Anda di halaman 1dari 268

PENGELOLAAN LIMBAH

BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN (B3)

Oleh :
SYAFRUDIN
CP LULUSAN PRODI S1-TL

1. Mampu merancang komponen, proses dan sistem di bidang teknik


lingkungan yang mempertimbangkan aspek hukum, ekonomi, sosial,
politik, etika, kesehatan dan keselamatan, serta keberlanjutan dalam
tataran lokal dan global. (CPL-D)
2. Mampu berkomunikasi secara efektif dalam sikap dan tulisan. (CPL-F)
3. Mampu mengidentifikasi, merumuskan dan menerapkan metode,
skill dan ilmu yang mutakhir dalam bidang kerja teknik lingkungan.
(CPL-I)
CAPAIAN
PEMBELAJARAN MK
1. Mampu menjelaskan (C2) tentang dasar-dasar limbah B3,
karakteristik dan timbulan limbah B3
2. Mampu menganalisis (C4) peraturan-peraturan pengelolaan limbah
B3 dan berbagai teknologi pengolahan limbah B3
3. Mampu mengelola (A4) limbah B3 termasuk limbah rumah sakit,
rumah tangga, jasa dan industri.
4. Mampu menganalisis (C4) resiko untuk limbah B3
MODUL KULIAH 1:
PERATURAN TERKAIT PENGELOLAAN B3
SEJARAH REGULASI
PENGELOLAN B3 DIDUNIA

& Rivers and Harbour Act (1899) berisi pelarangan pembuangan


benda-benda padat yang membahayakan pada navigasi. Peraturan ini
merupakan satu-satunya sumber peraturan perundang-undangan
lingkungan di USA sampai tahun 1954.
& Atomic Energy Act (1954) merupakan revisi Atomic Energy Act
tahun 1946 yang mengatur masalah penggunaan energi nuklir.
& National Environmental Policy Act (NEPA-1970): peraturan tentang
analisis dampak lingkungan.
& Occupational Safety and Health Act (OSHA-1970): peraturan
tentang keselamatan kerja.
& Marine Protection Research and Santuary Act (1972): peraturan
guna mencegah atau mengurangi pembuang limbah ke laut.
5
SEJARAH REGULASI
PENGELOLAN B3 DIDUNIA

& Federal Insecticide, Fungicide and Rodenticide Act (FIFRA-1972)


mengatur penyimpanan dan disposal pestisida.
& Clean Air Act (1970) tentang pencemaran udara.
& Federal Water Pollution Control Act (1972) tentang pencemaran air.
& Solid Waste Disposal Act (1965) dan Resource Recovery Act (1970)
mengatur pengolahan dan pendaur-ulangan buangan padat.
& Safe Drinking Water Act (1974) berisi tentang standar air minum.
& Toxic Substances Control Act (TSCA-1976) mengatur penggunaan
bahan kimia berbahaya yang baru dihasilkan.

6
PERATURAN B3 (3)
• & Resource Conservation and Recovery Act (RCRA-1976) mengatur pengelolaan
limbah B-3.
• & Hazardous and Solid Waste Amandements Act (HSWA-1984): tentang
perlindungan terhadap air tanah dari limbah B-3.
• & Comprehensive Environmental Response, Compensation and Liabilities Act
(CERCLA-1980) dan Superfund Amendement and Reautorization Act (SARA-1986)
tentang pengaturan dan pendanaan pembersihan site disposal B-3 yang sudah
tidak beroperasi.
• & Pollution Prevention Act (1990) berisi strategi penangan pencemaran limbah
dengan memberikan prioritas pada minimasi limbah.

Dari sekian banyak peraturan perundang-undangan tersebut di atas, maka yang


berkaitan erat dengan masalah limbah B-3 adalah TSCA (1976), RCRA (1976),
HSWA (1980), CERCLA (1980), dan SARA (1986).

7
SEJARAH REGULASI
PENGELOLAN B3 DI INDONESIA

& Undang-undang Nomor 4 Tahun 1982, kemudian diganti dengan


Undang-undang Nomor 23 tahun 1997 tentang pengelolaan
lingkungan hidup.
& Undang-undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Pengendalian dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup.
& Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 1994 berisi tentang
pengelolaan limbah B3.Kemudian tahun 1995, PP No. 19/1994
diperbaiki (bukan dicabut) dengan keluarnya PP No. 12/1995.
Peraturan tentang limbah B-3 ini kemudian dikenal sebagai PP No.
19/1994 jo PP No. 12/1995 mengatur pengelolaan limbah

8
SEJARAH REGULASI
PENGELOLAN B3 DI INDONESIA

•& Pada tahun 1999, PP No. 19/1994 jo PP No. 12/1995 dicabut, diganti dengan
PP No. 18 tahun 1999 pada bulan Februari 1999, kemudian diperbaiki lagi dengan
PP No. 85 tahun 1999 pada bulan September 1999, sehingga dikenal sebagai PP
No. 18/1999 jo PP No. 85/1999 yang merevisi beberapa definisi dan tambahan
adanya kegiatan reduksi dan teknologi bersih.
•& Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2001 Tentang Pengelolaan Bahan
Berbahaya dan Beracun,
• & Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Bahan
Berbahaya dan Beracun,
• & Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021 Tentang Pengendalian dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup , Lampiran IX tentang Pengelolaan Limbah B3

9
SEJARAH REGULASI
PENGELOLAN B3 DI INDONESIA

 Kep. Pres No. 61/1993 tentang Konvensi Basil yang berisi tentang
konvensi/tata cara transport ataupun perdagangan limbah B-3,
dimana eksportir yang bertanggung jawa seluruhnya.
 Kep.Men.Dag No. 349/Kp/XI/92 tentang pelarangan impor limbah
B-3 dan plastik bekas, kecuali Scrap Accu.
 Kep.Men.Dag No. 156/Kp/XI/95 tentang prosedur impor limbah.
Sedangkan limbah radioaktif, walaupun termasuk limbah berbahaya,
tidak termasuk yang diatur oleh PP limbah B-3 tersebut, karena telah
diatur oleh BATAN (sesuai acuan internasional).

10
SEJARAH REGULASI
PENGELOLAN B3 DI INDONESIA

 Kep.Kepala Bapedal No. 68/BAPEDAL /05/1994 Tentang Tata Cara


Memperoleh Izin Penyimpanan , Pengumpulan , Pengoperasian Alat
Pengolahan , Pengolahan dan Penimbunan Akhir Limbah B3
 Kep.Kepala Bapedal No. 01/BAPEDAL/09/1995 Tentang Tata Cara
dan Persyaratan Teknis Penyimpanan dan Pengumpulan Limbah B3.
 Kep.Kepala Bapedal No.02/BAPEDAL/09/1995 tentang Dokumen
Limbah B3.
 Kep.Kepala Bapedal No.03/BAPEDAL/09/1995 tentang Perssyaratan
Teknis Pengelolaan Limbah B3

11
SEJARAH REGULASI
PENGELOLAN B3 DI INDONESIA

 Kep.Kepala Bapedal No. 04/BAPEDAL /09/19954 Tentang Tata Cara


Persyaratan Penimbunan Hasil Pengolahan , Persyaratan Lokasi Bekas
Pengolahan dan Lokasi Bekas Penimbunan Akhir Limbah B3
Kep.Kepala Bapedal No. 05/BAPEDAL/09/1995 Tentang Simbol dan Label
Limbah B3.
Kep.Kepala Bapedal No.255/BAPEDAL/08/1996 tentang Tata Cara dan
Persyaratan Penyimpanan dan Pengumpulan Minyak Pelumas Bekas.

12
SEJARAH REGULASI
PENGELOLAN B3 DI INDONESIA

 Kep.Kep. Bapedal No. 02/BAPEDAL /01/1998 Tentang Tata Laksana


Pengawasan Pengelolaan Limbah B3 di Daerah.
Kep.Kep.Bapedal No. 03/BAPEDAL/01/1998 Tentang Penetapan
Kemitraan dalam Pengolahan Limbah B3.
 Kep.Kep.Bapedal No.04/BAPEDAL/01/1998 tentang Penetapan
Prioritas Daerah Tingkat I Program Kemitraan Dalam Pengelolaan
Limbah B3.
 Surat Edaran Kep.Bapedal No.08/SE/02/1997 tentang Penyerahan
Minyak Pelumas Bekas..

13
PERATURAN PENGANGKUTAN B3

SK Dirjen Perhubungan Darat No 725 Tahun 2004


tentang Transportasi / Pengangkutan Limbah B3

14
DASAR HUKUM
UU No.11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja ;
Pasal 61 A terkait Kewajiban Pelaku Usaha Peraturan Pemerintah No. 22 Tahun 2021
bila dalam kegiatannya akan menghasilkan tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan
limbah B3 Pengelolaan Lingkungan Hidup.
 Peraturan Pemerintah No. 5 Tahun 2021 •Ps. 43 (2) : Pengajuan dokumen Andal dan
tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha dokumen RKL-RPL harus dilengkapi dengan
Berbasis Risiko. PersetujuanTeknis
 Ps. 4 : Untuk memulai dan melakukan
kegiatan usaha, Pelaku Usaha wajib
memenuhi :a. persyaratan dasar Perizinan Pasal 449 huruf a sd huruf q Peraturan Pemerintah
Berusaha; dan/atau b. Perizinan Berusaha Nomor 22 Tahun 2021 untuk mengintegrasikan
Berbasis Risiko. Persetujuan Teknis dan/atau Surat Kelayakan
 Ps 5 (1) : Persyaratan dasar Perizinan Operasional Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya
Berusaha meliputi kesesuaian: dan Beracun ke dalam Persetujuan Lingkungan maka
diterbitkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup
a.Pemanfaatan Ruang dan Kehutanan Nomor 6 tahun 2021 tentangTata
b.Persetujuan Lingkungan Cara dan Persyaratan Pengelolaan Limbah B3 .
c.Persetujuan Bangunan Gedung
d.Sertifikasi Laik Fungsi
KEHARUSAN KELENGKAPAN PERTEK (PS 43 PP22 TH 2021)

• Pengajuan dokumen Andal dan dokumen RKL-RPL harus


dilengkapi dengan Persetujuan Teknis.
• Persetujuan Teknis sebagaimana dimaksud terdiri atas:
a. pemenuhan Baku Mutu Air Limbah;
b. pemenuhan Baku Mutu Emisi;
c. Pengelolaan Limbah B3; dan/atau
d. analisis mengenai dampak lalu lintas.
PERSETUJUAN TEKNIS DAN STANDAR TEKNIS

• Persetujuan Teknis adalah persetujuan dari


Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah
berupa ketentuan mengenai standar
perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup dan/atau analisis mengenai dampak
lalu lintas Usaha dan/atau Kegiatan sesuai
peraturan perundang-undangan.
• Standar Teknis yang ditetapkan oleh
Pemerintah, adalah standar yang
ditetapkan sebagai acuan bagi Usaha
dan/atau Kegiatan tertentu untuk
pencegahan pencemaran lingkungan
Transformasi Izin PPLH  Persetujuan
Teknis (Pertek)

UU 32/2009 dan UU 11/2020 dan


turunannya PP 101/2014 turunannya PP 22/2021
Izin PPLH, berupa:
• Pengangkutan LB3 Persetujuan Teknis dan
• Izin Tempat Penyimpanan Rincian Teknis, berupa:
Sementara TPS LB3 • Rincian Teknis penyimpanan
• Izin Pengelolaan (pengumpulan) sementara LB3;
LB3; • Pertek pengumpulan LB3;
• Izin Pengelolaan (pemanfaatan) • Pertek pemanfaatan LB3;
LB3; • Pertek pengolahan LB3;
• Izin Pengelolaan (pengolahan) LB3; • Pertek penimbunan LB3.
• Izin Pengelolaan (penimbunan) LB3.
Rujukan PermenLHK 06/2021 tentang
Rujukan PermenLH 18/2009 tentang Tata Cara Persyaratan Pengelolaan LB3
Tata Cara Perizinan Pengelolaan LB3
Pengaturan Integrasi Izin PPLH dengan Amdal dan UKL-UPL
Amanat dalam UU 11 Tahun 2020
Persetujuan tentang Cipta Kerja
Teknis Pasal 61 A
Penyimpanan,
pengumpulan,
pemanfaatan Dalam hal Penanggung jawab Usaha dan/atau
pengolahan dan Kegiatan:
penimbunan
Persetujuan LB3 a. Menghasilkan, mengangkut, mengedarkan,
Teknis Persetujuan menyimpan, memanfaatkan, dan/atau mengolah
Penyimpanan, Teknis
pengumpulan, B3;
Pembuangan air
pemanfaatan limbah ke laut b. Menghasilkan, mengangkut, mengedarkan,
pengolahan dan
penimbunan B3 Integrasi Sertifikat menyimpan, memanfaatkan, mengolah, dan/atau
menimbun Limbah B3;
dalam Layak Operasi c. Melakukan pembuangan air limbah ke laut;
dokumen Untuk d. Melakukan pembuangan air limbah ke sumber
Amdal atau air;
Operasional e. Membuang emisi ke udara; dan/atau
UKL-UPL
Persetujuan
Teknis
Persetujuan
Teknis
kegiatannya f. Memanfaatkan air limbah untuk aplikasi ke
Pemanfaatan air Pembuangan air tanah;
limbah untuk
aplikasi ke tanah
limbah ke yang merupakan bagian dari kegiatan usaha,
sumber air
pengelolaan tersebut dinyatakan dalam Amdal atau
UKL-UPL.
Sejalan dengan pengaturan Pasal 123, UU
Persetujuan
Teknis 32/2009
Membuang
emisi ke udara
PERUBAHAN MEKANISME PERIZINAN

Terdapat kewajiban kepada setiap usaha Kegiatan pengelolaan Pengumpulan 1


limbah b3 meliputi: limbah b3;
dan/atau kegiatan wajib Amdal atau
UKL-UPL yang melakukan kegiatan Pemanfaatan 2
Pengelolaan Limbah B3 wajib memiliki: Lilmbah B3
Pengolahan B
3
Persetujuan teknis Pe 3
Limbah B3 ng
PLB3 go
la
Penimbunan
ha
Lim 4n

SL0 PLB3
Limbah B3
ba
h

untuk setiap usaha dan/atau kegiatan wajib Amdal atau UKL-


UPL yang melakukan kegiatan Dumping (pembuangan Limbah
B3 wajib memiliki Persetujuan Teknis PSLB3, tanpa disertai
dengan kewajiban memiliki SLO-PLB3.
PELAKU USAHA WAJIB MEMILIKI

1. Persetujuan Teknis Pengelolaan Limbah B3 yang selanjutnya disebut


Persetujuan Teknis PLB3 adalah bentuk persetujuan teknis Pengelolaan
Limbah B3 dari Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah berdasarkan
standar Pengelolaan Limbah B3.
2. Surat Kelayakan Operasional Pengelolaan Limbah B3 yang selanjutnya
disingkat SLO-PLB3 adalahsurat kelayakan pemenuhan standar Pengelolaan
Limbah B3 dalam melaksanakan kegiatan Pengelolaan Limbah B3.
Kewenangan Penerbitan Persetujuan Teknis
Persetujuan Teknis Baku Mutu Lingkungan Hidup
1. Kewenangan penerbitan Pertek mengikuti/ sesuai dengan kewenangan penerbitan
Persetujuan Lingkungan;
2. Pengaturan terdapat dalam Pasal 8 ayat (2), PermenLHK Nomor 5 Tahun 2021 tentang
Tata Cara Penerbitan Pertek dan Surat Kelayakan Operasional Bidang Pengendalian
Pencemaran;

Persetujuan Teknis Pengelolaan Limbah B3


1. Kewenangan penerbitan Pertek sesuai dengan kewenangan penerbitan Persetujuan
Lingkungan berada di Menteri, Gubernur, atau Bupati/Walikota;
Menteri : Pengumpulan LB3 skala nasional, Pemanfaatan LB3,
Pengolahan LB3, Penimbunan LB3, Dumping (pembuangan) LB3
gubernur : Pengumpulan LB3 skala provinsi; atau
bupati/ wali kota :Pengumpulan LB3 skala kabupaten/kota
2. Pengaturan diatas terdapat dalam Pasal 221 ayat (1), PermenLHK Nomor 6 Tahun 2021
tentang Tata Cara dan Persyaratan Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun;
MODUL-2

IDENTIFIKASI DAN KARAKTERISTIK LIMBAH B3


DEFINISI LIMBAH B3

• Bahan Berbahaya dan Beracun yang selanjutnya disingkat B3 adalah zat,


energi, dan/atau komponen lain yang karena sifat, konsentrasi,
dan/atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung,
dapat mencemarkan dan/atau merusak Lingkungan Hidup, dan/atau
membahayakan Lingkungan Hidup, kesehatan, serta kelangsungan
hidup manusia dan makhluk hidup lain.
• Limbah adalah sisa suatu Usaha dan/atau Kegiatan.
• Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun yang selanjutnya disebut Limbah
B3 adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan yang mengandung B3.

24
SUMBER LIMBAHB3

• Kegiatan Industri ;
• Kegiatan Agroindustri;
• Kegiatan Rumah Sakit dan Pelayanan Kesehatan Lainnya;
• Kegiatan Migas dan Pertambangan;
• Kegiatan Domestik/Rumah Tangga;
• Kegiatan Perbengkelan;
• Kegiatan lainnya IPAL, Laboratorium, Pemanfaatan B3,
dan pengolahan.
KARAKTERISTIK LIMBAH B3

1. MUDAH MELEDAK,
2. MUDAH TERBAKAR,
3. BERSIFAT REAKTIF,
4. BERSIFAT BERACUN,
5. MENYEBABKAN INFEKSI,
6. BERSIFAT KOROSIF,
7. LIMBAH LAIN YANG APABILA DIUJI DENGAN
METODETOKSIKOLOGI DAPAT DIKETAHUI
TERMASUK DALAM JENIS LIMBAH B3

26
MODUL KULIAH 2:
PENGELOLAAN B3

IDENTIFIKASI DAN KARAKTERISASI LIMBAH B3


DEFINISI LIMBAH B3

• Bahan sisa pada suatu kegiatan yang mengandung bahan berbahaya dan/atau
beracun yang karena sifat dan/atau konsentrasinya dan/atau jumlah , baik
secara langsung maupun tidak langsung dapat merusak dan/atau
mencemarkan lingkungan hidup dan/atau dapat membahayakan kesehatan
manusia .
• Kegiatan rumah tangga, pertambangan, industri dan kegiatan lainnya.
• Termasuk bahan baku yang termasuk B3 yang tidak digunakan (rusak), sisa
kemasan, tumpahan, sisa proses, sisa oli bekas dari kapal yang memerlukan
penanganan khusus

28
KARAKTERISTIK LIMBAH B3
1. MUDAH MELEDAK,
2. MUDAH TERBAKAR,
3. BERSIFAT REAKTIF,
4. BERSIFAT BERACUN,
5. MENYEBABKAN INFEKSI,
6. BERSIFAT KOROSIF,
7. LIMBAH LAIN YANG APABILA DIUJI DENGAN METODETOKSIKOLOGI DAPAT
DIKETAHUI TERMASUK DALAM JENIS LIMBAH B3

29
LIMBAH B3 KATEGORI 1

a. memiliki karakteristik mudah meledak, mudah menyala, reaktif,


infeksius, dan/atau korosif;
b. memiliki nilai konsentrasi zat pencemar lebih besar atau sama
dengan konsentrasi zat pencemar TCLP-A, untuk karakteristik
beracun melalui uji
TCLP; dan/atau
c. memiliki nilai LD50 lebih kecil atau sama dengan 50 mg/kg (lima
puluh miligram per kilogram) berat badan hewan uji, untuk
karakteristik beracun melalui Uji Toksikologi LD50.
LIMBAH B3 KATEGORI 2

a. memiliki nilai konsentrasi zat pencemar yang memenuhi


ketentuan:
1. lebih kecil atau sama dengan nilai konsentrasi zat pencemar TCLP-A; dan
2. lebih besar dari nilai konsentrasi zat pencemar TCLP-B, untuk karakteristik
beracun melalui uji TCLP;
b. memiliki nilai LD50 yang memenuhi ketentuan:
1. lebih besar dari 50 mg/kg (lima puluh milligram per kilogram) berat badan
hewan uji; dan
2. lebih kecil dari atau sama dengan 5000 mg/kg (lima ribu miligram per kilogram)
berat badan hewan uji, untuk karakteristik beracun melalui Uji Toksikologi LD50;
dan
c. memiliki karakteristik beracun melalui uji toksikologi sub-kronis
berdasarkan hasil pengamatan terhadap pertumbuhan, akumulasi atau
biokonsentrasi, studi perilaku respon antar individu hewan uji, dan histopatologis.
LIMBAH NON B3

a. tidak memiliki karakteristik mudah meledak, mudah menyala,


reaktif, infeksius, dan/atau korosif;
b. memiliki nilai konsentrasi zat pencemar sama dengan atau lebih
kecil dari nilai konsentrasi zat pencemar TCLP-B, untuk
karakteristik beracun melalui uji TCLP;
c. memiliki nilai LD50 lebih besar dari 5000 mg/kg (lima ribu
miligram per kilogram) berat badan hewan uji, untuk karakteristik
beracun melalui Uji Toksikologi LD50; dan
d. tidak memiliki karakteristik beracun melalui uji toksikologi sub-
kronis berdasarkan hasil pengamatan terhadap pertumbuhan,
akumulasi atau biokonsentrasi, studi perilaku respon antar individu
hewan uji, dan histopatologis.
CIRI LIMBAH DAN BAHAN B3
SIMBOL /LAMBANG B3
LIMBAH MUDAH MELEDAK
Limbah B3 mudah meledak (mudah meledak)
adalah Limbah yang pada suhu dan tekanan
standar yaitu 25oC (dua puluh lima derajat
Celcius) atau 760 mmHg (tujuh ratus enam
puluh millimeters of mercury) dapat meledak,
atau melalui reaksi kimia dan/atau fisika dapat
menghasilkan gas dengan suhu dan tekanan
tinggi yang dengan cepat dapat merusak
lingkungan sekitarnya.

43
UJI KARAKTERISTIK MUDAH MELEDAK

• Uji karakteristik Mudah Meledak


dilakukan dengan metode uji Methods of
Evaluating Explosive Reactivity of
Explosive-Contaminated Solid Waste
Substances-Report of Investigations
9217, Bureau of Mines, United States
Department of The Interior;
LIMBAH MUDAH TERBAKAR
a) Limbah berupa cairan yang mengandung alkohol kurang dari 24%
(dua puluh empat persen) volume dan/atau pada titik nyala tidak lebih
dari 60oC (enam puluh derajat Celcius) atau 140oF (seratus empat
puluh derajat Fahrenheit) akan menyala jika terjadi kontak dengan api,
percikan api atau sumber nyala lain pada tekanan udara 760 mmHg
(tujuh ratus enam puluh millimeters of mercury). Pengujian sifat mudah
menyala untuk limbah bersifat cair dilakukan menggunakan seta closed
tester, pensky martens closed cup, atau metode lain yang setara dan
termutakhir; dan/atau

b) Limbah yang bukan berupa cairan, yang pada temperatur dan tekanan standar yaitu 25oC
(dua puluh lima derajat Celcius) atau 760 mmHg (tujuh ratus enam puluh millimeters of mercury)
mudah menyala melalui gesekan, penyerapan uap air atau perubahan kimia secara spontan dan
jika menyala dapat menyebabkan nyala terus menerus. Sifat ini dapat diketahui secara langsung
tanpa harus melalui pengujian di laboratorium.

45
UJI KARAKTERISTIK MUDAH MENYALA

• uji karakteristik mudah menyala dilakukan


dengan metode uji:
1. Standar Nasional Indonesia 7184.3:2011,
Karakteristik Limbah Bahan Berbahaya
Beracun (B3) – Bagian 3: Cara Uji Titik
Nyala Dalam Limbah Cair dan Semi Padat;
atau
2. Metode 1030 – United States
Environmental Protection Agency (US-
EPA): Ignitability Of Solids;
LIMBAH BERSIFAT REAKTIF

a) Limbah yang pada keadaan normal tidak stabil dan


dapat menyebabkan perubahan tanpa peledakan. Limbah
ini secara visual menunjukkan adanya antara lain
gelembung gas, asap, dan perubahan warna;
b) Limbah yang jika bercampur dengan air berpotensi
menimbulkan ledakan, menghasilkan gas, uap, atau asap.
Sifat ini dapat diketahui secara langsung tanpa melalui
pengujian di laboratorium; dan/atau
c) Merupakan Limbah sianida, sulfida yang pada kondisi
pH antara 2 (dua) dan 12,5 (dua belas koma lima) dapat
menghasilkan gas, uap, atau asap beracun. Sifat ini dapat
diketahui melalui pengujian Limbah yang dilakukan secara
kualitatif..

47
UJI KARAKTERISTIK REAKTIF

• uji karakteristik reaktif dilakukan dengan


metode uji:
1. metode 1040 – United States
Environmental Protection Agency (US-
EPA): Test Method For Oxidizing Solids;
dan
2. metode 1050 – United States
Environmental Protection Agency (US-
EPA): Test Methods To Determine
Substances Likely To Spontaneously
Combust;
LIMBAH BERSIFAT INFEKSIUS
Limbah B3 bersifat infeksius yaitu Limbah medis padat yang terkontaminasi
organisme patogen yang tidak secara rutin ada di lingkungan, dan
organisme tersebut dalam jumlah dan virulensi yang cukup untuk
menularkan penyakit pada manusia rentan. Yang ermasuk ke dalam
Limbah infeksius antara lain:
a) Limbah yang berasal dari perawatan pasien yang memerlukan isolasi
penyakit menular atau perawatan intensif dan Limbah laboratorium;
b) Limbah yang berupa benda tajam seperti jarum suntik, perlengkapan
intravena, pipet pasteur, dan pecahan gelas;
c) Limbah patologi yang merupakan Limbah jaringan tubuh yang terbuang
dari proses bedah atau otopsi;
d) Limbah yang berasal dari pembiakan dan stok bahan infeksius,
organ binatang percobaan, bahan lain yang telah diinokulasi, dan terinfeksi
atau kontak dengan bahan yang sangat infeksius; dan/atau
e) Limbah sitotoksik yaitu Limbah dari bahan yang terkontaminasi dari
persiapan dan pemberian obat sitotoksik untuk kemoterapi kanker yang
mempunyai kemampuan membunuh atau menghambat pertumbuhan sel
hidup

49
UJI KARAKTERISTIK INFEKSIUS

Uji Karakteristik Infeksius dilakukan dengan


metode Standard Methods for Examination of
Water and Wastewater - American Public Health
Association - American Water Works Association
(APHA-AWWA):
1. 9260, untuk bakteria;
2. 9510, untuk virus enterik; dan
3. 9610, untuk fungi,
hasil ujinya dibandingkan dengan daftar
mikroorganisme penyebab infeksi yang
diterbitkan oleh instansi yang bertanggungjawab
di bidang kesehatan;
LIMBAH BERSIFAT KOROSIF
Limbah B3 korosif adalah Limbah yang memiliki
salah satu atau lebih sifat-sifat berikut:
a) Limbah dengan pH sama atau kurang dari 2 (dua) untuk
Limbah bersifat asam dan sama atau lebih besar dari 12,5 (dua
belas koma lima) untuk yang bersifat basa. Sifat korosif dari
Limbah padat dilakukan dengan mencampurkan Limbah
dengan air sesuai dengan metode yang berlaku dan jika limbah
dengan pH lebih kecil atau sama dengan 2 (dua) untuk Limbah
bersifat asam dan pH lebih besar atau sama dengan 12,5 (dua
belas koma lima) untuk yang bersifat basa; dan/atau.
b) Limbah yang menyebabkan tingkat iritasi yang ditandai dengan
adanya kemerahan atau eritema dan pembengkakan atau edema.
Sifat ini dapat diketahui dengan melakukan pengujian pada hewan
uji mencit dengan menggunakan metode yang berlaku

51
LIMBAH BERSIFAT RACUN

LIMBAH B3 BERACUN ADALAH LIMBAH YANG MEMILIKI


KARAKTERISTIK BERACUN BERDASARKAN UJI
PENENTUAN KARAKTERISTIK BERACUN MELALUI TCLP,
UJI TOKSIKOLOGI LD50, DAN UJI SUB-KRONIK.

52
TOXICITY CHARACTERISTIC LEACHING PROCEDURE

PROSEDUR PELINDIAN KARAKTERISTIK BERACUN (TOXICITY CHARACTERISTIC LEACHING PROCEDURE)


YANG SELANJUTNYA DISINGKAT TCLP ADALAH PROSEDUR LABORATORIUM UNTUK MEMPREDIKSI
POTENSI PELINDIAN B3 DARI SUATU LIMBAH.

1) Limbah diidentifikasi sebagai Limbah B3 kategori 1 jika Limbah memiliki


konsentrasi zat pencemar lebih besar dari TCLP-A sebagaimana tercantum dalam
Lampiran 1 Peraturan Menteri LHK No 6 Tahun 2021 .

2) Limbah diidentifikasi sebagai Limbah B3 kategori 2 jika Limbah memiliki konsentrasi


zat pencemar sama dengan atau lebih kecil dari TCLP-A dan lebih besar dari TCLP-B
sebagaimana tercantum dalam Lampiran 2 Peraturan Menteri LHK No 6 Tahun 2021 .
.
UJI TOKSIKOLOGI
Uji Toksikologi Lethal Dose-50 yang selanjutnya disebut Uji Toksikologi LD50 adalah uji hayati untuk
mengukur hubungan dosis-respon antara Limbah B3 dengan kematian hewan uji yang menghasilkan 50%
(lima puluh persen) respon kematian pada populasi hewan uji.

A. NILAI UJI TOKSIKOLOGI LD50 DIHASILKAN DARI UJI


TOKSIKOLOGI, YAITU PENENTUAN SIFAT AKUT
LIMBAH MELALUI UJI HAYATI UNTUK MENGUKUR
HUBUNGAN DOSIS-RESPON ANTARA LIMBAH
DENGAN KEMATIAN HEWAN UJI.
B. NILAI UJI TOKSIKOLOGI LD50 DIPEROLEH DARI
ANALISIS PROBIT TERHADAP HEWAN UJI.
PENENTUAN KARAKTERISTIK BERACUN
MELALUI TCLP

1) Limbah diidentifikasi sebagai Limbah B3 kategori 1 jika


Limbah memiliki konsentrasi zat pencemar lebih besar
dari TCLP-A sebagaimana tercantum dalam Apendik III
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Lampiran
IX Peraturan Pemerintah 22 Tahun 2021 .
2) Limbah diidentifikasi sebagai Limbah B3 kategori 2 jika
Limbah memiliki konsentrasi zat pencemar sama dengan
atau lebih kecil dari TCLP-A dan lebih besar dari TCLP-B
sebagaimana tercantum dalam Apendik III pada Lampiran
IX PP 22 tahun 2021.
UJI TOKSIKOLOGI

Limbah diidentifikasi sebagai Limbah B3 kategori 1 jika memiliki nilai sama


dengan atau lebih kecil dari Uji Toksikologi LD50 oral 7 (tujuh) hari dengan
nilai lebih kecil atau sama dengan50 mg/kg (lima puluh miligram per
kilogram)berat badan pada hewan uji mencit.
Limbah diidentifikasi sebagai Limbah B3kategori 2 jika memiliki nilai lebih
besar dari Uji Toksikologi LD50 oral 7 (tujuh) hari dengan nilai lebih kecil atau
sama dengan 50 mg/kg (lima puluh miligram per kilogram) berat badan pada
hewan uji mencit dan lebih kecil atau sama dari Uji Toksikologi LD50 oral 7
(tujuh) hari dengan nilai lebih kecil atau sama dengan 5000 mg/kg (lima ribu
miligram per kilogram) berat badan pada hewan uji mencit.
Nilai Uji Toksikologi LD50 dihasilkan dari uji toksikologi, yaitu penentuan sifat
akut limbahmelalui uji hayati untuk mengukur hubungan dosis-respon antara
limbah dengan kematian hewan uji. Nilai Uji Toksikologi LD50 diperoleh dari
analisis probit terhadap hewan uji.
SUB KRONIS
Limbah diidentifikasi sebagai Limbah B3 kategori 2 jika uji
toksikologi sub-kronis pada hewan uji mencit selama 90 (sembilan
puluh) hari menunjukkan sifat racun sub-kronis, berdasarkan hasil
pengamatan terhadap pertumbuhan, akumulasi atau
biokonsentrasi, studi perilaku respon antarindividu hewan uji,
dan/atau histopatologis.
MODUL-3

SUMBER DAN NOMENKLATUR KODE LIMBAH B3


JENIS LIMBAH B3 SESUAI SESUAI SUMBERNYA
(LAMPIRAN IX PP22 TAHUN 2021)

a. Limbah B3 dari sumber tidak spesifik;


b. Limbah B3 dari B3 kedaluwarsa, B3 yang tumpah,
B3 yang tidak memenuhi spesifikasi produk yang akan
dibuang, dan bekas kemasan B3; dan
c. Limbah B3 dari sumber spesifik..

59
JENIS LIMBAH B3 DARI SUMBER TIDAK SPESIFIK
(LAMPIRAN IX PP22 TAHUN 2021)

LIMBAH B3 YANG BERASAL BUKAN DARI


PROSES UTAMANYA, TETAPI BERASAL
DARI KEGIATAN PEMELIHARAAN ALAT ,
PENCUCIAN, INHIBITOR KOROSI,
PELARUTAN PERAK, PENGEMASAN DAN
LAIN-LAIN.

60
JENIS LIMBAH B3 DARI SUMBER SPESIFIK (LAMPIRAN IX PP22 TH 2021)

• Limbah B3 yang berasal Limbah B3 sisa proses suatu industri atau kegiatan
tertentu .
• Limbah B3 dari sumber spesifik merupakan Limbah B3 sisa proses suatu industri
atau kegiatan yang secara spesifik dapat ditentukan.

LIMBAH B3 DARI SUMBER SPESIFIK MELIPUTI:


A. LIMBAH B3 DARI SUMBER SPESIFIK UMUM;
B. LIMBAH B3 DARI SUMBER SPESIFIK KHUSUS YANG MEMILIKI EFEK TUNDA (DELAYED
EFFECT), BERDAMPAK TIDAK LANGSUNG TERHADAP MANUSIA DAN LINGKUNGAN HIDUP,
MEMILIKI KARAKTERISTIK BERACUN TIDAK AKUT, DAN DIHASILKAN DALAM JUMLAH YANG
BESAR PER SATUAN WAKTU.

