Pelayanan
Kesehatan
Evaluasi
pengelolaan Obat
Obat
Metode
Perbaikan
Hanlon
Pengelolaan
Obat
Rumusan Masalah
31
.
B
a
g
ai
m
a
n
a
pstrae
gr
oi
pse
per
be
nai
gk
ael
no
la
dn
e
no
gb
at
nd
i
m I
net
ostali
dF
ear
m
H
asi
nD
li
on
nas
K
pes
ha
dat
na
e
vK
al
ub
uasi
p
eat
n
g
Sel
ou
m la
nb
a
oT
bi
m at
du
ir
pI
na
dstali
Fa
art
h
m
asi
p
D
i
np
aser
n
K
esca
hn
at
n
,
p
K
ae
bn
ug
pa
date
na
n
S,
up
m e
bn
ya
Ti
m i
p
m
ua
nr
ta
hn
u
nd
a
2n
0
2d
1istr
b?
u
si?
Tujuan
2. Untuk mengetahui
1. Untuk mengetahui 3. Untuk mengetahui
evaluasi pengelolaan obat
proses pengelolaan obat di strategi perbaikan dengan
di Instalasi Farmasi Dinas
Instalasi Farmasi Dinas metode Hanlon pada
Kesehatan Kabupaten
Kesehatan Kabupaten evaluasi pengelolaan obat
Sumba Timur terkait
Sumba Timur pada tahap di Instalasi Farmasi Dinas
pemenuhan terhadap
perencanaan, pengadaan, . Kesehatan Kabupaten
Indikator Kemenkes RI &
penyimpanan dan distribusi Sumba Timur tahun 2021.
JICA 2010
Instalasi Farmasi Dinas • sebagai masukan untuk meningkatkan
sistem pengelolaan obat di tahun
Kesehatan Kabupaten berikutnya sehingga pelayanan
Sumba Timur kesehatan lebih optimal.
Manfaat
Penelitian
• diharapakan dapat
Peneliti mengimplementasikan ilmu yang
didapatkan.
Keaslian Penelitian
Peneliti Judul Metode Perbedaan
Dhea et al., (2021) Analisis Perencanaan Obat di Deskriptif Penelitian Dhea et al., 2021 melakukan analisis terkait perencanaan
Instalasi Farmasi Dinas Kualitatif obat dengan melihat SDM di Instalasi Farmasi sedangkan
Kesehatan Kota Depok penelitian ini menggunakan Indikator Kemenkes RI & JICA 2010
untuk mengevaluasi pengelolaan obat, melakukan wawancara
mendalam, lokasi dan tahun penelitian juga berbeda.
Ganet & Sunarti ., Evaluasi Pengelolaan Obat di Deskriptif Beberapa indikator, lokasi dan waktu penelitian yang berbeda.
(2015) Instalasi Farmasi Dinas Retrospektif Pada penelitian ini juga melakukan wawancara.
Kesehatan
Kota Surakarta Tahun 2015
Adriana et al., (2019) Evaluasi Pengelolaan Obat di Deskriptif Beberapa indikator, lokasi dan waktu penelitian yang berbeda.
InstalasiFarmasi Dinas Kesehatan Retrospektif
Kota M di Era JKN concurrent,
dan
wawancara
Taha et al., (2021) Analisis Manajemen Logistik Deskriptif Penelitian Taha et al., 2021 tidak menggunakan Indikator
Obat Di Instalasi Farmasi Dinas Retrospektif Kemenkes RI & JICA 2010 dan membahas tentang kekurangan
Kesehatan Kota Manado Tahun concurrent SDM sedangkan penelitian ini menggunakan Indikator Kemenkes
2020 RI & JICA 2010 untuk mengevaluasi pengelolaan obat,
melakukan wawancara mendalam, lokasi dan waktu penelitian juga
berbeda.
Purwanto, (2020) Evaluasi Sistem Pengelolaan Deskriptif Beberapa indikator, lokasi dan waktu penelitian yang berbeda.
Kerangka Konsep Penelitian
Pengelolaan Obat
Data laporan persediaan obat dan Data Rencana Kebutuhan Obat Penelusuran kartu stok, daftar obat Data LPLPO pada Tahun 2021dan
daftar obat-obat yang ada di (RKO), data realisasi perencanaan kadaluarsa beserta dengan harga peritem daftar obat yang mengalami
Instalasi Farmasi pengadaan obat dan data LPLPO obat kekosongan
Observasi
Hasil dan Pembahasan
Instalasi Farmasi Dinas Kesehatan Kabupaten Sumba Timur bertanggungjawab atas pengelolaan obat pada
Pelayanan Kesehatan Dasar di Kabupaten Sumba Timur, dimulai dari tahap perencanaan, pengadaan,
penyimpanan dan distrubusi. Pada tahap perencanan kebutuhan menggunakan sistem buttom up planning,
pengadaan menggunakan metode purchasing berdasarkan dengan e-catalogue dan metode tender,
penyimpanan dengan sistem FIFO (First In First Out) dan FEFO (First Expired First Out) dan distribusi
dilakukan dengan sistem didistribusikan langsung ke Puskesmas dan sebaliknya sesuai jadwal yang
ditentukan.
Tugas Instalasi Farmasi dalam menjalankan tugas dipimpin oleh seorang Kepala Instalasi Farmasi yang
seorang Apoteker bertanggung jawab langsung kepada Kepala Dinas Kesehatan untuk melaksanakan kegiatan
pengelolaan obat yang bekerjasama dengan Puskesmas seluruh wilayah kerja Kabupaten Sumba Timur
sebanyak 23 Puskesmas.
Hasil dan
Pembahasan
1. Kesesuaian Item Obat yang tersedia dengan Formularium Nasional (FORNAS)
Faktor yang pertama karena beberapa obat yang diterima di Instalasi Farmasi
sudah mendekati masa kedaluarsa.
Faktor kedua dikarenakan terdapat beberapa obat yang tidak diresepkan, di
puskesmas tidak menjalankan beberapa program selama pandemi covid-19
sehingga berdampak pada beberapa program yang tidak jalan dan obat
program mengalami kadaluarsa.
6. Ketepatan Distrubusi Obat
Persentase ketepatan
7 7 8 37 11111 37 III
perencanaan obat
Persentase dan nilai obat
Penyimpanan 6 6 9 36 11111 36 IV
kadaluarsa
Distribusi 7 7 7 32 11111 32 V
Ketepatan distribusi obat
5 5 9 30 11111 30 VI
persentase kekosongan obat
Persentase alokasi dana pengadaan obat Perubahan alokasi anggaran yang diakibatkan Perlu memanage kembali anggaran yang telah
dari pandemic Covid-19 disediakan untuk menyesuaikan angaran yang diperoleh
dengan kebutuhan obat.
Kesesuaian dana perencanaan dengan data Kebutuhan obat yang banyak tidak didukung Melakukan pemilihan, seleksi dan menetapkan prioritas
pengadaan oleh anggaran karena ada anggaran yang di terhadap obat obat yang dibutuhkan.
perkecil dari pemerintah dikarenakan untuk
alokasi dana ke penanggulangan Covid-19
Persentase ketepatan perencanaan obat Kekurangan SDM dan pola prevalensi penyakit Menambah SDM dan Menggunakan 10 penyakit teratas
yang selalu berubah di dalam proses perencanaan
Persentase dan nilai obat kadaluarsa Obat yang diterima memiliki masa kadaluara Melakukan stok opname enam bulan sekali dan
yang singkat penerapan sistem penyimpanan dan distribusi FEFO
dan FIFO
Ketepatan distribusi obat Keterlambatan distribusi Membuat SOP terkait pengantaran obat ke masing
masing puskesmas serta memperhitungkan waktu
pengantaran obat
Persentase kekosongan obat Sering terjadi keterlambatan obat yang datang Melakukan koordinasi rutin kepada supplier/ distributor
sehingga memicu terjadinya kekosongan obat dengan memberikan tenggang waktu.
Dari metode Hanlon diperoleh skala prioritas yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah di tiap tahapan
pengelolaan obat di Instalasi Farmasi Dinas Kesehatan Kabupaten Sumba Timur sebagai berikut:
1. Indikator kesesuaian item obat yang tersedia dengan Fornas, perlu dilakukan sosialisasi dan evaluasi antara Instalasi Farmasi,
dokter dan pengelola obat yang berada di Puskesmas.
2. Indikator Kesesuaian dana perencanaan dengan dana pengadaan obat, perlu melakukan pemilihan, seleksi dan menetapkan
prioritas terhadap obat-obat yang dibutuhkan.
3. Indikator ketepatan perencanaan obat dengan menambah Sumber Daya Manusia dan dalam perencanaan perlu dilakukan
seleksi 10 penyakit teratas.
4. Indikator persentase dan nilai obat kadaluarsa, dengan melakukan stok opname enam bulan sekali, penerapan sistem
penyimpanan dan distribusi secara FEFO dan FIFO.
5. Indikator ketepatan distribusi obat, membuat SOP terkait pengantaran obat ke masing masing puskesmas serta
memperhitungkan waktu pengantaran obat.
6. Indikator persentase kekosongan obat, dengan melakukan koordinasi rutin dengan supplier/ distributor dan memberikan
tenggang waktu.
7. Indikator persentase alokasi dana pengadaan obat, perlu mengatur kembali anggaran yang telah disediakan untuk
menyesuaikan angaran yang diperoleh dengan kebutuhan obat.
Kesimpulan
>>> Diperlukan upaya peningkatan efisiensi dan efektivitas melalui koordinasi, interasi dan
sinkronisasi dengan membentuk Tim Perencanaan Obat Terpadu (TPOT) di Kabupaten
Sumba Timur.
>>> Perlu dilakukan pembinaan atau pelatihan untuk pengelola obat puskesmas dan
penyusunan Rencana Kebutuhan Obat (RKO) sehingga pembuatan RKO Puskesmas lebih
akurat dan sesuai kebutuhan Puskesmas.
>>> Perlu ditambah Sumber Daya Masyarakat di Puskesmas sehingga meminimalisir kendala
dalam penyusunan Rencana Kebutuhan Obat.
Perlu di tambah Sistem Informasi di Instalasi Farmasi agar memudahkan administrasi.