Oleh :
SYAFRUDIN
CP LULUSAN PRODI S1-TL
6
PERATURAN B3 (3)
• & Resource Conservation and Recovery Act (RCRA-1976) mengatur pengelolaan
limbah B-3.
• & Hazardous and Solid Waste Amandements Act (HSWA-1984): tentang
perlindungan terhadap air tanah dari limbah B-3.
• & Comprehensive Environmental Response, Compensation and Liabilities Act
(CERCLA-1980) dan Superfund Amendement and Reautorization Act (SARA-1986)
tentang pengaturan dan pendanaan pembersihan site disposal B-3 yang sudah
tidak beroperasi.
• & Pollution Prevention Act (1990) berisi strategi penangan pencemaran limbah
dengan memberikan prioritas pada minimasi limbah.
7
SEJARAH REGULASI
PENGELOLAN B3 DI INDONESIA
8
SEJARAH REGULASI
PENGELOLAN B3 DI INDONESIA
•& Pada tahun 1999, PP No. 19/1994 jo PP No. 12/1995 dicabut, diganti dengan
PP No. 18 tahun 1999 pada bulan Februari 1999, kemudian diperbaiki lagi dengan
PP No. 85 tahun 1999 pada bulan September 1999, sehingga dikenal sebagai PP
No. 18/1999 jo PP No. 85/1999 yang merevisi beberapa definisi dan tambahan
adanya kegiatan reduksi dan teknologi bersih.
•& Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2001 Tentang Pengelolaan Bahan
Berbahaya dan Beracun,
• & Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Bahan
Berbahaya dan Beracun,
• & Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021 Tentang Pengendalian dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup , Lampiran IX tentang Pengelolaan Limbah B3
9
SEJARAH REGULASI
PENGELOLAN B3 DI INDONESIA
Kep. Pres No. 61/1993 tentang Konvensi Basil yang berisi tentang
konvensi/tata cara transport ataupun perdagangan limbah B-3,
dimana eksportir yang bertanggung jawa seluruhnya.
Kep.Men.Dag No. 349/Kp/XI/92 tentang pelarangan impor limbah
B-3 dan plastik bekas, kecuali Scrap Accu.
Kep.Men.Dag No. 156/Kp/XI/95 tentang prosedur impor limbah.
Sedangkan limbah radioaktif, walaupun termasuk limbah berbahaya,
tidak termasuk yang diatur oleh PP limbah B-3 tersebut, karena telah
diatur oleh BATAN (sesuai acuan internasional).
10
SEJARAH REGULASI
PENGELOLAN B3 DI INDONESIA
11
SEJARAH REGULASI
PENGELOLAN B3 DI INDONESIA
12
SEJARAH REGULASI
PENGELOLAN B3 DI INDONESIA
13
PERATURAN PENGANGKUTAN B3
14
DASAR HUKUM
UU No.11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja ;
Pasal 61 A terkait Kewajiban Pelaku Usaha Peraturan Pemerintah No. 22 Tahun 2021
bila dalam kegiatannya akan menghasilkan tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan
limbah B3 Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Peraturan Pemerintah No. 5 Tahun 2021 •Ps. 43 (2) : Pengajuan dokumen Andal dan
tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha dokumen RKL-RPL harus dilengkapi dengan
Berbasis Risiko. PersetujuanTeknis
Ps. 4 : Untuk memulai dan melakukan
kegiatan usaha, Pelaku Usaha wajib
memenuhi :a. persyaratan dasar Perizinan Pasal 449 huruf a sd huruf q Peraturan Pemerintah
Berusaha; dan/atau b. Perizinan Berusaha Nomor 22 Tahun 2021 untuk mengintegrasikan
Berbasis Risiko. Persetujuan Teknis dan/atau Surat Kelayakan
Ps 5 (1) : Persyaratan dasar Perizinan Operasional Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya
Berusaha meliputi kesesuaian: dan Beracun ke dalam Persetujuan Lingkungan maka
diterbitkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup
a.Pemanfaatan Ruang dan Kehutanan Nomor 6 tahun 2021 tentangTata
b.Persetujuan Lingkungan Cara dan Persyaratan Pengelolaan Limbah B3 .
c.Persetujuan Bangunan Gedung
d.Sertifikasi Laik Fungsi
KEHARUSAN KELENGKAPAN PERTEK (PS 43 PP22 TH 2021)
SL0 PLB3
Limbah B3
ba
h
24
SUMBER LIMBAHB3
• Kegiatan Industri ;
• Kegiatan Agroindustri;
• Kegiatan Rumah Sakit dan Pelayanan Kesehatan Lainnya;
• Kegiatan Migas dan Pertambangan;
• Kegiatan Domestik/Rumah Tangga;
• Kegiatan Perbengkelan;
• Kegiatan lainnya IPAL, Laboratorium, Pemanfaatan B3,
dan pengolahan.
KARAKTERISTIK LIMBAH B3
1. MUDAH MELEDAK,
2. MUDAH TERBAKAR,
3. BERSIFAT REAKTIF,
4. BERSIFAT BERACUN,
5. MENYEBABKAN INFEKSI,
6. BERSIFAT KOROSIF,
7. LIMBAH LAIN YANG APABILA DIUJI DENGAN
METODETOKSIKOLOGI DAPAT DIKETAHUI
TERMASUK DALAM JENIS LIMBAH B3
26
MODUL KULIAH 2:
PENGELOLAAN B3
• Bahan sisa pada suatu kegiatan yang mengandung bahan berbahaya dan/atau
beracun yang karena sifat dan/atau konsentrasinya dan/atau jumlah , baik
secara langsung maupun tidak langsung dapat merusak dan/atau
mencemarkan lingkungan hidup dan/atau dapat membahayakan kesehatan
manusia .
• Kegiatan rumah tangga, pertambangan, industri dan kegiatan lainnya.
• Termasuk bahan baku yang termasuk B3 yang tidak digunakan (rusak), sisa
kemasan, tumpahan, sisa proses, sisa oli bekas dari kapal yang memerlukan
penanganan khusus
28
KARAKTERISTIK LIMBAH B3
1. MUDAH MELEDAK,
2. MUDAH TERBAKAR,
3. BERSIFAT REAKTIF,
4. BERSIFAT BERACUN,
5. MENYEBABKAN INFEKSI,
6. BERSIFAT KOROSIF,
7. LIMBAH LAIN YANG APABILA DIUJI DENGAN METODETOKSIKOLOGI DAPAT
DIKETAHUI TERMASUK DALAM JENIS LIMBAH B3
29
LIMBAH B3 KATEGORI 1
43
UJI KARAKTERISTIK MUDAH MELEDAK
b) Limbah yang bukan berupa cairan, yang pada temperatur dan tekanan standar yaitu 25oC
(dua puluh lima derajat Celcius) atau 760 mmHg (tujuh ratus enam puluh millimeters of mercury)
mudah menyala melalui gesekan, penyerapan uap air atau perubahan kimia secara spontan dan
jika menyala dapat menyebabkan nyala terus menerus. Sifat ini dapat diketahui secara langsung
tanpa harus melalui pengujian di laboratorium.
45
UJI KARAKTERISTIK MUDAH MENYALA
47
UJI KARAKTERISTIK REAKTIF
49
UJI KARAKTERISTIK INFEKSIUS
51
LIMBAH BERSIFAT RACUN
52
TOXICITY CHARACTERISTIC LEACHING PROCEDURE
59
JENIS LIMBAH B3 DARI SUMBER TIDAK SPESIFIK
(LAMPIRAN IX PP22 TAHUN 2021)
60
JENIS LIMBAH B3 DARI SUMBER SPESIFIK (LAMPIRAN IX PP22 TH 2021)
• Limbah B3 yang berasal Limbah B3 sisa proses suatu industri atau kegiatan
tertentu .
• Limbah B3 dari sumber spesifik merupakan Limbah B3 sisa proses suatu industri
atau kegiatan yang secara spesifik dapat ditentukan.
61
SUMBER SPESIFIK
Kerosene KEROSENE
60,96 t/hr 69,96 t/hr
Of f Gas
1,09 REFINERY FUEL GAS
5 TON/DAY
H2
0,745
UNIT 14 W Naphtha PROPYELENE
GO HTU 1,32 t/hr To Unit 11
Ttl GO 603 TON/DAY
167,4 t/hr
GASOIL LPG
165,72 t/hr 625 TON/DAY
W Naphtha LGO
ex GO/LCO
91,42 t/hr PREMIUM
11,83 t/hr
57.500 BPSD
Duri UNIT 11
42 603,14 PREMIX
C.D.U HGO
T-101 43,16 t/hr W. NAPHTHA 10.000 BPSD
3,15 t/hr
Minas Crude
42 150,78 753,92 OFF GAS PROPYLENE SUPER TT
T-102 3,23 t/hr 25,10 t/hr 580 BPSD
AR H2 Of f Gas
176,9 t/hr 0,99 t/hr 0,49 t/hr To Unit 23
UNIT 15
Ttl Resid UNIT 21
R.C.C LCO W Naphtha
505,5 t/hr LCO HTU
84,59 t/hr 6,5 t/hr To Unit 11
1 1 Cake IPAL 63 EWT Sumber Spesifik Umum Diluar Proses Produksi Beracun A307-1
2 1 Material Terkontaminasi General Sumber Tidak Spesifik Diluar Proses Produksi Beracun A108d
3 1 Rockwool General Sumber Tidak Spesifik Diluar Proses Produksi Beracun A108d
4 1 Lumpur Ex-Cleaning General Sumber Spesifik Umum Diluar Proses Produksi Beracun A307-1
5 1 Chemical Bekas General Sumber Tidak Spesifik Diluar Proses Produksi Beracun A106d
Beracun, Padatan
6 1 Coke RCC 15 RCC Sumber Spesifik Umum Proses Produksi A306-3
Mudah Terbakar
8 2 Filter bekas General Sumber Spesifik Umum Diluar Proses Produksi Beracun B307-3
INDUSTRI “ X “ MENGHASILKAN LIMBAH B3
Kategori
No Jenis Limbah No. Unit Unit Kategori Limbah B3 Sumber Limbah Karakteristik Kode Limbah
Bahaya
ARDHM, RCC,
12, 15, 19,
PRU, CCU, LCO, Sumber Spesifik Beracun, Padatan
14 2 Spent Catalyst 20,14,21,22, Proses Produksi B307-2
GO, H2, NHT, Umum Mudah Menyala
31,32,33
Platforming, Penex
Sumber Tidak
17 2 Resin Demin 55 UTL Proses Produksi Beracun B106d
Spesifik
Beracun,
Sumber Spesifik
19 2 Sulfur 25 Sulfur Plant Proses Produksi Padatan Mudah B301-4
Umum
Menyala
LIMBAH PADAT
1 Spent catalyst 274,29 110,032 0 0 0 164,26 274,292
Tanah
2 294,29 294,292 0 0 0 0 294,292
terkontaminasi
3 Rockwool 2,432 2,432 0 0 0 0 2,432
Material
4 18,172 18,172 0 0 0 0 18,172
terkontaminasi
5 Filter Bekas 0,203 0,203 0 0 0 0 0,203
Kemasan limbah
6 0,688 0,688 0 0 0 0 0,688
lab
Catridge/toner
7 0,248 0,248 0 0 0 0 0,248
printer bekas
8 Ex sandblast 71,404 71,404 0 0 0 0 71,404
Lampu Neon/TL
11 0,462 0,462 0 0 0 0 0,462
Bekas
Spent Lube
1 14,596 14,596 0 0 0 0
Oil
14,596
Chemical
2 33,795 33,795 0 0 0 0
bekas
33,795
Total 1729,83 1086,32 0 0 0 643,51 1729,83
100% 0 0 0 100%
Presentase Penataan
100%
MODUL KULIAH 4:
KONSEP DASAR
PENGELOLAAN LIMBAH B3
TATA PROSEDUR PENGELOLAAN
DAN PENGAWASAN DILAPANGAN
Bagaimana limbah direduksi kehadirannya ?
Bagaimana limbah didaur ulang, agar yang ditangani lebih sedikit ?
Bila limbah sudah terkendali, bagaimana menyimpan (storage) dan
mengumpul-kannya ?
Bagaimana memindahkan limbah cair dari satu tempat ke tempat lain ?
Bagaimana limbah ditangani agar lebih mudah dalam
pengangkutan/pengalihan (pre-treatment) ?
Bagaimana limbah diolah ?
Bagaimana limbah disingkirkan, misalnya ke landfilling ?
Bagaimana kontrol terhadap dampak yang ditimbulkannya ?
Bila sebuah media telah tercemar limbah, bagaimana memperbaikinya ?
76
TUJUAN PENGELOLAAN B3
77
DIAGRAM ALIR
PENGELOLAAN LIMBAH B3
Proses
Sumber Limbah
Bersih
Limbah
Penyimpanan
Pengumpulan
Pendekatan
Daur
End of pipe
Pengola Angkut/ Alirkan
Ulang
han
5R
Penyingkiran/
Penimbunan
79
PENGERTIAN CRADLE TO GRAVE
80
PENGELOLAAN LIMBAH B3
KONSEP CRADLE TO GRAVE
(5) Cradle
Badan Pengelola: Generator
-DINAS LINGKUNGAN (penghasil)
HIDUP (6) + (1)
(1,2,3,4)
(5) + (2)
Transporter
(Pengangkut) (1)
(4)
(1,2,3)
82
KONSEP PENANGGULANGAN LIMBAH
Manfaatkan
Sebelum sebagai bahan
Minimasi
terbentuk baku
Setelah
mencemari Remediasi-
lingkungan Rehabilitasi
83
PENGURANGAN/ MINIMASI LIMBAH B3
85
MODUL 4 :
KOMPONEN DAN KEWAJIBAN MODA
PENGELOLAAN LIMBAH B3
KOMPONEN PENGELOLA LIMBAH B3
• Penghasil limbah B3 adalah setiap orang atau badan usaha yang menghasilkan
limbah B3 dan menyimpan sementara limbah tersebut di dalam lokasi kegiatannya
sebelum limbah B3 tersebut diserahkan kepada pengumpul atau pengolah limbah
B3. Penghasil limbah B3 juga berlaku sebagai Pemanfaat Limbah B3.
Kerosene KEROSENE
60,96 t/hr 69,96 t/hr
Of f Gas
1,09 REFINERY FUEL GAS
5 TON/DAY
H2
0,745
UNIT 14 W Naphtha PROPYELENE
GO HTU 1,32 t/hr To Unit 11
Ttl GO 603 TON/DAY
167,4 t/hr
GASOIL LPG
165,72 t/hr 625 TON/DAY
W Naphtha LGO
ex GO/LCO
91,42 t/hr PREMIUM
11,83 t/hr
57.500 BPSD
Duri UNIT 11
42 603,14 PREMIX
C.D.U HGO
T-101 43,16 t/hr W. NAPHTHA 10.000 BPSD
3,15 t/hr
Minas Crude
42 150,78 753,92 OFF GAS PROPYLENE SUPER TT
T-102 3,23 t/hr 25,10 t/hr 580 BPSD
AR H2 Of f Gas
176,9 t/hr 0,99 t/hr 0,49 t/hr To Unit 23
UNIT 15
Ttl Resid UNIT 21
R.C.C LCO W Naphtha
505,5 t/hr LCO HTU
84,59 t/hr 6,5 t/hr To Unit 11
Identifikasi
dan
Inventarisasi
Pengangkutan Pengurangan
Pelabelan Pengemasan
Penyimpanan
Sementara
LIMBAH B3 TERIDENTIFIKASI
Diserahkan ke
pihak ketiga
1138,866 ton
LIMBAH B3 PERIODE JANUARI-MARET 2016
Diserahkan
No Limbah Periode Diman Di Ditimbun Total (ton)
Awal Disimpan ke Pihak
Sebelumnya faatkan olah di Landfill
Ketiga
Limbah Cair
Spent Lube
1 17,456 0 0 0 0 17,456 17,456
Oil
Chemi-cal
2 137,773 0 0 0 0 137,773
bekas 137,773
1138,
Total 0 0 0 0 1138,866 1138,866
866
100% 0 0 0 100%
Presentase Penataan
100%
PENGHASIL LIMBAH B3
KEWAJIBAN PENGHASIL LIMBAH B3
(1)
• Setiap Orang yang menghasilkan Limbah B3 wajib melakukan Penyimpanan
Limbah B3 dan dilarang melakukan pencampuran Limbah B3 yang
disimpannya.
• Fasilitas Penyimpanan Limbah B3 yang sesuai dengan jumlah Limbah B3,
karakteristik Limbah B3, dan dilengkapi dengan upaya pengendalian
Pencemaran Lingkungan Hidup;
• Penghasil limbah B3 dapat menyimpan paling lama sembilan puluh (90) hari
sebelum menyerahkannya kepada pengumpul atau pengolah limbah B3.
• Penyimpanan ini dilakukan di tempat khusus, kapasitas sesuai jumlah limbah B3
yang disimpan sementara dan memenuhi syarat sebagai berikut:
a. bebas banjir dan secara geologis stabil,
b. Perancangan bangunan sesuai dengan karakteristik limbah
c. Adanya pengendalian pencemaran.
d. Dalam hal lokasi Penyimpanan Limbah B3 tidak bebas banjir dan rawan
bencana alam, lokasi Penyimpanan Limbah B3 harus dapat direkayasa
dengan teknologi untuk perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
e. Lokasi Penyimpanan Limbah B3 harus berada di dalam penguasaan Setiap
Orang yang menghasilkan Limbah B3.
97
KEWAJIBAN PENGHASIL LIMBAH B3 (2)
• Untuk dapat memperoleh izin Pengelolaan Limbah B3 untuk kegiatan
Penyimpanan Limbah B3, Setiap Orang yang menghasilkan Limbah B3:
a. wajib memiliki Izin Lingkungan; dan
b. harus mengajukan permohonan secara tertulis kepada bupati/wali kota dan
melampirkan persyaratan izin.
100
PEMANFAAT LIMBAH B3
• Kemasan Limbah B3 wajib dilekati Label Limbah B3 dan Simbol Limbah B3.
a. nama Limbah B3;
b. identitas Penghasil Limbah B3;
c. tanggal dihasilkannya Limbah B3; dan
d. tanggal Pengemasan Limbah B3.
PENGEMASAN LIMBAH B3
111
TATA RUANG GUDANG
PENYIMPANAN LIMBAH B3
113
TATA RUANG FASILITAS PENYIMPANAN SEMENTARA LIMBAH
B3 DILUAR LOKASI PABRIKPENGHASILATAU PENGUMPUL
ATAU PENGOLAH
114
Gambar Kemasan Untuk Penyimpanan Limbah B3
A. Kemasan drum penyimpanan limbah b3 cair
B. Kemasan drum untuk limbah b3 Sludge atau padat
115
POLA PENYIMPANAN KEMASAN DRUM DIATAS PALET DENGAN
117
PENYIMPANAN KEMASAN LIMBAH B3
DENGAN MENGGUNAKAN RAK
118
CONTOH TPS LIMBAH B3
TEMPAT PENYIMPANAN LIMBAH B3
DALAM JUMLAH BESAR
120
PENGUMPUL LIMBAH B3
KEWAJIBAN PENGUMPUL LIMBAH B3 (1)
• Pengumpul limbah B3 dapat dilakukan oleh badan usaha
yang melakukan kegiatan pengumpulan limbah B3. Dengan
demikian penghasil limbah B3 juga dapat bertindak sebagai
pengumpul limbah B3 dengan syarat :
122
PERSYARATAN LOKASI PENGUMPULAN:
Fasilitas tempat dan/atau bangunan pengumpulan merupakan fasilitas khusus yang harus
dilengkapi dengan berbagai sarana penunjang dengan tata ruang yang tepat sehingga
kegiatan pengumpulan dapat berlangsung dengan baik dan aman bagi lingkungan;
Setiap bangunan pengumpulan limbah B3 di rancang khusus hanya
untuk 1 (satu) karakteristik limbah, dan di lengkapi dengan bak penampung
tumpahan/ceceran limbah yang dirancang sedemikian rupa sehingga memudahkan
dalam pengangkatannya;
Fasilitas pada bangunan pengumpulan harus di lengkapi dengan:
• peralatan dan sistem pemadam kebakaran;
• pembangkit listrik cadangan;
• fasilitas pertolongan pertama;
• peralatan komunikasi;
• gudang tempat penyimpanan peralatan dan perlengkapan;
• pintu darurat dan alarm.
KEWAJIBAN PENGUMPUL LIMBAH B3 (2)
126
Keterangan:
1. C = Cocok; Karakteristik Limbah B3 dapat dikelompokkan dengan karakteristik Limbah B3 yang lain
2. T = Terbatas; Dapat dikelompokkan dengan karakteristik Limbah B3 lain dengan volume terbatas.
3. X = Dilarang; Limbah B3 tidak dapat dikelompokkan dengan karakteristik Limbah B3 yang lain.
PERSYARATAN LOKASI PENGUMPULAN B3
130
PENGANGKUT LIMBAH B3
KEWAJIBAN PENGANGKUT LIMBAH B3 (1)
132
PERIJINAN PENGANGKUT
146
PENGOLAH LIMBAH B3
PENGOLAHAN LIMBAH B3
151
KEWAJIBAN PENIMBUN LIMBAH B3
152
RANCANG
BANGUN
PELAPISAN
DASAR DAN
PENUTUP TPA B3
153
DOKUMEN
LIMBAH B3
154
MODUL 6:
PENGOLAHAN LIMBAH B3
PRINSIP PENGOLAHAN LIMBAH B3
Prinsip-prinsip pengolahan limbah B3 dapat dikelompokkan sebagai tindakan
yang berprinsip sebagai berikut :
secara kimiawi
secara fisis
secara biologi
secara termal
157
PRINSIP PEMILIHAN TEKNOLOGI PENGOLAHAN
PEMILIHAN PROSES PENGOLAHAN
Solubilitas
Netralisasi
Presipitasi
Koagulasi dan flokulasi
Oksidasi dan reduksi
Pengurangan warna
Desinfeksi
Penukaran ion
163
TATA CARA PENGOLAHAN KIMIA (3)
A. CARA SOLUBILITAS
164
TATA CARA PENGOLAHAN KIMIA (3)
B. CARA NETRALISASI
Limbah yang asam dapat dinetralisir misalnya dengan kapur Ca(OH)2, Caustic
soda NaOH, atau soda abu Na2CO3. Yang termurah diantara basa tersebut adalah
Ca(OH)2. Dengan kontainer yang teraduk serta pengaturan pH, maka penetralisir
ini ditambahkan pada limbah yang bersifat asam
Limbah alkalin dapat dinetralkan dengan asam mineratl kuat seperti H2SO4 atau
HCl atau dengan CO2. Kontrol pH dan pengaduk juga dibutuhkan dalam proses
ini.
165
TATA CARA PENGOLAHAN KIMIA (3)
C. CARA KOAGULASI DAN FLOKULASI
• Proses pengendapan logam berat dapat dipercepat dengan penambahan bahan kimia
yang larut dalam air dan atau penambahan polimer sehingga terjadi koagulasi dan
flokulasi.
• Koagulasi adalah penambahan dan pengadukan cepat sebuah koagulan untuk
menetralisir muatan dan membentuk partikel limbah yang koloid sehingga menjadi lebih
besar dan dapat mengendap.
• Koagulan yang biasa digunakan adalah Al2(SO4)3, FeCl3, atau Fe(SO4)3. Penggunakan
polimer organik seringkali lebih efektir dibanding penambahan garam – garam alum atau
besi dalam menumbuhkan flok.
• Koagulan – koagulan ini mengakibatkan partikel – partikel koloid membesar. Flok – flok
ditumbuhkan dengan pengadukan lambat dengan pengontrolan pH untuk menghasilkan
partikel yang lebih besar. Garam – garam alumunium dan besi biasa digunakan
166
TATA CARA PENGOLAHAN KIMIA (3)
D. CARA PRESIPITASI
- Bila mengandung logam berat dgn konsentrasi logam berat tinggi maka logam harus
disingkirkan dari cairannya dengan pengendapan pada pH tertentu, tergantung dari ion–
ionnya dgn hasil garam tak larut.
Netralisasi limbah asam akan menyebabkan pengendapan dari logam berat sehingga
logam ini disingkirkan sebagai lumpur melalui klarifikasi atau filtrasi. Hidroksida logam
berat tidak larut, dan digunakan kapur untuk mengendapkannya. Pembentukan karbonat
dan sulfida juga banyak diterapkan.
Cara lain adalah kombinasi keduanya, misalnya pengendapan hidroksida terlebih dahulu,
dilanjukan dengan pengendapan sulfida seperti penambahan Na2S atau NaHS.
Penambahan senyawa – senyawa sulfida ini perlu pengontrolan untuk mengurangi
timbulnya bau serta gas H2S. selama pengendapan sulfida, akan terjadi kemungkinan
timbulnya H2S yang berbahaya. Karenya, kondisi sedikit alkalin perlu dipertahankan
168
CONTOH PENGOLAHAN LIMBAH CAIR
LABO PUSARPEDAL PUSAT
Sumber : PENGOLAHAN LIMBAH CAIR LOGAM BERAT (LIMBAH B3) SECARA PRESIPITASI DAN KOAGULASI DI UPT
PENGUJIAN DINAS PEKERJAAN UMUM Wilyanda*) Yelmida, Chairul (Fom TEKNIK, Vol 2 , No.2 Oktober, 2015)
TATA CARA PENGOLAHAN KIMIA(3)
E. CARA REDUKSI - OKSIDASI
Proses kimiawi secara oksidasi – reduksi dapat digunakan untuk merubah
pencemaran toksin menjadi substansi yang lebih tidak berbahaya. Oksidasi
adalah reaksi kimiawi dengan penambahan valensi dan kehilangan elektron,
sedang reduksi adalah reaksi kimiawi dengan pengurangan valensi dan
penambahan elektron. Reaksi – reaksi kimiawi yang melibatkan oksidasi dan
reduksi dikenal sebagai reaksi redoks.
Sebagai contoh khrom hexavalen (Cr+6) menjadi khrom trivalen (Cr+3) dalam
suasana asam, kemudian dilanjutkan dengan pengendapan khrom hidroksida
dengan reaksi :
SO2 + H2O H2SO4
2CrO3 + 3H2SO3 Cr2(SO4)3 + 3H2)
Cr2(SO4)3 + 3Ca(OH)2 2Cr(OH)3 + 3CaSO4
171
TATA CARA PENGOLAHAN KIMIA(3)
F. PENGURANGAN WARNA
172
TATA CARA PENGOLAHAN KIMIA
(3)
G. CARA DESINFEKSI
Sasaran disinfeksi adalah membunuh mikroorganisme patogen yang
dapat menyebabkan penyakit. (efektifitas pembasmian dan pengurangan
volume) Proses yang sering digunakan adalah khlorinasi. Sebetulnya dalam
proses pengolahan limbah konvensional ( koagulasi – sedimentasi – filtrasi)
sebagian besar mikroorganisme patogen dapat disingkirkan.
Khlorinasi akan lebih menjamin hal ini, apalagi bila dikaitkan dengan
air minum.Khlor adalah disinfeksi yang paling banyak digunakan karena relatif
efektif pada konsentrasi rendah, biaya relatif tidak mahal dan membentuk sisa
yang cukup bila dosis di awal cukup. Pembubuhan khlor ini membutuhkan
kontrol yang tinggi.
173
TATA CARA PENGOLAHAN FISIKA(4)
174
TATA CARA PENGOLAHAN STABILISASI/SOLIDIFIKASI(4)
175
TATA CARA PENGOLAHAN STABILISASI/SOLIDIFIKASI(4)
176
TATA CARA PENGOLAHAN
THERMAL/INSINERASI (4)
177
TATA CARA PENGOLAHAN
PENIMBUNAN AKHIR (4)
179
LANDFILL B3 DIBUTUHKAN ?
DASAR HUKUM PENIMBUNAN
DASAR HUKUM PENIMBUNAN
DASAR HUKUM PENIMBUNAN
PERSYARATAN LOKASI PENGOLAHAN DAN
PENIMBUNAN LIMBAH B3 MENURUT
PERATURAN MENTERI LH NO 63 TAHUN 2016
• 4. Hidrogeologi
• Bukan merupakan daerah resapan (recharge) bagi air tanah tidak
tertekan yang penting dan air tanah tertekan.
• Dihindari lokasi yang di bawahnya terdapat lapisan aquifer. Jika di
bawah lokasi tersebut terdapat lapisan aquifer, maka jarak terdekat
lapisan tersebut dengan bagian dasar landfill adalah 4 meter.
• 5. Hidrologi Permukaan:
• - Bukan daerah genangan
• - berjarak minimum 500 m dari: aliran sungai yang mengalir
sepanjang tahun, danau, waduk untuk irigasi pertanian dan air bersih.
• - berjarak minimum 2500 m dari garis pantai
PERSYARATAN LOKASI PENGOLAHAN
DAN PENIMBUSAN LIMBAH B3 (KRITERIA
TAMBAHAN)
POTENSI TERJADI
KECELAKAAN B3
DAPAT TERJADI
PADA SEMUA
TAHAPAN,
UMUMNYA YG ADA
KEGIATAN
PENYIMPANAN DAN
PENGANGKUTAN
DASAR HUKUM
1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 66 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4723);
2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia 5059);
3. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Bencana (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4828); dan
4. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2021 tentang Pengelolaan dan Pengendalian
Lingkungan Hidup, Lampiran IX tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun.
5. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 6 Tahun 2021 tentang Tata Cara dan Persyaratan
Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun.
6. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.74/MENLHK/SETJEN/KUM.1/10/2019 tentang
Program Kedaruratan Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun dan/atau Limbah Bahan Berbahaya dan
Beracun
DAFTAR ISTILAH (1)
1. Bahan Berbahaya dan Beracun yang selanjutnya disingkat B3 adalah zat, energi, dan/atau
komponen lain yang karena sifat, konsentrasi, dan/atau jumlahnya, baik secara langsung maupun
tidak langsung, dapat mencemarkan dan/atau merusak lingkungan hidup, dan/atau
membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, serta kelangsungan hidup manusia dan makhluk
hidup.
2. Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun yang selanjutnya disebut Limbah B3 adalah sisa suatu
usaha dan/atau kegiatan yang mengandung B3.
3. Kedaruratan Penanggulangan B3 dan/atau Limbah B3 adalah suatu keadaan bahaya yang
mengancam keselamatan manusia, yang menimbulkan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan
hidup dan memerlukan tindakan penanggulangan sesegera mungkin untuk meminimalisasi
terjadinya tingkat pencemaran dan/atau kerusakan yang lebih parah.
4. Pengelolaan B3 adalah upaya untuk mencegah terjadinya risiko akibat pencemaran dan/atau
kerusakan lingkungan hidup akibat B3.
5. Pengelolaan Limbah B3 adalah kegiatan yang meliputi pengurangan, penyimpanan,
pengumpulan, pengangkutan, pemanfaatan, pengolahan, dan/atau penimbunan Limbah B3.
6. Program Kedaruratan Pengelolaan B3 dan/atau Limbah B3 adalah dokumen perencanaan
sistem tanggap darurat yang memiliki komponen infrastruktur dan fungsi penanggulangan.
7. Risiko Kecelakaan Pengelolaan B3 dan/atau Limbah B3 adalah potensi kejadian kecelakaan yang
berkaitan dengan bahaya B3 dan karakteristik Limbah B3, jumlah
DAFTAR ISTILAH (2)
Potensi Ancaman Limbah /Bahan B3 terhadap Keselamatan Jiwa Manusia yang dimaksud :
A. Potensi Jumlah Manusia yang terpapar B3 dan/atau Limbah B3; dan
B. Potensi Tingkat Paparan B3 dan/atau Limbah B3.
Potensi Ancaman terhadap Fungsi Lingkungan Hidup diidentifikasi melalui sebaran dampak pada
media lingkungan hidup yang terpapar.
Potensi korban terpapar tidak Potensi korban terpapar Potensi korban terpapar Potensi korban
langsung oleh B3 dan/atau oleh B3 dan/atau Limbah oleh B3 dan/atau Limbah terpapar oleh B3
Limbah B3 adalah pekerja di B3 adalah masyarakat di B3 adalah masyarakat dan/atau Limbah B3
wilayah usaha dan/atau luar wilayah usaha pada lebih dari satu adalah masyarakat
kegiatan dan/atau kegiatan dalam wilayah kabupaten/kota pada lebih dari satu
satu kabupaten/kota provinsi
2. Cakupan wilayah Sebaran dampak pada media Sebaran dampak pada Sebaran dampak pada Sebaran dampak pada
dampak lingkungan yang terpapar media lingkungan yang media lingkungan yang media lingkungan yang
berada di usaha dan/atau terpapar berada di luar terpapar berada di luar terpapar berada di luar
kegiatan wilayah usaha dan/atau wilayah usaha dan/atau wilayah usaha
kegiatan dalam satu kegiatan lintas dan/atau kegiatan
kabupaten/kota kabupaten/kota lintas provinsi
CONTOH KEDARURATAN
Kedaruratan tersebut dapat timbul pada saat melaksanakan aktivitas
seperti:
a. Bongkar–Muat B3 dan/atau Limbah B3 (yang bersifat flammable,
corrosive, toxic-carcinogenic);
Misalnya pada saat aktivitas loading B3 ke dalam truk tangki terjadi
over loading sehingga B3 tersebut tumpah ke media lingkungan.
Dikarenakan sifat B3 yang tumpah tersebut flamable maka terjadi juga
kebakaran. Kondisi tersebut dapat menjadi Kedaruratan Pengelolaan
Limbah B3.
b. Penyimpanan B3 dan/atau Limbah B3;
c. Proses produksi; dan/atau
d. Pengangkutan B3 dan/atau Limbah B3.
SYARAT PENGEMASAN
SETIAP B3 HARUS DIKEMAS SECARA TERPISAH SESUAI DENGAN JENIS DAN KARAKTERISTIK
B3.
Untuk mencegah risiko timbulnya bahaya selama penyimpanan maka pengisian B3 ke dalam kemasan
harus mempertimbangkan kemungkinan terjadinya pengembangan volume, pembentukan gas atau
terjadinya kenaikan tekanan;
Jika kemasan yang berisi B3 sudah dalam kondisi yang tidak layak (misalnya: terjadi pengaratan,
terjadi kerusakan permanen, atau mulai bocor), maka B3 tersebut harus dipindahkan ke dalam
kemasan lain yang memenuhi syarat sebagai kemasan bagi B3;
Terhadap kemasan yang telah berisi B3 harus diberi simbol dan label sesuai dengan ketentuan yang
berlaku dan disimpan dengan memenuhi ketentuan tentang tata cara dan persyaratan penyimpanan
B3;
Terhadap kemasan yang telah berisi B3 wajib dilakukan pemeriksaan secara teratur oleh pihak
penanggung jawab B3 untuk memastikan tidak terjadinya kerusakan atau kebocoran pada kemasan
akibat korosi atau faktor lainnya;
PEN
PENGEMASAN LIMBAH B3
TPS Laydown
PENYIMPANAN LIMBAH B3
TPS
Laydown
Ventilasi Udara
PENGANGKUTAN LIMBAH B3
Persyaratan khusus angkutan jalan: Persyaratan khusus Persyaratan khusus angkutan laut,
• sertifikat kompetensi pengemudi perkeretaapian: sungai, danau, dan penyeberangan:
• surat tanda nomor kendaraan • surat bukti kelayakan alat • surat izin usaha perusahaan alat
• surat bukti kelayakan alat angkut angkut angkut laut
• surat bukti kepemilikian alat angkut
kapal
• surat bukti kelayakan kapal
Spesifikasi Alat Angkut Limbah B3 Angkutan Jalan
GPS Tracking
yang
Alat Penanganan dikoneksikan
Limbah B3 yang dengan Nama Perusahaan
diangkut SILACAK pada keempat sisi
Prosedur bongkar - muat
kendaraan
PT TRANSPORTASI belakang
Prosedur Tanggap Telp. (021) xxxxxxxx
Darurat
Simbol Limbah B3 pada
keempat sisi
a) jenis kegiatan;
b) sektor industri;
c) klasifikasi B3 dan/atau kategori dan karakteristik Limbah B3;
d) jumlah B3 dan/atau Limbah B3;
e) potensi ancaman secara langsung atau tidak langsung terhadap keselamatan jiwa
manusia; dan
f) potensi ancaman gangguan terhadap fungsi lingkungan hidup.
MATRIK IDENTIFIKASI RESIKO KEDARURATAN
CARA PENGISIAN
• :
1. Form ini diisi oleh pelaku usaha dan/atau kegiatan Pengelolaan B3 dan/atau Limbah B3.
2. Nama Perusahaan diisi dengan Nama Perusahaan yang terdaftar dalam dokumen resmi, misal akta pendirian, izin usaha, dsb.
3. Jenis Kegiatan Pengelolaan B3 dan/atau Limbah B3: diisi sesuai dengan kegiatan yang dilakukan. Misal: penghasil limbah B3, pengumpul, pengangkut, pemanfaat, atau penimbun.
4. Sektor industri: Diisi dengan jenis sektor industri perusahaan, misal: sektor industri tekstil, sektor industri agro, dsb.
5. Tahun pembuatan: diisi dengan tahun pada saat dokumen ini dibuat.
6. Kolom (1): diisi dengan urutan jenis B3 dan/atau limbah B3 yang dikelola pada perusahaan tersebut.
7. Kolom (2): diisi dengan jenis B3 atau jenis limbah B3 yang dihasilkan dan/atau dikelola.
8. Kolom (3): diisi dengan kuantitas B3 dan/atau Limbah B3 yang dikelola, dapat berupa volume maupun berat.
9. Kolom (4): diisi dengan karakteristik limbah B3 (mudah meledak, mudah menyala, reaktif, infeksius, korosif, dan/atau beracun) yang didasarkan dari hasil uji karakteristik
sebagaimana yang diatur di dalam Pasal 5 Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah B3, dan klasifikasi B3 (mudah meledak, pengoksidasi, sangat
mudah sekali menyala, sangat mudah menyala, mudah menyala, amat sangat beracun, beracun, iritasi, korosif, bahaya bagi lingkungan, karsinogenik, teratogenik, mutagenic,
bahaya gas bertekanan). Yang didasarkan dari Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2001 tentang Pengelolaan B3.
10. Kolom (5): diisi dengan kategori limbah B3 (Limbah B3 Kategori 1, Limbah B3 Kategori 2, Limbah non B3) yang didasarkan dari hasil uji karakteristik sebagaimana yang diatur di
dalam Pasal 5 Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah B3.
11. Kolom (6): diisi dengan bahaya yang kemungkinan ditimbulkan dari suatu B3 dan/atau Limbah B3, misalnya: menyebabkan bahaya bagi kesehatan seperti iritasi mata, kulit, dll
atau bahaya terhadap lingkungan misalnya: menyebabkan ledakan jika bereaksi dengan bahan kimia jenis tertentu, dsb.
12. Kolom (7): diisi dengan jenis Kedaruratan yang mungkin terjadi, misal tumpah, terbakar, meledak, dsb.
13. Kolom (8): Diisi dengan SOP yang tersedia jika terjadi Kedaruratan sesuai dengan pedoman standar yang berlaku. Misal untuk kebakaran solar disarankan untuk memadamkan
dengan oil boom. SOP tersebut dapat dilampirkan.
14. Kolom (9): Diisi dengan jumlah personil tim yang kompeten untuk menanggulangi kedaruratan Pengelolaan B3 dan/atau Limbah B3.
15. Kolom (10): Diisi dengan jenis fasilitas dan peralatan yang tersedia.
16. Formulir ini dapat dilampiri dengan Formulir Rincian untuk memberikan informasi yang lengkap dan detil.
MATRIKS IDENTIFIKASI RISIKO KEDARURATAN PENGELOLAAN B3
DAN/ATAU LIMBAH B3 PADA KABUPATEN/KOTA
CARA PENGISIAN
6. Kolom (3): diisi dengan Nama Perusahaan yang terdaftar dalam dokumen resmi, misal akta pendirian, izin usaha, dsb
7. Kolom (4): diisi dengan lokasi kegiatan pengelolaan Limbah B3 berada. Dapat dilampiri dengan informasi koordinat atau informasi
spasial lainnya.
8. Kolom (5): diisi dengan jenis B3 yang menghasilkan limbah B3, atau jenis limbah B3 yang dihasilkan dan/atau dikelola
9. Kolom (6): diisi dengan karakteristik limbah B3 ( mudah meledak, mudah menyala, reaktif, infeksius, korosif, dan / atau beracun )
yang didasarkan dari hasil uji karakteristik sebagaimana yang diatur di dalam Pasal 5 Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2014
tentang Pengelolaan Limbah B3 dan dan klasifikasi B3 (mudah meledak, pengoksidasi, sangat mudah sekali menyala, sangat mudah
menyala, mudah menyala, amat sangat beracun, beracun, iritasi, korosif, bahaya bagi lingkungan, karsinogenik, teratogenik,
mutagenic, bahaya gas bertekanan). Yang didasarkan dari Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2001 tentang Pengelolaan B3.
10. Kolom (7): diisi dengan kategori limbah B3 (Limbah B3 Kategori 1, Limbah B3 Kategori 2, Limbah non B3) yang didasarkan dari hasil uji
karakteristik sebagaimana yang diatur di dalam Pasal 5 Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah
B3.
11. Kolom (8): diisi dengan bahaya yang kemungkinan ditimbulkan dari suatu B3 dan/atau Limbah B3, misalnya: menyebabkan bahaya
bagi kesehatan seperti iritasi mata, kulit, dll atau bahaya terhadap lingkungan misalnya: menyebabkan ledakan jika bereaksi dengan
bahan kimia jenis tertentu, dsb.
12. Kolom (9): diisi dengan jenis Kedaruratan yang mungkin terjadi, misal tumpah, terbakar, meledak, dsb.
13. Kolom (10): Diisi dengan SOP yang tersedia jika terjadi Kedaruratan sesuai dengan pedoman standar yang berlaku. Misal untuk
kebakaran solar disarankan untuk memadamkan dengan oil boom. SOP tersebut dapat dilampirkan.
14. Kolom (11): Diisi dengan jumlah personil tim yang kompeten untuk menanggulangi kedaruratan pengelolaan B3 dan/atau Limbah B3
15. Kolom (12): Diisi dengan jenis peralatan yang tersedia.
MATRIKS IDENTIFIKASI RISIKO KEDARURATAN PENGELOLAAN B3 DAN/ATAU
LIMBAH B3 PADA PROVINSI
CARA PENGISIAN
7. wilayah provinsi. Misal: penghasil limbah B3, pengumpul, pengangkut, pemanfaat, atau penimbun.
8. Kolom (4): diisi dengan Nama Perusahaan yang terdaftar dalam dokumen resmi, misal akta pendirian, izin usaha, dsb
9. Kolom (5): diisi dengan lokasi kegiatan pengelolaan B3 dan/atau Limbah B3 berada. Dapat dilampiri dengan informasi koordinat atau informasi
spasial lainnya.
10. Kolom (6): diisi dengan jenis B3 yang menghasilkan limbah B3, atau jenis limbah B3 yang dihasilkan dan/atau dikelola
11. Kolom (7): diisi dengan karakteristik limbah B3 (mudah meledak, mudah menyala, reaktif, infeksius, korosif, dan/atau beracun) yang didasarkan dari
hasil uji karakteristik sebagaimana yang diatur di dalam Pasal 5 Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah B3 dan
dan klasifikasi B3 (mudah meledak, pengoksidasi, sangat mudah sekali menyala, sangat mudah menyala, mudah menyala, amat sangat beracun,
beracun, iritasi, korosif, bahaya bagi lingkungan, karsinogenik, teratogenik, mutagenic, bahaya gas bertekanan). Yang didasarkan dari Peraturan
Pemerintah Nomor 74 Tahun 2001 tentang Pengelolaan B3.
12. Kolom (8): diisi dengan kategori limbah B3 (Limbah B3 Kategori 1, Limbah B3 Kategori 2, Limbah non B3) yang didasarkan dari hasil uji karakteristik
sebagaimana yang diatur di dalam Pasal 5 Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah B3.
13. Kolom (9): diisi dengan bahaya yang kemungkinan ditimbulkan dari suatu B3 dan/atau Limbah B3, misalnya: menyebabkan bahaya bagi kesehatan
seperti iritasi mata, kulit, dll atau bahaya terhadap lingkungan misalnya: menyebabkan ledakan jika bereaksi dengan bahan kimia jenis tertentu, dsb.
14. Kolom (10): diisi dengan jenis Kedaruratan yang mungkin terjadi, misal tumpah, terbakar, meledak, dsb.
15. Kolom (11): diisi dengan langkah-langkah penanggulangan jika terjadi Kedaruratan. Misal untuk kebakaran solar disarankan untuk memadamkan
dengan oil boom.
• Form untuk wilayah Nasional menyesuaikan yang menggambarkan risiko Kedaruratan Pengelolaan Limbah B3 tingkat nasional
PROSES PENYUSUNAN PROGRAM KEDARURATAN B3
DAN/ATAU LIMBAH B3
Selama proses penyusunan Program Kedaruratan Pengelolaan B3 dan/atau Limbah B3 dapat melakukan pelibatan
berbagai pihak yang dapat memberikan kontribusi maupun dinilai berpotensi menerima dampak kedaruratan
Pengelolaan B3 dan/atau Limbah B3. Program kedaruratan skala kabupaten/kota dan provinsi dapat melibatkan,
instansi lingkungan hidup, instansi lain yang relevan (seperti dinas kesehatan, dinas perhubungan, dinas kominfo,
dinas PU, dst), pelaku usaha dan/atau kegiatan, akademisi, serta dapat juga melibatkan asosiasi/organisasi
masyarakat yang relevan.
Pada tahap awal penyusunan program diperlukan pengumpulan data dan informasi yang dibutuhkan dalam
melakukan identifikasi risiko kedaruratan. Setelah dilakukan identifikasi risiko, selanjutnya dilakukan analisis hasil
identifikasi risiko untuk menentukan tingkat risikonya. Metode perhitungan analisis risiko pada prinsipnya
dilakukan dengan menghitung potensi bahaya serta kapasitas yang dimiliki suatu unit kerja. Setelah diketahui
tingkat risikonya maka dapat ditentukan upaya pengendalian kontrol atau mitigasi bahayanya, melalui penyediaan
infrastruktur dan fungsi penanggulangan. Infrastruktur terdiri dari organisasi, mekanisme koordinasi, prosedur,
fasilitas dan peralatan termasuk peringatan dini serta pelatihan dan geladi kedaruratan. Hasil penyusunan
program kedaruratan tersebut hendaknya disosialiasikan kepada berbagai pihak, terutama para pekerja itu
sendiri.
Sesuai dengan amanat dalam Pasal 222 Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2014 tentang Pengelolaan
Limbah B3, maka program kedaruratan Pengelolaan B3 dan/atau Limbah B3 skala kabupaten/kota, provinsi atau
nasional menjadi bagian dari penanggulangan bencana skala kabupaten/kota, provinsi atau nasional, sesuai
hirarkinya. Secara skematis, proses penyusunan program kedaruratan sebagaimana terdapat pada Gambar 1.
GAMBAR : PROSES PENYUSUNAN PROGRAM
KEDARURATAN PENGELOLAAN B3 DAN/ATAU
LIMBAH B3
Program kedaruratan terdiri dari infrastruktur dan fungsi penanggulangan. Dokumen program
kedaruratan memuat kedua hal tersebut. Kerangka dokumen program kedaruratan yang
dapat digunakan adalah sebagai berikut:
ORGANISASI/KELEMBAGAAN
Organisasi kedaruratan sangat penting untuk mengoperasionalkan program kedaruratan
yang telah tersusun. Organisasi yang dimaksud adalah organisasi yang memiliki tugas dan
fungsi menjalankan pelaksanaan program kedaruratan Pengelolaan B3 dan/atau Limbah
B3.
Organisasi kedaruratan untuk Pengelolaan B3 dan/atau Limbah B3 dapat digabungkan
dengan organisasi kedaruratan lainnya, (misalnya digabung dengan tim kebakaran). Namun
demikian, perlu dipastikan bahwa organisasi tersebut memiliki kompetensi dalam
melaksanakan pencegahan kedaruratan, kesiapsiagaan serta penanggulangan kedaruratan.
Organisasi kedaruratan dapat bersifat sangat sederhana namun juga dapat bersifat
kompleks. Hal tersebut sesuai dengan risiko kedaruratan yang dihadapi. Apabila hasil
analisis risiko kedaruratan menunjukkan bahwa pada satu unit kerja terdapat risiko tinggi,
maka organisasi yang akan dibentuk harus dapat mengantisipasi terjadinya risiko tersebut.
Organisasi kedaruratan yang terdapat dalam dokumen Program Kedaruratan, diuraikan
mengenai kedudukan organisasi, struktur organisasi, tugas dan keanggotaan organisasi
serta hubungan organisasi dengan institusi lain yang terkait. Gambar 2 memberikan
contoh struktur organisasi di suatu kabupaten/kota:
PENANGGUNG JAWAB
BUPATI
KOORDINATOR
SEKDA SELAKU KETUA PELAKSANA
BPBD
SEKRETARIS
1.Kepala Pelaksana BPBD
2. Kepala DLH
3. Kepala Bappeda
IDENTIFIKASI KEJADIAN
Bagian ini berisi prosedur/tata cara melakukan identifikasi kejadian dan
rapid assessment/kaji cepat. Identifikasi kejadian kecelakaan Pengelolaan
B3 dan/atau Limbah B3 bertujuan untuk mengetahui informasi yang meliputi:
1. identifikasi kejadian;
2. pelaporan kejadian;
3. pengaktifan atau penugasan tim kedaruratan Pengelolaan B3 dan/atau Limbah B3;
4. tindakan mitigasi;
5. tindakan perlindungan segera;
6. tindakan perlindungan untuk petugas penanggulangan keadaan darurat, pekerja, masyarakat dan
lingkungan hidup; dan
7. pemberian informasi mengenai peringatan adanya kedaruratan pengelolaan lingkungan hidup.
TERIMA KASIH