Amr-Nahi
Amr-Nahi
FIKIH
Sumber hukum Islam yang pertama dan utama
adalah al-Qur’an berikutnya al-Hadis sebagai
sumber hukum yang kedua. Perlu Anda ketahui
bahwa al-Qur’an bersifat global, dengan
demikian tidak semuanya hukum itu
diterangkan oleh al-Qur’an secara terperinci.
Sebagai sumber hukum Islam, dalam
mengungkapkan pesan hukum yang terkandung
di dalamnya menggunakan beberapa metode;
ada yang mementingkan arti bahasanya dan ada
pula yang mementingkan maqasid syari’ah
(tujuan hukum).
Ushul fikih mempunyai peranan penting
sebagai jalan tengah melahirkan hukum,
atau sebagai metode untuk menggali
hukum yang terkandung di dalam al-
Qur’an dan al-Hadis agar dapat dengan
mudah dipahami oleh umat Islam.
Oleh sebab itu ulama ushul fikih
menciptakan kaidah-kaidah kebahasaan
yang terkenal dengan istilah kaidah ushul
fikih, untuk memudahkan memahami
pesan hukum yang terkandung dalam al-
Qur’an maupun al-Hadis.
AMR
Pengertian secara bahasa adalah
suruhan. Merupakan suatu lafadz yang
dipergunakan oleh orang yang lebih tinggi
derajatnya (Allah) pada orang yang rebih
rendah untuk meminta bawahannya
(manusia) mengerjakan suatu pekerjaan
yang tidak bisa ditolak.
MAKNA LAFADZ AMR DALAM AL-
QUR’AN
BENTUK SIGHAT AMAR
KAIDAH AMR
Kaidah-kaidah amar yaitu ketentuan-ketentuan
yang dipakai para mujtahid dalam
mengistimbatkan hukum. Ulama ushul
merumuskan kaidah-kaidah amar dalam
beberap bentuk, yaitu :
Kaidah Pertama:
ُج ْل َأْل
ا ْص ُل ى ا م ُو ْو َأْل
ِب ِر ِل ِف
“Pada dasarnya amar (perintah) itu menunjukkan
kepada wajib”
Qarinah adalah setiap kata yang
dijadikan oleh seseorang sebagai
petunjuk bahwa suatu lafadz itu tidak
diartikan seperti makna aslinya.
Maksudnya adalah jika ada dalil al-
Qur’an ataupun al-Hadis yang
menunjukkan perintah wajib apabila
tidak dikerjakan perintah tersebut maka
berdosa, kecuali dengan sebab ada
qarinah. Kecuali dengan sebab ada
qarinah. Di antaranya adalah berikut:
Kaida Kedua