Anda di halaman 1dari 9

PSIKOLOGI PESERTA DIDIK

“DELINKUEN
REMAJA/KENAKALAN
REMAJA”
PENGERTIAN DELINKUEN REMAJA/KENAKALAN
REMAJA
Walgito (dalam Sudarsono, 1997) merumuskan bahwa
Perilaku delinkuen (delinquency) berasal dari bahasa istilah delinkuen lebih ditekankan pada perbuatan
Latin “delinquere”, yang diartikan terabaikan, melawan hukum yang dilakukan oleh anak dan remaja,
mengabaikan, yang kemudian diperluas menjadi jahat, jika perbuatan tersebut dilakukan oleh orang dewasa,
anti sosial, kriminal, pelanggar aturan, pembuat ribut, maka perbuatan itu merupakan kejahatan. Fuad Hasan
(dalam Hadisuprapto, 1997), merumuskan perilaku
pengacau, penteror dan tidak dapat diatur. Kartono
delinkuen sebagai perbuatan anti sosial yang dilakukan
(1998), dalam mengartikan delinkuen lebih mengacu
oleh anak dan remaja yang bila dilakukan orang dewasa
pada suatu bentuk perilaku menyimpang, yang dikualifikasikan sebagai tindak kejahatan.
merupakan hasil dari pergolakan mental serta emosi yang
sangat labil dan defektif. Perilaku delinkuen merupakan
Suatu perilaku dianggap ilegal hanya karena status usia si
suatu bentuk perilaku ilegal yang mencerminkan peran pelaku yang masih muda (bukan usia dewasa), atau yang
kenakalan yang terus-menerus, dimana perilaku tersebut sering disebut status offenses. Perilaku antisosial dapat
oleh masyarakat dianggap sebagai penyimpangan yang berupa menggertak, agresi fisik dan perilaku kejam
sangat serius. Perilaku menyimpang tersebut diartikan terhadap teman sebaya, sikap bermusuhan, lancang,
oleh orang lain sebagai ancaman terhadap norma negativistik terhadap orang dewasa, menipu terus-
legitimasi masyarakat. menerus, sering membolos dan merusak (Kaplan, Sadock
& Grebb, 1997).
JENIS-JENIS PERILAKU DELINKUEN REMAJA/KENAKALAN REMAJA
Wright (dalam Basri, 1996:16-17) membagi jenis-jenis kenakalan remaja dalam beberapa keadaan,
yaitu:
a. Neurotic Delinquency
Remaja bersifat pemalu, terlalu perasa, suka menyendiri, gelisah dan mengalami perasaan rendah diri.
Mereka mempunyai dorongan yang kuat untuk berbuat sesuatu kenakalan, seperti: pertama,
mencuri sendirian dan kedua, melakukan tindakan agresif secara tiba-tiba tanpa alasan karena
dikuasai oleh khayalan dan fantasinya sendiri.

b. Unsocialized Delinquent
Suatu sikap yang suka melawan kekuasaan seseorang, rasa bermusuhan dan pendendam. Hukuman
dan pujian tidak berguna bagi mereka. Mereka tidak pernah merasa bersalah dan tidak pula
menyesali perbuatan yang dilakukannya. Sering melemparkan kesalahan dan tanggung jawab
pada orang lain untuk mendapat keseganan dan ketakutan atau pengakuan orang lain, sering
pula melakukan tindakan-tindakan yang penuh keberanian, kehebatan dan di luar dugaan.
c. Pseudo social Delinquent
Remaja atau pemuda yang mempunyai loyalitas yang tinggi terhadap kelompok atau "gang" sehingga
sikap-sikapnya tampak patuh, setia dan kesetiakawanan yang baik. Jika melakukan sesuatu
tindakan kenakalan bukan atas dasar kesadaran diri sendiri yang baik tetapi karena didasari
anggapan bahwa ia harus melaksanakan sesuatu kewajiban kelompok yang telah digariskan.
Menurut Kartono (2014:49-56), jenis-jenis perilaku kenakalan remaja dibagi menjadi empat, yaitu :

a. Delinkuensi terisolir

Kelompok ini merupakan jumlah terbesar dari para remaja delinkuen, merupakan kelompok
mayoritas. Pada umumnya mereka tidak menderita kerusakan psikologis.

b. Delinkuensi neurotik

Pada umumnya, remaja nakal tipe ini menderita gangguan kejiwaan yang cukup serius, antara lain
berupa kecemasan, merasa selalu tidak aman, merasa bersalah dan berdosa dan lain sebagainya.

c. Delinkuensi psikopatik ini sedikit jumlahnya, akan tetapi dilihat dari kepentingan umum dan segi
keamanan, mereka merupakan oknum kriminal yang paling berbahaya.

d. Delinkuensi defek moral

Delinkuensi defek moral mempunyai ciri-ciri: selalu melakukan tindakan anti sosial, walaupun pada
dirinya tidak terdapat penyimpangan, namun ada disfungsi pada inteligensinya.
BENTUK-BENTUK DELINKUEN REMAJA/KENAKALAN REMAJA :
Masyarakat memandang beberapa perilaku sebagai negatif, misalnya perilaku tersebut ilegal karena status
usia masih muda, inilah yang disebut status offenses. Menurut Bynum & Thompson (2013) yang termasuk
dalam status offenses meliputi diantaranya,

➢ School truancy, yaitu membolos jam pelajaran, membolos sekolah, keinginan rendah untuk berada
disekolah, tidak betah berada dikelas untuk mengikutipelajaran dan mendengarkan guru.
➢ The purcase and consumption of alcholic beverages, yaitu mengkonsumsi alkohol dan obat-obatan.
➢ Knowingly associating with immoral persons, yaitu bergaul dengan penjahat dan ikut terlibat
melakukan tindakan kriminal seperti penyerangan dan mencuri .
➢ Running away for home, yaitu keinginan yang rendah untuk berada dirumah,pergi dari rumah tanpa
pamit dan tanpa batas waktu yang wajar.
➢ Ungorvernabilitty, yaitu menentang aturan dan perintah orang tua.
➢ Curvew violation, yaitu melanggar jam malam, keluar malam tanpa orang tua.
Faktor Yang Menyebabkan Terjadinya Perilaku Delinkuen Remaja/Kenakalan Remaja

Philip Graham (dalam Sarwono, 2006), membagi faktor-faktor penyebab perilaku delinkuen lebih mendasarkan pada sudut
kesehatan mental remaja, yaitu:

➢ (a) Faktor lingkungan, meliputi malnutrisi (kekurangan gizi), kemiskinan, gangguan lingkungan (polusi, kecelakaan lalu
lintas, bencana alam, dan lain-lain), migrasi (urbanisasi, pengungsian, dan lain-lain). (b) Faktor sekolah (kesalahan
mendidik, faktor kurikulum, dan lain-lain). (c) Keluarga yang tercerai berai (perceraian, perpisahan yang terlalu lama, dan
lain-lain). (d) Gangguan dalam pengasuhan, meliputi kematian orang tua, orang tua sakit atau cacat, hubungan antar
anggota keluarga, antar saudara kandung, sanak saudara yang tidak harmonis serta pola asuh yang salah. Hubungan antar
anggota yang tidak haarmonis dapat menghambat perkembangan individu, khususnya perkembangan mental dan
perilakunya.
➢ Faktor pribadi, seperti faktor bawaan yang mempengaruhi temperamen (menjadi pemarah, hiperaktif, dan lain-lain), cacat
tubuh, serta ketidakmampuan menyesuaikan diri.
Santrock (2003), berdasarkan teori perkembangan identitas Erikson mengemukakan faktor-faktor yang
mempengaruhi perilaku delinkuen pada remaja:

1. Identitas negatif, Erikson yakin bahwa perilaku delinkuen muncul karena remaja gagal
menemukan suatu identitas peran.
2. Kontrol diri rendah, beberapa anak dan remaja gagal memperoleh kontrol yang esensial yang
sudah dimiliki orang lain selama proses pertumbuhan.
3. Usia, munculnya tingkah laku antisosial di usia dini (anak-anak) berhubungan dengan perilaku
delinkuen yang lebih serius nantinya di masa remaja. Namun demikian, tidak semua anak bertingkah laku
seperti ini nantinya akan menjadi pelaku delinkuen.
4. Jenis kelamin (laki-laki), anak laki-laki lebih banyak melakukan tingkah laku antisosial daripada
anak perempuan. Keenan dan Shaw (dalam Gracia, et al., 2000), menyatakan anak laki-laki memiliki risiko
yang lebih besar untuk munculnya perilaku (conduct) merusak. Namun, demikian perilaku pelanggaran seperti
prostitusi dan lari dari rumah lebih banyak dilakukan oleh remaja perempuan.
5. Harapan dan nilai-nilai yang rendah terhadap pendidikan. Remaja menjadi pelaku kenakalan
seringkali diikuti karena memiliki harapan yang rendah terhadap pendidikan dan juga nilai-nilai yang rendah
di sekolah.
6. Pengaruh orang tua dan keluarga. Seseorang berperilaku nakal seringkali berasal dari keluarga,
di mana orang tua menerapkan pola disiplin secara tidak efektif, memberikan mereka sedikit dukungan, dan
jarang mengawasi anak-anaknya sehingga terjadi hubungan yang kurang harmonis antar anggota keluarga,
antara lain hubungan dengan saudara kandung dan sanak saudara. Hubungan yang buruk dengan saudara
kandung di rumah akan cenderung menjadi pola dasar dalam menjalin hubungan sosial ketika berada di luar
rumah.
7. Pengaruh teman sebaya. Memiliki teman-teman sebaya yang melakukan kenakalan
meningkatkan resiko untuk menjadi pelaku kenakalan.
8. Status ekonomi sosial. Penyerangan serius lebih sering dilakukan oleh anak-anak yang berasal
dari kelas sosial ekonomi yang lebih rendah.
9. Kualitas lingkungan sekitar tempat tinggal. Tempat dimana individu tinggal dapat membentuk
perilaku individu tersebut, masyarakat dan lingkungan yang membentuk kecenderungan kita untuk berperilaku
”baik” atau ”jahat”.
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai