Anda di halaman 1dari 14

SENGKETA

TANAH
Disusun oleh :
1. Silvia Ami Ruliyanti
2. Delia Anggraeni
3. Lilis Holivah
4. Anika Nunik Alfiany
APA ITU
Sengketa Tanah Atau Perselisihan Tanah

Adalah perselisihan tanah yang melibatkan badan hukum, Lembaga

SENGEKTA atau perseorangan dan secara sosio politis tidak memiliki dampak
luas.

TANAH ?
Penjelasan ini datur dalam UU Sengketa Tanah Peraturan Kepala
Badan Pertanahan Nasional Indonesia No.3 Tahun 2011
Dasar Hukum Penyelesaian Sengketa Tanah

Penyelesaian kasus sengketa tanah diatur dalam Peraturan Menteri Agraria dan Tata
Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 21 Tahun 2020 tentang
Penanganan dan Penyelesaian Kasus Pertanahan.
Dalam UU tersebut dijelaskan bahwa kasus pertanahan adalah sengketa, konflik, atau perkara
tanah yang disampaikan kepada Kementerian Agraria dan Tata Ruang /Badan Pertanahan
Nasional, Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional, kantor pertanahan sesuai
kewenangannya untuk mendapatkan penanganan dan penyelesaian sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan
Sengketa pertanahan menjadi salah satu perkara yang kompleks untuk mencapai titik
penyelesaian secara cepat. Penyelesaian perkara pertanahan melalui peradilan bahkan dapat
melibatkan lebih dari satu peradilan antara lain Peradilan Umum, Peradilan Tata Usaha Negara serta
Peradilan Agama. Hal itu dikarenakan ketiga lembaga peradilan tersebut memiliki kompetensi
absolut masing-masing yang berbeda dalam penyelesaian sengketa pertanahan namun dapat
menjurus pada satu titik penyelesaian perkara yang bersinggungan .
Pada peradilan umum terdapat kompetensi mengadili sengketa
pertanahan terkait sengketa hak kepemilikan dikarenakan alasan-
alasan keperdataan. Sedangkan pada Peradilan Tata Usaha Negara
terdapat kompetensi mengadili mengenai keabsahan sertifikat
tanah sebagai sebuah keputusan yang dilahirkan oleh seorang
pejabat tata usaha negara. Di sisi lain, Peradilan Agama juga
mempunyai kompetensi mengadili dalam hal sengketa kepemilikan
tanah yang dilandaskan pada konflik kewarisan. Meskipun ketiga
peradilan mempunyai kompetensi masing-masing yang memiliki
ruang lingkup masing-masing namun semua keputusan itu
dimaksudkan berujung pada satu titik penyelesaian yang dapat
dirasakan nilai keadilan, kepastian hukum dan kemanfaatannya
bagi pencari keadilan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya sengketa
tanah :
 Kebijakan yang terbilang belum maksimal.
 Kurang adanya kejelasan ketika melakukan proses sertifikasi tanah tersebut.
 Kurang memperhatikan proses administrasi, hal ini akan membuat orang lain lebih mudah dalam
mengklaim hak kepemilikan tanah tersebut.
 Sumber daya manusia yang terbilang masih terbatas.
 Adanya kemungkinan pada administrasi pertanahan yang masih kurang ketat.
 Meningkatnya permintaan tanah berbanding terbalik dengan ketersediaan tanah di Negara
Indonesia khususnya.
 Adanya pemekaran wilayah yang membuat tumpang tindih hak kepemilikan atas sebuah tanah.
 Adanya campur tangan mafia di dalam pendaftaran tanah.
Kasus Pertanahan
Sengketa Pertanahan Konflik Pertanahan Perkara Pertanahan

Dibedakan Menjadi Perselisihan tanah antara Perselisihan tanah antara


orang perseorangan,
Perselisihan tanah yang
perseorangan, badan penanganan dan

3: hukum atau Lembaga


yang tidak berdampak
kelompok, golongan,
organisasi, badan hukum,
penyelesaiannya melalui
Lembaga peradilan
luas yang mempunyai
kecenderungan atau sudah
berdampak luas
Sengketa Tanah Sendiri
Dibagi Menjadi 3 Kasus
1. Kasus Berat, yang melibatkan banyak pihak, memiliki
dimensi hukum yang kompleks dan berpotensi
menimbulkan gejolak social, ekonomi, politik dan
keamanan
2. Kasus Sedang, meliputi antar pihak yang berdimensi
hukum atau administrasinya cukup jelas yang jika
ditetapkan penyelesaiannya melalui pendekatan umum
dan administrasi tidak menimbulkan gejolak social,
ekonomi, politik dan keamanan
3. Kasus Ringan, yaitu pengaduan atau permohonan
petunjuk yang sifatnya teknis administratif dan
penyelesaiannya cukup dengan surat petunjuk
penyelasaian ke pengadu atau pemohon
Cara penyelesaian Sengketa
Tanah Melalui Pengadilan:

