Anda di halaman 1dari 74

2.

Proses cracking (perengkahan)


Adalah proses pemecahan molekul hidrokarbon (hc)
besar dengan rantai atom karbon panjang menjadi
molekul hc yang lebih kecil.
Penemuan proses cracking berlatar belakang adanya
kebutuhan bahan bakar bensin yang berkembang terus,
setelah perang dunia ke dua. Bensin yang dihasilkan
dari distilasi atmosferis relatif kecil, sehingga
kebutuhan bensin tidak mungkin dipenuhi hanya
dengan proses distilasi atmosferis. Disisi lain distilasi
atmosferis juga menghasilkan fraksi – fraksi yang lebih
berat yang prosentasenya relatif lebih besar tetapi
pemanfaatannya kurang , misalnnya fraksi gas oil dan
residue.
Dengan diketemukannya proses cracking, maka
fraksi – fraksi berat dari crude oil dapat diubah
menjadi fraksi ringan yang dapat digunakan
sebagai komponen gasoline dan kerosine.
Ada dua macam proses cracking yakni :
1. Thermal cracking
2. Catalitik cracking.
Pada thermal cracking, proses cracking dari
hidrokarbon berat terjadi di ruangan (vessel)
karena pengaruh suhu yang tinggi dan pada
umumnya tekanannya juga tinggi, sedangkan
catalitic cracking, proses cracking terjadi
teruytama atas peranan catalis.
2.1 Thermal Cracking

Thermal cracking adalah proses pemecahan


dari hidrokarbon berat menjadi hidrokarbon
ringan karena pengaruh suhu dan tekanan yang
tinggi.
Reaksi cracking mulai terjadi pada suhu antara
315 0 s/d 370 0 C, tergantung dari jenis bahan
baku yang diproses. Pengaturan suhu operasi
dari reaktor tempat terjadinya cracking antara
455 0 s/d 730 0 C, sedangkan tekanan operasi
antara atmosferis s/d 1000 Psig.
Proses thermal cracking dilakukan dengan tujuan :
a. Untuk mengubah fraki residue dan distilat
berat ( heavy gas oil ) menjadi fraksi – fraksi yang
lebih ringan, seperti : light gas oil, kerosine,
naphta dan gas.
b. Untuk menurunkan viscositas residue yang
akan digunakan sebagai komponen minyak bakar
( fuel oil) . Dalam hal ini proses cracking diesbut
Visbreacking.
c. Untuk mengubah residue menjadi coke
(arang) dan fraksi ringan lainya. Proses ini
disebut coking.
Proses thermal cracking dapat dilakukan dengan
dua cara yakni
1. Cracking dalam fase cair
2. Cracking dalam fase uap.

Cracking Dalam Fase Cair


Kondisi operasi :
- Suhu antara 400 s/d 510 0 C
- Tekanan antara 200 s/d 1000 Psig
Hasil cracking yang berupa gas ( C1 s/d C4 )
relatif sedikit, sedangkan hasil yang berupa fraksi
naphta, kerosin dan light gas oil relatif banyak.
Cracking Dalam Fase Uap
Kondisi operasi :
- Suhu diatas 540 0 C
- Tekanan antara 14,7 s/d 100 Psig
Hasil cracking yang berupa gas ( C1 s/d C4 ) relatif
banyak , sedangkan hasil yang berupa fraksi naphta, kerosin
dan light gas oil relatif sedikit.

Kecenderungan terjadinya proses cracking dari beberapa


jenis hidrokarbon adalah sebagai berikut :
- Hidrokarbon parafin dengan rantai karbon yang panjang
paling mudah dipecah molekulnya.
- Hidrokarbon naphten relatif lebih sukar dipecah.
- Hidrokarbon aromat paling sulit dipecah (paling stabil).
Beberapa mekanisme reaksi yang terjadi pada
proses thermal cracking
1. Reaksi pemotongan rantai atom karbon
(cracking)
2. Reaksi Isomerisasi
3. Reaksi Polimerisasi
4. Reaksi Dehidrogenasi
1. Reaksi pemotongan rantai atom karbon
Contoh reaksi :

( C14H30  CAIR)
CRACKING

(C5H12  CAIR) + (C6H12  CAIR) + (C3H6  GAS)

Atau kemungkinan lain hasilnya :

C8H16 + C4H8 + C2H6


( CAIR ) (GAS) ) (GAS)
Tugas :
Tuliskan contoh reaksi cracking dari C20H42
menjadi :
a. 2 molekul parafin dan olefin
b. 3 molekul parafin dan olefin
c. molekul parafin dan 3 molekul olefin
d. Molekul parafin olefin dan naphten
e. Molekul parafin, olefin , naphten dan aromat
2. Reaksi Isomerisasi
Adalah reaksi perubahan struktur kimia di
dalam sebuah molekul hidrokarbon tanpa
disertai perubahan rumus molekul ( jumlah
masing –masing unsur kimia di dalam sebuah
molekul tetap).
Contoh :
Isomerisasi
(N- C8H18)
CH3 CH3
CH3 – C- CH2 – CH – CH3 ( Iso Oktan)
!
CH3
3. Reaksi Polimerisasi
Adalah reaksi penggabungan dua molekul hidrokarbon
yang sama menjadi sebuah molekul baru yang lebih
besar jumlah atom karbonya.
Contoh :
CH3 CH3
CH2= C + CH2= C
CH3 CH3
Iso Butylene Iso Butylene POLIMERISASI

CH3 CH3
CH3 - C - CH2 – CH – CH3
CH3
2,2,4 Tri Methyl Pentane (Iso – Octane )
4. Reaksi Dehidrogenasi
Adalah proses pelepasan beberapa atom hidrogen
dari sebuah molekul hidrokarbon , sehingga
dihasilkan gas hidrogen dan senyawa tidak jenuh .

Contoh :
CH3 – CH2- CH3 CH3 – CH = CH2 + H2
Propane Propilene
2.1.Visbreaking
Proses visbreaking adalah proses thermal cracking
yang ditujukan untuk menurunkan viscositas residu
hasil distilasi atmosferis ( long residue ) untuk
menjadi komponen minyak bakar.

Peralatan Pokok proses visbreaking


1. Furnace
Sebagai pemanas umpan residu sampai suhunya
mencapai antara 496 s/d 523 0 C dan tekananya
antara 50 s/d 100 Psig. Pada pemanasan setinggi
ini ada sebagian residue yang sudah mengalami
perengkahan / cracking di dalam tube furnace.
2. Reaction Chamber
Adalah tempat berlangsungnya reaksi cracking
sebagai kelanjutan dari reaksi cracking yang telah
terjadi di dalam tube furnace. Hasil cracking yang
keluar dari chamber selanjutnya diinjeksikan Light
Gas Oil agar suhunya turun menjadi sekitar 443 s/d
455 0 C sehingga reaksi cracking tidak berlanjut.
3. Flash Chamber
Adalah bejana yang berfungsi untuk memisahkan
hasil – hasil cracking yang keluar dari reaktor , yakni
berupa cairan dan uap. Produk berupa uap akan
keluar dari atas chamber, sedangkan yang berupa
cairan akan keluar dari bagian bawah.
4. Atmosferic Fractionator
Kolom Fraksinasi beroperasi pada tekanan
atmosferis, untuk memisahkan hasil craking
yang berupa uap menjadi produk Naphta dan
Light Gas Oil.
5. Vacuum Fractionator
Kolom Fraksinasi beroperasi pada tekanan
vacuum, untuk memisahkan produk cracking
yang berupa cairan menjadi produk Heavy Gas
Oil dan residu yang viscositasnya lebih rendah
( lebih encer) dari residu semula.
NAPHTA
RECTION CHAMBER
FLASH CHAMBER

FRACTIONATOR

LIGHT GAS
OIL (LGO)

HEAVY GAS OIL


(HGO)
FURNACE

FRACTIONATOR
RESIDUE LGO INJECTION

LIGHT RESIDUE

Gambar : Tipical Diagram Alir Proses Visbreaking


2.1.2 Proses Coking
Dilihat dari sudut pandang reaksi yang terjadi,
proses coking merupakan proses thermal cracking
yang tingkatan crackingnya lebih besar dibanding
thermal cracking dan visbreaking, sehingga salah
satu produk akhirnya adalah Carbon (coke). Coke
yang dihasilkan sebenarnya masih mengandung
hidrokarbon berat ( titik didih tinggi). Untuk
menghilangkan hidrokarbon tersebut maka Coke
tersebut harus dicalsinasi, yakni dengan cara
dipanaskan sampai mencapai suhu antara 2000 0F
s/d 2300 0F. Pada suhu tersebut masih akan ada
sedikit hidrogen dalam coke.
Proses pembentukan coke terjadi di bejana yang
berukuran cukup besar (coke drum) sehingga waktu
tinggalnya lama . Oleh sebab itu proses coking sering
disebut “Delayed Coking “
Diskripsi Proses
Umpan residu panas dimasukan ke lolom fraksinasi pada
bagian bawah, sedangkan uap panas yang keluar dari
coke drum di alirkan dari dasar kolom, maka uap panas
tersebut didinginkan oleh umpan residu yang suhunya
lebih rendah, sehingga tidak akan terjadi coking dalam
menara fraksinasi dan hidrokarbon berat juga
terkondensasi dan dikembalikan lagi ke coke drum.
Disamping itu dengan cara ini semua hidrokarbon yang
lebih ringan dari kebutuhan umpan yang terikut dalam
umpan akan di “stripping “.
GAMBAR : TIPICAL DELAY COKING UNIT
DELAY COKING UNIT RU II DUMAI
Umpan yang sudah tidak mengandung hidrokabon ringan
bersama dengan recycle liquid dipompakan ke dua buah
coke drum (secara bergantian ) melalui heater. Kedalam tube
heater diinjeksikan steam untuk mengontrol kecepatan
sehingga kecenderungan pembentukan coke dalam tube
heater dapat dikurangi. Dengan memanaskan sampai sekitar
925 0 F sebagian hidrokarbon akan menguap sedangkan
sebagian yang lain tetap berupa cairan. Dengan waktu tinggal
yang cukup dan suhu tinggi maka cairan tersebut akan
mengalami proses cracking sehingga terbentuk coke di
dalam coke drum.
Uap yang keluar dari atas coke drum dialirkan ke dasar kolom
fraksinasi. Uap ini tediri atas steam dan produk dari reaksi
cracking, berupa gas, naphta dan gas oil. Kolom fraksinasi
tersebut dilengkapi dengan gas oil stripper, sedangkan
sebagai reflux dipakai produk naphta.
Coke atau kokas yang berasal dari minyak bumi
sering disebut petroleum coke, sedangkan coke
yang terbuat dari batubara disebut coal- coke.
Pada umumnya petroleum coke diproduksi
dalam bentuk padat berpori dan bentuknya
tidak beraturan, mulai dari bentuk kecil (debu)
sampai berukuran 20 inchi, bentuk ini sering
disebut “green coke”.
Coke Removal (decoking):

Coke dikeluarkan dari chamber menggunakan


drill stem yang berputar 5-10 rpm, yang
dilengkapi dengan mata boring/cutting dan
hydraulic jet water pump (tekanan 200-250
kg/cm2).
Page 24
Proses Kalsinasi
Proses kalsinasi (calcination process ) adalah suatu proses
yang mengubah green coke menjadi calcined Coke . Pada
proses kalsinasi, green coke dipanaskan secara berangsur
– angsur sampai mencapai suhu 1350 0 C, untuk
menguapkan uap air dan hidrokarbon yang mudah
menguap. Selanjutnya diikuti dengan proses pirolisis dan
kristalisasi.
Proses kalsinasi pada hakekatnya merupakan proses
perlakuan ( treatment) coke pada suhu tinggi secara
bertahap. Pemanasan dilakukan dalam tungku putar
(rotary kiln) .
Kalsinasi terjadi secara bertahap ketika green coke
bergerak perlahan – lahan melalui zona – zona yang
suhunya semakin tinggi.
Tahapan Calcinasi
Kenaikkan Suhu Tahapan proses
- Ambien s/d 148 0 C - Pemisahan air ( water removal)
- 149 0 s/d 482 0 C -Pemisahan zat – zat yang dapat
menguap
- 483 0 s/d 760 0 C - Pirolisis / cracking
- 761 0 s/d 1350 0 C - Densifikasi dan kristalisasi

Calcined coke yang keluar dari rotary kiln suhunya masih


tinggi, sehingga perlu didinginkan di dalam rotary cooler
dengan cara menyemprotkan air dan meniupkan gas
dingin. Keluar dari cooler calcined coke jatuh ke screw
conveyor , disiram dengan minyak untuk menghilangkan
debu, lalu dikirim ke silo (storage)
Tipical analisis dari petroleum green coke dan
calcined coke sebagai berikut :

Green coke Calcined coke

Water content %wt 2–4 Nil


Volatile matter % wt 7 – 10 2–3
Fixed Carbon %wt 91 – 85 95 +
Ash % wt 0,5 – 1,0 1-2
Typical Feed properties :
Short Residue : Tipycal Produk :
API 18.8 Gas 5.1 %Vol
K 12.2 LPG 3.9 %Vol
S, wt% 0.17
Con Carbon, wt% 9.79 Naphtha 11.1 %Vol
V, wt ppm 0.6 LCGO 30.8 % Vol
Ni, wt ppm 4.4 HCGO 28.9 % Vol
Pour point, °C 50
Coke 20.2 % Vol
2.2. Catalitic Cracking
Catalitic cracking secara luas dipakai hampir
diseluruh refinery untuk menkonversi fraksi berat
dari crude oil menjadi fraksi ringan yang banyak
dibutuhkan pasar .
Katalis adalah suatu bahan kimia yang dikontakkan
dengan suatu material (fraksi crude oil) sehingga
material itu dapat bereaksi secara kimiawi,
sedangkan katalis tersebut tidak ikut bereaksi.
Pada umumnya katalis berbentuk granuler atau
serbuk. Salah satu sifat fisis dari katalis adalah luas
permukaan pori, yang berperanan terjadinya reaksi
kimia. Makin besar luas permukaan pori maka
katalis tersebut semakin reaktif.
Salah satu produk dari cracking adalah
terbentuknya coke. Produk coke ini dapat
menempel pada lubang pori – pori catalis
sehingga dapat menurunkan reaktifitas katalis.
Untuk menjaga reaktifitas katalis maka dilakukan
dengan meregenerasi katalis dengan cara
dipanaskan sampai suhu tertentu, sehingga coke
yang menempel pada permukaan pori akan
terbakar habis
Adanya racun katalis dalam umpan feedstock dapat
menurunkan reaktifitas katalis, bahkan dapat
merusak katalis, karena katalis yang terkena racun
tidak dapat diregenerasi lagi dan harus diganti
dengan yang baru.
Oleh karena itu semua umpan reaktor sebelumnya
harus diproses terlebih dulu untuk menghilangkan
atau menurunkan kandungan komponen tertentu
yang merupakan racun katalis dari reaktor
cracking.
Proses catalitic cracking ini menjadi pilihan utama
dibanding thermal cracking, dikarenakan
beberapa kelebihan yang dimiliki antara lain :

• Fraksi gasoline / naphta yang dihasilkan


mempunyai angka oktan lebih tinggi.
• Gas yang dihasilkan banyak mengandung olefin.
• Hasil residu yang dihasilkan relatif sedikit
• Tekanan operasi relatif rendah
• Jenis umpan yang digunakan lebih fleksibel

Apakah kerugianya ?
Beberapa kerugian dibanding thermal cracking
antara lain :
1. Persyaratan umpan relatif ketat agar tidak
merusak catalis
2. Peralatan proses relatif lebih kompleks
3. Investasi awal dan biaya operasi lebih tinggi
Catalitic cracking ada 2 macam:
1. Fluidized Catalitic Cracking (FCC)
2. Residuel Catalitic Cracking (RCC)

Perbedaanya hanya pada jenis umpan :


FCC umpan berupa gasoil produk dari
Vacuum distillation
RCC  Umpan berupa residue dari CDU,
setelah dihilangkan kandungan metalnya di
Atmospheric Residue hydrodemeta- lization
unit (ARHDM)
Mengapa perlu menggunakan circulating
fluidized bed ?
Kontak antara gas dan padatan lebih
baik
Pengendalian suhu internal lebih mudah
Regenerasi katalis lebih mudah
Kerja katalis lebih efektif
Skema Peralatan Utama Catalitic Cracking
Peralatan utama
Peralatan utama ada 3 seksi yakni:
1. Seksi Reactor
2. Seksi Regenerator
3. Seksi Fraksinasi

