Anda di halaman 1dari 31

Laporan Kerja Praktek Perhitungan Heat Balance Pada

Heat Exchanger 02 dan 03 Area Crude Destilation Unit

di Pusat Pengembangan Sumber Daya Manusia

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Minyak Bumi


Minyak bumi (petroleum) dijuluki sebagai emas hitam. Minyak bumi adalah
cairan kental, berwarna hitam atau kehijauan, mudah terbakar dan berada di lapisan
atas dari beberapa tempat di kerak bumi. Minyak bumi merupakan salah satu bentuk
hidrokarbon, yaitu senyawa kimia yang mengandung hidrogen dan karbon. Minyak
bumi yang belum diolah disebut minyak mentah (crude oil) dan belum dapat
digunakan. Minyak mentah diolah dengan cara dipisah-pisahkan berdasarkan titik
didihnya. Hasil pengolahan minyak mentah berupa bensin, solar, avtur, minyak tanah,
aspal, plastik, oli dan LPG.

Minyak (petroleum) berasal dari kata Petro yang berarti rock (batu) dan Leum
yang berarti oil (minyak). Minyak bumi bila diproses hasilnya dapat diolah menjadi
produk-produk yang dapat dipergunakan secara luas, sebagian besar sebagai sumber
energi seperti bahan bakar kendaraan, bahan bakar pembangkit listrik, bahan bakar
rumah tangga dan produk-produk lainnya. Secara fisik minyak bumi (Crude Oil)
merupakan cairan kental yang berwarna coklat gelap. Dalam minyak bumi
terkandung gas, cairan dan elemen–elemen padat yang terlarut didalamnya dan juga
partikel–partikel padatan yang terbawa selama pengangkutannya ke permukaan bumi.

Minyak dan gas sebagian besar terdiri dari campuran molekul Carbon dan
Hydrogen yang disebut dengan Hydrokarbon dan sedikit non Hydrokarbon. Minyak
dan gas terbentuk dari siklus alami yang dimulai dari sedimentasi sisa–sisa tumbuhan
dan binatang yang terperangkap selama jutaan tahun. Pada umumnya terjadi jauh
dibawah dasar lautan. Material–material organik tersebut berubah menjadi minyak
dan gas akibat efek kombinasi temperature dan tekanan di dalam kerak bumi.
Kumpulan dari minyak dan gas tersebut membentuk Reservoir–Reservoir minyak dan

TEKNIK PENGOLAHAN MIGAS 1


STT MIGAS BALIKPAPAN
Laporan Kerja Praktek Perhitungan Heat Balance Pada
Heat Exchanger 02 dan 03 Area Crude Destilation Unit

di Pusat Pengembangan Sumber Daya Manusia

gas. Minyak bumi tersebut umumnya bercampur dengan air garam dan gas alam,
yang membentuk tiga lapisan dengan gas pada bagian atas, minyak pada bagian
tengah dan air serta garam pada bagian bawah.

Pada saat dilakukan pengeboran, minyak akan naik keatas permukaan karena adanya
tekanan gas dari sumur, minyak dialirkan ke vessel bertekanan tinggi untuk
melepaskan gas–gas yang terlarut dan memisahkan air yang terbawa, sebelum
dialirkan ke tangki. Minyak bumi merupakan campuran yang sangat kompleks dari
berbagai senyawa Hidrokarbon, disamping itu juga terdapat dalam jumlah yang relatif
lebih sedikit seperti Belerang, Nitrogen, Oksigen, dan logam-logam yang terdapat
dalam bentuk–bentuk Senyawa Organik (Sasrawan, 2013).

3.2 Proses Pengolahan


Proses pengolahan minyak bumi dapat dibagi menjadi 3 (tiga) kelompok,
yaitu (Zuhra, 2003).
1. Primary Processing (Proses Pemisahan Secara Fisika)
Primary Proses yaitu proses pemisahan minyak bumi atau fraksinya
dimana struktur kimia senyawa Hidrokarbon tidak mengalami perubahan.
Primary Processing antara lain Distilasi Atmosfirik, Distilasi Vakum,
Ektraksi, Absorsi, Adsorsi.

a. Distilasi Atmosfirik
Distilasi Atmosferik adalah salah satu teknik pemisahan Crude Oil
yang didasarkan atas volatility atau titik didih komponen–komponen pada
tekanan atmosfir. Proses ini dikenal dengan distilasi fraksinasi yang
pemisahannya dilakukan di bawah temperatur 370 0C.

TEKNIK PENGOLAHAN MIGAS 2


STT MIGAS BALIKPAPAN
Laporan Kerja Praktek Perhitungan Heat Balance Pada
Heat Exchanger 02 dan 03 Area Crude Destilation Unit

di Pusat Pengembangan Sumber Daya Manusia

Hasil yang diproleh dari distilasi atmosfirik adalah Gas/LPG, Light


Naphtha, Heavy Naphtha, Kerosine, LGO (Light Gas Oil), HGO (Heavy
Gas Oil) dan hasil bottom yaitu Long Residue.

b. Distilasi Vacum
Pada dasarnya distilasi vacum sama dengan distilasi atmosfirik yang
berfungsi memisahkan minyak menjadi fraksi–fraksinya berdasarkan
trayek didihnya. Perbedaan distilasi vacum dengan distilasi atmosfirik
terletak pada tekanan kolom. Tekanan kolom lebih rendah dari tekanan
atmosfirik yang berfungsi untuk menurunkan tekanan operasi atau tekanan
parsial dari fraksi–fraksi ringan yang ada pada Long Residue dari distilasi
atmosfirik dan untuk menurunkan temperature titik didih masing–masing
fraksi minyak bumi.

c. Ekstraksi
Ekstraksi dengan pelarut merupakan proses dalam pengolahan minyak
bumi, ekstraksi terutama untuk meningkatkan kualitas Kerosine, akan
tetapi pada perkembangannya lebih banyak digunakan untuk meningkatkan
kualitas minyak Pelumas.
d. Absorbsi
Absorbsi adalah proses penyerapan di semua bagian campuran gas
dengan menyerapnya dan melarutkannya kedalam cairan. Absorbsi
biasanya dilakukan untuk mendaur ulang uap yang menkondensir dari gas
basah.

e. Adsorbsi
Adsorbsi adalah proses penyerapan bahan dengan bahan lain yang
terjadi di permukaan saja.

