BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
Minyak (petroleum) berasal dari kata Petro yang berarti rock (batu) dan Leum
yang berarti oil (minyak). Minyak bumi bila diproses hasilnya dapat diolah menjadi
produk-produk yang dapat dipergunakan secara luas, sebagian besar sebagai sumber
energi seperti bahan bakar kendaraan, bahan bakar pembangkit listrik, bahan bakar
rumah tangga dan produk-produk lainnya. Secara fisik minyak bumi (Crude Oil)
merupakan cairan kental yang berwarna coklat gelap. Dalam minyak bumi
terkandung gas, cairan dan elemen–elemen padat yang terlarut didalamnya dan juga
partikel–partikel padatan yang terbawa selama pengangkutannya ke permukaan bumi.
Minyak dan gas sebagian besar terdiri dari campuran molekul Carbon dan
Hydrogen yang disebut dengan Hydrokarbon dan sedikit non Hydrokarbon. Minyak
dan gas terbentuk dari siklus alami yang dimulai dari sedimentasi sisa–sisa tumbuhan
dan binatang yang terperangkap selama jutaan tahun. Pada umumnya terjadi jauh
dibawah dasar lautan. Material–material organik tersebut berubah menjadi minyak
dan gas akibat efek kombinasi temperature dan tekanan di dalam kerak bumi.
Kumpulan dari minyak dan gas tersebut membentuk Reservoir–Reservoir minyak dan
gas. Minyak bumi tersebut umumnya bercampur dengan air garam dan gas alam,
yang membentuk tiga lapisan dengan gas pada bagian atas, minyak pada bagian
tengah dan air serta garam pada bagian bawah.
Pada saat dilakukan pengeboran, minyak akan naik keatas permukaan karena adanya
tekanan gas dari sumur, minyak dialirkan ke vessel bertekanan tinggi untuk
melepaskan gas–gas yang terlarut dan memisahkan air yang terbawa, sebelum
dialirkan ke tangki. Minyak bumi merupakan campuran yang sangat kompleks dari
berbagai senyawa Hidrokarbon, disamping itu juga terdapat dalam jumlah yang relatif
lebih sedikit seperti Belerang, Nitrogen, Oksigen, dan logam-logam yang terdapat
dalam bentuk–bentuk Senyawa Organik (Sasrawan, 2013).
a. Distilasi Atmosfirik
Distilasi Atmosferik adalah salah satu teknik pemisahan Crude Oil
yang didasarkan atas volatility atau titik didih komponen–komponen pada
tekanan atmosfir. Proses ini dikenal dengan distilasi fraksinasi yang
pemisahannya dilakukan di bawah temperatur 370 0C.
b. Distilasi Vacum
Pada dasarnya distilasi vacum sama dengan distilasi atmosfirik yang
berfungsi memisahkan minyak menjadi fraksi–fraksinya berdasarkan
trayek didihnya. Perbedaan distilasi vacum dengan distilasi atmosfirik
terletak pada tekanan kolom. Tekanan kolom lebih rendah dari tekanan
atmosfirik yang berfungsi untuk menurunkan tekanan operasi atau tekanan
parsial dari fraksi–fraksi ringan yang ada pada Long Residue dari distilasi
atmosfirik dan untuk menurunkan temperature titik didih masing–masing
fraksi minyak bumi.
c. Ekstraksi
Ekstraksi dengan pelarut merupakan proses dalam pengolahan minyak
bumi, ekstraksi terutama untuk meningkatkan kualitas Kerosine, akan
tetapi pada perkembangannya lebih banyak digunakan untuk meningkatkan
kualitas minyak Pelumas.
d. Absorbsi
Absorbsi adalah proses penyerapan di semua bagian campuran gas
dengan menyerapnya dan melarutkannya kedalam cairan. Absorbsi
biasanya dilakukan untuk mendaur ulang uap yang menkondensir dari gas
basah.
e. Adsorbsi
Adsorbsi adalah proses penyerapan bahan dengan bahan lain yang
terjadi di permukaan saja.
a. Cracking
Cracking yaitu pemecahan suatu senyawaan molekul Hidrokarbon
minyak bumi dari berat molekul tinggi menjadi berat molekul rendah oleh
pengaruh temperature (> 350 0 C, >660 0 F). Cracking merubah fraksi berat
menjadi fraksi ringan dan titik didihnya rendah. Cracking terbagi 2 yaitu
Katalytic Cracking dan Hidrocracking.