61
SUMBER SPESIFIK

• Dari sumber spesifik adalah sisa suatu proses industri


yang secara spesifik dapat ditentukan dan berasal dari
kegiatan utama industri terkait. Contoh jenis ini adalah
limbah rumah sakit dan limbah laboratorium.
DAFTAR LIMBAH B3 DARI SUMBER TIDAK SPESIFIK
(LAMPIRAN IX PP22 TAHUN 2021)
DAFTAR LIMBAH B3 KADALUARSA , TUMPAHAN DAN KEMASAN DAN LAINNYA
(LAMPIRAN IX PP22 TAHUN 2021)
DAFTAR LIMBAH B3 DARI SUMBER SPESIFIK KHUSUS
(LAMPIRAN IX PP22 TAHUN 2021)
DAFTAR LIMBAH B3 DARI SUMBER SPESIFIK UMUM
(LAMPIRAN IX PP22 TAHUN 2021)
DAFTAR LIMBAH B3 DARI SUMBER SPESIFIK UMUM
(LAMPIRAN IX PP22 TAHUN 2021)
SEBUAH INDUSTRI “ X “ MEMILIKI PROSES
OFFGAS
5,90 t/hr

Of f Gas Of f Gas UNIT 23 UNIT 24 SULFUR


1,13 t/hr 5,94 t/hr AMINE TR SRU 1.3 t/hr

Acid Gas ex SWS


Naphtha NAPHTHA
26,46
29,61 t/hr

Kerosene KEROSENE
60,96 t/hr 69,96 t/hr
Of f Gas
1,09 REFINERY FUEL GAS
5 TON/DAY
H2
0,745
UNIT 14 W Naphtha PROPYELENE
GO HTU 1,32 t/hr To Unit 11
Ttl GO 603 TON/DAY
167,4 t/hr
GASOIL LPG
165,72 t/hr 625 TON/DAY
W Naphtha LGO
ex GO/LCO
91,42 t/hr PREMIUM
11,83 t/hr
57.500 BPSD
Duri UNIT 11
42 603,14 PREMIX
C.D.U HGO
T-101 43,16 t/hr W. NAPHTHA 10.000 BPSD
3,15 t/hr
Minas Crude
42 150,78 753,92 OFF GAS PROPYLENE SUPER TT
T-102 3,23 t/hr 25,10 t/hr 580 BPSD

Of f Gas C3 Mix UNIT 19 PROPANE KEROSENE


Waste Gas 25,80 32,29 P.R.U
58,28 AR
7,18 t/hr 9.300 BPSD
Kerosene
542,62t/h 9,27 t/hr LPG
Nat Gas 82,69 t/hr
25,92 UNIT 17 BUTANE ADO
H2
9,82 UNIT 12 LPG TR 18,84 t/hr 29.600 BPSD
UNIT 22
Steam H2 PL ARHDM C4 Mix
85,00 GASOIL 50,40 UNIT 20 POLYGASOLINE IDO
AR 32,78 UNIT 16 t/hr C.C.U
365,7 U.G.C 29,49 t/hr 7.000 BPSD
Condensat
e Naphtha
42 232,82 UNIT 18 NAPHTHA IFO
T-104 NAP TR 232,82 t/hr 8.500 BPSD
DMAR
327,07 Coke
42
SULFUR FLAKE
38,25 t/hr To Regenerator
T-105 27 TON/DAY

AR H2 Of f Gas
176,9 t/hr 0,99 t/hr 0,49 t/hr To Unit 23
UNIT 15
Ttl Resid UNIT 21
R.C.C LCO W Naphtha
505,5 t/hr LCO HTU
84,59 t/hr 6,5 t/hr To Unit 11

LIGHT CYCLE OIL


77,58 t/hr

DCO DECANT OIL


40,90 t/hr 40.90 t/hr
INDUSTRI “ X “ MENGHASILKAN LIMBAH B3
Kategori
No Jenis Limbah No. Unit Unit Kategori Limbah B3 Sumber Limbah Karakteristik Kode Limbah
Bahaya

1 1 Cake IPAL 63 EWT Sumber Spesifik Umum Diluar Proses Produksi Beracun A307-1

2 1 Material Terkontaminasi General Sumber Tidak Spesifik Diluar Proses Produksi Beracun A108d

3 1 Rockwool General Sumber Tidak Spesifik Diluar Proses Produksi Beracun A108d

4 1 Lumpur Ex-Cleaning General Sumber Spesifik Umum Diluar Proses Produksi Beracun A307-1

5 1 Chemical Bekas General Sumber Tidak Spesifik Diluar Proses Produksi Beracun A106d

Beracun, Padatan
6 1 Coke RCC 15 RCC Sumber Spesifik Umum Proses Produksi A306-3
Mudah Terbakar

7 1 Sludge Oil Sumber Spesifik Umum Proses Produksi Beracun A307-1

8 2 Filter bekas General Sumber Spesifik Umum Diluar Proses Produksi Beracun B307-3
INDUSTRI “ X “ MENGHASILKAN LIMBAH B3
Kategori
No Jenis Limbah No. Unit Unit Kategori Limbah B3 Sumber Limbah Karakteristik Kode Limbah
Bahaya

Sumber Spesifik Diluar Proses


9 2 Ex- Sandblast General Beracun B323-1
Umum Produksi
Sumber Spesifik Diluar Proses
10 2 Kemasan Limbah Lab Laboratorium Beracun B104d
Umum Produksi
Sumber Tidak Diluar Proses
11 2 Ex-Lampu TL General Beracun B107d
Spesifik Produksi
Sumber Tidak Cairan Mudah
12 2 Spent Lube Oil General Proses Produksi B105d
Spesifik Menyala

19,22,23,24, PRU, H2, Amine, Sumber Spesifik


13 2 Spent Absorben Proses Produksi Beracun B306-2
55 SWS, UTL Umum

ARDHM, RCC,
12, 15, 19,
PRU, CCU, LCO, Sumber Spesifik Beracun, Padatan
14 2 Spent Catalyst 20,14,21,22, Proses Produksi B307-2
GO, H2, NHT, Umum Mudah Menyala
31,32,33
Platforming, Penex

Sumber Tidak Diluar Proses Padatan Mudah


15 2 Karbon Aktif 55 UTL B307-2
Spesifik Produksi Menyala
INDUSTRI “ X “ MENGHASILKAN LIMBAH B3
Kategori Kategori Limbah Kode
T Jenis Limbah No. Unit Unit Sumber Limbah Karakteristik
Bahaya B3 Limbah

Sumber Tidak Diluar Proses Padatan Mudah


2 Catridge General B321-4
16 Spesifik Produksi Menyala

Sumber Tidak
17 2 Resin Demin 55 UTL Proses Produksi Beracun B106d
Spesifik

Sumber Spesifik Diluar Proses


18 2 Aki/Baterai Bekas General Beracun B327-1
Umum Produksi

Beracun,
Sumber Spesifik
19 2 Sulfur 25 Sulfur Plant Proses Produksi Padatan Mudah B301-4
Umum
Menyala

Sumber Spesifik Diluar Proses


20 2 Spent Refractory General Beracun B417
Umum Produksi

Tanah Sumber Spesifik Diluar Proses


21 1 General Beracun A108d
Terkontaminasi Tidak Umum Produksi
PENGELOLAAN LIMBAH B3 INDUSTRI “ X “
JUMLAH LIMBAH (TON) PERLAKUAN PENGELOLAAN (TON)

No LIMBAH Periode Diman Diserahkan


Awal Disimpan Diolah Ditimbun di Landfill Total (ton)
Sebelumnya faatkan ke Pihak Ketiga

LIMBAH PADAT
1 Spent catalyst 274,29 110,032 0 0 0 164,26 274,292

Tanah
2 294,29 294,292 0 0 0 0 294,292
terkontaminasi
3 Rockwool 2,432 2,432 0 0 0 0 2,432
Material
4 18,172 18,172 0 0 0 0 18,172
terkontaminasi
5 Filter Bekas 0,203 0,203 0 0 0 0 0,203
Kemasan limbah
6 0,688 0,688 0 0 0 0 0,688
lab

Catridge/toner
7 0,248 0,248 0 0 0 0 0,248
printer bekas
8 Ex sandblast 71,404 71,404 0 0 0 0 71,404

9 Spent adsorber 2,903 2,903 0 0 0 0 2,903

10 Spent catalyst 480,78 1,53 0 0 0 479,25 480,775

Lampu Neon/TL
11 0,462 0,462 0 0 0 0 0,462
Bekas

12 Karbon Aktif 1,788 1,788 0 0 0 0 1,788


13 Resin Demin 1,164 1,164 0 0 0 0 1,164
Spent catalyst
14 493,01 493,008 0 0 0 0 493,008
AHU
15 Sludge Oil 39,6 39,6 0 0 0 0 39,6
Total 1681,434 1037,926 0 0 0 643,51 1681,431
PENGELOLAAN LIMBAH B3 INDUSTRI “ X “

JUMLAH LIMBAH (TON) PERLAKUAN PENGELOLAAN (TON)


No LIMBAH Total (ton)
Periode Ditimbun di Diserahkan
Awal Disimpan Dimanfaatkan Diolah
Sebelumnya Landfill ke Pihak Ketiga
LIMBAH CAIR B3

Spent Lube
1 14,596 14,596 0 0 0 0
Oil
14,596

Chemical
2 33,795 33,795 0 0 0 0
bekas
33,795
Total 1729,83 1086,32 0 0 0 643,51 1729,83
100% 0 0 0 100%
Presentase Penataan
100%
MODUL KULIAH 4:

KONSEP DASAR
PENGELOLAAN LIMBAH B3
TATA PROSEDUR PENGELOLAAN
DAN PENGAWASAN DILAPANGAN
 Bagaimana limbah direduksi kehadirannya ?
 Bagaimana limbah didaur ulang, agar yang ditangani lebih sedikit ?
 Bila limbah sudah terkendali, bagaimana menyimpan (storage) dan
mengumpul-kannya ?
 Bagaimana memindahkan limbah cair dari satu tempat ke tempat lain ?
 Bagaimana limbah ditangani agar lebih mudah dalam
pengangkutan/pengalihan (pre-treatment) ?
 Bagaimana limbah diolah ?
 Bagaimana limbah disingkirkan, misalnya ke landfilling ?
 Bagaimana kontrol terhadap dampak yang ditimbulkannya ?
 Bila sebuah media telah tercemar limbah, bagaimana memperbaikinya ?

76
TUJUAN PENGELOLAAN B3

mencegah dan menanggulangi pencemaran dan /


atau kerusakan lingkungan hidup yang diakibatkan
oleh limbah serta
melakukan pemulihan kualitas lingkungan yang
sudah tercemar sehingga sesuai fungsinya kembali.

77
DIAGRAM ALIR
PENGELOLAAN LIMBAH B3
Proses
Sumber Limbah
Bersih
Limbah

Penyimpanan

Pengumpulan

Pendekatan
Daur
End of pipe
Pengola Angkut/ Alirkan
Ulang
han
5R

Penyingkiran/
Penimbunan

79
PENGERTIAN CRADLE TO GRAVE

 Diadopsi dari RCRA (USA)


 Isi identifikasi limbah
 persyaratan-persyaratan teknis
 upaya sistematis pengelolaan limbah
 Prinsip : kaitan antara Generator (penghasil), transporter
(pengangkut), sarana treatment (pengolah), storage (penyimpan dan
pengumpula) dan sarana disposal (penimbun).
 Generator adalah penghasil (creator) limbah yang harus dianalisis
sesuai aturan RCRA subtitle C (USA) atau PP No. 101 th 2014
(Indonesia). Di Indonesia, generator yang menghasilkan limbah lebih
dari 50 kg/hari, tidak boleh menyimpan limbah lebih dari 90 hari
(harus diserahkan kepada pengumpul atau pemanfaat atau pengolah
atau penimbun limbah B-3).

80
PENGELOLAAN LIMBAH B3
KONSEP CRADLE TO GRAVE

(5) Cradle
Badan Pengelola: Generator
-DINAS LINGKUNGAN (penghasil)
HIDUP (6) + (1)
(1,2,3,4)
(5) + (2)

Transporter
(Pengangkut) (1)
(4)

(1,2,3)

(2) Treatment (pengolah )


Storage (penyimpan
/pengumpulan )
Bupati/ Disposal (penimbun) Grave
Walikota (3)

82
KONSEP PENANGGULANGAN LIMBAH

Manfaatkan
Sebelum sebagai bahan
Minimasi
terbentuk baku

Konsep -daur ulang


Setelah -pengolahan
penanggulangan terbentuk
limbah -Penimbunan

Setelah
mencemari Remediasi-
lingkungan Rehabilitasi

83
PENGURANGAN/ MINIMASI LIMBAH B3

1. Setiap Orang yang menghasilkan Limbah B3 wajib melakukan


Pengurangan Limbah B3 , dapat dilakukan melalui:
a. substitusi bahan;
b. modifikasi proses; dan/atau
c. penggunaan teknologi ramah lingkungan.
2. Substitusi bahan dapat dilakukan melalui pemilihan bahan baku
dan/atau bahan penolong yang semula mengandung B3
digantikan dengan bahan baku dan/atau bahan penolong yang
tidak mengandung B3.
3. Modifikasi proses dapat dilakukan melalui pemilihan dan
penerapan proses produksi yang lebih efisien.
TEKNIK MINIMASI LIMBAH

Teknik Minimasi Limbah

Pengurangan di Daur Ulang


Sumber (on dan in Site)

Penggantian produk: Kontrol Pemanfaatan kembali: Reklamasi:


-Substitusi di sumber - Kembali ke proses awal -Diproses untuk
-Konservasi
-Bahan baku untuk proses kemungkinan
-Komposisi produk
lain pemanfaatan
-Diproses sebagai by
product

Penggantian bahan masuk: Penggantian teknologi: Pengoperasian yang baik:


-Pemurnian -Proses -Prosedural
-Substitusi -Peralatan perpipaan, tata -Pencegahan kebocoran
letak -Praktek pengelolaan
-Kemungkinan otomatisasi -Pemisahan limbah
-Tata cara operasi -Peningkatan penanganan bahan
-Penjadwalan

85
MODUL 4 :
KOMPONEN DAN KEWAJIBAN MODA
PENGELOLAAN LIMBAH B3
KOMPONEN PENGELOLA LIMBAH B3

• Penghasil limbah B3 adalah setiap orang atau badan usaha yang menghasilkan
limbah B3 dan menyimpan sementara limbah tersebut di dalam lokasi kegiatannya
sebelum limbah B3 tersebut diserahkan kepada pengumpul atau pengolah limbah
B3. Penghasil limbah B3 juga berlaku sebagai Pemanfaat Limbah B3.

• Pengumpul limbah B3 adalah badan usaha yang melakukan kegiatan


pengumpulan limbah B3 dari penghasil dan pemanfaat limbah B3 dengan maksud
menyimpan sementara untuk diserahkan kepada pengolah limbah B3.
• Pengangkut Limbah B3 adalah badan usaha yang melakukan kegiatan
pengangkutan limbah B3 dari penghasil ke pengumpul limbah B3 atau ke
Pengolah limbah B3.

• Pengolah Limbah B3 adalah badan usaha yang mengoperasikan sarana


pengolahan limbah B3 termasuk penimbunan akhir hasil pengolahannya.
87
PENERBITAN IZIN
KEGIATAN PRODUKSI
PT PERTAMINA (PERSERO) UP-VI BALONGAN
MATERIAL BALANCE UNIT PROSES
OFFGAS
5,90 t/hr

Of f Gas Of f Gas UNIT 23 UNIT 24 SULFUR


1,13 t/hr 5,94 t/hr AMINE TR SRU 1.3 t/hr

Acid Gas ex SWS


Naphtha NAPHTHA
26,46
29,61 t/hr

Kerosene KEROSENE
60,96 t/hr 69,96 t/hr
Of f Gas
1,09 REFINERY FUEL GAS
5 TON/DAY
H2
0,745
UNIT 14 W Naphtha PROPYELENE
GO HTU 1,32 t/hr To Unit 11
Ttl GO 603 TON/DAY
167,4 t/hr
GASOIL LPG
165,72 t/hr 625 TON/DAY
W Naphtha LGO
ex GO/LCO
91,42 t/hr PREMIUM
11,83 t/hr
57.500 BPSD
Duri UNIT 11
42 603,14 PREMIX
C.D.U HGO
T-101 43,16 t/hr W. NAPHTHA 10.000 BPSD
3,15 t/hr
Minas Crude
42 150,78 753,92 OFF GAS PROPYLENE SUPER TT
T-102 3,23 t/hr 25,10 t/hr 580 BPSD

Of f Gas C3 Mix UNIT 19 PROPANE KEROSENE


Waste Gas 25,80 32,29 P.R.U
58,28 AR
7,18 t/hr 9.300 BPSD
Kerosene
542,62t/h 9,27 t/hr LPG
Nat Gas 82,69 t/hr
25,92 UNIT 17 BUTANE ADO
H2
9,82 UNIT 12 LPG TR 18,84 t/hr 29.600 BPSD
UNIT 22
Steam H2 PL ARHDM C4 Mix
85,00 GASOIL 50,40 UNIT 20 POLYGASOLINE IDO
AR 32,78 UNIT 16 t/hr C.C.U
365,7 U.G.C 29,49 t/hr 7.000 BPSD
Condensat
e Naphtha
42 232,82 UNIT 18 NAPHTHA IFO
T-104 NAP TR 232,82 t/hr 8.500 BPSD
DMAR
327,07 Coke
42
SULFUR FLAKE
38,25 t/hr To Regenerator
T-105 27 TON/DAY

AR H2 Of f Gas
176,9 t/hr 0,99 t/hr 0,49 t/hr To Unit 23
UNIT 15
Ttl Resid UNIT 21
R.C.C LCO W Naphtha
505,5 t/hr LCO HTU
84,59 t/hr 6,5 t/hr To Unit 11

LIGHT CYCLE OIL


77,58 t/hr

DCO DECANT OIL


40,90 t/hr 40.90 t/hr
PENGELOLAAN LIMBAH B3

Identifikasi
dan
Inventarisasi

Pengangkutan Pengurangan

Pelabelan Pengemasan

Penyimpanan
Sementara
LIMBAH B3 TERIDENTIFIKASI

Kategori Kategori Limbah Kode


No Jenis Limbah No. Unit Unit Sumber Limbah Karakteristik
Bahaya B3 Limbah
Sumber Spesifik Diluar Proses
9 2 Ex- Sandblast General Beracun B323-1
Umum Produksi
Kemasan Limbah Sumber Spesifik Diluar Proses
10 2 Laboratorium Beracun B104d
Lab Umum Produksi
Sumber Tidak Diluar Proses
11 2 Ex-Lampu TL General Beracun B107d
Spesifik Produksi
Sumber Tidak Cairan Mudah
12 2 Spent Lube Oil General Proses Produksi B105d
Spesifik Menyala
PRU, H2,
19,22,23, Sumber Spesifik
13 2 Spent Absorben Amine, SWS, Proses Produksi Beracun B306-2
24,55 Umum
UTL
ARDHM,
12, 15,
RCC, PRU,
19, Beracun,
CCU, LCO, Sumber Spesifik
14 2 Spent Catalyst 20,14,21, Proses Produksi Padatan Mudah B307-2
GO, H2, NHT, Umum
22,31,32, Menyala
Platforming,
33
Penex
Sumber Tidak Diluar Proses Padatan Mudah
15 2 Karbon Aktif 55 UTL B307-2
Spesifik Produksi Menyala
LIMBAH B3 TERIDENTIFIKASI

Kategori Kategori Sumber Kode


T Jenis Limbah No. Unit Unit Karakteristik
Bahaya Limbah B3 Limbah Limbah
Padatan
Sumber Tidak Diluar Proses
2 Catridge General Mudah B321-4
16 Spesifik Produksi
Menyala
Sumber Tidak Proses
17 2 Resin Demin 55 UTL Beracun B106d
Spesifik Produksi
Sumber
Aki/Baterai Diluar Proses
18 2 General Spesifik Beracun B327-1
Bekas Produksi
Umum
Beracun,
Sumber
Proses Padatan
19 2 Sulfur 25 Sulfur Plant Spesifik B301-4
Produksi Mudah
Umum
Menyala
Sumber
Spent Diluar Proses
20 2 General Spesifik Beracun B417
Refractory Produksi
Umum
Sumber
Tanah Diluar Proses
21 1 General Spesifik Tidak Beracun A108d
Terkontaminasi Produksi
Umum
SUMBER LIMBAH B3 PERIODE JANUARI-
MARET 2016

Proses Produksi Operation and Perkantoran Laboratorium


Maintanance

Limbah Padat Limbah Cair

Limbah Limbah Limbah Limbah


Padat non Padat B3 Cair non Cair B3
B3 983,637 B3 155,229
ton ton

Diserahkan ke
pihak ketiga
1138,866 ton
LIMBAH B3 PERIODE JANUARI-MARET 2016

Jumlah Limbah (ton) Perlakuan Pengelolaan (ton)


Diserahkan
No Limbah Periode Dimanfaat Ditimbun di
Awal Disimpan Diolah ke Pihak Total
Sebelumnya kan Landfill
Ketiga (ton)
Limbah Padat
Spent
1 587,55 0 0 0 0 587,55 587,55
catalyst
Tanah
2 terkontam 45,05 0 0 0 0 45,05 45,05
inasi
3 Rockwool 44,162 0 0 0 0 44,162 44,162
Material
4 terkontam 13,211 0 0 0 0 13,211 13,211
inasi
Filter
5 0,362 0 0 0 0 0,362 0,362
Bekas
Kemasan
6 1,556 0 0 0 0 1,556 1,556
limbah lab
Catridge/
toner
7 0,069 0 0 0 0 0,069 0,069
printer
bekas
Ex
8 61,354 0 0 0 0 61,354 61,354
sandblast
Jumlah Limbah (ton) Perlakuan Pengelolaan (ton)

Diserahkan
No Limbah Periode Diman Di Ditimbun Total (ton)
Awal Disimpan ke Pihak
Sebelumnya faatkan olah di Landfill
Ketiga

Limbah Cair

Spent Lube
1 17,456 0 0 0 0 17,456 17,456
Oil

Chemi-cal
2 137,773 0 0 0 0 137,773
bekas 137,773

1138,
Total 0 0 0 0 1138,866 1138,866
866
100% 0 0 0 100%
Presentase Penataan
100%
PENGHASIL LIMBAH B3
KEWAJIBAN PENGHASIL LIMBAH B3
(1)
• Setiap Orang yang menghasilkan Limbah B3 wajib melakukan Penyimpanan
Limbah B3 dan dilarang melakukan pencampuran Limbah B3 yang
disimpannya.
• Fasilitas Penyimpanan Limbah B3 yang sesuai dengan jumlah Limbah B3,
karakteristik Limbah B3, dan dilengkapi dengan upaya pengendalian
Pencemaran Lingkungan Hidup;
• Penghasil limbah B3 dapat menyimpan paling lama sembilan puluh (90) hari
sebelum menyerahkannya kepada pengumpul atau pengolah limbah B3.
• Penyimpanan ini dilakukan di tempat khusus, kapasitas sesuai jumlah limbah B3
yang disimpan sementara dan memenuhi syarat sebagai berikut:
a. bebas banjir dan secara geologis stabil,
b. Perancangan bangunan sesuai dengan karakteristik limbah
c. Adanya pengendalian pencemaran.
d. Dalam hal lokasi Penyimpanan Limbah B3 tidak bebas banjir dan rawan
bencana alam, lokasi Penyimpanan Limbah B3 harus dapat direkayasa
dengan teknologi untuk perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
e. Lokasi Penyimpanan Limbah B3 harus berada di dalam penguasaan Setiap
Orang yang menghasilkan Limbah B3.
97
KEWAJIBAN PENGHASIL LIMBAH B3 (2)
• Untuk dapat memperoleh izin Pengelolaan Limbah B3 untuk kegiatan
Penyimpanan Limbah B3, Setiap Orang yang menghasilkan Limbah B3:
a. wajib memiliki Izin Lingkungan; dan
b. harus mengajukan permohonan secara tertulis kepada bupati/wali kota dan
melampirkan persyaratan izin.

• Persyaratan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b meliputi:


a. identitas pemohon;
b. akta pendirian badan usaha;
c. nama, sumber, karakteristik, dan jumlah Limbah B3 yang akan disimpan;
d. dokumen yang menjelaskan tentang tempat Penyimpanan Limbah B3;
e. dokumen yang menjelaskan tentang pengemasan Limbah B3; dan
f. dokumen lain sesuai peraturan perundang-undangan.
KEWAJIBAN PENGHASIL LIMBAH B3 (3)

• Penghasil limbah B3 wajib membuat dan menyimpan catatan tentang:


a. Jenis, karakteristik, jumlah dan waktu dihasilkannya limbah B3,
b. Jenis, karakteristik, jumlah dan waktu penyerahan limbah B3,
c. Nama pengangkut limbah B3 yang melaksanakan pengiriman
kepada pengumpul atau pengolah limbah B3.
• Penghasil limbah B3 wajib menyampaikan catatan ini sekurang-
kurangnya sekali dalam enam bulan kepada Dinas Lingkungan Hidup.
Catatan ini dipergunakan untuk:
a. Inventarisasi jumlah limbah B3 yang dihasilkan,
b. Sebagai bahan evaluasi di dalam rangka penetapan kebijakan
pengelolaan limbah B3.

100
PEMANFAAT LIMBAH B3

• Dapat menyimpan limbah B3 sebelum dimanfaatkan maksimum 90 hari


• Penghasil Limbah B3 dapat bertindak sebagai pemanfaat limbah;
• Jika Pemanfaat menghasilkan limbah B3 maka wajib memenuhi ketentuan sebagai
penghasil limbah B3
• Jika melakukan pengangkutan , wajib menenuhi ketentuan sebagai pengangkut
sumber limbah /jenis/karaktersterik limbah B3
• Wajib mencatat sumber limbah /jenis/karakteristik/jumlah limbah B3 yang
dikumpulkan /dimanafaatan dan produk yang dihasilkan serta identitas pengangkut.
• Pelaporan minimal setiap 6 bulan ke KLH tembusan ke Bupati / Walikotamadya ybs.

• Kemasan Limbah B3 wajib dilekati Label Limbah B3 dan Simbol Limbah B3.
a. nama Limbah B3;
b. identitas Penghasil Limbah B3;
c. tanggal dihasilkannya Limbah B3; dan
d. tanggal Pengemasan Limbah B3.
PENGEMASAN LIMBAH B3

• Pengemasan Limbah B3 dilakukan dengan menggunakan kemasan yang:


a. terbuat dari bahan yang dapat mengemas Limbah B3 sesuai dengan karakteristik
Limbah B3 yang akan disimpan;
b. mampu mengungkung Limbah B3 untuk tetap berada dalam kemasan;
c. memiliki penutup yang kuat untuk mencegah terjadinya tumpahan saat dilakukan
penyimpanan, pemindahan, atau pengangkutan; dan
d. berada dalam kondisi baik, tidak bocor, tidak berkarat, atau tidak rusak.
• Kemasan Limbah B3 wajib dilekati Label Limbah B3 dan Simbol Limbah B3.
a. nama Limbah B3;
b. identitas Penghasil Limbah B3;
c. tanggal dihasilkannya Limbah B3; dan
d. tanggal Pengemasan Limbah B3.
PENYIMPAN LIMBAH B3
LAMA PENYIMPANAN LIMBAH B3
Melakukan Penyimpanan Limbah B3 paling lama:
1. 90 (sembilan puluh) hari sejak Limbah B3 dihasilkan, untuk Limbah B3
yang dihasilkan sebesar 50 kg (lima puluh kilogram) per hari atau lebih;
2. 180 (seratus delapan puluh) hari sejak Limbah B3 dihasilkan, untuk
Limbah B3 yang dihasilkan kurang dari 50 kg (lima puluh kilogram) per
hari untuk Limbah B3 kategori 1;
3. 365 (tiga ratus enam puluh lima) hari sejak Limbah B3 dihasilkan, untuk
Limbah B3 yang dihasilkan kurang dari 50 kg (lima puluh kilogram) per
hari untuk Limbah B3 kategori 2 dari sumber tidak spesifik dan sumber
spesifik umum; atau
4. 365 (tiga ratus enam puluh lima) hari sejak Limbah B3 dihasilkan, untuk
Limbah B3 kategori 2 dari sumber spesifik khusus,
Menyusun dan menyampaikan laporan Penyimpanan Limbah B3.
LAMA WAKTU PENYIMPANAN
SIRKULASI UDARA DALAM RUANG
PENYIMPANAN LIMBAH B3

111
TATA RUANG GUDANG
PENYIMPANAN LIMBAH B3

113
TATA RUANG FASILITAS PENYIMPANAN SEMENTARA LIMBAH
B3 DILUAR LOKASI PABRIKPENGHASILATAU PENGUMPUL
ATAU PENGOLAH

114
Gambar Kemasan Untuk Penyimpanan Limbah B3
A. Kemasan drum penyimpanan limbah b3 cair
B. Kemasan drum untuk limbah b3 Sludge atau padat

115
POLA PENYIMPANAN KEMASAN DRUM DIATAS PALET DENGAN

JARAK ANTAR BLOK

117
PENYIMPANAN KEMASAN LIMBAH B3
DENGAN MENGGUNAKAN RAK

118
CONTOH TPS LIMBAH B3
TEMPAT PENYIMPANAN LIMBAH B3
DALAM JUMLAH BESAR

120
PENGUMPUL LIMBAH B3
KEWAJIBAN PENGUMPUL LIMBAH B3 (1)
• Pengumpul limbah B3 dapat dilakukan oleh badan usaha
yang melakukan kegiatan pengumpulan limbah B3. Dengan
demikian penghasil limbah B3 juga dapat bertindak sebagai
pengumpul limbah B3 dengan syarat :

a. memperhatikan karakteristik limbah B3,


b. mempunyai laboratorium yang dapat mendeteksi karakteristik limbah B3,
c. mempunyai lokasi minimum satu hektar,
d. memiliki fasilitas untuk penanggulangan terjadinya kecelakaan,
e. konstruksi dan bahan bangunan disesuaikan dengan karakteristik limbah
B3,
f. Lokasi bebas banjir, geologi stabil, jauh dari sumber air dan pemukiman,
tidak DTA dan jauh dari fasilitas umum lainnya.

122
PERSYARATAN LOKASI PENGUMPULAN:

Lokasi harus sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW);


Merupakan daerah bebas banjir 100 tahunan, atau daerah yang di
upayakan melalui rekayasa teknologi sehingga aman dari
kemungkinan terkena banjir dan longsor serta mempunyai sistem
drainase yang baik;
Mempertimbangkan faktor geologi (aktivitas seismik, gempa bumi,
aktivitas vulkanik) dan karakteristik tanah (komposisi dan
permeabilitas, potensi erosi) untuk mencegah sedini mungkin
kerusakan terhadap fasilitas tempat penyimpanan limbah B3.
Luas tanah termasuk untuk bangunan pengumpulan dan fasilitas
lainnya wajib disesuaikan dengan jumlah dan/atau kapasitas limbah
yang dikumpulkan;
PERSYARATAN LOKASI PENGUMPULAN:

Fasilitas tempat dan/atau bangunan pengumpulan merupakan fasilitas khusus yang harus
dilengkapi dengan berbagai sarana penunjang dengan tata ruang yang tepat sehingga
kegiatan pengumpulan dapat berlangsung dengan baik dan aman bagi lingkungan;
Setiap bangunan pengumpulan limbah B3 di rancang khusus hanya
untuk 1 (satu) karakteristik limbah, dan di lengkapi dengan bak penampung
tumpahan/ceceran limbah yang dirancang sedemikian rupa sehingga memudahkan
dalam pengangkatannya;
Fasilitas pada bangunan pengumpulan harus di lengkapi dengan:
• peralatan dan sistem pemadam kebakaran;
• pembangkit listrik cadangan;
• fasilitas pertolongan pertama;
• peralatan komunikasi;
• gudang tempat penyimpanan peralatan dan perlengkapan;
• pintu darurat dan alarm.
KEWAJIBAN PENGUMPUL LIMBAH B3 (2)

• Pengumpulan Limbah B3 wajib dilakukan oleh setiap orang yang


menghasilkan limbah B3  bagian dari penyimpanan Limbah B3
dan tidak memerlukan Izin Pengumpulan Limbah B3.
• Dalam hal Setiap Orang yang menghasilkan Limbah B3 tidak
mampu melakukan sendiri pengumpulan Limbah B3 yang
dihasilkannya, Pengumpulan Limbah B3 diserahkan kepada
Pengumpul Limbah B3.
• Penyerahan Limbah B3 kepada Pengumpul Limbah B3 disertai
dengan bukti penyerahan Limbah B3.
• Pengumpul Limbah B3 wajib memiliki Izin Pengelolaan Limbah
B3 untuk kegiatan Pengumpulan Limbah B3.
KEWAJIBAN PENGUMPUL LIMBAH B3 (3)

Pengumpul limbah B3 wajib membuat catatan sebagaimana yang


dilakukan oleh penghasil limbah B3 dan wajib menyampaikan
catatan ini sekurang-kurangnya sekali dalam enam bulan kepada
Dinas Lingkungan Hidup .
Pengumpul limbah B3 dapat menyimpan limbah B3 yang
dikumpulkannya selama 90 hari dan bertanggung jawab
terhadap limbah B3 sebelum diserahkan kepada pengolah
limbah B3.

126
Keterangan:
1. C = Cocok; Karakteristik Limbah B3 dapat dikelompokkan dengan karakteristik Limbah B3 yang lain
2. T = Terbatas; Dapat dikelompokkan dengan karakteristik Limbah B3 lain dengan volume terbatas.
3. X = Dilarang; Limbah B3 tidak dapat dikelompokkan dengan karakteristik Limbah B3 yang lain.
PERSYARATAN LOKASI PENGUMPULAN B3

1. Memperhatikan karakteristik Limbah B3;


2. Laboratorium yang dapat mendeteksi karakteristik limbah B3;
3. Memiliki lokasi minum satu hektar;
4. Memiliki fasilitas penanggulangan kecelakaan;
5. Konstruksi dan bahan bangunan disesuaikan dengan
karakteristik limbah B3;
6. Lokasi tempat pengumpulan bebas banjir, geologi stabil,tidak
daerah DTA, jauh dari permukiman dan fasilitas umum lainnya.

130
PENGANGKUT LIMBAH B3
KEWAJIBAN PENGANGKUT LIMBAH B3 (1)

• Pengangkutan limbah B3 dapat dilakukan oleh badan usaha dengan


alat angkut khusus yang memenuhi persyaratan dan tata cara
pengangkutan yang telah ditetapkan,
• Penghasil limbah B3 juga bisa bertindak sebagai pengangkut.
• Penyerahan limbah B3 dari penghasil atau pengumpul kepada
pengangkut wajib disertai dokumen limbah B3.
• Pengangkut wajib memiliki dokumen limbah B3 untuk setiap kali
mengangkut limbah B3.
• Bentuk dokumen ini ditetapkan KLHK dengan memperhatikan
pertimbangan Kementerian Perhubungan. Mencatat jenis,
karakteristik, jumlah dan waktu diterimanya limbah B3 dari penghasil.
• Pengangkut wajib menyerahkan limbah dan dokumen limbah B3
kepada pengumpul atau pengolah limbah B3 yang ditunjuk oleh
penghasil limbah B3.

132
PERIJINAN PENGANGKUT

• Rekomendasi dari KLH , Ijin dari Departemen


Perhubungan dan Kementerian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan;
• Penghasil dapat bertindak sebagai pengangkut , wajib
memenuhi ketentuan sebagai pengangkut.
• Pengangkutan limbah B3 wajib disertai dokumen limbah
B3
• Dokumen limbah B3 mengacu pada
kEp-02/BAEDAL/09/1995
• Pengangkutan Limbah B3 wajib disertai dengan manifes
Pengangkutan Limbah B3
• Pengangkut Limbah B3 wajib dilakukan oleh badan
usaha berbadan hukum (PT, Koperasi, Yayasan)
• tidak termasuk CV, NV, UD.
• Cirinya terdaftar sebagai badan hukum di Kementerian
Hukum dan HAM
• Dasar Hukum: • UU 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas
dan Angkutan Jalan; • PP 74 Tahun 2014; dan • PP 101
Tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah B
PEMANFAAT LIMBAH B3
KEWAJIBAN PEMANFAAT LIMBAH B3 (1)

• Pemanfaatan limbah B3 dapat dilakukan oleh penghasil limbah B3


atau badan usaha yang melakukan kegiatan pemanfaatan limbah B3.
• Pemanfaat Limbah B3 yang menghasilkan limbah B3 wajib juga
memenuhi ketentuan mengenai penghasil Limbah B3..
• Pemanfaat Limbah B3 yang dalam kegiatannya melakukan
pengumpulan limbah B3 wajib memenuhi kewajiban sebagai
pengumpul limbah B3.
• Pemanfaat limbah B3 yang melakukan kegiatan pengangkutan
limbah B3 wajib memenuhi ketentuan sebagai pengangkut limbah
B3.

146
PENGOLAH LIMBAH B3
PENGOLAHAN LIMBAH B3

Prinsip-prinsip pengolahan limbah B3 dapat dikelompokkan sebagai


tindakan yang berprinsip sebagai berikut :

Pollution Prevention Principle : tindakan yang dilakukan dalam


rangka pengurangan limbah;
Polluter Pay Principle : Pencemar diwajibkan membayar semua
biaya yang disebabkan oleh pencemaran yang ditimbulkan;
Cradle to Grave Principle : pengawasan dari dihasilkannya sampai
ditimbunkannya limbah B3 tersebut;
Non Descriminatory Principle : semua limbah B3 harus diberlakukan
sama didalam pengolahandan penanganannya .
PRINSIP PEMILIHAN TEKNOLOGI PENGOLAHAN
KEWAJIBAN PENGOLAH LIMBAH B3 (1)

• Pengolah limbah B3 dapat dilakukan oleh penghasil


limbah B3 atau badan usaha yang melakukan kegiatan
pengolahan limbah B3.
• Pengolah Limbah B3 dapat menyimpan limbah B3
yang akan diolah dan dihasilkannya paling lama 90
hari
• Pengolah Limbah B3 wajib membuat dan menyimpan
dokumen limbah dan melaporkannya sekurang-
kurangnya sekali dalam 6 bulan kepada instansi
terkait dan Bupati/walikota.