TEKNIK PENGOLAHAN MIGAS 3


STT MIGAS BALIKPAPAN
Laporan Kerja Praktek Perhitungan Heat Balance Pada
Heat Exchanger 02 dan 03 Area Crude Destilation Unit

di Pusat Pengembangan Sumber Daya Manusia

2. Secondary Processing (Proses Konversi)


Secondary proses yaitu proses lanjutan dari primary proses yang
merubah struktur kimia dari senyawa Hidrokarbon dari kontituen crude
menjadi produk yang laku dipasarkan. Adapun proses dari secondary proses
yaitu cracking (catalytic Cracking dan Hidrocracking), Reforming (Thermal
Reforming, Cataitic Reforming), Polimerisasi dan Isomerisasi.

a. Cracking
Cracking yaitu pemecahan suatu senyawaan molekul Hidrokarbon
minyak bumi dari berat molekul tinggi menjadi berat molekul rendah oleh
pengaruh temperature (> 350 0 C, >660 0 F). Cracking merubah fraksi berat
menjadi fraksi ringan dan titik didihnya rendah. Cracking terbagi 2 yaitu
Katalytic Cracking dan Hidrocracking.

1. Katalytic Cracking
Katalytic cracking adalah peruraian senyawa Hidrokarbon oleh
panas dengan bantuan katalis. Proses katalytic cracking merupakan
proses untuk membuat Gasoline yang kaya akan paraffin cabang, siklo
paraffin dan aromatic, yang bertujuan untuk meningkatkan mutu
Gasoline.
2. Hidrocracking
Hidrocracking merupakan unit perengkahan Hidrokarbon
berantai panjang menjadi Hidrokarbon berantai pendek dengan
menggunakan gas Hydrogen dan Katalis.

b. Reforming
Proses Reforming adalah proses upgrading naphtha yang bertujuan
untuk menaikan angka oktan dari Naphtha pada boiling range 80–200 0C.

TEKNIK PENGOLAHAN MIGAS 4


STT MIGAS BALIKPAPAN
Laporan Kerja Praktek Perhitungan Heat Balance Pada
Heat Exchanger 02 dan 03 Area Crude Destilation Unit

di Pusat Pengembangan Sumber Daya Manusia

c. Alkilasi
Alkilasi betujuan untuk mencapai angka oktan yang tinggi dengan
menggabungkan senyawa–senyawa paraffin dengan Iso-Butana sehingga
dihasilkan produk Alkylate. Alkylate merupakan Paraffin bercabang yang
memiliki nilai oktan yang tinggi dan biasanya di pakai sebagai AVGAS.
d. Polymerisasi
Polimerisasi adalah reaksi kimia dimana satu atau lebih molekul
Hidrokarbon bergabung menjadi lebih besar.
e. Isomerisasi
Isomerisasi adalah proses perubahan rumus bangun suatu senyawa
tanpa merubah rumus kimianya (rumus bangunnya).
3. Treating Proses
Proses Treating bertujuan untuk menghilangkan komponen yang tidak
dikehendaki suatu contoh Merkaptan (pengotor) seperti Sulfur, Nitrogen, dan
Impurities. Dalam proses treating yang utama adalah Hydrotreating
Acid/Caustic Treating, Doctor Treating Ekstraksi dan Adsorbsi .
a. Hydrotreating
Hydrotreating adalah proses Hydrogenasi tanpa Cracking, umumnya
digunakan untuk Hydrogenasi senyawa-senyawa Olefin tujuannya adalah
mendapatkan produk yang lebih baik dan untuk mengurangi atau
menghilangkan pengotor yang terdapat pada umpan seperti senyawa
Sulfur, senyawa Nitrogen dan senyawa Logam.
b. Acid /Caustic Treating
Bertujuan untuk meghilangkan asam organik, agar Ph stabil, senyawa
Sulfur (Merkaptan dan H2S) dilakukan cara pencucian dengan NaOH
bermacam–macam asam yang digunakan yaitu Asam Florida (HF), asam
Hidrokhlorida (HCL) Asam Nitrat (HNO3),

TEKNIK PENGOLAHAN MIGAS 5


STT MIGAS BALIKPAPAN
Laporan Kerja Praktek Perhitungan Heat Balance Pada
Heat Exchanger 02 dan 03 Area Crude Destilation Unit

di Pusat Pengembangan Sumber Daya Manusia

Asam fosfat (H3PO4) dan Asam Sulfat (H2SO4) pada umumnya yang
dipakai adalah Asam Sulfat karena lebih menguntungkan dari pada asam-
asam lainnya.
c. Doctor Method
Doctor method bertujuan untuk menghilangkan bau yang disebabkan
oleh Mercaptan dalam Gasoline, dengan hilangnya Mercaptan
menyebabkan produk stream tidak berbau, disebut Sweet.
d. Ekstraksi
Ekstraksi dengan pelarut merupakan proses yang tertua dalam
pengolahan minyak bumi terutama untuk meningkatkan kualitas kerosine,
akan tetapi pada perkembangannya lebih banyak digunakan untuk
meningkatkan kualitas minyak Pelumas.

3.3 Produk–Produk dari Crude Oil


Produk dari pengolahan minyak bumi bermacam–macam antara lain yang
berupa minyak cair maupun gas. Minyak dan gas hasil pengolahan didapat dari
rentetan proses–proses pengolahan pencampuran (blending) untuk mendapatkan
produk minyak sesuai dengan spesifikasi yang telah ditentukan oleh syarat
penggunaannya.

Produk–produk utama yang dapat dihasilkan dari proses pengolahan minyak


bumi adalah LPG (Liquified Petroleum Gas), Motor Gasoline, Kerosine, Avtur,
Minyak Diesel atau Solar dan Fuel Oil (Zuhra, 2003).

1. LPG (Liquified Petroleum Gas)


LPG (Liquified Petroleum Gas) pada umumnya terdiri dari komponen–
komponen utamanya yaitu C3 dan C4 (Butane dan Propane) yang dicairkan pada

TEKNIK PENGOLAHAN MIGAS 6


STT MIGAS BALIKPAPAN
Laporan Kerja Praktek Perhitungan Heat Balance Pada
Heat Exchanger 02 dan 03 Area Crude Destilation Unit

di Pusat Pengembangan Sumber Daya Manusia

suhu kamar dan tekanan sedang (9 PSI). LPG mengandung sejumlah Merkaptan
sebagai aroma yang sengaja diberikan untuk mengetahui adanya kebocoran.

2. Kerosine
Kerosine yang sehari–harinya kita sebut dengan nama minyak tanah adalah
campuran kompleks senyawa Hidrokarbon yang mempunyai trayek didih antara
160–310 0C komponen–komponennya yaitu C9-C13. Kualitas Kerosine ditentukan
oleh smoke point (titik asap). Smoke Point adalah nyala api tertinggi tanpa
mengeluarkan asap ketika sampel Kerosine dinyalakan atau dibakar dalam alat
dan pada kondisi yang telah ditentukan.

3. Avtur
Avtur adalah fraksi distilat minyak bumi yang memiliki rentang titik didih
antara 150–270 0C. Digunakan untuk bahan bakar pesawat bermesin turbin/jet.
Oleh karena itu, avtur harus memenuhi spesifikasi yaitu kestabilan thermal yang
tinggi, panas pembakaran yang cukup, tekanan uap yang rendah, titik asap yang
tinggi, dan titik beku atau Freezing Point yang rendah. Freezing Point adalah
temperatur dimana kristal hydrocarbon yang terbentuk pada saat pendinginan
meleleh secara sempurna. Freezing Point AVTUR maksimum – 47 0C

4. Solar
Solar adalah campuran compleks senyawa Hydrokarbon mempunyai trayek
didih antara 205–370 0C yang mempunyai komponen–komponennya yaitu C14-
C17. Solar digunakan sebagai bahan bakar motor bakar dengan sistem nyala
kompresi (Motor Disel). Kualitas Solar ditentukan oleh Cetane Number. Karena
bila yang tinggi menandakan semakin bagus suatu produk.

5. Fuel Oil
Fuel oil adalah Hydrokarbon berat yang merupakan residu hasil kolom
distilasi atmosfirik dan distilasi vacum setelah dipisahkan dari Hydrokarbon

TEKNIK PENGOLAHAN MIGAS 7


STT MIGAS BALIKPAPAN
Laporan Kerja Praktek Perhitungan Heat Balance Pada
Heat Exchanger 02 dan 03 Area Crude Destilation Unit

di Pusat Pengembangan Sumber Daya Manusia

ringan dan dicampur dengan komponen solar agar memenuhi spesifikasi. Fuel oil
dapat digunakan sebagai bahan bakar Furnace.

6. Motor Gasoline atau Premium


Motor Gasoline atau Premium yang sehari–harinya kita sebut dengan nama
Bensin adalah campuran compleks senyawa Hidrokarbon yang mempunyai
trayek didih antara 40–200 0C komponen–komponennya yaitu C5-C10 dan
dipergunakan sebagai bahan bakar motor–motor yang menggunakan busi (Spark
Ignition Engine). Kualitas mogas ditentukan oleh angka oktan (Octane Number).
Angka oktan adalah ukuran kualitas anti knocking dari Bensin. Angka oktan yang
tinggi menunjukan ketidak mudahan Bensin untuk terbakar sebelum tersulut oleh
busi.

3.4 Panas
Panas adalah salah satu bentuk energi yang dapat dipindahkan dari suatu
fluida ke fluida lain tetapi tidak dapat diciptakan dan tidak dapat dimusnahkan.
Perpindahan panas dapat didefinisikan sebagai perpindahannya energi dari suatu
medium ke medium lain akibat perbedaan temperature antara kedua medium tersebut.
Akibat-akibat yang ditimbulkan oleh panas di dalam suatu proses perubahan
suhu, perubahan tekanan, perubahan fase, reaksi kimia dan kelistrikan. Mekanisme
perpindahan panas pada umumnya mengenal tiga cara perpindahan panas yaitu :
konduksi, konveksi, radiasi (Holman, 1986).

1. Perpindahan Panas Secara Konduksi


Perpindahan panas secara konduksi adalah perpindahan panas antara
molekul-molekul yang saling berdekatan antara satu dengan yang lain tidak
diikuti oleh perpindahan molekul secara fisis.

2. Perpindahan Panas Secara Konveksi

TEKNIK PENGOLAHAN MIGAS 8


STT MIGAS BALIKPAPAN
Laporan Kerja Praktek Perhitungan Heat Balance Pada
Heat Exchanger 02 dan 03 Area Crude Destilation Unit

di Pusat Pengembangan Sumber Daya Manusia

Perpindahan panas secara konveksi adalah perpindahan panas dimana panas


dipindahkan dari suatu fluida ke fluida yang lain disertai gerakan partikel secara
fisis. Konveksi adalah proses transport energi dengan kerja gabungan dari
konduksi panas penyimpanan energi dan gerakan mencampur. Konveksi sangat
penting sebagai mekanisme perpindahan energi antara permukaan benda padat,
cairan dan gas.

3. Perpindahan Panas Secara Radiasi


Perpindahan panas secara radiasi adalah pancaran yang berbentuk
gelombang elektromagnetik dari semua permukaan benda panas ke benda dingin
melalui suatu media udara ataupun hampa udara.
3.5 Macam-macam Panas
a. Panas Sensible (Sensible Heat)

Adalah panas yang menyebabkan terjadinya kenaikan/penurunan temperature


tetapi fase (wujud) tidak berubah.

Qs = m. cp . Δt

Dimana :

Qs = Panas Sensible

m = Masa benda

cp = Panas jenis benda pada tekanan konstan

Δt = Perubahan suhu

TEKNIK PENGOLAHAN MIGAS 9


STT MIGAS BALIKPAPAN
Laporan Kerja Praktek Perhitungan Heat Balance Pada
Heat Exchanger 02 dan 03 Area Crude Destilation Unit

di Pusat Pengembangan Sumber Daya Manusia

b. Panas Latent (Heat Latent)

Adalah panas yang diperlukan untuk mengubah fase (wujud) benda, tetapi
temperature tetap.