1. Seksi Reactor
Reaksi terjadi di reaction chamber atau reactor.
Dari bagian bawah reactor dimasukan umpan
bersama dengan katalis. Setelah terjadi reaksi,
katalis dipisahkan dengan Cyclone separator
dan keluar dari samping reactor, sedangkan
semua poroduk reaksi keluar dari atas reactor.
2. Seksi Regenerator
Coke yang menempel pada permukaan katalis dan
menutupi lubang pori – pori katalis harus diaktifkan
kembali atau diregenerasi dengan udara panas yang
suhunya sekitar 1.100 0F, sehingga terjadi reaksi
pembakaran dari coke :

Reaksi pembakaran dari coke :

C + O2 CO2 + CO

Hasil reaksi pembakaran gas CO2 dan CO, diikuti


dengan sejumlah panas , dalam bentuk gas CO2 dan gas
CO yang suhunya tinggi.
Panas ini pada umumnya dimanfaatkan untuk menaikan
suhu katalis sebelum masuk reactor, dan juga dipakai
untuk memanaskan boiler feed water
3. Seksi Fraksinasi
Hasil – cracking yang keluar dari atas reactor
dialirkan ke kolom fraksinasi untuk dipisah –
pisahkan berdasarkan fraksinya. Beberapa fraksi
produk hasil cracking yakni :
Gas
Naphta
Light Gas Oil
Heavy Gas Oil
Untuk membedakan fraksi yang berasal dari proses
cracking, maka penamaanya ditambahkan dengan
“Cracking “, disingkat “Cracked” di depan masing –
masing fraksi tersebut, sehingga penamaanya
menjadi :
1. Cracked Gas
2. Cracked Naphta.
3. Cracked Light Gas Oil
4. Cracked Heavy Gas Oil
Tahapan reaksi dalam catalitic cracking adalah
sebagai berikut :
1. Reaksi Primer
Yakni reaksi pemecahan rantai atom karbon
sehingga dihasilkan hidrokarbon dengan atom
karbon ( C ) 3 atau 4.
2. Reaksi sekunder
Reaksi perpindahan atom Hidrogen ( H) untuk
penjenuhan senyawa olefin dan mengubah
senyawa naphtenik menjadi aromatik
3. Reaksi pembentukan coke dari kondensasi
senyawa aromatik
4. Reaksi – reaksi lainya, seperti : pembentukan
cincin, polimerisasi, dehidrogenasi, dan isomerisasi.
Urutan reaktifitas hidrokarbon dalam catalitic cracking
untuk jumlah atom karbon yang sama adalah
sebagai berikut :
1. Olefin
2. Alkyl benzene dengan rantai cabang lebih besar dari
C3
3. Naphten
4. Polimethyl Aromatik
5. Paraffin
6. Unsubstituted aromatics
Catatan : makin kebawah makin berkurang
reaktifitasnya
Variabel Proses
Adalah besaran – besaran yang berpengaruh dalam
cracking yakni besarnya konversi dan distribusi produk ,
yakni :
•Suhu reaktor : 480 – 560 0 C
•Tekanan reaktor : 0,7 – 2,5 kg / cm2 g
•Suhu regenerator : 650 – 750 0 C
•Catalist / Oil ratio : Katalis masuk ke dalam
reaktor / Total feed
:3–9/1
•Jenis dan aktifitas katalis volume umpan persatuan
waktu
•Volume katalisLiquid hourly velocity (LHSV) =

Volume umpan persatuan waktu / Volume katalis


Secara umum pengaruh beberapa variabel proses
berikut sama, untuk moving – bed maupun
fluidized – bed unit.
a. Suhu reaktor
b. Catalist / Oil ratio
c. Aktifitas katalis
- Semakin tinggi variabel proses tersebut
(dalam kisaran operasi normal) maka konversi
semakin tinggi.
- Semakin rendah LHSV konversi semakin
tinggi.
Pada unit moving - bed, suhu operasi lebih banyak
berpengaruh dan dengan menaikan kecepatan sirkulasi
katalis maka akan diperoleh produk gasoline lebih banyak

Pada unit FCC ( Fluidized Catalitic Cracking ), konversi dan


kapasitas reaksi sangat tergantung dari kemampuan
pembakaran coke yang terbentuk pada katalis di
regenerator.
Pada moving – bed maupun FCC, tekanan reaktor pada
umumnya berkisar antara 15 s/d 20 psig . Menaikkan
tekanan maka akan cenderung memperbesar pembentukan
coke di katalis dan menurunkan angka oktan dari produk
gasoline. Tekanan tidak berpengaruh banyak terhadap
konversi umpan.
Reactor vapor to
Fractionation column

Stack gas

Stripper
Stripping
Steam

Reactor
Dense standpipe
Bed Air Distributor Riser

Regenerator
Preheated Air Standpipe

Preheated feed

Regenerator Reactor
REGENERATOR REACTOR Fractionation Tower
Product

Reactor
Flue gas

Regenerator

Air

Feedstock

Typical Reactor & regenerator controle system


Flue gas energy recovery with Co Boiler
Mekanisme proses di sekitar cyclone FCC
Reaksi yang terjadi di
Regenerator
Reaksi Dalam Catalitic Cracking
Tahapan reaksi dalam catalitic cracking adalah sebagai
berikut :
1. Reaksi Primer
Yakni reaksi pemecahan rantai atom karbon
sehingga dihasilkan hidrokarbon dengan atom karbon
C3 atau C4.
2. Reaksi sekunder
Reaksi perpindahan atom Hidrogen ( H) untuk
penjenuhan senyawa olefin dan mengubah senyawa
naphtenik menjadi aromatik
3. Reaksi pembentukan coke dari kondensasi senyawa
aromatik
4. Reaksi – reaksi lainya, seperti : pembentukan cincin,
polimerisasi, dehidrogenasi, dan isomerisasi.
Urutan reaktifitas beberapa jenis hidrokarbon dalam
catalitic cracking untuk jumlah atom karbon ( C )
yang sama adalah sebagai berikut :
1. Olefin
2. Alkyl benzene dengan rantai cabang lebih
besar dari C3
3. Naphten
4. Polimethyl Aromatik
5. Paraffin
6. Unsubstituted aromatics

Catatan : makin kebawah makin berkurang


reaktifitasnya.
#.Normal parafin cenderung untuk pecah pada
bagian diantara atom C no. 3 dan atom C
no. 4 dari ujung. Normal parafin dapat
juga pecah pada pertengahan rantai atom
karbon, maka produk yang berupa methan
dan ethan sedikit. Pada rantai atom C
yang panjang pemotongan dapat terjadi
pada bebeapa titik secara serentak.
#. Olefin cenderung mengalami cracking serupa
dengan parafin, namun reaksinya lebih
mudah dari parafin. Disamping itu banyak
reaksi sekunder yang terjadi.
#. Aromatik cenderung untuk pecah pada rantai
cabangnya saja.

#. Naphten juga cenderung untuk menghasilkan


hidrokarbon dengan C3 atau C4. Cracking
dapat terjadi pada bagian cincin atau pada
rantai cabangnya, terutama cabang yang
tersusun dari 3 atom C atau lebih.
Overview
Residu Catalityc Cracking Unit
RCC Unit

PERTAMINA RU VI Balongan
RCC Complex

RCC COMPLEX TERDIRI DARI :


