Anda di halaman 1dari 7

Seminar Nasional Kluster Riset Teknik Mesin 2009, FT-Universitas Sebelas Maret Surakarta, 13-14 Oktober 2009

ANALISIS INTENSITAS BUNYI ALIRAN GAS PADA BEBERAPA BENTUK SALURAN GAS BUANG MOBIL KIJANG
Abdul Makhsud1 Muh.Yusuf Baso2 Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik1,2) Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar. ABSTRAK
Aliran fluida gas yang keluar melalui saluran gas buang (knalpot) kendaraan bermotor dapat menimbulkan bunyi bising (kebisingan). Kebisingan yaitu bunyi (suara) yang tidak diinginkan dari usaha atau kegiatan dalam tingkat dan waktu tertentu yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan manusia dan kenyamanan lingkungan. Diyakini bahwa bentuk geometri saluran yang dilalui oleh gas buang berpengaruh terhadap tingkat intensitas bunyi yang ditimbulkan. Lima bentuk ujung saluran gas buang (knalpot) telah diuji pada Mesin Toyota Kijang K5 dengan tujuan untuk mengetahui tingkat intensitas bunyi yang ditimbulkan oleh aliran gas buang. Intensitas bunyi diukur pada jarak 10 cm dari ujung saluran dengan alat Logging Noise Analizer atau Sound Level Meter. Hasil penelitian menunjukkan bahwa untuk bentuk saluran konvergen-divergen menghasilkan bunyi dengan intensitas relatif lebih rendah (rata-rata 98 dB), sedang untuk saluran lurus (knalpot standar), saluran segi empat dan potong tirus (ratarata 108 dB) dan untuk bentuk saluran konvergen dengan intensitas bunyi relatif lebih tinggi (111 dB). Data ini sebagai informasi untuk mendesain bentuk saluran gas buang (knalpot) dengan tingkat intensitas bunyi paling rendah dan tidak mengurangi kinerja mesin. Diharapkan menjadi bahan pertimbangan kebijakan pemerintah kota untuk diaplikasikan pada semua kendaraan bermotor dalam rangka mengurangi kebisingan dan gangguan terhadap kesehatan, kenyamanan pengendara, penumpang dan pengguna jalanan (pejalan kaki, pengendara sepeda, dan lain lain). Kata kunci: saluran gas, knalpot, intensitas, bunyi bising

Pendahuluan Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah memberikan manfaat yang cukup besar dalam membantu pencapaian keinginan manusia, namun dampak negatif yang ditimbulkan juga tidak sedikit, antara lain pencemaran lingkungan. Salah satu pencemaran yang dapat mengganggu ketenangan hidup manusia adalah pencemaran bunyi (kebisingan). Bunyi bising dengan frekwensi dan intensitas tertentu dapat menyebabkan ketulian yang berupa tuli saraf dan sifatnya permanen [1]. Permasalahan pengendalian kebisingan yang pada hakekatnya merupakan permasalahan multi dimensi, dari waktu ke waktu menjadi semakin penting sejalan dengan bertambahnya jenis dan jumlah sistem, produk atau komponen engineering. Tuntutan produk rendah bising merupakan parameter yang sangat menentukan guna menghasilkan rancangan dan produk yang kompetitif di era pasar bebas. Di beberapa

negara maju, masalah ambang batas kebisingan produk komponen teknik merupakan salah satu persyaratan untuk suatu produk engineering. Aspek pengendalian kebisingan menjadi sangat penting karena disamping membawa efek physis dan biologis pada manusia, juga merupakan permasalahan kenyamanan. Bunyi bising yang menjengkelkan dan tidak dikehendaki diantaranya adalah bunyi mesin pesawat terbang dan mesin kendaraan bermotor. Sebagai bunyi yang tidak dikehendaki dan merusak, kebisingan mempengaruhi konsentrasi, mengganggu komunikasi, menyebabkan berkurangnya kemampuan pendengaran secara temporer dan akibatnya dapat merusak indera pendengaran secara permanen. Untuk itulah perlu upaya mengurangi kebisingan khususnya bunyi bising kendaraan bermotor yang ditimbulkan oleh aliran gas hasil pembakaran yang keluar melalui knalpot. Untuk mengurangi tingkat kebisingan bunyi

ini, maka perlu pemahaman lebih mendalam tentang karakteristik bunyi dan penyebab terjadinya bunyi tersebut. Penelitian untuk memahami lebih detail tentang jenis bunyi dari aliran gas telah dipelajari oleh para ahli melalui berbagai metode, baik secara analisis matematik maupun melalui analisis eksperimental. Pada tulisan ini dibahas tentang pengaruh bentuk saluran gas buang (knalpot) terhadap tingkat intensitas bunyi yang ditimbulkan yang diuji pada mesin Toyota Kijang K5. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui dan mendapatkan bentuk geometri saluran gas buang (lubang knalpot) yang memenuhi syarat dengan tingkat intensitas bunyi serendah mungkin. Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai bahan informasi bagi pemakai kendaraan khususnya merk Toyota Kijang K5, agar dapat menentukan bentuk knalpot yang tepat untuk kendaraannya. Selain itu, diharapkan menjadi bahan pertimbangan kebijakan pemerintah kota agar dapat diaplikasikan pada semua kendaraan bermotor dalam rangka mengurangi kebisingan dan gangguan terhadap kesehatan, kenyamanan pengendara, penumpang dan pengguna jalanan (pejalan kaki, pengendara sepeda, dan lain lain). Diyakini bahwa bentuk saluran gas buang yang berbeda akan menimbulkan atau menghasilkan tingkat intensitas bunyi yang berbeda pula. Telah diketahui bahwa terdapat banyak hasil rancang bangun bentuk (model) knalpot yang digunakan pada kendaraan bermotor, namun belum ada data tentang nilai intensitas bunyi yang ditimbulkan. Besarnya tingkat kekuatan bunyi yang ditimbulkan oleh aliran gas hingga saat ini belum dapat diprediksi secara tepat oleh para ilmuwan. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian sejauh mana pengaruh bentuk saluran gas buang (pada bagian ujung luar) terhadap intensitas bunyi yang ditimbulkan. Sistem penyaluran gas buang (exhaust system) pada mobil mempunyai dua fungsi utama yaitu menyalurkan gas sisa pembakaran dari bagian mesin ke atmosfer tanpa mengganggu atau membahayakan

pengemudi dan penumpang mobil yang bersangkutan, dan meredam bunyi (suara) yang ditimbulkan akibat dipaksanya gas keluar ke udara bebas (atmosfer). Gas hasil pembakaran harus keluar melalui saluran pembuangan dengan mudah, agar tidak terjadi gangguan pada proses pemasukan bahan bakar kedalam silinder. Jika gas ini tidak lancar keluar maka memungkinkan terjadinya campuran bahan bakar dengan sisa gas buang yang tinggal didalam ruang bakar dan akibatnya dapat menurunkan kinerja atau efisiensi mesin. Untuk itu, bentuk saluran gas buang harus didesain sedemikian rupa agar gangguan yang mungkin timbul pada proses pembuangan gas hasil pembakaran dalam ruang bakar dapat dihindari. Saluran gas buang (exhaust manifold) berperan sangat penting dalam proses pembuangan gas hasil pembakaran melalui knalpot (muffler) dan peredam bunyi (silencer), agar gas yang panas dapat keluar dengan mudah ke udara bebas. Gas panas yang keluar dari knalpot dengan tekanan dan kecepatan tertentu akan bercampur dengan udara dingin, akibatnya akan timbul gelombang kejut (shock wave) yang dapat menimbulkan bunyi bising atau suara ledakan. Bunyi atau suara ledakan oleh gas buang dari knalpot dengan intensitas tertentu akan sangat mengganggu baik terhadap pengendara, penumpang mobil maupun masyarakat yang ada disekitar mobil tersebut. Bunyi bising pada tingkat intensitas tertentu dapat menimbulkan stress, gangguan terhadap kesehatan dan berpengaruh terhadap sindrom dyspepsia pada tenaga kerja [2]. Tingkat intensitas bunyi dari aliran gas dapat dipengaruhi oleh bentuk saluran dan telah diteliti oleh Pardadi [3] bahwa bentuk rancangan muffler pada knalpot kendaraan dapat mempengaruhi tingkat kebisingan dan unjuk kerja mesin. Besarnya tingkat intensitas bunyi aerodinamik dapat dipengaruhi oleh beberapa variabel, antara lain yaitu: bentuk geometri nosel (saluran), kecepatan dan struktur aliran serta fluktuasi tekanan akustik di sekitar pancaran jet [4]. Mekanisme terjadinya bunyi aerodinamik jet supesonik oleh aliran gas telah diteliti dan dikaji baik secara teori maupun eksperimen oleh para ilmuwan [5, 6,