Q1 = m . h

Dimana :

Q1 = Panas Latent

m = Massa benda

h = Panas persatuan massa pada suhu tertentu

3.6 Heat Exchanger


Alat penukar panas (Heat Exchanger) adalah peralatan yang dapat
memindahkan panas dari suatu fluida ke fluida yang lain. Alat penukar panas
menggunakan dua fluida dimana antara fluida tersebut tidak terjadi pencampuran.
Prinsip perpindahan panas pada dasarnya adalah mengalirnya energi panas dari fluida
yang bersuhu tinggi ke fluida yang bersuhu lebih rendah, sehingga fluida panas
menurun suhunya dan fluida dingin suhunya akan naik (Kern, 1950)
Dari segi media pemanas atau pendingin dapat dipergunakan dengan
memanfaatkan suatu fluida yang panasnya akan dikurangi atau ditambah, bisa juga
dilakukan dengan membuat fluida baru untuk menambah ataupun mengurangi panas.
Secara umum fungsi HE adalah mendinginkan hasil pengolahan dengan media
pendingin umpan atau hasil pengolahan lainnya. Secara khusus fungsi HE adalah
memanfaatkan sejumlah panas dari zat alir hasil pengolahan yang akan didinginkan
dengan memanaskan umpan yang akan masuk ke dapur atau ke kolom, pada proses
ini tidak terjadi perubahan fase. Keuntungan dari penggunaan Heat Exchanger yaitu :

TEKNIK PENGOLAHAN MIGAS 10


STT MIGAS BALIKPAPAN
Laporan Kerja Praktek Perhitungan Heat Balance Pada
Heat Exchanger 02 dan 03 Area Crude Destilation Unit

di Pusat Pengembangan Sumber Daya Manusia

1. Untuk menghemat panas yang berarti dapat mengurangi pemakaian bahan


bakar didapur.
2. Mengurangi beban alat pendingin dan sebaliknya mengurangi beban alat
pemanas untuk memanaskan.

Heat Exchanger juga merupakan salah satu alat penukar panas dalam sistem
hidrolik. Alat penukar panas adalah suatu alat yang digunakan untuk memindahkan
panas dari suatu fluida yang mempunyai temperature lebih tinggi ke fluida yang
temperature lebih rendah. Prinsip dasar heat exchanger adalah pertukaran panas
antara zat panas dengan zat yang lebih rendah temperature nya, umumnya tanpa
terjadi persinggungan langsung antara kedua zat tersebut. Oleh karena itu dalam heat
exchanger terjadi dua fungsi sekaligus, yaitu :

1. Memanaskan fluida yang dingin


2. Mendinginkan Fluida yang panas

Menurut Setiadi (2013), Perpindahan panas pada Heat Exchanger dipengaruhi oleh :

1. Perbedaan Temperature kedua zat, semangkin besar perbedaan temperature


zat tersebut semangkin besar perpindahan panasnya.
2. Luas permukaan yang dipengaruhi oleh jumlah banyaknya plate / tube dan
turbulensi aliran. Semangkin luas permukaan bersinggungan (Heat Contack)
maka perpindahan semangkin besar.
3. Kecepatan aliran kedua zat. Kecepatan aliran fluida yang tinggi menyebabkan
Contact Time berkurang sehingga perpindahan panas berkurang. Kecepatan
fluida yang rendah akan menyebabkan kerak (Fouling).
4. Thermal Conductivity, setiap material memiliki penghantar panas yang
berbeda-beda. Logam merupakan konduktor yang baik.

TEKNIK PENGOLAHAN MIGAS 11


STT MIGAS BALIKPAPAN
Laporan Kerja Praktek Perhitungan Heat Balance Pada
Heat Exchanger 02 dan 03 Area Crude Destilation Unit

di Pusat Pengembangan Sumber Daya Manusia

5. Kapasitas, semakin besar kapasitas umpan yang akan di panaskan maka


perpindahan panas akan semakin sedikit apabila jumlah kapasitas pemanas
lebih rendah.
3.7 Kemampuan Heat Exchanger
Karena beberapa sebab kemampuan Heat Exchanger dapat menurun, ada
beberapa cara untuk memperbesar atau menjaga Performance Heat Exchanger, antara
lain :
1. Membersihkan secara periodik
2. Menutup bagian isolasi yang rusak

Adapun beberapa hal yang dapat mempengaruhi menurunnya Performance


pada Heat Exchanger antara lain :

1. Pengotor (Foulling)
2. Pressure Drop
3. Kebocoran
4. Corrosive
1. Alat Penukar Panas Berdasarkan Arah Aliran
Berdasarkan arah alirannya Heat Exchanger dapat digolongkan menjadi tiga
(Rumahorbo, 2018) :
a) Aliran Paralel atau Searah (Co-Current)
Fluida panas dalam tube mengalir searah dengan fluida yang
dipanaskan di luar tube (Shell Side). Perpindahan panas pada jenis ini relatif
kecil karena kedua fluida yang telah berbeda suhunya akan mengalir pada
posisi tempat dan arah yang sama.

TEKNIK PENGOLAHAN MIGAS 12


STT MIGAS BALIKPAPAN
Laporan Kerja Praktek Perhitungan Heat Balance Pada
Heat Exchanger 02 dan 03 Area Crude Destilation Unit

di Pusat Pengembangan Sumber Daya Manusia

Fluida dingin masuk

Fluida panas masuk


HE
Fluida panas keluar

Fluida dingin keluar

b.Aliran Berlawanan Arah (Counter Current)


Arah aliran jenis ini fluida panas dalam tube mengalir berlawanan arah
dengan fluida yang dipanaskan diluar tube. Perpindahan panas jenis ini
sangat baik sebab kedua fluida saling menukar panas sepanjang aliran dalam
peralatan tersebut. Jenis aliran ini yang paling banyak dipergunakan pada
alat penukar panas.

Fluida dingin keluar

Fluida panas masuk


HE
Fluida panas keluar

Fluida dingin masuk

a. Arah Aliran Melintang (Cross Flow)


Arah aliran ini fluida dalam tube didinginkan dengan arah melintang
oleh fluida yang didinginkan, untuk jenis aliran ini biasanya menggunakan
“Finned Tube” dan banyak dipakai Fin-Fan dengan pendingin udara.
Perpindahan panas yang terjadi lebih kecil bila dibandingkan dengan arah
aliran berlawanan.

TEKNIK PENGOLAHAN MIGAS 13


STT MIGAS BALIKPAPAN
Laporan Kerja Praktek Perhitungan Heat Balance Pada
Heat Exchanger 02 dan 03 Area Crude Destilation Unit

di Pusat Pengembangan Sumber Daya Manusia

Fluida dingin masuk

Fluida panas masuk


HE
Fluida panas keluar

Fluida dingin keluar

Aliran berlawanan arah memberikan perpindahan panas yang lebih


baik dibandingkan dengan aliran searah. Di dalam kenyataannya tidak
mungkin membuat aliran berlawanan arah murni, yang ada adalah aliran
campuran berlawanan arah. Tetapi dalam perhitungan kemampuan head
exchanger selalu dianggap aliran berlawanan arah, kemudian dikoreksi.
Membuat aliran kedua fluida turbulen.