1. Mengetahui tentang pemilik tanah secara detail


2. Mencari tahu keaslian sertifikat atau keabsahan
3. Memastikan penjual tanahnya
4. Melakukan pelaporan ke kantor pertanahan
5. Mengumpulkan berbagai data autentik
6. Melakukan mediasi
Yang Perlu Diperhatikan Dalam Menyelesaikan
Sengketa Tanah Melalui Pengadilan

1. Cek Asal usul 2. Cek keabsahan 3. Pastikan


kepemilikan tanah sertifikat Kredibilitas
Penjual
Contoh Kasus Sengketa Tanah Di
Indonesia
1. Kasus Sengketa Tanah Salve Veritate Tahun 2021
Perkara kasus mafia tanah ini bermodus mal-administrasi penerbitan Sertifikat
Hak Milik (SHM) Nomor 4931/Cakung Barat atas nama Abdul Halim, di
Cakung, Jakarta Timur, dengan tanah seluas 7,78 hektar.Awalnya, PT Salve
Veritate yang merupakan pemilik lahan kaget dan tidak terima ketika tanahnya
menjadi obyek sengketa karena diakui oleh orang lain.Tanah milik PT Salve
Veritate sejumlah 38 bidang dengan total luas 77.582 meter persegi yang terletak
di Kelurahan Cakung Barat Jakarta Timur, itu berstatus Hak Guna Bangunan
(HGB).
Menindaklanjuti laporan kuasa hukum, akhirnya Kementerian ATR/BPN
memeriksa kelengkapan dokumen tanah yang semula atas nama PT Salve
Veritate tersebut. Setelah dilakukan pengecekan, Sertifikat HGB PT Salve
Veritate tidak ditemukan hal-hal yang membuat tim pemeriksa yakin bahwa
proses penerbitan sertifikat sebagaimana tersebut di atas tidak sesuai dengan
prosedur.
2. Kasus Sengketa Tanah Alam Sutera Tahun 2020
Berawal dari tersangka berinisial D berpura-pura berseteru dengan tersangka M atas tanah 45
hektar di Alam Sutera. Pada April 2020, D menggugat M secara perdata mengenai kepemilikan
lahan itu. Padahal di atas lahan sudah ada warga dan perusahaan yang menempatinya. Pada Mei
2020, M dan D kemudian bersekongkol untuk berdamai dan melakukan mediasi atas kasus
sengketa tanah itu. Setelah terjadi kesepakatan damai, pada Juli 2020 komplotan mafia tanah itu
mengajukan eksekusi lahan ke pihak Pengadilan.
Hal ini sontak mendapat perlawanan dari warga dan perusahaan yang melapor ke Polres Metro
Tangerang Kota. Dari hasil penyelidikan, berkas klaim kepemilikan atas lahan 45 hektare itu
ternyata palsu. Keduanya bahkan menyertakan berkas tersebut ke Pengadilan untuk saling gugat.
Para tersangka saat ini dijerat dengan Pasal 263 dan 266 KUHP tentang pemalsuan dokumen
dengan ancaman 7 tahun penjara.
3. Kasus Sengketa Tanah Matoa 2021

Sengketa ini berawal dari masa perjanjian kerjasama yang terhitung habis pada 18 Maret 2021
dan gugatan tentang pelanggaran kerjasama yang dilayangkan oleh PT Saranagraha
Adisentosa ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Maret 2021. Jika merujuk dari Surat
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 470/KMK.01/1994 tanggal 20 September 1994 yang
mengatur kerja sama menggunakan format bangun, operasi dan serahkan atau BOT. Dalam
amandemen tersebut, disebutkan bahwa kerjasama berlangsung pada 18 Maret 1996 hingga
18 Maret 2021 dan akan diperpanjang selama 5 tahun sejak berakhirnya perjanjian yang
dimaksud.
Perjanjian kerjasama tersebut dinilai telah habis dan tidak adanya izin dari Menteri Keuangan
menurut Dispenau menjadi alasan bagi PT Saranagraha untuk berhenti memanfaatkan lahan
Matoa. Selain itu, lahan ini juga disebutkan akan digunakan untuk keperluan pertahan negara.
Hingga kini penertiban aset Barang Milik Negara (BMN) merupakan langkah lanjutan dari
kasus sengketa ini telah dilakukan oleh Tentara Nasional Indonesia Angkatan Udara (TNI
AU).
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai