Anda di halaman 1dari 9

Kelompok 3

Kritik Sastra
Kelompok
Film Sultan Agung
3
Dheni Fattah 13010119140154
Anik Anggraini 13010119120005
Fatta Rizqina Novanti 13010119130078
Azizah Nur Aini 13010119140124
Herlinda Choryatul Hasanah 13010118120034
Muthiatur Rohmah 13010119120003
2
Sinopsis
Film ini menceritakan tentang kisah Raden Mas Santang yang kemudian bergelar Sultan Agung Hanyakrakusuma. Masa
dewasa Raden Mas Santang dihabiskan di Padepokan Jejeran. Semasa di padepokan, tidak ada yang mengetahui bahwa ia
adalah anak Raja Mataram. Saat Raden Mas Santang masih di Padepokan Jejeran pada tahun 1613, terdengar kabar Prabu
Hanyakrawati meninggal saat berburu di Hutan Krapyak. Saat itulah, Raden Mas Santang berganti gelar menjadi Sultan
Agung Hanyakrakusuma. Sebenarnya Raden Mas Santang tidak mau menjadi penerus ayahnya dan ingin menjadi kaum
Brahman saja. Tetapi, atas wasiat ayahnya Raden Mas Santang mau menjadi Raja Mataram. Saat masih di Padepokan
Jejeran, Sultan Agung menjalin kasih dengan perempuan yang bernama Lembayung. Tetapi, demi kemajuan Kerajaan
Mataram, ia rela meninggalkan Lembayung dan menikah dengan wanita berdarah bangsawan yang bergelar Ratu Batang.
Film ini dikemas sangat menarik karena menunjukkan sikap Raja Mataram Sultan Agung yang bijaksana dalam memimpin.
Meskipun saat melawan VOC menyisakan duka yang mendalam bagi masyarakat Mataram karena banyaknya yang gugur
dalam perang melawan VOC. Sultan Agung tak patah semangat dan berakhir menang dalam melawan VOC. Dalam akhir
cerita film ini, Sultan Agung mendirikan kembali Padepokan Jejeran yang dulu sempat berhenti karena perang melawan
VOC. Tetapi Sultan Agung menjadikan Padepokan Jejeran sebagai padepokan yang kental akan kebudayaan.

3
Identitas Film
Struktur Produksi : Mooryati Soedibyo Cinema
Sutradara : Hanung Bramantyo
Berdasarkan : Kisah Nyata
Tema
Penulis Naskah : Dr. BRA Mooryati Soedibyo, Ifan
Sejarah, nasionalisme, perjuangan. Ismail, Dr. Bagas Pudjilaksono, Jeremias Nyangoen
Alur Sinematografi : Koko Permana
Campuran Penata Musik : Tya Subiakto, Satrio Budiono.
Latar Editor : Ahyat Andriyanto
Tempat: Tanah Jawa, 3,5 Abad sebelum Penata Suara : Krisna Purna
Kemerdekaan Indonesia Durasi : 150 Menit
Waktu: Pagi, siang, sore, dan malam. Rilis : 23 Agustus 2018
Suasana: Tegang, haru, bahagia, dan dramatis. Negara : Indonesia
Bahasa : Jawa dan Indonesia

4
Struktur
Tokoh
Ario Bayu : Sultan Agung Kelana : Teuku Rifnu Wikana
Marthino Lio : Raden Mas Rangsang Kelana Muda : Haru Sandra Hanindra
Lembayung : Adinia Wirasti Roro Untari : Asmara Abigail
Lembayung Muda : Putri Marino Jan Pieters : Jhon Coen Hans De Kraker
Gusti Ratu Banowati : Christine Hakim Pangeran Mangkubumi : Ir. Bagas Pudjilaksono
Ratu Batang : Anindya Putri Nyai Jejer : Mbok Tuminten
Gusti Ratu Tulung : Ayu Meriam Belina
Ki Jejer : Deddy Sutomo
Tumenggung Notoprojo : Lukman Sardi

5
Sejarah Kerajaan Mataram Islam Pada
Masa Sultan Agung
Kerajaan Mataram Islam merupakan kerajaan Islam di Pulau Jawa yang pernah berdiri pada abad ke-17 (1586 M - 1755 M). Puncak
kejayaannya pada masa Sultan Agung Hanyokrokusumo (1593 - 1645) yang memerintah pada tahun 1613 M -1645 M. Nama aslinya
adalah Raden Mas Jatmika atau Raden Mas Rangsang. Sultan Agung merupakan putra dari pasangan Prabu Hanyokrowati dan Ratu Mas
Adi Dyah Banowati.
Sultan Agung dikenal sebagai salah satu raja yang berhasil membawa kerajaan Mataram Islam mencapai puncak kejayaan pada tahun
1627 M, tepatnya setelah empat belas tahun Sultan Agung memimpin kerajaan Mataram Islam. Pada masa pemerintahan Sultan Agung
daerah pesisir seperti Surabaya dan Madura berhasil ditaklukan, dan wilayah kekuasaan Mataram Islam meliputi Jawa Tengah, Jawa
Timur dan sebagian Jawa Barat. Kehadiran Sultan Agung sebagai penguasa tertinggi, membawa Kerajaan Mataram Islam kepada
peradaban kebudayaan pada tingkat yang lebih tinggi.
Sultan Agung merupakan penguasa lokal pertama yang secara besar-besaran melakukan perlawanan dengan Belanda atau VOC pada
tahun 1628 dan 1629 di Batavia. Perlawanan disebabkan karena Sultan Agung menyadari bahwa kehadiran VOC di Batavia dapat
membahayakan hegemoni kekuasaan Mataram Islam di Pulau Jawa dan akan menghambat penyebaran agama Islam di Jawa. Sultan
Agung memiliki prinsip untuk tidak pernah bersedia berkompromi dengan VOC maupun penjajah lainnya. Kerajaan Mataram Islam
melakukan 2 kali serangan terhadap VOC, hingga akhirnya serangan kedua Sultan Agung berhasil membendung dan mengotori Sungai
Ciliwung, yang mengakibatkan timbulnya wabah penyakit kolera yang melanda Batavia. Sehingga gubernur jenderal VOC yaitu J.P.
Coen meninggal karena menjadi korban wabah tersebut.

6
Sejarah menjadi isu yang paling menonjol dalam
Film Sultan Agung

Film berjudul Sultan Agung garapan sutradara Hanung Bramantyo ini diangkat dari fakta sejarah Indonesia, yakni tentang
kekuasaan Kerajaan Mataram pada masa kepemimpinan Sultan Agung. Oleh karena itu, isu yang paling menonjol dari film ini
ialah tentang sejarah, disamping didalamnya juga diselipi dengan sedikit kisah percintaan dan penyerahan tahta kerajaan. Dalam
film ini juga digambarkan mengenai peristiwa penyerangan Batavia, yakni pusat pemerintahan VOC. Dalam sejarah Indonesia
juga dijelaskan mengenai kerja sama antara Kerajaan Mataram dengan VOC yang saat itu memiliki pusat pemerintahan di Batavia.
Namun, karena VOC telah mengkhianati perjanjian yang ada, maka Sultan Agung berencana untuk melakukan penyerangan di
Batavia.
Selain melalui isi ceritanya, film ini juga mengungkapkan fakta sejarah melalui adegan-adegan yang diperankan oleh para tokoh.
Film ini secara detail membahas tentang sejarah Kerajaan Mataram, seperti pada adegan ketika kenaikan tahta Sultan Agung yang
sempat terhambat oleh Raden Mas Wuryah. Hal tersebut disebabkan karena adanya wasiat dari pemimpin Kerajaan Mataram
sebelumnya yang menginginkan Raden Mas Wuryah sebagai penerusnya. Film Sultan Agung ini juga mengungkapkan tentang
kekalahan Kerajaan Mataram terhadap VOC yang mengakibatkan rakyatnya menjadi sengsara. Selain itu, film ini juga
mengungkapkan fakta sejarah melalui dialog-dialog para pemainnya, seperti perintah untuk menyerang VOC di Batavia, perintah
eksekusi para panglima prajurit setelah perang pertama, dan pembendungan sungai sebagai taktik perang selanjutnya. Melalui
fakta-fakta yang diungkap dari film tersebut, maka isu mengenai sejarahlah yang paling menonjol dari film ini. 7
Keterkaitan antara isi dalam film dengan fakta sejarah kerajaan
Mataram pada masa Sultan Agung
Di dalam film Sultan Agung, Kerajaan Mataram terletak di Kota Gede. Hal tersebut, sama dengan fakta sejarah yang ada, bahwa pusat Kerajaan
Mataram terletak di Kota Gede.
Dalam film Sultan Agung, diceritakan bahwa Raden Mas Rangsang menggantikan ayahnya, yaitu Panembahan Hanyakrawati yang meninggal
dunia. Raden Mas Rangsang dinobatkan menjadi raja Mataram menggantikan ayahnya karena kakaknya menderita tunagrahita. Dalam fakta sejarah
pun diceritakan hal yang sama.
Pada tahun 1641, Sultan Agung mendapatkan gelar bernuansa Arab. Gelar tersebut adalah Sultan Abdullah Muhammad Maulana Mataram. Di
dalam film Sultan Agung, beliau juga diceritakan bahwa mendapatkan gelar tersebut. Fakta sejarah mengatakan bahwa Sultan Agung ditawari kerja
sama oleh VOC, tetapi ditolak oleh Sultan Agung. Di dalam film pun, diceritakan hal yang sama. Sultan Agung menolak ajakan VOC untuk bekerja
sama.
Di website Dinas Kebudayaan Kota Yogyakarta, dituliskan bahwa Sultan Agung melakukan penyerangan besar-besaran terhadap VOC. Namun,
mengalami kegagalan karena VOC membakar lumbung pangan pasukan Mataram. Hal tersebut juga ditampilkan dalam film Sultan Agung.
Dalam sejarah, diceritakan bahwa sultan Agung memadukan budaya Islam dengan kepercayaan yang sebelumnya telah ada. Beliau juga
memadukan kalender Hijriyah dengan kalender Saka. Selain itu, juga diceritakan bahwa Sultan Agung menulis naskah yang berjudul Sastra
Gendhing. Di dalam film Sultan Agung sendiri, diceritakan bahwa Sultan Agung kembali menghidupkan padepokan yang dahulu menjadi
tempatnya mengasingkan diri. Selain memimpin Matarm, beliau juga mengajar di padepokan. Ia mengajari anak-anak untuk menyanyi, mengaji,
menari, dan hal lainnya.
Menurut saya, film Sultan Agung merupakan film yang masih selaras dengan fakta sejarah yang ada, sehingga penikmat filmnya pun dapat belajar
sejarah mengenai Kerajaan Mataram. Meskipun demikian, tidak menutup kemungkinan bahwa di dalam film Sultan Agung ditambahi dengan
beberapa cerita fiksi yang mungkin tidak sesuai dengan fakta sejarah yang ada.

8
Thanks!
Ada pertanyaan?

Anda mungkin juga menyukai