2. Tipe – Tipe Heat Exchanger


Tipe-tipe Heat exchanger (HE) banyak sekali, untuk membedakan tipe-tipe
alat penukar panas dapat dilihat dari :
1) Klasifikasi pembuatan berdasarkan Tubular Exchanger Manufacturers
Association (TEMA).
2) Berdasarkan fungsinya.
3) Berdasarkan konstruksinya.

TEKNIK PENGOLAHAN MIGAS 14


STT MIGAS BALIKPAPAN
Laporan Kerja Praktek Perhitungan Heat Balance Pada
Heat Exchanger 02 dan 03 Area Crude Destilation Unit

di Pusat Pengembangan Sumber Daya Manusia

TEMA (Tubular Exchanger Manufacturing Association) mengklasifikasi alat


penukar panas berdasarkan perencanaan dan cara pembuatannya dibagi menjadi 3
(Tiga) kelas yaitu :

1. Kelas R adalah alat penukar kalor yang tidak mengalami pembakaran, dan
secara umum dipergunakan untuk proses pengolahan pada industri
pengolahan minyak dan gas bumi, biasanya dengan tipe plate, shell and
tube exchanger.
2. Kelas C sama dengan jenis “R”, dimana dalam penggunaannya tidak
mengalami pembakaran. Jenis ini dipakai untuk kebutuhan komersial dan
industri secara umum dengan proses tekanan dan temperature sedang serta
fluida yang relatif.
3. Kelas B, menentukan persyaratan desain dan fabrikasi untuk Heat
Exchanger yang ada dalam proses industri kimia dimana banyak terdapat
proses kimia, zat yang korosif atau fluida dengan suhu tinggi
menggunakan alloy material construction.

TEKNIK PENGOLAHAN MIGAS 15


STT MIGAS BALIKPAPAN
Laporan Kerja Praktek Perhitungan Heat Balance Pada
Heat Exchanger 02 dan 03 Area Crude Destilation Unit

di Pusat Pengembangan Sumber Daya Manusia

3. Klasifikasi Standart Heat Exchanger (TEMA)


1) TEMA menggunakan tiga buah huruf yaitu :
Huruf Pertama Menyatakan bentuk “front and stationary head type” atau
channel, dengan menggunakan notasi huruf: A, B, C dan D.

Table 3.1 Karakteristik Bagian-bagian Heat Exchanger


(Front and Stationary Heat Type)

TYPE FRONT AND STATIONARY HEAD


A Digunakan sebagai standar pada petroleum refinery karena
dilengkapi dengan channel cover untuk mempermudah test
kebocoran, pemeriksaan atau saat pembersihan tube side.
B Tidak dilengkapi dengan channel cover sehingga pada saat tes
kebocoran, pemeriksaan atau saat pembersihan tube side seluruh
bagian (bonnet) harus dilepas.
C Tube side menyatu dengan front end sehingga pada saat
pemeriksaan harus melepas tube bundle tidak praktis.
D Tube side menyatu dengan front end sehingga pada saat
pemeriksaan harus melepas tube bundle tidak praktis.

TEKNIK PENGOLAHAN MIGAS 16


STT MIGAS BALIKPAPAN
Laporan Kerja Praktek Perhitungan Heat Balance Pada
Heat Exchanger 02 dan 03 Area Crude Destilation Unit

di Pusat Pengembangan Sumber Daya Manusia

2) Huruf kedua
Menyatakan bentuk dari “Shell Type” atau tabung dengan menggunakan
notasi huruf : E, F, G, H, J dan K.

Table 3.2 Karakteristik Bagian-bagian Heat Exchanger


(Shell)

TYPE SHELL
E Lebih ekonomis tetapi pertimbangan pressure drop tipe “J” lebih
baik.
F Ada kekhawatiran terjadi kebocoran antara longitudinal baffle dan
shell.
G Factor koreksi (F) untuk LMTD lebih rendah dari tipe “J”.
H Factor koreksi (F) untuk LMTD lebih rendah dari tipe “J”, tetapi
tipe “H” ini dispesifikasikan untuk thermosy phonere boiler
(Literature Gama Spektra Mandiri, Consultan and Training
Specialist & Heat Exchanger).
J Pressure drop lebih besar bila dibandingkan tipe “G” dan “H”.
K Shell dibentuk khusus tidak mempunyai shell cover sehingga pada
saat mengeluarkan tube bundle hanya melalui satu sisi. Kurang
ekonomis bila digunakan untuk proses penguapan fluida yang
kecil karena ruangan/volume penguapan terlalu
besar.

TEKNIK PENGOLAHAN MIGAS 17


STT MIGAS BALIKPAPAN
Laporan Kerja Praktek Perhitungan Heat Balance Pada
Heat Exchanger 02 dan 03 Area Crude Destilation Unit

di Pusat Pengembangan Sumber Daya Manusia

3) Huruf ketiga
Menggunakan bentuk dari”Rear and Head Type” atau bagian belakang,
dengan menggunakan notasi huruf : L, M, N, P, S, T, U, dan W.

Table 3.3 Karakteristik Bagian-bagian Heat Exchanger


(Rear and Head Type)

TYPE Rear and Head Type


L Mengatasi ekspansi pada shell menggunakan expantion joint.
M Mengatasi ekspansi pada shell menggunakan expantion joint.
N Mengatasi ekspansi pada shell menggunakan expantion joint
P Mengatasi ekspansi menggunakan floating head.
S Mengatasi ekspansi menggunakan floating head.
T Mengatasi ekspansi menggunakan floating head.
U Setiap tube bebas berekspansi.
W Mengatasi ekspansi menggunakan floating head.

Dalam banyak hal untuk menentukan pemilihan alat penukar panas yang
optimum adalah dengan melakukan perancangan secara utuh dengan
memperhitungkan berbagai alternatif pilihan bentuk bangun (geometric).

TEKNIK PENGOLAHAN MIGAS 18


STT MIGAS BALIKPAPAN
Laporan Kerja Praktek Perhitungan Heat Balance Pada
Heat Exchanger 02 dan 03 Area Crude Destilation Unit

di Pusat Pengembangan Sumber Daya Manusia

Beberapa hal yang harus ditentukan terlebih dahulu dengan menggunakan


standard TEMA (Tubular Exchanger Manufacturing Association) yaitu :

1) Front end stationary head types “A”


Dipilih karena pada saat pembersihan (cleaning tube) lebih praktis (simpel) tidak
perlu melepaskan semua bagian seperti pada tipe “B” (bonnet) cukup hanya melepas
cover saja.

2) Shell types “H”


Dipilih karena lebih ekonomis. Faktor koreksi (Fc) LMTD lebih besar bila
dibandingkan dengan tipe “E”, dikarenakan mempunyai faktor koreksi (Fc) > 0,7
sehingga kerugian panasnya lebih kecil, demikian juga tidak dipilihnya tipe “K”
Kettle karena tidak memerlukan ruangan/volume penguapan pada shell yang terlalu
besar sehingga tidak perlu dibuat bentuk yang khusus.

3) Rear end head types “S”


Dipilih karena kemampuan ekspansi yang berbeda dapat diatasi dengan adanya
floating head, sedangkan pada tipe “L”, “M” dan “N” digunakan expantion joint pada
shell sehingga kurang ekonomis.

4) Heat Exchanger Berdasarkan Fungsinya


Berdasarkan fungsinya alat penukar panas terdiri dari (Karniavip, 2015):
a. Cooler e. Heater
b. Condensor f. Evaporator
c. Ciler g. Reboiler
d. Air Cooler Exchanger

TEKNIK PENGOLAHAN MIGAS 19


STT MIGAS BALIKPAPAN
Laporan Kerja Praktek Perhitungan Heat Balance Pada
Heat Exchanger 02 dan 03 Area Crude Destilation Unit

di Pusat Pengembangan Sumber Daya Manusia

a. Cooler
Fungsi Cooler untuk mendinginkan fluida (cairan ataupun gas) tanpa
terjadi perubahan phase, sedangkan media pendinginnya berupa air atau
udara.

b. Condenser
Berfungsi untuk mengembunkan fluida yang berbentuk uap atau
campuran uap, sebagai media pendingin biasanya air. Umumnya condensor
mempunyai shell dan tube serta dapat dipasang secara tegak lurus maupun
mendatar.

c. Chiller
Berfungsi untuk mendinginkan fluida pada suhu rendah, sebagai
media pendingin biasa digunakan air, propana freon atau amoniak.

d. Air Cooler Exchanger


Berfungsi untuk mendinginkan fluida pada suhu kamar, dengan
media pendingin udara.

e. Heater
Berfungsi untuk memanaskan atau memberikan panas dengan
menggunakan steam atau nyala api.

f. Evaporator
Berfungsi untuk menguapkan fluida cair dengan menggunakan steam
atau media pemanas lainnya.

TEKNIK PENGOLAHAN MIGAS 20


STT MIGAS BALIKPAPAN
Laporan Kerja Praktek Perhitungan Heat Balance Pada
Heat Exchanger 02 dan 03 Area Crude Destilation Unit

di Pusat Pengembangan Sumber Daya Manusia

g. Reboiler
Digunakan untuk menaikkan kembali suhu fluida sampai fluida
tersebut mencapai suhu didihnya. Reboiler dapat berupa shell dan tube atau
tipe dapur, biasanya dihubungkan dengan dasar kolom distilasi.

5) Komponen Utama Heat Exchanger


Komponen utama HE antara lain : Tube, Baffle, Tie Rods, Tube Sheet,
Channel, Partition Pass, Shell Cover dan Channel Cover.

a. Tube
Tube dapat dikatakan sebagai urat nadi alat penukar kalor karena
merupakan media penghantar antar fluida panas dan fluida dingin, kedua
jenis fluida itu mempunyai kapasitas, temperature, tekanan serta jenis yang
berbeda. Ada dua macam tipe tube, yaitu tube polos dan bersirip (finned
tube) sejumlah tube dirangkai menjadi satu kesatuan yang disebut tube
bundle.Beberapa persyaratan yang harus dipenuhi ialah :
1) Kemampuan panas yang tinggi
2) Daya tahan terhadap panas
3) Daya tahan terhadap korosi
4) Daya tahan terhadap erosi
Tata letak pemasangan tube (Tube lay out) ada 4 (empat) macam
yaitu :

1. In Line Square Pitch

TEKNIK PENGOLAHAN MIGAS 21


STT MIGAS BALIKPAPAN
Laporan Kerja Praktek Perhitungan Heat Balance Pada
Heat Exchanger 02 dan 03 Area Crude Destilation Unit

di Pusat Pengembangan Sumber Daya Manusia

Sumbu tube saling membentuk 90o segi empat bujur sangkar. Pengaturan
cara ini baik untuk pressure drop yang rendah dan mempunyai koefisien
perpindahan panas lebih rendah dari pada triaguler pitch.
2. Diamond Square Pitch
Pada pengaturan cara ini sumbu tube saling membentuk 90o segi empat bujur
sangkar melintang terhadap arah aliran. Cara ini terkenal untuk pengaturan
pressure drop rendah namun tidak serendah in line square pitch.
3. Triangular Pitch
Sumbu tube saling membentuk 60o segi tiga sama sisi searah dengan arah
aliran. Cara ini sering digunakan baik untuk pressure drop yang sedang
hingga tinggi. Trianguler pitch juga mempunyai koefisien perpindahan
panas lebih baik dari pada in line triangular pitch.
4. In Line Triangular Pitch
Sumbu Tube saling membentuk 60o segi tiga sama sisi melintang terhadap
arah aliran. Koefisien perpindahan panas tidak begitu tinggi namun lebih
baik dari pada in line square pitch. Penggunaan untuk pressure drop yang
sedang hingga tinggi.

b. Baffle
Baffle adalah sekat-sekat yang terdapat pada bagian shell alat
penukar panas.
1) Tujuan Penggunaan Baffle
a) Menambah / membuat aliran turbulen pada bagian luar tube
b) Memperkuat tube bundle
c) Mencegah benturan antar tube akibat vibrasi aliran fluida.
d) Meratakan aliran fluida di dalam shell.
e) Membagi shell menjad 2 (dua) atau beberapa bagian

TEKNIK PENGOLAHAN MIGAS 22


STT MIGAS BALIKPAPAN
Laporan Kerja Praktek Perhitungan Heat Balance Pada
Heat Exchanger 02 dan 03 Area Crude Destilation Unit

di Pusat Pengembangan Sumber Daya Manusia

2) Macam – Macam Baffle, yaitu :


a) Segmental baffle
b) Disc & Doughnut baffle
c) Orifice baffle
d) Longitudinal baffle

c. Tie Rods
Tie rods berupa sebatang besi bulat yang mempunya ulir pada kedua
ujungnya dipasang pada bagian tube.
3. Tujuan pemansangan Tie Rods antara lain :
a) Mempertahankan panjang tube.
b) Mempertahankan jarak antara baffle plate.
c) Mempertahankan dan menjaga agar rangkaian tube tidak berubah
untuk sewaktu dilakukan pengangkatan atau perbaikan.

d. Tube Sheet
Berfungsi sebagai dudukan tube bundle pada shell.

e. Channel
Berfungsi sebagai tempat masuk keluarnya fluida bagian tube.

f. Partition Pass
Berfungsi sebagai pembatas antara aliran masuk dan aliran keluar
yang dipasang pada channel.

TEKNIK PENGOLAHAN MIGAS 23


STT MIGAS BALIKPAPAN
Laporan Kerja Praktek Perhitungan Heat Balance Pada
Heat Exchanger 02 dan 03 Area Crude Destilation Unit

di Pusat Pengembangan Sumber Daya Manusia

g. Shell Cover dan Chanel Cover


Berfungsi sebagai penutup shell dan channel yang dapat dibuka pada
waktu dilakukan perbaikan atau pembersihan tube dan dinding dalam shell.
6) Fluida yang Dilewatkan pada Shell dan Tube
Alat penukar akan berfungsi dengan baik apabila masih dalam keadaan
baru atau baru dibersihkan. Adanya kotoran atau kerak yang melekat pada
dinding dalam dan luar dari tube dapat menyebabkan menurunnya proses
perpindahan panas. Dengan dasar itu perlu pertimbangan dan perhatian khusus
agar mempermudah dalam membersihkan serta memperkecil terjadinya fouling
atau pembentukan kerak Rumahorbo, (2018).
Tidak ada ketentuan yang pasti tentang penentuan zat alir yang mana
yang harus dilewati pada tube atau shell, tetapi ada pandangan yang
memudahkan untuk memilih zat alir mana yang harus dilewatkan tube dan shell.
Hal ini berdasarkan bahwa tube mudah dibersihkan, mudah diganti dan untuk
tekanan yang tinggi kenaikan tebal dinding tube tidak terlalu besar diameternya
kecil dibandingkan shell.
a. Kemampuan Untuk Dibersihkan (Clean ability)
Jika dibandingkan cara membersihkan antara tube dan shell,
maka pembersihan sisi shell (luar tube) jauh lebih sulit.
b. Korosi
Masalah korosi atau kebersihan sangat dipengaruhi oleh
penggunaan dari paduan logam. Paduan logam itu mahal, karena itu
fluida dialirkan melalui tube untuk meghemat biaya yang terjadi karena
kerusakan shell.
c. Tekanan kerja
Shell yang bertekanan tinggi, diameter, akan diperlukan dinding
yang tebal, ini akan mahal. Untuk mengatasi hal itu apabila fluida
bertekanan tinggi, lebih baik dialirkan melalui tube.

TEKNIK PENGOLAHAN MIGAS 24


STT MIGAS BALIKPAPAN
Laporan Kerja Praktek Perhitungan Heat Balance Pada
Heat Exchanger 02 dan 03 Area Crude Destilation Unit

di Pusat Pengembangan Sumber Daya Manusia

d. Temperatur
Fluida bertemperatur tinggi lebih baik dialirkan melalui tube.
Fluida bertemperatur tinggi juga akan menurunkan tegangan yang
diperbolehkan (allowable stress) pada material peralatan, hal ini
mempunyai pengaruh yang sama seperti fluida bertekanan tinggi yang
memerlukan dinding shell yang tebal. Keamanan dari para pekerja harus
diutamakan, dan ini akan menimbulkan biaya tambahan untuk isolasi
peralatan, apalagi kalau fluida panas dialirkan pada sisi shell atau diluar
tube.
e. Jumlah aliran fluida
Suatu perencanaan yang baik akan diperoleh aliran fluida yang
kecil jumlahnya dilakukan pada sisi shell. Ini akan mempengaruhi jumlah
pass aliran, tetapi konsekuensinya ialah kerugian dan penurunan tekanan.
f. Viskositas
Batas angka kritis bilangan Reynolds untuk aliran turbulent pada
sisi shell adalah 200. Karena itu aliran laminar dalam tube dapat menjadi
turbulent apabila aliran melalui shell. Aliran tetap laminar dialirkan
melalui shell, maka lebih baik aliran itu dialirkan melalui tube.
g. Penurunan tekanan
Apabila masalah penurunan tekanan (pressure drop) merupakan
hal yang kritis dan harus ditinjau secara teliti, maka sebaiknya fluida
tersebut dialirkan melalui sisi tube.

7) Deposit pada Heat Exchanger


Deposit yang terbentuk pada permukaan dinding luar maupun dinding
dalam akan memperbesar tahanan daya hantar panas (resintance) yang akan
mengakibatkan kemampuan heat exchanger menurun. Kecepatan terbentuknya

TEKNIK PENGOLAHAN MIGAS 25


STT MIGAS BALIKPAPAN
Laporan Kerja Praktek Perhitungan Heat Balance Pada
Heat Exchanger 02 dan 03 Area Crude Destilation Unit

di Pusat Pengembangan Sumber Daya Manusia

endapan / kerak pada heat exchanger dipengaruhi oleh jenis, kecepatan dan suhu
fluida.

Adapun berbagai macam deposit antara lain :


a) Hard deposit misalnya : Kerak dan coke
b) Porous deposit, terdiri dari material yang sama dengan pembentukan hard
deposit tetapi porous.
c) Loose deposit, misalnya endapan lumpur, ganggam, daun-daunan.

Beberapa faktor yang dapat menimbulkan pengotoran alat penukar kalor


ialah :

a) Temperature fluida.
b) Temperature dinding tube.
c) Material tube serta ketelitian pengerjaan.
d) Kecepatan aliran fluida.
e) Waktu atau lamanya beroperasi sejak pembersihan yang terakhir.

8) Crude Preheater
Umpan Crude Oil sebelum masuk ke kolom fraksinasi terlebih dahulu
memerlukan pemanasan sampai 355oC, sehingga pemanasan memegang peranan
penting dalam proses pengolahan pada Plant CDU. Pemanasan umpan dilakukan
dalam sistem gabungan antara alat penukar panas dan dapur dengan temperatur
operasi hingga keluar dari dapur/furnace (1-F-01) 355OC.

TEKNIK PENGOLAHAN MIGAS 26


STT MIGAS BALIKPAPAN
Laporan Kerja Praktek Perhitungan Heat Balance Pada
Heat Exchanger 02 dan 03 Area Crude Destilation Unit

di Pusat Pengembangan Sumber Daya Manusia

Gambar 3.1 Crude Preheater System CDU Pertamina RU-VII Kasim


Sumber : PT. Pertamina RU-VII Kasim (2018)

Crude preheater di CDU merupakan serangkaian Heat Exchanger yang


disusun dan ditempatkan sebelum Furnace(I-F-01). Tujuan dipasangnya Crude
Preheater Exchanger disamping dalam rangka pemanfaatan energi yang sebesar-
besarnya juga untuk menjaga agar beban panas yang diberikan oleh dapur tidak
melampaui batas maksimalnya. Sehingga dapat meminimasi pemakaian refinery
fuel pada dapur dan dapat dioperasikan selama mungkin sesuai desain umur
pemakaiannya. Penurunan unjuk kerja crude preheater diikuti dengan kenaikan
pemakaiaan bahan bakar di dapur.
Seiring dengan waktu operasi kemampuan transfer panas dari fluida ke
crude oil di masing-masing Heat Exchanger tersebut semakin berkurang
sehingga temperatur crude oil masuk dapur semakin menurun. Hal ini karena
adanya partikel-partikel padat (scale) yang menempel dipermukaan dinding
dalam dan luar tube membentuk suatu lapisan (fouled).

TEKNIK PENGOLAHAN MIGAS 27


STT MIGAS BALIKPAPAN
Laporan Kerja Praktek Perhitungan Heat Balance Pada
Heat Exchanger 02 dan 03 Area Crude Destilation Unit

di Pusat Pengembangan Sumber Daya Manusia

9) Rumus Perhitungan Heat Balance pada Heat Exchanger


Dalam perhitungan besarnya perpindahan panas yang ditransfer dapat
dilakukan dengan mengasumsikan jumlah panas yang dilepas sama dengan
jumlah panas yang diterima. Untuk menghitung neraca panas pada dasarnya
menggunakan persamaan :

Q = W x Cp x Δt………………………………….………...(1)

Dimana :
Q = Jumlah panas yang dipindahkan (BTU/jam)
W = Jumlah aliran massa fluida, Flow Rate (lb/jam)
Cp = Spesific heat fliuda (BTU/lb⁰F)
∆t = Perbedaan temperatur masuk dan keluar (oF)
(Budiman dkk, 2014).

10) Temperatur rata-rata


Untuk mencari nilai dari rata-rata temperature yang terdapat pada
peralatan Heat Exchanger 1-E-01 maka diperoleh persamaan sebagai berikut :

T 1+T 2
Tr = 2
………………………………………….…….(2)

Dimana :

Tr = Temperature rata-rata (⁰F)

T1 = Temperature masuk (⁰F)

T2 = Temperature keluar (⁰F)

(Budiman dkk, 2014)

TEKNIK PENGOLAHAN MIGAS 28


STT MIGAS BALIKPAPAN
Laporan Kerja Praktek Perhitungan Heat Balance Pada
Heat Exchanger 02 dan 03 Area Crude Destilation Unit

di Pusat Pengembangan Sumber Daya Manusia

11) Efisiensi Efektif dari Heat Exchanger 1-E-01


1) Panas Jenis Fluida Dingin
Untuk dapat menghitung panas jenis panas jenis Fluida Dingin
dapat menggunakan persamaan sebagai berikut :

Cc = Wc × Cpc ………………………………………….…….(3)

Dimana :
Wc = Laju alir Crude Oil (lb/jam)
Cpc = Specific Heat Crude Oil (BTU/lb °F)
Cc = Panas jenis fluida dingin (BTU/jam °F)
(Kern, 1950).

2) Panas Jenis Fluida Panas


Berikut adalah persamaan yang digunakan untuk menghitung panas jenis
Fluida panas :

Ch = Wh × Cph……………………….………………….…….(4)
Dimana :
Wh = Laju alir Heavy Naptha (lb/jam)
Cph = Specific heat Heavy Naptha (BTU/lb °F)
Ch = Panas jenis fluida panas (BTU/jam °F)
(Kern, 1950).

TEKNIK PENGOLAHAN MIGAS 29


STT MIGAS BALIKPAPAN
Laporan Kerja Praktek Perhitungan Heat Balance Pada
Heat Exchanger 02 dan 03 Area Crude Destilation Unit

di Pusat Pengembangan Sumber Daya Manusia

3) Laju Perpindahan Panas Actual dari Heat Exchanger


Qact = Cc × t2 − t1…………………………..……………..…….(5)

Dimana :
Qact = Laju perpindahan panas actual (BTU/jam)
Cc = Panas jenis fluida dingin (BTU/jam °F)
t2 – t1 = Beda temperature pada tube (°F)
(Kern, 1950)

4) Laju Perpindahan Panas Maxsimal dapat di peroleh dapat di hitung dengan


persamaan sebagai berikut :

qmax = Ch × T1 − t1…………………………..…….…………(6)

Dimana :
qmax = Laju perpindahan panas maxsimal(BTU/jam)
Ch = Panas jenis fluida panas (BTU/jam °F)
T1 – t1 = Beda temperature fluida tinggi di tube dan temperature fluida
rendah di shell (°F) (Budiman dkk, 2014).

5) Perhitungan Efesiensi Heat Excahanger


Untuk mengetahui, presentase unjuk kerja dari Heat Exchanger maka
diperoleh persamaan sebagai berikut ;
(Budiman dkk, 2014).

ηeff = Qact / qmax × 100% ………………………………………….…….(7)

TEKNIK PENGOLAHAN MIGAS 30


STT MIGAS BALIKPAPAN
Laporan Kerja Praktek Perhitungan Heat Balance Pada
Heat Exchanger 02 dan 03 Area Crude Destilation Unit

di Pusat Pengembangan Sumber Daya Manusia

12) Untuk menghitung Qloss (Panas yang tidak dapat dimanfaatkan)


Agar dapat mengetahui, Panas yang tidak dapat dimanfaatkan dari
peratalatan 1-E-01 maka diperoleh dari persamaan sebagai berikut ;
Q
Qloss = × 100%.…………………….………………….…….(8)
qc
Dimana :
Q = Panas yang dilepaskan (ke lingkungan) BTU/jam
qc = Panas yang diterima (Crude Oil) BTU/jam
(Budiman dkk, 2014)..........................................................`

TEKNIK PENGOLAHAN MIGAS 31


STT MIGAS BALIKPAPAN

Anda mungkin juga menyukai