Anda di halaman 1dari 87

Pemajakan Pertambangan

Migas (PPh Migas)


Mata Kuliah
Kebijakan & Administrasi Pajak Penghasilan
Dosen Pengajar:
Dr. Ning Rahayu, M.Si
Dr. Maria Rud Tambunan, S.I.A., M.E.
Dr. Prianto Budi Saptono, M.B.A
Kelompok Penyaji: SAP 7
(1) Dinda Chairunissa - 2306308933
(2) Dwi Septya Pratiwi- 2306182654
(3) Nandhita Hayu - 2306183045
(4) Tasya Yora Yolanda - 2306183221
Pembahasan PPh Migas

Teori dan Konsep dari PPh Teori dan Konsep dari


01 Migas 05 PPh Migas di Malaysia
09.
Penerapan PSC Baru vs Penerapan PSC Baru vs
02 PSC Lama di Indonesia 06 PSC Lama di Malaysia
Lesson Learned

Perhitungan R/C Cost di Rekomendasi


03 Perhitungan Cost Recovery 07 Malaysia
dan Gross Split di Indonesia

Kelebihan dan Kekurangan Kelebihan dan Kekurangan


04 di Indonesia 08 di Malaysia
01
Teori/Konsep
PPh Migas
Pasal 33 ayat (2) UUD 1945
“Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang
menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara”

Pasal 33 ayat (3) UUD 1945


“Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai
oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang


Minyak dan Gas Bumi
“Pembangunan nasional harus diarahkan kepada terwujudnya kesejahteraan
rakyat dengan melakukan reformasi di segala bidang kehidupan berbangsa
dan bernegara berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. ”
kegiatan hulu minyak dan gas bumi
1) Eksplorasi
Bertujuan untuk menemukan dan memperoleh perkiraan
cadangan minyak dan gas bumi di wilayah kerja yang ditentukan
2) Eksploitasi
Bertujuan untuk menghasilkan minyak dan gas bumi dari wilayah
kerja yang ditentukan, berupa:
a. pengeboran dan penyelesaian sumur
b. pembangunan sarana pengangkutan
c. Penyimpanan
d. pengolahan untuk pemisahan dan pemurnian minyak dan gas
bumi di lapangan serta kegiatan lain yang mendukungnya.

(Pasal 40 angka 1 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang


Cipta Kerja).
Pasal 1 angka 1 Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya
Mineral Nomor 48 Tahun 2017 tentang Pengawasan
Pengusahaan di Sektor Energi dan Sumber Daya Mineral

“Kontraktor Kontrak Kerja Sama yang selanjutnya disebut Kontraktor


adalah badan usaha atau bentuk usaha tetap yang melaksanakan
eksplorasi dan eksploitasi pada suatu wilayah kerja berdasarkan kontrak
kerja sama dengan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu
Minyak dan Gas Bumi”.

Pasal 1 angka 19 UU 22/2001

“Kontrak Kerja Sama adalah Kontrak Bagi Hasil (cost recovery) atau bentuk
kerja sama lain dalam kegiatan Eksplorasi dan Eksploitasi yang lebih
menguntungkan Negara dan hasilnya dipergunakan untuk sebesar-besar
kemakmuran rakyat”.
Prinsip-prinsip kontrak bagi hasil (Priamoko, 2017)
1. Sistem pembagian berdasarkan hasil produksi;
2. Kewenangan manajemen ada pada Pertamina;
3. Semua peralatan, sarana dan fasilitas yang dibeli dan dibangun untuk
operasi menjadi milik Pertamina;
4. Pembagian produk sampingan berbeda dengan pembagian produksi
utama;
5. Pertamina memegang kewenangan menentukan pengembalian biaya
operasi;
6. Kontraktor menanggung resiko kerugian biaya operasi;
7. Kepemilikan atas mineral tetap di tangan Negara hingga titik
penyerahan.
Prinsip-prinsip dasar Kontrak PSC di Indonesia (Simamora, 2000)
1. Manajemen berada di tangan negara
Manajemen berada di tangan negara berarti negara ikut serta dan
mengawasi jalannya operasi secara aktif dengan memberikan wewenang kepada kontraktor untuk
bertindak sebagai operator dan menjalankan operasi di bawah pengawasannya.
2. Kontraktor menyediakan seluruh biaya dan teknologi yang dibutuhkan dalam operasi perminyakan
serta menanggung biaya dan risiko operasi.
3. Kontraktor akan memperoleh kembali seluruh biaya operasi (operating cost) setelah produksi
komersial
4. Pembagian hasil produksi antara negara dan kontraktor
5. Kepemilikan aset ada pada negara, kecuali menyewa dari pihak ketiga
Prinsip ini tertuang dalam klausul Kontrak PSC, yaitu:
“Equipment purchased by Contractor pursuant to the Work Program becomes the property of
Pertamina (in case of import, when landed at the Indonesian ports of import) and will be used in
Petroleum Operation hereunder”.
6. Kewajiban perpajakan yang dimiliki oleh kontraktor
7. Jangka waktu Production Sharing Contract adalah 30 tahun
Cost Recovery (Satrio, 2012)
Cost Recovery adalah biaya yang dibayarkan Pemerintah kepada kontraktor sebagai penggantian biaya
produksi dan investasi selama proses eksplorasi, eksploitasi, dan pengembangan blok migas yang tengah
dikerjakan di wilayah suatu negara

Dalam PP No 79 Tahun 2010, ada 3 jenis biaya yang dapat dimasukkan dalam cost recovery list:
1. Biaya Non Kapital/Current Year Non Capital Cost
biaya-biaya operasi yang terjadi sehubungan dengan operasi tahun berjalan. Sifat biaya non kapital
tidak terbatas sepanjang diperlukan untuk aktivitas operasi produksi migas
2. Biaya Kapital/Current Year’s Depreciation For Capital Cost
pengeluaran untuk biaya-biaya yang secara umum mempunyai masa manfaat
3. Depresiasi
Alokasi sistematis jumlah yang dapat disusutkan dari suatu aset selama umur manfaatnya dan akan
dihitung mulai tahun kalender di mana aset ditempatkan ke dalam layanan setahun penuh.
Metodenya adalah saldo menurun.
Dasar pembatasan cost recovery (Abdullah, 2014)
1. Pembatasan cost recovery untuk menghindari investasi yang tidak perlu.
2. Pembatasan cost recovery akan memaksa kontraktor patuh pada good engineering practice.
3. Pembatasan ini juga ditujukan untuk menegakkan wibawa BP Migas yang selama ini hanya
dianggap gertak sambal, tidak memberi sanksi pada pelanggaran yang dilakukan kontraktor.
Contohnya adalah realisasi biaya cost recovery yang sering melebihi penghitungan awal.
4. Pembatasan cost recovery akan membuat kontraktor berpikir dua kali untuk memasukkan
biaya-biaya yang masuk biaya produksi, sehingga tidak sembarangan menempatkan biaya.
Aspek-aspek positif dari pelaksanaan cost recovery (Ashong, 2010)
1. Resiko eksplorasi minyak dan gas bumi menjadi pertanggungan KKKS.
Pemerintah baru akan mendapatkan manfaat ketika eksplorasi yang
dilakukan berhasil.
2. Biaya pemulihan yang diberikan kepada KKKS harus sesuai dengan
kontrak yang disepakati dan peraturan perundang-undangan yang
ditetapkan oleh Pemerintah. Selain dari itu, tidak ada dimasukan
dalam bagian cost recovery.
3. Pembatasan cost recovery dirancang untuk memastikan Pemerintah
mendapatkan bagian keuntungan segera setelah produksi dimulai.
KKKS dilarang terlambat dalam memberikan bagian pendapatan
kepada Pemerintah.
4. Pembatasan cost recovery bertujuan melindungi Pemerintah dari
pembiayaan yang harus dikembalikan kepada KKKS dikarenakan
tindakan pemborosan atau pembiayaan yang tidak semestinya.
Aspek-aspek negatif dari pelaksanaan cost recovery (Ashong, 2010)
1. KKKS sering memasukan variabel-variabel biaya yang tidak termasuk
dalam kesepakatan dan diizinkan oleh Peraturan Perundang-undangan
dengan tujuan mendapatkan keuntungan dari penambahan cost
recovery
2. Cost recovery rentan dengan adanya ketidakstabilan harga minyak
dunia. KKKS berusaha mengambil keuntungan, yaitu dengan cara
memperbesar cost recovery mencapai batas maksimal
Pasal 1 angka 7 Permen Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 8
Tahun 2017 tentang Kontrak Bagi Hasil Gross Split

“suatu Kontrak Bagi Hasil dalam Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas
Bumi berdasarkan prinsip pembagian gross produksi tanpa mekanisme
pengembalian biaya operasi”.

Skema gross split dipandang lebih menguntungkan karena sudah tidak


menggunakan mekanisme First Tranche Petroleum (“FTP”).

Dengan model gross split ini, produksi yang diukur setelah keluar dari titik
penyerahan (custody transfer) akan langsung dihitung pembagian untuk
pemerintah dan kontraktor, tanpa dikurangi dengan biaya-biaya operasi
kegiatan hulu migas yang telah dikeluarkan oleh kontraktor seperti
halnya dalam production sharing contract atau cost recovery.
Konsep Gross Split (Lukito, Alexander dan Tim Watson, 2017)

1. Konsep gross split didasarkan pada pemisahan hasil produksi bruto


tanpa memperhatikan mekanisme cost recovery.
2. Hak retensi mempertahankan prinsip utama:
a) hak kepemilikan dimiliki oleh negara hingga titik pengiriman
hidrokarbon (sesuai PSC);
b) kontrol manajemen atas operasi dibawahi oleh SKK Migas (sesuai
PSC atau kontrak lanjutan); dan
c) seluruh modal dan risiko ditanggung oleh kontraktor (sesuai PSC).
Mekanisme Gross Split (Lukito, Alexander dan Tim Watson, 2017)

1. Base split menjadi dasar dalam menentukan pemisahan produksi selama rencana persetujuan
pembangunan. Pembagiannya adalah sebagi berikut:
a) Minyak bumi: 57% Pemerintah; 43% Kontraktor.
b) Gas Bumi: 52% Pemerintah; 48% Kontraktor.
2. Komponen variabel memperhitung-kan status area kerja, lokasi lapangan, reservoir, infrastruktur
pendukung, dan lain-lain.
3. Komponen progresif disesuaikan dengan memperhitungkan harga minyak dan harga produksi
kumulatif.
4. Pembagian produksi “sebenarnya” didasarkan pada PoD daripada PSC
5. Bergantung pada kebijakan ekonomi, kementerian ESDM memiliki wewenang untuk menambah
(hingga maksimum 5%) pembagian produksi antara kontraktor dan pemerintah.
6. Memperhatikan bahwa pelaporan PSC gross split sesuai tanggal (bidang) ditetapkan 42.5% untuk
Pemerintah dibanding 57,5% untuk kontraktor. Hasil ini menunjukan fleksibilitas pembagian dalam
praktik.
Ketentuan Transisi (Lukito, Alexander dan Tim Watson, 2017)

1. Pengoperasian PSC harus dilakukan hingga jangka waktunya berakhir, bagaimanapun kontraktor
dapat melakukan perubahan dengan skema baru: gross split.
2. Terdapat opsi perubahan untuk memperpanjang PSC (jika awalnya ditandatangani di bawah
perjanjian cost recovery), opsi melanjutkan dengan perjanjian cost recovery membutuhkan
persetujuan dari Menteri ESDM.
3. Jika format PSC berubah segala biaya yang tidak terpulihkan/ ditanggung dapat diambil sebagai
split tambahan bagi kontraktor.
4. PSC yang akan habis kontraknya tapi tidak diperpanjang otomatis menjadi diberikan kembali
dibawah skema gross split.
02
Penerapan
PSC Baru vs PSC Lama di
Indonesia

*PSC/KBH =
Production Sharing Contract/ Kontrak Bagi Hasil
Sistem PSC Cost Recovery di Indonesia

Skema PSC lahir karena adanya ketidakpuasan dengan


sistem pertambangan migas di Indonesia yang
sebelumnya yakni konsesi dan kontrak karya. Ide
mengenai PSC dikemukakan Ibnu Sutowo, setelah
menjadi Presiden Direktur PERTAMINA dan Menteri
Minyak dan Gas Bumi tahun 1965.

Sumber: http://patra.itb.ac.id/karya/kajian-energi/mengupas-mekanisme-production-sharing-contract-agreement-di-indonesia-2/
Perubahan PSC di Indonesia

Sumber: http://patra.itb.ac.id/karya/kajian-energi/mengupas-mekanisme-production-sharing-contract-agreement-di-indonesia-2/
Perubahan PSC di Indonesia

Sumber: http://patra.itb.ac.id/karya/kajian-energi/mengupas-mekanisme-production-sharing-contract-agreement-di-indonesia-2/
Biaya operasi yang dapat dikembalikan dalam penghitungan bagi hasil dan
pajak penghasilan harus memenuhi persyaratan:

a. dikeluarkan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan sesuai dengan


ketentuan peraturan perundang-undangan dan terkait langsung dengan kegiatan operasi
perminyakan di wilayah kerja kontraktor yang bersangkutan di Indonesia;
b. menggunakan harga wajar yang tidak dipengaruhi hubungan istimewa sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan;
c. pelaksanaan operasi perminyakan sesuai dengan kaidah praktek bisnis dan keteknikan yang
baik;
d. kegiatan operasi perminyakan sesuai dengan Rencana Kerja dan Anggaran yang telah
mendapatkan persetujuan Kepala SKK Migas.

Sumber: Pasal 12 Ayat 1 Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2017


Biaya yang dikeluarkan yang terkait langsung dengan operasi perminyakan
wajib memenuhi syarat:
a. untuk biaya penyusutan hanya atas barang dan peralatan yang digunakan untuk operasi perminyakan yang menjadi
milik negara;
b. untuk biaya langsung kantor pusat yang dibebankan ke proyek di Indonesia yang berasal dari luar negeri hanya untuk
kegiatan yang:
1) tidak dapat dikerjakan oleh institusi/lembaga di dalam negeri;
2) tidak dapat dikerjakan oleh tenaga kerja Indonesia; dan
3) tidak rutin.
c. untuk pemberian imbalan sehubungan dengan pekerjaan kepada karyawan/pekerja dalam bentuk natura/kenikmatan
dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan;
d. untuk pemberian sumbangan bencana alam atas nama pemerintah dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan di bidang perpajakan;
e. untuk pengeluaran biaya pengembangan masyarakat dan lingkungan yang dikeluarkan pada masa eksplorasi dan
eksploitasi;
f. untuk pengeluaran alokasi biaya tidak langsung kantor pusat dengan syarat:
1) digunakan untuk menunjang usaha atau kegiatan di Indonesia;
2) Kontraktor menyerahkan laporan keuangan konsolidasi kantor pusat yang telah diaudit dan dasar pengalokasiannya;
3) besarannya tidak melampaui batasan yang ditetapkan dengan Peraturan Menteri Keuangan setelah mendapat
pertimbangan Menteri ESDM

Sumber: Pasal 12 Ayat 2 Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2017


Sistem Bagi Hasil Gross Split di Indonesia
Pengaturan terkait Sistem Bagi Hasil Gross Split
dimulai sejak diberlakukannya Peraturan Menteri
ESDM Nomor 38 Tahun 2015 tentang Percepatan
Pengusahaan Minyak dan Gas Bumi Non
Konvensional.

Peraturan ini mengawali sistem Kontrak Bagi Hasil


dengan Sistem Kontrak Bagi Hasil Gross Split Sliding
Scale. Kontrak Bagi Hasil Gross Split Sliding Scale
adalah suatu bentuk Kontrak Bagi Hasil dalam
kegiatan usaha hulu berdasarkan prinsip pembagian
gross produksi secara progresif berdasarkan kumulatif
produksi setiap tahun tanpa mekanisme pengembalian
biaya operasi.
Peraturan Menteri ESDM Nomor 08 Tahun 2017
Pengaturan ini mencabut Peraturan Menteri ESDM Nomor 38
Tahun 2015.

Berdasarkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 08 Tahun 2017


dinyatakan bahwa Kontrak Bagi Hasil Gross Split adalah suatu
Kontrak Bagi Hasil dalam kegiatan usaha hulu migas bumi
berdasarkan prinsip pembagian gross produksi tanpa mekanisme
pengembalian biaya operasi.

Kontrak bagi hasil Gross Split paling sedikit memuat persyaratan:


a. kepemilikan sumber daya alam tetap di tangan pemerintah
sampai pada titik penyerahan;
b. pengendalian manajemen operasi berada pada SKK Migas;
dan
c. modal dan risiko seluruhnya ditanggung oleh kontraktor.
Peraturan Menteri ESDM Nomor 08 Tahun 2017
Kontrak Bagi Hasil Gross Split (Pasal 2 ayat 1) ditetapkan bagi
hasil awal (base split) yaitu :
a. Untuk Minyak Bumi sebesar 57% bagian negara dan 43%
bagian konTraktor.
b. Untuk Gas Bumi sebesar 52% bagian negara dan 48%
bagian kontraktor.
Perbedaan Sistem PSC Cost Recovery dengan PSC Gross Split
1. Ditinjau dari Ruang Lingkup dan Definisi

Cost Recovery Gross Split

Kontraktor dapat memperoleh kembali segala biaya yang Bagi Hasil Gross Split berarti prinsip bagi hasil produksi
diperlukan dalam melaksanakan Operasi Minyak dan Gas tanpa mekanisme pengembalian Biaya Operasi.
Bumi yang diklasifikasikan sebagai Biaya Operasi

First Tranch Petroleum adalah bagian tertentu dari Minyak Base Split Minyak Bumi berarti sebesar 57% bagian SKK
dan Gas Bumi yang diproduksikan dan disimpan dari MIGAS dan 43% bagian KONTRAKTOR. Base Split Gas
Wilayah Kerja pada Tahun Kalender dimana SKK MIGAS Bumi berarti sebesar 52% (lima puluh dua persen) bagian
dan KONTRAKTOR berhak untuk terlebih dahulu SKK MIGAS dan 48% (empat puluh delapan persen)
mengambil dan menerima pada setiap Tahun Kalender, bagian KONTRAKTOR.
sebelum dikurangi pengembalian Biaya Operasi dan
penanganan produksi.

Sumber: Format Standar Production Sharing Contract Cost Recovery dan Gross Split
Perbedaan Sistem PSC Cost Recovery dengan PSC Gross Split
2. Ditinjau dari Hak dan Kewajiban Para Pihak
Cost Recovery Gross Split

mempunyai hak, selama jangka waktu KONTRAK, untuk mempunyai hak, selama jangka waktu KONTRAK, untuk
secara bebas mengambil, mengalihkan dan mengekspor secara bebas mengambil, mengalihkan dan mengekspor
Minyak Bumi yang menjadi bagian KONTRAKTOR dan Minyak Bumi yang menjadi bagian KONTRAKTOR dan
menyimpan hasil penjualannya di luar negeri menyimpan hasil penjualannya di luar negeri; dengan
tidak mengesampingkan ketentuan tersebut di atas,
KONTRAKTOR mengutamakan Minyak Bumi yang
menjadi bagian KONTRAKTOR untuk memenuhi
kebutuhan dalam negeri sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang undangan.

Harga Minyak Bumi yang akan diserahkan dan dijual Harga Minyak Bumi yang akan dijual adalah sebesar
adalah 25% dari harga yang ditetapkan dan harga minyak mentah Indonesia
KONTRAKTOR tidak berkewajiban untuk mengangkut
Minyak Bumi di luar Titik Ekspor tetapi apabila diminta,
KONTRAKTOR akan membantu dalam mengatur
pengangkutan dan bantuan tersebut tidak akan menjadi
beban biaya atau risiko KONTRAKTOR

Sumber: Format Standar Production Sharing Contract Cost Recovery dan Gross Split
Perbedaan Sistem PSC Cost Recovery dengan PSC Gross Split
3. Ditinjau dari Biaya Operasi
Cost Recovery Gross Split
Menggunakan istilah Pengembalian biaya operasi dan Menggunakan istilah Penanganan Biaya Operasi dan
penanganan produksi Produksi

KONTRAKTOR akan memperoleh kembali penggantian Biaya Operasi dapat digunakan sebagai pengurang
atas Biaya Operasi dengan diambilkan dari hasil dalam pelaporan pajak dan penghitungan penghasilan
penjualan atau penyerahan lainnya dari jumlah Minyak kena pajak KONTRAKTOR
dan Gas Bumi senilai dengan Biaya Operasi, yang
diproduksi dan disimpan berdasarkan KONTRAK ini dan
tidak digunakan dalam Operasi Minyak dan Gas Bumi
Biaya Operasi dapat digunakan sebagai pengurang
penghasilan dalam menghitung penghasilan kena pajak
KONTRAKTOR

First Tranche Petroleum Penyesuaian Bagi Hasil

Sumber: Format Standar Production Sharing Contract Cost Recovery dan Gross Split
03
Skema Perhitungan
Cost Recovery & Gross Split di
Indonesia
Pendahuluan: Perlakuan Pemajakan Migas

Menurut Undang-Undang No. 36 tahun 2008 Pasal 2 Ayat (5) huruf j (Sebelum
UU HPP) tentang pajak penghasilan berisi mengenai pajak yang dikenakan
terhadap BUT. salah satunya Wilayah Kerja Pajak Pertambangan Migas.

Migas merupakan pajak atas penghasilan yang diterima oleh Pemerintah dari
usaha kegiatan hulu migas. Perhitungan Perpajakan Migas merupakan fungsi
dari asumsi lifting dan harga minyak mentah Indonesia atau dikenal Indonesian
Crude oil Price (ICP). Selain itu, terdapat beberapa parameter lainnya sebagai
dasar perhitungan meliputi jumlah hari produksi, cost recovery, dan Gross Split.
Pendahuluan Bisnis Migas
Minyak dan Gas Bumi (Migas) adalah sumber energi dan sumber devisa
bagi Negara Indonesia.
Menurut Abdul Aziz mengutip di dalam Buku Aspek Fiskal Bisnis Hulu Migas,
Kurniawan dan Amir (2017) menyatakan bahwa kegiatan Bisnis Migas
umumnya dibagi menjadi dua kegiatan utama (core business), yaitu:
1. Up-stream -> Bisnis Hulu Migas
Terdiri dari kegiatan besar yaitu Eksplorasi dan Eksploitasi/Produksi
Pengelolaan bisnis Hulu Migas diwakili oleh pemerintah yang
melakukan kerjasama dengan perusahaan/pihak ketiga, dengan suatu
kontrak yaitu Kontrak Kerja-Sama (KKS) dan dengan menggunakan
skema fiskal tertentu.
2. Downstream -> Bisnis Hilir Migas
Terdiri dari proses pengolahan migas alam sampai dengan tahap
pemasaran hasil produksi, yaitu pengolahan, pengangkutan,
penyimpanan, dan pemasaran.
Deskripsi Kegiatan & Proses Bisnis Hulu & Hilir Migas

(sumber: Aspek Fiskal Bisnis Hulu Migas, 2017)


Skema Fiskal Migas
Skema Fiskal adalah skema kerjasama bisnis hulu migas antara pemerintah dan
pihak ketiga (perusahaan swasta dalam dan luar negeri, BUMN, atau yang lainnya)
yang dikaitkan dengan potensi penerimaan dan pengeluaran negara yang akan
diterima/dikeluarkan oleh pemerintah (menghitung potential gain/potential lost).
Beberapa skema fiskal Menurut Pudyantoro (2014)
diantaranya yaitu:
1. Royalty/Konsesi
2. Skema Kerja Sama (SKK)
yang terdiri atas
Kontrak Karya,
Kontrak Jasa,
dan Bagi Hasil
(SBH)/PSC

(sumber:Buku Aspek Fiskal Bisnis, 2017)


1. Skema Fiskal - Konsesi/Royalti
Model skema fiskal konsesi diimplementasikan di Indonesia dari zaman penjajahan Hindia Belanda sampai dengan
tahun 1960. Definisi konsesi dalam kontrak kerjasama adalah suatu perjanjian antara pemegang kuasa
pertambangan migas dengan kontraktor untuk melakukan eksplorasi dan, jika berhasil, produksi serta memasarkan
hasilnya tanpa melibatkan pemberi konsesi dalam manajemen operasi. (Pudyantoro, 2013)

Awalnya negara sebagai Dialihkan kepada Pihak Ketiga Sehingga disebut sebagai private property
Pemilik SDA (Migas) (Perusahaan) secara eksklusif (Kepemilikan SDA di pihak perusahaan)

