang kiranya tak diketahui manusia; yang juga tersirat (dan bahkan tidak
terlihat, ghaib, atau belumlah lagi atau tidaklah diketahui) maupun yang tersurat (yang dapat terlihat jelas).
Berbagai hal itu, bahkan baru dapat diungkapkan jauh berabad-abad setelah turunnya Al Quran , dan bahkan hingga kini, masih
banyak hal yang belum dapat ditafsirkan oleh manusia dan jin dengan segala ilmu pengetahuan yang telah didapatkannya. Jelas
diterangkan bahwa ada ayat-ayat yang mutasyabihaat (memerlukan penafsiran dan penjelasan lebih lanjut)
dan muhkamaat (sudah jelas):

Al Quran Surat Aali Imraan ayat 7 (3:17):


Beliau-lah yang menurunkan Al kitab (Al Quran) kepada kamu. di antara (isi) nya ada ayat-ayat yangmuhkamaat [1], itulah
pokok-pokok isi Al Quran dan yang lain (ayat-ayat) mutasyaabihaat [2]. Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong
kepada kesesatan, maka mereka mengikuti sebahagian ayat-ayat yang mutasyaabihaat daripadanya untuk menimbulkan
fitnah untuk mencari-cari ta'wilnya, padahal tidak ada yang mengetahui ta'wilnya melainkan Alloh. Dan orang-orang yang
mendalam ilmunya berkata: "Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyaabihaat, semuanya itu dari sisi Tuhan kami."
Dan tidak dapat mengambil pelajaran (daripadanya) melainkan orang-orang yang berakal.
[1] Ayat yang muhkamaat ialah ayat-ayat yang terang dan tegas maksudnya, dapat dipahami dengan mudah.
[2] Termasuk dalam pengertian ayat-ayat mutasyaabihaat: ayat-ayat yang mengandung beberapa pengertian dan tidak dapat
ditentukan arti mana yang dimaksud kecuali sesudah diselidiki secara mendalam atau ayat-ayat yang pengertiannya hanya Alloh
yang mengetahui seperti ayat-ayat yang berhubungan dengan yang ghaib-ghaib misalnya ayat-ayat yang mengenai hari Kiamat,
surga, neraka dan lain-lain.
Barangsiapa mengulas Al Quran tanpa ilmu pengetahuan maka bersiaplah menduduki neraka. (HR. Abu Dawud)
Abu Tsa'labah Al-khusyani Jurtsum bin Nasyir rodhiyallahu anhu.. meriwayatkan dari Rosululloh sholollohualaihi
wasallam, beliau bersabda, "Sesungguhnya Alloh subhanahu wa taaala telahmenetapkan beberapa kewajiban, janganlah
engkau menyepelekannya (meremehkannya), telah menentukan sanksi-sanksi hukum, janganlah engkau melanggar, telah
pula mengharamkan beberapa hal, maka janganlah engkau jatuh kedalamnya. Beliau juga mendiamkan beberapa
hal karena kasih sayangNya kepada kalian bukannya lupa, maka janganlah engkau mencari-carinya." (Hadits Hasan
diriwayatkan oleh Ad-daruquthni, dll)
An-Nu'man bin Basyir berkata, "Saya mendengar Rosululloh sholollohualaihi wasallam bersabda, 'Yang halal itu jelas dan
yang haram itu jelas, dan di antara keduanya terdapat hal-hal musyabbihat(syubhat atau samar, tidak jelas halalharamnya), yang tidak diketahui oleh kebanyakan manusia. Barangsiapa yang menjaga hal-hal musyabbihat, maka ia telah
membersihkan kehormatan dan agamanya. Dan, barangsiapa yang terjerumus dalam syubhat, maka ia seperti
penggembala di sekitar tanah larangan, hampir-hampir ia terjerumus ke dalamnya. Ketahuilah bahwa setiap raja
mempunyai tanah larangan, dan ketahuilah sesungguhnya tanah larangan Alloh adalah hal-hal yang diharamkan-Nya.
Ketahuilah bahwa di dalam tubuh ada sekerat daging. Apabila daging itu baik, maka seluruh tubuh itu baik; dan apabila
sekerat daging itu rusak, maka seluruh tubuh itu pun rusak. Ketahuilah, dia itu adalah hati.'" (HR. Bukhori)
Adalah mungkin saja, seseorang atau bahkan segolongan Manusia dan Jin, membuat rangkaian syair berbahasa Arab, seindah
yang dapat dibuatnya dan kemudian dikatakannya pula sebagai ayat kitab suci, bahkan dikatakannya adalah sebagai tandingan Al
Quran.
Namun semua ini, tentulah adalah hanya kata-kata, bahkan kalaupun ada keindahan, hikmah, kebajikan, di dalamnya.
Apakah ia atau mereka dapat kiranya menjamin bahwa apa yang mereka buat itu, mengandung berbagai rahasia dunia-akhirat?
Masa lalu dan masa depan? Dan lain-lain rahasia dan kekuatan?
Maka mengenai ini, bahkan kepada para makhlukNya ini, Alloh subhanahu wa taaala tetap menantangnya untuk membuat yang
serupa, yang antara lain seperti jelas tertera di ayat-ayat tersebut di atas.
Marilah kita telaah lebih dalam.
Salah satu fenomena yang menarik, dalam berbagai penurunannya atau pewahyuan Al Quran, seringkali pula berbagai ayat atau
surat dari Kitab Suci Al Quran diturunkan atau diwahyukan secaraspontan, secara sekonyong-konyong, tiba-tiba (yang dalam
hal ini sesungguhnya adalah dalam ukuran manusia, namun tidaklah demikian bagi Alloh subhanahu wa taaala sebenarnya),
misalnya untuk menjawab berbagai pertanyaan, berbagai serangan dari musuh-musuh Islam saat itu, atau untuk mengomentari
berbagai peristiwa, dan sebagainya. Hal ini dapat ditelaah dengan jelas dalam berbagai kumpulan kisah azbabun nuzul (sebab
turunnya ayat) berbagai ayat dan surat Al Quran, setidaknya saja.
Juga turunnya ayat langsung dalam menjawab doa-pertanyaan Rosululloh sholollohualaihi wasallam dan sahabat Umar bin Khottob
rodhiyallahu anhu, akan keharaman minuman keras atau khamr (yang saat itu adalah kegemaran bangsa Arab, bahkan bangsa
Arab yang telah menjadi muslim termasuk sahabat Rosululloh sholollohualaihi wasallam, Umar bin Khoththob rodhiyallahu

anhu) dalam Al Quran Surat Al Baqarah ayat 219 (2:219) dan Al Quran Surat An Nisaa ayat 42 (4:42) serta Al Quran Surat Al
Maaidah ayat 90-91 (5:90-91).
Walaupun berbagai ayat ini turun dengan 'tiba-tiba', yang sungguh menakjubkan adalah bahwa setelah keseluruhan ayat Al Quran
selesai diturunkan dan kemudian dilakukan penelitian terhadap berbagai hal berkaitan dengan atau tentang Al Quran ini, sungguh
ditemukanlah sejumlah kenyataan yang menakjubkan, yang tak mungkin dipikirkan, dirancang, dilakukan, diutarakan, dibuat oleh
seorang manusia (Rosululloh Muhammad bin Abdullah bin Abdul Muthalib sholollohualaihi wasallam) bahkan bila dibantu oleh
masyarakatnya ataupun dilanjutkan bergenerasi sesudahnya yang sudah lebih maju pengetahuannya.
Misalnya, tentang adanya berbagai rahasia atau isyarat ilmu pengetahuan yang baru dapat dibuktikan berabad-abad kemudian,
tentang kisah-kisah sejarah, tentang berita-berita ghaib (termasuk ramalan akan masa depan), tentang keseimbangan-keteraturan
susunan redaksional Al Quran atau keseimbangan-keteraturan susunan kata-katanya, dan sebagainya.
Semakin pula lebih menakjubkan, mendukung ini semua, bila disadari kenyataan bahwa Rosululloh Muhammad bin Abdullah bin
Abdul Muththalib sholollohualaihi wasallam adalah seorang manusia yang ummiy atau tidak dapat membaca dan menulis (atau
dalam bahasa Inggris: an illiterate person).
Dari siapakah kiranya Rosululloh sholollohualaihi wasallam mendapatkan semuanya itu?
Tidakkah ini didapatkannya dari (dalam Bahasa Sekuler) sebuah Sumber Kecerdasan Yang Lebih Tinggi?
Lebih mudahnya, kita sebut saja Sumber Kecerdasan Yang Lebih Tinggi itu sebagai, Tuhan?
Al Quran Surat An Nisaa ayat 82 (4:82):
Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al Quran? Kalau kiranya Al Quran itu bukan dari sisi Alloh, tentulah mereka
mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya.
Al Quran Surat Al Anaam ayat 115 (6:115):
Telah sempurnalah kalimat Tuhanmu (Al Quran) sebagai kalimat yang benar dan adil. Tidak ada yang dapat merobah robah
kalimat-kalimat-Nya dan Beliau lah yang Maha Mendenyar lagi Maha mengetahui.
Al Quran Surat Al Hijr ayat 9 (15:9):
Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan Al Quran, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya [*].
[*] Ayat ini memberikan jaminan tentang kesucian dan kemurnian Al Quran selama-lamanya.
Al Quran Surat Al Mulk ayat 3-4 (67:3-4)
(3). Yang telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis. kamu sekali-kali tidak melihat pada ciptaan Tuhan yang Maha
Pemurah sesuatu yang tidak seimbang. Maka lihatlah berulang-ulang, adakah kamu Lihat sesuatu yang tidak seimbang?
(4) Kemudian pandanglah sekali lagi niscaya penglihatanmu akan kembali kepadamu dengan tidak menemukan sesuatu
cacat dan penglihatanmu itupun dalam keadaan payah.

ASPEK PENDUKUNG KEOTENTIKAN AL QURAN


Dalam hal ini, ada banyak sekali aspek kuat yang mendukung keotentikan Al Quran al Karim, dan berikut ini adalah sekelumit
paparan bukti dari berbagai aspek itu, yaitu:
I aspek keseimbangan yang sangat serasi antara kata-kata yang digunakannya
Abdurrazaq Nafwal dalam buku atau kitab Al-Ijaz Al-Adabiy li Al Quran Al Karim yang terdiri dari 3 jilid (terlepas dari berbagai
pendapat pro dan kontra atau skeptis tentang isinya dan kemungkinan ketidaksempurnaan manusia penulisnya) mengemukakan
berbagai contoh tentang keseimbangan ini. Ringkasannya adalah:

1.

2.

Keseimbangan antara jumlah bilangan kata dengan antonimnya (lawan katanya):


Al Hayah (hidup) dan Al Mawt (mati), masing-masing sebanyak 145 kali
Al Naf (manfaat) dan Al Madharrah (mudarat), masing-masing sebanyak 50 kali
Al Har (panas) dan Al Bard (dingin) masing-masing sebanyak 4 kali
Al Shalihat (kebajikan) dan Al Sayyiat (keburukan) masing-masing sebanyak 167 kali
Al Thumaninah (kelapangan atau ketenangan) dan Al Dhiq (kesempitan atau kekesalan) masing-masing sebanyak 13 kali
Al Rahbah (cemas atau takut) dan Al Raghbah (harap atau ingin) masing-masing sebanyak 8 kali
Al Kufr (kekufuran) dan Al Iman (iman) masing-masing sebanyak 17 kali dalam bentuk definite
Kufr (kekufuran) dan Iman (iman) masing-masing sebanyak 8 kali dalam bentuk indefinite
Al Shayf (musim panas) dan Al Syita (musim dingin) masing-masing sebanyak 1 kali.
Keseimbangan jumlah bilangan kata dengan sinonimnya atau kesamaan makna yang dikandungnya:
Al Harts dan Al Ziraah (membajak atau bertani) masing-masing sebanyak 14 kali
Al Ushb dan Al Dhurur (membanggakan diri atau angkuh) masing-masing sebanyak 27 kali
Al Dhallun dan Al Mawta (orang sesat atau mati jiwanya) masing-masing sebanyak 17 kali
Al Quran , Al Wahyu, dan Al Islam (Al Quran , wahyu, dan Islam) masing-masing sebanyak 70 kali
Al Aql dan Al Nur (akal dan cahaya) masing-masing sebanyak 49 kali
Al Jahr dan Al Alaniyah (nyata) masing-masing sebanyak 16 kali

3.
Keseimbangan antara jumlah bilangan kata dengan jumlah kata yang menunjuk kepada akibatnya:
Al Infaq (infak) dan Al Ridha (kerelaan) masing-masing sebanyak 73 kali
Al Bukhl (kekikiran) dan Al Hasarah (penyesalan) masing-masing sebanyak 12 kali
Al Kafiruun (orang-orang kafir) dan Al Naar atau Al Ahraq (neraka atau pembakaran) masing-masing sebanyak 154 kali
Al Zakah (zakat atau penyucian) dan Al Barakat (kebajikan yang banyak) masing-masing sebanyak 32 kali
Al Fahisyah (kekejian) dengan Al Ghadhb (murka) masing-masing sebanyak 26 kali

4.
Keseimbangan antara jumlah bilangan kata dengan kata penyebabnya:
Al Israf (pemborosan) dan Al Surah (ketergesa-gesaan) masing-masing sebanyak 23 kali
Al Mawizhah (nasihat atau petuah) dan Al Lisan (lidah) masing-masing sebanyak 25 kali
Al Asra (tawanan) dan Al Harb (perang) masing-masing sebanyak 6 kali
Al Salam (kedamaian) dan Al Thayyibat (kebajikan) masing-masing sebanyak 60 kali

5.
Berbagai keseimbangan khusus:
Kata Yawm (hari) dalam bentuk tunggal, adalah sejumlah 365 kali (atau adalah sama dengan jumlah hari-hari dalam satu tahun) di
dalam Al Quran .
Sedangkan kata hari yang menunjuk kepada betuk plural (Ayyam) atau dua (Yawmayni), jumlah keseluruhannya dalam Al
Quran adalah hanyalah 30 kali penyebutan, atau dalam hal ini adalah juga sama dengan jumlah hari dalam satu Bulan dengan
mengikuti kaidah Kalender Qamariyah atau penanggalan sistem Bulan, sistem Islam atau Arab.
Lalu, kata yang berarti Bulan (Syahr) hanya terdapat 12 kali, atau sama dengan jumlah bilangan Bulan dalam satu tahun (12
Bulan) rotasi.
Ada 7 kali penjelasan tentang adanya 7 langit, yaitu antara lain dalam Al Quran Surat (Quran Surat) Al Baqarah ayat 29, Al Quran
Surat Al Isra ayat 44, Al Quran Surat Al Muminuun ayat 86, Al Quran Surat Al Fushshilat ayat 12, Al Quran Surat At Thalaq ayat 12,
Al Quran Surat Al Mulk ayat 3, Al Quran Surat Nuh ayat 15.
Selain itu, penjelasan tentang penciptaan langit dan bumi dalam enam (6) hari atau masa atau tahapan, disebutkan di dalam 7 ayat
pula (dan tahapan terbentuknya sebuah galaksi-planet dalam enam (6) tahapan yang memakan waktu ratusan bahkan ribuan tahun
ini, telah pula dibuktikan oleh ilmu-pengetahuan saat ini, bahwa memanglah secara umum pembentukan Galaksi adalah dalam
enam (6) tahapan, bahkan saat inipun masih terbentuk Galaksi-galaksi baru, yang masing-masing dalam (melalui) enam (6)
tahapan, dalam ruang angkasa yang bahkan memuai atau meluas ini.
Sebagai catatan, angka 7 sendiri banyak sekali ditemukan di alam semesta, di Al Quran & di Hadits Nabi Muhammad bin Abdullah
sholollohualaihi wasallam. Bahkan pengulangan dari angka ini dalam Al Quran juga memunculkan sebuah sistem yang koheren.
Beberapa fenomena angka 7 tersebut adalah, antara lain:
Merupakan jumlah dari tingkatan langit & bumi (Al Quran Surat 65:12).
Atom tersusun dari 7 tingkatan elektron.
Jumlah hari dalam satu minggu.
Jenis atau jumlah tanda (not dasar) musik.
Jenis atau jumlah warna-warni pelangi.
Jenis dosa besar (HR Al-Bukhori & Muslim).
Tanda bagi siksaan pada Hari Kiamat.

Jumlah ayat dalam Surah Al Fatihah ("Tujuh ayat yang diulang-ulang").


Muslim bersujud dengan menggunakan 7 anggota badan dalam Shalat.
Muslim melakukan Thawaf sebanyak 7 kali dalam ritual Haji.
Muslim melakukan Sa'i antara Shafa & Marwah sebanyak 7 kali dalam ritual Haji.
Melempar jumrah sebanyak 7 kali dalam ritual Haji.
Dalam kisah Nabi Yusuf (Josef) alaihis salaam banyak menyebut angka 7 (Al Quran Surat 12: 46-48).
Kisah siksaan kaum Nabi Hud (Hood) alaihis salaam ditimpa angin topan selama 7 malam (Al Quran Surat 69:6-7).
Kisah Nabi Musa (Moses) alaihis salaam memilih 70 orang dari kaumnya untuk bertobat (Al Quran Surat:17;155).
Kata Kiamat disebut dalam Al Quran sebanyak 70 kali.
Kata "Jahannam" (Neraka) disebut dalam Al Quran sebanyak 77 kali.
Jumlah pintu-pintu "Jahanam" adalah 7 (Al Quran Surat 15:44).
Terdapat 7 surah yang diawali dengan kalimat tasbih.
Sebagai catatan pula, angka tujuh (7) dalam budaya Arab Kuno juga dapat berarti banyak, karena khazanah berpikir dan
kebiasaan orang Arab lama atau kuno (misalnya, orang-orang Arab di masa-masa itu saat diturunkannya Al Quran) yang
menghitung jumlah tujuh (7) atau selebihnya, sebagai angka perlambang yang menunjukkan jumlah banyak atau bahkan tak
terhitung (tak dapat dihitung) lagi (oleh mereka).
Maka, sejumlah mufassir atau penafsir Al Quran dan atau atau ahli ilmu pengetahuan pun berspekulasi tentang telah disebutkannya
tentang berbagai kenyataan akan adanya tak terhitung planet dan galaksi di luar bumi dalam Al Quran, dan bahkan kemungkinan
adanya makhluk-makluk lain di alam semesta di luar Bumi dan sistem Solar (matahari) kita ini.
Selain ini, berkaitan dengan dunia angka dan huruf (atau kata), juga ditemui beragam distribusi Matematika di Al Quran, khususnya
mengenai bilangan-bilangan prima dan beragam hubungan luasnya, dan banyak sekali misteri dan fenomena angka juga kata di Al
Quran lainnya, di balik susunan, makna,dan kemungkinan-kemungkinannya dan tata bahasa Arab sendiri (dan Bahasa Sastra Arab
yang digunakan di Al Quran ) yang memang sudah luar-biasa itu.

II Aspek bukti dari berbagai isyarat maupun pemberitaan ghaibnya


Ada banyak sekali, namun dalam kesempata yang singkat ini, dipilihkan satu saja yang cukup fenomenal. Misalnya adalah tentang
berita tentang Firaun dan Nabi Musa alaihis salaam, dan ditemukannya jenazah Fir'aun ini. Disebutkanlah di Al Quran bahwa
Firaun yang mengejar-mengejar Nabi Musa alaihis salaam dan Bani Israil dalam perjalanan eksodus mereka keluar dari
penindasan kerja-paksa Mesir berabad-abad, akan diselamatkan tubuhnya oleh Alloh subhanahu wa taaala, dan akan menjadi
pelajaran bagi berbagai generasi berikutnya:
Al Quran Surat Yunuus ayat 92 (10:92): Maka pada hari ini Kami selamatkan badanmu [*] supaya kamu dapat menjadi
pelajaran bagi orang-orang yang datang sesudahmu dan sesungguhnya kebanyakan dari manusia lengah dari tanda-tanda
kekuasaan kami.
[*] Yang diselamatkan Alloh ialah tubuh kasarnya, menurut sejarah, setelah Fir'aun itu tenggelam mayatnya terdampar di pantai
diketemukan oleh orang-orang Mesir lalu dibalsem menjadi Mumi, sehingga utuh sampai sekarang dan dapat dilihat di Museum
Mesir.
Maka, menurut berbagai kesesuaian sejarah, Raja Mesir atau Firaun yang dimaksud di sini adalah Firaun Maniptah(Maneptah
atau Merneptah), anak dari Firaun Ramses II (Firaun yang mengangkat Nabi Musa alaihis salaam sebagai anaknya dan juga
menyiksa kaum Bani Israil), dan muminya ditemukan oleh Loret pada sekitar awal abad XIX (tahun 1896) di Thebes atau Luxor,
Lembah Kuburan Raja-raja Mesir (Wadi al Muluk).
Setidaknya dua ahli telah meneliti muminya, yaitu Elliot Smith dan DR. Maurice Bucaille (yang disebut terakhir ini kemudian
menyatakan diri masuk Islam pada akhir penelitiannya, dan menulis sebuah buku yang cukup menggemparkan, berjudul Bibel,
Quran & Sains Modern", dan telah diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia pula), dan penelitian keduanya beserta keterangan
dari Maspero (seorang Perancis ahli ilmu Sejarah Mesir) sungguh menguatkan hal ini.
Injil sendiri, di bagian Keluaran pasal 13, 14, 28 dan di Nyanyian (Psalm) 136 dari Daud, menguatkan pula bahwa Firaun tersebut
disebutkan mati tenggelam dalam pengejarannya kepada kaum Bani Israil yang sedang melakukan eksodus dari Mesir ke Tanah
Yang Dijanjikan. Bahkan di Mazmur Daud no 136 dalam ayat 15 dari orang Yahudi, jelas menyebutkan pujian kepada "Tuhan yang
telah membinasakan Firaun dan tentaranya dalam laut yang penuh dengan tumbuh-tumbuhan", sebagaimana kesesuaiannya pula
dengan Kitab Keluaran (14, 28):

"Air kembali pasang dan menenggelamkan kereta-kereta serta para penunggang kuda dari tentara Firaun yang telah masuk ke laut
di belakang mereka (kelompok Yahudi). Tak ada seorang pun yang tetap hidup".
Namun perihal diselamatkannya jasad Firaun itu, tidak disebutkan di Injil, hanya disebutkan di Al Quran. Hanya di Al Quran jelas
dinyatakan bahwa jenazah Firaun yang mengejar Nabi Musa alaihis salaam itu akan ditemukan manusia dan menjadi pelajaran
besar.
Janji Alloh ini, serta diketemukannya jasad Fir'aun itu, dikuatkan oleh ilmu-pengetahuan modern. Dan sekarang, jenazah Firaun
Maneptah akhirnya disimpan di Museum Mesir di Kairo di ruang Muminya, serta dapat dilihat oleh siapapun.