1. Katalytic Cracking
Katalytic cracking adalah peruraian senyawa Hidrokarbon oleh
panas dengan bantuan katalis. Proses katalytic cracking merupakan
proses untuk membuat Gasoline yang kaya akan paraffin cabang, siklo
paraffin dan aromatic, yang bertujuan untuk meningkatkan mutu
Gasoline.
2. Hidrocracking
Hidrocracking merupakan unit perengkahan Hidrokarbon
berantai panjang menjadi Hidrokarbon berantai pendek dengan
menggunakan gas Hydrogen dan Katalis.
b. Reforming
Proses Reforming adalah proses upgrading naphtha yang bertujuan
untuk menaikan angka oktan dari Naphtha pada boiling range 80–200 0C.
c. Alkilasi
Alkilasi betujuan untuk mencapai angka oktan yang tinggi dengan
menggabungkan senyawa–senyawa paraffin dengan Iso-Butana sehingga
dihasilkan produk Alkylate. Alkylate merupakan Paraffin bercabang yang
memiliki nilai oktan yang tinggi dan biasanya di pakai sebagai AVGAS.
d. Polymerisasi
Polimerisasi adalah reaksi kimia dimana satu atau lebih molekul
Hidrokarbon bergabung menjadi lebih besar.
e. Isomerisasi
Isomerisasi adalah proses perubahan rumus bangun suatu senyawa
tanpa merubah rumus kimianya (rumus bangunnya).
3. Treating Proses
Proses Treating bertujuan untuk menghilangkan komponen yang tidak
dikehendaki suatu contoh Merkaptan (pengotor) seperti Sulfur, Nitrogen, dan
Impurities. Dalam proses treating yang utama adalah Hydrotreating
Acid/Caustic Treating, Doctor Treating Ekstraksi dan Adsorbsi .
a. Hydrotreating
Hydrotreating adalah proses Hydrogenasi tanpa Cracking, umumnya
digunakan untuk Hydrogenasi senyawa-senyawa Olefin tujuannya adalah
mendapatkan produk yang lebih baik dan untuk mengurangi atau
menghilangkan pengotor yang terdapat pada umpan seperti senyawa
Sulfur, senyawa Nitrogen dan senyawa Logam.
b. Acid /Caustic Treating
Bertujuan untuk meghilangkan asam organik, agar Ph stabil, senyawa
Sulfur (Merkaptan dan H2S) dilakukan cara pencucian dengan NaOH
bermacam–macam asam yang digunakan yaitu Asam Florida (HF), asam
Hidrokhlorida (HCL) Asam Nitrat (HNO3),
Asam fosfat (H3PO4) dan Asam Sulfat (H2SO4) pada umumnya yang
dipakai adalah Asam Sulfat karena lebih menguntungkan dari pada asam-
asam lainnya.
c. Doctor Method
Doctor method bertujuan untuk menghilangkan bau yang disebabkan
oleh Mercaptan dalam Gasoline, dengan hilangnya Mercaptan
menyebabkan produk stream tidak berbau, disebut Sweet.
d. Ekstraksi
Ekstraksi dengan pelarut merupakan proses yang tertua dalam
pengolahan minyak bumi terutama untuk meningkatkan kualitas kerosine,
akan tetapi pada perkembangannya lebih banyak digunakan untuk
meningkatkan kualitas minyak Pelumas.
suhu kamar dan tekanan sedang (9 PSI). LPG mengandung sejumlah Merkaptan
sebagai aroma yang sengaja diberikan untuk mengetahui adanya kebocoran.
2. Kerosine
Kerosine yang sehari–harinya kita sebut dengan nama minyak tanah adalah
campuran kompleks senyawa Hidrokarbon yang mempunyai trayek didih antara
160–310 0C komponen–komponennya yaitu C9-C13. Kualitas Kerosine ditentukan
oleh smoke point (titik asap). Smoke Point adalah nyala api tertinggi tanpa
mengeluarkan asap ketika sampel Kerosine dinyalakan atau dibakar dalam alat
dan pada kondisi yang telah ditentukan.
3. Avtur
Avtur adalah fraksi distilat minyak bumi yang memiliki rentang titik didih
antara 150–270 0C. Digunakan untuk bahan bakar pesawat bermesin turbin/jet.
