Anda di halaman 1dari 29

Tafsir Surat Annas

 ُ ‫ الَّ ِذي يُ َوس ِْوسُ فِي‬. ‫اس‬


ِ ‫ص ُد‬
‫ور‬ ِ َّ‫اس ْال َخن‬
ِ ‫ ِم ْن َشرِّ ْال َوس َْو‬. ‫اس‬
ِ َّ‫ ِإلَ ِه الن‬. ‫اس‬
ِ َّ‫ك الن‬ ِ َّ‫قُلْ َأ ُعو ُذ بِ َربِّ الن‬
ِ ِ‫ َمل‬. ‫اس‬
ِ َّ‫ ِم َن ْال ِجنَّ ِة َوالن‬. ‫اس‬
‫اس‬ ِ َّ‫الن‬
 Artinya:
Katakanlah: “Aku berlindung kepada Tuhan (yang memelihara dan
menguasai) manusia. Raja manusia. Sembahan manusia. Dari
kejahatan (bisikan) syaitan yang biasa bersembunyi, yang
membisikkan (kejahatan) ke dalam dada manusia, dari (golongan)
jin dan manusia.
 Asbabun Nuzul Surat An Nas
 Surat An Nas terdiri dari enam ayat. Kata An Nas yang berarti “manusia”
diambil dari ayat pertama. Ia disebut pula surat Qul a’udzu birabbin naas.
Bersama surat Al Falaq, keduanya disebut al mu’awwidzatain. Yakni dua
surat yang menuntun pembacanya menuju tempat perlindungan.
 Surat Al Falaq disebut al mu’awwidzah al ‘ula. Sedangkan Surat An Nas
disebut al mu’awwidzah ats tsaaniyah.
 Bersama Surat Al Falaq, oleh Al Qurthubi juga disebut al muqasyqisyatain.
Yaitu yang membebaskan manusia dari kemunafikan.
 Surat ini turun bersama surat Al Falaq. Menurut pendapat Hasan, Atha’,
Ikrimah dan Jabir, Surat An Nas adalah surat makkiyah. Ini merupakan
pendapat mayoritas. Namun ada juga yang berpendapat Surat An Nas
adalah madaniyah berdasarkan riwayat Ibnu Abbas dan Qatadah.
 Kafir Quraisy Makkah berupaya mencederai Rasulullah dengan ‘ain.
Yakni pandangan mata yang merusak atau membinasakan. Lalu
Allah menurunkan dan mengajarkan Surat Al Falaq dan Surat An
Nas ini kepada Rasulullah untuk menangkalnya. Ini asbabun nuzul
yang menjadi tumpuan pendapat bahwa Surat An Nas makkiyah.
 Sebagian ulama lebih detil menyebut surat An Nas merupakan surat
ke-21 yang turun kepada Rasulullah dari segi tertib turunnya. Yakni
sesudah Surat Al Falaq dan sebelum Surat Al Ikhlas.
 Asbabun nuzul yang menjadi dasar pendapat ayat ini Madaniyah,
surat ini diturunkan Allah kepada Nabi Muhammad saat seorang
Yahudi Madinah bernama Lubaid bin A’sham menyihir beliau.
 Lubaid bin A’sham menyihir Rasulullah dengan media pelepah
kurma berisi rambut beliau yang rontoh ketika bersisir, beberapa
gigi sisir beliau serta benang yang terdapat 11 ikatan yang ditusuk
jarum. Lalu Allah menurunkan Surat Al Falaq dan An Nas.
 Setiap satu ayat dibacakan, terlepaslah satu ikatan hingga
Rasulullah merasa lebih ringan. Ketika seluruh ayat telah
dibacakan, terlepaslah seluruh ikatan tersebut.
 Keutamaan surat An-Nas
 Menurut pendapat para ulama di bidang tafsir, diantaranya Ibnu
Katsir Asy-Syafi’i dan Asy-Syaikh Abdurrahman As-Sa’dy, surat ini
termasuk golongan surat Makkiyah (turun sebelum hijrah).
 Bersama Al-Falaq, surat An-Nas ini merupakan bagian dari Al-
Mu’awwidzatain, yaitu dua surat yang mengandung permohonan
perlindungan. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
 ‫ط ْال ُم َع ِّو َذتَي ِْن‬
ُّ َ‫ات لَ ْم يُ َر ِم ْثلُه َُّن ق‬ ْ َ‫ُأ ْن ِز َل َأ ْو ُأ ْن ِزل‬
ٌ َ‫ت َعلَ َّي آي‬
 “Telah diturunkan kepadaku ayat-ayat yang tidak semisal
dengannya yaitu Al Mu’awwidataini (surat An Naas dan surat Al
Falaq).” (H.R Muslim no. 814, At-Tirmidzi no. 2827, An Naasa’i no.
944).
 Surat Al-Falaq dan An-Nas disebut pula  Al Mu’awwidzat, jika
digabungkan bersama surat Al Ikhlash. Inilah salah satu bacaan
wirid/dzikir yang disunnahkan untuk dibaca setelah selesai shalat.
‘Uqbah bin ‘Amir radhiyallahu ‘anhu membawakan hadits dari
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, bahwa beliau bersabda:
ِ ‫ا ْق َرُأوا ْال ُم َع ِّو َذا‬
َ ِّ‫ت فِ ْي ُدب ُِر ُكل‬
 ‫صالَ ٍة‬

 “Bacalah Al Mu’awwidzat pada setiap selesai shalat.” (HR. Abu


Dawud no. 1523, dishahihkan oleh Asy Syaikh Al Albani dalam Ash
Shahihah no. 1514)
 Surat An Nas ayat 1
 ِ َّ‫قُلْ َأ ُعو ُذ بِ َربِّ الن‬
‫اس‬
 Katakanlah: “Aku berlindung kepada Tuhan (yang memelihara dan
menguasai) manusia.
 Kata qul (‫ )ق>>ل‬yang berarti “katakanlah” membuktikan bahwa
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menyampaikan segala
sesuatu yang diterimanya dari ayat-ayat Al Quran yang
disampaikan oleh malaikat Jibril. Seandainya ada sesuatu yang
disembunyikan, demikian Tafsir Al Misbah, yang paling wajar
adalah menghilangkan kata qul ini.
 Dalam Tafsir Al Azhar diterangkan, qul (‫“ )ق>>ل‬katakanlah Wahai
utusanKu dan ajarkanlah juga kepada mereka.”
 Kata a’uudzu (‫ )أعوذ‬terambil dari kata ‘audz (‫ )ع>وذ‬yakni menuju
kepada sesuatu untuk menghindar dari sesuatu yang ditakuti.
 Rabb ‫ب‬( ‫ )ر‬mengandung makna kepemilikan dan kepemeliharaan
serta pendidikan yang melahirkan pembelaan serta kasih sayang.
Dalam Tafsir Fi Zhilalil Quran disebutkan, Ar Rabb adalah Tuhan
yang memelihara, Yang mengarahkan, Yang menjaga dan Yang
melindungi.
 Sedangkan an nas (‫ )ا>>لناس‬berarti kelompok manusia. Berasal dari
kata an naws (‫ )ا>>لنوس‬yang berarti gerak, ada juga yang
berpendapat dari kata unaas (‫ )أناس‬yang berarti tampak. Kata an
nas terulang sebanyak 241 dalam Al Quran. Kadang kata ini
digunakan Al Quran dalam arti jenis manusia seperti Surat Al
Hujurat ayat 13 atau sekelompok tertentu dari manusia seperti
Surat Ali Imran ayat 173.
 Surat An Nas ayat 2
 ِ َّ‫َملِ ِك الن‬
‫اس‬
 Raja manusia
 Kata Malik (‫ )ملك‬artinya raja, biasanya digunakan untuk penguasa yang
mengurus manusia. Berbeda dengan Maalik (‫ )ما>>لك‬yang artinya
pemilik, biasanya digunakan untuk menggambarkan kekuasaan si
pemilik terhadap sesuatu yang tidak bernyawa. Maka wajar jika ayat
kedua ini tidak dibaca maalik dengan memanjangkan huruf mim
sebagaimana dalam Surat Al Fatihah. Demikian penjelasan Tafsir Al
Misbah.
 Al Malik, kata Sayyid Qutb dalam Fi Zhilalil Quran, adalah Tuhan Yang
berkuasa, Yang menentukan keputusan, Yang mengambil tindakan.
 Menurut Buya Hamka dalam Tafsir Al Azhar, Malik (‫ )ملك‬berarti
penguasa atau raja, pemerintah tertinggi atau sultan. Sedangkan
jika mimnya dipanjangkan menjadi Maalik (‫ )ما>>لك‬artinya adalah
yang memiliki.
