1949 ( Revolusi Fisik dan Sosial ) B. Perjuangan Diplomasi Indonesia dalam Mempertahankan Kemerdekaan Konflik Indonesia – Belanda 1945-1949 Pertempuran Surabaya Pertempuran Ambarawa Peristiwa Bandung Lautan Api Pertempuran Medan Pertempuran Palembang Pertempuran Teluk Cirebon Agresi Militer Belanda I Agresi Militer Belanda II Pertempuran Surabaya • 25 Oktober 1945, pasukan sekutu/AFNEI (Allied Forces for Netherlands East Indies) mendarat di Surabaya di bawah pimpinan Brigjend. A.W.S. Mallaby. • Kedatangan pasukan sekutu mula-mula disambut baik oleh pemerintah RI, karena mereka hanya bertugas melucuti tentara Jepang. Namun ternyata mereka memboncengi tentara NICA (Netherlands Indies Civil Administration) serta melepas dan mempersenjatai tawanan Belanda. • 26 Oktober 1945, pasukan sekutu menyerang penjara Kalisosok untuk membebaskan Kol. Huiyer (AL Belanda) beserta teman-temannya. • 27 Oktober 1945, Pasukan sekutu berhasil pangkalan udara Tanjung Perak, Kantor Pos Besar, Gedung Intrnatio, serta objek-objek lainnya. Pertempuran Surabaya • Rakyat (pemuda) yang marah membalas aksi sekutu dengan menyerang pos-pos pasukan Sekutu dengan bersenjatakan hasil rampasan dari pasukan Jepang. • Dalam suatu insiden, Brigjend. Mallaby tewas. • 9 November 1945, Sekutu mengeluarkan ultimatum agar para pejuang Surabaya meletakkan senjata. • Ultimatum tidak ditaati pejuang, dan pada pukul 22.00, Gubernur Suryo, melalui radio menolak ultimatum tersebut. • Sekutu mengerahkan 10 sampai 15 ribu pasukan yang didukung oleh tembakan meriam dari beberapa kapal perang sekutu dan pesawat terbang Royal Air Force (RAF). • Pemuda dan rakyat Surabaya tidak gentar, Bung Tomo melalui radio membakar semangat rakyat. • Kota Surabaya berhasil dipertahankan selama 3 minggu, namun para pejuang Jawa Timur kemudian mundur keluar kota untuk bergerilya. Pertempuran Ambarawa Konflik dengan pejuang di Jawa Tengah tidak terhindarkan karena Pasukan Sekutu yang dikomandoi Brigjend. Bethell ternyata memboncengi tentara NICA. Konflik dimulai pada tanggal 20 Oktober 1945, ketika tentara Sekutu dan NICA mendarat di Semarang dan membebaskan tawanan yang berada di Ambarawa dan Magelang. 26 Oktober 1945, TKR yang marah kemudian betempur dengan tentara sekutu di Magelang. Insiden ini berhasil diakhiri setekah Bung Karno dan Brigjend. Bethel datang ke Magelang pada 2 November 1945. Pertempuran Ambarawa • 20 November 1945, pasukan TKR dibawah pimpinan Mayor Sumarto menyerang pasukan sekutu hingga mundur dari Magelang ke Ambarawa tanggal 21 November 1945. • Pertempuran semakin sengit ketika TKR dari Salatiga, Boyolali, Kartasura, dan Purwakerto, tiba di Ambarawa. • Pasukan dari Yogyakarta yang dipimpin oleh Mayor Soeharto, Mayor Sardjono, M. Sarbini, Onie Sastroatmodjo dan Sugeng datang membantu. • Setelah Kol. Isdiman gugur tanggal 26 November 1945, Kolonel Soedirman langsung mengambil alih pucuk pimpinan TKR. • TKR dibawah komando Kol. Soedirman melakukan serangan selama 4 hari 4 malam sejak 12 Desember 1945. • 15 Desember 1945, pasukan sekutu berhasil disingkirkan dari Ambarawa ke Semarang. • Penguasaan atas Ambarawa sangat penting karena letaknya strategis menjadi pintu masuk ke Surakarta, Magelang dan Yogyakarta. Peristiwa Bandung Lautan Api Oktober 1945, Pasukan Sekutu memasuki kota Bandung. Untuk menghindari konflik, Bandung dibagi dua. Bandung Utara dikuasai Sekutu, dan Bandung Selatan dikuasai pemerintah RI. 21 November 1945, Sekutu mengeluarkan ultimatum agar para pejuang menyerahkan senjata yang diperoleh dari Jepang. Namun hal ini diabaikan. 23 Maret 1946, Sekutu mengeluarkan ultimatum kedua agar pasukan Indonesia meletakkan senjata dan meninggalkan Bandung Sebetulnya Markas Besar TRI Yogyakarta memerintahkan pasukan untuk bertahan, namun Pemerintah Pusat memerintahkan TRI untuk meninggalkan Bandung. Akhirnya pejuang meninggalkan Bandung Selatan dengan melakukan pembumihangusan, sehingga seolah-olah Bandung menjadi Lautan Api. Pertempuran Medan • Pasukan Sekutu memasuki kota Medan pada 9 Oktober 1945 di bawah pimpinan Brigjend. T.E.D. Kelly. • 13 Oktober 1945, terjadi insiden pertama di sebuah hotel di jalan Bali ketika lencana merah-putih yang dipakai seseorang dirampas tentara NICA dan diinjak-injak. • Peristiwa ini memicu bentrokan-bentrokan di tempat lain, yang kemudian disebut “Medan Area Berjuang”. • 18 Oktober 1945, Brigjend. TED. Kelly mengeluarkan ultimatum yang meminta agar masyarakat menyerahkan senjata yang dimiliknya kepada Inggris. Perselisihan memuncak ketika tentara Inggris memasang papan bertuliskan “Fixed Boundaries Medan Area” ke seluruh pelosok Medan. • 10 Desember 1945, pertempuran sengit ketika Inggris menyerang Trepes, namun berhasil digagalkan TKR. • April 1946, kantor Gubernur dan Markas Divisi TKR pindah ke Pematang Siantar karena terdesak oleh tentara Sekutu, sehingga seluruh kota Medan dikuasai Sekutu. • 10 Agustus 1946, pertemuan di Tebingtinggi menghasilkan keputusan untuk membentuk sebuah komando yang dinamakan Komando Resimen Laskar Rakyat Medan Area. Pertempuran Palembang • Pasukan Sekutu yang diboncengi NICA mendarat di Palembang pada tanggal 12 Oktober 1945, di bawah pimpinan Letkol. Carmichael. • Perselisihan terjadi ketika Sekutu, memperluas kekuasaannya dan menambah jumlah pasukannya hingga 2 batalyon. • Oktober 1946, Sekutu meninggalkan Palembang dan menyerahkan pangkalan-pangkalannya kepada Belanda. • 1 Januari 1947, ditengah perundingan, terjadi pertempuran sengit antara pejuang Indonesia yang bersenjata seadanya melawan tentara Belanda yang bersenjata canggih dan didukung oleh pesawat dan tembakan-tembakan meriam dari laut. Pertempuran terjadi selama 5 hari 5 malam. • 6 Januari 1947, persetujuan gencatan senjata disepakati dan salah satu isinya pasukan Indonesia harus mundur hingga 20 KM dari kota Palembang. Pertempuran Teluk Cirebon • 1-5 Januari 1947, TKR mengadakan latihan gabungan di Teluk Cirebon yang terdiri dari Angkatan Darat dan Armada Pangkalan III Cirebon. • Ketika latihan hampir berakhir, mereka dicegat oleh Belanda dan terjadilah kontak bersenjata. • Salah satu kapal Indonesia, KRI Gajah Mada tenggelam bersama dengan kaptennya, Letnan Samadikun setelah ditembak berkali-kali. Agresi Militer Belanda I • 21 Juni 1947, tengah malam, Belanda melancarkan Agresi Militer I setelah gagal mencapai kesepakatan terhadap nota/ ultimatum yang dikeluarkan Belanda tanggal 27 Mei 1947. • Pasukan Belanda bergerak dari Jakarta dan Bandung untuk menguasai Jawa Barat, dan dari Surabaya untuk menguasai Madura dan Jawa Timur. • Pasukan Belanda juga menguasai perkebunan di sekitar Medan, instalasi minyak dan batubara di Palembang dan sekitarnya. • Pasukan TNI memutuskan mundur ke pedalaman sambil menjalankan taktik bumi hangus. • Taktik Gerilya dan sistem Wehrkeise (kantong gerilya) dipakai TNI untuk menghadapi Belanda yang bersenjata lengkap dan modern. Akibatnya Belanda hanya dapat bergerak di kota-kotadan jalan raya. • TNI Angkatan Udara juga berperan aktif dalam melakukan penyerangan dengan bermodalkan 3 pesawat tua peninggalan Jepang, yaitu 1 pesawat Guntai dan 2 pesawat pemburu Cureng. • 29 Juli 1947, ketiga pesawat yang berpangkalan di Maguwo Yogyakarta terlibat dalam pengeboman kedudukan musuh di Ambarawa, Salatiga dan Semarang. • Agresi Militer Belanda I ini adalah pelanggaran terhadap isi perjanjian Linggar Jati. Agresi Militer Belanda II • 18 Desember 1948 malam, Dr. Beel memberitahukan delegasi RI dan KTN bahwa Belanda tidak lagi terikat dan mengakui perjanjian Renville. • 19 Desember 1948, Belanda melancarkan Agresi Militer II dengan sasaran langsung ke ibukota RI di Yogyakarta. • Serangan diawali dengan penerjunan pasukan payung di Pangkalan Udara Maguwo dan pemboman beberapa tempat di Yogyakarta. • Pasukan Belanda berhasil menguasai ibukota RI, dan kemudian menawan beberapa pejabat negara, antara lain: presiden, wapres, KSAU, dan beberapa pejabat tinggi lainnya. • Sebelum diserang Belanda (pagi hari), kabinet telah bersidang dan memutuskan akan memberi mandat kepada Menteri Kemakmuran Rakyat yang sedang ada di Bukit Tinggi untuk membentuk Pemerintahan Darurat RI (PDRI). • Apabila PDRI gagal, maka akan dibentuk pemerintahan RI pengasingan yang dimandatkan kepada Mr. AA. Maramis (Menkeu), L.N. Palar, dan Dr. Sudarsono yang berada di New Delhi. • Seluruh kekuatan TNI keluar kota dan akan melakukan perlawanan gerilya. • Panglima Besar Jenderal Soedirman yang sedang sakit parah memutuskan untuk tetap memimpin perang gerilya dan terpaksa harus ditandu. Agresi Militer Belanda II • Wilayah pertahanan RI dibagi dua: 1. Markas Besar Komando Jawa (Kol. A.H. Nasution) 2. Markas Besar Komando Sumatera (Kol. Hidayat) • Disamping menggunakan sistem Wehrkreise, pasukan TNI juga diperintahkan untuk melakukan wingate, yaitu menyusup kembali ke daerah yang pernah diduduki. • Agresi Militer Belanda II ini telah menarik perhatian dunia internasional. • Dewan Keamanan kemudian mengeluarkan resolusi tertanggal 28 Januari 1949 yang antara lain berisi: - Penghentian segera semua operasi militer Belanda dan gerilya oleh TNI - Pembebasan seluruh tahanan politik oleh Belanda - Belanda harus memberi kesempatan agar pejabat Republik kembali ke ibukota. - Perundingan akan segera dilakukan - KTN (Komisi Tiga Negara) diganti menjadi UNCI (United Nation Commission for Indonesia). • Amerika juga mengancam akan menghentikan bantuan kepada Belanda seperti yang termuat dalam Marshall Plan Masa Pemerintahan Kabinet Sjahrir Program kerja Kabinet Sjahrir memprioritaskan pada peningkatan kesejahteraan rakyat dan penanganan konflik dengan Belanda. Kabinet Sjahrir berkuasa selama 3 kali. Pada masa pertamanya, Kabinet Sjahrir mendapat tentangan kuat dari Persatuan Perjuangan (PP) yang dipimpin oleh Tan Malaka. Pada masa kedua, Kabinet Sjahrir melakukan penangkapan terhadap tokoh-tokoh PP, seperti: Tan Malaka, Soekarni, Abikoesno Tjokrosuyoso, Chaerul Saleh, Moh. Yamin, Soeprapto, dan Wondoamiseno. Pada masa ketiga, Kabinet Sjahrir melakukan Perundingan Linggarjati dengan pihak Belanda pada tanggal 10 November 1946. Masa Pemerintahan Kabinet Amir Syarifuddin Strategi diplomasi yang paling menonjol pada masa Kabinet Amir Sjarifuddin adalah dilaksanakannya Perundingan Renville. Kabinet ini berakhir pada 23 Januari 1946 akibat pencabutan dukungan dari masyumi dan PNI yang tidak setuju dengan strategi diplomasi Amir Sjarifuddin yang terlalu mudah menerima ultimatum dari pihak Belanda dan KTN Masa Pemerintahan Kabinet Hatta Kabinet Hatta sepenuhnya didukung oleh Partai Masyumi, PNI, Partai Katolik, dan Parkindo. Strategi Kabinet Hatta dalam menghadapi Belanda adalah pelaksanaan persetujuan Renville dan mempercepat proses terbentuknya Negara Indonesia Serikat (NIS). Konferensi Roem-Royen merupakan hasil dari strategi diplomasi Moh Roem di dunia internasional yang berujung pada pelaksanaan Konferensi Meja Bundar (KMB) Setelah perundingan di Den Haag, hasil KMB kemudian dirapatkan oleh KNIP untuk diratifikasi. 27 Desember 1949, dilakukan upacara penyerahan kedaulatan dari pemerintah kerajaan Belanda kepada negara Indonesia. Perjuangan Diplomasi Indonesia dalam Mempertahankan Kemerdekaan Perjanjian Linggarjati Perjanjian Renville Persetujuan Roem – Royen Konferensi Inter-Indonesia Konferensi Meja Bundar dan Pembentukan RIS Perjuangan Kembali ke Negara Kesatuan Republik Indonesia Peranan PBB pada Proses Perjuangan Diplomasi Indonesia tahun 1945-1949 Perjanjian Linggarjati Perundingan Linggarjati dilakukan pada 10 – 15 November 1946 dengan dipimpin oleh Lord Killearn. Hasil Perundingan Linggajati: 1. Belanda mengakui secara de facto RI dengan wilayah kekuasaan yang meliputi Sumatera, Jawa, dan Madura. 2. RI da Belanda akan bekerjasama dengan membentuk Negara Republik Indonesia Serikat (RIS) 3. RIS dan Belanda akan membentuk Uni Indonesia- Belanda dengan Ratu Belanda sebagai ketuanya. Perjanjian Linggajati ditandatangani di Istana Rijswijk (Istana Negara) Jakarta pada tanggal 25 Maret 1947. Perjanjian Renville Perundingan di USS Renville dimulai tanggal 8 Desember 1947. Delegasi RI dipimpin oleh Mr. Amir Sjarifuddin dan delegasi Belanda dipimpin oleh R. Abdulkadir Widjojoatmodjo. Hasil Perundingan Renville: 1. RI menyetujui dibentuknya Negara Indonesia Serikat. 2. Daerah RI yang diduduki Belanda setelah agresi tetap dikuasai Belanda. 3. RI bersedia menarik semua pasukan TNI yang berada di daerah pendudukan Belanda (kantong gerilya). Persetujuan Renville ditandatangani 17 Januari 1948, disusul dengan instruksi penghentian tembak-menembak pada 19 Januari 1948. Persetujuan Roem – Royen Persetujuan Roem-Royen, 14 April - 7 Mei 1949, difasilitasi oleh UNCI yang dipimpin oleh Merle Cochran. Delegasi RI dipimpin Mr. Moh. Roem, dan delegasi Belanda dipimpin oleh J.H. Van Royen. Isi Persetujuan Roem-Royen: 1. Penghentian perang gerilya dan gerakan-gerakan militer, serta pembebasan tahanan politik 2. Pemerintah RI kembali ke Yogyakarta. 3. Segera diselenggarakannya KMB di Den Haag. 4. Belanda menyetujui adanya Republik Indonesia sebagai bagian dari Negara Indonesia Serikat. Persetujuan Roem – Royen
22 Juni 1949 diadakan perundingan
konsultasi antara RI, BFO, dan Belanda di Bangka dengan hasil: 1. Tanggal 24 Juni 1949, Yogyakarta dikosongkan oleh Belanda dan 1 Juli 1949 Pemerintah RI kembali ke Yogyakarta. 2. Penghentian permusuhan akan dibahas setelah Pemerintah RI kembali ke Yogyakarta. 3. KMB akan segera diadakan di Den Haag. Konferensi Inter-Indonesia Konferensi Inter-Indonesia yang merupakan perundingan RI dengan negara-negara BFO dilaksanakan di Yogyakarta dalam 2 fase, yaitu – 19-22 Juli 1949 – 31 Juli – 2 Agustus 1949 Beberapa hasil Persetujuan Inter-Indonesia: 1. Negara federasi disetujui bernama Republik Indonesia Serikat (RIS) 2. Kepala negara RIS adalah seorang presiden 3. Akan dibentuk dua badan perwakilan, yaitu DPR dan Senat. 4. RIS menerima penyerahan kedaulatan baik dari RI maupun Kerajaan Belanda. Konferensi Meja Bundar dan Pembentukan RIS Delegasi Drs. Moh. Hatta Indonesia (ketua) Delegasi Sultan Hamid II BFO Delegasi Mr. Van Maarseveen Belanda Delegasi Chritchley UNCI Konferensi Meja Bundar dan Pembentukan RIS Hasil Konferensi: 1. Belanda menyerahkan kedaulatan kepada RIS pada akhir Desember 1949 2. Masalah Irian Barat akan diselesaikan setahun berikutnya 3. Dibentuk APRIS dengam TNI sebagai intinya 4. KNIL dibubarkan dan dimasukkan ke APRIS 5. RI harus membayar semua hutang Belanda sejak 1942. 6. RI akan mengembalikan hak milik Belanda dan memberi izin baru untuk perusahaan milik Belanda 7. Akan dibentuk Uni Indonesia-Belanda Konferensi Meja Bundar dan Pembentukan RIS Negara – Negara Anggota RIS Negara Federasi Satuan Kenegaraan Bukan daerah- 1. Negara RI Jawa Tengah daerah 2. Negara Indonesia Timur Bangka, Belitung, Riau bagian 3. Negara Pasundan D.I. Kalimantan Barat 4. Negara Jawa Timur Dayak Besar 5. Negara Sumatera Timur Kalimantan Tenggara 6. Negara Sumatera Selatan Kalimantan Timur Daerah Banjar
• Pemerintah dipegang oleh Presiden dengan kabinetnya
• Dewan legislatif terdiri dari dua badan, yaitu DPR dan Senat. Perjuangan Kembali ke Negara Kesatuan Republik Indonesia Gerakan-gerakan untuk kembali ke negara kesatuan (NKRI) muncul di mana-mana. 8 Maret 1950, dikeluarkan UU Darurat no. 11 tahun 1950 tentang Tata Cara Perubahan Susunan Kenegaraan RIS yang memfasilitasi penggabungan negara-negara bagian dengan RI. 5 April 1950, negara bagian RIS hanya tinggal tiga, yaitu: RI, Negara Sumatera Timur (NST), dan Negara Indonesia Timur (NIT). Bulan Mei 1950, diadakan perundingan penjajakan antara pemerintah RI dengan RIS mengenai pembentukan kembali negara kesatuan. Perjuangan Kembali ke Negara Kesatuan Republik Indonesia 15 Mei 1950, diadakan perundingan untuk mempersiapkan prosedur pembentukan negara kesatuan. 15 Agustus 1950, Presiden Soekarno menandatangani Undang-Undang Dasar Sementara Negara Kesatuan Republik Indonesia (UUDS 1950) serta membacakan piagam terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia. 17 Agustus 1950, RIS resmi dibubarkan dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) terwujud kembali. Peranan PBB pada Proses Perjuangan Diplomasi Indonesia tahun 1945-1949 Sesuai dengan prinsip-prinsip dasar dari tujuan PBB, maka ketika terjadi konflik antara RI dengan Belanda, PBB tidak tinggal diam. Ketika Agresi Militer Belanda I, Dewan Keamanan PBB membentuk suatu komisi jasa-jasa baik yang disebut KTN (Komisi Tiga Negara) yang terdiri dari AS, Australia, dan Belgia. KTN berhasil memfasilitasi perundingan Renville. Pada saat Agresi Militer Belanda II, DK-PBB membentuk UNCI (United Nation Commision on Indonesia) dalam rangka melancarkan perundingan- perundingan untuk mengembalikan kekuasaan RI, seperti pada Perundingan Roem-Royen dan KMB.