Oleh karena itu, avtur harus memenuhi spesifikasi yaitu kestabilan thermal yang
tinggi, panas pembakaran yang cukup, tekanan uap yang rendah, titik asap yang
tinggi, dan titik beku atau Freezing Point yang rendah. Freezing Point adalah
temperatur dimana kristal hydrocarbon yang terbentuk pada saat pendinginan
meleleh secara sempurna. Freezing Point AVTUR maksimum – 47 0C
4. Solar
Solar adalah campuran compleks senyawa Hydrokarbon mempunyai trayek
didih antara 205–370 0C yang mempunyai komponen–komponennya yaitu C14-
C17. Solar digunakan sebagai bahan bakar motor bakar dengan sistem nyala
kompresi (Motor Disel). Kualitas Solar ditentukan oleh Cetane Number. Karena
bila yang tinggi menandakan semakin bagus suatu produk.
5. Fuel Oil
Fuel oil adalah Hydrokarbon berat yang merupakan residu hasil kolom
distilasi atmosfirik dan distilasi vacum setelah dipisahkan dari Hydrokarbon
ringan dan dicampur dengan komponen solar agar memenuhi spesifikasi. Fuel oil
dapat digunakan sebagai bahan bakar Furnace.
3.4 Panas
Panas adalah salah satu bentuk energi yang dapat dipindahkan dari suatu
fluida ke fluida lain tetapi tidak dapat diciptakan dan tidak dapat dimusnahkan.
Perpindahan panas dapat didefinisikan sebagai perpindahannya energi dari suatu
medium ke medium lain akibat perbedaan temperature antara kedua medium tersebut.
Akibat-akibat yang ditimbulkan oleh panas di dalam suatu proses perubahan
suhu, perubahan tekanan, perubahan fase, reaksi kimia dan kelistrikan. Mekanisme
perpindahan panas pada umumnya mengenal tiga cara perpindahan panas yaitu :
konduksi, konveksi, radiasi (Holman, 1986).
Qs = m. cp . Δt
Dimana :
Qs = Panas Sensible
m = Masa benda
Δt = Perubahan suhu
Adalah panas yang diperlukan untuk mengubah fase (wujud) benda, tetapi
temperature tetap.
Q1 = m . h
Dimana :
Q1 = Panas Latent
m = Massa benda
Heat Exchanger juga merupakan salah satu alat penukar panas dalam sistem
hidrolik. Alat penukar panas adalah suatu alat yang digunakan untuk memindahkan
panas dari suatu fluida yang mempunyai temperature lebih tinggi ke fluida yang
temperature lebih rendah. Prinsip dasar heat exchanger adalah pertukaran panas
antara zat panas dengan zat yang lebih rendah temperature nya, umumnya tanpa
terjadi persinggungan langsung antara kedua zat tersebut. Oleh karena itu dalam heat
exchanger terjadi dua fungsi sekaligus, yaitu :
Menurut Setiadi (2013), Perpindahan panas pada Heat Exchanger dipengaruhi oleh :
1. Pengotor (Foulling)
2. Pressure Drop
3. Kebocoran
4. Corrosive
1. Alat Penukar Panas Berdasarkan Arah Aliran
Berdasarkan arah alirannya Heat Exchanger dapat digolongkan menjadi tiga
(Rumahorbo, 2018) :
a) Aliran Paralel atau Searah (Co-Current)
Fluida panas dalam tube mengalir searah dengan fluida yang
dipanaskan di luar tube (Shell Side). Perpindahan panas pada jenis ini relatif
kecil karena kedua fluida yang telah berbeda suhunya akan mengalir pada
posisi tempat dan arah yang sama.
1. Kelas R adalah alat penukar kalor yang tidak mengalami pembakaran, dan
secara umum dipergunakan untuk proses pengolahan pada industri
pengolahan minyak dan gas bumi, biasanya dengan tipe plate, shell and
tube exchanger.
2. Kelas C sama dengan jenis “R”, dimana dalam penggunaannya tidak
mengalami pembakaran. Jenis ini dipakai untuk kebutuhan komersial dan
industri secara umum dengan proses tekanan dan temperature sedang serta
fluida yang relatif.
3. Kelas B, menentukan persyaratan desain dan fabrikasi untuk Heat
Exchanger yang ada dalam proses industri kimia dimana banyak terdapat
proses kimia, zat yang korosif atau fluida dengan suhu tinggi
menggunakan alloy material construction.
2) Huruf kedua
Menyatakan bentuk dari “Shell Type” atau tabung dengan menggunakan
notasi huruf : E, F, G, H, J dan K.
TYPE SHELL
E Lebih ekonomis tetapi pertimbangan pressure drop tipe “J” lebih
baik.
F Ada kekhawatiran terjadi kebocoran antara longitudinal baffle dan
shell.
G Factor koreksi (F) untuk LMTD lebih rendah dari tipe “J”.
H Factor koreksi (F) untuk LMTD lebih rendah dari tipe “J”, tetapi
tipe “H” ini dispesifikasikan untuk thermosy phonere boiler
(Literature Gama Spektra Mandiri, Consultan and Training
Specialist & Heat Exchanger).
J Pressure drop lebih besar bila dibandingkan tipe “G” dan “H”.
K Shell dibentuk khusus tidak mempunyai shell cover sehingga pada
saat mengeluarkan tube bundle hanya melalui satu sisi. Kurang
ekonomis bila digunakan untuk proses penguapan fluida yang
kecil karena ruangan/volume penguapan terlalu
besar.
3) Huruf ketiga
Menggunakan bentuk dari”Rear and Head Type” atau bagian belakang,
dengan menggunakan notasi huruf : L, M, N, P, S, T, U, dan W.
Dalam banyak hal untuk menentukan pemilihan alat penukar panas yang
optimum adalah dengan melakukan perancangan secara utuh dengan
memperhitungkan berbagai alternatif pilihan bentuk bangun (geometric).
a. Cooler
Fungsi Cooler untuk mendinginkan fluida (cairan ataupun gas) tanpa
terjadi perubahan phase, sedangkan media pendinginnya berupa air atau
udara.
b. Condenser
Berfungsi untuk mengembunkan fluida yang berbentuk uap atau
campuran uap, sebagai media pendingin biasanya air. Umumnya condensor
mempunyai shell dan tube serta dapat dipasang secara tegak lurus maupun
mendatar.
c. Chiller
Berfungsi untuk mendinginkan fluida pada suhu rendah, sebagai
media pendingin biasa digunakan air, propana freon atau amoniak.
e. Heater
Berfungsi untuk memanaskan atau memberikan panas dengan
menggunakan steam atau nyala api.
f. Evaporator
Berfungsi untuk menguapkan fluida cair dengan menggunakan steam
atau media pemanas lainnya.
g. Reboiler
Digunakan untuk menaikkan kembali suhu fluida sampai fluida
tersebut mencapai suhu didihnya. Reboiler dapat berupa shell dan tube atau
tipe dapur, biasanya dihubungkan dengan dasar kolom distilasi.
a. Tube
Tube dapat dikatakan sebagai urat nadi alat penukar kalor karena
merupakan media penghantar antar fluida panas dan fluida dingin, kedua
jenis fluida itu mempunyai kapasitas, temperature, tekanan serta jenis yang
berbeda. Ada dua macam tipe tube, yaitu tube polos dan bersirip (finned
tube) sejumlah tube dirangkai menjadi satu kesatuan yang disebut tube
bundle.Beberapa persyaratan yang harus dipenuhi ialah :
1) Kemampuan panas yang tinggi
2) Daya tahan terhadap panas
3) Daya tahan terhadap korosi
4) Daya tahan terhadap erosi
Tata letak pemasangan tube (Tube lay out) ada 4 (empat) macam
yaitu :
Sumbu tube saling membentuk 90o segi empat bujur sangkar. Pengaturan
cara ini baik untuk pressure drop yang rendah dan mempunyai koefisien
perpindahan panas lebih rendah dari pada triaguler pitch.
2. Diamond Square Pitch
Pada pengaturan cara ini sumbu tube saling membentuk 90o segi empat bujur
sangkar melintang terhadap arah aliran. Cara ini terkenal untuk pengaturan
pressure drop rendah namun tidak serendah in line square pitch.
3. Triangular Pitch
Sumbu tube saling membentuk 60o segi tiga sama sisi searah dengan arah
aliran. Cara ini sering digunakan baik untuk pressure drop yang sedang
hingga tinggi. Trianguler pitch juga mempunyai koefisien perpindahan
panas lebih baik dari pada in line triangular pitch.
4. In Line Triangular Pitch
Sumbu Tube saling membentuk 60o segi tiga sama sisi melintang terhadap
arah aliran. Koefisien perpindahan panas tidak begitu tinggi namun lebih
baik dari pada in line square pitch. Penggunaan untuk pressure drop yang
sedang hingga tinggi.
b. Baffle
Baffle adalah sekat-sekat yang terdapat pada bagian shell alat
penukar panas.
1) Tujuan Penggunaan Baffle
a) Menambah / membuat aliran turbulen pada bagian luar tube
b) Memperkuat tube bundle
c) Mencegah benturan antar tube akibat vibrasi aliran fluida.
d) Meratakan aliran fluida di dalam shell.
e) Membagi shell menjad 2 (dua) atau beberapa bagian
c. Tie Rods
Tie rods berupa sebatang besi bulat yang mempunya ulir pada kedua
ujungnya dipasang pada bagian tube.
3. Tujuan pemansangan Tie Rods antara lain :
a) Mempertahankan panjang tube.
b) Mempertahankan jarak antara baffle plate.
c) Mempertahankan dan menjaga agar rangkaian tube tidak berubah
untuk sewaktu dilakukan pengangkatan atau perbaikan.
d. Tube Sheet
Berfungsi sebagai dudukan tube bundle pada shell.
e. Channel
Berfungsi sebagai tempat masuk keluarnya fluida bagian tube.
f. Partition Pass
Berfungsi sebagai pembatas antara aliran masuk dan aliran keluar
yang dipasang pada channel.
d. Temperatur
Fluida bertemperatur tinggi lebih baik dialirkan melalui tube.
Fluida bertemperatur tinggi juga akan menurunkan tegangan yang
diperbolehkan (allowable stress) pada material peralatan, hal ini
mempunyai pengaruh yang sama seperti fluida bertekanan tinggi yang
memerlukan dinding shell yang tebal. Keamanan dari para pekerja harus
diutamakan, dan ini akan menimbulkan biaya tambahan untuk isolasi
peralatan, apalagi kalau fluida panas dialirkan pada sisi shell atau diluar
tube.
e. Jumlah aliran fluida
Suatu perencanaan yang baik akan diperoleh aliran fluida yang
kecil jumlahnya dilakukan pada sisi shell. Ini akan mempengaruhi jumlah
pass aliran, tetapi konsekuensinya ialah kerugian dan penurunan tekanan.
f. Viskositas
Batas angka kritis bilangan Reynolds untuk aliran turbulent pada
sisi shell adalah 200. Karena itu aliran laminar dalam tube dapat menjadi
turbulent apabila aliran melalui shell. Aliran tetap laminar dialirkan
melalui shell, maka lebih baik aliran itu dialirkan melalui tube.
g. Penurunan tekanan
Apabila masalah penurunan tekanan (pressure drop) merupakan
hal yang kritis dan harus ditinjau secara teliti, maka sebaiknya fluida
tersebut dialirkan melalui sisi tube.
endapan / kerak pada heat exchanger dipengaruhi oleh jenis, kecepatan dan suhu
fluida.
a) Temperature fluida.
b) Temperature dinding tube.
c) Material tube serta ketelitian pengerjaan.
d) Kecepatan aliran fluida.
e) Waktu atau lamanya beroperasi sejak pembersihan yang terakhir.
8) Crude Preheater
Umpan Crude Oil sebelum masuk ke kolom fraksinasi terlebih dahulu
memerlukan pemanasan sampai 355oC, sehingga pemanasan memegang peranan
penting dalam proses pengolahan pada Plant CDU. Pemanasan umpan dilakukan
dalam sistem gabungan antara alat penukar panas dan dapur dengan temperatur
operasi hingga keluar dari dapur/furnace (1-F-01) 355OC.
Q = W x Cp x Δt………………………………….………...(1)
Dimana :
Q = Jumlah panas yang dipindahkan (BTU/jam)
W = Jumlah aliran massa fluida, Flow Rate (lb/jam)
Cp = Spesific heat fliuda (BTU/lb⁰F)
∆t = Perbedaan temperatur masuk dan keluar (oF)
(Budiman dkk, 2014).
T 1+T 2
Tr = 2
………………………………………….…….(2)
Dimana :
Cc = Wc × Cpc ………………………………………….…….(3)
Dimana :
Wc = Laju alir Crude Oil (lb/jam)
Cpc = Specific Heat Crude Oil (BTU/lb °F)
Cc = Panas jenis fluida dingin (BTU/jam °F)
(Kern, 1950).
Ch = Wh × Cph……………………….………………….…….(4)
Dimana :
Wh = Laju alir Heavy Naptha (lb/jam)
Cph = Specific heat Heavy Naptha (BTU/lb °F)
Ch = Panas jenis fluida panas (BTU/jam °F)
(Kern, 1950).
Dimana :
Qact = Laju perpindahan panas actual (BTU/jam)
Cc = Panas jenis fluida dingin (BTU/jam °F)
t2 – t1 = Beda temperature pada tube (°F)
(Kern, 1950)
qmax = Ch × T1 − t1…………………………..…….…………(6)
Dimana :
qmax = Laju perpindahan panas maxsimal(BTU/jam)
Ch = Panas jenis fluida panas (BTU/jam °F)
T1 – t1 = Beda temperature fluida tinggi di tube dan temperature fluida
rendah di shell (°F) (Budiman dkk, 2014).