 “Dipanjangkan membaca mim ataupun dibaca tidak dipanjangkan,
pada kedua bacaan itu terkandung kedua pengertian: Allah itu
memang Raja dan Penguasa yang mutlak atas diri manusia. Allah
Mahakuasa mentakdirkan dan mentadbirkan sehingga mau tidak
mau, kita manusia mesti menurut peraturan yang telah
ditentukanNya yang disebut sunnatullah,” kata Buya Hamka.
 Surat An Nas ayat 3
 ِ َّ‫ِإلَ ِه الن‬
‫اس‬
 Sembahan manusia
 Kata ilah (>‫ )إله‬berasal dari kata aliha – ya’lahu (>‫ )أله> – ي>>أ>>له‬yang berarti menuju
dan bermohon. Disebut ilah karena seluruh makhluk menuju serta bermohon
kepadaNya dalam memenuhi kebutuhan mereka. Pendapat lain mengatakan
kata tersebut awalnya berarti menyembah atau mengabdi sehingga ilah
adalah Dzat yang disembah dan kepadaNya tertuju segala pengabdian.
 Sayyid Qutb menjelaskan, al ilah adalah Tuhan yang Mahatinggi, Yang
mengungguli, Yang mengurusi, Yang berkuasa. Sifat-sifat ini mengandung
perlindungan dari kejahatan yang masuk ke dalam dada, sedang yang
bersangkutan tidak mengetahui bagaimana cara menolaknya karena ia
tersembunyi.
 Ketika menafsirkan Surat An Nas ayat 1 sampai 3 ini, Ibnu Katsir menjelaskan:
 Ketiga ayat yang pertama merupakan sifat-sifat Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Yaitu sifat rububiyah, sifat mulkiyah dan sifat uluhiyah. Dia adalah Tuhan
segala sesuatu, Yang memilikinya dan Yang disembah oleh semuanya. Maka
segala sesuatu adalah Makhluk yang diciptakanNya dan milikNya serta
menjadi hambaNya.
 Orang yang memohon perlindungan diperintahkan agar dalam permohonannya
menyebutkan sifat-sifat tersebut agar dihindarkan dari godaan yang
tersembunyi, yaitu setan yang selalu mendampingi manusia. Karena tidak
seorang manusia pun melainkan memiliki qarin (pendamping) dari kalangan
setan yang menghiasi fahisyah hingga kelihatan bagus olehnya. Setan juga
tidak segan-segan mencurahkan segala kemampuannya untuk menyesatkan
melalui bisikan dan godaannya. Yang terhindari dari bisikannya hanyalah
orang yang dipelihara oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.
 Rasulullah bersabda, “Tidak seorang pun dari kalian melainkan
telah ditugaskan terhadapnya qarin yang mendampinginya.”
Sahabat bertanya, “Termasuk engkau juga ya Rasulullah?” Beliau
menjawab, “Ya. Hanya saja Allah membantuku dalam
menghadapinya akhirnya ia masuk Islam. Maka ia tidak menyuruh
kecuali hanya kebaikan.”
 Syaikh Wahbah Az Zuhaili menjelaskan dalam Tafsir Al Munir,
“Karena sifat kasih Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada kita, Allah
mengajari kita tentang tata cara untuk berlindung dari setan
manusia dan jin. Dia memberitahu kita tentang tiga sifatNya;
rububiyah, mulkiyah dan uluhiyah. Dengan sifat-sifatNya tersebut,
Allah akan menjaga hamba yang meminta perlindungan dari
kejahatan setan-setan dalam agama, dunia dan akhirat.”
 Surat An Nas ayat 4
 ِ َّ‫اس ْال َخن‬
‫اس‬ ِ ‫ِم ْن َشرِّ ْال َو ْس َو‬
 Dari kejahatan (bisikan) syaitan yang biasa bersembunyi
 Kata syar (‫ )ش>>ر‬pada mulanya berarti buruk atau mudharat. Lawan
dari khair (‫ )خير‬yang berarti baik. Ibnu Qayyim Al Jauziyah
menjelaskan, syar mencakup dua hal yaitu sakit (pedih) dan yang
mengantar kepada sakit (pedih). Penyakit, kebakaran, tenggelam
adalah sakit. Sedangkan kekufuran, maksiat dan sebagainya
mengantar kepada sakit atau kepedihan siksa Ilahi.
 Kata al waswas (‫ )ا>>لوسوا>س‬awalnya berarti suara yang sangat halus. Makna ini
kemudian berkembang menjadi bisikan-bisikan, biasanya adalah bisikan
negatif. Karenanya sebagian ulama memahami kata ini dalam arti setan.
Karena setan sering membisikkan rayuan dan jebakan dalam hati manusia.
 Sedangkan kata al khannas (‫ )ا>>لخناس‬berasal dari kata khanasa (‫ )خنس‬yang
artinya kembali, mundur, bersembunyi. Patron kata yang digunakan ayat ini
mengandung makna sering kali atau banyak sekali. Dengan demikian ia
bermakna, setan sering kali kembali menggoda manusia pada saat ia lengah
dan melupakan Allah. Sebaliknya, setan sering kali mundur dan bersembunyi
saat manusia berdzikir dan mengingat Allah.
 Saat menafsirkan Surat An Nas ayat 4 ini, Ibnu Abbas menjelaskan, “Setan
bercokol dalam di atas hati anak Adam. Apabila ia lupa dan lalai kepada
Allah, setan menggodanya. Apabila ia ingat kepada Allah, maka setan
bersembunyi.”
 Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
 ‫ي ِإاَّل َأ َّن هَّللا َ َأ َعانَنِي‬
َ ‫ُول هَّللا ِ قَا َل َوِإيَّا‬ َ ‫َما ِم ْن ُك ْم ِم ْن َأ َح ٍد ِإاَّل َوقَ ْد ُو ِّك َل بِ ِه قَ ِرينُهُ ِم َن ْال ِج ِّن قَالُوا َوِإيَّا‬
َ ‫ك يَا َرس‬
)‫َعلَ ْي ِه فََأ ْسلَ َم فَاَل يَْأ ُم ُرنِي ِإاَّل بِ َخي ٍْر (رواه مسلم‬
 “Tidak seorang pun di antara kalian kecuali bersamanya ada
qorinnya dari Jin”. Para sahabat bertanya: ”Engkau juga, ya
Rasulullah?” Jawab Rasulullah, “Termasuk saya, tetapi Allah telah
menolong saya di atasnya, maka saya selamat. Sehingga ia tidak
menyuruhku kecuali kepada yang baik”. (HR Muslim).
 Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan
makna firman-Nya, al-waswas, bahwa makna yang dimaksud ialah
syaitan yang membisikkan godaannya; namun apabila yang
digodanya taat kepada Allah, maka syaitan bersembunyi.
 Ini sesuai dengan   firman Allah,
 َ ‫يل َويَحْ َسب‬
‫ُون‬ ِ ِ‫ص ُّدونَهُ ْم َع ِن ال َّسب‬ ٌ ‫طانا ً فَه َُو لَهُ قَ ِر‬
ُ َ‫ين َوِإنَّهُ ْم لَي‬ َ ‫َو َمن يَعْشُ َعن ِذ ْك ِر الرَّحْ َم ِن نُقَيِّضْ لَهُ َش ْي‬
‫ين َولَن يَنفَ َع ُك ُم ْاليَ ْو َم ِإذ‬ ُ ‫س ْالقَ ِر‬ َ ‫ك بُ ْع َد ْال َم ْش ِرقَي ِْن فَبِْئ‬ َ ‫َأنَّهُم ُّم ْهتَ ُد‬
َ ‫ون َحتَّى ِإ َذا َجآ َءنَا قَا َل يالَي‬
َ َ‫ْت بَ ْينِي َوبَ ْين‬
َ ‫ب ُم ْشتَ ِر ُك‬
‫ون‬ ِ ‫ظَّلَ ْمتُ ْم َأنَّ ُك ْم فِى ْال َع َذا‬
 “Barang siapa yang berpaling dari mengingat Allah (Petunjuk
Allah) Yang Maha Pemurah (yaitu Al Qur’an), Kami adakan
baginya syaitan (yang menyesatkan), maka syaitan itulah yang
menjadi teman yang selalu menyertainya.” ( Qs. Az Zukhruf : 36)
 Syaitan akan bersembunyi dan lari terbirit-birit di saat manusia berdzikir, yaitu
menyebut dan mengingat Allah Ta’ala. Abu Hurairah berkata bahwa
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
 ‫صاَل ِة َأ ْدبَ َر َحتَّى‬
َّ ‫ب بِال‬َ ‫ضى النِّ َدا َء َأ ْقبَ َل َحتَّى ِإ َذا ثُ ِّو‬ َ ‫ض َراطٌ َحتَّى اَل يَ ْس َم َع التَّْأ ِذ‬
