ك َهباِحلهحكسمهة َسوالحسمحوهعظسهة َاحلسسسنسهة َسوسجاِهدحلنحم َبسهساِلهت َههسسي َأسححسسسنن ع َإهسل َسسبهيِهل َسرب س
احد ن
ضلل َسعحن َسسبهيِلههه َسونهسو َأسحعلسنم َهباِلحنمحهتسهديِسن
ك َنهسو َأسحعلسنم َهبسحن َ س
إهلن َسربل سArtinya:
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang
baik serta bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu
Dialah yang lebih mengetahui siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Yang lebih
turunnya) ayat ini. Al-Wahidi menerangkan bahwa ayat ini turun setelah
ayat ini turun di Makkah ketika adanya perintah kepada Rasulullah SAW, untuk
melakukan gencatan senjata (muhadanah) dengan pihak Quraisy. Akan tetapi, Ibn
Katsir tidak menjelaskan adanya riwayat yang menjadi sebab turunnya ayat
tersebut.[3]
Meskipun demikian, ayat ini tetap berlaku umum untuk sasaran dakwah
siapa saja, Muslim ataupun kafir, dan tidak hanya berlaku khusus sesuai dengan
sabab an- nuzul-nya (andaikata ada sabab an-nuzul-nya). Sebab, ungkapan yang
sebab”[5]
Setelah kata ud‘u (serulah) tidak disebutkan siapa obyek (maf‘ûl bih)-nya.
Ini adalah uslub (gaya pengungkapan) bahasa Arab yang memberikan pengertian
Dari segi siapa yang berdakwah, ayat ini juga berlaku umum. Meski ayat
ini adalah perintah Allah kepada Rasulullah, perintah ini juga berlaku untuk umat
“Perintah Allah kepada Rasulullah, perintah ini juga berlaku untuk umat Islam,
a. Tafsir Al-Jalaalayn
{َ ك َ{ َ} َادع النساِس َيِساِ َممسد َصلى َالس َعليِسه َوسسلم َ} َإلس َسسسبهيِهل َسربسب س
ديِنسسه َ} َباِلكمسسة َ{ َبسساِلقرآن َ} َوالوعظسسة َالسسسنة َ{ َمواعظسسة َأو َالقسسول
{َ الرقيِس س سسق َ} َوجس س سساِدلم َبس س سساِلت َ{ َأي َالاِدلس س سسة َالس س سست َ} َههس س س سسى َأسححسسس س س سنن
{َ ك َنهسسو َأسحعلسسنم َكاِلدعاِء َإل َال َبآيِاِته َوالسسدعاِء َإلسس َحججسسه َ} َإهلن َلربسل س
ضلل َسعن َسسبهيِلههه َسونهسو َأسحعلسنم َباِلهتديِن َ{ َفيِجاِزيِهم َأي َعاِل َ} َه سبن َ س،َ
َونزمل َلاِ َقتل َحزمة.َ وهذا َقبل َالمر َباِلقتاِل
Artinya:
“Serulah (manusia, wahai Muhammad) ke jalan Rabb-mu (agama-Nya)
dengan hikmah (dengan al-Quran) dan nasihat yang baik (nasihat-nasihat atau
perkataan yang halus) dan debatlah mereka dengan debat terbaik (debat yang
terbaik seperti menyeru manusia kepada Allah dengan ayat-ayat-Nya dan
menyeru manusia kepada hujah). Sesungguhnya Rabb-mu, Dialah Yang
Mahatahu, yakni Mahatahu tentang siapa yang sesat dari jalan-Nya, dan Dia
Mahatahu atas orang-orang yang mendapatkan petunjuk. Maka Allah
membalas mereka. Hal ini terjadi sebelum ada perintah berperang. Ketika
Hamzah dibunuh (dicincang dan meninggal dunia pada Perang Uhud)” [8]
b. Tafsir al-Qurthuby
َوأمسسره َأن َيِسسدعو َإلس،هسسذه َاليِسسة َنزملسست َبكسسة َفسس َوقسست َالمسسر َبهاِدنسسة َقريِسسش
َوهكسسذا َيِنبغسسى َأن،ديِسسن َالسس َوشسسرعه َبتلطسسف َوليسس َدون َماِشسسنة َوتعنيِسسف
َفهس سسى َمكمس سسة َفس سس َجهس سسة َالعصس سساِة َمس سسن.يِس سسوعظ َالسس سسلمون َإلس س َيِس سسوم َالقيِاِمس سسة
َإن َمسن َأمكنست: َوقسد َقيِسل. َومنسوخة َباِلقتاِل َف َحق َالكاِفريِن،الوحديِن
.معه َهذه َالحوال َمن َالكفاِر َورجى َإياِنه َباِ َدون َقتاِل َفهى َفيِه َمكمة
.وال َأعلم
Artinya:
“(Ayat ini diturunkan di Makkah saat Nabi SAW. diperintahkan untuk bersikap
damai kepada kaum Quraisy. Beliau diperintahkan untuk menyeru pada
agama Allah dengan lembut (talathuf), layyin, tidak bersikap kasar
(mukhasanah), dan tidak menggunakan kekerasan (ta’nif). Demikian pula
kaum Muslim; hingga Hari Kiamat dinasihatkan dengan hal tersebut. Ayat ini
bersifat muhkam dalam kaitannya dengan orang-orang durhaka dan telah di-
mansûkh oleh ayat perang berkaitan dengan kaum kafir. Ada pula yang
mengatakan bahwa bila terhadap orang kafir dapat dilakukan cara tersebut,
serta terdapat harapan mereka untuk beriman tanpa peperangan, maka ayat
tersebut dalam keadaan demikian bersifat muhkam. Wallâhu a’lam.)” [9]
c. Tafsir At-Thabary
َ) َاحدنع َ( َيِسساِ َممسسد َمسسن َأرسسسلك َإليِسسه َربسسك َباِلسسدعاِء َإلسس َطسساِعته) َإهسلسس َسس سبهيِهل
َوهو َالسسسلم) َهباِحلهحكسمسهة، َإل َشريِعة َربك َالت َشرعهاِ َللقه:ك َ( َيِقول سرب س
( َيِقول َبوحي َال َالذي َيِوحيِه َإليِك َوكتاِبه َالسذي َيِنزملسه َعليِسك) َسوالحسمحوهعظسسهة
،َ َوباِلعبة َالميِلة َالسست َجعلهسساِ َالسس َحجسسة َعليِهسسم َفسس َكتسساِبه:احلسسسنسهة َ( َيِقول
،َ َكسساِلت َعسبدد َعليِهسسم َفسس َهسسذه َالسسسورة َمسسن َحججسسه،وذبكرهسسم َبسساِ َفسس َتنزميِلسسه
:وذبكرهسسم َفيِهسساِ َمسساِ َذكرهسسم َمسسن َآلئاسسه) َسوسجسساِهدحلنحم َبسهساِلهت َههسسي َأسححسسسنن َ( َيِقسسول
وخاِصمهم َباِلصومة َالت َهسي َأحسسسن َمسسن َغيهسساِ َأن َتصسسفح َعمسساِ َنسساِلوا َبسسه
َول َتعصسسه َف سس َالقيِ سساِم َبسساِلواجبَ َعليِ سسك َمسسن َتبليِغهسسم،عرض سسك َمسسن َالذى
.رساِلة َربك
Artinya:
“Serulah (Wahai Muhammad, orang yang engkau diutus Rabb-mu kepada nya
dengan seruan untuk taat ke jalan Rabb-mu, yakni ke jalan Tuhanmu yang
telah Dia syariatkan bagi makhluk-Nya yakni Islam, dengan hikmah (yakni
dengan wahyu Allah yang telah diwahyukan kepadamu dan kitab-Nya yang
telah Dia turunkan kepadamu) dan dengan nasihat yang baik (al-mau’izhah
al-hasanah, yakni dengan peringatan/pelajaran yang indah, yang Allah jadikan
hujah atas mereka di dalam kitab-Nya dan Allah telah mengingatkan mereka
dengan hujah tersebut tentang apa yang diturunkan-Nya. Sebagaimana yang
banyak tersebar dalam surat ini, dan Allah mengingatkan mereka (dalam ayat
dan surat tersebut) tentang berbagai kenikmatan-Nya). Serta debatlah mereka
dengan cara baik (yakni bantahlah mereka dengan bantahan yang terbaik), dari
selain bantahan itu engkau berpaling dari siksaan yang mereka berikan
kepadamu sebagai respon mereka terhadap apa yang engkau sampaikan.
