NIM : 113160053
Kelas :A
GROSS SPLIT
Skema Gross Split sendiri pertama kali diusulkan melalui Permen ESDM
No.8 Tahun 2017 yang diterbitkan pada tanggal 13 Januari 2017. Secara singkat,
pemerintah berharap skema ini dapat mendorong kontraktor untuk lebih
mengefisienkan biaya serta mengurangi adanya proses birokrasi yang rumit terkait
proses persetujuan pengeluaran kontraktor oleh pemerintah. Terkait efisiensi
biaya, saat masih menggunakan skema PSC, biaya cost recovery memang tercatat
mampu melebihi penerimaan pemerintah pada periode 2015-2016 saat harga
minyak dunia anjlok. Pada tahun 2017 di saat harga minyak pulih, memang
penerimaan pemerintah mampu mengungguli biaya cost recovery, akan tetapi
pemerintah tidak dapat selalu tergantung pada fluktuasi harga minyak global. Oleh
karena itu, skema gross split yang diklaim pemerintah mampu mengefisienkan
biaya produksi pun diajukan.
Mengenal Skema Gross Split
Bagian Kontraktor = Base Split +/- Komponen Variabel +/- Komponen Progresif
Bagian Pemerintah = Bagian Pemerintah + bonus + Pajak Penghasilan Kontraktor
Dimana Base Split diatur dengan baseline yang ditentukan selama persetujuan
Rencana Pengembangan Lapangan Migas, yaitu untuk minyak: 57% bagian
pemerintah dan 43% bagian kontraktor, dan untuk gas: 52% bagian pemerintah
dan 48% bagian kontraktor. Sementara itu, komponen variabel adalah
penyesuaian yang diambil berdasarkan status Wilayah Kerja, lokasi lapangan
migas, cadangan migas, dan infrastruktur pendukung. Kemudian komponen
progresif adalah penyesuaian yang memperhitungkan harga minyak dan produksi
kumulatif. Melalui PP 53/2017 pemerintah juga memberikan kompensasi dalam
bentuk perpanjangan waktu kerugian pajak yang ditanggung oleh kontraktor.
Aturan yang diteken Presiden Joko Widodo akhir tahun lalu itu juga mengatur
insentif kepada kontraktor dengan mengganti pajak yang disetorkan menjadi porsi
bagi hasil untuk blok yang dieksploitasi kontraktor. Penambahan bagi hasil ini,
diharapkan setara dengan pajak yang sudah dikeluarkan kontraktor.