III. Aspek adanya berita-berita atau isyarat-isyarat ilmiah dari Al Quran


Ada banyak sekali contoh tentang ini. Berikut adalah beberapa di antaranya, misalnya bahwa:
Segalanya yang hidup diciptakan dari air:
Pada waktu ayat ini diturunkan, tidak ada yang berpikir kalau segala yang hidup itu tercipta dari air. Sekarang, tidak ada seorang
pakar pun yang membantah bahwa segala yang hidup itu tercipta dari air, yang adalah materi pokok bagi kehidupan setiap makhluk
hidup.
Sementara itu, urut-urutan penciptaan benda langit menurut Injil adalah bahwa Bumi diciptakan terlebih dulu (Kejadian 1:1),
kemudian tetumbuhan (Kejadian 1:11-12), baru kemudian Matahari (Kejadian 1:14-16). Yang menarik di sini kiranya, jika menurut
logika Injil, adalah bagaimana mungkin tetumbuhan dapat hidup tanpa berfotosinteis di saat itu, karena Matahari sebagai sumber
energi untuk berfotosintesi diciptakan belakangan setelah tetumbuhan?
Al Quran Surat Al Anbiyaa ayat 30 (21:30):
Dan apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang
padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya. Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah
mereka tiada juga beriman?
Adanya aturan berpasang-pasangan atas segala sesuatu
Al Quran yang berulang-ulang menyebut adanya pasangan dalam alam tumbuh-tumbuhan, juga menyebut adanya pasangan
dalam rangka yang lebih umum, dan dengan batas-batas yang tidak ditentukan. Yang menarik pula, ayat ini dinyatakan di sebuah
ayat dengan penomoran yang juga berpasangan (Quran Surat 36 ayat 36). Perhatikanlah bahwa bahkan Nomor Surat (36) dan
Ayatnya pun (36), sama, seakan berpasangan. Entah apa artinya, wallahu alam bis shawab:
Al Quran Surat Yaa Siin ayat 36 (36:36):
Maha Suci Tuhan yang telah menciptakan pasangan-pasangan semuanya baik dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi dan
dari diri mereka maupun dari apa-apa yang mereka tidak ketahui.
Kita dapat mengadakan hipotesa sebanyak-banyaknya mengenai arti hal-hal yang manusia tidak mengetahui pada zaman Nabi
Muhammad sholollohualaihi wasallam. Apalagi Rosululloh Muhammad bin Abdullah sholollohualaihi wasallam, adalah sesorang
yang buta huruf (ummy) dan tak mungkin telah mempelajari ilmu Astronomi.
Hal-hal yang manusia tidak mengetahui itu termasuk di dalamnya susunan atau fungsi yang berpasangan baik dalam benda yang
paling kecil atau benda yang paling besar, baik dalam benda mati atau dalam benda hidup. Yang penting adalah untuk mengingat
pemikiran yang dijelaskan dalam ayat itu secara gamblang dan untuk mengetahui bahwa kita tidak menemukan pertentangan
dengan Sains masa ini.
Meskipun gagasan tentang "pasangan" umumnya bermakna laki-laki dan perempuan, atau jantan dan betina, ungkapan "maupun
dari apa yang tidak mereka ketahui" dalam ayat di atas memiliki cakupan yang lebih luas. Kini, cakupan makna lain dari ayat
tersebut telah terungkap. Ilmuwan Inggris, Paul Dirac, yang menyatakan bahwa materi diciptakan secara berpasangan, dianugerahi
Hadiah Nobel di bidang Fisika pada tahun 1933.

Penemuan ini, yang disebut "parit", menyatakan bahwa materi berpasangan dengan lawan jenisnya: anti-materi. Anti-materi
memiliki sifat-sifat yang berlawanan dengan materi. Misalnya, berbeda dengan materi, elektron anti-materi bermuatan positif, dan
protonnya bermuatan negatif.
Fakta ini dinyatakan dalam sebuah sumber ilmiah sebagai berikut: "...setiap partikel memiliki anti-partikel dengan muatan yang
berlawanan ... dan hubungan ketidakpastian mengatakan kepada kita bahwa penciptaan berpasangan dan pemusnahan
berpasangan terjadi di dalam vakum di setiap saat, di setiap tempat."
Alam semesta ini mengembang (memuai, meluas)
Di dalam Al Quran yang diturunkan 14 abad silam di saat ilmu astronomi masih terbelakang, mengembangnya alam semesta
digambarkan sebagaimana di ayat berikut ini:
Al Quran Surat Adz Dzaariyat ayat 47 (51:47):
Dan langit itu Kami bangun dengan kekuasaan (Kami) dan sesungguhnya Kami benar-benar meluaskannya
Kata "langit", sebagaimana dinyatakan dalam ayat ini, digunakan di banyak tempat dalam Al Quran dengan makna luar angkasa
dan alam semesta. Di sini sekali lagi, kata tersebut digunakan dengan arti ini. Dengan kata lain, dalam Al Quran dikatakan bahwa
alam semesta "mengalami perluasan atau mengembang". Dan inilah yang kesimpulan yang dicapai ilmu pengetahuan masa kini.
Hingga awal abad XX Masehi, satu-satunya pandangan yang umumnya diyakini di dunia ilmu pengetahuan adalah bahwa alam
semesta bersifat tetap dan telah ada sejak dahulu kala tanpa permulaan. Namun, penelitian, pengamatan, dan perhitungan yang
dilakukan dengan teknologi modern, mengungkapkan bahwa alam semesta sesungguhnya memiliki permulaan, dan ia terusmenerus "mengembang".
Pada awal abad XX Masehi, ilmuwan Albert Einstein mengatakan bahwa alam semesta ini tidak berawal dan tidak berakhir dan
sudah ada sejak dulu, dan ini dikemukakannya pada tahun 1917.
Ketika mengamati langit dengan teleskop, di tahun 1927, Erwin Hubble - seorang astronom Amerika - menemukan bahwa bintangbintang dan galaksi terus bergerak saling menjauhi. Sebuah alam semesta, di mana segala sesuatunya terus bergerak menjauhi
satu sama lain, berarti bahwa alam semesta tersebut terus-menerus "mengembang". Pengamatan yang dilakukan di tahun-tahun
berikutnya memperkokoh fakta bahwa alam semesta terus mengembang.
Lalu Fisikawan Rusia, Alexander Friedmann, dan ahli Kosmologi Belgia, George Lemaitre, secara teoritis menghitung dan
menemukan bahwa alam semesta senantiasa bergerak dan mengembang. Fakta ini dibuktikan juga dengan menggunakan data
pengamatan pada tahun 1929. Dan Einstein pun merevisi pendapatnya.
Ilmuwan Penzias dan Wilson kemudian membuat Teori Big Bang bahwa sesungguhnya langit dan bumi dulu menyatu, bahkan
hanya sebesar kira-kira bola tenis, dan kemudian terjadi ledakan besar dan menjadi terpisah, menyebar ke seluruh alam semesa,
termasuk menjadi aneka planet, matahari, komet, Galaksi, Nebula, dan lain-lain. Dan terciptalah kemudian air, yang menjadi dasar
kehidupan. Dan ini memakan waktu milyaran tahun, termasuk penciptaan Bumi dan tata surya Bima Sakti (Milky Way) tempat kita
sendiri ini.
Kenyataan ini diterangkan dalam Al Quran pada saat tak seorang pun mengetahuinya. Apalagi Rosululloh Muhammad bin
Abdullah sholollohualaihi wasallam, adalah sesorang yang buta huruf (ummy) dan tak mungkin telah mempelajari ilmu Astronomi.
Ini dikarenakan Al Quran adalah firman Alloh, Sang Pencipta, dan Pengatur keseluruhan alam semesta.
Sebagai catatan, dalam ayat ini ada kata dasar muhsiana, yang bermakna pengembangan atau berkembang. Secara
tradisional, para mufassir memilih kalimat Kami benar-benar berkuasa daripada alternatif Kami benar-benar
mengembangkannya, yang menggambarkan ruang angkasa yang memuai. Kesalahan atau ketidakuratan penafsiran ini, adalah
sama seperti penafsiran kata Al Alaq dalam berbagai ayat Al Quran , yang secara tradisional diartikan sebagai segumpal darah
daripada sesuatu yang melekat. Pembahasan lebih dalam mengenai ketidakakuratan ini, ada di bagian lain dari tulisan ini.
Matahari adalah (sumber) cahaya (diya) dan Bulan adalah sebagai pelita (nuur)
Al Quran Surat Nuh ayat 15-16 (71:15-16):
(15) Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Alloh telah menciptakan tujuh langit bertingkat-tingkat?

(16) Dan Alloh menciptakan padanya Bulan sebagai cahaya dan menjadikan Matahari sebagai pelita?
Dengan ilmu pengetahuan, kini kita mengetahui bahwa Matahari adalah sumber energi yang memancarkan cahaya dan Bulan
hanyalah memantulkan cahaya yang diterimanya dari Matahari itu. Dulu, manusia dengan tingkat pengetahuan sederhana pada
jaman Rosululloh sholollohualaihi wasallam, dapat dengan mudah menerima kalimat-kalimat sederhana dan masuk akal ini
(perbandingan sederhana antara Matahari sebagai pelita dan Bulan sebagai cahaya itu).
Namun kalimat-kalimat sederhana inipun ternyata dapat berarti dalam, serta dapat diterima oleh bahkan para ahli ilmu-pengetahuan
bahkan di luar komunitas Rosululloh sholollohualaihi wasallam, dan yang hidup berabad-abad kemudian, yang sangat senang
mengunakan ilmu-pengetahuan sains modern atau pos-modern untuk memahami segala sesuatu. Ini memuaskan semua kalangan
pencari kebenaran. Dan ini adalah salah satu hikmah dari Al Quran.
Benda langit bergerak dalam jalurnya (garis edarnya) masing-masing
Tatkala merujuk kepada matahari dan bulan di dalam Al Quran, ditegaskan bahwa masing-masing bergerak dalam orbit atau garis
edar tertentu, bahkan keseluruhan alam semesta yang dipenuhi oleh lintasan dan garis edar seperti ini, dinyatakan dalam Al Quran
sebagai berikut:
Al Quran Surat Al Anbiyaa ayat 33 (21:33):
Dan Dialah yang telah menciptakan malam dan siang, matahari dan bulan. Masing-masing dari keduanya itu beredar di
dalam garis edarnya.
Juga Al Quran Surat Yaa Siin ayat 38 (36:38), Surat Ar Rahmaan ayat 5 (55:5), Surat Adz Dzaariyaat ayat 7 (51 :7).
Kata Yasbahuun dalam ayat Al Quran Surat Al Anbiyaa ayat 33 ini, berasal dari kata sabaha yang makna kata secara
tradisionalnya adalah gerakan dari sesuatu yang bergerak, yang dalam hal ini, dalam kaitannya dalam kaidah ilmu ruang angkasa
ini, adalah tentang penggambaran pergerakan atau rotasi dirinya (planet Bulan dan Matahari itu) dalam aksisnya sendiri.
Sebagai informasi-informasi tambahan dari disiplin ilmu Astronomi dan Sejarah serta Kekristenan, saat ini manusia sudah jamak
mengetahui bahwa Matahari membutuhkan 25 hari untuk menuntaskan rotasinya dan Bumi mengelilingi Matahari. Namun baru
pada tahun 1512 Masehi, Nicolaus Copernicus mengemukakan Teori Heliosentrisnya tentang letak Matahari yang dikelilingi planet
yang bergerak dalam jalurnya masing-masing.
Ini juga didukung penelitian Galileo Galillei, dan saat itu pengumuman temuan ini ditentang habis-habisan oleh Gereja, juga
menjadikan Copernicus dikucilkan, bahkan sebagian kalangan menyebutkan bahwa ia dikafirkan mereka.
Barulah pada abad-abad modern ini, sekitar 500 tahun kemudian, Vatikan kemudian bersedia mengakui kebenaran teori Copernicus
dan kesalahan klaim Gereja berdasarkan Injil itu, yang memaknakan bahwa Mataharilah yang bergerak mengelilingi Bumi (antara
lain di Joshua 10:12-13), bukan sebaliknya, yang jelas sangat bertentangan dengan ilmu-pengetahuan.
Fakta-fakta yang disampaikan dalam Al Quran ini telah ditemukan melalui pengamatan astronomis di zaman kita. Menurut
perhitungan para ahli astronomi, matahari bergerak dengan kecepatan luar biasa yang mencapai 720 ribu km per jam ke arah
bintang Vega dalam sebuah garis edar yang disebut Solar Apex. Ini berarti matahari bergerak sejauh kurang lebih 17.280.000
kilometer dalam sehari. Bersama matahari, semua planet dan satelit dalam sistem gravitasi matahari juga berjalan menempuh jarak
ini. Selanjutnya, semua bintang di alam semesta berada dalam suatu gerakan serupa yang terencana.
Menurut para Ahli Astronomi-Fisika, terdapat sekitar 200 milyar galaksi di alam semesta yang masing-masing terdiri dari hampir 200
bintang. Sebagian besar bintang-bintang ini mempunyai planet, dan sebagian besar planet-planet ini mempunyai bulan. Semua
benda langit tersebut bergerak dalam garis peredaran yang diperhitungkan dengan sangat teliti. Selama jutaan tahun, masingmasing seolah "berenang" sepanjang garis edarnya dalam keserasian dan keteraturan yang sempurna bersama dengan yang lain.
Selain itu, sejumlah komet juga bergerak bersama sepanjang garis edar yang ditetapkan baginya.
Dan garis edar ini tidak hanya dimiliki oleh benda-benda angkasa, galaksi-galaksi pun berjalan pada kecepatan luar biasa dalam
suatu garis peredaran yang terhitung dan terencana. Selama pergerakan ini, tak satupun dari benda-benda angkasa ini memotong
lintasan yang lain, atau bertabrakan dengan lainnya. Bahkan, telah teramati bahwa sejumlah galaksi berpapasan satu sama lain
tanpa satu pun dari bagian-bagiannya saling bersentuhan.

Sebagai pendukung materi pembahasannya, berikut adalah sebuah kutipan dari Injil versi internasional (King James Version) dan
komentar tentang kesalahannnya yang dikutip dari sebuah situs tentangnya, yang bernama The Dark Bible (dengan alamat http:
atau atauwww.nobeliefs.com atau darkbible atau darkbible atau ), sebuah situs yang mengupas tentang berbagai kesalahan dan
ketidakmasukakalan Injil. Pembuat situs ini adalah Jim Walker, orang Barat yang Atheis (tidak mempercayai adanya Tuhan) yang
dulunya beragama Kristen.
Heliocentric Vs Geocentric? The Sun Stands Still: "Then spake Joshua to the LORD in the day when the LORD delivered up the
Amorites before the children of Israel, and he said in the sight of Israel, Sun, stand thou still upon Gibeon; and thou, Moon, in the
valley of Ajalon. And the sun stood still, and the moon stayed, until the people had avenged themselves upon their enemies. Is not
this written in the book of Jasher? So the sun stood still in the midst of heaven, and hasted not to go down about a whole day."
(Joshua 10:12-13) Comment: These verses imply that the sun moves around the earth. If the Bible actually represents the words
or inspired words of God, then why didn't the Great Creator inspire them to tell the truth about the universe and our solar system?
Also, the Bible asks us to believe that a supposedly loving God made the sun stand still for the sole purpose of helping the Israelites
slaughter the Amorites. How can one not see that these verses would insult the intelligence of any person who believes God
possess wisdom, knowledge and love?
Maka, beberapa hal dalam Injil ini, sangat bertentangan dengan ilmu-pengetahuan, dan dengan Akal.
Dapat dipastikan bahwa pada saat Al Quran diturunkan, manusia tidak memiliki teleskop masa kini ataupun teknologi canggih untuk
mengamati ruang angkasa berjarak jutaan kilometer, tidak pula pengetahuan fisika ataupun astronomi modern. Karenanya, saat itu
tidaklah mungkin untuk mengatakan secara ilmiah bahwa ruang angkasa "dipenuhi lintasan dan garis edar" sebagaimana
dinyatakan dalam ayat tersebut.
Apalagi Rosululloh Muhammad bin Abdullah sholollohualaihi wasallam, adalah sesorang yang buta huruf (ummy) dan tak mungkin
telah mempelajari ilmu Astronomi.
Akan tetapi, hal ini dinyatakan secara terbuka kepada kita dalam Al Quran yang diturunkan pada saat itu, dab benar, karena Al
Quran adalah firman Tuhan, Alloh.
Adanya lautan yang tidak bercampur satu sama lain
Salah satu di antara sekian sifat lautan yang baru-baru ini ditemukan adalah berkaitan dengan ayat Al Quran sebagai berikut:
Al Quran Surat Ar Rahman ayat 19-20 dan 22 (55:19-20, 22):
Beliau membiarkan dua lautan mengalir yang keduanya kemudian bertemu, antara keduanya ada batas yang tak dapat
dilampaui oleh masing-masing ... Dari keduanya keluar mutiara dan marjan.
Sifat lautan yang saling bertemu, akan tetapi tidak bercampur satu sama lain ini telah ditemukan oleh para ahli kelautan baru-baru
ini. Dikarenakan gaya fisika yang dinamakan "tegangan permukaan", air dari laut-laut yang saling bersebelahan tidak menyatu.
Akibat adanya perbedaan masa jenis, tegangan permukaan mencegah lautan dari bercampur satu sama lain, seolah terdapat
dinding tipis yang memisahkan mereka. (Davis, Richard A., Jr. 1972, Principles of Oceanography, Don Mills, Ontario, AddisonWesley Publishing, s. 92-93). Dari keduanya, dapat digali berbagai kekayaan alam khususnya mutiara dan marjan.
Sisi menarik dari hal ini adalah bahwa pada masa ketika manusia tidak memiliki pengetahuan apapun mengenai fisika, tegangan
permukaan, ataupun ilmu kelautan, hal ini dinyatakan dalam Al Quran. Suatu fenomena lain yang sering kita
dapatkan adalah bahwa air lautan yang asin, dengan air sungai-sungai besar yang tawar tidak bercampur seketika.
Orang dapat mengira bahwa Al Quran membicarakan sungai Euphrat dan Tigris yang setelah bertemu dalam muara, kedua
sungai itu membentuk semacam lautan yang panjangnya lebih dari 150 km, dan dinamakan Syath al Arab.
Di dalam teluk, pengaruh pasang-urutnya air menimbulkan suatu fenomena yang bermanfaat, yaitu masuknya air tawar ke dalam
tanah sehingga menjamin irigasi yang memuaskan. Untuk memahami teks ayat ini, kita harus ingat bahwa lautan adalah
terjemahan kata bahasa Arab "Bahr" yang berarti sekelompok air yang besar, sehingga kata itu dapat dipakai untuk
menunjukkan lautan atau sungai yang besar seperti Sungai Nil, Tigris dan Euphrat.
Dan ayat yang memuat fenomena tersebut adalah sebagai berikut:
Al Quran Surat Al Furqan ayat 53 (25:53):

Dan Dialah yang membiarkan dua laut mengalir (berdampingan); yang ini tawar lagi segar dan yang lain asin lagi pahit,
Beliau jadikan antara keduanya dinding dan batas yang menghalangi.
Juga Al Quran Surat Faathir ayat 12 (35:12).

Selain menunjukkan fakta yang pokok, ayat-ayat tersebut menyebutkan kekayaan-kekayaan yang dikeluarkan dari air tawar
dan air asin yaitu ikan-ikan dan hiasan badan: batu-batu perhiasan dan mutiara.
Mengenai fenomena tidak campurnya air sungai dengan air laut di muara-muara hal tersebut tidak khusus untuk Tigris dan
Euphrat yang memang tidak disebutkan namanya dalam ayat walaupun ahli-ahli tafsir mengira bahwa dua sungai besar
itulah yang dimaksudkan.
Sungai-sungai besar yang menuang ke laut seperti Missisippi dan Yang Tse menunjukkan keistimewaan yang sama;
campurnya kedua macam air itu tidak terlaksana seketika tetapi memerlukan waktu.
Rahasia proses reproduksi manusia
Al Quran Surat Al Hajj ayat 5 (22:5):
Hai manusia, jika kamu dalam keraguan tentang kebangkitan (dari kubur), Maka (ketahuilah) Sesungguhnya Kami telah
menjadikan kamu dari tanah, kemudian dari setetes mani, kemudian dari segumpal darah atau sesuatu yang melekat,
kemudian dari segumpal daging yang sempurna kejadiannya dan yang tidak sempurna, agar Kami jelaskan kepada kamu
dan Kami tetapkan dalam rahim, apa yang Kami kehendaki sampai waktu yang sudah ditentukan, kemudian Kami
keluarkan kamu sebagai bayi, kemudian (dengan berangsur- angsur) kamu sampailah kepada kedewasaan, dan di antara
kamu ada yang diwafatkan dan (adapula) di antara kamu yang dipanjangkan umurnya sampai pikun, supaya dia tidak
mengetahui lagi sesuatupun yang dahulunya telah diketahuinya. Dan kamu lihat bumi ini kering, kemudian apabila telah
Kami turunkan air di atasnya, hiduplah bumi itu dan suburlah dan menumbuhkan berbagai macam tumbuh-tumbuhan yang
indah.
Lalu, setidaknya, kata Al Alaq seperti di ayat ini disebutkan dalam 4 ayat lain yang membicarakan transformasi urut-urutan
reproduksi manusia sejak tahap setetes sperma:
Juga Al Quran Surat Al Muminuun ayat 14 (23:14), Surat Al Mumiin ayat 67 (40:67), Surat Al Qiyaamah ayat 37-38 (75:3738), Surat Al Alaq ayat 1 (96:1).
Maka, khusus perihal kata Al Alaq ini, secara tradisional, penerjemahan Al Quran kuno atau tradisional, seringkali kata ini
ditafsirkan atau diartikan saja sebagai segumpal darah atau darah beku (tidak mengalir) oleh berbagai penerjemah dan mufassir
atau penafsir. Dan ini jamak dijumpai di berbagai terjemahan bahkan tafsir Al Quran di seluruh dunia.
Jika kata itu mutlak diartikan "segumpal darah, hal ini dapat tidak masuk akal, karena tidak pula sesuai dengan ilmu pengetahuan
tentang proses reproduksi manusia, karena sesunguhnya ilmu pengetahuan reproduksi manusia mengkonfirmasikan bahwa tidak
pernahlah manusia tercipta melalui tahapan gumpalan darah, dalam rangkaian tahap reproduksinya.
Dengan demikian, derajat keotentikan Al Quran dalam hal ini pun (jika tetap memakai terjemahan kata segumpal darah) dapat
saja menjadi dianggap gugur (setidaknya bagi sebagian kalangan), dan segolongan manusia serta makhluk lain yang membaca Al
Quran dapat menjadi kafir bahkan murtad karenanya, karena dapat menganggap paparan penciptaan manusia yang demikian tidak
sesuai dengan ilmu-pengetahuan. Ini dapat menjadi berbahaya, dan tentu saja dapat menjadi tidak sepatutnya, karena Al Quran
adalah dari Tuhan Pencipta Semesta Alam.
Namun, Tuhan Semesta Alamlah yang memang menjaga keotentikannya, dan Al Quran tentu saja tetap benar sebagai petunjuk
sepanjang jaman. Penjelasannya, jika kita menilik kepada ilmu reproduksi ini sendiri, ternyata menetapnya telur dalam rahim terjadi
karena tumbuhnya jonjot (villosities) atau perpanjangan telur yang akan mengisap dari dinding rahim, zat yang diperlukan untuk
membesarnya telur, seperti layaknya akar tumbuhan yang masuk ke tanah, melekat kepada dinding rahim. Pertumbuhan semacam
ini mengokohkan telur dalam rahim.
Inilah yang layak disebut, diterjemahkan korelatif sebagai sesuatu yang melekat (atau Al Alaq), secara spekulatif ilmiah.

Makna yang lebih tepat dari kata Al Alaq karenanya adalah, sesuatu yang melekat, bukan segumpal darah (beku), yang, saat
manusia belum dapat mengetahui jalannya proses reproduksi (manusia) ini, pemakaian kata sesuatu yang melekat daripada kata
segumpal darah (beku), terlihat lebih tidak masuk akal bagi para mufassir tradisional; padahal sesungguhnya justru sebaliknya.
Dan sekali lagi, pengetahuan manusia tentang ini baru didapatkan manusia pada jaman yang kemudian disebut sebagai jaman
Modern, berabad-abad sesudah Al Quran diturunkan, tak lama sebelum jaman kita ini.
Tidaklah mengherankan kiranya, betapa berabad-abad lalu, banyak para penerjemah dan mufassir (penafsir) tradisional yang
sewajarnya tidak (banyak) mengetahui kaidah ilmu kedokteran, secara mudahnya menerjemahkan kata Al Alaq ini sebagai
segumpal darah saja, dalam ayat-ayat itu.
Penerjemahan seperti itu, terlihat cukup masuk akal di saat itu, mereka sungguh telah berusaha sebaik-baiknya dengan segala
pengetahuan yang mereka miliki, tentulah kesalahan manusiawi ini dapat dimaafkan, tinggal bagaimana baiknya ke depan.
Dan bagaimanapun juga tafsirnya, Al Quran tetaplah tuntunan kehidupan terbaik dari Sang Pencipta Alam.
Dan di antara faktor rumitnya memahami maksud sesungguhnya dari Al Quran, adalah bahwa setidaknya saja para penerjemah
atau mufassir (penafsir), memiliki pengetahuan di bawah ini dalam menafsirkannya:
1.
Ilmu Lugath (filologi), yaitu ilmu untuk mengetahui arti setiap kata
2.
Ilmu Nahwu (tata bahasa), yaitu ilmu tata bahasa, misalnya ilmu untuk mengetahui alternatif irab (bacaan akhir kata) dari
setiap kata atau kalimat, karena irab yang berbeda akan mempengaruhi artinya
3.
Ilmu Sharf (perubahan bentuk kata). Sangat pentinglah mengetahui ini, karena perubahan sedikit bentuk kata, dalam Tata
Bahasa Arab, akan mengubah arti kata tersebut, tentu saja.
4.
Ketiga ilmu di bawah ini digolongkan cabang ilmu Balaghah yang sangat penting diketahui para ahli tafsir:
i.
Ilmu Maani (hakikat makna dari suatu kata). Dengan mengetahui hakikat maknanya, maksud dari suatu
ayat dapat diketahui.
ii.
Ilmu Bayaan. Ilmu yang mempelajari kelugasan dalam untaian kata atau kalimat.
iii.
Ilmu Badi. Ilmu yang mempelajari keindahan bahasa.
5.
Ilmu Qiraat. Sebagaimana umum diketahui kaum terpelajar muslim, Al Quran diturunkan oleh Alloh dalam tujuh huruf (Sabati
Ahruf), tujuh cara membaca. Maka para Ulama pun telah menguraikan, bahwa hal ini adalah keanekaragaman cara membaca Al
Quran, dengan tetap mengikuti Tata Bahasa Arab, yang semuanya bersumber dari Nabi Muhammad sholollohualaihi wasallam, dan
sungguh dibenarkan. Bahkan setiap cara membaca ini, satu dan lainnya sungguh saling melengkapi, sebagai satu rangkaian. Dan
ini merupakan mukjizat tersendiri dari Al Quran.
6.
Ilmu Aqaid. Ilmu yang mempelajari dasar-dasar keimanan.
7.
Ilmu Ushul Fiqih. Dengan ilmu ini insya Alloh dapat diambil dalil serta penggalian hukum agama dari suatu ayat.
8.
Ilmu Asbabun-Nuzul. Ilmu untuk menguraikan tentang sebab turunnya suatu ayat. Tentu saja engetahuan tentang situasi dan
kondis yang bersamaan dengan atau menyebabkan asbabun-nuzul (sebab turunnya) suatu ayat akan sangat membantu dalam
memahami kandungan dan maksud sebenarnya dari ayat tersebut.
9.
Ilmu Nasikh-Mansukh. Dengan ilmu ini dapat dipelajari suatu hukum yang sudah dihapus dan hukum yang masih berlaku.
10. Ilmu Fiqih. Dengan mengetahui hukum-hukum yang rinci tentu insya Alloh akan mudah diketahui hukum globalnya.
11. Ilmu Hadits. Ilmu untuk mengetahui Hadits-hadits yang menafsirkan ayat-ayat Al Quran.

Termasuk tentu saja, syarat fakta dan urutan Sejarah yang sangat ketat akan semua ini.
Syarat verifikasi seketat berbagai hal yang disebutkan di atas ini, tidak dijumpai dalam penerjemahan di kalangan non-muslim.
Sedikit mengenai buku Bible, Quran, dan Sains Modern (ditulis oleh DR Maurice Bucaille dan adalah sebuah best-seller, serta
sudah diterjemahkan ke bahasa Indonesia), di dalam buku ini juga dimuat kritik terhadap cara dan hasil penerjemahan Al Quran
sendiri yang dapat menjadikannya bermakna sempit dan kehilangan banyak keagungan, kebenaran dan keindahannya (dan juga
sebagai akibat dari penyebaran kaidah-kaidah Islam yang tidak dilakukan dengan baik).
Hal ini menurutnya dapat terjadi karena kurangnya pemahaman etimologi bahasa dan ilmu pengetahuan ilmu serta teknologi dari
para penerjemahnya; dan kemudian menyebabkan reaksi berantai penyampaian isinya yang juga terdistorsi, menjadi terganggu.
Contoh lebih jelasnya adalah, seseorang insya Alloh subhanahu wa taaala akan dapat dengan tepat mengungkapkan kandungan
kebenaran ilmu kedokteran dan manusia di dalam Al Quran bila ia mengetahui dengan baik makna dan aturan etimologi bahasa
Arab tersebut, sekaligus kaidah-kaidah ilmu kedokteran.

Hal yang sama juga berlaku terhadap pengajian (interpretasi) ayat-ayat Al Quran yang berkenaan dengan berbagai macam ilmupengetahuan atau sains lain, seperti astronomi, fisika, biologi, kimia, ekonomi, hukum, dan sebagainya.
Maka, dasar-dasar pengetahuan itu tentu sebaiknya juga harus dimiliki bila hendak mengetahui dan menerangkan kaidah ilmu-ilmu
yang terkandung dalam Al Furqan.
Hal-hal ini semua tak mungkin kiranya dimiliki banyak penerjemah Al Quran secara perseorangan, yang setiap orang dituntut harus
menguasai sedemikian banyak ilmu pengetahuan yang terkandung dalam Al Quran agar dapat benar-benar menerjemahkannya
sesuai maksud aslinya, selain pengetahuan bahasa Arab sendiri yang sudah cukup rumit tata bahasanya.
Akhirnya, antara lain dengan menyadari hal-hal ini berdasarkan hidayah (pencerahan atau wahyu dari) Alloh subhanahu wa taaala,
DR. Maurice Bucaille pengarang buku tersebut, kemudian menjadi muslim atau mualaf dengan suka rela, dan lalu aktif menjadi dai
(pendakwah) internasional. Bahkan pada beberapa tahun silam, seri rekaman acara dakwah yang menghadirkan dirinya hampir tiap
malam ditayangkan di Indonesia melalui stasiun TV Indonesia, TPI, di larut-larut malam.
Maka di sini pulalah perlunya untuk berjamaah, berorganisasi, dan dengan sendirinya melakukan manajemen yang baik dalam
melakukan kebaikan (dan dalam hal ini adalah dalam melakukan penerjemahan dan penafsiran ini agar dapat benar-benar
mengetahui dan mendapatkan nikmat Alloh subhanahu wa taaala di tahap-tahap berikutnya).
Berjamaah dalam kebaikan itu, tentu saja adalah baik. Sahabat, ipar, dan menantu Rasululullah sholollohualaihi wasallam, sang
Kholifah Keempat, Kholifah Ali bin Abi Tholib rodhiyallahu anhu, berkata dalam Atsar (jejak kebijaksanaan) beliau, Kejahatan
yang diorganisasikan dengan baik, akan dapat mengalahkan kebaikan yang tidak diorganisasikan dengan baik.
Pantas pulalah kiranya bila para penerjemah-penafsir yang mengerti ilmu Kedokteran harus menafsirkan ayat-ayat yang
berhubungan dengan ilmu Kedokteran dengan mengkorelasikannya dengan segala kaidah ilmu kedokteran sesuai keahliannya,
para penerjemah-penafsir yang mengerti ilmu Fisika harus menafsirkan ayat-ayat yang berhubungan dengan ilmu kedokteran
dengan mengkorelasikannya dengan segala kaidah ilmu Fisika sesuai keahliannya; demikianlah seterusnya berkenaan dengan
berbagai ilmu-pengetahuan sains dan teknologi lain yang ada di dalam kandungan Al Quran, sehingga dapatlah didapatkan suatu
gambaran yang menyeluruh, tentang apapun yang dimaksudkan oleh Kitab Suci ini.
Dan bahkan di masa lalu, tak jarang para ahli ilmu-pengetahuan justru mendapatkan inspirasi untuk suatu titik kemajuan ilmupengetahuan baru, bahkan titik berhenti etisnya, setelah menelaah Al Quran dan berbagai hal berkaitan.
Penafsiran itu sendiri, seiring dengan perkembangan jaman dan kemajuan ilmu-pengetahuan manusia, tentu saja juga harus
diperbarui setiap kali atau secara berkala, dicocokkan, dikorelasikan dengan segala perkembangan ilmu-pengetahuan; setidaknya
karena ayat-ayat Alloh tidaklah hanya yang Qauliyah (tertulis, tersurat) namun juga yangKauniyah (tidak tertulis, tersirat, terhampar
luas di alam semesta dalam berbagai ilmu pengetahuan).
Keduanya, tentu saja, seharusnya, sewajarnya, adalah saling menguatkan, karena berasal dari Tuhan yang sama, Tuhan Semesta
Alam, dalam sistem Manajemen Fitrahi Beliau. Jika tidak, maka keduanya, tentu saja, seharusnya, sewajarnya, salah satu darinya
adalah palsu.
Kemudian Bahasa Arab yang mempunyai kekayaan makna yang banyak untuk satu kata, sehubungan dengan ini semua, selain
dapat menjadi sebab kesalahan pengartian, justru juga dapat menjadi kunci kekayaan pesan ilmu pengetahuan dan berbagai
kemungkinan penafsirannya, yang satu sama lain dapat mempunyai keistimewaan sendiri, fleksibel bahkan seiring dengan
perkembangan kemampuan berpikir atau ilmu-pengetahuan manusia dan jin, serta saling mendukung; dalam sistem besar Alloh
subhanahu wa taaala dalam Manajemen Fitrahinya ini.
Sementara sebagaimana telah pula diperintahkan dalam Al Quran tentang pernyataan Alloh subhanahu wa taaala bahwa manusia
tak mungkin dapat menembus dan menggunakan rahasia langit dan bumi kecuali dengan ilmu pengetahuan (sulthan, dalam Al
Quran Surat Ar Rahmaan ayat 33 atau Al Quran Surat 55:33), penyelarasan hubungan antara agama dan ilmu-pengetahuan
kemudian membentuk suatu hubungan yang istimewa dan saling menguatkan serta bersintesa sehingga penafsiran kata-kata Al
Quran pun menjadi sedemikian lebih kaya arti. Wallahu alam bis shawaab.
Contohnya, langit yang tujuh (7) bahkan bumi yang tujuh (7) dalam berbagai ayat Al Quran yang diulang berkali-kali (setidaknya
tentang tujuh langit ini, diulangi sebanyak tujuh kali pula di tujuh ayat Al Quran ), juga dapatlah dibaca-dipahami sebagai langit yang
banyak dan bumi yang banyak dengan juga mengingat bahwa kata tujuh dalam khazanah Bahasa Arab, adalah juga berarti
banyak (kaum Arab tradisional di masa Al Quran diturunkan menganggap jumlah tujuh dan di atas tujuh, sebagai jumlah yang

banyak, tak terhitung lagi). Apakah tidak mungkin jika saat ini dengan segala pengetahuan astronomi terkini, kalimat-kalimat itu juga
dipahami sebagai sebagai galaksi-nebula yang banyak dan planet yang banyak?
Menurut saya, ini pulalah kiranya salah satu hikmah maksud penyampaian Islam dan Al Quran dalam bahasa Arab, selain memang
disampaikan melalui umat Bani Arab (yang tentu saja pada dasarnya berbahasa Arab) yang juga merupakan keturunan Nabi
Ibrahim alaihis salaam selain Bani Israil yang melalui mereka telah diutuskan banyak Nabi dan Rosul, dengan alasan-alasan yang
hanya Alloh subhanahu wa taaala yang lebih mengetahuinya.
Dan sungguh berbahagialah kiranya Nabi Ibrahim alaihis salaam dan istri-istrinya yang telah menurunkan dua rumpun ras besar,
bani Israil dan bani Arabia melalui dua anaknya, Nabi Ismail alaihis salaam dan Nabi Ishak alaihis salaam; dengan sekian
banyak Nabi yang diturunkan dalam garis keturunan mereka. Semoga keterhubungan ini dapatlah dijadikan dasar perdamaian
dunia, terutama bila kita semua bersedia lebih dalam mempelajarinya, termasuk tentunya juga mempelajari sejarah yang benar.
Manusia dengan tingkat pengetahuan sederhana pada jaman Rosululloh sholollohualaihi wasallam, dapat dengan mudah
menerima kalimat-kalimat sederhana (misalnyaperbandingan sederhana antara Matahari dan Bulan di Al Quran Surat Nuh 15-16
itu), dengan kalimat-kalimat sederhana ini.
Namun kalimat-kalimat sederhana inipun dapat berarti dalam, serta dapat diterima oleh bahkan para ahli ilmu-pengetahuan di luar
komunitas Rosululloh sholollohualaihi wasallam, dan yang hidup berabad-abad kemudian, termasuk mereka yang sangat senang
mengunakan logika dan ilmu-pengetahuan sains modern atau posmodern untuk memahami segala sesuatu. Ini memuaskan semua
kalangan pencari kebenaran. Dan ini adalah salah satu hikmah dari Al Quran .
Inilah yang sangat menarik dan perlu dicatat di sini, yaitu tentang adanya suatu keagungan perbandingan, dan tidak adanya dal am
Al Quran perbedaan makna perbandingan berkaitan dengan adanya perubahan jaman yang mungkin menunjukkan keagungannya
pada waktu Al Quran turun, namun yang pada saat ini menjadi hanyalah dapat dipandang sebagai sisa mitos atau khayalan tidak
ilmiah belaka, sebagaimana dapat dan telah terjadi pada kitab(-kitab) yang telah salah-kaprah dianggap kitab suci lain.
Pendeknya, makna dari teks-teks Al Quran ini, ternyata konsisten dalam berbagai jaman, merupakan pesan sepanjang jaman,
bahkan bila ditelaah dari berbagai sisi dan disiplin ilmu serta peradaban, setidaknya saja.
Dan masih banyak ayat lain yang memuat isyarat ilmu pengetahuan di berbagai bidang. Maka, wajarlah pula kiranya jika seorang
manusia berpengetahuan yang jujur dan sehat akalnya, berkesimpulan bahwa amat tak mungkinlah kiranya bahwa seorang
pedagang (businessman) Arab bernama Muhammad bin Abdullah bin Abdul Muthalib sholollohualaihi wasallam yang ternyata tak
dapat membaca dan menulis (ummiy atau buta huruf) serta hidup di tengah gurun pasir Arab terpencil di abad VI Masehi, dapat
dengan tepat mengungkapkan bahkan menyebutkan dengan jelas berbagai kaidah ilmu pengetahuan yang tersirat maupun tersurat
di berbagai surat Al Quran.
Kebenaran hal-hal itu sendiri bahkan baru dapat dibuktikan berabad-abad setelah ia wafat, oleh berbagai cabang ilmu pengetahuan
modern.
Jelas, Rosululloh Muhammad bin Abdullah sholollohualaihi wasallam tak mungkin mengarang itu semua sendirian atau bahkan bila
telah menuliskan itu semua dengan dibantu makhluk lain (misalnya para sahabatnya yang mengelilinginya bahkan juga bila ternyata
dibantu oleh banyak orang lain dan makhluk lain pada masa itu).
Apalagi setidaknya kemudian di dalam kitab itu juga ditemukan adanya dukungan, pembenaran, dan perbaikan terhadap
perkembangan ajaran-ajaran para Nabi dan Rosul terdahulu. Itupun, masih ditambah pula dengan adanya kenyataan bahwa Al
Furqan (nama lain Al Quran yang berarti pembeda) ini juga disusun berdasarkan kaidah sastra Arab yang tinggi dan indah; satu
hal yang lebih mengherankan lagi, mengingat Muhammad sholollohualaihi wasallam sendiri sekali lagi, dikenal sebagai orang buta
huruf (ummy).

Pantaslah pulalah kiranya kita berkesimpulan bahwa Muhammad sholollohualaihi wasallam adalah benar-benar seorang utusan
dari Tuhan Yang Benar, yaitu Alloh subhanahu wa taaala, Tuhan para Nabi yang membawa risalah agama yang sama, dan bahwa
Rosululloh sholollohualaihi wasallam benar-benar membawa pesan yang benar-benar berasal dari Alloh subhanahu wa taaala,
Beliau, Tuhan Yang maha Tinggi, berupa rangkaian pesan yang dikumpulkan dalam Kitab Suci Al Quran.

Ini adalah baru beberapa hal saja yang baru dapat diungkap dari keajaiban Al Quran.
Maka, karenanya, tentulah sangat penting mentaati Alloh subhanahu wa taaala dan Rasulnya, melaksanakan perintahNya dan
menjauhi laranganNya, termasuk karena yang diturunkan Alloh subhanahu wa taaala kepada manusia dan jin, seluruh makhluk,
seluruh alam semesta, adalah rangkaian dari pesan yang satu sejak para nabi dan rasul sebelum Rosul Terakhir Rosululloh
Muhammad sholollohualaihi wasallam.

Anda mungkin juga menyukai