7]. Pancaran akustik teriakan jet (screech tone) terjadi dari suatu mekanisme pusaran akustik yang telah diteliti pertama kali oleh Powell [5]. Powell menyatakan bahwa gelombang akustik menjalar kearah hulu sekitar jet dengan intensitas yang cukup memberi pengaruh terhadap stabilitas daerah batas jet bagian keluar dan sebagai penyebab awal adanya gangguan. Gangguan periodik tersebut yang memaksa penjalaran akustik kearah hilir pada kecepatan tertentu yang saling berinteraksi satu sama lain pada jarak tertentu. Pada kondisi tersebut menghasilkan suatu energi akustik yang cukup untuk menembus gelombang kejut asosiasi struktur sel sehingga sebagian energi akustik menjalar kearah hulu yang terjadi secara periodik. Ditemukan bahwa bunyi aerodinamik adalah suatu pusaran balik (feedback loop) yang merupakan gelombang tidak stabil terkonveksi, bergerak menuju hilir (downstream) pada daerah pancaran jet dan gelombang akustik menjalar menuju hulu (upstream) pada kecepatan suara local. Besarnya kecepatan konveksi sekitar 0,7 kali kecepatan pancaran jet (Uc = 0,7 Ue). Fenomena pancaran nosel yang menimbulkan bunyi aerodinamik jet supersonik dicoba diamati dan dipelajari dengan bantuan instalasi meja analogi hidrolik oleh Makhsud [8, 9]. Hasil pengujian pada instalasi meja analogi ditemukan bahwa mekanisme bunyi teriakan jet merupakan suatu pusanan (loop) murni akustik (gelombang akustik) yang menjalar ke hilir diantara lapisan batas (shear layer) pancaran nosel pada kecepatan suara lokal dan gelombang menjalar ke hulu pada kecepatan akustik di bagian luar atau sekitar pancaran nosel [8, 9]. Fenomena loop yang muncul pada meja analogi adalah murni akustik berbeda dengan penemuan para peneliti terdahulu, dimana pusaran merupakan gelombang tidak stabil (instability waves). Intensitas bunyi (Sound Pressure Level) dinyatakan dalam desibel, dan dapat dihitung berdasakan persamaan sebagai

I = 20 log

P dB Po

P berikut: I = 10 log dB , atau Po

dengan: P = tekanan bunyi rata-rata atau beda tekanan dan Po = tekanan referensi = 20 . 0-6 Pa = 0,0002 bar. Tekanan 20.10-6 Pa dijadikan sebagai referensi karena diketahui bahwa orang dewasa rata-rata hanya mampu menerima bunyi 1000 Hz pada tekanan ini. Oleh karena itu referensi ini seringkali dijelaskan sebagai ambang pendengaran 1000 Hz pada 0 dB. Perlu diperhatikan bahwa intensitas bunyi adalah sebanding dengan logaritma rasio tekanan yang dikuadratkan. Ini signifikan dalam hal tekanan yang dikuadratkan tersebut sebanding dengan kekuatan suara. Pada abatemen bunyi diberikan pada pita frekuensi bunyi yang relatif lebar dengan amplitudo acak dan hubungan fasa dalam waktu dan ruang. Pada penambahan dan pengurangan intensitas bunyi cenderung dipakai rasio tekanan sederhana untuk perhitungan. Kebisingan yaitu bunyi (suara) yang tidak diinginkan dari usaha atau kegiatan dalam tingkat dan waktu tertentu yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan manusia dan kenyamanan lingkungan atau semua suara yang tidak dikehendaki yang bersumber dari alat-alat proses produksi dan atau alat-alat kerja pada tingkat tertentu dapat menimbulkan gangguan pendengaran [10]. Pengambilan titik ukur nilai intensitas kendaraan bermotor berada pada jarak 45 meter dari pinggir jalan. Pengambilan jarak ukur ini membuat nilai intensitas bunyi yang dilakukan dari kendaraan yang melintas dipinggir jalan relatif lebih kecil tingkat kebisingannya. Keputusan ini ditetapkan sebagai pelaksanaan pasal 3 ayat (1) UU No.1 tahun 1970 tentang keselamatan kerja, yang berbunyi NAB (Nilai Ambang Batas) kebisingan ditetapkan sebesar 85 desi Bell (dB). Kepmen Tenaga Kerja, 16 April 1999 dan Standar Nasional Indonesia SNI 167063-2004 menetapkan bahwa nilai ambang batas kebisingan 85 dB(A) untuk beberapa jam (8 jam), dan tidak boleh terpajan lebih dari 140 dBA, walaupun sesaat [11].

Metodologi Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengujian Mesin Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik UMI Makassar yang berlangsung selama 3 minggu pada bulan Januari 2009. Fasilitas penelitian yang digunakan adalah mesin Toyota Kijang tipe K5, dengan instalasi pengujian dapat dilihat pada gambar (1). Penelitian dilakukan dengan menguji 5 (lima) bentuk geometri

atau model saluran lubang ujung knalpot yang berbeda masing-masing: bentuk saluran paralel atau lurus (standar), bentuk saluran konvergen, bentuk saluran konvergendivergen, bentuk saluran potong tirus 45o dan bentuk segi empat. Ujung bagian luar knalpot standar dipotong 50 cm dan dipasangi flens untuk penyambungan dan penempatan bentuk lubang knalpot uji yang lain (lihat gambar 2).

Gambar 1. Skema Instalasi Pengujian Mesin Toyota Kijang K5

a. Bentuk paralel lubang bundar (standar)

b. Bagian ujung potong tirus 45o

c. Lubang ujung segi empat

d. Bentuk ujung konvergen

e. Bentuk konvergen-divergen

Gambar 2. Bentuk saluran bagian ujung luar knalpot Pada instalasi penelitian telah dilengkapi dengan beberapa alat ukur, baik yang sifatnya permanen (tetap) maupun yang terpisah dari instalasi. Untuk mengetahui putaran mesin digunakan Hand Tachometer, dan beban pengereman diketahui melalui neraca beban yang telah tersedia pada instalasi mesin. Sound Level Meter digunakan untuk mengukur kekuatan atau intensitas bunyi aliran gas buang yang keluar dari saluran knalpot dan Logging Noise Analyser digunakan untuk mengukur tekanan aliran gas buang. Masing-masing bentuk atau model knalpot diuji dengan perlakuan pengujian yang sama, yaitu 5 (lima) kali perubahan variasi putaran mesin dengan

Intensitas Bunyi Eks & Teo (dB)

perubahan beban pengereman 3 (tiga) kali. Setiap perubahan putaran mesin dan atau beban pengereman, dilakukan pengukuran intensitas bunyi pada lima titik yaitu pada jarak: 10 cm, 50 cm, 100 cm, 150 cm dan 200 cm dari ujung saluran gas buang. Hasil dan Pembahasan Hasil penelitian yang diperoleh diperlihatkan dalam grafik (gambar 3 dan 4) untuk variasi putaran mesin dari 900 rpm sampai 2100 rpm pada beban pengereman 0,5 kg. Untuk beban pengereman yang lain (1 kg dan 1,5 kg) tidak ditampilkan dalam grafik karena menunjukkan kecenderungan grafik yang sama dengan beban pengereman 0,5 kg. Pada gambar (3) menunjukkan bahwa perubahan bentuk geometri lubang atau saluran gas buang berpengaruh terhadap tingkat intensitas bunyi yang ditimbulkan. Intensitas bunyi eksperimen (Ieks) adalah hasil pengukuran dengan alat ukur Sound Level Meter, dan intensitas bunyi teoritis (Iteo) dihitung berdasarkan persamaan diatas dengan data kondisi tekanan aliran gas yang keluar melalui saluran gas buang (knalpot).diperoleh melalui alat ukur Logging Noise Analyser. Kapasitas atau debit aliran gas yang keluar melalui knalpot akan berpengaruh terhadap besarnya tekanan gas buang dan kekuatan atau intensitas bunyi yang dihasilkan. Tingkat intensitas bunyi yang ditimbulkan oleh aliran gas pada saluran bentuk konvergen dan saluran konvergen-divergen menunjukkan perbedaan yang relatif besar. Pada saluran bentuk konvergen (Keks) intensitas bunyi yang terukur (111 dB pada putaran mesin 900 rpm, dan 121 dB pada putaran mesin 2100 rpm) dan pada saluran bentuk konvergen-divergen (KDeks) intensitas bunyi yang terukur (98 dB pada putaran mesin 900 rpm dan 106 dB pada putaran mesin 2100 rpm). Untuk bentuk saluran yang lain: knalpot standar (Seks), potong tirus (Peks) dan segi empat (SEeks) menunjukkan bahwa tingkat intensitas bunyi yang ditimbulkan oleh aliran gas relatif sama (rata-rata 108 dB pada putaran mesin 900 rpm dan rata-rata 115 dB pada putaran mesin 2100 rpm).

130 KDeks KDteo Keks Kteo Seks Steo SEeks SEteo PTeks PTteo

120

110

100

90

80 800

1000

1200

1400

1600

1800

2000

2200

Putaran Mesin (rpm)

Gambar 3. Hubungan antara intensitas bunyi (dB) dan putaran mesin (rpm) pada beban 0,5 kg Bunyi aerodinamik yang ditimbulkan oleh aliran gas pada nosel merupakan hasil interaksi antara sel kejut dan gelombang kejut (shock wave). Hasil penelitian [4] menunjukkan bahwa tingkat intensitas atau kekuatan bunyi yang ditimbulkan oleh kedua nosel yang diuji (nosel konvergen dan nosel konvergen-divergen) mempunyai perbedaan sekitar 10 desibel. Tingkat intensitas bunyi dipengaruhi oleh bentuk geometri dan ukuran nosel (saluran), perubahan tekanan aliran dan bentuk struktur aliran fluida (gas).

a. Nosel N1 (bentuk saluran konvergen)

b. Nosel N2 (bentuk saluran paralel-lurus)

c. Nosel N3 (saluran konvergen-divergen) Gambar 4. Struktur pancaran nosel pada rasio head kritis Rh = 1,5 atau Rp = 2,25 [9]

Pada saluran konvergen gelombang kejut lebih awal muncul dibanding pada saluran konvergen-divergen untuk kapasitas aliran yang sama [8, 9]. Perbedaan munculnya gelombang kejut pada saluran konvergen dan saluran konvergen-divergen menyebabkan tingkat intensitas bunyi yang ditimbulkan akan berbeda pula. Karakteristik struktur aliran yang keluar melalui nosel adalah bentuk struktur sel kejut (shock cell) yang merupakan penyebab utama terjadinya bunyi aerodinamik (bunyi teriakan jet). Bentuk struktur dan panjang sel kejut yang muncul pada pancaran nosel dapat dilihat dan diamati dengan teliti pada instalasi meja analogi hidrolik berkat bantuan metode bayangan yang direkam melalui kamera foto atau kamera video diperlihatkan pada gambar (4). Besarnya tekanan aliran gas dipengaruhi oleh kecepatan dan kapasitas aliran, sedang kapasitas aliran sangat tergantung pada luas penampang saluran. Pada saluran konvergen, gas yang mengalir di dalam saluran mengalami penyempitan sehingga tekanan akan naik, sedang gas yang keluar melalui saluran konvergen-divergen akan mengalami penurunan tekanan sehingga bunyi yang ditimbulkan intensitasnya relatif lebih kecil. Pada gambar (5) diperlihatkan bahwa terdapat perbedaan tekanan aliran gas yang relatif besar antara saluran bentuk konvergen dan saluran bentuk konvergendivergen. Tekanan aliran gas buang yang keluar melalui saluran konvergen (0,5 Pa pada putaran mesin 900 rpm dan 0,71 Pa pada putaran mesin 2100 rpm) dan pada saluran konvergen-divergen (0,4 Pa pada putaran mesin 900 pm dan 0,54 Pa pada putaran mesin 2100 rpm). Kondisi tersebut dimungkinkan karena luas penampang pada bagian keluar (ujung) saluran konvergen lebih kecil dari luas penampang saluran konvergen-divergen (walaupun pada bagian tergorokannya ukuran diameternya sama dengan saluran konvergen). Tekanan aliran gas yang keluar melalui bentuk saluran yang lain: (saluran knalpot standar, saluran potong tirus dan saluran bentuk segi empat) menunjukkan nilai yang relatif sama, yaitu

rata-rata 0,45 Pa pada putaran mesin 900 rpm dan 0,65 Pa pada putaran mesin 2100 rpm.
Tekanan Aliran Gas (Pa)
0,8
KD K S SE T

0,7

0,6

0,5

0,4 900 1200 1500 1800 2100


Putaran M esin (rpm)

Gambar 5. Hubungan antara tekanan aliran gas (Pa) dan putaran mesin (rpm) pada beban 0,5 kg Hasil penelitian dari semua data yang diperoleh menunjukkan bahwa tingkat intensitas bunyi yang ditimbulkan oleh aliran gas buang yang keluar melalui saluran knalpot cukup tinggi dan rata-rata melebihi batas ambang kebisingan (85 dB) yang ditetapkan oleh Menteri Tenaga Kerja dalam SK menteri nomor: KEP-51/MEN/1999 [10], maka wajar kiranya dilakukan redesain model knalpot yang menghasilkan intensitas bunyi yang lebih rendah. Menurut Standar Nasional Indonesia SNI 16-7063-2004 ditetapkan pula bahwa nilai ambang batas kebisingan 85 dBA untuk beberapa jam (8 jam), dan tidak boleh terpajan lebih dari 140 dBA, walaupun sesaat. Kesimpulan Dari hasil pengujian dan pembahasan dapat ditarik kesimpulan bahwa tingkat intensitas atau kekuatan bunyi yang ditimbulkan oleh aliran gas buang yang keluar melalui beberapa bentuk geometri saluran yang berbeda akan menghasilkan intensitas bunyi yang berbeda pula. Tingkat intensitas bunyi sangat dipengaruhi oleh bentuk geometri dan ukuran nosel (saluran), perubahan tekanan aliran dan bentuk struktur aliran fluida (gas). Besarnya tekanan aliran gas dipengaruhi oleh kecepatan dan kapasitas aliran, sedang kapasitas aliran sangat tergantung pada luas penampang saluran. Pada saluran konvergen gelombang kejut lebih awal muncul dibanding pada saluran konvergen-divergen untuk kapasitas aliran yang sama, sehingga tingkat intensitas bunyi

pada bentuk saluran konvergen lebih tinggi dari bunyi yang ditimbulkan pada bentuk saluran konvergen-divergen. Pada bentuk saluran yang lain; saluran gas knalpot standar, saluran potong tirus dan saluran bentuk segi empat menunjukkan tingkat intensitas bunyi yang ditimbulkan oleh aliran gas relatif sama untuk semua titik pengujian dengan variasi putaran dan beban pengereman. Informasi dari hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk mendesain bentuk saluran gas buang (knalpot) dengan tingkat intensitas bunyi paling rendah dan tidak mengurangi kinerja mesin. Selain itu, dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan kebijakan pemerintah kota untuk diaplikasikan pada semua kendaraan bermotor dalam rangka mengurangi kebisingan dan gangguan terhadap kesehatan, kenyamanan pengendara, penumpang dan pengguna jalanan. Daftar Pustaka [1] Murni Rambe, A.Y., Gangguan Pendengaran Akibat Bising, Fak.Kedokteran USU, Digital Library USU, 2003. [2] Hartono, Pengaruh Perbedaan Intensitas Kebisingan terhadap Sindrom Dispepsia pada Tenaga Kerja PT. Kusumahadi santosa Karanganyar, Cermin Dunia Kedokteran Vol.34, No.1/154, 2007, hal. 35-38. [3] Pardadi, J., Pengaruh Rancangan Muffler Terhadap Peredaman Suara dan Unjuk Kerja Mesin, Jurnal Teknik Mesin dan Industri, Vol.2, No.2, 2005.

[4] Makhsud, A., Pengaruh Bentuk Saluran Terhadap Intensitas Bunyi Aerodinamik, Seminar Nasional Tahunan Teknik Mesin V, Universitas Indonesia, Jakarta, 21-23 Nopember 2006, M2-035/1-7. [5] Powell, A., On the Jet Noise Emanating from a Two Dimensional Jet Above the Critical Pressure, The Aeronautical Quarterly, Vol. 4, 1953. [6] Seiner, J.M., Advances in High Speed Jet Aeroacoustics, AIAA Paper No. 842275, 1984. [7] Tam, C.K.W., Supersonic Jet Noise, Annual Review of Fluid Mechanics, No.27, 1995, hal. 17-43. [8] Makhsud, A., Analisis Bentuk Struktur dan Mekanisme Bunyi Aliran Fluida Jurnal Penelitian Injiniring, UNHAS, Vol.12, No.2, Mei-Agustus 2006, hal. 227-242. [9] Makhsud, A., Mekanisme Bunyi Jet Supersonik dan Ketidakstabilan Pancaran Nosel, Jurnal Teknik Mesin ITS, Vol.9, No.2, Mei 2009, hal. 91-99. [10] Keputusan Menteri Tenaga Kerja RI. No.KEP-52/MEN/1999 Tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika di Tempat Kerja, 16 April 1999. [11] Standar Nasional Indonesia SNI Tentang Nilai Ambang Batas Iklim Kerja (panas), Kebisingan, Getaran Tangan-lengan dan Radiasi Sinar Ultra Ungu di Tempat Kerja, No. 16-7063, 2004.

Anda mungkin juga menyukai