َ َ‫ين فَِإ َذا ق‬ ُ ُ‫ان َولَه‬ ُ َ‫صاَل ِة َأ ْدبَ َر ال َّش ْيط‬
َّ ‫ي لِل‬ َ ‫ِإ َذا نُو ِد‬
َ َ‫يب َأ ْقبَ َل َحتَّى يَ ْخ ِط َر بَي َْن ْال َمرْ ِء َونَ ْف ِس ِه يَقُو ُل ْاذ ُكرْ َك َذا ْاذ ُكرْ َك َذا لِ َما لَ ْم يَ ُك ْن يَ ْذ ُك ُر َحتَّى ي‬
‫ظ َّل ال َّر ُج ُل اَل يَ ْد ِري‬ َ ‫ضى التَّ ْث ِو‬ َ َ‫ِإ َذا ق‬
‫صلَّى‬َ ‫َك ْم‬
 “Jika panggilan shalat (adzan) dikumandangkan maka syaitan akan lari sambil
mengeluarkan kentut hingga ia tidak mendengar suara adzan. Apabila
panggilan adzan telah selesai maka syaitan akan kembali. Dan bila iqamat
dikumandangkan syaitan kembali berlari dan jika iqamat telah selesai
dikumandangkan dia kembali lagi, lalu menyelinap masuk kepada hati
seseorang seraya berkata, ‘Ingatlah ini dan itu’. Dan terus saja dia melakukan
godaan ini hingga seseorang tidak menyadari berapa rakaat yang sudah dia
laksanakan dalam shalatnya.” (HR Bukhari dan Muslim )

 Surat An Nas ayat 5
 ِ َّ‫ور الن‬
‫اس‬ ُ ‫الَّ ِذي يُ َوس ِْوسُ فِي‬
ِ ‫ص ُد‬
 yang membisikkan (kejahatan) ke dalam dada manusia
 Kata Shudur (‫ )ص>>دور‬artinya adalah dada, yang dimaksudkan adalah
tempat hati manusia. Maka ketika menjelaskan ayat ini, Syaikh
Wahbah menjelaskan: “Yang menebarkan pikiran-pikiran buruk dan
jahat di dalam hati. Dalam ayat tersebut disebutkan kata ash shudur
karena dada adalah tempat hati. Pikiran-pikiran itu tempatnya di
hati, sebagaimana dikenal dalam dialektika orang-orang Arab.”
 Apakah ayat ini menyangkut bani Adam saja sebagaimana lahiriah
ayat atau termasuk jin juga? Ibnu Katsir mengutip pendapat bahwa
jin pun termasuk dalam pengertian an nas ini.
 Bisikan ini ditujukan kepada  shadrun (dada) manusia.
Kenapa shadrun (dada), tidak qalbun (hati), dan tidak
pula fuad (hati)?  Jawabannya bahwa sebenarnya tiga kata itu 
maknanya sama, hanya berbeda dalam penggunaannya saja. Shadrun
(dada) adalah tempat dimana ada fuad dan  qalbun (hati).
 Qalbun berarti sesuatu yang sering berbolik-
balik. Allah Ta’ala sajalah yang mampu membolak-balikkannya. Di
dalam doa’ disebutkan:
 َ ِ‫ِّت قَ ْلبِي َعلَى ِدين‬
‫ك‬ ِ ‫ب ْالقُلُو‬
ْ ‫ ثَب‬، ‫ب‬ َ ِّ‫يَا ُمقَل‬.
 “Ya Allah, Yang Membolak-balikkan hati, teguhkan hatiku ini agar
selalu berada di dalam agama-Mu “  ( HR Tirmidzi )
 Surat An Nas ayat 6
 ِ َّ‫ِم َن ْال ِجنَّ ِة َوالن‬
‫اس‬
 dari (golongan) jin dan manusia
 Kata min (‫ )من‬dalam ayat ini bermakna sebagian. Karena memang
sebagian manusia dan jin melakukan bisikan-bisikan negatif, tidak
semuanya. Allah mengabadikan ucapan jin dalam Surat Al Jinn
ayat 11:
 َ ‫ك ُكنَّا طَ َراِئ‬
‫ق ِق َددًا‬ َ ِ‫ون َذل‬ َ ‫َوَأنَّا ِمنَّا الصَّالِح‬
َ ‫ُون َو ِمنَّا ُد‬
 “Dan sesungguhnya di antara kami ada yang shalih-shalih dan ada
juga di antara kami yang tidak demikian halnya. Kami menempuh
jalan yang berbeda-beda.” (QS. Al Jin: 11)
 Ada pula yang berpendapat min di ayat ini berfungsi menjelaskan
sehingga artinya adalah yaitu.
 Kata al jinnah (‫ )ا>>لجنة‬adalah bentuk jamak dari jinny (‫ )ا>>لجني‬yang
ditandai dengan ta’ marbuthah untuk menunjukkan bentuk jamak
muannats. Kata jinn berasal dari akar kata janana (‫ )جنن‬yang
berarti tertutup atau tidak terlihat. Anak yang masih dalam
kandungan disebut janin karena ia tidak terlihat. Surga dan hutan
yang lebat disebut jannah karena mata tidak dapat menembusnya.
Dinamai jin karena ia makhluk halus yang tidak terlihat.
 Seluruh makhluk yang menggoda dan mengajak kepada
kemaksiatan disebut setan, baik dari jenis jin maupun manusia.
Setan jin tersembunyi tapi setan manusia tampak.
 Abu Dzar Al Ghifari pernah ditanya seseorang, “apakah ada setan
manusia?” Ia pun menjawab ada lalu membaca firmanNya:
 ‫ُف ْالقَ ْو ِل ُغرُورًا‬
َ ‫ْض ُز ْخر‬ ُ ‫س َو ْال ِجنِّ يُو ِحي بَ ْع‬
ٍ ‫ضهُ ْم ِإلَى بَع‬ ِ ‫ين اِإْل ْن‬ ِ َ‫ك َج َع ْلنَا لِ ُكلِّ نَبِ ٍّي َع ُد ًّوا َشي‬
َ ‫اط‬ َ ِ‫َو َك َذل‬
 “Dan demikian itu, Kami jadikan bagi tiap-tiap Nabi musuh, yaitu
setan-setan (dari jenis) manusia dan (dari jenis) jin, sebagian mereka
membisikkan kepada sebagian yang lain perkataan yang indah-indah
untuk memperdaya.” (QS. Al An’am: 112)
 Ibnu Katsir menjelaskan, Surat An Nas ayat 6 merupakan tafsir dari
Surat An Nas ayat 5. Sebagaimana pengertian setan dalam Surat Al
An’am ayat 112 tersebut.
 Sayyid Qutb menjelaskan, bisikan jin tidak dapat diketahui bagaimana
terjadinya. Namun dapat dijumpai bekas-bekas pengaruhnya dalam
realitas jiwa dan kehidupan.
 “Adapun mengenai manusia, kita mengetahui banyak tentang
bisikan mereka,” lanjutnya dalam Tafsir Fi Zilalil Quran. “Kita
mengetahui pula bahwa di antara bisikannya itu ada yang lebih
berat daripada bisikan setan jin.”
 Beliau kemudian mencontohkan teman yang membisikkan
kejahatan kepada temannya. Ajudan atau penasehat yang
membisikkan kepada penguasa. Provokator yang memprovokasi
dengan kata-katanya. Penjaja syahwat yang menghembuskan
bisikan melalui insting. Dan bermacam pembisik lain yang
menggodan dan menjerumuskan sesama manusia.
 Penutup
 Maka untuk menangkal bisikan-bisikan setan itu, baik dari golongan jin
maupun manusia, kita harus memohon perlindungan kepada Allah. Surat
An Nas ini mengajarkan demikian. Membaca Surat An Nas adalah bagian
dari upaya perlindungan diri dari semua bisikan itu. Namun tidak hanya
membacanya.
 “Dan sesungguhnya engkau berlindung kepada Allah dari perdayaan setan
itu ialah dengan meninggalkan apa yang disukai setan. Bukan semata-
mata hanya berlindung diucapkan mulut,” tegas Buya Hamka dalam Tafsir
Al Azhar.
 Demikian Surat An Nas mulai dari terjemah, asbabun nuzul hingga tafsir.
Yakni disarikan dari Tafsir Ibnu Katsir, Tafsir Fi Zhilalil Quran, Tafsir Al
Azhar, Tafsir Al Munir dan Tafsir Al Misbah. Wallahu a’lam bish shawab.

Anda mungkin juga menyukai