Janganlah engkau mendurhakai-Nya dengan tidak menyampaikan risalah
Rabb-mu yang diwajibkan kepadamu.) [10]
a. Makna Hikmah
berarti mengetahui perkara-perkara yang ada dan mengerjakan hal-hal yang baik.
[14] Menurut Mujahid, al-hikmah adalah pemahaman, akal, dan kebenaran dalam
ucapan selain kenabian. At-Thabary mengatakan bahwa Hikmah dari Allah SWT
bisa berarti benar dalam keyakinan dan pandai dalam din dan akal. [15]
Adapun Abdul Aziz bin Baz bin Abdullah bin Baz berdasarkan
Pernyataan Abdul Aziz Bin Baz tersebut sejalan dengan pendapat sebagian
hikmah sebagai apa saja yang diturunkan Allah berupa al-Kitab dan As-Sunnah.
[18]
menafsirkan hikmah secara lebih rinci, yakni sebagai hujjah atau dalil. Sebagian
mensyaratkan hujjah itu harus bersifat qath‘i (pasti), seperti an-Nawawi al-Jawi.
hikmah sebagai hujjah yang qath‘i yang dapat menghasilkan keyakinan[21]. Al-
Baidhawi dan Al-Khazin mengartikan hikmah dengan ucapan yang tepat (al-
atau dalil. Dari ungkapan para mufasir di atas juga dapat dimengerti, bahwa
yakni hujjah yang tertuju pada akal. Sebab, para mufasir seperti al-Baidhawi, al-
hikmah ini kepada sasarannya yang spesifik, yakni golongan yang mempunyai
argumentasi yang masuk akal, yang tidak dapat dibantah, dan yang memuaskan.
Yang dapat mempengaruhi pikiran dan perasaan siapa saja. Sebab, manusia tidak
menerangi wajah kebenaran, dan menjadi api yang mampu membakar kebobrokan
tempatnya; kadangkala juga berarti hujjah atau argumentasi. Dalam ayat ini, tidak
yang baik) secara global, yaitu nasihat atau peringatan al-Quran (mau’izhah al-
hasanah sebagai suatu nasihat yang tertuju pada hati (perasaan), tanpa
meninggalkan karakter nasihat itu yang tertuju pada akal. Sayyid Quthub
hasanah ada dua: Pertama, menggunakan ungkapan yang tertuju pada akal. Ini
terbukti dengan ungkapan yang digunakan para mufasir, seperti an-Nisaburi, al-
dan khithâb (seruan). Semua ini jelas berkaitan dengan fungsi akal untuk
Terbukti, para mufasir menyifati dalil itu dengan aspek kepuasan hati atau
kepuasan dan keyakinan (iqnâ‘) jelas tidak akan terwujud tanpa proses
pembenaran dan kecondongan hati. Semua ini jelas berkaitan dengan fungsi hati
untuk meyakini atau puas terhadap sesuatu dalil. Di antara upaya untuk
Adapun mau’izhah al hasanah atau nasihat yang baik, umumnya dengan cara
memberikan berita gembira dan berita peringatan dari Allah Pencipta alam.
tetapi masih mempunyai fitrah yang lurus. Demikian menurut al-Baidhawi, al-
[23] Sayyid Quthub, Tafsir Fi Zilalil Qur’an ,tp, t-tp, tt, Hal. 292/ XIII.
[24] An-Nisaburi, loc.cit.
[25] Al-Baidhawi, op.cit.,Hal.394/III ; Lihat juga :Al-Alusi, Ruhul Ma’ani Fi
Tafsir Al-Qur’an Al-Adzim, Mawaqi’u at-Tafaasir, t-tp, tt Hal. 487/V.
[26] An- Nawawi Al jawi, Marah Labid Tafsir An Nawawi,tp, t-tp, tt, Hal. 517/I
[27] Al-Khazin, Lubab At Ta’wil Fi Ma’ani AT Tanjil, Mawaqi’u At Tafasir, t-tp,
tt. Hal.223/IV