• RCU
• UGC
• LPG TREATING
• GASOLINE TREATING
• PRU
• CAT.CON
WET GAS

COLUMN
MAIN
COLUMN
REACTOR
REACTOR
CO HEAVY NAPTHA

REGENERATOR
REGENERATOR LCO
Steam

HCO

Spent catalyst

Fresh catalyst
Udara DCO

Lift gas

MS

Combined Feed
Residu Catalytic Cracking ( RCC ) :
• Unit yang dirancang untuk mengolah residue
yang berasal dari minyak berat yang kurang
menguntungkan menjadi produk yang lebih
menguntungkan.
• Residue yang diolah yaitu:
– Produk bawah unit CDU (A.R) yang mengolah
campuran 80 % Duri & 20 % Minas crude
– Produk bawah unit ARHDM (DMAR)
Uraian proses :
REAKTOR
– Dari surge drum umpan dipompakan melalui serangkaian system pemanas
hingga temperatur mencapai ± 274 °C
– Umpan diijeksikan kedalam reactor riser mempergunakan MP steam sebagai
atomizer
– Catalyst panas naik dan bertemu dengan umpan dalam riser dan terjadi
pertukaran panas dari catalyst ke kabut minyak umpan, penguapan dan
hydrokarbon yang terengkah
– Pada top riser reaksi perengkahan akan sempurna uap hydrocarbon yang
masih bercampur katalis masuk kedalam single stage cyclone catalyst yang
terecover jatuh kebawah cyclone menuju keseksi stripping
– Uap hydrocarbon naik ke plenum chamber bergabung dengan uap
hydrokarbon dari cyclone keluar melalui puncak reaktor menuju ke Main
Column.
REGENERATOR
Regenerator mempunyai dua fungsi, yaitu : Mengembalikan aktifitas katalis
yang telah berkurang setelah melakukan perengkahan dan mensuplai panas
yang diperlukan untuk reaksi perengkahan umpan
– Spent catalyst mengalir dari reactor stripper menuju ke upper regenerator
– Regenerasi katalis dilakukan dengan membakar carbon mempergunakan
oksigen yang diperoleh dari udara melalui Main Air Blower, sekitar 80 %
coke dapat dihilangkan pada upper regenerator melalui pembakaran
parsial C menjadi CO.
– Dari upper RG catalyst mengalir turun ke lower regenerato
– Catalyst panas tersebut selanjutnya dialirkan dari lower regenerator menuju
regenerated catalyst standpipe catalyst naik ke riser dengan bantuan lift gas dan lift
steam untuk bertemu dengan umpan residu yang diinjeksikan ke dalam riser
MAIN COLUMN
Pemisahan produk dilakukan dalam main fractionating column menjadi fraksi-
fraksi Decant Oil, Light Cycle Oil, Naphtha, Unstabilized Gasoline dan Wet Gas
– Uap hydrocarbon panas dari reaktor masuk ke main column pada 510 - 535
°C dan harus didinginkan ke 315 - 370 °C sebelum dilakukan pemisahan
– Pendinginan uap dari reaktor tersebut dilakukan dengan mengkontakannya
dengan sejumlah besar stream sirkulasi Main Column Bottom yang telah
didinginkan terlebih dahulu pada HE
– Sebagian sirkulasi dari MCB dilakukan pada disc and donut tray, dari sini
uap naik keseksi HCO dimana fraksinasi awal dilakukan dari seksi HCO uap
minyak naik keseksi LCO, sebagian LCO
– Selain itu juga terdapat Reflux pada Main Column yang gunanya untuk
mengendalikan temp overhead system dan heat balance kolom serta
menentukan EP gasoline
• COB
– Tekanan Flue gas diturunkan : Oriffice Chamber flue gas tekanan rendah
( CO ) dibakar --- CO2  HP Steam
– Produk rata-rata HPS : 220 – 230 T/ Jam ( Setara 3 Boiler )
– Sisa Gas dibakar di Sack 15-SK-101
SIFAT-SIFAT UMPAN DAN PRODUK
A. Combined Feed
• Spec Gravity : 0,9184.
• Hydrogen, % wt : 12,85.
• Ni + V, ppm wt : 22.
• Nitrogen, ppm wt : 2350.
• MCR, % wt : 5,6.
• Total Sulphur, % wt : 0,09
B. Naptha
• C5, 90 % Vol, °C : 175 max
• E.P, °C : 205 max
• Perf. Gum, mg/100 ml : 4 max
• RON : 91 min
• C4, % wt : 1 max
• RVP, psi : 8 max
• Mixed C3/C4,
- C3 rec, vol % : 95 min
- C4 rec, vol % : 97 min
C. LIGHT CYCLE OIL.
• IBP, °C : 205.
• Flash Point : 85 min.
• 90 % vol, °C : 350 max.
• Gap5%LCO & 95%Naphta : 15 min.
D. DECANT OIL.
• Flash Point : 70 min.
• Str Acid Nbr, mg KOH/gr : nil.
• Catalyst content : 30 max.
• Ttl Acid Nbr, mg KOH/gr : 3 max.
• Viscosity 50 °C : 150 max.
• Hot Filtration Test, % wt : 0,1 max.
• CCR, % wt : 18 max.
• Sulphur Content, % wt : 4 max.
• Ash content, % wt : 0,10 max.
• Water by Dist, % vol : 1 max.
• Sediment : 0,15 max.

Anda mungkin juga menyukai