Anda di halaman 1dari 14

Tugas Akhir Etetika

Dosen pembimbing: Hasnini

Kritik Seni

“Anna and the King”

Sebuah film karya Andy Tennant

Disusun oleh:

 Arry Andryani (2215081415)


 Debora Setyaningtias (2215081434)
 Dian Saraswati (2225076561)
 Fauzan Ahmad R.E.M (2215083039)
 Octaviana (2215083036)
 Ruzilman (2215081424)

Jurusan Bahasa dan Sastra Inggris


Fakultas Bahasa dan Seni
Universitas Negeri Jakarta
2010/2011

A. Deskripsi

Judul : “Anna and the King”

Durasi : 2 jam 21 menit

Sutradara : Andy Tennant

Tahun produksi : 1999 oleh Twentieth Century Fox

Setting : Kerajaan Siam, Thailand tahun 1862

Genre : Drama

Tokoh & perwatakan :

1. King Mongkut (Chow Yun Fat) merupakan seorang raja kerajaan Siam, Thailand.
King Mongkut berpikiran terbuka dan tegas.

2. Anna (Jodie Foster) adalah seorang guru berdarah Inggris yang telah lama tinggal
berpindah-pindah di daerah Asia. Anna telah menjadi janda sejak suaminya tewas
dalam peperangan. Dia adalah wanita anggun dan cerdas, dia juga memiliki sifat
keibuan dan kepedulian terhadap sesama. Anna adalah seorang wanita pemberani yang
tanpa takut membela haknya dan orang lain.

3. Tuptim (Bai Ling) merupakan seorang gadis yang berasal dari keluarga biasa di luar
kerajaan yang kemudian dipilih untuk dipersembahkan kepada raja sebagai selir baru.
Tuptim adalah seorang gadis yang manis dan bersikap santun. Namun, dia berani
mengambil segala risiko untuk memperjuangkan cinta sejatinya, bahkan jika hukum
pancung adalah konsekuensinya.

4. Prince Chulalongkorn (Keith Chin) adalah putra pertama raja Mongkut dari
permaisuri Thiang yang juga seorang putra mahkota kerajaan Siam. Dia memiliki
watak yang keras dan rasa ingin tahu yang tinggi. Dia memiliki pendirian teguh untuk
selalu menjadi penerus yang baik dan bijaksana atas tahta ayahnya.

2
5. General Alak (Randall Duk Kim) adalah seorang abdi raja Siam yang menaungi
tentara kerajaan Siam, bersikap disiplin dan keras. Namun akhirnya dia meninggalkan
kerajaan dan brgabung dengan pasukan pemberontak karena dia tidak menyukai
adanya campur tangan Barat di kerajaan Siam.
Anna and the King, sebuah film yang menceritakan sebuah kisah antara Anna Leonowens,
seorang wanita yang cerdas, berani dan berpandangan luas dan bebas asal Inggris dan sang raja
Siam. Kisah ini diadapasi dari sebuah buku catatan yang ditulis sendiri oleh Anna Leonowens, dan
suatu pagelaran peran berdasarkan catatan yang sama. Sebermula pada tahun 1860 Anna dan
Louis datang ke negeri Siam (Thailand). Dikisahkan Anna datang sebagai seorang wanita yang
akan menjadi pengajar atau guru yang mengajari putra raja Siam yang bernama Chulalongkorn
yang notabene sebagai putra tertua dari raja Siam pada saat itu Raja Mongkut atau yang juga
dikenal sebagai Rama IV. Pangeran Chulalongkorn diajarkan pelbagai budaya barat oleh Anna
Leonowens. Raja Mongkut menginginkan Anna juga mengajarkan hal yang sama pada putra-
putrinya yang berjumlah 58 orang beserta selir-selir barunya.
Anna Leonowens dijanjikan sebuah rumah baginya oleh sang raja, namu hal itu tidak
pernah terjadi karena raja memintanya untuk tetap tinggal di istana untuk mengajarkan semua hal
kepada anak-anak dan selir terbaru raja Mongkut yaitu Tuptim. Dengan janji-janji yang tidak
ditepati tentu saja mebuat Anna merasa kesal dengan menilainya sebagai raja yang semena-mena.

Namun tanpa disadari, raja Siam ini telah membuat suatu perasaan yang dalam pada diri
Anna sehingga membuatnya jatuh cinta. Namun hal itu mengganggu dirinya sendiri menyadari
bahwa sang raja memiliki ratusan harem (istri dan selir) disekitarnya. Oleh karena itu dia tidak
mau memperlihatkan perasaannya itu pada orang lain. Selain itu, dia juga merasa takut akan
kehidupan istana yang jauh berbeda dari apa yang dirasakannya selama ini. Namun hal yang
mengejutkan terjadi ketika sang raja mengalami hal yang sama seperti yang dirasakan Anna.

Sebuah kisah yang menggambarkan adanya perbedaan peran dan status antara perempuan
dan pria dalam suatu masa kerajaan di Siam (Thailand). Selain itu terjadinya sifat kolonial yang
terasa sangat jelas pada masa ini. Para budak yang begitu tersiksa karena pengaruh kolonialisme.
Serta perbedaan status sosial tokoh-tokoh di dalamnya dan juga perbedaan cara berpikir atau
pandangan, budaya, bangsa timur dengan bangsa barat.

3
B. Analisis

a. Perspektif Teori Marxisme

Marxisme sendiri adalah sebuah paham yang mengikuti pandangan-pandangan dari Karl
Marx yang berhubungan dengan sistem ekonomi, sistem sosial, dan sistem politik. Marxisme
merupakan bentuk protes Marx terhadap paham kapitalisme. Ia menganggap bahwa kaum kapital
mengumpulkan uang dengan mengorbankan kaum proletar (orang yang selalu di eksploitasi oleh
kaum borjuis). Untuk mensejahterakan kaum proletar, Marx berpendapat bahwa paham
kapitalisme diganti dengan paham komunisme. Bila kondisi ini terus dibiarkan, menurut Marx
kaum proletar akan memberontak dan menuntut keadilan. Itulah dasar dari marxisme.
(Wikipedia.com)

Latar belakang keseluruhan dalam film ini adalah kerajaan dan terjadi pada masa kolonialisasi,
dimana perbudakan masih terjadi didalamnya. Pada awal film kita bisa melihat Anna dan anaknya
datang bersama dua orang budak india yang dia temui di negara India, dimana negara tersebut
telah dijajah oleh inggris. Saat kejadian berpindah di Istana Raja Mongkut, kita bisa melihat
hampir seluruh orang yang melayani Raja dan keluarganya adalah budak. Raja Mongkut di negeri
Siam dianggap seperti dewa oleh masyarakatnya, oleh karena itu dia memegang kuasa penuh atas
segala hak dan kewajiban di negerinya. Hal ini terbukti dari rakyat kerajaan Siam yang harus
benar-benar tunduk dan patuh terhadap raja Monkut mereka. Bentuk penghormatan yang
dilakukan oleh rakyat terhadap raja bisa dikatakan cukup ekstrem, dimana rakyat harus mencium
tanah atau tempat dimana ia berpijak saat bertemu dengan raja. Benar-benar menunjukkan suatu
bentuk penghambaan kepada raja.Karena terefleksi dari keadaan dan kebiasaan sekitar dalam
kerajaan, keluarga Raja juga termasuk anak-anak Raja Mongkut yang nantinya akan meneruskan
posisi Raja Mongkut, memperlakukan budak di dalam kerajaan secara berlebihan dalam artian
yang negatif. Hal tersebut bisa dilihat dari salah satu kejadian pada scene Anna menemukan salah
satu budak yang dikurung disuatu ruangan gelap selama enam minggu. Hal tersebut dilakukan
oleh salah seorang wanita dari keluarga raja dan didasari karena budak tersebut ingin menebus
kebebasannya dengan cara membayar sejumlah harta padanya, tetapi bukan kebebasan yang dia
dapat melainkan hukuman. Hal ini sudah sangat semena-mena karena harta budak tersebut juga
diambil oleh wanita dari keluarga Raja itu tanpa memberikan haknya pada budak tersebut. Padahal

4
ada aturan di negeri Siam yang menyatakan adanya aturan untuk pembebasan budak dengan cara
membayar sejumlah harta kepada tuannya.

Raja Mongkut berusaha mempelajari ilmu barat dan menerapkannya didalam kerajaannya. Tetapi
pasti tidak semua individu senang dengan perubahan ini, walaupun orang tersebut adalah orang
dekat Raja. Bawahan Raja yang juga komandan perang di negeri Siam ini tidak suka dengan
keputusan westernisasi dalam hal berpandangan hidup dan meminimalisasi peperangan yang
dilakukan oleh Raja Mongkut. Karena Raja mempunyai kuasa mutlak, pendapat komandan perang
ini selalu diabaikan. Hal inilah yang menyebabkan pemberontakan pada dirinya hingga dia
memutuskan untuk melawan dan melakukan penghianatan pada Raja Mongkut.

Pada akhir film Raja Mongkut berhasil menyampaikan visinya dan tentunya juga berkat
didikan dari Anna kepada calon penerus kerajaan Siam yang nantinya dia membuat kebijakan
untuk membebaskan perbudakan, kebebasan beragama, dan kebebasan untuk mencintai siapapun.

b. Pandangan Feminis

Dikisahkan bahwa raja Monkut sendiri memiliki banyak istri dan selir. Jika ditinjau dari
sudut pandang feminisme, kesan yang pertama timbul dari film ini adalah bahwa wanita hanya
dipandang sebagai koleksi semata, korban pemenuhan kepuasan raja saja. Wanita tidak
mempunyai hak untuk hidup bersama orang yang dicintainya, jika mereka telah dipilih oleh raja.
Mereka tidak mempunyai hak untuk menolak kehendak sang raja. Para selir dalam istana itu
dianggap sebagai hadiah dari orang tua mereka masing-masing untuk dipersembahkan kepada
raja. Melihat kenyataan yang terjadi, Anna pun tetap tidak bisa ikut campur karena hal itu
menyangkut adat dan budaya masyarakat Siam. Sebenarnya dari hal ini, kita bisa melihat
perbedaan antara kehidupan kerajaan di Timur dengan Kehidupan kerajaan di Barat, seperti
Inggris, negara asal Anna Leonowens. Kita tahu bahwa benar Inggris menganut sistem kerajaan,
tapi raja hanya memiliki satu istri yaitu, ratu dan tidak mempunyai banyak selir. Sedangkan
kerajaan Siam tidak demikian. Rosemarie Putnam Tong dalam Feminist Thought (hal 2)
berpendapat bahwasanya pemikiran utama feminisme liberal berawal dari keyakinan masyarakat
yang salah yakni menganggap bahwa perempuan, secara alamiah, tidak secerdas dan sekuat laki-
laki, masyarakat meminggirkan perempuan dari akademi, forum dan pasar. Sebagai akibat dari
politik peminggiran ini, potensi yang sesungguhnya dari perempuan tidak terpenuhi.
5
Feminis liberal yang melekat di dalam karakter Anna sudah terlihat sejak ia pertama kali,
melalui perdana menteri, dipertemukan dengan raja Mongkut dalam suatu pertemuan. Ditengah
situasi sulit yang harus dihadapi Anna (tidak mendapatkan haknya, tempat tinggal, yang telah
disepakati), raja memerintahkan untuk menemuinya kembali pada keesokan hari. Saat itulah,
Anna, dengan keteguhan prinsipnya, berlari ke arah raja yang saat itu beranjak meninggalkan
ruangan dan tiba-tiba berbicara lantang-tegas meminta kejelasan akan nasib dirinya disana. Anna
sebagai wanita barat tetap mempertahankan kulturnya sebagai orang barat yakni salah satunya
dengan menunjukkan attitude yang sesuai budayanya ketika berhadapan dengan raja Mongkut dan
tidak mengikuti aturan yang berlaku di kerajaan yakni duduk bersimpuh dengan kepala menyentuh
tanah.

Kajian feminisme ini berkeyakinan bahwa kita membutuhkan tempat yang memungkinkan
kita melepaskan pesona publik kita, dan menjadi diri kita yang ‘sesungguhnya’. Hal ini dapat
dicapai salah satunya dengan ikut terlibat dalam hal intervensi Negara di wilayah publik
(masyarakat sipil atau politik).(p.16). Tujuan umum dari feminism liberal adalah untuk
menciptakn “masyarakat yang adil dan peduli tempat kebebasan berkembang.” Karena hanya
dalam masyarakat seperti itu, perempuan dan juga laki-laki dapat mengembangkan diri. (p.18)

Feminis liberal kontemporer di satu sisi lebih cenderung kepada liberalism yang
berorientasi kepada kesejahteraan. Bahkan, Susan Wendell(bukan seseorang feminis liberal)
menggambarkan pemikiran feminis liberal sebagai pemikiran yang “berkomitmen kepada
pengaturan ulang ekonomi secara besar-besaran, dan redistribusi kemakmuran secara lebih
signifikan, karena salah satu dari tujuan politik modern yang paling dekat dengan feminisme
liberal adalah kesetaraan kesempatan”.(p.17)

Prinsip hidup Anna sebagai seorang wanita barat tercermin dari upayanya yang keras dan
berani untuk dapat menemui raja yang sangat disegani bahkan oleh rakyatnya. Tokoh Anna
dengan kulturnya mencoba menghapuskan ‘jarak’ yang dirasa terlalu jauh antara dirinyadengan
sang raja. Secara jelas, ia menunjukkan keteguhan prinsip untuk dapat menuntut apa yang menjadi
haknya sebagai tamu dan guru bagi anak-anaknya. Sampai pada akhirnya, raja merasa tertarik
akan keberanian Anna untuk bisa menemuinya. Segera, raja membawanya masuk ke dalam
kerajaan tempat dimana 23 istri, 42 selir dan 58 anak raja tinggal, dan tidak sembarang orang dapa
masuk ke dalamnya.

6
Dalam dialognya di pertengahan cerita, terlihat bahwa Anna bersikeras menempatkan
dirinya sebagai seorang tamu raja bukan sebagai pelayannya. Tamu yang seharusnya di
perlakukan lebih baik dan layak. Di sisi lain, sang raja(yang ketika itu dalam keadaan tertekan)
menegaskan padanya bahwa Anna hanya seorang tamu yang diberi bayaran(atas upahnya sebagai
guru), yang secara tidak langsung menempatkannya sebagai ‘orang yang bekerja pada’ atau kasar
kata sebagai pelayan.

Ketidaksetaraan gender juga sangat jelas terlihat saat pertama Anna bertemu dengan
perdana menteri Chao Phya Kralahome dan dipanggil ‘Tuan’; karena asumsi yang ada bahwa
seorang perempuan tidak layak untuk berhadapan dengan raja dan para petingginya. Oleh karena
itu, Anna pun memiliki panggilan ‘Sir’ oleh raja dan orang-orang di dalam kerajaan. Karena
ketika seorang wanita dengan intelektualitas tinggi sekalipun berhadapan dengan raja, maka ia
akan tetap dipandang tidak setara dengan oleh raja. Dalam hal ini raja mengingkari bahwa
‘seorang perempuan’ pun dapat ikut andil dalam pembuatan keputusan. Tetap saja, raja
memanggilnya dengan sebutan ‘Tuan’ pada seorang perempuan.

Keyakinan bahwa nalar membedakan kita dari makhluk lain, menyebabkan kaum liberal
mencoba untuk mendefinisi nalar dalam berbagai cara, dan menekankan pada aspek moral atau
aspek prudensial. Mereka berkeyakinan bahwa suatu masyarakat yang adil akan memungkinkan
seorang individu untuk menunjukkan otonominya, dan juga untuk memuaskan dirinya.(p.15-16)

Bukti konkrit dari teori ini adalah ketika suara hati/aspirasi dan tindakan Anna menjadi
penting dalam setiap pengambilan keputusan dan kebijakan yang diputuskan raja. Beberapa
contoh diantaranya adalah saat Anna berupaya membebaskan budak seorang majikan yang
dibelenggu rantai dan tidak diperlakukan layaknya manusia yang berakal sehat. Apa yang Anna
lakukan (memberikan cincin kawinnya kepada majikan tersebut dengan jaminan kebebasan
budaknya) dan diketahui oleh raja, telah membuat raja mengambil keputusan yang tepat dan
bijaksana pada akhirnya. Selain itu, kontribusi tokoh Anna juga sangat berperan penting saat
kerajaan Siam ingin menjalin hubungan baik dengan Inggris, dengan Anna sebagai salah satu
perantaranya. Karena itu, Anna, yang kian bersatu dengan kultur kerajaan Siam mendapatkan
kepuasan tersendiri saat menjalani hari-harinya disana sampai akhirnya Anna mengatakan bahwa
ia tidak akan kembali ke Negara asalnya tanpa raja.

7
Namun, John Stuart Mill dan Harriet Taylor memandang nalar tidak saja secara moral,
sebagai kapasitas untuk mengambil keputusan secara otonom, tetapi juga melalui pemikiran yang
hati-hati, sebagai pemenuhan diri atau penggunaan akal untuk mendapatkan apa yang diinginkan.
(p.22-23)

Dalam film ini perjuangan Anna tidak hanya terbatas pada pemberian pendidikan bagi
anak-anak raja, namun juga sebagai perempuan yang berperan aktif dalam dunia parlemen atau
politik pada saat itu yang dimana fokus pada perebutan kekuasaan.(dimana pendapatnya Anna
setidaknya menjadi pertimbangan khusus bagi raja ketika menghadapai masalah yang berkaitan
dengan kerajaan)

Tokoh Anna dalam film itu terlihat mempunyai pendirian yang teguh terhadap apa yang
diyakininya, bahwa semua manusia di bumi ini pada dasarnya sederajat. Selain itu, manusia juga
memiliki apa yang disebut dengan kebebasan. Tidak peduli, apakah ia seorang raja atau rakyat
jelata, pria atau wanita, Anna memandang ia pun sederajat dengan raja karena raja pun seorang
manusia. Contoh keberanian Anna lainnya yaitu, saat ia berani menagih apa yang disepakati raja
dalam kontrak dan memberikan ide-idenya yang dianggap tidak lazim oleh kalangan kerajaan
Siam. Sebagai wanita, Anna dianggap sudah terlalu lancang mencampuri urusan kerajaan dan
mempengaruhi raja dengan sikap demokratisnya.Seiring berjalannya waktu, tanpa terasa sikap
Anna yang berani itu mampu membuat raja menaruh simpati terhadapnya. Raja mulai berpikir
pentingnya menyeimbangkan antara tradisi dan kemajuan untuk memajukkan negeri Siam.

Wollstonecraft menegaskan, jika nalar adalah kapasitas yang membedakan manusia dari
binatang, maka perempuan dan laki-laki sama-sama mempunya kapasitas ini. Karena itu,
pendidikan wajib diberika kepada perempuan, seperti juga kepada anak laki-laki, karena semua
manusia berhak mendapatkan kesempatan yang setara untuk mengembangkan kapasitas nalar dan
moralnya. Sehingga mereka dapat menjadi manusia yang utuh atau personhood. (p.20-21)
Manusia secara utuh berorientasi pada perempuan sebagai suatu “tujuan”, suatu agen bernalar,
yang harga dirinya ada dalam kemampuannya untuk menentukan nasibnya sendiri. Dengan kata
lain, perempuan bukanlah “sekedar alat” atau instrumen untuk kebahagian atau kesempurnaan
orang lain utamanya laki-laki. (p.22)

Ketika Anna mendedikasikan dirinya sebagai seorang guru yang ingin membawa
perubahan tidak hanya bagi masa depan pendidikan anak-anak raja (utamanya perempuan) namun
8
juga memberikan pengetahuan untuk beberapa istri raja agar ‘layak’ menjadi istri seorang raja.
Saat itulah Anna memberikan peluang bagi mereka untuk mengembangkan kapasitasnya. Serta
dalam dialog raja Mongkut yang mengatakan bahwa ia tidak mengerti bahwa pada akhirnya ia
dapat merasa ‘puas’ hanya dengan satu wanita. (dialognya; elaborate background dia sebagai
seorang raja yang memiliki istri yang banyak)

Hal lain yang mendukung penjelasan diatas juga disampaikan oleh Taylor dalam karya
tulisnya yang berjudul Enfranchismen meyakini bahwa seorang perempuan harus memilih antara
fungsi sebagai istri dan ibu, di satu sisi, dan bekerja di luar rumah, di sisi lain. Bagian lain dari
tulisan ini mengindikasikan bahwa ia percaya setiap perempuan mempunyai pilihan ketiga: yaitu,
menambahkan karier atau pekerjaan ke dalam peran serta tugas domestik dan maternalnya. Dan
Taylor bersikeras bahwa secara psikologis sangatlah penting bagi perempuan untuk bekerja, tidak
masalah apakah pekerjaan yang dilakukannya memaksimalkan kegunaan. (p.25)

Pandangan ini dapat dilihat dari keadaan Anna, seorang single parent bagi satu anak laki-
lakinya yang berduka atas kematian suaminya, mencoba bertahan dengan keadaanya itu dengan
‘melarikan diri’ dari Inggris dan berkelana ke Thailand untuk dapat melupakan kesedihannya. Hal
ini terdapat dalam dialog raja Mongkut ketika mengalami ‘penolakan’ oleh Anna dengan
mengatakan bahwa Anna bahkan telah berbohong pada dirinya sendiri. Karena ia sesungguhnya
belum bisa menerima bahwa suaminya telah tiada dan di saat yang bersamaan ia mencoba
menentang hati kecilnya, menolak kedekatan yang terjalin antara dirinya dengan sang raja.

Feminis Liberal menekankan bahwa keadilan gender menuntut kita untuk membuat aturan
permainan yang adil, dan untuk memastikan tidak satu pun dari pelomba untuk kebaikan dan
pelayan bagi masyarakat dirugikan secara sistematis; keadilan gender tidak menuntut kita untuk
memberikan hadiah bagi pemenang dan yang kalah.(p3) Cerminan kultur perempuan Barat yang
menuntut kesetaraan untuk dilibatkan dalam suatu parlemen atau berpolitik. Kajian feminis ini
menekankan bahwa perempuan mempunyai hak yang sama untuk bebas, merdeka dan lepas dari
opresi. Anna sebagai seorang feminis liberal di jamannya telah memperbaiki sistem atau budaya
patriarki yang berlaku saat itu di kerajaan Siam pada khususnya.

Patriarkal sendiri diklaim sebagai sebagai sebuah system yang ditandai oleh kuasa,
dominasi, hierarki, dan kompetisi.(p.3)

9
c. Psikoanalisis

Psikoanalisa dikembangkan oleh Sigmund Freud. Ia meyakini bahwa kehidupan individu


sebagian besar dikuasai oleh alam bawah sadar. Sehingga tingkah laku banyak didasari oleh hal-
hal yang tidak disadari, seperti keinginan, impuls, atau dorongan. Keinginan atau dorongan yang
ditekan akan tetap hidup dalam alam bawah sadar dan sewaktu-waktu akan menuntut untuk
dipuaskan. Dia mengemukakan tiga struktur spesifik kepribadian yaitu Id, Ego dan Superego. Id
merupakan libido murni atau energi psikis yang bersifat irasional, sebuah keinginan yang dituntun
oleh prinsip kenikmatan dan berusaha untuk memuaskan kebutuhan ini. Ego merupakan sebuah
pengatur agar id dapat dipuaskan atau disalurkan dalam lingkungan sosial. Sistem kerjanya pada
lingkungan adalah menilai realita untuk mengatur dorongan-dorongan id agar tidak melanggar
nilai-nilai superego. Superego sendiri adalah bagian moral dari kepribadian manusia, karena ia
merupakan nilai baik-buruk, salah- benar, boleh- tidak sesuatu yang dilakukan oleh dorongan Ego
yaitu Id. (Wikipedia.com & Psikologizone.com)

Di film ini kita bisa melihat sosok Raja Mongkut yang berusaha menjadi individu yang
beradab dengan mempelajari segala hal ilmiah, peradaban barat, segala hal ilmu yang sebenarnya
didasari untuk menjaga kesejahteraan rakyatnya. Di satu sisi Raja Mongkut adalah seorang raja
yang mempunyai kewenangan untuk melakukan apapun, sehingga membuat suatu kebiasaan
melakukan kewenangan untuk kesenangan sendiri dan perilaku yang arogan bagi Raja Mongkut.
Akhirnya terjadi pegejolakan pada batinnya untuk bisa mengerti semuanya dari segala aspek dan
menekan prilaku kesewenangannya.

Anna adalah sosok yang membantu Raja untuk mengetahui mana hal yang bisa dibilang
“Barbar” dan mana yang “bijak” untuk membuat Raja menjadi seseorang yang beradab. Dia bisa
dibilang mempunyai latar akademis yang baik dan cara berfikir yang global. Hal ini bisa dilihat
saat dia bertemu dengan Raja. Disaat yang lain menundukan badan ke tanah, dia tegak berdiri
menghadapi Raja, tapi tetap dengan sikap yang menghormati. Hal ini dilakukan karena Anna
berkeyakinan bahwa setiap manusia itu sama dan harus diperlakukan dengan sama. Oleh karena
itu Anna melakukan beberapa hal yang dianggap kontroversi didalam kerajaan yang mempunyai
aturan dan kebudayaannya sendiri yang didasari oleh keyakinannya itu.

Pergolakan batin juga dirasakan oleh anak tunggal Raja Mongkut. Pada awalnya dia
bersifat angkuh, yang mungkin didapat dari faktor lingkungan kerajaannya. Setelah mendapat
didikan dan arahan dari Anna, dia mulai mencoba membuka wawasannya hingga akhirnya dia bisa
menerima segala hal yang dilakukan oleh Anna kepadanya. Bisa dibilang dia baru melihat dunia
pada tahapan selanjutnya setelah melalui berbagai pristiwa bersama Raja Mongkut dan Anna.
10
Oleh karena itu dia telah bisa melihat visi dari ayahnya, Raja Mongkut, walupun tanpa diberi tahu
oleh ayahnya.

C. Interpretasi

Dalam film ini terlihat sekali dua sisi yang berbeda antara barat dan timur, dari segi
pemikiran dan kebudayaan. Selain itu yang membuat film ini menarik adalah dalam film ini kita
bisa melihat bagaimana seorang wanita janda berkebangsaan inggris dan masih muda mampu
duduk sejajar, dan turut ambil andil dalam setiap keputusan yang dibuat oleh seorang pria bahkan
seorang raja di sebuah kerajaan dimana pria atau laki-laki adalah penguasa penuh dan wanita
dianggap makhluk lemah yang selalu berada dibawah kekuasaannya. Selain itu film ini juga
menyajikan sebuah kisah yang bias dikatakan sebagai sebuah kisah percintaan penuh tanda tanya
antara Anna dan Raja Siam, serta konflik (perang saudara) yang terjadi di kerajaan Siam.

Pada bagian awal film memperlihatkan keberanian seorang wanita yaitu Anna seorang
janda beranak satu berkebagsaan inggris yang sangat berani menyebrangi samudera ke belahan
timur untuk mengemban tugasnya sebagai seorang guru. Selain pemberani, dia juga sangat kritis.
Hal itu terlihat ketika dia berhadapan dengan Raja untuk menuntut rumah yang dijanjikannya tak
diberikan. Sikap kritisnya terlihat saat dia menjawab pertanyaan sang Raja yang menanyakan
berapa umurnya, dan Raja menganggap bahwa umurnya tak mencirikan seorang guru, dan dia
menjawab dengan lantang bahwa kebijaksanaan tidak dapat diukur dari umur seseorang.

Pada bagian awal film ini kita juga dapat melihat bagaimana barat dan timur itu sangat
berbeda, dari segi pemikiran dan juga budaya, misalnya ketika orang timur berfikiran bahwa
menyakan hal yang bersifat pribadi adalah sebuah kesopanan namun berbeda dengan kebudayan
barat yang berfikir sebaliknya. Dan ada beberapa dialog yang terdapat dalam setiap adegan di film
ini yang berisi perbedaan anatara Barat dan Timur, salah satunya ketika Putra sang Raja berkelahi
dengan Louis anak laki-laki Anna, Louis berkata “ I’m sorry mother...”, putra sang Raja berkata
dengan lantang“ di negara kami seorang pria tidak pernah meminta maaf kepada seorang wanita”
dan saat Anna bertemu dengan perdana menteri kerajaan, salah satu pembantu kerajaan
memanggilnya dengan sebutan ‘tuan’, anna pun heran dan menyakan hal itu, dia pun menjawab
bahwa hanya pria yang boleh berhadapan langsung dengan Raja terkecuali istri dan anak-anak

11
raja. Hal ini menggambarkan bagaimana kedudukan wanita di Timur berada dibawah kekuasaan
pria yang dianggap selalu benar dan paling berkuasa.

Akan tetapi kami melihat bahwa film ini banyak menunjukan sisi tersendiri dari beberapa
kebudayaan timur, seperti sistem kasta, perbudakan, kehidupan sang raja dengan selir-selirnya
yang sangat banyak serta konflik atau perang saudara yang sering melatarbelakangi runtuhnya
sebauh kerajaan atau runtuhnya atau goyahnya sebuah pemerintahan, seperti yang sering terjadi di
berbagai negara di Timur belakangan ini. Selama berada di lingkungan istana, banyak terlihat
suatu hal yang bertentangan dengan hati nurani Anna sebagai wanita yang tumbuh dan dibesarkan
dengan kebebasan. Segala aturan yang berlaku di kerajaan Siam menunjukkan sekat yang nyata
antara kaum laki-laki dan perempuan, serta antara kaum bangsawan dan kaum proletar atau rakyat
biasa. Begitu juga halnya dengan kaum proletar dimana mereka harus benar-benar tunduk kepada
raja serta mereka juga tidak mempunyai kewenangan atau kebebasan untuk membela dirinya
sendiri atas kesalahan yang sama sekali tidak mereka perbuat. Misalnya, terdapat satu adegan
yang memperlihatkan seorang budak, yang telah lama dirantai oleh majikannya bagaikan hewan.
Dari sini dapat kita lihat bahwa pada masa itu masih terdapat perbudakkan.

Pada bagaian tengah hingga akhir cerita ini lebih menonjolkan hubungan Anna dengan
sang raja. Sikap Anna yang pemberani, kritis dan dengan gaya superioritas kebaratanya membuat
raja terkesan dan menjadikannya sahabat bahkan penasehat kerajaan. Dengan segala tindakan
yang dilakukan Anna, selain mendidik putra-putri dan istri-istri sang raja dengan gaya
superioritasnya dan jasanya yang banyak membantu menyelesaikan permasalahan kerajaan
membuat raja semakin kagum kepadanya dan hubungan merekapun semakin dekat dengan segala
perbedaan yang mereka miliki. Hubungan yang semakin dekat diantara merekapun pada akhirnya
sama-sama merubah sifat dan sikap diantara keduanya. Dapat dilihat secara tersirat dari tindakan
dan ucapan mereka bahwa mereka saling mencintai dan menyayangi walau tak ada satupun
diantara mereka secara lisan mengungkapkan perasaan mereka masing-masing. Namun hal inilah
yang mengundang banyak kontroversi khususnya masyarakat di Thailand. beberapa diantara
mereka menyangsikan pengaruh Anna, yang jika kita lihat dalam film ini sangat berperan besar
terhadap perubahan sistem protokol kerajaan Siam dan bagaimana raja bersikap kepadanya
seolah-olah Raja sangat bergantung kepadanya dimana setiap apapun keputusan yang dia ambil
selalu melibatkan Anna.

12
Selain dari segi ide cerita yang menarik, film ini pun sangat menghibur dengan sajian
artistik sebuah pemandangan Siam (Thailand) pada abad 18 dengan segala kekayaan alam dan
budayanya. Meski tak didukung dari segi musik tetapi dari segi kostum film ini sangatlah apik
memperlihatkan bagaimana Anna dengan kesehariannya sebagai wanita inggris dengan topi dan
rok mengembangnya begitu anggun dan raja dengan jubah emasnya yang membuat siapapun yang
menggunakan jubah tersebut terlihat semakin berkarisma dan berbagai properti yang digunakan.

Dibalik segala kontroversi yang ada dalam film ini, Anna and The King banyak sekali
nilai-nilai yang dapat kita peroleh, seperti bagaimana kita seharusnya bersikap dan bertindak
dengan segala perbedaan yang ada semakin memperkuat kita dalam menghadapi segala apapun di
kehidupan ini sehingga kita mampu mencapai sebuah keindahan dan kebahagian yang seutuhnya.
Satu hal lagi yang menjadi nilai yang dapat kita ambil dalam film ini adalah janganlah kita
memendang bahwa kebudayaan kita, pemikiran kita dan segala apapun yang kita miliki adalah
yang paling baik. Belum tentu apa yang baik menurut kebudayann dan pemikiran kita belum tentu
pula kebudayaan dan pemikiran orang lain menganggapnya demikian. Selau bersikap saling
menghargai dan menghormati merupakan sikap yang paling tepat untuk menciptakan sebuah
hubungan yang harmonis.

D. Evaluasi

Pada tahapan ini kami mencoba memberikan penilaian terhadap film “Anna and the King”
yang disutradarai oleh Andy Tennant ini. Setelah kelompok kami menyaksikan film yang
berdurasi 2 jam lebih 21 menit ini, kami sampaikan apresiasi kami pada tahap evaluasi ini.

“Anna and the King”, sebuah film yang berlatar belakang kerajaan Siam di pertengahan
abad ke-19, berdasarkan catatan harian Anna Leonowens, ini disajikan dengan apik, mulai dari hal
teknis hingga penyajian ceritanya. Keindahan dan keunikan kerajaan Siam benar-benar
ditampilkan dengan luar biasa melalui pengambilan gambar pada detil-detil tertentu dari bagian
bangunan istana, pasar, sungai, dan beberapa lokasi pengambilan gambar lainnya yang
menggambarkan lingkungan Siam pada saat tersebut.

13
Beberapa ritual dan kegiatan yang brhubungan dngan adat Siam juga begitu ditonjolkan
pada film ini. Penonton dibawa masuk ke dalam setting film ini dan merasakan keunikan kerajaan
Siam. Hal tersebut menjadi salah satu nilai lebih pada film ini.

Terdapat satu aspek pada isi cerita “Anna and the King” yang ingin kami bandingkan
dengan film berlatar belakang daerah Jepang pada masa sebelum pecahnya PD II, “Meoirs of
Geisha”, yaitu tentang eksploitasi wanita. “Memoirs of Geisha” yang disutradarai oleh Rob
Marshall menceritakan tentang kehidupan seorang geisha, wanita penghibur, bernama Sayuri di
wilayah Osaka Jepang. Pada kedua film ini terdapat sebuah persamaan tentang nasib wanita pada
masa sebelum abad ke-20, di mana wanita diposisikan lebih rendah dari pria di berbagai bidang.
Sayuri yang tidak memiliki pilihan selain menjadi seorang geisha, sama seperti Tuptim (“Anna
and the King”) yang harus bersedia mnjadi selir raja. Pada kedua film ditampilkan bahwa wanita
tidak memiliki kekuasaan yang setara dengan pria, jika melanggar maka hukuman akan merka
terima. Kemudian tentang perbudakan dan invasi yang dilakukan negara kulit putih di wilayah
Asia. Melalui kedua film tersebut dapat kami amati bahwa orang-orang Asia pada saat itu
sigambarkan sebagai pihak yang lemah dibandikan orang negara kulit putih walaupun mereka
melakukan perlawanan sekali pun.

Sedangkan, secara teknis dan kualitas kedua film kami anggap hampir seimbang karena
secara keseluruhan kedua film disajikan secara apik, di mana detil setting film ditampilkan dengn
baik serta adat dan kebiasaan daerah setempat yang diangkat pada kedua film memberikan
penonton background knowledge (ditampilkan melalui dialog dan gerakan) yang membantu
penonton menikmati kedua film. Namun dalam hal ilustrasi suara dan musik “Memoirs of Geisha”
lebih unggul dibandingkan film “Anna and the King” karena menyajikan efek suara dan ilustrasi
musik yang dapat membawa emosi penonton ke dalam film.

Dapat kami simpulkan bahwa film “Anna and the King” merupakan sebuah karya yang
disajikan secara indah serta memiliki berbagai nilai kehidupan dan pesan yang disampaikan
kepada penikmatnya. Setiap karya tentu memiliki kekurangan, dan kami sebagai kritikus seni
pemula memiliki keterbatasan pengetahuan pula dalam memberikan penilaian terhadap karya seni
film “Anna and the King” yang kami nilai luar biasa ini.

14

Anda mungkin juga menyukai