Anda di halaman 1dari 11

BAB PELAPORAN

4 KEUANGAN
INTERM PAJAK
PENGHASILAN
Oleh : Fatchur Rochman SE., M.Si
Pendahuluan
Laporan keuangan tidak selamanya disusun dengan basis tahunan. Ada kalanya laporan
keuangan disajikan untuk periode semesteran, kuartalan atau bahkan ada yang bulanan.

Penyajian laporan keuangan interim memberikan permasalahan akuntansi keuangan


tersendiri. Beberapa isu seperti penurunan nilai aktiva, pajak penghasilan, penyusutan
dan amortisasi dan lain-lain harus mendapat perhatian pada saat penyajian laporan
keuangan interim dilakukan.

Taksiran yang dilakukan pada saat pelaporan keuangan interim belum tentu sesuai
dengan realisasi pada saat pelaporan keuanga tahunan dilakukan.
1. LAPORAN KEUANGAN INTERIM
IASB telah mengeluarkan IAS 34 tentang “Interim
Financial Reporting” dan PSAK 3 tentang “Laporan
Keuangan Interim” yang mengatur secara khusus
penyajian laporan keuangan dalam periode interim
atau periode yang lebih kecil dari periode keuangan
satu tahun.
1. PROSEDUR PENCATATAN PAJAK KINI
(Lanjutan)
IASB telah mengeluarkan IAS 34 tentang “Interim Financial Reporting”
dan PSAK 3 tentang “Laporan Keuangan Interim” yang mengatur secara
khusus penyajian laporan keuangan dalam periode interim atau periode
yang lebih kecil dari periode keuangan satu tahun.

Walaupun laporan keuangan interim disajikan dengan format ringkas,


tetapi penyajiannya harus tetap dilakukan sesuai dengan IAS 1 tentang
“Presentation of Financial Statement”.
1. PROSEDUR PENCATATAN PAJAK KINI
(Lanjutan)
Informasi yang dipertimbangkan untuk disajikan pada catatan atas laporan keuangan interim adalah sebagai
berikut:
No. Pengungkapan Pada Catatan Atas Laporan Keuangan

1 Penjelasan mengenai kebijakan akuntansi dan metode perhitungan sebagaimana dijelaskan pada catatan atas laporan keuangan tahunan,
2 Komentar-komentar penjelasan mengenai kondisi musiman dan siklus usaha,
3 Penjelasan mengenai sifat, dan jumlah perubahan-perubahan aktiva, kewajiban, ekuitas, laba bersih atau arus kas yang tidak biasa
Penjelasan mengenai perubahan estimasi yang terjadi pada periode-periode interim dalam tahun berjalan, atau perubahan estimasi yang terjadi
4 pada tahun-tahun sebelumnya jika perubahan estimasi tersebut berdampak material terhadap laporan keuangan interim periode berjalan,

5 Penjelasan terkait dengan penerbitan, pembelian kembali dan pembayaran instrumen hutang dan ekuitas
6 Penjelasan mengenai pembayaran dividen baik dari saham biasa maupun saham jenis lainnya
7 Informasi segmen sebagaimana yang diharuskan dalam IFRS 8 tentang “Operating Segments”
8 Peristiwa setelah tanggal neraca yang memiliki dampak material terhadap laporan keuangan interim
Perubahan komposisi perusahaan yang terjadi selama periode interim, seperti penggabungan usaha, akuisisi dan pelepasan anak perusahaan dan
9 investasi jangka panjang, restrukturisasi dan penghentian operasi sebagaimana IAS dan IFRS terkait,
10 Perubahan-perubahan kewajiban dan aktiva kontijensi yang terjadi sejak tanggal neraca tahunan terakhir

Penyajian informasi keuangan baik yang ada pada neraca, laporan laba rugi, laporan arus kas, laporan perubahan ekuitas dan catatan atas laporan
keuangan interim harus didasarkan pada tingkat materialitas saldo-saldo pada periode interim tersebut.
1. PROSEDUR PENCATATAN PAJAK KINI
(Lanjutan)
Perlu diperhatikan, jika suatu perusahaan diharuskan menyajikan laporan keuangan interim untuk
periode enam bulan yang berakhir 30 Juni 2020, maka perusahaan tersebut diharuskan menyajikan
laporan keuangan komparatif dengan menyajikan sebagai berikut :

No. Elemen Laporan Per tanggal Per tanggal


Keuangan
1 Neraca 30 Juni 2020 31 Desember 2019
2 Laporan Laba Rugi 30 Juni 2020 30 Juni 2019
3 Laporan arus kas 30 Juni 2020 30 Juni 2019
4 Laporan perubahan 30 Juni 2020 30 Juni 2019
ekuitas

PSAK 3 dan APB 28 mengharuskan penyajian neraca interim yang berakhir pada periode yang sama pada tahun sebelumnya, misalnya neraca
per 30 Juni 2020 akan diperbandingkan dengan neraca per 30 Juni 2019 bukan neraca per 31 Desember 2019.
2. KETENTUAN PELAPORAN PAJAK
PENGHASILAN SECARA INTERIM
Pelaporan keuangan interim pajak penghasilan harus mengacu kepada PSAK 3 paragraf 8 yang
menyebutkan sebagai berikut :
“Pada akhir tiap periode interim, perusahaan harus membuat taksiran pajak penghasilan untuk
dibebankan pada tiap periode interim. Perhitungan pajak penghasilan interim harus sesuai dengan
kebijakan akuntansi tentang pajak penghasilan yang dianut pada akhir tahun.”
2. KETENTUAN PELAPORAN PAJAK
PENGHASILAN SECARA INTERIM
- PAJAK KINI
Sebagaimana diketahui, pajak kini dihitung sekali dalam setahun. Beban pajak kini harus
dibebankan dengan terlebih dahulu mensetahunkan (annualize) laba fiscal yang dihasilkan dengan
tarif efektif pajak penghasilan yang berlaku. Beban pajak kini yang telah diperoleh dibagi
berdasarkan periode interim. Permasalahan yang sering muncul adalah manakala pada laporan
keuangan interim terdapat pengakuan beban pajak kini karena secara fiscal perusahaan mengalami
laba, sebaliknya laporan keuangan tahunan melaporkan rugi fiscal. Dalam kasus seperti ini, laporan
keuangan tahunan harus tetap melaporkan rugi fiscal dengan tanpa memperhitungkan beban pajak
kini yang dihitung pada saat pelaporan keuangan interim. Agar lebih jelas, perhatikan contoh
berikut:
2. KETENTUAN PELAPORAN PAJAK
PENGHASILAN SECARA INTERIM
- PAJAK KINI (Lanjutan)
Kasus I:
PT A menyusun laporan keuangan interim secara kuartalan. Laporan keuangan kuartalan pertama
disusun untuk periode yang berakhir per 31 Maret 2020. Laba fiscal kuartal pertama adalah sebesar
Rp. 120.000.000. Berapakah besar pajak kini yang terhutang dan yang harus diakui pada laporan
laba rugi interim untuk periode yang berakhir pada tanggal 31 Maret 2020?

Jawab:
Laba fiscal yang disetahunkan adalah : 4 x Rp. 120.000.000 = Rp. 480.000.000
Beban pajak kini adalah : 25% x Rp. 480.000.000 = Rp. 120.000.000
Sehingga besarnya pajak kini untuk kuartal pertama adalah sebesar Rp. 120.000.000/4 atau Rp.
30.000.000
2. KETENTUAN PELAPORAN PAJAK
PENGHASILAN SECARA INTERIM
- PAJAK KINI (Lanjutan)
Kasus II:
Jika kemudian pada kuartal kedua terdapat laba fiscal sebesar Rp. 50.000.000, berapakan beban pajak kini yang harus
dibebankan pada kuartal kedua untuk periode yang berakhir pada tanggal 30 Juni 2020
Jawab:
Beban pajak kini pada kuartal kedua adalah :
Laba fiscal yang disetahunkan adalah : 2 x Rp. 170.000.000 (kumulatif) = Rp. 340.000.000
Beban pajak kini adalah : 25% x Rp. 340.000.000 = 85.000.000
Sehingga besarnya pajak kini untuk kuartal kedua adalah sebesar beban pajak kini kumulatif dikurangi dengan beban
pajak yang telah dibebankan pada kuartal pertama yaitu :
Pajak Kini = (Rp 85.000.000/2) – Rp 30.000.000
= Rp 42.500.000 – Rp 30.000.000
= Rp. 12.500.000
Sehingga dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
Akun Kuartal I (Rp) Kuartal II (Rp) Kumulatif (Rp)
Laba Fiskal 120.000.000 50.000.000 170.000.000
Beban Pajak 30.000.000 12.500.000 42.500.000
2. KETENTUAN PELAPORAN PAJAK
PENGHASILAN SECARA INTERIM
- PAJAK TANGGUHAN
Pelaporan interim pajak tangguhan harus memperhatikan kemungkinan realisasi dan penyelesaian dari suatu aktiva dan
kewajiban pajak tangguhan pada akhir tahun. Misalnya jika pada pelaporan kuartal pertama terdapat rugi fiscal, maka
pengakuan aktiva pajak tangguhan yang berasal dari rugi fiscal harus dilakukan dengan hati-hati dan dengan melihat
ekspektasi dapat dikompensasi atau tidaknya rugi fiscal tersebut selama periode yang disetahunkan. Pajak tangguhan
dihitung dengan menggunakan tarif pajak maksimum yang digunakan untuk pelaporan keuangan tahunan.

Anda mungkin juga menyukai