2. Skema Fiskal - Kontrak Karya


Menurut Abdul Aziz, mengutip di dalam Buku Aspek Fiskal Bisnis Hulu Migas (2017) bahwasannya pernah berlaku di
Indonesia yaitu model kontrak karya atau Contract of Work tahun 1960 s/d 1963 diatur dalam Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang (PRP) No. 37 tahun 1960 tentang pertambangan. Skema ini mengatur 5 pokok konsesi.
Masa kontrak perusahaan:
Perusahaan minyak bertindak sebagai keuntungan operasi perusahaan
Eksploitasi (20th)
salah satu perusahaan negara & asing dibagi antara pemerintah
Eskplorasi (30th)
Kontraktor tunduk pada sistem konsesi dan kontraktor asing dengan split
Pemasaran (5th)
(melepas hak konsesinya) 60:40.
fasilitas kilang kpd Negara (10-15 th)
3. Skema Fiskal - Kontrak Jasa
Peran pemerintah sangat besar dan sebaliknya peran kontraktor sangat kecil. Pemerintah bertindak sebagai
pemegang kuasa pertambangan yang dalam hal ini adalah migas sehingga pemerintah menguasai penuh
operasional sumber daya alam secara keseluruhan (100%). Oleh karena itu, paham yang digunakan dalam
skema ini adalah state property, dengan kata lain sumber daya alam dimiliki dan dikuasai oleh negara.
(Pudyantoro, 2014)
Kontraktor sebagai pihak ketiga Keuntungannya: Pemerintah
Pemerintah bertindak sebagai pemilik
(tukang) yang dipekerjakan menikmati hasil pengelolaan
proyek
berdasarkan fee migas secara penuh

4. Skema Fiskal - Bagi Hasil


Dalam mengelola bisnis hulu migas, Menurut Pudyantoro (2013)) Negara
Indonesia menerapkan:
1. (Sebelum 2017) Sistem KKS dengan skema bagi hasil (Production sharing SKK MIGAS,
contract) Cost Recovery melalui PP No. 79 tahun 2010 Pemerintah &
2. Pada tahun 2017, berganti menjadi skema bagi hasil (production sharing Perusahaan
contract) Gross Split melalui PP no. 27 tahun 2017 Kontraktor
3. Permen ESDM No. 12 tahun 2020, pemerintah memberikan kemudahan
bagi kontraktor untuk memilih skema model Gross Split dan Cost Recovery
untuk menarik Investasi dari para investor Migas.
Konsep Cost Recovery

Cost recovery merupakan sejumlah biaya-biaya yang akan digantikan oleh


Pemerintah sebagai akibat dari proses eksplorasi serta eksploitasi sumber
migas di wilayah kerja kontraktor. Besarnya cost recovery akan berbeda
untuk setiap kontrak (wilayah kerja), tergantung kondisi operasional
lapangan, cadangan migas, tingkat produksi dan permintaan sarana
prasarana (Pudyantoro, 2014).

Dengan kata lain, Cost Recovery bisa digantikan apabila pemerintah


maupun kontraktor pengusaha berhasil menemukan cadangan migas.
Ketika kegiatan eksplorasi gagal, maka uang yang akan dibelanjakan akan
hilang dan terbukti bahwa area tersebut tidak ada cadangan migas.
Sehingga, diatur dalam Skema PSC, bahwa “Dana yang dikeluarkan
kontraktor/dana talangan akan dikembalikan apabila cadangan migas
Tahapan Cost Recovery
Pertama, perusahaan yang bertindak
Pengeluaran kapital (pembelian
sebagai KKKS, yaitu melakukan belanja
barang dan jasa) untuk lebih 1
sesuai dengan program kerja yang
tahun dan non kapital
disetujui. Pengeluaran tersebut
(pembelian barang dan jasa)
dikumpulkan dalam rekening pengeluaran
kurang 1 tahun
(expenditures)

Tahap ketiga, mentransformasikan Tahap keempat, menambahkan


pengeluaran menjadi biaya biaya-biaya tahun sebelumnya
operasi. Hal ini dengan yang tidak dapat
mempertemukan hasil penjualan diperhitungkan dengan
tahun berjalan sepadan dengan penghasilan karena hasil migas
pengeluaran yang digunakan untuk tidak memadai (unrecover cost
migas tahun tersebut. prior period)

(Pudyantoro, 2013)
Skema Cost Recovery

(Berdasarkan PP No. 79
Tahun 2010) Cost recovery
(Pengembalian Biaya), hasil produksi
dikurangi dengan biaya pengembalian
sebelum ditentukan hasil yang harus dibagi
Equity To Be Split (ETBS) PSC Cost Recovery
(Equity to be split). Setelah ditentukan
= Pendapatan - FTP - Investment Credit - Cost Recovery
pembagian, maka hasil tersebut dikurangi
pajak penghasilan.

(Sumber: Kurniawan dan Amir, 2017)


Skema PPh PSC Cost Recovery
Berdasarkan PP 79/2010 penghitungan pajak
penghasilan atas penghasilan dalam rangka kontrak bagi
hasil sebagaimana dimaksud dihitung berdasarkan:
1) nilai realisasi minyak dan atau gas bumi bagian KKKS
dari equity share dan FTP share,
2) ditambah minyak dan atau gas bumi yang berasal dari
pengembalian biaya operasi,
3) ditambah minyak dan atau gas bumi tambahan yang
berasal dari pemberian insentif atau karena ha1 lain,
4) dikurangi nilai realisasi penyerahan DMO minyak
dan/atau gas bumi,
5) ditambah imbalan DMO, dan
6) ditambah varian harga atas lifting. (Sumber: Hadi, 2017)
Kontrak Bagi Hasil Cost Recovery

Di dalam pelaksanaannya, realisasi penerimaan Perpajakan Migas dihitung


dengan menggunakan nilai tukar yang berlaku saat itu (current).
Selanjutnya, gross revenue tersebut akan dibagi antara bagian Pemerintah
dan kontraktor sedangkan Pemajakan migas tersebut adalah hasil perkalian
antara tarif PPh yang berlaku dengan bagian dari kontraktor tersebut.
Perhitungan PPh migas adalah:
Tax rate x% bagian kontraktor x [(ICP x lifting x 366)-cost recovery x kurs
Pajak yang dikenakan dalam perhitungan PPh migas berupa Pajak
Penghasilan Badan (PPh Badan) sebesar 35% dan tarif Pajak atas Bunga
sebesar 20% (Berkas DPR RI, 2010)
Perlakuan Pemajakan Migas dengan Konsep Cost Recovery

Berlaku PP 79 Tahun 2010

Cost Recovery
1. Pembebasan BM Atas Impor dengan Master List
2. PPh Pasal 22 Impor dan PPN & PPnBM Impor Tidak Dipungut dengan Master List
3. Sebagai Pemungut PPN (PPN dan PPnBM yang dibayar dibiayakan)
4. Pengurangan PBB Tubuh Bumi 100% Tahap Eksplorasi Maks 10 Tahun
5. PBB Dibayar Tahap Eksploitasi dan dapat dibiayakan
6. Fasilitas diatur di PMK 267/PMK.011/2014 (PBB)
7. Penyusutan atas pengeluaran harta berwujud yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu)
tahun dilakukan dalam bagian yang menurun selama masa manfaat yang dihitung dengan cara
menerapkan tarif penyusutan atas nilai sisa buku dan pada akhir masa manfaat nilai sisa buku
disusutkan sekaligus.
8. Kewajiban Setoran PPh Badan dan Pajak Deviden
9. Tarif pajak yang berlaku pada saat kontrak kerja sama ditandatangani atau tarif pajak sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan yang berlaku dan dapat berubah
setiap saat. Dalam hal terjadi perubahan perhitungan pajak penghasilan, besaran bagian
penerimaan negara harus tetap.
B. Konsep Gross Split

Kontrak Bagi Hasil Gross Split adalah suatu bentuk kontrak kerja sama
dalam kegiatan usaha hulu Migas berdasarkan prinsip pembagian gross
produksi tanpa mekanisme pengembalian biaya operasi (Kurniawan dan
Amir, 2017)
Skema Gross Split muncul dilatarbelakangi oleh rendahnya angka dan
amannya waktu penemuan cadangan minyak dan gas bumi, disertai PNBP
sektor hulu migas terus menurun.
Sistem Pembagian fiskal pada Gross-Split ini adalah Sliding Scale yaitu
menyesuaikan dengan kondisi-kondisi tertentu yang ditentukan oleh 10
komponen variabel yang mempengaruhi kondisi keekonomian proyek
dengan base split dari Kontrak Bagi Hasil (KBH) 57% untuk pemerintah dan
43% untuk kontraktor.
Tujuan Gross Split

Mendorong Mendorong para Mendorong Mendorong K3S


usaha eksplorasi kontraktor Migas bisnis proses untuk mengelola
dan eksploitasi dan industri kontraktor hulu biaya operasi &
penunjang Migas
yang lebih efektif Migas (KS) dan investasinya
untuk lebih efisien
dan cepat. sehingga lebih
SKK Migas dengan berpijak
mampu menjadi lebih kepada sistem
menghadapi gejolak sederhana dan keuangan
harga minyak dari akuntabel. korporasi, bukan
waktu ke waktu.
sistem keuangan
negara.

Marolli pada Artikel Kominfo, 2017)


Skema Gross Split

Abdul Aziz (2017) menyatakan


bahwa Skema Gross Split
menerapkan bahwa pendapatan
kotor dari hasil produksi akan
dibagi langsung baik kepada 43%
Pemerintah dan kontraktor, dan
perlakuan pajaknya ditanggung
oleh masing-masing pihak.

(Sumber: Kurniawan dan Amir, 2017)


Skema PPh PSC Gross Split
Besaran bagi hasil (final split) ditentukan berdasarkan bagi
hasil awal (base split), variable split, dan progressive split.
Angka base split untuk minyak bumi yaitu sebesar 57% bagian
negara dan 43% bagian kontraktor, sedangkan angka base
split untuk gas bumi yaitu sebesar 52% bagian negara dan
48% bagian kontraktor.

Final Split = Base Split ‡ Variable Split ‡ Progressive Split

Besaran variable split dipengaruhi oleh status Wilayah Kerja,


lokasi gangan, kedalaman reservoir (m), ketersediaan
infrastruktur pendukung, jenis reservoir, kandungan karbon-
dioksida (%), kandungan hidrogen-sulfida (ppm), berat jenis
minyak bumi (API), tingkat komponen dalam negeri, tahapan
produksi. Sedangkan besaran progressive split dipengaruhi
oleh harga Migas dan jumlah kumulatif produksi Migas.
(Marolli pada Artikel Kominfo, 2017)
Perlakuan Pemajakan Migas dengan Konsep Gross Split
Berlaku PP 27 Tahun 2017
1. Pengaturan adanya klausul bagi hasil yang dinamis (sliding scale split) pada Kontrak Kerja Sama
Bagi Hasil, Pasal 10A;
2. Pemberian insentif kegiatan usaha hulu dalam bentuk insentif perpajakan pada masa eksplorasi
maupun eksploitasi Pasal 26A, Pasal 26B, Pasal 26C, Pasal 26D:
a. Masa eksplorasi: pembebasan Bea Masuk, PPN atau PPnBM tidak dipungut, PPh 22
impor tidak dipungut, pengurangan PBB 100% selama masa eksplorasi;
b. Masa eksploitasi: pembebasan Bea Masuk, PPN atau PPnBM tidak dipungut, PPh 22
impor tidak dipungut, pengurangan PBB tubuh bumi maksimal 100 persen. (Diberikan
berdasarkan pertimbangan keekonomian proyek dari Menteri ESDM;
c. Pembebanan cost sharing dikecualikan dari PPh dan tidak dipungut PPN;
d. Pengeluaran alokasi biaya tidak langsung kantor pusat bukan menjadi objek PPh dan
PPN.
1. Merelaksasi biaya-biaya yang non-cost recoverable menjadi cost recoverable:
a. Biaya pengembangan lingkungan dan masyarakat setempat pada masa eksplorasi dan
eksploitasi, Pasal 12 ayat 2 huruf e;
b. Masa eksploitasi: pembebasan Bea Masuk, PPN atau PPnBM tidak dipungut, PPh 22 impor
tidak dipungut, pengurangan PBB tubuh bumi maksimal 100 persen. (Diberikan
berdasarkan pertimbangan keekonomian proyek dari Menteri ESDM;
c. Biaya insentif interest recovery, Pasal 13 huruf w.
Perlakuan Pemajakan Migas dengan Konsep Gross Split
Berlaku PP 27 Tahun 2017
1. Penegasan prinsip Block Basis (wilayah kerja) dalam rangka penghitungan biaya cost recovery
dengan menghapus penjelasan Pasal 12 ayat (1) huruf a yang mengatur prinsip Plan Of
Development (POD) field basis atau dihitung per lapangan.
2. Pengenaan PPh atas penghasilan uplift dan pengalihan Participating Interest hanya dikenakan
sekali dan bersifat final, Pasal 27.
3. Menambah kewenangan Menteri ESDM untuk menentukan perhitungan penyusutan yang berbeda
dalam rangka menjaga tingkat produksi, Pasal 16.
4. Disusunnya standar dan norma pemeriksaan yang sama dalam bentuk pedoman pemeriksaan
yang digunakan oleh SKK Migas, BPKP, dan Ditjen Pajak untuk mengaudit bagi hasil dan pajak
penghasilan sehingga terdapat koordinasi antar auditor Pemerintah, Pasal 30.
5. Peraturan Peralihan Pasal 38A, Pasal 38B, Pasal 38C:
a. Kontrak yang telah ditandatangani sebelum berlakunya UU Migas 2001 dan kontrak yang telah
ditandatangani setelah berlakunya UU Migas hingga berlakunya PP 79/2010 dapat memilih untuk mengikuti
ketentuan kontrak atau menyesuaikan dengan ketentuan PP 27/2017 paling lama enam bulan setelah
berlakunya PP 27/2017;
b. Kontrak yang ditandatangani setelah berlakunya PP 79/2010 dapat menyesuaikan dengan ketentuan PP
27/2017 paling lama enam bulan sejak berlakunya PP 27/2017;
c. Kontrak yang ditandatangani setelah berlakunya PP 27/2017 wajib mematuhi ketentuan PP 27/2017.
Perlakuan Pemajakan Migas dengan Konsep Cost Recovery
Penghasilan Kena Pajak :
Penghasilan Kontraktor - Biaya Bukan Modal Tahun Berjalan - Penyusutan Biaya
Modal Tahun Berjalan - Unrecovered previous year’s operating cost

Perlakuan Pemajakan Migas dengan Konsep Gross Split

Penghasilan Kena Pajak :


Penghasilan Kontraktor + Penghasilan Lainnya - Biaya Operasi - Kompensasi
Kerugian

(Sumber: Artikel Pipamigas.net, 2021)


Skema Perhitungan Cost Recovery & Gross Split
Asumsi:
1) Bisnis hulu migas rugi sebesar USD 600.000, biaya yang dikeluarkan USD 800.000
2) Pembagian persentase rate split setelah dilakukan berbagai penyesuaian adalah pembagian pemerintah 45% dan
KKKS 55%
3) KBH Cost Recovery menyebutkan FTP sebesar 20% dengan bagian pemerintah sebesar 72% dan KKKS 28%
04. Kelebihan dan Kekurangan PSC Migas di Indonesia

Kekurangan
Kelebihan 1. Cost Recovery adalah semakin banyak investor
1. Cost Recovery menjadikan pemerintah yang ingin berinvestasi di Indonesia, semakin
mempertahankan kontrak bagi hasil - saat adanya dorongan pemborosan menjadi lebih
ini untuk menarik investor tetap berinvestasi besar dan berpotensi menimbulkan overcharged.
di Indonesia. 2. Skema Gross Split menjadikan operasi hulu
2. Skema Gross Split menjadikan pemerintah migas didasari dengan target dan dalam waktu
Indonesia lebih untung karena penerimaan yang singkat akan meningkatkan pendapatan
negara sudah dapat dipastikan sekalipun Negara, namun jika dicermati akan
perusahaan dalam kondisi rugi sekalipun. mengorbankan potensi kekayaan alam di
skema Gross Split dilakukan didepan tanpa Indonesia.
memperdulikan biaya. Hal ini dikarenakan
tidak adanya resiko biaya lain yang
ditanggung pemerintah.
05
Penerapan PSC
di Malaysia
Kebijakan Minyak & Gas
1. Petroleum (Income Tax) 1967
(“PITA”) Act 543.
2. Petroleum Development Act 1974
(PDA 1974)
3. The Petroleum Regulations
1974(Petroleum Regulations)
4. The Gas Supply Act 1993 (GSA)
Konsep Kontrak Bagi Hasil (PSC)
1. PETRONAS, sebagai kustodian, mengelola
sumber daya minyak bumi Negara.
1. Seluruh kepemilikan sumber daya
2. Merumuskan kebijakan dan garis panduan
PEMERINTAH minyak bumi milik negara diberikan
yang relevan.
kepada PETRONAS.
3. Memberikan insentif yang diperlukan dan
2. PETRONAS memiliki hak eksklusif
lingkungan investasi yang kondusif untuk
untuk mengeksploitasi sumber daya
bisnis hulu perminyakan.
PDA minyak bumi Negara.
4. Menambah nilai pada sumber daya minyak
bumi.

PETRONAS 1. Mengubah Sistem Konsesi menjadi


1. Merencanakan dan mengamankan
Kontrak Bagi Hasil (PSC).
pengembangan jangka panjang dari
2. Mewajibkan Mitra untuk
sumber daya minyak bumi nasional.
menyediakan semua pembiayaan dan
2. Mendorong eksplorasi, pengembangan,
PSC melindungi PETRONAS dari risiko.
dan produksi sumber daya yang
3. Memberikan kemitraan yang lebih
berkelanjutan untuk memberikan manfaat
adil.
bagi negara
4. Menetapkan jangka waktu kontrak,
3. Mengelola kinerja para Mitra PSC.
pengelolaan operasi, pemulihan biaya,
KONTRAKTOR pembagian keuntungan, kewajiban
4. Mendatangkan investasi dan teknologi
asing
para pihak.

Sumber : www.ccop.or.th, “Overview of Malaysian PSC”


Perubahan/Inovasi Kontrak Migas di Malaysia
https://www.petronas.com/mpm/investment-opportunities/fiscal-terms

Sumber : https://www.petronas.com/mpm/investment-opportunities/fiscal-terms
Sistem PSC di
Malaysia
Sistem PSC di Malaysia telah mengalami 3 fase
yang bertujuan untuk :
● Meningkatkan penerimaan negara
● Meningkatkan investasi dari para kontraktor

Sumber :
https://www.petronas.com/mpm/investment-opportunities/fiscal-terms
Tiga Fase PSC System di Malaysia

Revenue Over Cost


1976 PSC 1985 PSC PSC
Peralihan dari sistem konsesi Berdasarkan tingkat
ke sistem PSC produksi yang dihasilkan

Sumber : https://www.petronas.com/mpm/investment-opportunities/fiscal-erms
Concession Agreement
● Kontraktor sebelumnya memiliki sepenuhnya kepemilikan atas aset tersebut dan hanya
membayar royalti dan pajak kepada pemerintah.
● Memberikan kepastian hukum bagi perusahaan dan keseragaman peraturan untuk semua
perusahaan minyak di semua wilayah kerja.

Sumber : https://www.petronas.com/mpm/investment-opportunities/fiscal-terms
PSC 1976
PSC 1976 pada prinsipnya hampir sama dengan PSC cost recovery yang pernah diterapkan di Indonesia,
yaitu : (Sobirin, 2006)

● Hasil migas akan dikurangi royalti sebesar 10%


● Kemudian dikurangi dengan biaya yang telah dikeluarkan (recovery of operating cost) yang dibatasi
maksimal 20% dari seluruh cost yang dikeluarkan
● Sisanya akan dibagi antara Petronas dengan Kontraktor dengan pembagian 70 : 30
● Untuk pajak akan dikenakan sebesar 38% baik untuk petronas, maupun kontraktor

Sumber : Sobirin, Miftah. (2006). Analisa Kebijakan Industri Minyak dan Gas Bumi.Media Riset Akuntansi, Auditing dan
Informasi (Vol.6 No. 3 Desember 2006 : 289 -320).
Sumber : http://www.ccop.or.th/epf/malaysia/malay_terms.html
PSC 1985
● Pada PSC 1985, kebijakan bagi hasil migas berdasarkan tingkat produksi yang
dihasilkan yang bertujuan untuk menarik investor melakukan eksplorasi di
Malaysia.
● Pada PSC 1985, recovery of operating cost dibatasi menjadi 50% dari seluruh biaya
yang dikeluarkan untuk minyak dan 60% untuk gas bumi.
● Persentase bagi hasil berdasarkan banyaknya hasil produksi /hari (kilo barel per
day/kbd)
● Memperkenalkan Deepwater PSC untuk menarik investor yang berpengalaman
dalam eksplorasi perminyakan deepwater.
Sumber : Putrohari, Rovicky Dwi, et.al,(2007). PSC Term and Condition and Its Implementation in South East Asia Region. Jakarta : Indonesia
Petroleum Association XXXI
Sumber : Putrohari, Rovicky Dwi, et.al,(2007). PSC Term and Condition and Its Implementation in South East Asia
Region. Jakarta : Indonesia Petroleum Association XXXI

Sumber : Putrohari, Rovicky Dwi, et.al,(2007). PSC Term and Condition and Its Implementation in South East Asia Region. Jakarta : Indonesia
Petroleum Association XXXI
Sumber : http://www.ccop.or.th/epf/malaysia/malay_terms.html
Revenue Over Cost PSC (R/C PSC)
● Mewajibkan pembayaran royalti sebesar 10% dari hasil produksi dan dikenakan pajak 38%
● Kewajiban atas ekspor 10% dan penyertaan Petronas Minimal 15% pada tiap PSC yang beroperasi di
Malaysia.
● Jangka waktu eksplorasi maksimal 5 tahun, jangka waktu pengembangan maksimal 4 tahun dan jangka waktu
produksi maksimal 20 tahun
● Recovery of operating cost adalah semua biaya yang terkait kegiatan operasional perminyakan, seperti yang
sudah ditetapkan Petronas, yaitu :

a. Seluruh biaya yang terjadi harus terkait dengan kontrak yang telah disetujui oleh Petronas.

b. Seluruh biaya yang dibebankan pada suatu kegiatan harus disetujui oleh Petronas pada WP&B tahunan.
Perubahan terhadap Work Program & Budget Expenditure (WP&B) harus dilaporkan kepada Petronas dan
harus mendapatkan persetujuan sebelum kegiatan tersebut dilaksanakan.

Sumber : Putrohari, Rovicky Dwi, et.al,(2007). PSC Term and Condition and Its Implementation in South East Asia Region. Jakarta : Indonesia Petroleum
Association XXXI
Revenue Over Cost PSC (R/C PSC)
a. Beban yang terjadi harus mematuhi perjanjian PSC yang telah ditentukan.

b. Biaya yang terjadi untuk kepentingan nasional yang disarankan oleh Petronas

c. Seluruh asset yang dibeli menjadi milik Petronas sehingga seluruh proses disposal dari asset tersebut
harus dikembalikan ke Petronas baik secara cash maupun dikreditkan dari cost bank.

● Penyempurnaan sistem bagi hasil dilakukan dengan penghitungan cost oil ceiling dan profit oil split antara
Petronas dan kontraktor yang ditetapkan dengan indexing.
● Metode unused cost oil yang berguna untuk menghitung bagi hasil selain dari metode profit oil split
● Penentuan angka index dihitung berdasarkan contractors cumulative oil ditambah profit oil from the effective
date dibagi dengan contractors cumulative petroleum cost from the effective date.

Sumber : Putrohari, Rovicky Dwi, et.al,(2007). PSC Term and Condition and Its Implementation in South East Asia Region.
Jakarta : Indonesia Petroleum Association XXXI
Sumber : Putrohari, Rovicky Dwi, et.al,(2007). PSC Term and Condition and Its Implementation in South East Asia Region. Jakarta : Indonesia
Petroleum Association XXXI
Sumber : Putrohari, Rovicky Dwi, et.al,(2007). PSC Term and Condition and Its Implementation in South East Asia Region. Jakarta : Indonesia
Petroleum Association XXXI
Sumber : http://www.ccop.or.th/epf/malaysia/malay_terms.html
07
Perhitungan R/C PSC di
Malaysia

You can enter a subtitle here if you need it


Contoh Perhitungan Revenue Over Cost PSC (R/C PSC)
a. Pertama, tentukan indeks terlebih dahulu dengan rumus sbb :

R/C Indeks = Contractor Cumulative + Profit Oil From The Effective Date

Contractor Cumulative Petroleum Cost From The Effective Date

b. Kedua, tentukan besarnya jumlah angka untuk menghitung R/C Indeks

Gross Revenue = $ 49,344,418

Current Year Operating Cost = $ 32,184,913

Profit = $ 17,159,505

Depr-Prior Year Assets = $ 1,520,457

Depr-Current Year Assets =$ 654,844

Total Cost = $ 34,360,214

R/C Indeks = 32,184,913 + 17,159,505 =1,43

34,360,214
Contoh Perhitungan Revenue Over Cost PSC (R/C PSC)
c.. Ketiga, dengan telah ditentukannya angka indeks sebesar 1,43 maka tabel ketentuan yang digunakan adalah:

Perhitungan bagi hasilnya adalah :

Gross Revenue = $ 49,344,418

Royalty 10% =$ 4,934,442

Cost Oil (50% x 32,184,913) = $ 16,092,456

Profit Oil = $ 28,317,520


Contoh Perhitungan Revenue Over Cost PSC (R/C PSC)

Sumber : Sobirin, Miftah. (2006). Analisa Kebijakan Industri Minyak dan Gas Bumi.Media Riset Akuntansi, Auditing dan Informasi (Vol.6 No. 3
Desember 2006 : 289 -320).
Update Ketentuan PSC Malaysia

Risk Service Contract (RSC) : Rezim ini mengubah pengaturan fiskal ladang minyak marjinal dari PSC ke Kontrak Jasa Risiko (RSC)
dan memperkenalkan insentif pajak tambahan. Perkembangan ini pada akhirnya mengarah pada amandemen Undang-Undang
Pengembangan Perminyakan pada tahun 2011. Insentif pajak tersebut meliputi:
(1) penurunan tarif pajak dari 38% menjadi 25% dari laba yang dapat dibebankan; dan
(2) penyisihan modal yang dipercepat dari 10 menjadi 5 tahun. Ketentuan-ketentuan lain termasuk:
(3) pembebasan bea keluar untuk minyak yang diproduksi dan diekspor oleh operator ladang minyak marjinal;
(4) tunjangan pajak investasi sebesar 60%-100% dari modal yang memenuhi syarat (Qualifying Capital Expenditure/QCE).
(5) pengeluaran modal yang memenuhi syarat dapat dialihkan dari satu perjanjian ke perjanjian lainnya, asalkan mereka berada dalam
kemitraan yang sama atau kepemilikan tunggal, dan wilayah produksi yang tercakup dalam perjanjian-perjanjian tersebut tidak
berdekatan secara geografis.
Sumber : https://assets.ey.com/content/dam/ey-sites/ey-com/en_gl/topics/tax/hc-alert/ey-global-oil-and-gas-tax-guide-2019.pdf
Risk Service Contract (RSC)
Update Ketentuan PSC Malaysia

Badan Pengelola Minyak dan Gas Nasional Malaysia (PETRONAS) menawarkan tiga jenis kontrak bagi hasil (PSC) baru yaitu :
1. PSC Small Field Assets (SFA) dan Late Life Assets (LLA) - memberikan peluang bagi para pemain industri dengan kemampuan khusus
untuk memonetisasi ladang-ladang yang ditemukan dengan ukuran sumber daya kurang dari 15 juta barel minyak atau kurang dari 300
miliar kaki kubik gas.
Peraturan perundang-undangan tambahan berikut ini disahkan pada tanggal 27 September 2022 untuk mengatur perlakuan pajak atas pendapatan
dan pengeluaran tertentu berdasarkan Undang-Undang Minyak Bumi (Pajak Penghasilan) 1967 ('Undang-Undang') sehubungan dengan kontrak
bagi hasil untuk proyek-proyek Aset Akhir Masa Pakai (Late-Life Assets PSC):
- Petroleum (Income Tax) (Accelerated Capital Allowances) (Late-Life Assets Production Sharing Contract) Rules 2022 [P.U.(A) 301/2022]
(‘Accelerated Capital Allowance Rules’);
- Petroleum (Income Tax) (Exemption) Order 2022 [P.U.(A) 302/2022] (‘Exemption Order’); and
- Petroleum (Income Tax) (Adjusted Loss from Oil and Gas Field Decommissioning Activity) (Late-Life Assets Production Sharing
Contract) Regulations 2022 [P.U.(A) 303/2022] (‘Decommissioning Regulations’).
Sumber : https://forbesasiacustom.com/petronas-attractive-new-upstream-prospects-for-investors/
Update Ketentuan PSC Malaysia

2. Enhanced Profitability PSC Terms (EPT), mencakup batasan pemulihan biaya tetap(fixed-cost recovery ceiling) sebesar 70% dan
bagi hasil secara linier, berdasarkan satu pool minyak dan gas. Di bawah skema ini, bagi hasil kontraktor akan berkisar antara 30% dan
90%, tergantung pada profitabilitas aset. EPT menghapus ketentuan Supplementary Payment (SP) dan Threshold Volume (THV) untuk
memberikan pembagian bagi hasil yang lebih adil.

Sumber :
The Shallow Water Enhanced Profitability Terms (EPT) PSC | Malaysia Petroleum Management (MPM) (petronas.com)
Enhanced Profitability PSC Terms (EPT)

Sumber :
The Shallow Water Enhanced Profitability Terms (EPT) PSC | Malaysia Petroleum Management (MPM) (petronas.com)
08
Kelebihan dan
Kekurangan Penerapan
di Malaysia
Kelebihan dan Kekurangan PSC Migas di Malaysia

Kekurangan
Kelebihan 1. Investor harus memahami lingkup usaha migas
1. Ketentuan Kontrak PSC saat ini disesuaikan yang akan dilakukan karena memiliki kontrak
dengan peluang yang ditawarkan, dan aturan berbeda, dan seringnya perubahan
memberikan pembagian keuntungan minyak aturan.
2. Dalam sistem PSC Malaysia, pada tahap
dan gas yang optimal antara PETRONAS
eksplorasi tidak ada daerah yg harus
dan investor. dikembalikan semua daerah boleh dieksplorasi
2. Insentif pajak dan non pajak seperti sampai habis masa eksplorasi.
tunjangan investasi, tunjangan modal yang
cepat, dll dapat mendorong pengembangan
dan meningkatkan komersialisasi ladang
minyak yang sulit dijangkau.
Lesson Learned PSC Migas Indonesia dan Malaysia
1. Penerapan kontrak khusus, penerapan biddable items untuk berapa bagian negara dan kontraktor, penambahan bagian
kontraktor, hingga penghapusan pajak-pajak dan pembayaran tertentu, sangat relevan untuk dapat diterapkan di sumur-sumur
migas yang sudah “mature” atau sudah menurun produktivitasnya di Indonesia. Karena kelangsungan operasi dari lapangan-
lapangan tersebut sangat bergantung pada kelayakan keekonomiannya yang seiring waktu akan terus menurun. Insentif fiskal
sangat diperlukan untuk menjaga tingkat keekonomian pengelolaan lapangan-lapangan tersebut agar tetap dapat beroperasi dan
berproduksi menopang produksi migas nasional.
2. Dari sisi bisnis hulu migas, Indonesia dan Malaysia sama-sama menggunakan PSC dengan cost recovery. Namun di Malaysia
terdapat R/C yang dibatasi oleh suatu rentang (ceiling) karena tidak semua cost dapat dilakukan recovery, hal tersebut
bergantung pada seberapa besar revenue yang dihasilkan.
3. Malaysia menggunakan sistem R/C guna mendorong kontraktor lebih efisien dalam penggunaan biaya dan guna mencegah
terjadinya gold plating. Dimana gold plating ini diartikan sebagai upaya kontraktor melakukan mark up terhadap biaya yang
nantinya dapat di cost recovery guna mencari keuntungan.
Lesson Learned PSC Migas Indonesia dan Malaysia
4. Komponen utama PSC migas di Malaysia adalah Royalti, cost recovery, bagi hasil dan pajak pendapatan. Royalti ditetapkan
maksimum 10% dari pendapatan kotor. Sistem cost recovery di Malaysia menggunakan sistem ratio Revenue terhadap cost
atau sering disebut R/C ratio. Besarnya cost recovery dibatasi dengan ceiling dalam rentang 30% sampai 70%. Sedangkan di
Indonesia tidak berdasarkan royalti, yaitu berdasarkan equity split.
5. Di indonesia, masih kurang memberikan kepastian hukum yang berkelanjutan, karena dikhawatirkan akan diikuti dengan
Peraturan Menteri yang baru, padahal investasi Migas adalah investasi jangka panjang (Extension 20-30 tahun). Sedangkan
Malaysia, menerapkan investasi jangka panjang dengan Extension yang negotiable.
6. Upaya negara lain dalam peningkatan investasi hulu minyak dan gas bumi terlihat pada perlakuan perpajakan yang diberikan
kepada kontraktor bagi hasil Gross Split, dimana kontraktor mendapatkan insentif perpajakan berupa pengurangan perhitungan
pajak penghasilan.
01 Pajak penghasilan dalam skema
Split di Indonesia membutuhkan
Gross
aturan
Rekomendasi
lebih khusus karena bisnis migas
menyangkut keberlanjutan SDA yang
tidak sama dengan bisnis umum. 03 Perlunya Pemerintah Indonesia memperhatikan
keadilan atas potensi keuntungan bagi
Kontraktor secara wajar mengenai Eksploitasi
02 Dengan berlakunya peraturan terbaru
melalui Permen ESDM No. 12 tahun 2020
Migas, sehingga tidak muncul de-motivation
bagi para kontraktor untuk tetap melanjutkan
mengenai kebebasan pilihan skema Gross bisnis hulu Migas di Indonesia.
Split dan Cost Recovery, Pemerintah
Indonesia perlu melaksanakan perubahan
regulasi kembali mengenai hal mendasar
PSC di Indonesia perlu mempertimbangkan
untuk menjamin optimalisasi pelaksanaan
operasional di lapangan yang lebih
04 batasan cost yang dapat di-recovery dengan
pertimbangan berbagai variabel tertentu, salah
konsisten.
satu faktornya adalah untuk pengembangan
deepwater seperti yang diberlakukan di Malaysia.
Dan perlu adanya insentif atas penghematan biaya
(cost saving) agar investor tidak melakukan gold
plating.
DAFTAR PUSTAKA
Media Publikasi
Kontrak Bagi Hasil PPh Migas Gross Split & Cost Recovery Concept. Publikasi Kemenkeu Learning Centre. Diakses dari
https://klc2.kemenkeu.go.id/kms/knowledge/kontrak-bagi-hasil-migas-model-gross-split-66953050/detail/ tanggal 17 Maret 2024.
Gross Split untuk Mewujudkan Energi Berkeadilan di Indonesia. Publikasi GPR Kominfo diakses dari
https://www.kominfo.go.id/index.php/content/detail/9109/gross-split-lebih-baik-untuk-mewujudkan-energi-berkeadilan-di-indonesia/0/artikel_gpr tanggal 17 Maret
2024
Nordin Satrio. Sekilas Tentang Cost Recovery Dalam Industri Migas. 20 Oktober 2012. Diakses dari http://kompas.com/sekilas-tentang-cost-recovery-dalam-industri-migas.
Diakses 17 Maret 2024.
Lukito, Alexander dan Tim Watson. “Gross Split PSCs – a spur for investment?” Indonesia Energy, Utilities & Mining NewsFlash/ February 2017 / No. 60. (2017).
https://www.pwc.com/id/en/energy-utilities-mining-newsflash/assets/2017/pwc-indonesia-eu&m-newsflash-vol.60.pdf
Mengupas Mekanisme Production Sharing Contract Agreement di Indonesia.
http://patra.itb.ac.id/karya/kajian-energi/mengupas-mekanisme-production-sharing-contract-agreement-di-indonesia-2/
Gambaran Umum Perpajakan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi. (2021). https://pipamigas.net/web/m-index.php?page=probis . Diakses 21 Maret 2024.
Kementerian ESDM, “Permen ESDM Nomor 12 Tahun 2020 : Penegasan Pemberlakuan Bentuk Kontrak Kerja Sama Migas, 5 Agustus 2020.
https://migas.esdm.go.id/post/read/permen-esdm-nomor-12-tahun-2020- penegasan-pemberlakuan-bentuk-kontrak-kerja-sama-migas. Diakses 19 Maret 2024.
Fiscal Terms. Malaysia Petroleum Management. Diakses dari https://www.petronas.com/mpm/investment-opportunities/fiscal-terms. Diakses 15 Maret 2024.
Overview of Malaysian PSC. The Coordinating Committee for Geoscience Programmes in East and Southeast Asia (CCOP). Diakses dari
http://www.ccop.or.th/epf/malaysia/malay_terms.html. Diakses 15 Maret 2024.
Petronas: Attractive New Upstream Prospects For Investors. Diakses dari https://forbesasiacustom.com/petronas-attractive-new-upstream-prospects-for-investors/
DAFTAR PUSTAKA
Buku
A. Rinto Pudyantoro. (2013). A to Z Bisnis Hulu Migas (2nd ed.). Jakarta: Petromindo.
A. Rinto Pudyantoro. (2014). Proyek Hulu Migas: Evaluasi dan Analisis PetroEkonomi. Jakarta: Petromindo.
Kurniawan, Hadi. (2017). Aspek Fiskal Bisnis Hulu Migas. Jakarta Timur: PT Nagakusuma Media Kreatif.
Mardiasmo. (2018). Perpajakan Edisi Revisi Tahun 2018. Yogyakarta: Penerbit Andi.
Priamoko, Nugroho Eko. (2017). Kontrak Bagi Hasil Migas Aspek Hukum dan Posisi Berimbang Para Pihak. Yogyakarta: Genta
Publishing.
Rosdiana, Haula dan Edi Slamet Irianto. (2012). Pengantar Ilmu Pajak: Kebijakan dan Implementasi di Indonesia. Jakarta: Rajawali Press.
Simamora, Henry. 2000. Basis Pengambilan Keputusan Bisnis. Jakarta: Salemba Empat.
Putrohari, Rovicky Dwi, et.al,(2007). PSC Term and Condition and Its Implementation in South East Asia Region. Jakarta :
Indonesia Petroleum Association XXXI
DAFTAR PUSTAKA
Peraturan dan Undang-undang
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 mengenai macam-macam Pajak Penghasilan termasuk PPh Migas.
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja mengenai Peraturan Menteri ESDM Nomor 38 Tahun 2015 tentang Percepatan
Pengusahaan Minyak dan Gas Bumi Non Konvensional.
Peraturan Pemerintah (PP) No. 79 Tahun 2010 tentang Tentang Biaya Operasi Yang Dapat Dikembalikan Dan Perlakuan Pajak Penghasilan
Di Bidang Usaha Hulu Minyak Dan Gas Bumi (Cost Recovery)
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 27 Tahun 2017 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2010 tentang Biaya
Operasi yang Dapat Dikembalikan dan Perlakuan Pajak Penghasilan di Bidang Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (Gross Split)
Peraturan Menteri ESDM Nomor 8 Tahun 2017 tentang Kontrak Bagi Hasil Gross Split
Peraturan Menteri ESDM Nomor 12 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri ESDM Nomor 8 Tahun 2017 Tentang Kontrak
Bagi Hasil Gross Split memberikan kemudahan bagi pengusaha kontraktor untuk memilih skema model Gross Split dan Cost
Recovery
Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 48 Tahun 2017 tentang Pengawasan Pengusahaan di Sektor Energi dan
Sumber Daya Mineral
DAFTAR PUSTAKA
Jurnal dan Artikel
Abdul-Rahman, A., Abdul Latif, R., Muda, R., & Abdullah, M. A. (2014). Failure and potential of profit-loss sharing contracts: A
perspective of New Institutional, Economic (NIE) Theory. Pacific-Basin Finance Journal, 28, 136–151.
doi:10.1016/j.pacfin.2014.01.004.
Ashong, M. (2010). Cost Recovery in Production Sharing Contracts: Opportunity for Striking it Rich or Just Another Risk Not Worth
Bearing? University of Dundee CAR,(CEPMLP Annual Review), 14.
Sobirin, Miftah. (2006). Analisa Kebijakan Industri Minyak dan Gas Bumi.Media Riset Akuntansi, Auditing dan Informasi (Vol.6 No. 3
Desember 2006 : 289 -320).
Hadi, R. Gunung Sardjono (2017), PSC Gross Split dan Penerapannya, Disampaikan Pada Seminar Nasional tentang “Gross PSC dan
Implikasinya Terhadap Kegiatan Eksplorasi dan Produksi dalam Pengelolaan Migas Nasional” Jakarta, 19 Januari 2017, Tidak
Dipublikasikan; dikutip dalam Buku Aspek Fiskal Bisnis Hulu Migas Editor Kurniawan dan Hadi, 2017.
Johnston, D. (2015). Fundamental petroleum fiscal considerations. In Oxford energy forum. (Vol. 99, No. February 2015).
Lain-lain
Format Standar Production Sharing Contract Cost Recovery dan Gross Split
Global Oil and Tax Guide 2019 (EY)
Istilah di dalam Pembahasan PPh Migas
SKKMIGAS Satuan Kerja Khusus Pelaksana
Mature field (Area produksi minyak bumi atau gas
Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi.
alam yang telah mencapai tahap kedewasaan atau tahap
akhir dalam siklus produksinya. Biasanya, mature field
DMO (Domestic Market Obligation) yaitu ditandai dengan produksi yang telah menurun secara
Kewajiban BUT menyerahkan sebagian minyak dan signifikan dibandingkan dengan tingkat produksi
bumi kepada negara. puncaknya).

PSC (Production Sharing Contract) adalah Gold Plating upaya kontraktor melakukan mark up
Kontrak Bagi Hasil (KBH) terhadap biaya yang nantinya dapat di cost recovery guna
mencari keuntungan.
KKS Kontrak Kerjasama.
FTP (First Tranche Petroleum) sejumlah
KKKS Kontraktor Kontrak Kerjasama minyak mentah dan/atau gas bumi yang disisihkan di
awal sebelum dikurangi kredit investasi dan biaya
produksi.
Terima-kasih

Silahkan apabila terdapat tambahan pendapat, diskusi, dan


pertanyaannya,

Anda mungkin juga menyukai