151
KEWAJIBAN PENIMBUN LIMBAH B3

• Penimbun limbah B3 dilakukan oleh badan usaha yang


melakukan kegiatan penimbunan limbah B3.
• Penimbunan limbah B3 dapat dilakukan oleh penghasil
untuk menimbun limbah B3 sisa dari usaha dan atau
kegiatannya sendiri.
• Penimbun Limbah B3 wajib membuat dan menyimpan
dokumen limbah dan melaporkannya sekurang-kurangnya
sekali dalam 6 bulan kepada instansi terkait dan
Bupati/walikota.

152
RANCANG
BANGUN
PELAPISAN
DASAR DAN
PENUTUP TPA B3

153
DOKUMEN
LIMBAH B3

154
MODUL 6:
PENGOLAHAN LIMBAH B3
PRINSIP PENGOLAHAN LIMBAH B3
Prinsip-prinsip pengolahan limbah B3 dapat dikelompokkan sebagai tindakan
yang berprinsip sebagai berikut :

Pollution Prevention Principle : tindakan yang dilakukan dalam rangka


pengurangan limbah;
Polluter Pay Principle : Pencemar diwajibkan membayar semua biaya yang
disebabkan oleh pencemaran yang ditimbulkan;
Cradle to Grave Principle : pengawasan dari dihasilkannya sampai
ditimbunkannya limbah B3 tersebut;
Non Descriminatory Principle : semua limbah B3 harus diberlakukan sama
didalam pengolahandan penanganannya .
TATA CARA PENGOLAHAN (1)
CARA PENGOLAHAN LIMBAH B3

secara kimiawi
secara fisis
secara biologi
secara termal

157
PRINSIP PEMILIHAN TEKNOLOGI PENGOLAHAN
PEMILIHAN PROSES PENGOLAHAN

• SELEKSI PROSES PENGOLAHAN SUATU LIMBAH TIDAK MUDAH DAN


MELIBATKAN PERTIMBANGAN2
• SIFAT LIMBAHKARAKTERISTIK EFFLUENT YANG DIINGINKAN
• KELENGKAPAN TEKNIS DARI ALTERNATIF PENGOLAHAN
• PERTIMBANGAN EKONOMI DAN KEUANGAN
• PERTIMBANGAN LINGKUNGAN HIDUP
• PERTIMBANGAN ENERGI
• PERTIMBANGAN OPERASI DAN PEMELIHARAAN
• PEMBUATAN EVALUASI KESELURUHAN
PENGOLAHAN FISIK ATAS LIMBAH B3

• PRINSIP UTAMA → MEMANFAATKAN PERBEDAAN BERAT


JENIS ANTARA BAHAN PENCEMAR DENGAN CAIRAN
SEHINGGA DAPAT DIPISAHKAN DENGAN GAYA GRAVITASI
• PROSES PEMISAHAN BAHAN PENCEMAR DENGAN
MENGGUNAKAN MEDIA BERBUTIR (FILTER) →PRINSIP
KERJA FILTER
PENGOLAHAN KIMIA ATAS LIMBAH B3

• UNIT PENGOLAHAN KIMIA UNTUK MENGOLAH LIMBAH


B3 → MELIBATKAN PROSES OKSIDASI, REDUKSI,
MENGIKAT DAN MENETRALISIR BAHAN PENCEMAR
TERLARUT, BAIK SENYAWA ORGANIK MAUPUN
ANORGANIK.
• SERTA BAHAN2 PENCEMAR TERLARUT LAIN YANG
RELATIF SULIT UNTUK DIOLAH DENGAN PENGOLAHAN
FISIK MAUPUN BIOLOGI
PENGOLAHAN BIOLOGI
• PENGHILANGAN TOTAL TERHADAP BAHAN PENCEMAR ANORGANIK
BAHAN PENCEMAR BERACUN DAPAT MERUSAK PROSES
PENGOLAHAN BIOLOGI,
• TETAPI TIDAK DAPAT MERUSAK PROSES KIMIAWI
• PROSES PENGOLAHAN BIOLOGI SERING PEKA TERHADAP VARIASI
DALAM KONSENTRASI DAN BEBAN ORGANIK, DAN MEMERLUKAN
WAKTU PENYESUAIAN RELATIF LAMA,
• TIDAK SEPERTI PROSES KIMIAWI KEBUTUHAN DARI KELENGKAPAN
UNIT PADA PROSES PENGOLAHANNYA LEBIH SEDERHANA
DIBANDINGKAN DENGAN REAKTOR BIOLOGI
• KEKURANGAN: PENAMBAHAN BEBAN PADA EFLUEN DENGAN
GARAM2 LOGAM YANG TERBENTUK PADA LUMPUR YANG
DITIMBULKAN PENGOLAHAN SECARA KIMIAWI
TATA CARA PENGOLAHAN (2)
CARA PENGOLAHAN KIMIA LIMBAH B3

 Solubilitas
 Netralisasi
 Presipitasi
 Koagulasi dan flokulasi
 Oksidasi dan reduksi
 Pengurangan warna
 Desinfeksi
 Penukaran ion

163
TATA CARA PENGOLAHAN KIMIA (3)
A. CARA SOLUBILITAS

- Limbah B3 dapat berupa materi organik/anorganik, elemen kimiawi


serta konfigurasi struktural beragam. Air sebagai pelarut universal akan
melarutkan substansi tersebut, tetapi bisa saja kelarutannya terbatas.
Umumnya garam natrium, kalium dan amonium larut dalam air sebagai
asam mineral. Materi halogen anorganik (kecuali fluorida) larut dalam
air. Tetapi karbonat, hidroksida dan fosfat sedikit terlarut. Alkohol sangat
larut, tetapi materi organik aromatik dan petroleum – based rantai
panjang sedikit larut dalam air. Kelarutan sebuah substansi akan menjadi
faktor kritis dalam proses pengolahan secara kimiawi.

164
TATA CARA PENGOLAHAN KIMIA (3)
B. CARA NETRALISASI

Netralisasi limbah asam dengan alkali merupakan contoh pengolahan secara


kimiawi untuk menetralisis limbah B-3 (korosif)
Asam + Basa  Garam + Air

Limbah yang asam dapat dinetralisir misalnya dengan kapur Ca(OH)2, Caustic
soda NaOH, atau soda abu Na2CO3. Yang termurah diantara basa tersebut adalah
Ca(OH)2. Dengan kontainer yang teraduk serta pengaturan pH, maka penetralisir
ini ditambahkan pada limbah yang bersifat asam

Limbah alkalin dapat dinetralkan dengan asam mineratl kuat seperti H2SO4 atau
HCl atau dengan CO2. Kontrol pH dan pengaduk juga dibutuhkan dalam proses
ini.

165
TATA CARA PENGOLAHAN KIMIA (3)
C. CARA KOAGULASI DAN FLOKULASI
• Proses pengendapan logam berat dapat dipercepat dengan penambahan bahan kimia
yang larut dalam air dan atau penambahan polimer sehingga terjadi koagulasi dan
flokulasi.
• Koagulasi adalah penambahan dan pengadukan cepat sebuah koagulan untuk
menetralisir muatan dan membentuk partikel limbah yang koloid sehingga menjadi lebih
besar dan dapat mengendap.
• Koagulan yang biasa digunakan adalah Al2(SO4)3, FeCl3, atau Fe(SO4)3. Penggunakan
polimer organik seringkali lebih efektir dibanding penambahan garam – garam alum atau
besi dalam menumbuhkan flok.
• Koagulan – koagulan ini mengakibatkan partikel – partikel koloid membesar. Flok – flok
ditumbuhkan dengan pengadukan lambat dengan pengontrolan pH untuk menghasilkan
partikel yang lebih besar. Garam – garam alumunium dan besi biasa digunakan

166
TATA CARA PENGOLAHAN KIMIA (3)
D. CARA PRESIPITASI

• Presipitasi adalah pengurangan bahan-bahan terlarut


(kebanyakan bahan anorganik) dengan cara
penambahan bahan-bahan kimia terlarut yang
menyebabkan terbentuknya padatan-padatan (flok dan
lumpur).
• Dalam pengolahan air limbah presipitasi digunakan
untuk menghilangkan logam berat, sulfat, fluorida dan
fosfat.
TATA CARA PENGOLAHAN KIMIA (3)
D. CARA PRESIPITASI

- Bila mengandung logam berat dgn konsentrasi logam berat tinggi maka logam harus
disingkirkan dari cairannya dengan pengendapan pada pH tertentu, tergantung dari ion–
ionnya dgn hasil garam tak larut.
 Netralisasi limbah asam akan menyebabkan pengendapan dari logam berat sehingga
logam ini disingkirkan sebagai lumpur melalui klarifikasi atau filtrasi. Hidroksida logam
berat tidak larut, dan digunakan kapur untuk mengendapkannya. Pembentukan karbonat
dan sulfida juga banyak diterapkan.
 Cara lain adalah kombinasi keduanya, misalnya pengendapan hidroksida terlebih dahulu,
dilanjukan dengan pengendapan sulfida seperti penambahan Na2S atau NaHS.
Penambahan senyawa – senyawa sulfida ini perlu pengontrolan untuk mengurangi
timbulnya bau serta gas H2S. selama pengendapan sulfida, akan terjadi kemungkinan
timbulnya H2S yang berbahaya. Karenya, kondisi sedikit alkalin perlu dipertahankan

168
CONTOH PENGOLAHAN LIMBAH CAIR
LABO PUSARPEDAL PUSAT

• Contoh : salah satu cara pengolahan limbah laboratorium yang


telah dirumuskan dalam tuntunan pengolahan limbah
laboratorium dari Pusarpedal pusat.
• Karena proses pengolahan yang lebih rumit sebab limbah yang
akan diolah mengandung logam-logam terlarut yang bersifat
berbahaya dan beracun terhadap ekosistim lingkungan dan
makhluk hidup.
• Sebagian besar unsur-unsur yang berbahaya yang terdapat
dalam air limbah logam berat adalah logam terlarut seperti Besi
(Fe), Cadmium (Cd), Mangan (Mn), Krom (Cr), Tembaga (Cu),
Cobalt (Co), Seng (Zn), Timbal (Pb) dan Nikel (Ni), yang
nantinya akan diukur secara kualitatif dalam suatu larutan
contoh
Sumber uji. LIMBAH CAIR LOGAM BERAT (LIMBAH B3) SECARA PRESIPITASI DAN KOAGULASI DI UPT
: PENGOLAHAN
PENGUJIAN DINAS PEKERJAAN UMUM Wilyanda*) Yelmida, Chairul (Fom TEKNIK, Vol 2 , No.2 Oktober, 2015)
PENGOLAHAN PRESIPITASI
• Adapun pengolahan air limbah tersebut akan dilakukan beberapa proses
pengolahan Dengan metoda presipitasi sulfida, karbonat dan gabungan
kemudian dilanjutkan dengan penetralan pH limbah dengan kaustik soda
(NaOH) sebagai penunjang proses pemisahan logam secara presipitasi.
• Dari proses penetralan dan presipitasi akan didapatkan larutan yang
terpisah dari padatan tersuspensi yang dapat dipisahkan berdasarkan berat
jenis/ pengendapan.
• Selanjutnya untuk mengikat padatan melayang yang disebut partikel
melayang yang berukuran kecil menjadi ukuran yang lebih besar akan
dilakukan proses koagulasi menggunakan PAC dan
• dilanjutkan dengan proses flokulasi untuk mengikat flok-flok yang berukuran
sangat kecil dengan penambahan polymer. Hasil dari pengolahan limbah
tersebut akan dianalisa sesuai denngan kemungkinan polutan yang didapat
dari data pemakaian bahan penunjang uji yang digunakan untuk proses
pengujian.

Sumber : PENGOLAHAN LIMBAH CAIR LOGAM BERAT (LIMBAH B3) SECARA PRESIPITASI DAN KOAGULASI DI UPT
PENGUJIAN DINAS PEKERJAAN UMUM Wilyanda*) Yelmida, Chairul (Fom TEKNIK, Vol 2 , No.2 Oktober, 2015)
TATA CARA PENGOLAHAN KIMIA(3)
E. CARA REDUKSI - OKSIDASI
 Proses kimiawi secara oksidasi – reduksi dapat digunakan untuk merubah
pencemaran toksin menjadi substansi yang lebih tidak berbahaya. Oksidasi
adalah reaksi kimiawi dengan penambahan valensi dan kehilangan elektron,
sedang reduksi adalah reaksi kimiawi dengan pengurangan valensi dan
penambahan elektron. Reaksi – reaksi kimiawi yang melibatkan oksidasi dan
reduksi dikenal sebagai reaksi redoks.
Sebagai contoh khrom hexavalen (Cr+6) menjadi khrom trivalen (Cr+3) dalam
suasana asam, kemudian dilanjutkan dengan pengendapan khrom hidroksida
dengan reaksi :
SO2 + H2O  H2SO4
2CrO3 + 3H2SO3  Cr2(SO4)3 + 3H2)
Cr2(SO4)3 + 3Ca(OH)2  2Cr(OH)3 + 3CaSO4

171
TATA CARA PENGOLAHAN KIMIA(3)
F. PENGURANGAN WARNA

 Limbah cair mungkin mengandung warna yang sulit di urai. (Berwarna


bukan parameter B-3) komposisi kimiawi materi yang berkonstribusi dalam
pemberian warna pada limbah seringkali sulit ditentukan terutama bila limbahnya
organik (pemunculan limbah tersebut berpengaruh terhadap warna, limbah B3
tetapi berwarna paling optimal karbon aktif).
Bila komposisi kimiawi di hilir (bahan baku) yang menimbulkan warna dapat
diidentifikasi, maka modifikasi proses di hilir sangat dianjurkan. Bila hal ini tidak
memungkinkan, maka proses penyisihan warna yang sering digunakan adalah
dengan adsorpsi melalui karbon aktif (Karbon aktif didetailkan)atau
koagulasi/flokulasi atau oksidasi kimiawi dengan khlor atau oksidator lainnya.

172
TATA CARA PENGOLAHAN KIMIA
(3)
G. CARA DESINFEKSI
 Sasaran disinfeksi adalah membunuh mikroorganisme patogen yang
dapat menyebabkan penyakit. (efektifitas pembasmian dan pengurangan
volume) Proses yang sering digunakan adalah khlorinasi. Sebetulnya dalam
proses pengolahan limbah konvensional ( koagulasi – sedimentasi – filtrasi)
sebagian besar mikroorganisme patogen dapat disingkirkan.
 Khlorinasi akan lebih menjamin hal ini, apalagi bila dikaitkan dengan
air minum.Khlor adalah disinfeksi yang paling banyak digunakan karena relatif
efektif pada konsentrasi rendah, biaya relatif tidak mahal dan membentuk sisa
yang cukup bila dosis di awal cukup. Pembubuhan khlor ini membutuhkan
kontrol yang tinggi.

173
TATA CARA PENGOLAHAN FISIKA(4)

• Pembersihan gas (elektrostatik presipitator, penyaringan


partikel,wet scrubber,absorpsi dengan carbon aktif dan
zeolit);
• Pemisahan cairan dan padatan (sentrifugasi, flokulasi,
koagulasi, filtrasi, flotasi, sedimentasi, thickening)
• Penyisihan komponen yang spesifik (absorpsi, kristalisasi,
dialisa,elektrodialisa,evaporasi,leaching, reverse osmosis,
solvent extraction,stripping).

174
TATA CARA PENGOLAHAN STABILISASI/SOLIDIFIKASI(4)

• Tahapan proses pengolahan untuk mengurangi potensi racun dan kandungan


limbah melalui upaya memperkecil/membatasi daya larut
/pergerakan/penyebaran dan daya racunnya (immobilisasi unsur yang bersifat
racun sebelum limbah di landfiling.
• Prinsip sistem ini pengubahan watakfisik/kimialimbah dengan cara
penambahan pengikat sehingga pergerakan senyawa B3 dapat dihambat
/terbatasi dan membentuk ikatan monolit dengan struktur yang kekar /massive.
• Bahan pencampur seperti gypsum,pasir, lempung,abu terbang dll. Bahan
pengikat semen ,kapur dan tanah liat serta lainnya.

175
TATA CARA PENGOLAHAN STABILISASI/SOLIDIFIKASI(4)

• Limbah dianalisa karakteristiknya untuk menenentukan


resep stabilisasi /solidifikasiyang diperlukan;
• Dilakukan Pengujian TCLP untuk mengukur kadar
konsentrasi dalam lindi.
• Dilakukan uji kuat tekan (compressive Strength) dengan soil
penetrometer test dengan syarat kuat tekan minimum 10
ton/m2 dan lolos “ paint filter test”.
• Jika sudah memenuhi BM dilakukan landfilling pada tempat
yang sesuai dengan peraturan yang berlaku.

176
TATA CARA PENGOLAHAN
THERMAL/INSINERASI (4)

• Peralatan pembakar yang sesuai dengan karakteristikdan jumlah


limbah B3 yang diolah;
• Memiliki effisiensi pembakaran 99,99% dan effisiensi
penghancuran (DRE) > 99,99%untuk POHCs, PCBs, PD.
• Memenuhi Standar Baku Mutu Emisi udara dan kualitas udara
setempat.
• Residu hasil pembakaran berupa abu dan debu serta cairan
dikelola sesui pengelolaan B3.

177
TATA CARA PENGOLAHAN
PENIMBUNAN AKHIR (4)

• Penimbunan adalah tindakan membuang limbah B3 dengan ditimbun


sebagai tahap akhirdari pengolahan B3 sesuai karakteristik limbah B3
tersebut.
• Penimbunan wajib menggunakan sistem pelapis (sintetitic
liner/compacted clay) dan bisa double liner yang dilengkapi dengan
saluran untuk pengaturan aliran air permukaan, pengumpulan air lindi,dan
pengolahan ,sumur pantau dan lapisan penutup akhir yang telah disetujui
instansi terkait.
• Syarat : Bebas banjir,K=10^7cm/detik,sesuai tata ruang,aman
geologis,stabil, diluar kawasan lindung, bukan daerah resapan air, jauh
dari pemukiman dan fasum lainnya.

179
LANDFILL B3 DIBUTUHKAN ?
DASAR HUKUM PENIMBUNAN
DASAR HUKUM PENIMBUNAN
DASAR HUKUM PENIMBUNAN
PERSYARATAN LOKASI PENGOLAHAN DAN
PENIMBUNAN LIMBAH B3 MENURUT
PERATURAN MENTERI LH NO 63 TAHUN 2016

Pemilihan Lokasi Landfill , Penimbunan limbah B3 harus


dilakukan pada lokasi tepat dan benar yang memenuhi
persyaratan lingkungan.
Persyaratan yang harus dipenuhi dalam pemilihan
lokasi adalah:
• 1. Morfologi : Lokasi yang akan dipilih harus merupakan
daerah yang bebas banjir seratus tahunan.
• 2. Geologi : Daerah dengan batuan dasar / tanah
bersifat kedap air
PERSYARATAN LOKASI PENGOLAHAN DAN
PENIMBUNAN LIMBAH B3 MENURUT
PERATURAN MENTERI LH NO 63 TAHUN 2016

• 4. Hidrogeologi
• Bukan merupakan daerah resapan (recharge) bagi air tanah tidak
tertekan yang penting dan air tanah tertekan.
• Dihindari lokasi yang di bawahnya terdapat lapisan aquifer. Jika di
bawah lokasi tersebut terdapat lapisan aquifer, maka jarak terdekat
lapisan tersebut dengan bagian dasar landfill adalah 4 meter.
• 5. Hidrologi Permukaan:
• - Bukan daerah genangan
• - berjarak minimum 500 m dari: aliran sungai yang mengalir
sepanjang tahun, danau, waduk untuk irigasi pertanian dan air bersih.
• - berjarak minimum 2500 m dari garis pantai
PERSYARATAN LOKASI PENGOLAHAN
DAN PENIMBUSAN LIMBAH B3 (KRITERIA
TAMBAHAN)

lklim dan curah hujan:


• Diutamakan lokasi dengan curah hujan kecil, atau daerah kering;
• Keadaan angin: kecepatan tahunan rendah, berarah dominan ke daerah
tidak berpenduduk atau berpenduduk jarang.
Tata ruang: Lokasi penimbunan harus sesuai dengan rencana tata ruang
yang merupakan tanah pertanian yang kurang subur, atau lokasi bekas
pertambangan yang telah tidak berpotensi dan sesuai dengan rencana tata
ruang baik untuk peruntukan industri atau tempat penimbunan limbah.
 Keberadaan flora dan fauna;
• Flora: merupakan daerah dengan kesuburan rendah, tidak ditanami
tanaman yang mempunyai nilai ekonomi dan bukan daerah/ kawasan
lindung;
• Fauna: bukan merupakan daerah margasatwa/cagar alam.
MODUL 7:
TINDAKAN K3 DALAM PENGELOLAAN LIMBAH B3
PENDAHULUAN
 Peningkatan aktivitas industri di berbagai sektor memiliki konsekuensi terhadap
bertambahnya jumlah Limbah B3 sebagai sisa usaha yang mengandung B3. Baik B3
maupun Limbah B3 harus dikelola sesuai dengan peraturan yang berlaku.
 Pengelolaan B3 dan/atau Limbah B3 yang tidak sesuai dengan ketentuan berpotensi
memicu terjadinya kedaruratan Pengelolaan B3 dan/atau Limbah B3. Hal ini dapat
berimplikasi pada kerugian materi, korban jiwa bahkan menimbulkan terjadinya
pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup. Bentuk-bentuk kondisi darurat yang
mungkin terjadi antara lain kebakaran, ledakan, tumpahan dan kebocoran Limbah B3.
 Terjadinya Kedaruratan dalam Pengelolaan B3 dan/atau Limbah B3 tersebut dapat
dicegah melalui penerapan Sistem Tanggap Darurat IX Peraturan Pemerintah Nomor
22 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Limbah B3 bahwa Sistem Tanggap Darurat.
 Di dalam peraturan tersebut disebutkan bahwa Sistem Tanggap Darurat adalah sistem
pengendalian keadaan darurat yang meliputi pencegahan, kesiapsiagaan, dan
penanggulangan Kedaruratan serta pemulihan kualitas lingkungan hidup akibat
kejadian Kedaruratan Pengelolaan Limbah B3.
BAHAYA B3 YANG MELIPUTI BAHAYA TERHADAP FISIK, KESEHATAN
ATAU LINGKUNGAN
SIKLUS PENGELOLAAM B3 DAN LIMBAH B3

POTENSI TERJADI
KECELAKAAN B3
DAPAT TERJADI
PADA SEMUA
TAHAPAN,
UMUMNYA YG ADA
KEGIATAN
PENYIMPANAN DAN
PENGANGKUTAN
DASAR HUKUM

1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 66 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4723);
2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia 5059);
3. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Bencana (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4828); dan
4. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2021 tentang Pengelolaan dan Pengendalian
Lingkungan Hidup, Lampiran IX tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun.
5. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 6 Tahun 2021 tentang Tata Cara dan Persyaratan
Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun.
6. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.74/MENLHK/SETJEN/KUM.1/10/2019 tentang
Program Kedaruratan Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun dan/atau Limbah Bahan Berbahaya dan
Beracun
DAFTAR ISTILAH (1)
1. Bahan Berbahaya dan Beracun yang selanjutnya disingkat B3 adalah zat, energi, dan/atau
komponen lain yang karena sifat, konsentrasi, dan/atau jumlahnya, baik secara langsung maupun
tidak langsung, dapat mencemarkan dan/atau merusak lingkungan hidup, dan/atau
membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, serta kelangsungan hidup manusia dan makhluk
hidup.
2. Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun yang selanjutnya disebut Limbah B3 adalah sisa suatu
usaha dan/atau kegiatan yang mengandung B3.
3. Kedaruratan Penanggulangan B3 dan/atau Limbah B3 adalah suatu keadaan bahaya yang
mengancam keselamatan manusia, yang menimbulkan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan
hidup dan memerlukan tindakan penanggulangan sesegera mungkin untuk meminimalisasi
terjadinya tingkat pencemaran dan/atau kerusakan yang lebih parah.
4. Pengelolaan B3 adalah upaya untuk mencegah terjadinya risiko akibat pencemaran dan/atau
kerusakan lingkungan hidup akibat B3.
5. Pengelolaan Limbah B3 adalah kegiatan yang meliputi pengurangan, penyimpanan,
pengumpulan, pengangkutan, pemanfaatan, pengolahan, dan/atau penimbunan Limbah B3.
6. Program Kedaruratan Pengelolaan B3 dan/atau Limbah B3 adalah dokumen perencanaan
sistem tanggap darurat yang memiliki komponen infrastruktur dan fungsi penanggulangan.
7. Risiko Kecelakaan Pengelolaan B3 dan/atau Limbah B3 adalah potensi kejadian kecelakaan yang
berkaitan dengan bahaya B3 dan karakteristik Limbah B3, jumlah
DAFTAR ISTILAH (2)

8. Pemulihan Fungsi Lingkungan Hidup adalah serangkaian kegiatan penanganan lahan


terkontaminasi yang meliputi kegiatan perencanaan, pelaksanaan, evaluasi dan pemantauan
untuk memulihkan fungsi lingkungan hidup yang disebabkan oleh pencemaran lingkungan
hidup dan/atau perusakan lingkungan hidup.
9. Badan Nasional Penanggulangan Bencana yang selanjutnya disingkat BNPB, adalah lembaga
pemerintah nondepartemen sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
10. Badan Penanggulangan Bencana Daerah yang selanjutnya disingkat BPBD, adalah badan
pemerintah daerah yang melakukan penyelenggaraan penanggulangan bencana di daerah.
11. Setiap Orang adalah orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbadan hukum
maupun yang tidak berbadan hukum.
12. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
SKALA KEDARURATAN
Kedaruratan Pengelolaan B3 dan/atau Limbah B3 adalah keadaan bahaya
yang mengancam keselamatan manusia, menimbulkan pencemaran dan/atau
kerusakan lingkungan hidup serta menimbulkan kerugian harta benda yang
timbul akibat lepas atau tumpahnya B3 dan/atau Limbah B3 ke lingkungan
yang memerlukan penanganan segera.
 Jika B3 tersebut tumpah dan memicu terjadinya kondisi yang mengancam
jiwa manusia dan berpotensi menimbulkan kerusakan dan/atau pencemaran
lingkungan hidup maka hal tersebut dapat dinyatakan sebagai Kedaruratan
Pengelolaan Limbah B3.
RESIKO SKALA KEDARURATAN
 Mengacu pada definisi tersebut maka dapat
disimpulkan bahwa dalam penentuan skala
keadaan kedaruratan Pengelolaan B3 dan/atau
Limbah B3 berdasarkan:
 Ancaman terhadap keselamatan jiwa manusia :
Kedaruratan yang terjadi dapat mengancam
keselamatan jiwa manusia atau bahkan telah
menimbulkan korban baik luka maupun kematian.
 Ancaman gangguan terhadap fungsi lingkungan
hidup : melalui sebaran dampak pada media
lingkungan hidup yang terpapar. Misalnya, terjadinya
tumpahan Limbah B3 yang mengandung asam
menyebabkan terganggunya nilai pH tanah. Contoh
lain adalah terjadinya kebocoran pipa distribusi
minyak bumi yang menimbulkan kontaminasi lahan di
sekitar lokasi kejadian.
POTENSI ANCAMAN DAN TINGKAT PAPARAN

Potensi Ancaman Limbah /Bahan B3 terhadap Keselamatan Jiwa Manusia yang dimaksud :
A. Potensi Jumlah Manusia yang terpapar B3 dan/atau Limbah B3; dan
B. Potensi Tingkat Paparan B3 dan/atau Limbah B3.

 Potensi Ancaman terhadap Fungsi Lingkungan Hidup diidentifikasi melalui sebaran dampak pada
media lingkungan hidup yang terpapar.

Tingkat Paparan Limbah /Bahan B3 adalah :


A. Sangat Ringan, jika merasakan paparan dampak namun tidak berpengaruh terhadap kesehatan;
B. Ringan, jika menyebabkan luka ringan, iritasi ringan pada kulit dan mata, dan/atau luka bakar
tingkat 1 (satu);
C. Sedang, jika menyebabkan gangguan pernapasan, sakit kepala, mual, muntah, radang dingin
sedang dan/atau luka bakar tingkat 2 (dua); dan
D. Berat, jika menyebabkan luka parah, radang dingin parah, kerusakan permanen pada fungsi
organ tubuh, luka bakar tingkat 3 (tiga) dan/atau kematian.
DASAR PROGRAM KEDARURATAN PENGELOLAAN B3
DAN/ATAU LIMBAH B3

Program Kedaruratan Pengelolaan B3 dan/atau Limbah B3 disusun berdasarkan


identifikasi Risiko Kedaruratan Pengelolaan B3 dan/atau Limbah B3. Identifikasi Risiko
Kedaruratan Pengelolaan B3 dan/atau Limbah B3 paling sedikit memuat informasi:

a. jenis kegiatan Pengelolaan B3 dan/atau Limbah B3;


b. jenis industri;
c. klasifikasi B3 dan/atau kategori dan karakteristik Limbah B3;
d. jumlah B3 dan/atau Limbah B3;
e. sumber Limbah B3;
f. potensi ancaman terhadap keselamatan jiwa manusia; dan
g. potensi ancaman terhadap fungsi lingkungan hidup.
PENETAPAN KEDARURATAN PENGELOLAAN B3 DAN/ATAU
LIMBAH B3 MENJADI BENCANA

Suatu kedaruratan Pengelolaan B3 dan/atau Limbah B3 dapat ditetapkan menjadi bencana


nasional dan daerah. Penetapan status dan tingkat bencana nasional dan daerah memuat
indikator:
1. jumlah korban;
2. kerugian harta benda;
3. kerusakan prasarana dan sarana;
4. cakupan luas wilayah yang terkena bencana; dan
5. dampak sosial, ekonomi yang ditimbulkan.
6. Prosedur penetapan status bencana tersebut mengikuti aturan yang berlaku mengenai
penetapan status keadaan darurat bencana.

KEADAAN DARURAT PADA USAHA DAN/ATAU KEGIATAN
PENGELOLAAN B3 DAN/ATAU LIMBAH B3
Keadaan darurat pada usaha dan/atau kegiatan Pengelolaan B3 dan/atau Limbah
B3 adalah kedaruratan yang terjadi di dalam wilayah usaha dan/atau kegiatan.
Dengan demikian, penanggung jawab dan responder dari kejadian ini adalah
penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan tersebut. Kedaruratan pada unit
Pengelolaan B3 dan/atau Limbah B3 tersebut memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1. Korban terpapar langsung oleh B3 dan/atau Limbah B3 adalah pekerja di
wilayah usaha dan/atau kegiatan;
2. Potensi korban terpapar tidak langsung oleh B3 dan/atau Limbah B3 adalah
pekerja di wilayah usaha dan/atau kegiatan; dan
3. Sebaran dampak pada media lingkungan yang terpapar berada di usaha
dan/atau kegiatan.
KEADAAN DARURAT PENGELOLAAN B3 DAN/ATAU
LIMBAH B3 SKALA KABUPATEN/KOTA
Keadaaan darurat Pengelolaan B3 dan/atau Limbah B3 skala kabupaten/kota merupakan
kedaruratan yang terjadi di wilayah kabupaten/kota. Penanggung jawab dan responder dari kejadian
ini dikoordinasikan oleh Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) kabupaten/kota dengan
melibatkan instansi lingkungan hidup kabupaten/kota, instansi lain kabupaten/kota serta pelaku
usaha dan/atau kegiatan yang bersangkutan. Kedaruratan skala kabupaten/kota ditetapkan apabila:
1. Korban terpapar langsung oleh B3 dan Limbah B3 adalah masyarakat di wilayah usaha dan/atau
kegiatan dalam satu kabupaten/kota;
2. Potensi korban terpapar oleh B3 dan Limbah B3 adalah masyarakat di luar wilayah usaha
dan/atau kegiatan dalam satu kabupaten/kota; dan
3. Sebaran dampak pada media lingkungan yang terpapar berada di luar wilayah usaha dan/atau
kegiatan dalam satu kabupaten/kota.
4. Dengan memperhatikan huruf a, b dan huruf c tersebut, dapat dikatakan bahwa terjadi sebaran
dampak ke luar wilayah usaha dan/atau kegiatan. Meskipun demikian, hal ini tidak menutup
kemungkinan bahwa pelaku usaha usaha dan/atau kegiatan tetap harus bertanggung jawab
terhadap kedaruratan tersebut.
KEADAAN DARURAT PENGELOLAAN B3 DAN/ATAU LIMBAH B3 SKALA PROVINSI

Keadaaan darurat Pengelolaan B3 dan/atau Limbah B3 skala provinsi merupakan


kedaruratan yang terjadi di wilayah provinsi dan/atau meliputi dua atau lebih wilayah
kabupaten/kota. Penanggung jawab dan responder dari kejadian ini dikoordinasikan
oleh Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) provinsi dengan melibatkan
instansi lingkungan hidup provinsi, instansi lain provinsi serta pelaku usaha dan/atau
kegiatan yang bersangkutan. Kedaruratan skala provinsi ditetapkan apabila:
1. Korban terpapar langsung oleh B3 dan Limbah B3 adalah masyarakat pada lebih
dari satu wilayah kabupaten/kota;
2. Potensi korban terpapar oleh B3 dan Limbah B3 adalah masyarakat pada lebih dari
satu wilayah kabupaten/kota; dan
3. Sebaran dampak pada media lingkungan yang terpapar berada di luar wilayah
usaha dan/atau kegiatan lintas kabupaten/kota.
KEADAAN DARURAT PENGELOLAAN B3 DAN/ATAU
LIMBAH B3 SKALA NASIONAL

Keadaaan darurat Pengelolaan B3 dan/atau Limbah B3 skala nasional merupakan


kedaruratan yang terjadi di wilayah nasional. Penanggung jawab dan responder
dari kejadian ini dikoordinasikan oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana
dengan melibatkan KLHK, kementerian/lembaga lain dan penanggung jawab
usaha dan/atau kegiatan yang bersangkutan. Kedaruratan skala nasional
ditetapkan apabila:
1. Korban terpapar langsung oleh B3 dan Limbah B3 adalah masyarakat pada
lebih dari satu wilayah provinsi;
2. Potensi korban terpapar oleh B3 dan Limbah B3 adalah masyarakat pada lebih
dari satu provinsi; dan
3. Sebaran dampak pada media lingkungan yang terpapar berada di luar wilayah
usaha dan/atau kegiatan lintas provinsi.
No Penentuan Skala Skala Usaha dan/atau Skala Skala Provinsi Skala Nasional
kegiatan Pengelolaan B3 Kabupaten/Kota
dan/atau Limbah B3
1. Mengancam Korban terpapar langsung oleh Keadaan darurat Korban terpapar Korban terpapar
keselamatan jiwa B3 dan/atau Limbah B3 adalah Pengelolaan B3 dan/atau langsung oleh B3 langsung oleh B3
pekerja di wilayah usaha Limbah B3 skala dan/atau Limbah B3 dan/atau Limbah B3
dan/atau kegiatan kabupaten/kota adalah masyarakat pada adalah masyarakat
lebih dari satu wilayah pada lebih dari satu
kabupaten/kota wilayah provinsi

Potensi korban terpapar tidak Potensi korban terpapar Potensi korban terpapar Potensi korban
langsung oleh B3 dan/atau oleh B3 dan/atau Limbah oleh B3 dan/atau Limbah terpapar oleh B3
Limbah B3 adalah pekerja di B3 adalah masyarakat di B3 adalah masyarakat dan/atau Limbah B3
wilayah usaha dan/atau luar wilayah usaha pada lebih dari satu adalah masyarakat
kegiatan dan/atau kegiatan dalam wilayah kabupaten/kota pada lebih dari satu
satu kabupaten/kota provinsi

2. Cakupan wilayah Sebaran dampak pada media Sebaran dampak pada Sebaran dampak pada Sebaran dampak pada
dampak lingkungan yang terpapar media lingkungan yang media lingkungan yang media lingkungan yang
berada di usaha dan/atau terpapar berada di luar terpapar berada di luar terpapar berada di luar
kegiatan wilayah usaha dan/atau wilayah usaha dan/atau wilayah usaha
kegiatan dalam satu kegiatan lintas dan/atau kegiatan
kabupaten/kota kabupaten/kota lintas provinsi
CONTOH KEDARURATAN
Kedaruratan tersebut dapat timbul pada saat melaksanakan aktivitas
seperti:
a. Bongkar–Muat B3 dan/atau Limbah B3 (yang bersifat flammable,
corrosive, toxic-carcinogenic);
Misalnya pada saat aktivitas loading B3 ke dalam truk tangki terjadi
over loading sehingga B3 tersebut tumpah ke media lingkungan.
Dikarenakan sifat B3 yang tumpah tersebut flamable maka terjadi juga
kebakaran. Kondisi tersebut dapat menjadi Kedaruratan Pengelolaan
Limbah B3.
b. Penyimpanan B3 dan/atau Limbah B3;
c. Proses produksi; dan/atau
d. Pengangkutan B3 dan/atau Limbah B3.
SYARAT PENGEMASAN

SETIAP B3 HARUS DIKEMAS SECARA TERPISAH SESUAI DENGAN JENIS DAN KARAKTERISTIK
B3.

 Untuk mencegah risiko timbulnya bahaya selama penyimpanan maka pengisian B3 ke dalam kemasan
harus mempertimbangkan kemungkinan terjadinya pengembangan volume, pembentukan gas atau
terjadinya kenaikan tekanan;
 Jika kemasan yang berisi B3 sudah dalam kondisi yang tidak layak (misalnya: terjadi pengaratan,
terjadi kerusakan permanen, atau mulai bocor), maka B3 tersebut harus dipindahkan ke dalam
kemasan lain yang memenuhi syarat sebagai kemasan bagi B3;
 Terhadap kemasan yang telah berisi B3 harus diberi simbol dan label sesuai dengan ketentuan yang
berlaku dan disimpan dengan memenuhi ketentuan tentang tata cara dan persyaratan penyimpanan
B3;
 Terhadap kemasan yang telah berisi B3 wajib dilakukan pemeriksaan secara teratur oleh pihak
penanggung jawab B3 untuk memastikan tidak terjadinya kerusakan atau kebocoran pada kemasan
akibat korosi atau faktor lainnya;
PEN
PENGEMASAN LIMBAH B3

JUMBO BAG METAL DRUM IBC TANK


Perbandingan dengan KepKa BAPEDAL No. 01 tahun 1995

 Pengemasan sesuai dengan karakteristik


limbahnya masing-masing
 Pengemasan dalam drum berukuran 200
L
 Karakteristik yang sama dalam satu
kemasan
 Pemeriksaan minimal 1 minggu sekali
 Mampu mengamankan limbah B3

X Terdapat jumbo bag tanpa diberi


penutup
X Terdapat wadah dalam kondisi
berkarat
X Kemasan bocor, berkarat
X Pengemasan belum sesuai
standar regulasi TKO
PENYIMPANAN LIMBAH B3

TPS Laydown
PENYIMPANAN LIMBAH B3

Saluran dan Bak Fasilitas Safety Shower, P3K, Assembly


Penampung Point, APAR
PENYIMPANAN LIMBAH B3

TPS
Laydown

Pintu Masuk TPS Posisi Penyimpanan, Lebar Gang, Tinggi ke Atap

Ventilasi Udara
PENGANGKUTAN LIMBAH B3

Alat angkut : Ketentuan Limbah B3:


• Jalan umum  angkutan darat; • Kategori 1  Alat Angkut tertutup
• Perkeretaapian • Kategori 2  Alat Angkut
PENGANGKUTAN tertutup/terbuka
• Laut, Sungai, Danau dan LIMBAH B3
Penyeberangan

Persyaratan khusus angkutan jalan: Persyaratan khusus Persyaratan khusus angkutan laut,
• sertifikat kompetensi pengemudi perkeretaapian: sungai, danau, dan penyeberangan:
• surat tanda nomor kendaraan • surat bukti kelayakan alat • surat izin usaha perusahaan alat
• surat bukti kelayakan alat angkut angkut angkut laut
• surat bukti kepemilikian alat angkut
kapal
• surat bukti kelayakan kapal
Spesifikasi Alat Angkut Limbah B3 Angkutan Jalan

GPS Tracking
yang
Alat Penanganan dikoneksikan
Limbah B3 yang dengan Nama Perusahaan
diangkut SILACAK pada keempat sisi
Prosedur bongkar - muat
kendaraan

Nomor telepon pada


P

sisi kanan, kiri dan


SO

PT TRANSPORTASI belakang
Prosedur Tanggap Telp. (021) xxxxxxxx
Darurat
Simbol Limbah B3 pada
keempat sisi

Roda 4 atau lebih


Rekomendasi Pengangkutan Limbah B3
Berlaku 5 tahun (dapat diperpanjang)
PENGANGKUTAN BAHAN DAN LIMBAH B3
PENGANGKUTAN BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN
(B3) UNTUK MODA ANGKUTAN DARAT, OBJEK YANG
DIATUR :
1.Kesesuaian Armada angkut B3 dengan jenis B3
2.Kesesuaian Simbol B3
3.Pengemasan B3
4.Ketentuan teknis : identitas perusahaan, Emergency
Call, SOP loading dan unloading, Alat Pelindung Diri
(APD) dan Peralatan Tanggap darurat pada armada B3
dan supir memiliki sertifikat pengangkutan B3
PENGANGKUTAN B3 DAN LIMBAH B3
DEFINISI SISTEM TANGGAP DARURAT
• SISTEM TANGGAP DARURAT PENGELOLAAN B3 DAN/ATAU LIMBAH B3
adalah sistem pengendalian keadaan darurat yang meliputi pencegahan,
kesiapsiagaan, dan penanggulangan kecelakaan serta pemulihan kualitas
lingkungan hidup akibat kejadian kecelakaan Pengelolaan B3 dan/atau
Limbah B3.
• PROGRAM KEDARURATAN PENGELOLAAN B3 DAN/ATAU LIMBAH B3 adalah
dokumen perencanaan sistem tanggap darurat yang memiliki komponen
infrastruktur dan fungsi penanggulangan.
• RISIKO KECELAKAAN PENGELOLAAN B3 DAN/ATAU LIMBAH B3 adalah
potensi kejadian kecelakaan yang berkaitan dengan bahaya B3 dan
karakteristik Limbah B3, jumlah keberadaan, dan kondisi pelaksanaan
persyaratan Pengelolaan B3 dan Limbah B3.
• PEMULIHAN FUNGSI LINGKUNGAN HIDUP adalah serangkaian kegiatan
penanganan lahan terkontaminasi yang meliputi kegiatan perencanaan,
pelaksanaan, evaluasi dan pemantauan untuk memulihkan fungsi lingkungan
hidup yang disebabkan oleh Pencemaran Lingkungan Hidup dan/atau
Perusakan Lingkungan Hidup.
PEDOMAN KEDARURATAN PENGELOLAAN B3

Pedoman ini ditujukan untuk memudahkan para pihak dalam penyusunan


Program Kedaruratan Pengelolaan B3 dan/atau Limbah B3 di masing-
masing wilayah kerjanya.
Pedoman ini mengacu pada Lampiran IX Peraturan Pemerintah Nomor 22
Tahun 2001 tentang Pengelolaan B3 Pedoman ini merupakan versi
perbaikan dari pedoman yang disusun pada tahun 2017. Perbaikan tersebut
disesuaikan dengan dinamika faktual serta progress penyusunan kebijakan
tentang Sistem Tanggap Darurat Pengelolaan B3 dan/atau Limbah B3.
Penerapan Sistem Tanggap Darurat Pengelolaan B3 dan/atau Limbah B3
membutuhkan kerjasama seluruh pihak. Dukungan dan tersebut telah
sangat membantu dalam penyusunan pedoman ini.
PEMILIKAN SISTEM TANGGAP DARURAT

Sistem Tanggap Darurat wajib dimiliki dan


diterapkan oleh Setiap Orang yang menghasilkan
Limbah B3, Pengumpul Limbah B3, Pengangkut
Limbah B3, Pemanfaat Limbah B3, Pengolah
Limbah B3, dan/atau Penimbun Limbah B3. Dalam
kegiatan pengelolaan B3 pun aspek sistem tanggap
darurat pun juga harus diperhatikan dengan baik,
upaya-upaya pencegahan harus dilakukan.
Sistem Tanggap Darurat ini juga wajib diterapkan
dan dimiliki oleh Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota, Provinsi dan Pemerintah Pusat .
Penerapan Sistem Tanggap Darurat ini diharapkan
dapat mencegah terjadinya kedaruratan
MAKSUD PEDOMAN KEDARURATAN PENGELOLAAN B3
 MAKSUD PENYUSUNAN PEDOMAN adalah untuk memberikan
acuan yang dapat memudahkan bagi para pelaku usaha dan/atau
kegiatan Pengelolaan B3 dan/atau Limbah B3 dalam menyusun
Program Kedaruratan. Pedoman ini juga dapat digunakan oleh
pemerintah kabupaten/kota, pemerintah provinsi, dan
pemerintah pusat.
 MENGINGAT SEMAKIN BANYAKNYA KEJADIAN KEDARURATAN
DALAM PENGELOLAAN B3 dan/atau Limbah B3, maka diperlukan
upaya untuk segera menerapkan Sistem Tanggap Darurat
Pengelolaan B3 dan/atau Limbah B3 baik oleh para pelaku usaha
dan/atau kegiatan maupun oleh pemerintah di tingkat
kabupaten/kota, provinsi dan nasional.
 PROGRAM KEDARURATAN PENGELOLAAN B3 DAN/ATAU
LIMBAH B3 itu sendiri merupakan bagian dari pelaksanaan
Sistem Tanggap Darurat pada aspek pencegahan, sebagaimana
yang disebutkan di dalam Lampiran IX Peraturan Pemerintah
Nomor 22 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Limbah B3.
MANFAAT PEDOMAN KEDARURATAN PENGELOLAAN B3

Upaya yang dilakukan oleh Direktorat Pemulihan


Kontaminasi dan Tanggap Darurat Limbah B3 melalui
penyusunan pedoman ini diharapkan dapat berkontribusi
dalam mendorong penerapan Sistem Tanggap Darurat
Pengelolaan B3 dan/atau Limbah B3 di Indonesia.
Dengan demikian, diharapkan kejadian kedaruratan dapat
diminimalisir
SISTEM DAN PROGRAM KEDARURATAN
/ TANGGAP DARURAT PENGELOLAAN B3
Penyusunan Program Kedaruratan
Pengelolaan Limbah B3;
Pelatihan dan Geladi Kedaruratan
Pengelolaan Limbah B3; dan
Penanggulangan Kedaruratan
Pengelolaan Limbah B3.

Program Kedaruratan Pengelolaan B3 dan/atau Limbah B3 dapat


dikatakan sebagai dokumen perencanaan Sistem Tanggap Darurat yang
memuat Infrastruktur (perangkat, sarana dan prasarana yang harus
disediakan) serta Fungsi Penanggulangan.
PENYUSUNAN PROGRAM KEDARURATAN PENGELOLAAN LIMBAH B3

Sesuai dengan amanat Lampiran IX PP 22 Tahun 2021, maka Setiap


Orang yang menghasilkan Limbah B3, Pengumpul Limbah B3,
Pengangkut Limbah B3, Pemanfaat Limbah B3, Pengolah Limbah B3,
dan/atau Penimbun Limbah B3 wajib menyusun Program
Kedaruratan Pengelolaan Limbah B3 sesuai dengan kegiatan yang
dilakukannya.
Pada unit pengelolaan B3 dan/atau Limbah B3, program kedaruratan
yang disusun menyesuaikan dengan B3 dan/atau Limbah B3 yang
dikelola, proses produksi yang dilakukan, dan risiko yang mungkin
timbul dari kegiatan tersebut.
PROGRAM KEDARURATAN PENGELOLAAN B3
DAN/ATAU LIMBAH B3
PROGRAM KEDARURATAN PENGELOLAAN B3
DAN/ATAU LIMBAH B3 TERDIRI DARI:
a. infrastruktur; dan
b. fungsi penanggulangan.

INFRASTRUKTUR KEDARURARATAN MELIPUTI :


a. organisasi;
b. koordinasi;
c. fasilitas dan peralatan termasuk peringatan dini dan
alarm;
d. prosedur penanggulangan; dan
e. pelatihan dan geladi kedaruratan
PENYUSUNAN PROGRAM KEDARURATAN
PENGELOLAAN LIMBAH B3 SKALA KABUPATEN/KOTA
Penyusunan Program Kedaruratan Pengelolaan B3 dan/atau Limbah B3 juga diperlukan
untuk wilayah kabupaten/kota, provinsi dan nasional. PP No 22 Tahun 2021
mengamanatkan kepada Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah kabupaten/kota
atau SKPD yang bertanggung jawab dalam penanggulangan bencana menyusun Program
Kedaruratan Pengelolaan Limbah B3 skala kabupaten/kota. Penyusunan program
kedaruratan Pengelolaan Limbah B3 skala kabupaten/kota berkoordinasi dengan:
1. Setiap Orang yang menghasilkan Limbah B3, Pengumpul Limbah B3, Pengangkut Limbah
B3, Pemanfaat Limbah B3, Pengolah Limbah B3, dan/atau Penimbun Limbah B3;
2. Menteri;
3. Gubernur;
4. Instansi lingkungan hidup kabupaten/kota; dan
5. Instansi terkait lainnya di kabupaten/kota.
PENYUSUNAN PROGRAM KEDARURATAN
PENGELOLAAN LIMBAH B3 SKALA PROVINSI

Di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2014 tentang Pengelolaan


Limbah B3 Pasal 221 ayat (2) disebutkan bahwa Kepala BPBD provinsi menyusun
program kedaruratan Pengelolaan Limbah B3 skala provinsi. Penyusunan program
kedaruratan Pengelolaan Limbah B3 skala provinsi berkoordinasi dengan:
• Setiap Orang yang menghasilkan Limbah B3, Pengumpul Limbah B3, Pengangkut
Limbah B3, Pemanfaat Limbah B3, Pengolah Limbah B3, dan/atau Penimbun
Limbah B3;
• Menteri;
• Instansi lingkungan hidup provinsi; dan
• Instansi terkait lainnya di provinsi.
PENYUSUNAN PROGRAM KEDARURATAN
PENGELOLAAN LIMBAH B3 SKALA NASIONAL

Selanjutnya di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2014 tentang


Pengelolaan Limbah B3 Pasal 221 ayat (3) disebutkan bahwa Kepala Badan
Nasional Penanggulangan Bencana yang selanjutnya disebut Kepala BNPB
menyusun program kedaruratan Pengelolaan Limbah B3 skala nasional.
Penyusunan program kedaruratan Pengelolaan Limbah B3 skala nasional
berkoordinasi dengan:
1. Setiap Orang yang menghasilkan Limbah B3, Pengumpul Limbah B3,
Pengangkut Limbah B3, Pemanfaat Limbah B3, Pengolah Limbah B3, dan/atau
Penimbun Limbah B3;
2. Menteri; dan
3. Kementerian dan/atau lembaga pemerintah non kementerian terkait.
IDENTIFIKASI RISIKO KEDARURATAN PENGELOLAAN B3
DAN/ATAU LIMBAH B3

Program kedaruratan Pengelolaan B3 dan/atau Limbah B3 disusun berdasarkan pada


hasil Identifikasi Risiko Kedaruratan Pengelolaan B3 dan/atau Limbah B3. Identifikasi
risiko tersebut memuat informasi antara lain:

a) jenis kegiatan;
b) sektor industri;
c) klasifikasi B3 dan/atau kategori dan karakteristik Limbah B3;
d) jumlah B3 dan/atau Limbah B3;
e) potensi ancaman secara langsung atau tidak langsung terhadap keselamatan jiwa
manusia; dan
f) potensi ancaman gangguan terhadap fungsi lingkungan hidup.
MATRIK IDENTIFIKASI RESIKO KEDARURATAN
CARA PENGISIAN
• :

1. Form ini diisi oleh pelaku usaha dan/atau kegiatan Pengelolaan B3 dan/atau Limbah B3.

2. Nama Perusahaan diisi dengan Nama Perusahaan yang terdaftar dalam dokumen resmi, misal akta pendirian, izin usaha, dsb.

3. Jenis Kegiatan Pengelolaan B3 dan/atau Limbah B3: diisi sesuai dengan kegiatan yang dilakukan. Misal: penghasil limbah B3, pengumpul, pengangkut, pemanfaat, atau penimbun.

4. Sektor industri: Diisi dengan jenis sektor industri perusahaan, misal: sektor industri tekstil, sektor industri agro, dsb.

5. Tahun pembuatan: diisi dengan tahun pada saat dokumen ini dibuat.

6. Kolom (1): diisi dengan urutan jenis B3 dan/atau limbah B3 yang dikelola pada perusahaan tersebut.

7. Kolom (2): diisi dengan jenis B3 atau jenis limbah B3 yang dihasilkan dan/atau dikelola.

8. Kolom (3): diisi dengan kuantitas B3 dan/atau Limbah B3 yang dikelola, dapat berupa volume maupun berat.

9. Kolom (4): diisi dengan karakteristik limbah B3 (mudah meledak, mudah menyala, reaktif, infeksius, korosif, dan/atau beracun) yang didasarkan dari hasil uji karakteristik
sebagaimana yang diatur di dalam Pasal 5 Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah B3, dan klasifikasi B3 (mudah meledak, pengoksidasi, sangat
mudah sekali menyala, sangat mudah menyala, mudah menyala, amat sangat beracun, beracun, iritasi, korosif, bahaya bagi lingkungan, karsinogenik, teratogenik, mutagenic,
bahaya gas bertekanan). Yang didasarkan dari Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2001 tentang Pengelolaan B3.

10. Kolom (5): diisi dengan kategori limbah B3 (Limbah B3 Kategori 1, Limbah B3 Kategori 2, Limbah non B3) yang didasarkan dari hasil uji karakteristik sebagaimana yang diatur di
dalam Pasal 5 Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah B3.

11. Kolom (6): diisi dengan bahaya yang kemungkinan ditimbulkan dari suatu B3 dan/atau Limbah B3, misalnya: menyebabkan bahaya bagi kesehatan seperti iritasi mata, kulit, dll
atau bahaya terhadap lingkungan misalnya: menyebabkan ledakan jika bereaksi dengan bahan kimia jenis tertentu, dsb.

12. Kolom (7): diisi dengan jenis Kedaruratan yang mungkin terjadi, misal tumpah, terbakar, meledak, dsb.

13. Kolom (8): Diisi dengan SOP yang tersedia jika terjadi Kedaruratan sesuai dengan pedoman standar yang berlaku. Misal untuk kebakaran solar disarankan untuk memadamkan
dengan oil boom. SOP tersebut dapat dilampirkan.

14. Kolom (9): Diisi dengan jumlah personil tim yang kompeten untuk menanggulangi kedaruratan Pengelolaan B3 dan/atau Limbah B3.

15. Kolom (10): Diisi dengan jenis fasilitas dan peralatan yang tersedia.

16. Formulir ini dapat dilampiri dengan Formulir Rincian untuk memberikan informasi yang lengkap dan detil.
MATRIKS IDENTIFIKASI RISIKO KEDARURATAN PENGELOLAAN B3
DAN/ATAU LIMBAH B3 PADA KABUPATEN/KOTA
CARA PENGISIAN
6. Kolom (3): diisi dengan Nama Perusahaan yang terdaftar dalam dokumen resmi, misal akta pendirian, izin usaha, dsb
7. Kolom (4): diisi dengan lokasi kegiatan pengelolaan Limbah B3 berada. Dapat dilampiri dengan informasi koordinat atau informasi
spasial lainnya.
8. Kolom (5): diisi dengan jenis B3 yang menghasilkan limbah B3, atau jenis limbah B3 yang dihasilkan dan/atau dikelola
9. Kolom (6): diisi dengan karakteristik limbah B3 ( mudah meledak, mudah menyala, reaktif, infeksius, korosif, dan / atau beracun )
yang didasarkan dari hasil uji karakteristik sebagaimana yang diatur di dalam Pasal 5 Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2014
tentang Pengelolaan Limbah B3 dan dan klasifikasi B3 (mudah meledak, pengoksidasi, sangat mudah sekali menyala, sangat mudah
menyala, mudah menyala, amat sangat beracun, beracun, iritasi, korosif, bahaya bagi lingkungan, karsinogenik, teratogenik,
mutagenic, bahaya gas bertekanan). Yang didasarkan dari Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2001 tentang Pengelolaan B3.
10. Kolom (7): diisi dengan kategori limbah B3 (Limbah B3 Kategori 1, Limbah B3 Kategori 2, Limbah non B3) yang didasarkan dari hasil uji
karakteristik sebagaimana yang diatur di dalam Pasal 5 Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah
B3.
11. Kolom (8): diisi dengan bahaya yang kemungkinan ditimbulkan dari suatu B3 dan/atau Limbah B3, misalnya: menyebabkan bahaya
bagi kesehatan seperti iritasi mata, kulit, dll atau bahaya terhadap lingkungan misalnya: menyebabkan ledakan jika bereaksi dengan
bahan kimia jenis tertentu, dsb.
12. Kolom (9): diisi dengan jenis Kedaruratan yang mungkin terjadi, misal tumpah, terbakar, meledak, dsb.
13. Kolom (10): Diisi dengan SOP yang tersedia jika terjadi Kedaruratan sesuai dengan pedoman standar yang berlaku. Misal untuk
kebakaran solar disarankan untuk memadamkan dengan oil boom. SOP tersebut dapat dilampirkan.
14. Kolom (11): Diisi dengan jumlah personil tim yang kompeten untuk menanggulangi kedaruratan pengelolaan B3 dan/atau Limbah B3
15. Kolom (12): Diisi dengan jenis peralatan yang tersedia.
MATRIKS IDENTIFIKASI RISIKO KEDARURATAN PENGELOLAAN B3 DAN/ATAU
LIMBAH B3 PADA PROVINSI
CARA PENGISIAN
7. wilayah provinsi. Misal: penghasil limbah B3, pengumpul, pengangkut, pemanfaat, atau penimbun.
8. Kolom (4): diisi dengan Nama Perusahaan yang terdaftar dalam dokumen resmi, misal akta pendirian, izin usaha, dsb
9. Kolom (5): diisi dengan lokasi kegiatan pengelolaan B3 dan/atau Limbah B3 berada. Dapat dilampiri dengan informasi koordinat atau informasi
spasial lainnya.
10. Kolom (6): diisi dengan jenis B3 yang menghasilkan limbah B3, atau jenis limbah B3 yang dihasilkan dan/atau dikelola
11. Kolom (7): diisi dengan karakteristik limbah B3 (mudah meledak, mudah menyala, reaktif, infeksius, korosif, dan/atau beracun) yang didasarkan dari
hasil uji karakteristik sebagaimana yang diatur di dalam Pasal 5 Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah B3 dan
dan klasifikasi B3 (mudah meledak, pengoksidasi, sangat mudah sekali menyala, sangat mudah menyala, mudah menyala, amat sangat beracun,
beracun, iritasi, korosif, bahaya bagi lingkungan, karsinogenik, teratogenik, mutagenic, bahaya gas bertekanan). Yang didasarkan dari Peraturan
Pemerintah Nomor 74 Tahun 2001 tentang Pengelolaan B3.
12. Kolom (8): diisi dengan kategori limbah B3 (Limbah B3 Kategori 1, Limbah B3 Kategori 2, Limbah non B3) yang didasarkan dari hasil uji karakteristik
sebagaimana yang diatur di dalam Pasal 5 Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah B3.
13. Kolom (9): diisi dengan bahaya yang kemungkinan ditimbulkan dari suatu B3 dan/atau Limbah B3, misalnya: menyebabkan bahaya bagi kesehatan
seperti iritasi mata, kulit, dll atau bahaya terhadap lingkungan misalnya: menyebabkan ledakan jika bereaksi dengan bahan kimia jenis tertentu, dsb.
14. Kolom (10): diisi dengan jenis Kedaruratan yang mungkin terjadi, misal tumpah, terbakar, meledak, dsb.
15. Kolom (11): diisi dengan langkah-langkah penanggulangan jika terjadi Kedaruratan. Misal untuk kebakaran solar disarankan untuk memadamkan
dengan oil boom.

• Form untuk wilayah Nasional menyesuaikan yang menggambarkan risiko Kedaruratan Pengelolaan Limbah B3 tingkat nasional
PROSES PENYUSUNAN PROGRAM KEDARURATAN B3
DAN/ATAU LIMBAH B3
 Selama proses penyusunan Program Kedaruratan Pengelolaan B3 dan/atau Limbah B3 dapat melakukan pelibatan
berbagai pihak yang dapat memberikan kontribusi maupun dinilai berpotensi menerima dampak kedaruratan
Pengelolaan B3 dan/atau Limbah B3. Program kedaruratan skala kabupaten/kota dan provinsi dapat melibatkan,
instansi lingkungan hidup, instansi lain yang relevan (seperti dinas kesehatan, dinas perhubungan, dinas kominfo,
dinas PU, dst), pelaku usaha dan/atau kegiatan, akademisi, serta dapat juga melibatkan asosiasi/organisasi
masyarakat yang relevan.
 Pada tahap awal penyusunan program diperlukan pengumpulan data dan informasi yang dibutuhkan dalam
melakukan identifikasi risiko kedaruratan. Setelah dilakukan identifikasi risiko, selanjutnya dilakukan analisis hasil
identifikasi risiko untuk menentukan tingkat risikonya. Metode perhitungan analisis risiko pada prinsipnya
dilakukan dengan menghitung potensi bahaya serta kapasitas yang dimiliki suatu unit kerja. Setelah diketahui
tingkat risikonya maka dapat ditentukan upaya pengendalian kontrol atau mitigasi bahayanya, melalui penyediaan
infrastruktur dan fungsi penanggulangan. Infrastruktur terdiri dari organisasi, mekanisme koordinasi, prosedur,
fasilitas dan peralatan termasuk peringatan dini serta pelatihan dan geladi kedaruratan. Hasil penyusunan
program kedaruratan tersebut hendaknya disosialiasikan kepada berbagai pihak, terutama para pekerja itu
sendiri.
 Sesuai dengan amanat dalam Pasal 222 Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2014 tentang Pengelolaan
Limbah B3, maka program kedaruratan Pengelolaan B3 dan/atau Limbah B3 skala kabupaten/kota, provinsi atau
nasional menjadi bagian dari penanggulangan bencana skala kabupaten/kota, provinsi atau nasional, sesuai
hirarkinya. Secara skematis, proses penyusunan program kedaruratan sebagaimana terdapat pada Gambar 1.
GAMBAR : PROSES PENYUSUNAN PROGRAM
KEDARURATAN PENGELOLAAN B3 DAN/ATAU
LIMBAH B3

Identifikasi Analisis Penentuan


Pengump Risiko risiko kebutuhan Finalisasi
Menentuka Sos
ulan data Kedarurata Kedarurata infrastruktur Draf
n tingkat Pro
dan n B3 n B3 dan fungsi Program
risiko Keda
informasi dan/atau dan/atau penanggula Kedaruratan
Limbah B3 Limbah B3 ngan
PROGRAM KEDARURATAN PENGELOLAAN B3 DAN/ATAU LIMBAH B3

Program kedaruratan terdiri dari infrastruktur dan fungsi penanggulangan. Dokumen program
kedaruratan memuat kedua hal tersebut. Kerangka dokumen program kedaruratan yang
dapat digunakan adalah sebagai berikut:
ORGANISASI/KELEMBAGAAN
Organisasi kedaruratan sangat penting untuk mengoperasionalkan program kedaruratan
yang telah tersusun. Organisasi yang dimaksud adalah organisasi yang memiliki tugas dan
fungsi menjalankan pelaksanaan program kedaruratan Pengelolaan B3 dan/atau Limbah
B3.
Organisasi kedaruratan untuk Pengelolaan B3 dan/atau Limbah B3 dapat digabungkan
dengan organisasi kedaruratan lainnya, (misalnya digabung dengan tim kebakaran). Namun
demikian, perlu dipastikan bahwa organisasi tersebut memiliki kompetensi dalam
melaksanakan pencegahan kedaruratan, kesiapsiagaan serta penanggulangan kedaruratan.
Organisasi kedaruratan dapat bersifat sangat sederhana namun juga dapat bersifat
kompleks. Hal tersebut sesuai dengan risiko kedaruratan yang dihadapi. Apabila hasil
analisis risiko kedaruratan menunjukkan bahwa pada satu unit kerja terdapat risiko tinggi,
maka organisasi yang akan dibentuk harus dapat mengantisipasi terjadinya risiko tersebut.
Organisasi kedaruratan yang terdapat dalam dokumen Program Kedaruratan, diuraikan
mengenai kedudukan organisasi, struktur organisasi, tugas dan keanggotaan organisasi
serta hubungan organisasi dengan institusi lain yang terkait. Gambar 2 memberikan
contoh struktur organisasi di suatu kabupaten/kota:
PENANGGUNG JAWAB

BUPATI

KOORDINATOR
SEKDA SELAKU KETUA PELAKSANA
BPBD

SEKRETARIS
1.Kepala Pelaksana BPBD
2. Kepala DLH
3. Kepala Bappeda

TIM OPERASIONAL TIM SEKRETARIAT


KEDARURATAN PLB3
Terdiri dari beberapa anggota dar BPBD
Tim Kaji Cepat. dan Bappeda
Tim Tanggap darurat,
Tim Kesehatan,
Tim Keamanan,
Tim Evakuasi,
Tim Logistik
KOORDINASI KEDARURATAN
Koordinasi yang dimaksud adalah alur komunikasi kedaruratan yang akan dijalankan, sistem hubungan antar
tim serta prosedur koordinasi dengan instansi/lembaga lain baik di tingkat kabupaten/kota, provinsi maupun
nasional. Bagian ini dapat dijelaskan secara skematis agar lebih mudah dipahami oleh para pengguna/pekerja.
Contoh alur koordinasi yang harus direncanakan apabila terjadi kedaruratan Pengelolaan B3 dan/atau Limbah
B3 skala kabupaten/kota. Contoh alur koordinasi tersebut diuraikan sebagai berikut:
1. Laporan kedaruratan Pengelolaan B3 dan/atau Limbah B3 yang disampaikan oleh pelapor/pihak yang
pertama melihat kejadian kedaruratan Pengelolaan B3 dan Limbah B3 diterima oleh Pusat Layanan
Informasi.
2. Selanjutnya petugas menyampaikan kepada BPBD.
3. Setelah diverifikasi kebenarannya, maka ditunjuk komandan kedaruratan Pengelolaan B3 dan/atau Limbah
B3.
4. Komandan menugaskan Tim Tanggap Darurat untuk segera merespon kejadian. Bentuk tindakan
penanggulangan yang dilakukan menyesuaikan dengan:
• sifat B3 dan/atau karakteristik Limbah B3;
• kuantitas B3 dan/atau Limbah B3;
• jenis kecelakaan (tumpahan, ledakana, kebakaran, kebocoran);
• perkiraan sebaran dampak; dan
• besaran kejadian kecelakaan.
FASILITAS DAN PERALATAN
TERMASUK ALAT PERINGATAN DINI

FASILITAS ANTARA LAIN adalah:


 pusat pengaduan jika terjadi kedaruratan;
 tempat layanan kesehatan;
 jalur evakuasi; dan
 tempat evakuasi.

PERALATAN DAPAT BERUPA:


 alat peringatan dini;
 alat deteksi dini (detector asap/panas/api);
 alat pelindung diri;
• alat yang digunakan untuk penanggulangan
kedaruratan kebakaran, tumpahan,
kebocoran dan/atau ledakan;
• petunjuk arah angin;
• alat komunikasi;
• peralatan pelayanan kesehatan darurat
(emergency kit); dan/atau
• peralatan untuk kebutuhan pengamana
PROSEDUR PENANGGULANGAN

 Bagian ini berisi prosedur/tata cara penanggulangan kedaruratan. Prosedur tersebut


harus disosialisasikan kepada seluruh pekerja dan masyarakat (terutama masyarakat
yang berpotensi terkena dampak kedaruratan). Dokumen prosedur penanggulangan
harus dapat dengan mudah diakses terutama oleh petugas penanggulangan
kedaruratan.
 Pada saat membuat prosedur/tata cara harus memperhatikan beberapa hal berikut:
1. jenis kegiatan;
2. jenis B3 dan/atau limbah B3;
3. potensi bahaya dan kecelakaan yang mungkin dihadapi;
4. perkiraan sebaran dampak; dan
5. perkiraan korban terpapar.
SYARAT PENGANGKUTAN
PENGANGKUTAN BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN (B3) UNTUK MODA
ANGKUTAN DARAT, OBJEK YANG DIATUR :

1.Kesesuaian Armada angkut B3 dengan jenis B3


2.Kesesuaian Simbol B3
3.Pengemasan B3
4.Ketentuan teknis : identitas perusahaan, Emergency Call, SOP loading dan
unloading, Alat Pelindung Diri (APD) dan Peralatan Tanggap darurat pada
armada B3 dan supir memiliki sertifikat pengangkutan B3
PELAKSANAAN RAPID ASSESSMENT

Identifikasi kecelakaan ini dapat menjadi bahan awal


dalam pelaksanaan Rapid Assessment. Tujuan dari Rapid
Assessment adalah untuk memberikan rekomendasi bagi:

1. teknik penanggulangan kedaruratan yang akan


dilaksanakan;
2. perlindungan segera;
3. perlindungan terhadap pekerja, petugas
penanggulangan kedaruratan dan masyarakat;
dan/atau
4. pemulihan fungsi lingkungan hidup (apabila
terindikasi adanya pencemaran dan/atau kerusakan
lingkungan hidup).
PROSEDUR/TATA CARA PENANGGULANGAN KEDARURATAN YANG HARUS
DISUSUN MELIPUTI PROSEDUR/TATA CARA DALAM MELAKSANAKAN:

IDENTIFIKASI KEJADIAN
Bagian ini berisi prosedur/tata cara melakukan identifikasi kejadian dan
rapid assessment/kaji cepat. Identifikasi kejadian kecelakaan Pengelolaan
B3 dan/atau Limbah B3 bertujuan untuk mengetahui informasi yang meliputi:

jenis dan karakteristik B3 dan/atau limbah B3 yang terdapat pada kejadian


kecelakaan;
jumlah B3 dan/atau Limbah B3 (dapat berupa volume maupun berat);
jenis kecelakaan (tumpahan, kebakaran, ledakan, kebocoran, dll);
lokasi kecelakaan;
waktu kejadian kecelakaan ; dan
perkiraan besaran/luasan kejadian kecelakaan.
EVALUASI PELAKSANAAN PROGRAM KEDARURATAN PENGELOLAAN B3 DAN/ATAU LIMBAH B3

Pelaksanaan evaluasi dilakukan secara internal, artinya oleh tim


penyusun sendiri, yang bertujuan untuk menilai kinerja pelaksanaan
Program Kedaruratan Pengelolaan B3 dan/atau Limbah B3 yang telah
disusunnya. Evaluasi tersebut dapat dilakukan secara berkala, misalnya
setiap akhir tahun. Evaluasi dapat dilakukan dengan memperhatikan:
1. kinerja Program Kedaruratan Pengelolaan B3 dan/atau Limbah B3
yang telah dilaksanakan;
2. kendala dan permasalahan yang dihadapi;
3. kedaruratan yang terjadi; serta
4. dinamika faktual pada unit kerja dan sekitarnya.
PELAPORAN PENANGGULANGAN KEDARURATAN PENGELOLAAN B3 DAN/ATAU LIMBAH B3

FUNGSI PENANGGULANGAN KEDARURATAN PENGELOLAAN B3 DAN/ATAU LIMBAH B3


 Bagian ini berisi mekanisme pelaksanaan penanggulangan yang harus dilaksanakan dalam merespon
kejadian kedaruratan pengelolaan B3 dan/atau Limbah B3 mulai dari diterimanya laporan awal sampai
dengan kedaruratan dapat diatasi.
 Pada bagian ini tidak lagi memuat secara detil prosedur/tata cara ,namun menjelaskan tentang alur
pelaksanaan penanggulangan kedaruratan Pengelolaan B3 dan/atau Limbah B3.
 Penjelasan pada bab Fungsi Penanggulangan memuat informasi secara umum dan hal-hal penting yang
harus diperhatikan mengenai hal-hal sebagai berikut:

1. identifikasi kejadian;
2. pelaporan kejadian;
3. pengaktifan atau penugasan tim kedaruratan Pengelolaan B3 dan/atau Limbah B3;
4. tindakan mitigasi;
5. tindakan perlindungan segera;
6. tindakan perlindungan untuk petugas penanggulangan keadaan darurat, pekerja, masyarakat dan
lingkungan hidup; dan
7. pemberian informasi mengenai peringatan adanya kedaruratan pengelolaan lingkungan hidup.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai