Anda di halaman 1dari 35

SURAH AN-NAS

Bacaan Surat An Nas dalam Bahasa Indonesia


1.qul a'uudzu birabbi nnaas
2.maliki nnaas
3.ilaahi nnaas
4.min syarri lwaswaasi lkhannaas
5.alladzii yuwaswisu fii shuduuri nnaas
6.mina ljinnati wannaas
Terjemahan Surat An Nas
1. Katakanlah: "Aku berlidung kepada Tuhan (yang memelihara dan menguasai)
manusia.
2. raja manusia.
3. sembahan manusia.
4. dari kejahatan (bisikan) syaitan yang biasa bersembunyi,
5. yang membisikkan (kejahatan) ke dalam dada manusia,
6. dari (golongan) jin dan manusia.
Surah ini terdiri dari enam ayat. Menurut ibnu Abbas, surah ini merupakan surah
Madaniyah. Bersama- sama dengan surah Al Falaq surah ini juga disebut almuawwidzatayn.
Tafsir Ayat
Allah berfirman : qul audzu bi Rabb an-nas ( katakanlah, Aku berlindung kepada Tuhan
[ yang memelihara dan menguasai ] manusia).
Perintah qul ditujukan kepada Rosulullah SAW: tercakup pula di dalamnya adalah
umatnya.mereka diperintahkan untuk memohon perlindungan kepada- Nya. Kata audzu
bermakan atahashsanu wa astajiru ( saya berlindung dan meminta penjagaan ). kepada
Robb an-nas.
Kata Rabb jika tanpa di idhofahkan dengan kata lain, hanya menunjuk kepada Allah SWT,
jika di idzhofahkan dengan kata lain bisa menunjukan kepadaAllah SWT, seperti Rabb al

amin: Rabbukum wa Rabb abaikum al-awwalin.


Kemudian Allah SWT berfirman : Malik An- nas ( Raja manusia).
Secara bahasa , kata al-malik adalah dzu al-sulthan al-amir wa al-nahi al muthi al mani
bila mumani wala munazi ( yang memiliki kekuasaan, yang memerintahkan dan
melarang , yang memeberi dan mencegah, tanpa bisa ditolak dan ditentang).
Yang dimaksud dengannya tidak lain adalah Allah SWT. Malik an-nasmengisyaratkan
bahwa Dia memiliki wewenang penuh, dominasi kekuatan dan kekuasaan yang
sempurna.
Dalam ayat berikutnya Allah SWT berfirman : illah an-nas ( sembahan manusia). Kata alilah merupakan mashdar yang bermakna maful. Kata tersebut berasal dari kata alahayalahu, yang semakna dengan kata abada-yabudu. Oleh karena itu, kata ilah
bermakna maluh atau mabud ( yang disembah, diibadahi).
Setelah meminta pertolongan Allah SWT, kemudian disebutkan perkara yang dimintakan
perlindungan: min syarr al-waswas al-khannass ( dari kejahatan ( bisikan) setan yang
biasa bersembunyi). Menurut Al- baqai, kata al-waswasah berarti al-kalam al-khafiy
( perkataan tersembunyi ), yakni disampaikan maknanya kedalam hatu, secara
tersembunyi dan berulang-ulang.
Adapun al-khannas merupakan bentuk balaghoh. Artinya, yang banyak bersembunyi.
Menurut az-zamakhsyari dan al-qurthubi, yang dimaksud dengannya adalahSETAN.
Kemudian Allah SWT berfirman: al-ladzi yuwaswisu fi sudur an-nas ( yang membisikan
kejahatan ke dalam dada menusia). menurut al-baghawi, maksud dari frasa ini adalah
perkataan pelan yang dipahami oleh hati tanpa didengarnya.
dalam hal ini perkara yang dibisikan jelaslah perkara yang menyesatkan, dan membawa
manusia kepada berpaling dari Allah SWT. Karena setan berkeinginan untuk
menyesatkan manusia kepada kesesatan yang sejauh-jauhnya, seperti yang tertuang
pada( QS an-nisa [4]: 60)
Surah ini lalu ditutup dengan firman-Nay: min al-jinn wa an-nas( dari golongan ) jin dan
manusia). Menurut az-zamakhyarai, ayat ini merupakan bayan ( penjelas) mengenai
pihak yang membisikan kejahatan dalam dada manusia. Qatadah berkata:
Sesungguhnya dari manusia adasetan dan dari jin juga ada syetan.Karena itu kita
berlindung dari mereka. penjelasan ini sejalan dengan firman Allah SWT dalam QS alAnam[6]: 112).

SURAT AL-FALAQ

Penjelasan ayat
Terdapat banyak perbedaan pendapat mengenai arti al-Falaq. Namun Imam Bukhari
dalam shahihnya mengartikan Al-Falaq dengan subuh. Dalam surat ini dijelaskan
beberapa kejahatan yang mengintai manusia. yang oleh karenanya kita diperintahkan
untuk meminta perlindungan kepada Allah Swt., sang penguasa alam.
Pada ayat 2 yang berarti dari kejahatan makhluk-Nya mengandung pengertian bahwa
makhluk Allah baik dari manusia, binatang atau makhluk lainnya dengan segala yang
dilakukannya terkadang menimbulkan bahaya bagi manusia. selain itu ada hal lain yang
perlu diwaspadai manusia yaitu malam dengan segala misteri di dalamnya.
Dalam ayat 4 dijelaskan adanya kejahatan sihir yang menggunakan kekuatan setan
untuk Mengganggu manusia. Imam Ahmad dengan sanadnya menyatakan bahwa Zaid
bin Arqam berkata Rasululllah Saw. pernah disihir oleh salah seorang pemuda Yahudi.
Dan selama beberapa hari beliau mengadukan hal itu. Lalu beliau mengatakan lalu
datanglah Jibril dan mengatakan salah seorang Yahudi telah menyihirmu dan telah
membuatkan ikatan untukmu di sumur ini dan ini. Perintahkanlah kepada seseorang
untuk pergi ke sana, lalu iapun mengeluarkannya. Kemudian dibawa kepada Nabi dan
beliau pun melepaskan ikatannya. Kemudian beliau berdiri, seolah-olah beliau telah
bebas dari belenggu. Namun hal tersebut tidak diberitahukan kepada orang Yahudi dan
beliau tidak pernah melihat wajahnya lagi hingga mati. Dan masih banyak lagi riwayat
yang menerangkan adanya sihir yang menimpa Nabi Muhammad Saw.
Kejahatan sebagaimana dijelaskan di surat ini, semakin nyata keberadaannya. Ini tidak
hanya mengintai orang-orang dewasa, namun kita sebagai pelajar, kejahatan-kejahatan
itu juga dekat dengan keseharian kita. Bayangkan, alangkah tenang kehidupan kita jika
kita senantiasa menyandarkan seluruh aktivitas kita baik kegiatan belajar kita,

membantu orang tua, bermain dengan teman, berolah raga hanya kepada Allah Swt..
Dan insyaAllah perlindungan Allah akan senantiasa kita rasakan dan dekat dengan kita.

Tafsir QS. Al-Ikhlas

Penjelasan Ayat
Asbabun nuzul dari surat ini adalah sebagaimana diterangkan dalam riwayat Imam
Ahmad bahwa orang-orang musyrik telah mengatakan kepada Nabi saw. Hai
Muhammad, terangkanlah nasab Tuhanmu kepada kami lalu Allah menurunkan
wahyu katakanlah, dialah Allah Yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang bergantung
kepadanya segala sesuatu. Dia tidak beranak dan tidak diperanakkan, dan tidak ada
seorangpun yang setara dengan Dia.
Ayat 1, Katakanlah, Dialah Allah Yang Maha Esa artinya Dia Satu dan Tunggal, yang
tidak Mempunyai bandingan, wakil, saingan, yang menyerupai dan menyamai-Nya. Lafal
ini tidak boleh digunakan kecuali hanya kepada Allah sebab Dialah Yang Maha Sempurna
dalam
semua sifat dan perbuatannya.
Firman Allah dalam ayat 2 Allah Tuhan yang bergantung kepadanya segala sesuatu
Ibnu Abbas ra mengatakan Ash-Shamad ialah Yang semua makhluk menyandarkan diri
kepada-Nya dalam setiap kebutuhan dan permasalahan mereka.
Dia tidak beranak dan tidak diperanakkan dalam ayat 3 menjelaskan bahwa Allah
tidak memiliki keluarga yaitu yang beranggotakan anak, ayah, isteri. Dan dilanjutkan
dengan ayat terakhir bahwasannnya Allah tidak sama dengan semua makhluk. Yaitu
tidak ada seorangpun tandingan dari makhluk-Nya yang akan menyainginya atau yang
menyamai kedudukan-Nya. Allah Maha Tinggi dan Mahas suci dari semua itu.
Dalam surat ini jelas dikatakan bahwa pengesaan terhadap Allah mutlak harus kita
lakukan Sepenuh hati, dimana sifat Allah yang tidak mungkin dimiliki makhluk-Nya
adalah Esa, tunggal. Sehingga keyakinan akan hal ini semakin memperkuat keimanan
kita. Sehingga kita hanya mempersembahkan semua penghambaan kita hanya kepadaNya.

SURAH AL-LAHAB

Kandungan surat Al Lahab


Ayat pertama






Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan sesungguhnya dia akan binasa
Abu Lahab adalah putranya Abdul Muththalib namanya Abdul Uzza. Dinamakan Abu
Lahab karena ia kelak akan masuk ke dalam neraka yang memiliki lahab (api yang
bergejolak). Atas dasar inilah Allah subhanahu wataala menyebutnya dalam kitab-Nya Al
Quran dengan kun-yahnya (yaitu nama/julukan yang diawali dengan Abu atau Ibnu, atau
Ummu bagi perempuan), dan bukan dengan namanya. Juga karena ia lebih tenar dengan
kun-yahnya. Dan juga karena namanya disandarkan kepada nama salah satu berhala
pada zaman itu. Dia adalah salah satu paman Rasul yang paling besar permusuhannya
kepada Rasulullah shalallahu alaihi wasallam sejak dikumandangkannya dakwah
mengajak beribadah hanya kepada Allah saja. Ayat ini turun sebagai bantahan
kepadanya disaat menolak dan enggan untuk mengikuti seruan Rasulullah shalallahu
alaihi wasallam.
Mungkin para pembaca bertanya-tanya, mengapa Allah hanya menyebutkan kedua
tangannya saja yang akan binasa? Jawabannya adalah seperti yang telah dijelaskan
dalam kitab tafsir Adhwa`ul Bayan, bahwa penyebutan tangan dalam ayat ini, masuk
dalam kaidah penyebutan sebagian tetapi yang dimaksudkan adalah keseluruhannya.
Hal ini diketahui dari lafazh setelahnya yaitu Watabba artinya: ia (Abu Lahab) telah
binasa.

Dalam ayat ini, Allah subhanahu wataala memaksudkan penyebutan kebinasaan


seseorang dengan mencukupkan penyebutannya pada kedua tangannya. Ya, karena
memang kedua tanganlah yang mempunyai peran besar dalam mengganggu dan
menyakiti Rasulullah shalallahu alaihi wasallam.
Ayat kedua

Tidaklah berfaedah (berguna) kepadanya harta bendanya dan apa yang ia usahakan.
Ibnu Masud radhiallahu anhu menyebutkan: Tatkala Rasulullah mengajak kaumnya
untuk beribadah hanya kepada Allah saja dan meninggalkan sesembahan selain Allah,
berkatalah Abu Lahab: Jika apa yang dikatakan putra saudaraku (Rasulullah) adalah
benar aku akan menebus diriku dari azab yang pedih pada hari kiamat dengan harta dan
anak-anakku. Maka turunlah firman Allah Taala (artinya): Tidaklah berfaedah
kepadanya harta bendanya dan apa yang ia usahakan (Tafsir Ibnu Katsir)
Ketika vonis binasa telah disandangnya, maka tidak bermanfaat lagi apa yang telah
diusahakannya dari harta-benda, anak istri, kedudukan, jabatan dan lain sebagainya dari
perkara dunia ini. Allah subhanahu wataala menegaskan dalam firman-Nya (artinya):
Dan hartanya tidak bermanfaat baginya apabila ia telah binasa.
Ayat ketiga




Kelak dia akan masuk ke dalam api yang bergejolak.
Kelak ia akan diliputi oleh api neraka dari segala sisinya
Ayat keempat








Dan (begitu pula) istrinya, pembawa kayu bakar.
Istri Abu Lahab merupakan salah satu tokoh wanita Quraisy. Namanya adalah Auraa
bintu Harb bin Umayyah kunyahnya Ummu Jamil, saudara perempuannya Abu Sufyan
(bapaknya Muawiyyah). Sebagaimana suaminya, ia juga merupakan wanita yang paling
besar gangguan dan permusuhannya terhadap Rasulullah shalallahu alaihi wasallam. Ia
dan suaminya bahu-membahu dalam permusuhan dan dosa. Ia curahkan segenap daya
dan upayanya untuk mengganggu dan memusuhi beliau shalallahu alaihi wasallam.
Pernah ia membawa dahan yang penuh duri, lalu ia tebarkan di jalan yang sering dilalui
oleh Rasulullah pada waktu malam, sehingga melukai beliau dan para shahabatnya.
Ketika mendengar turunnya ayat: Telah celaka kedua tangan Abu Lahab. Ia pun
datang, sambil tangannya menggenggam batu, ia mencari-cari Rasulullahshalallahu

alaihi wasallam. Sementara beliau tengah duduk bersama Abu Bakr di dekat Kabah.
Kemudian Allah subhanahu wataala menutup penglihatannya sehingga ia tidak bisa
melihat kecuali Abu Bakr radhiyallahu anhu saja. Maka ia pun bertanya, Mana
temanmu itu (Muhammad shalallahu alaihi wasallam)? Telah sampai kepadaku bahwa
dia telah mengejekku dengan syair. Demi Allah, seandainya aku menjumpainya, sungguh
aku akan pukul mulutnya dengan batu ini. Ketahuilah, demi Allah aku sendiri juga pandai
bersyair. Kemudian iapun mengucapkan syair:
Orang tercela kami tentang
Urusan kami mengabaikannya
Dan agamanya kami tidak suka
Lalu ia pun pergi. Maka bertanya Abu Bakr, Wahai Rasulullah, tidakkah engkau mengira
bahwa dia melihatmu? Kemudian beliau pun menjawab, Dia tidak melihatku. Allah
telah menutupi pengelihatannya.
Maka terkumpullah di punggung wanita jahat ini dosa-dosa, seolah orang yang
mengumpulkan kayu bakar yang telah mempersiapkan seutas tali di lehernya. Atau ayat
ini bermakna pula di dalam neraka wanita ini membawa kayu bakar untuk menyiksa
suaminya sambil melilitkan dilehernya seutas tali dari sabut. Sedangkan Ibnu Abbas,
Mujahid, Qatadah dan As-Sady menafsirkan ayat ini dengan namimah. Maksudnya istri
Abu Lahab profesinya sebagai tukang fitnah. Al-Imam Muhammad bin Sirin rahimahullah
(salah seorang tokoh besar dan ulama` tabiin) berkata: Istrinya Abu Lahab memfitnah
Rasulullah dan para sahabatnya kepada musyrikin. (Fathul Bari dan Tafsir Ibnu Katsir)
Ayat kelima










Yang dilehernya ada tali dari sabut.
Al-Imam Al-Fara mengatakan: Al-Masad adalah rantai yang ada di neraka, dan disebut
juga tali dari sabut. (Fathul Bari)
Faidah
Para pembaca yang semoga dimuliakan Allah, dalam surat Al Masad ini, ada beberapa
pelajaran yang bisa kita petik darinya, diantaranya:
1.

Surat ini merupakan salah satu tanda dari tanda-tanda kekuasaan Allah. Dimana

Allah menurunkan surat ini dalam kondisi Abu Lahab dan istrinya masih hidup,
sementara keduanya telah divonis sebagai orang yang akan disiksa didalam api neraka,
yang konsekuensinya mereka berdua tidak akan menjadi orang yang beriman. Dan apa
yang dikabarkan Allah subhanahu wataala Dzat Yang Maha Mengetahui perkara yang
gaib pasti terjadi.

2.

Tidak berguna sedikitpun harta benda (untuk melindungi) seseorang dari azab

Allah ketika ia melakukan perbuatan yang mendatangkan murka Allah subhanahu


wataala.
3.

Haramnya menganggu orang beriman secara mutlak.

4.

Tidak bermanfaat sedikitpun hubungan kekerabatan seorang musyrik, dimana Abu

Lahab adalah pamannya Nabi tetapi ia di dalam neraka.

SURAH AN-NASR

PENJELASAN AYAT





1. (Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan).
Kata nashr, artinya al aun (pertolongan).[5]
Yang dimaksud dengan nashrullah dalam ayat ini, menurut Ibnu Rajab rahimahullah ialah
pertolongan-Nya bagi Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam saat berhadapan dengan
musuh-musuhnya, sehingga berhasil beliau menundukkan bangsa Arab semuanya dan
berkuasa atas mereka, termasuk atas suku Quraisy, Hawazin dan suku-suku lainnya. [6]
Secara eksplisit, surat ini memuat bisyarah (kabar gembira) bagi Rasulullah Shallallahu
alaihi wa sallam dan kaum Muslimin. Syaikh Abdur-Rahman as-Sadi rahimahullah
berkata,Dalam surat ini terdapat bisyarah dan perintah kepada Rasul-Nya n pada saat
kemunculannya. Kabar gembira ini berupa pertolongan Allah bagi Rasul-Nya dan
peristiwa penaklukan kota Mekkah dan masuknya orang-orang ke agama Allah
lSubhanahu wa Taala dengan berbondong-bondong.[7]
Dalam menjelaskan pengertian ayat di atas, Syaikh Abu Bakr al Jazairi mengungkapkan:
Jika telah datang pertolongan Allah bagimu wahai Muhammad, hingga engkau berhasil
mengalahkan para musuhmu di setiap peperangan yang engkau jalani, dan datang

anugerah penaklukkan, yaitu penaklukan kota Mekkah, Allah membukanya bagi dirimu,
sehingga menjadi wilayah Islam, yang sebelumnya merupakan daerah kekufuran. [8]
Adapun pengertian al fathu pada surat ini adalah fathu Makkah. Yakni penaklukan kota
suci Mekkah. Ibnu Katsir rahimahullah berkata,Yang dimaksud dengan al fathu yaitu
fathu Makkah. (Ini merupakan) sebuah pendapat yang sudah bulat. [9]
Imam Abu Jafar Muhammad bin Jarir ath Thabari rahimahullah, Imam Ibnul Jauzi
rahimahullah dan Imam al Qurthubi rahimahullah juga menegaskan pendapat senada.
[10]









2. (Dan kamu lihat manusia masuk agama Allah dengan berbondong-bondong).
Disebutkan dalam Shahihul-Bukhari, dari Amr bin Salimah, ia berkata:












(Dahulu) bangsa Arab menunggu-nunggu al Fathu (penaklukan kota Mekah) untuk
memeluk Islam. Mereka berkata: Biarkanlah dia (Rasulullah) dan kaumnya. Jika beliau
menang atas mereka, berarti ia memang seorang nabi yang jujur. Ketika telah terjadi
penaklukan kota Mekkah, setiap kaum bersegera memeluk Islam, dan ayahku
menyegerakan keIslaman kaumnya Shallallahu alaihi wa sallam.[11]
Menurut Imam al Qurthubi, peristiwa tersebut terjadi ketika kota Mekkah berhasil dikuasi.
Bangsa Arab berkata: Bila Muhammad berhasil mengalahkan para penduduk kota suci
(Mekkah), padahal dulu mereka dilindungi oleh Allah dari pasukan Gajah, maka tidak ada
kekuatan bagi kalian (untuk menahannya). Maka mereka pun memeluk Islam secara
berbondong-bondong. [12]
Tidak berbeda dengan keterangan itu, Ibnu Katsir rahimahullah juga memberi
penjelasan: Saat terjadi peristiwa penaklukan Mekkah, orang-orang memeluk agama
Allah secara berbondong-bondong. Belum lewat dua tahun, Jazirah Arab sudah tersirami
oleh keimanan dan tidak ada simbol di seluruh suku Arab, kecuali simbol Islam. WalillahilHamdu wal minnah.[13]
Ayat ini juga menandakan, bahwa kemenangan akan terus berlangsung bagi agama ini
dan akan semakin bertambah saat dilantunkannya tasbih, tahmid dan istighfar dari

Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam. Ini merupakan bentuk syukur. Faktanya yang
kemudian dapat kita jumpai pada masa khulafaur-rasyidin dan generasi setelah mereka.
Pertolongan Allah Subhanahu wa Taala itu akan berlangsung terus-menerus sampai
Islam masuk ke daerah yang belum pernah dirambah oleh agama lainnya. Dan ada kaum
yang masuk Islam, tanpa pernah ada yang masuk ke agama lainnya. Sampai akhirnya
dijumpai adanya pelanggaran pada umat ini terhadap perintah Allah, sehingga mereka
dilanda bencana, yaitu berupa perpecahan dan terkoyaknya keutuhan mereka.[14]












3. (Maka bertasbihlah dengan memuji Rabbmu dan mohonlah ampun kepada-Nya.
Sesungguhnya Dia adalah Maha Menerima taubat).
Imam al Qurthubi rahimahullah menurutkan penafsirannya: Jika engkau shalat, maka
perbanyaklah dengan cara memuji-Nya atas limpahan kemenangan dan penaklukan kota
Mekkah. Mintalah ampunan kepada Allah. Inilah keterangan yang beliau rajihkan.[15
.




































Dari Aisyah Radhiyallahu anha, ia berkata: Tidaklah Rasulullah n mengerjakan shalat
setelah turunnya surat ini, kecuali membaca Subhanaka Rabbana wa bihamdika
Allahummaghfirli (Maha Suci Rabb kami dan pujian kepada-Mu, ya Allah ampunilah
aku). [16]
Sejumlah sahabat mengartikan ayat ini dengan berkata: (Maksudnya) Allah
memerintahkan kami untuk memuji dan memohon ampunan kepada-Nya, manakala
pertolongan Allah telah tiba dan sudah menaklukkan (daerah-daerah) bagi kita.
Pernyataan ini muncul, saat Umar bin al Khaththab Radhiyallahu anhu mengarahkan
pertanyaan kepada mereka mengenai kandungan surat an-Nashr.[17]
Ibnu Katsir rahimahullah mengomentari penjelasan ini dengan berkata: Makna yang
ditafsirkan oleh sebagian sahabat yang duduk bersama Umar Radhiyallahu anhum ialah,
bahwa kita diperintahkan untuk memuji Allah dan bersyukur kepada-Nya ketika Dia telah
menaklukkan wilayah Madain dan benteng-bentengnya, yaitu dengan melaksanan shalat
karena-Nya dan memohon ampunan kepada-Nya merupakan pengertian yang memikat
lagi tepat. Terdapat bukti penguat, Nabi Shallallahu alaihi wa sallam mengerjakan shalat
delapan rakaat pada hari penaklukan kota Mekkah. Dalam Sunan Abu Daud termaktub
bahwa beliau mengucapkan salam pada setiap dua rakaat di hari penaklukan kota
Mekkah. Demikianlah yang dilakukan Saad bin Abil Waqqash Radhiyallahu anhu pada
hari penaklukan kota Mada-in.[18]





4. (Sesungguhnya Dia adalah Maha Menerima taubat).

Maksudnya, Allah Maha menerima taubat orang-orang yang bertasbih dan memohon
ampunan. Dia mengampuni, merahmati mereka dan menerima taubat mereka. Apabila
Nabi Shallallahu alaihi wa sallam saja yang sudah mashum (terpelihara dari dosa-dosa)
diperintahkan untuk beristighfar, maka bagaimanakah dengan orang lain?[19]
ISYARAT LAIN DARI MAKNA KEMENANGAN
Selain makna yang sudah dikemukakan di atas, juga terdapat pengertian lain yang
terkandung dalam surat yang mulia ini.
Menurut Syaikh Abdur-Rahman as-Sadi rahimahullah, ayat ini menjadi isyarat mengenai
(datangnya) ajal Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam yang sudah dekat dan hampir
tiba. Bahwa umur beliau adalah umur yang mulia, Allah bersumpah dengannya. Sudah
menjadi kebiasaan pada perkara-perkara yang mulia ditutup dengan istighfar, misalnya
shalat, haji dan ibadah lainnya. Allah Subhanahu wa Taala memerintahkan Rasul-Nya
untuk mengucapkan pujian dan istighfar dalam keadaan seperti ini, sebagai isyarat
tentang ajal beliau yang akan berakhir. (Maksudnya), hendaknya beliau bersiap-siap
untuk menjumpai Rabbnya dan menutup usianya dengan amalan terbaik yang ada pada
beliau alaihis shalatu wassalam.
Ibnul Jauzi rahimahullah sendiri memberikan pandangannya mengenai ayat ini. Beliau
rahimahullah berkata,Para ulama tafsir mengatakan, telah disampaikan dan
diberitahukan kabar wafat beliau, dan sungguh waktu ajal beliau sudah dekat. Maka
diperintahkan untuk bertasbih dan istighfar guna menutup usia dengan tambahan
amalan shalih. [20]
Begitu pula yang disampaikan oleh Syaikh Abu Bakr al Jazairi: Ayat ini membawa tanda
dekatnya ajal bagi Nabi Shallallahu alaihi wa sallam. [21]
Imam al Bukhari rahimahullah dan lainnya meriwayatkan dari Ibnu Abbas Radhiyallahu
anhuma, ia bercerita:
Dahulu Umar memasukkan diriku bersama orang-orang tua yang ikut serta dalam
perang Badar. Sepertinya sebagian mereka kurang menyukai kehadiranku. Ada yang
berkata: Kenapa (anak) ini masuk bersama kita. Padahal kita juga punya anak-anak
seperti dia?
Umar menjawab,Sungguh, kalian mengetahui (siapa dia), maka suatu hari Umar
Radhiyallahu anhu memanggilku dan memasukkanku bersama mereka. Tidaklah aku
berpikir alasan beliau mengundangku, selain ingin memperlihatkan kapasitasku kepada
mereka.
Beliau berkata (kepada orang-orang): Apakah pendapat kalian tentang firman
Allah:idza ja`a nashrullahi wal fath.
Mereka menjawab,Allah memerintahkan kami untuk memuji dan memohon ampunan
kepada-Nya manakala pertolongan Allah telah tiba dan sudah menaklukkan (daerah-

daerah) bagi kita. Sebagian orang terdiam (tidak menjawab). Kemudian Umar
Radhiyallahu anhu beralih kepadaku: Apakah demikian pendapatmu, wahai Ibnu Abbas
Radhiyallahu anhuma?
Aku (Ibnu Abbas Radhiyallahu anhuma ) menjawab,Tidak!
Umar bertanya,Apa pendapatmu?
Aku (Ibnu Abbas Radhiyallahu anhuma) menjawab,Itu adalah (kabar tentang) ajal
Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam. Allah Subhanahu wa Taala memberitahukannya
kepada beliau. Allah Subhanahu wa Taala berfirman idza ja`a nashrullahi wal fath.
Dalam keadaan seperti itu terdapat tanda ajalmu, maka bertasbihlah dan mintalah
ampunan kepada-Nya, sesungguhnya Dia Maha Menerima taubat.
Umar Radhiyallahu anhu berkomentar: Tidaklah yang kuketahui darinya (surat itu),
kecuali apa yang engkau sampaikan.[22]
Imam Muslim meriwayatkan dari Aisyah, ia berkata:





Sebelum wafat, Rasulullah memperbanyak ucapan Subhanaka wa bihamdika
astaghfiruka wa atubu ilaik. Aisyah bertanya,Wahai Rasulullah untuk apakah kata-kata
yang aku melihat engkau tidak biasa engkau ucapkan? Beliau menjawab,Telah
ditetapkan bagiku sebuah tanda pada umatku. Bila aku telah menyaksikannya, aku akan
mengucapkannya (kata-kata tadi) : idza ja`a nashrullahi wal fath dst. [23]
Dalam riwayat lain:






Rasulullah memperbanyak ucapan Subhanaka wa bihamdika astaghfiruka wa atubu ilaik.
Maka aku bertanya: Aku melihatmu memperbanyak ucapan Subhanaka wa bihamdika
astaghfiruka wa atubu ilaik, Beliau menjawab,Rabbku telah memberitahukan
kepadaku, bahwasanya aku akan menyaksikan tanda pada umatku. Jika aku melihatnya,
aku akan memperbanyak ucapan Subhanaka wa bihamdika astaghfiruka wa atubu ilaik.
Sungguh aku telah menyaksikannya idza ja`a nashrullahi wal fath. Al fathu, maksudnya
penaklukan kota Mekkahdst. [24]
Imam an-Nasa-i meriwayatkan dalam kitab Tafsirnya, bahwa Ibnu Abbas mengatakan
tentang surat an-Nashr ini: Ketika diturunkan, ia (surat an-Nashr) mengabarkan
wafatnya Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam. Maka beliau lebih meningkatkan
ketekunan dalam urusan akhirat.[25]

APA YANG DIAMPUNI DARI DIRI RASULULLAH n YANG MULIA?


Mengapa Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam masih tetap memanjatkan permohonan
ampunan, padahal dosa-dosa beliau sudah terampuni, baik yang sudah berlalu maupun
yang akan datang?
Untuk menjawab pertanyaan ini, perlu kiranya mengangkat pandangan Ibnu Katsir yang
menggambarkan kesempurnaan Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam. Ibnu Katsir
berkata: Pada seluruh urusannya, beliau Shallallahu alaihi wa sallam berada dalam
ketaatan, kebaikan, istiqamah yang tidak terdapat pada manusia lainnya, baik dari
kalangan orang-orang terdahulu, maupun generasi kemudian. Beliau Shallallahu alaihi
wa sallam adalah manusia paling sempurna secara mutlak, dan pemimpin manusia di
dunia dan akhirat. [26]
Al Qadhi Ibnul Arabi mengungkapkan alasannya, para ulama hadits meriwayatkan, bila
Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam berdoa, beliau memanjatkan doa yang berbunyi:






Ya Allah, ampunilah kesalahanku, tindak kebodohanku, sikap berlebihanku dalam seluruh
urusanku, dan yang Engkau lebih mengetahuinya. Ya Allah, ampunilah kesalahankesalahanku, kesengajaanku dan kebodohanku, gurauanku, semua itu ada pada diriku.
Ya Allah, ampunilah apa yang sudah aku kerjakan dan apa yang belum aku kerjakan, apa
yang aku sembunyikan dan apa yang aku tampakkan. Engkaulah Dzat Yang
mendahulukan (dan menempatkannya pada tempatnya), dan Engkau Dzat yang
mengundurkan (dan menempatkannya pada tempatnya) dan Engkau Maha Kuasa atas
segala sesuatu.[27]
Selanjutnya, Ibnul Arabi rahimahullah berkata: Semua itu ada pada diriku begitu
banyak. Adapun Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam, (beliau) terbebas darinya.
Hanya saja, beliau Shallallahu alaihi wa sallam menganggap (amalan) pribadinya
sedikit, lantaran begitu besarnya curahan nikmat yang Allah Subhanahu wa Taala
berikan kepada beliau. Beliau Shallallahu alaihi wa sallam memandang kekurangan
dalam menjalankan hak kenikmatan tersebut (dengan beribadah) sebagai dosa-dosa.
Sementara dosa-dosaku, aku lakukan dengan penuh kesengajaan, tak acuh, dan
merupakan pelanggaran yang nyata. Semoga Allah l masih sudi membuka pintu taubat
dan menganugerahkan perlindungan dengan karunia, kemurahan dan rahmat-Nya, tiada
Rabb selain-Nya. [28]
Al Imam al Qurthubi, selain mengemukakan alasan senada di atas, beliau juga
membawakan beberapa keterangan lain. Bahwa maksud permohonan ampunan
Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam ialah: (1) Memintakan ampunan bagi umatmu.
(2) Istighfar merupakan ibadah yang harus dikerjakan, bukan untuk memohon ampunan,

akan tetapi untuk taabbud (ibadah). (3) Untuk mengingatkan umat beliau, agar jangan
merasa aman (dari dosa) sehingga meninggalkan istighfar. [29]
Al Qadhi Iyadh berpendapat, permohonan ampunan Rasulullah Shallallahu alaihi wa
sallam tersebut merupakan cermin ketawadhuan, ketaataan dan ketundukan, serta
ungkapan syukur beliau kepada Rabbnya, lantaran mengetahui dosa-dosanya sudah
diampuni.
Al Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah mengutip keterangan Imam ath-Thabari rahimahullah
tentang masalah ini, yang menyampaikan alasan, bahwasanya beliau Shallallahu alaihi
wa sallam beristighfar ialah untuk melaksanakan perintah Allah yang ditujukan kepada
beliau, yaitu agar bertasbih dan memohon ampunan, bila datang pertolongan dari Allah
dan penaklukan (kota Mekah). Selain itu, al Hafizh juga menukil penjelasan al Qurthubi
(penulis al Mufhim), bahwasannya terjadinya dosa dari para nabi adalah mungkin,
karena mereka juga orang-orang mukallaf, hingga khawatir kalau itu terjadi pada diri
mereka, dan akibatnya tersiksa karenanya. Pendapat lainnya, yaitu agar umatnya
meneladani beliau Shallallahu alaihi wa sallam.[31]
SEBAB-SEBAB DITURUNKAN AMPUNAN ALLAH SUBHANAHU WA TAALA
Mengenai faktor-faktor yang dapat mendatangkan turunnya maghfirah dari Allah
Subhanahu wa Taala, Syaikh Abdur Rahman as Sadi rahimahullah menghitungnya
berjumlah empat.
Pertama : Taubat. Yaitu kembali kepada Allah dari keadaan yang tidak disukai-Nya, baik
zhahir maupun batin, menuju keadaan yang dicintai oleh-Nya zhahir dan batin. Taubat ini
akan menghapus dosa-dosa, besar kecil sebelumnya.
Kedua : Keimanan. Yaitu pengakuan dan pembenaran yang mantap lagi menyeluruh
terhadap semua yang diberitakan Allah dan Rasul-Nya yang mengharuskan pelaksanaan
amalan-amalan hati, yang diikuti dengan amalan-amalan jawarih (anggota tubuh). Tidak
disangsikan, kadar keimanan dapat menghapus dosa-dosa yang sudah terjadi dan dapat
menghalanginya dari terjerumus ke dalam dosa. Sesungguhnya seorang mukmin,
dengan keimanan dan pancaran keimanan yang tertancap kuat di dadanya, ia tidak sudi
menyatu dengan kemaksiatan-kemaksiatan.
Ketiga : Amalan Shalih. Ini mencakup seluruh amalan, amalan hati, amalan jawarih,
ucapan-ucapan lisan. Sebab kebaikan akan menghapuskan kesalahan-kesalahan.
Keempat : Istiqamah di atas keimanan dan hidayah serta berusaha mendulang
tambahannya.
Siapa saja yang berhasil menempuh empat langkah ini, bergembiralah dengan
mendapatkan ampunan dari Allah yang menyeluruh.[32] Pijakan yang dipakai sebagai
landasan Syaikh Abdur-Rahman as-Sadi rahimahullah atas keterangan tersebut, yakni
firman Allah Subhanahu wa Taala :













Dan sesungguhnya Aku Maha Pengampun bagi orang yang bertaubat, beriman, beramal
shalih, kemudian tetap di jalan yang benar [Thaha/20:82]
PELAJARAN DARI SURAT AN-NASHR
Banyaknya anugerah Allah yang dikaruniakan kepada umat Islam.
Kewajiban bersyukur manakala kenikmatan tercurahkan. Di antaranya dengan sujud
syukur.
Kewajiban untuk selalu beristighfar setiap saat.

SURAH AL-KAFIRUN

Isi Pokok Kandungan Q.S. Al-Kafirun ayat 1 - 6


Terjemahan Q.S. Al-Kafirun ayat 1-6 :
109:1. Katakanlah: "Hai orang-orang yang kafir,

109:2. aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah.


109:3. Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah.
109:4. Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah.
109:5. Dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah.
109:6. Untukmulah agamamu dan untukkulah agamaku".
Pada ayat yang pertama dan kedua, Nabi Muhammad SAW menyeru kepada orang-orang
kafir dan memberi jawaban kepada orang kafir, sesuai dengan wahyu yang diturunkan
oleh Allah swt. Kemudian dilanjutkan dengan jawaban yang sangat tegas yang isinya
menolak ajakan dari orang-orang kafir Quraisy untuk menyembah tuhan (berhala) yang
orang-orang kafir sembah.
Orang-orang kafir yaitu orang-orang yang tidak patuh terhadap Allah SWT, atau menolak
kebenaran Allah swt dan tidak mau untuk menyembah dan beribadah kepada Allah swt.
Perilakunya disebut dengan kufur.
Dalam surat ini salah satu pesannya yaitu keimanan kita kepada Allah swt tidak boleh
dicampuradukan dengan kepada selain-Nya. Sebagai umat Islam kita tidak boleh
melakukan perbuatan syirik yaitu menyembah selain kepada Allah, perbuatan syirik
termasuk perbuatan dosa yang sangat besar. Pernyataan Rasulullah SAW yang menolak
untuk menyembah Tuhan (berhala) yang orang-orang kafi semba terdapat dalam ayat 2
Surah AL-Kafirun.
Isi kandungan dari Q.S. Al-Kafirun yang selanjutnya yaitu Rasulullah SAW setelah
menolak untuk menyembah tuhannya orang kafir kemudian memberikan ketegasan
kepada orang-orang kafir bahwa mereka orang-orang kafir bukan penyembah Allah swt
yang Rasulullah SAW dan para sahabat sembah.
Hal ini terdapat dalam ayat 3 dan 5 dalam Q.S Al-Kafirun.
Pada ayat yang ke-enam atau terakhir Nabi saw memberikan ultimatum atau kesimpulan
kepada orang-orang kafir untuk tidak memaksakan kehendak kepada orang lain untuk
menganut suatu agama. Ini artinya bahwa setiap orang berhak memilih dan menganut
agama sesuai dengan yang diyakini. Jadi isi pokok kandungan Q.S. Al Kafirun..
Isi kandungan yang pertama yaitu batas-batas toleransi dalam hal 'aqidah dan ibadah
Isi kandungan Q.S. Al-Kafirun yang kedua adalah kita sebagai umat Islam tidak boleh
mencampuradukkan masalah aqidah dan ibadah
Tata cara beribadah dalam Islam adalah seperti yang telah dicontohkan/dituntunkan oleh
Rasulullah saw
Toleransi hanya digunakan dalam bidang sosial kemasyarakatan atau hubungan antara
umat manusia (muamalah).
Kebebasan bagi siapapun untuk memeluk agama apapun yang sudah menjadi
keyakinannya.
Kita dapat mengambil kesimpulan tentang isi kandungan Q.S. Al - Kafirun tentang
toleransi dalam beragama, yaitu ada dua kata. Kata yang pertama
adalah "kebebasan" dan kata kunci yang kedua adalah "batasan".

Kita mulai dari kata kunci yang pertama yaitu "kebebasan". Kata kebebasan dalam isi
kandungan Q.S. Al-Kafirun itu artinya bahwa setiap orang memiliki kebebasan untuk
memilih akidah dan kebebasan untuk beribadah sesuai keyakinan yang telah dipilihnya.
Kebebasan beribadah tidak dimaknai secara internal atau beribada dengan caranya
sendirinya.
Sebagai contoh, Islam mengajarkan dan mewajibkan kita untuk shalat lima waktu, kita
tidak bisa menawar jumlah shalat lima waktu tersebut menjadi tiga waktu. Kebebasan
beribadah hanya dalam hubungan eksternal atau hubungan anatara pemeluk agama
yang satu dengan dengan pemeluk agama lain.
Kita harus bertoleransi terhadap pemeluk agama lain untuk beribadah sesuai agamanya.
Kita tidak boleh mengganggu mereka ketika melakukan ibadah, dan begitu juga
sebaliknya. Inilah yang dimaksud dengan kata kunci "batasan", bahwa sikap toleransi
seorang muslim hanya menyangkut hubungan sosial antar manusia dan ibada dalam arti
eksternal.
Perilaku yang tercermin dalam Q.S. Al-Kafirun ayat 1 - 6
Berikut ini beberapa perilaku yang tercermin dalam Q.S. Al-Kafirun ayat 1 - 6 :
1.

Memiliki keyakinan yang kuat akan kebenaran agama Islam yang dianutnya
2.

Tidak mencampuradukkan perkara akidah dan ibadah

3.

Bertauhid kepada Allah dan menjauhi perbuatan syirik

4.

Beribadah dengan ikhlas dan benar sesuai tuntunan Rasulullah

5.

Menghormati pemeluk agama lain dan tidak memaksakan agama kepada orang
lain

6.

Memberi kebebasan orang lain untuk memeluk suatu agama

7.

Tidak mengganggu orang lain yang berbeda keyakinan ketika mereka beribadah

8.

Saling menghormati antara pemeluk agama yang satu dengan pemeluk agama
yang lain

SURAH AL-KAUTSAR
Surat ini adalah salah satu surat yang bisa jadi renungan bersama di Ramadhan ini.
Surat Al Kautsar ini adalah surat yang berisi penjelasan akan nikmat yang banyak yang
telah dianugerahkan pada Rasul shallallahu alaihi wa sallam-, berisi pula perintah untuk
shalat dan berqurban hanya untuk Allah dan akibat dari orang yang membenci Rasul
shallallahu alaihi wa sallam-.
Allah Taala berfirman,

Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak. Maka


dirikanlah shalat karena Rabbmu; dan berqurbanlah. Sesungguhnya orang-orang yang
membenci kamu dialah yang terputus (QS. Al Kautsar: 1-3).
Makna Al Kautsar
Allah Taala telah menyebutkan sebagian nikmat yang dikaruniakan kepada Nabi kita
Muhammad shallallahu alaihi wa sallam-. Allah Taala berfirman pada Nabi kita
Muhammad,


Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak, maksudnya
Kami telah menganugerahkan nikmat padamu (wahai Muhammad) dan juga Kami telah
memberikan padamu Al Kautsar yaitu sungai di surga yang dijanjikan untuk Nabi
Muhammad shallallahu alaihi wa sallam-. Dan sungai itu adalah telaga Nabi alaihish
sholaatu was salaam.
Terdapat hadits dalam shahih Muslim, dari Anas, ia berkata, suatu saat
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam di sisi kami dan saat itu beliau dalam keadaan
tidur ringan (tidak nyenyak). Lantas beliau mengangkat kepala dan tersenyum. Kami pun
bertanya, Mengapa engkau tertawa, wahai Rasulullah? Baru saja turun kepadaku
suatu surat. Lalu beliau membaca,


)











Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang. Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak.
Maka dirikanlah shalat karena Rabbmu; dan berqurbanlah. Sesungguhnya orang-orang
yang membenci kamu dialah yang terputus (QS. Al Kautsar: 1-3). Kemudian beliau
berkata, Tahukah kalian apa itu Al Kautsar? Allah dan Rasul-Nya yang lebih
mengetahui, jawab kami. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,








Al Kautsar adalah sungai yang dijanjikan oleh Rabbku azza wa jalla. Sungai tersebut
memiliki kebaikan yang banyak. Ia adalah telaga yang nanti akan didatangi oleh umatku
pada hari kiamat nanti. Bejana (gelas) di telaga tersebut sejumlah bintang di langit.
Namun ada dari sebgaian hamba yang tidak bisa minum dari telaga tersebut. Allah
berfirman: Tidakkah engkau tahu bahwa mereka telah berbuat bidah sesudahmu. (HR.
Muslim no. 400).
Ada pelajaran berharga dari Ibnu Katsir mengenai cerita tentang surat Al Kautsar di atas,
Beliau berkata, Kebanyakan ahli qiroah berdalil dari sini bahwa surat Al Kautsar adalah
surat Madaniyah. Dan kebanyakan dari fuqoha memandang bahwa basmalah adalah
bagian dari surat ini karena ia turun bersamanya. (Tafsir Al Quran Al Azhim, 14: 476).

Namun Ibnul Jauzi mengatakan bahwa jumhur (mayoritas ulama) termasuk Ibnu Abbas
berpendapat bahwa surat ini adalah surat Makkiyah. (Zaadul Masiir, 9: 247)
Ibnul Jauzi merinci ada enam pendapat mengenai makna Al Kautsar:
1.

Al Kautsar adalah sungai di surga.

2.

Al Kautsar adalah kebaikan yang banyak yang diberikan pada Nabi kita
Muhammad shallallahu alaihi wa sallam. Demikian pendapat Ibnu Abbas.

3.

Al Kautsar adalah ilmu dan Al Quran. Demikian pendapat Al Hasan Al Bashri.

4.

Al Kautsar adalah nubuwwah (kenabian), sebagaimana pendapat Ikrimah.

5.

Al Kautsar adalah telaga Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam yang banyak


manusia mendatanginya. Demikian kata Atho.

6.

Al Kautsar adalah begitu banyak pengikut dan umat. Demikian kata Abu Bakr bin
Iyasy. (Lihat Zaadul Masiir, 9: 247-249)

Nikmat Dibalas dengan Syukur


Syaikh Musthofa Al Adawy berkata, Orang yang masih berada dalam fitrah yang
selamat, tentu ketika diberi nikmat akan dibalas dengan syukur. Maka kebaikan yang
banyak yang telah diberi ini dibalas dengan:



Dirikanlah shalat karena Rabbmu; dan berqurbanlah. (Tafsir Juz Amma, Musthofa Al
Adawi, hal. 293)
Dirikan Shalat dan Qurban Hanya untuk Allah
Yang dimaksud: Maka dirikanlah shalat karena Rabbmu; dan berqurbanlah, adalah
jadikanlah shalatmu hanya karena Allah dan jangan ada niatan untuk yang selain-Nya.
Begitu pula jadikanlah hasil sembelihan unta ikhlas karena Allah. Jangan seperti yang
dilakukan oleh orang-orang musyrik di mana mereka melakukan sujud kepada selain
Allah dan melakukan penyembelihan atas nama selain Allah. Bahkan seharusnya
shalatlah karena Allah dan lakukanlah sembelihan atas nama Allah. Sebagaimana
Allah Taala berfirman,



( 162)
)



















(163
Katakanlah: sesungguhnya shalatku, ibadahku (sembelihanku), hidupku dan matiku
hanyalah untuk Allah, Rabb semesta alam. Tiada sekutu bagiNya; dan demikian itulah
yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan
diri (kepada Allah). (QS. Al Anam: 162-163)
Qotadah berpendapat bahwa yang dimaksud shalat di sini adalah shalat Idul Adha.
Adapun maksud naher adalah penyembelihan pada hari Idul Adha sebagaimana
pendapat Ibnu Abbas, Atho, Mujahid dan jumhur (mayoritas ulama). (Lihat Zaadul
Masiir, 9: 249)
Yang Membenci Nabi, Merekalah yang Terputus
Ayat terakhir,


(3)

Sesungguhnya orang-orang yang membenci kamu dialah yang terputus (QS. Al


Kautsar: 1-3). Yang dimaksudkan ayat ini adalah orang-orang yang membenci dan
memusuhi Nabi shallallahu alaihi wa sallam akhirnya yang terputus dan tidak ada lagi
penyebutan (pujian) untuknya setelah matinya. Orang-orang Quraisy menyatakan
demikian Nabi shallallahu alaihi wa sallamtidak lagi memiliki keturunan laki-laki
(semuanya meninggal dunia). Maka Allah pun membalasnya dengan meninggikan pujian
bagi beliau. Beliau dipuji oleh orang terdahulu dan belakangan di tempat yang tinggai
hingga hari pembalasan. Sedangkan yang memusuhi beliau, itulah yang terputus di
belakang. (Keterangan dari Musthofa Al Adawi, Tafsir Juz Amma, hal. 294).
Ibnul Jauzi mengatakan bahwa yang dimaksud abtar adalah terputus dari kebaikan
(Zaadul Masiir, 9: 251).
Ikrimah berkata bahwa yang dimaksud abtar adalah bersendirian. As Sudi mengatakan
bahwa dahulu jika ada seseorang yang anak laki-lakinya meninggal dunia, maka
disebut abtar (batar). Ketika anak laki-laki Rasulullah shallallahu alaihi wa
sallam meninggal dunia, orang-orang Quraisy mengatakan, Bataro Muhammad
(Muhammad terputus). (Lihat Tafsir Al Quran Al Azhim, 14: 483)
Ibnu Katsir menjelaskan, Yang dimaksud abtar adalah jika seseorang meninggal dunia,
maka ia tidak akan lagi disebut-sebut (disanjung-sanjung). Inilah kejahilan orang-orang
musyrik. Mereka sangka bahwa jika anak laki-laki seseorang mati, maka ia pun tidak
akan disanjung-sanjung. Padahal tidak demikian. Bahkan beliaulah yang tetap disanjungsanjung dari para syahid (tuan) yang lain. Syariat beliau tetap berlaku selamanya,
hingga hari kiamat saat manusia dikumpulkan dan kembali. (Tafsir Al Quran Al Azhim,
14: 483)
Surat ini kata Syaikh Muhammad bin Sholih Al Utsaimin berisi penjelasan mengenai
nikmat yang diberikan oleh Allah kepada Rasul-Nya shallallahu alaihi wa sallam, yaitu
beliau dikaruniakan kebaikan yang banyak. Kemudian di dalamnya berisi perintah untuk
mengerjakan shalat dan berqurban juga ibadah lainnya atas dasar ikhlas karena
Allah. Kemudian terakhir dijelaskan bahwa siapa yang membenci Rasul shallallahu
alaihi wa sallam dan membenci satu saja dari ajaran beliau, merekalah yang nantinya
terputus yaitu tidak mendapatkan kebaikan dan barokah (Tafsir Juz Amma, 281).

SURAH AL-MAUN

Surat Al Maauun adalah di antara surat Makkiyah (yang turun sebelum hijrah) atau surat
Madaniyah (yang turun setelah hijrah). Surat ini berisi penjelasan mengenai orang-orang
yang mendapat ancaman karena mendustakan hari pembalasan. Sifat mereka adalah
tidak menyayangi anak yatim dan orang miskin, juga lalai dari shalat dan riya di
dalamnya. Mereka pun enggan menolong orang lain dengan harta atau pun suatu
manfaat.
Allah Taala berfirman,

( 1)
( 3)
(4)




( 2)











(7)


( 5)







( 6)







Tahukah kamu (orang) yang mendustakan hari pembalasan? Itulah orang yang
menghardik anak yatim, dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin. Maka
kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari
shalatnya. Orang-orang yang berbuat riya dan enggan (menolong dengan) barang
berguna.
1. Mendustakan Hari Pembalasan
Dalam ayat pertama disebutkan,






Tahukah kamu (orang) yang mendustakan hari pembalasan?
(QS. Al Maauun: 1).
Mengenai kata ( ad diin) dalam ayat di atas, ada empat pendapat: (1) hukum Allah,
(2) hari perhitungan, (3) hari pembalasan dan (4) Al Quran. Demikian kata Ibnul Jauzi
dalam kitab tafsirnya, Zaadul Masiir (9: 244).
Jadi ayat tersebut bisa bermakna orang yang mendustakan hukum Allah, hari
perhitungan, hari pembalasan atau mendustakan Al Quran.
Syaikh Muhammad bin Sholih Al Utsaimin menafsirkan bahwa yang dimaksud dengan ad
diin adalah hari pembalasan, sehingga jika diartikan: Tahukah kamu orang yang
mendustakan hari pembalasan?
2. Tidak Menyayangi Anak Yatim dan Fakir Miskin
Setelah menyebutkan mengenai orang yang mendustakan hari pembelasan, lalu
disebutkan ayat,

(3)



( 2)




Itulah orang yang menghardik anak yatim, dan tidak menganjurkan memberi makan
orang miskin.
Dalam dua ayat di atas digabungkan dua hal:

Tidak punya kasih sayang pada anak yatim. Padahal mereka itu orang yang patut
dikasihi. Perlu diketahui, yatim adalah yang ditinggal mati orang tuanya sebelum ia
baligh (dewasa). Dialah yang patut dikasihi karena mereka tidak lagi memiliki orang tua
yang mengasihinya. Akan tetapi yang disebutkan dalam ayat ini adalah orang yang
menghardik anak yatim. Yaitu ketika yatim tersebut datang, mereka menolaknya dengan
sekeras-kerasnya atau meremehkannya.
Tidak mendorong untuk mengasihi yang lain, di antaranya fakir miskin. Padahal fakir dan
miskin sangat butuh pada makanan. Orang yang disebutkan dalam ayat ini tidak
mendorong untuk memberikan makan pada orang miskin karena hatinya memang telah
keras. Jadi intinya, orang yang disebutkan dalam dua ayat di atas, hatinya benar-benar
keras.
3. Orang yang Lalai dari Shalatnya
Kemudian disebutkan mengenai sifat mereka lagi,


,










Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat (yaitu) orang-orang yang lalai dari
shalatnya.
Kata Ibnu Abbas, yang dimaksud di sini adalah orang-orang munafik yaitu yang mereka
shalat di kala ada banyak orang, namun enggan shalat ketika sendirian. (Shahih Tafsir
Ibnu Katsir, 4: 691)
Dalam ayat disebutkan
, bagi orang-orang yang shalat, yaitu mereka yang biasa


shalat dan konsekuen dengannya, lalu mereka lalai. Yang dimaksud lalai dari shalat bisa
mencakup beberapa pengertian:
Lalai dari mengerjakan shalat.
Lalai

dari

pengerjaannya

dari

waktu

yang

ditetapkan

oleh

syariat,

malah

mengerjakannya di luar waktu yang ditetapkan.


Bisa juga makna lalai dari shalat adalah mengerjakannya selalu di akhir waktu
selamanya atau umumnya.
Ada pula yang memaknakan lalai dari shalat adalah tidak memenuhi rukun dan syarat
shalat sebagaimana yang diperintahkan.
Lalai dari shalat bisa bermakna tidak khusyu dan tidak merenungkan yang dibaca dalam
shalat.
Lalai dari shalat mencakup semua pengertian di atas. Setiap orang yang memiliki sifat
demikian, maka dialah yang disebut lalai dari shalat. Jika ia memiliki seluruh sifat
tersebut, maka semakin sempurnalah kecelakaan untuknya dan semakin sempurna nifak
amali padanya.
4. Mereka yang Cari Muka dalam Ibadah
Disebutkan dalam lanjutan ayat,





Orang-orang yang berbuat riya .
Riya adalah ingin amalannya nampak di hadapan orang lain, ibadahnya tidak ikhlas
karena Allah, istilahnya ingin cari muka.

Berkaitan dengan ayat di atas, Ibnu Katsir mengatakan, Barangsiapa yang awalnyamelakukan amalanlillah (ikhlas karena Allah), kemudian amalan tersebut nampak di
hadapan manusia lalu ia pun takjub, maka seperti itu tidak dianggap riya.

Di antara tanda orang yang riya dalam shalatnya adalah:


Seringnya mengakhirkan waktu shalat tanpa ada udzur
Melaksanakan ibadah dengan malas-malasan.
5. Celakalah
Al Maauun Ayat terakhir,






dan enggan (menolong dengan) barang berguna.
Jika lihat dari terjemahan Al Quran, al maauun diterjemahkan dengan orang yang
enggan menolong dengan barang berguna. Namun memang, para ulama tafsir berbeda
pendapat dalam mendefinisikan al maauun. Sebagian berkata bahwa al maauun
bermakna orang yang enggan bayar zakat. Yang lain lagi mengatakan bahwa maksud al
maauun adalah orang yang enggan taat. Yang lainnya lagi berkata sebagaimana yang
kami maksudkan yaitu , mereka yang enggan meminjamkan barang
kepada orang lain (di saat saudaranya butuh). Tafsiran terakhir ini sebagaimana yang
dikatakan oleh Ali bin Abi Tholib, yaitu jika ada yang ingin meminjam timba, periuk atau
kampaknya, maka ia enggan meminjamkannya.
Intinya, seluruh tafsiran di atas tepat. Semuanya kembali pada satu makna, yaitu al
maauun adalah enggan menolong orang lain dengan harta atau sesuatu yang
bermanfaat.

SURAH AL-QURAISY

1. Karena kebiasaan orang-orang Quraisy,


2. (yaitu) kebiasaan mereka bepergian pada musim dingin dan musim panas[1602].
3. Maka hendaklah mereka menyembah Tuhan Pemilik rumah ini (Ka'bah).
4. yang telah memberi makanan kepada mereka untuk menghilangkan lapar dan
mengamankan mereka dari ketakutan.
Penjelasan Ayat.
Ayat 1 menjelaskan akan kebiasaan suku Quraisy. Zaman dahulu mata pencaharian
pada umumnya berdagang. Kota makkah sendiri berada diantara dua Negara yang
menjadi pusat perdagangan, yaitu Syam (disebelah utara) dan Yaman (sebelah selatan).
Negeri Syam (sekarang syuriah) merupakan pintu perniagaan yang menuju kearah laut
tengah dan negeri-negeri sebelah barat Yaman membuka jalan dagang kenegeri-negeri
sebelah timur sampai ke Hindia dan tiongkok. Penyebaran Islam di Indonesia melalui
perdagangan dari Arab dan Mesir.
Ayat 2 menjelaskan perjalan dagang yang dilakuakan suku Quraisy. Pada musim dingin,
suku quraisy biasa melakuan perjalanan kenegeri Yaman. Pada musim panas, mereka
pergi ke Syam (Suriah), jalur perdagangan musim dingin, yakni Mekkah Taif Asir
Sariadalah (Yaman). Jalur musim panas terdiri dari 2 jalur yakni Mekkah Madinah
Damaskus; Mekah humain Badar maan (Syirqil Urdun).nabi Muhammad pada umur
12 tahun sudah ikut berdagang ke Syam. Hal itu menunjukan bagaimana kuatnya jiwa
berdagang suku Quraisy. Suku Quraisy memperoleh rejeki dari Allah AWT. Guna
mencukupi kebutuhan hidup.
Ayat 3 mengingatkan suku Quraisy, umat Islam pada umumnya agar selalu bersyukur
atas rejeki yang diberikannya. Mereka diperintahkan untuk beribadah kepada tuhan
(pemilik) Kabah.

Ayat

4 menjelaskan

wujud

kasih

saying-Nya

kepada

paa

hambanya.

Manusia

diperintahkan menyembah (taat) kepada-Nya. 2 alasan pertama : Allah AWT telah


menjadikan Ka'ba sebagai kiblat peribadatan umat Islam dan setiap tahun dikunjungi
orang beribadah haji. Kedua : mereka telah diberikan rasa aman dari kecemasan, baik
kecemasan dari hidup melarat maupun dari gangguan sesame manusia.
Penutup
Surat Al-Quraisy menerangkan penghidupan orang Quraisy serta kewajiban yang
seharusnya mereka penuhi.
Pokok-pokok Kandungan Surat Al-Quraisy.
Peringatan kepada orang Quraisy tentang nikmat-nikmat yang diberikan Allah kepada
mereka karena itu mereka diperintahkan untuk menyembah Allah.
Surat Al-Quraisy dan Kandungannya
Kemakmuran dan ketentraman seharusnya menjadikan orang berbakti kepada Allah.
Kebiasaan orang Quraisy yaitu:
1) Kebiasaan mereka bepergian pada musim dingin dan musim panas.
Penjelasan : Orang Quraisy bias mengadakan perjalanan terutama untuk berdagang ke
negeri Yaman pada musim dingin. Dalam perjalanan itu mereka mendapat jaminan
keamanan dari pengusaha-pengusaha dari negeri yang dilaluinya. Ini adalah suatu
nikmat yang amat besar dari Tuhan kepada mereka, oleh karena itu sewajarnya mereka
menyembah Allah yang telah memberikan nikmat itu kepada mereka.
2) Maka hendaklah mereka menyembah Tuhan pemilik rumah ini (ka'bah)
3) Yang telah memberi makanan kepada mereka untuk menghilangkan lapar dan
mengamankan mereka dari ketakutan.
Penjelasan: Dalam surat Al Quraisy, Allah menyatakan bahwa dia membearkan manusia
dari kelaparan.
Dalam surat Al Quraisy Allah memerintahkan menyembahnya (Allah).

SURAH AL-FIIL

Apakah kamu tidak memperhatikan bagaimana Tuhanmu telah bertindak


terhadap tentara bergajah? Bukankah Dia telah menjadikan tipu daya mereka (untuk
menghancurkan Kabah) itu sia-sia? Dan Dia mengirimkan kapada mereka burung yang
berbondong-bondong, yang melempari mereka dengan batu (berasal) dari tanah yang
terbakar, lalu Dia menjadikan mereka seperti daun-daun yang dimakan (ulat). (QS. Al
Fiil: 1-5).
Kisah Pasukan Gajah yang Ingin Menyerang Kabah
Kisah di atas menjelaskan tentang ashabul fiil (pasukan gajah) yang ingin
menghancurkan rumah Allah (Kabah). Mereka sudah mempersiapkan diri untuk
menghancurkan Kabah tersebut. Mereka pun mempersiapkan gajah untuk
menghancurkannya. Tatkala mereka datang mendekati Makkah, orang-orang Arab tidak
punya persiapan apa-apa untuk menghadang mereka. Penduduk Makkah malah takut
keluar, takut dari serangan ashabul fiil tersebut. Lantas Allah menurunkan burung yang
terpencar-pencar, artinya datang kelompok demi kelompok. Itulah yang dimaksud
thoiron ababil sebagaimana kata Ibnu Taimiyah. Burung-burung tersebut membawa
batu untuk mempertahankan Kabah. Batu itu berasal dari lumpur (thin) yang dibentuk
jadi batu, seperti tafsiran Ibnu Abbas. Ada juga yang menafsirkan bahwa batu tersebut
adalah batu yang dibakar (matbukh). Batu tersebut digunakan untuk melempar pasukan
gajah tersebut. Lantas mereka hancur seperti daun-daun yang dimakan dan diinjak-injak
oleh hewan. Allah memberi pertolongan dari kejahatan pasukan gajah tersebut. Tipu
daya mereka pun akhirnya sirna.

Dijelaskan oleh Ibnu Taimiyah, Kisah ini adalah dari kisah raja Abrahah yang
membangun kanisah (gereja) di negeri Yaman. Ia ingin agar haji yang ada di Arab
dipindahkan ke sana. Abrahah ini adalah raja dari negeri Habasyah (berpenduduk
Nashrani kala itu) yang telah menguasai Yaman. Kala itu diceritakan ada orang Arab
yang menjelek-jelekkan kanisah (gereja) orang Nashrani sehingga membuat raja
Abrahah marah. Lalu ia pun berniat menghancurkan Kabah. (Lihat Majmuatul
Fatawa karya Ibnu Taimiyah, 27: 355-356).
Kisah ini mengingatkan orang Quraisy akan pertolongan Allah yang telah
menghancurkan pasukan gajah dan juga menunjukkan bagaimana Allah mengatur
makhluk dan membinasakan musuh-musuh-Nya.
Tahun Kelahiran Nabi shallallahu alaihi wa sallam
Pada tahun penyerangan gajah tersebut, lahirlah Nabi shallallahu alaihi wa sallam. Kisah
itu adalah titik awal yang menunjukkan akan datangnya risalah beliau atau itulah tanda
kenabian beliau. Falillahil hamdu wasy syukru.
Ada hadits yang menunjukkan bahwa Rasul shallallahu alaihi wa sallam dilahirkan
pada tahun gajar yaitu hadits dari Ibnu Abbas, ia berkata,

Nabi shallallahu alaihi wa sallam dilahirkan pada tahun gajah. (HR. Ath Thohawi dalam
Musykilul Atsar no. 5211, Ath Thobroni dalam Al Kabir no. 12432, Al Hakim dalam
mustadroknya no. 4180. Al Hakim mengatakan bahwa hadits ini shahih sesuai syarat
Bukhari-Muslim, tetapi keduanya tidak mengeluarkannya. Adz Dzahabi mengatakan
bahwa hadits ini sesuai syarat Muslim. Juga dikeluarkan oleh Al Baihaqi dalam Dalailun
Nubuwwah no. 5 dari jalur Ibnu Abbas. Hadits ini dihasankan oleh Syaikh Al Albani
dalam As Silsilah Ash Shahihah pada hadits no. 3152).
Bahkan ada ijma atau kesepakatan para ulama yang mendukung bahwa Nabi
shallallahu alaihi wa sallam dilahirkan pada tahun gajah seperti dikatakan oleh Ibnul
Mundzir, di mana ia berkata, Tidak ragu lagi dari seorang ulama kita bahwa
Rasul shallallahu alaihi wa sallam dilahirkan pada tahun gajah. Lalu beliau diangkat jadi
Rasul setelah 40 tahun dari tahun gajah. Lihat As Silsilah Ash Shahihah pada hadits no.
3152, 7: 434.
Ketika penyerangan Makkah tersebut, di sana ada orang-orang musyrik yang beribadah
pada berhala. Dan agama Nashrani lebih baik daripada agama orang musyrik. Kisah ini
menunjukkan bahwa perlindungan Allah pada Kabah bukan karena adanya orang-orang
musyrik yang ada di sekeliling Kabah, namun karena untuk melindungi Kabah itu
sendiri, atau dikarenakan pada tahun gajah tersebut akan lahir Nabi shallallahu alaihi
wa sallam di Makkah, atau karena alasan dua-duanya sehingga Kabah dilindungi oleh
Allah. Ini penjelasan Ibnu Taimiyah dalam kitab beliau Al Jawabush Shohih, 6: 55-57
dinukil dari Tafsir Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah.

SURAH AL-HUMAZAH

Artinya :
Kecelakaanlah bagi setiap pengumpat lagi pencela, (1) yang mengumpulkan harta
dan menghitung-hitungnya,(2) dia

mengira

bahwa

hartanya

itu

dapat

mengekalkannya, (3) sekali-kali tidak! Sesungguhnya dia benar-benar akan dilemparkan


ke dalam Huthamah.(4) Dan tahukah kamu apa Huthamah itu? (5) (yaitu) api (yang
disediakan)

Allah

yang

dinyalakan,

(6)

yang

(membakar)

sampai

ke

hati.(7)

Sesungguhnya api itu ditutup rapat atas mereka, (8) (sedang mereka itu) diikat pada
tiang-tiang yang panjang.(9)
Kata al-Humazah diambil dari ayat pertama berarti pengumpat. Surat alHumazah terdiri dari 9 ayat. Surat ini diturunkan di kota Mekah sehingga dikategorikan
sebagai surat Makiyah. Surat ini juga sering disebut dengan surat wail li kulli atau alHuthamah.

Surat al-Humazah merupakan wahyu ke-31 yang diterima oleh Nabi Muhammad.
Ia turun sesudah surat al-Qiyamah dan sebelum surat al-Mursalat.
Surat ini berisi tentang ancaman terhadap dua perbuatan yang dilakukan karena
tidak peduli dengan lingkungan sekitar yaitu :
a.

mengumpat dan mencela orang lain.


Mengumpat dan mencela adalah perbuatan yang dilakukan karena didasari rasa

sombong. Mereka yang melakukan perbuatan ini merasa dirinya lebih tinggi dari orang
yang diumpat atau dicelanya. Mereka juga mempunyai perasaan bahwa dirinya adalah
orang yang benar dan mulia. Padahal bisa jadi orang dihinanya itu lebih baik darinya.
Sebagaimana firman Allah :
























(11) ...




Artinya :
Hai orang-orang yang beriman janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain
(karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olok) lebih baik dari mereka (yang mengolokolok) dan jangan pula wanita-wanita (mengolok-olok) wanita-wanita lain (karena) boleh
jadi wanita-wanita (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari wanita (yang mengolokolok) dan janganlah kamu mencela dirimu sendiri(QS. Al-Hujurat [49] : 11)
Dalam ayat diatas dikatakan bahwa jika kita mencela seseorang maka sesungguhnya
kita telah mencela diri kita sendiri. Hal ini karena biasanya orang yang mencela orang
lain disebabkan rasa iri hati dengan sesuatu yang dimiliki orang lain. Ini menunjukkan
bahwa dialah yang sebenarnya lebih rendah dari yang dicelanya.
Termasuk juga ke dalam perbuatan ini adalah menggunjing dan membicarakan sisi
negatif seseorang dibelakang yang bersangkutan. Perbuatan yang seperti dinamakan
juga ghibah, sebagaimana sabda Nabi Muhammad Saw :

.





( )














Artinya :
Sesungguhnya Rasulullah saw bersabda : tahukah kalian apa itu ghibah? Para sahabat
menjawab : Allah dan rasul-Nya lebih mengetahui. Beliau berkata : kamu membicarakan
saudaramu (orang lain) apa yang tidak ia senangi, beliau ditanya : bagaimana jika
saudaraku itu memang seperti yang aku katakan. Nabi menjawab : jika ia seperti yang
kamu katakan, maka kamu lebih menggunjingnya. Dan jika tidak sesuai maka kamu
lebih membuat kebohongan besar mengenainya. (HR. Muslim)
Namun menurut Quraish Shihab, ada beberapa ghibah yang dibolehkan selama
memenuhi salah satu syarat dibawah ini :
-

mengadukan penganiayaan yang dialami seseorang kepada pihak yang dapat


mengatasi penganiayaan itu.

Mengharapkan bantuan dari seseorang agar selamat dari perbuatan jahat orang lain.

Menyebutkan keburukan dalam rangka meminta fatwa keagamaan.

Menyebutkan keburukan orang dengan maksud peringatan kepada orang lain agar
tidak menjadi korbannya.

Membicarakan perbuatan buruk seseorang yang telah melakukannya dengan terangterangan dan tanpa malu.

Memberinya ciri tertentu sehingga membuatnya lebih mudah dikenali.


b.

menumpuk harta
Menumpuk

harta

merupakan

salah

satu

sebab

yang

membuat

seseorang

mengumpat atau mencela orang lain. Mereka merasa bahwa harta membuatnya lebih
tinggi dari orang lain. Mereka lupa bahwa harta yang dimiliki adalah berasal dari Allah.
Mereka juga menganggap bahwa harta yang mereka miliki akan selamanya berada
dalam genggamannya. Mereka lupa bahwa ketika kematian menjemput, harta yang
dimiliki tidak akan menemaninya. Oleh karena itu tidak salah kalau Allah menginggatkan
kita agar berhati-hati dengan harta yang dimilki, sebagaimana firman Allah :


(28)






Artinya :
Dan ketahuilah, bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai cobaan dan
sesungguhnya di sisi Allah-lah pahala yang besar. (QS. Al-Anfal [8] : 28)
Dalam ayat diatas harta dianggap sebagai sebuah fitnah. Karena harta dapat
menjerumuskan manusia ke dalam kesesatan. Peringatan Allah ini berkaitan dengan
kecenderungan manusia yang mencintai kehidupan dunia beserta isinya. Sebagaimana
firman Allah :




























(14)











Artinya :
Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini,
yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda
pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia
dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga). (QS. Ali Imran [3] : 14)
Orang yang menumpuk harta dan tidak mau berbagi dengan orang lain lupa bahwa
harta tersebut belum tentu mereka manfaatkan. Padahal menurut Ibnu Khaldun, seorang
filosof muslim, mengatakan bahwa harta baru dinamakan rezeki ketika harta itu dapat
dimanfatkan. Namun ketika tidak dimanfaatkan maka belum rezeki namanya. Dan yang
dimaksud dimanfaatkan disini adalah digunakan oleh kita sendiri maupun oleh orang
lain. Jadi bila kita mempunyai makanan, baju, uang dan lain sebagainya namun tidak kita
manfaatkan itu berarti belum rezeki kita.
Dan balasan bagi mereka yang suka mencela dan menumpuk harta adalah neraka
huthamah. Yaitu neraka yang menyala-nyala yang mampu membakar sampai ke bagian
terdalam tubuh manusia (hati).

SURAH AL-ASHR

Demi masa, sesungguhnya manusia berada dalam kerugian. Kecuali orangorang yang beriman dan beramal shalih dan saling nasehat menasegati dalam
hal kebajikan dan sabar.
Terjemahan bebas surat al-Ashr diatas menginformasikan kepada kita tentang beberapa
hal, yang kandungan maknanya sangatlah luas. Dalam surat tersebut
memnginformasikan sekaligus memperingatkan, bahwa kita (baca: manusia) dalam
keadaan rugi, kecuali yang beriman, beramal shalih, saling nasehat-menasehati di dalam
kebaikan dan sabar.
Allah menggunakan kata husr, yang berarti rugi. Orang yang rugi adalah orang yang
tidak bisa mendapatkan apa yang seharusnya ia dapatkan. Rugi merupakan hal yang
tidak diinginkan oleh semua orang, baik rugi di dunia maupun di akhirat. Orang yang
merugi ini adalah orang yang tidak memiliki atau melakukan empat hal sebagai berikut:

Pertama, orang beriman. Orang dikatakan beriman yaitu apabila telah bersaksi bahwa
tiada Tuhan selain Allah dan Nabi Muhammad adalah utusa-Nya serta malaikat, kitabkitab-Nya dan percaya kepada hari akhir dan qadha dan qadar. Jadi, sekaya, sebijak,
setampan, secantik bahkan sedermawan apapun orangnya apabila belum punya poin ini
dianggap rugi.
Kedua, beramal shalih. Amal shalih merupakan bentuk kalimat yang umum. Didalamnya
bisa terkandung banyak sekali arti. Dan sejatinya, beramal shalih tidak ada dikotomi
pada masalah ubudiyah saja, tetapi universal. Sayang, kadang mainstream umat Islam
masih cenderung melihat amal shalih dari perspektif ubudiyah saja, seperti rajin shalat
dhuha, tahajjud, puasa senin kamis dll, meskipun itupun sudah bagus, perlu juga amal
shalih yang bersifat muamalah: ibadah sosial, seperti membantu fakir miskin, berzakat,
sampai dalam skala yang lebih luas, misalnya membuat kebijakan yang berpihak kepada
rakyat, menyejahterakan.
Dalam beramal shalih, perlu memperhatikan niat, seperti yang sudah disampaikan nabi
dalam hadisnya yang terkenal: innama al-amaalu bi an-niyyat yang terjemahan
bebasnya bahwa segala sesuatu itu tergantung pada niatnya. Artinya bahwa, bisa saja
perbuatan yang disitu mengandung unsur agama, tetapi tidak menjadi amal shalih,
hanya gara-gara salah niat. Misalnya, orang pergi umroh hanya untuk mendapatkan
pencitraan baik, karena dia akan mencalonkan diri menjadi wakil rakyat. Maka, yang
akan dia dapat bukanlah pahala, tetapi citra baik dia di mata orang-orang.
Sebaliknya, ibadah yang kelihatanya itu bersifat keduniaan dan bukan bagian dari ritual
agama, bisa saja menjadi amal shalih, seperti tukang sapu misalnya. Jika dalam hati
berniat menjaga kebersihan, agar membuat orang di sekelilingnya sehat dan nyaman,
maka itu menjadi amal shalih dan mendapatkan pahala. Berbeda jika orang tersebut
hanya berorientasi pada gaji dan pekerjaan semata.
Ketiga, saling nasehat menasehati dalam hal kebajikan. Orang bijak mengatakan:teman
yang baik bukanlah teman yang selalu berkata ya kepada Anda, tetapi yang berani
membenarkan apa kata anda. Jika teman kita salah, sebaiknya memang kita
membenarkan, atau minimal mengingatkan. Hal yang terberat dalam hal ini sebenarnya
adalah menasehati atasan, karena kita cenderung takut akan efek yang diakibatkan.
Namun sebenarnya, jika kita benar, semua akan berjalan lebih baik, diluar perkiraan kita.
Nasehat-menasehati dapat terjalin jika kita banyak bergaul dengan orang-orang, baik
yang berpengetahuan ataupun tidak. Dan hal yang perlu diperhatikan adalah,
penyampaian pesan kita(baik dalam diskusi atau perdebatan) dengan cara yang baik
bahkan dalam al-Quran menggunakan kata ahsan(terbaik). Tentunya beda, pesan kita
dengan rekan-rekan se-pengajian dengan PSK ataupun preman jalanan. Jadi, mesti
pintar-pintar kita dalam menempatkan kata dan posisi.

Keempat, adalah Sabar. Berdasar dari semua apa yang ada pada diri, atau sekeliling kita
adalah titipan milik Allah, maka semua pasti akan kembali kepadanya. Jika kita
mendapat cobaan, baik kehilangan, fitnah, masalah atau yang lain, hendaknya kita
berusaha mencari problem solving dan bertawakkal kepada Allah. Kita harus percaya
bahwa apa yang menimpa kita, akan terbaik bagi kita, karena Allah tidak akan memberi
beban kepada hamba kecuali ia mampu mengatasinya. Demikian. Wallahu Alam.

SURAH AT-TAKASUR






( 1)
( 2)
( 3)








( 5)

( 6)


( 4)

(8)



( 7)




Artinya :

Bermegah-megahan telah melalaikan kamu, (1) sampai kamu masuk ke dalam kubur.
(2) Janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui (akibat perbuatanmu itu), (3) dan
janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui. (4) Janganlah begitu, jika kamu
mengetahui dengan pengetahuan yang yakin, (5) niscaya kamu benar-benar akan
melihat neraka Jahiim, (6) dan sesungguhnya kamu benar-benar akan melihatnya
dengan `ainulyaqin, (7) kemudian kamu pasti akan ditanyai pada hari itu tentang
kenikmatan (yang kamu megah-megahkan di dunia itu).(8)
Surat at-Takatsur merupakan surat Makiyah. Kata at-Takatsur diambil dari ayat
pertama yang mempunyai arti bermegah-megahan. Ia terdiri dari 8 ayat dan memiliki
beberapa

nama

selain al-Takatsur yaitu

: alhakum (telah

melalaikanmu)

atau al-

Maqabir (tempat pemakaman).


Surat ini menggambarkan tentang orang-orang yang suka berlomba-lomba untuk
mengumpulkan harta. Mereka merasa bangga jika harta yang mereka punya melebihi
yang lain. Kecintaan dan kebanggan mereka terhadap harta membuat lupa kepada Allah
dan lingkungan sekitarnya. Bahkan persaingan tersebut terus mereka lakukan sampai
kematian menjemput (dikubur). Hal ini terjadi karena mereka tidak pernah puas dengan

apa yang telah didapatkan. Dahaga mereka baru terpuaskan jika telah mendapatkan
harta dan kedudukan yang tinggi. Meskipun untuk mencapainya harus menghalalkan
segala cara dan menafikan syariat agama. Demikianlah gambaran jika seseorang telah
terpesona dengan kehidupan duniawi, sebagaimana firman Allah berikut:




















(212)






Artinya :
Kehidupan dunia dijadikan indah dalam pandangan orang-orang kafir, dan mereka
memandang hina orang-orang yang beriman. Padahal orang-orang yang bertakwa itu
lebih mulia daripada mereka di hari kiamat. Dan Allah memberi rezeki kepada orangorang yang dikehendaki-Nya tanpa batas. (QS. Al-Baqarah [2] : 212)
Dan dalam sebuah hadis qudsi, mereka digambarkan sebagai berikut : Seandainya
seorang manusia (yang lengah) memiliki dua lembah penuh emas, niscaya pasti ia
masih menginginkan lembah ketiga, tidak ada yang memenuhi rongga putra-putri Adam
kecuali tanah.
Menurut Prof. Dr. M. Quraish Shihab, selain persaingan mencari harta, dalam AlQuran ada tiga hal yang menyebabkan manusia lalai, yaitu:
1.

angan-angan kosong

2.

peniagaan dan jual beli

3.

harta dan anak


Peringatan dan teguran yang Allah sampaikan melalui utusan-Nya tidak akan pernah
bisa membuat mereka sadar. Dan dakwah yang disampaikan oleh para ulama
dianggapnya sebagai angin lalu. Padahal apa yang mereka lakukan sebenarnya tidak
akan menjadikan mereka bahagia. Dan tidak sampai kepada hakikat dan kehidupan yang
sejati, yaitu kebahagian ukhrawi (di akhirat) kelak. Yang terjadi adalah sebaliknya, musuh
mereka akan bertambah seiring dengan ambisinya.
Dan apa yang mereka perebutkan tidaklah sebanding dengan kenikmatan yang akan
didapat di akhirat kelak. Seandainya mereka memahami makna kehidupan akhirat,
tentulah mereka tidak seperti itu. Kehidupan duniawi hanya sementara, sedang
kehidupan akhirat kekal selamanya.
Mereka baru akan menyadari kesalahannya ketika dimasukkan ke dalam neraka
jahim. Dan ketika diminta pertanggunggjawaban atas harta dan karunia yang telah Allah
berikan. Pada hari itu mereka akan ditanya tentang kenikmatan yang mereka kumpulkan
dan

banggakan

semasa

mempertanggungjawabkan

hidup

di

dunia.

perbuatannya

Mereka

yang

juga

akan

menghalalkan

diminta

segala

cara

untuk
untuk

mendapatkan keinginannya. Kemudian selanjutnya akan mendapatkan balasan sesuai


dengan yang telah mereka lakukan di dunia. Sebagaimana firman Allah berikut :





8)






( 7)




Artinya :

Barang siapa yang mengerjakan kebaikan seberat zarah pun, niscaya dia akan melihat
(balasan) nya. Dan barang siapa yang mengerjakan kejahatan seberat zarah pun,
niscaya dia akan melihat (balasan) nya pula.(QS. Al-Zalzalah [99] : 7-8)

Anda mungkin juga menyukai