Anda di halaman 1dari 3

INTERNALISASI NILAI RAMADHAN DALAM KEHIDUPAN Elviandri, S.HI., M.

Hum (Dosen Universitas Muhammadiyah Riau)

Dan janganlah kamu seperti seorang perempuan yang menguraikan benangnya


yang sudah dipintal dengan kuat, menjadi cerai berai kembaali (Qs. An-Nahal ayat 92)

embaca budiman . Marilah kita mantapkan kembali keimanan dan ketaqwaan kita

kepada Allah SWT. Taqwa yang merupakan tujuan dari ibadah puasa yang telah kita laksanakan pada bulan ramadhan yang lalu, maka pada bulan syawal ini, marilah nilai ketaqwaan itu senantiasa kita hadirkan dan terus kita jaga dengan menjalankan ketaatan kepada Allah dengan kontinyu dan senantiasa juga mampu menahan diri dari larangan Alah. Wahai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dengan sebenarbenarnya taqwa dan janganlah kalian mati kecuali dalam keadan sebagi seorang muslim. Kita patut bersyukur kepada Allah kerena kita semua telah melewati bulan suci Ramadhan, bulan mulia yang kita merasakan keberkahannya, penuh dengan maghfiroh dan rahmat Allah, dalam arti kita telah berhasil menjalankan perintah Allah dengan penuh ikhlas, kita telah berpuasa dan memperbanyak ibadah semata-mata hanya karena Allah. Kita patut pula berbahagia, karena di samping telah berhasil menabung pahala, dosa-dosa kitapun yang telah berlalu insya Allah diampuni oleh Allah SWT. sebagaimana hal ini dijamin oleh Rasulullah saw dalam sabdanya: : Artinya : "Barang siapa menjalankan ibadah puasa di bulan Ramadhan semata-mata karena Allah dan mengharap ganjaran dari pada-Nya, maka diampunilah dosa-dosanya yang telah lalu." Lalu muncul pertanyaan yang patut menjadi renungan kita bersama adalah: Bagaimana kita menyikapi hari-hari kita ke depan, setelah kita kembali kepada fitrah dan kesucian? Ramadhan sebagai titik tolak kembali kepada fitrah sejati. Bahwa dari Madrasah Ramadhan kita bangun komitmen ketaatan bukan hanya untuk satu tahun ke depan, namun juga kita bangun komitmen ketaatan seumur hidup seperti ketaatan selama Ramadhan. Dalam surat An-Nahl 92, Allah berfirman: Dan janganlah kamu seperti seorang perempuan yang menguraikan benangnya yang sudah dipintal dengan kuat, menjadi cerai berai kembali . (Qs. An-Nahal ayat 92) Ini merupakan sebuah pelajaran yang sangat mahal. Allah menceritakan kisah seorang wanita yang hidupnya sia-sia, dari pagi hingga petang ia memintal benang, ketika pintalan itu selesai, ia cerai-beraikan kembali. Sungguh sangat disayangkan perbuatan itu. Ayat itu bukan

hanya mengisyaratkan namun menjelaskan larangan Allah, agar akhlak wanita tersebut tidak terulang kembali, dan dilakukan oleh hambah-Nya yang beriman. Oleh sebab itulah Nabi kita Muhammad saw banyak mengingatkan umatnya dengan sabdanya: "Qul aamantu billahi tsummastaqim Artinya: Katakanlah aku beriman kepada Allah dan beristiqamahlah (konsistenlah). Dari Ramadhan setidaknya kita mendapat 3 pelajaran penting yang harus dipertahankan prestasinya dan dilestraikan dalam hidup sehari-hari oleh setiap pribadi beriman, sehingga menjadi pribadi yang selalu bersih dan fitri, pribadi yang menjaga diri dan keluarganya dari api neraka sehingga dengannya pula kelak akan lahir masyarakat yang bersih pula. Pertama, puasa mengajari kita untuk senantiasa menahan dan mengendalikan diri. Karakter ini sangat dibutuhkan bukan hanya oleh orang kaya, miskin, pandai, bodoh, pejabat, rakyat dan sebagainya. Jika karakter ini sudah tertanam dan tumbuh subur dalam setiap pribadi bangsa, maka tidak akan ada lagi praktik korupsi, kolusi, nepotisme (KKN), atau praktik-praktik tercela lain. Kedua, ketika berpuasa kita juga dilatih dan ditempa untuk sabar, peduli akan sesama, rajin dalam beribadah dan aktivitas-aktivitas positif lainnya, disiplin dan peneladanan sifat-sifat Tuhan kepada diri manusia. Karakter sabar, disiplin, rajin dan peduli ini, sangat penting perannya guna membawa bangsa bangkit dari krisis berkepanjangan. Sikap sabar dan tabah juga akan menempa setiap pribadi bangsa untuk berlapang dada ketika segenap usaha yang dilakukan, belum menemukan titik keberhasilan. Ketiga, puasa mengajari kita untuk memiliki kepekaan (sense of responsibility). Sensibilitas adalah tanggungjawab sosial maupun pribadi. Salah satu hikmah puasa, tulis Ahmad Fuad Fanani (2007), adalah penanaman solidaritas sosial dengan anjuran berbuat baik sebanyak-banyaknya, terutama dalam bentuk tindakan menolong beban kaum fakir miskin. Jika hal ini bisa terus berjalan pada waktu lain di luar bulan puasa, maka akan menjadi karakter bangsa yang patut disyukuri. Sudah saatnya, pendidikan karakter dan misi mulia lain yang dibawa puasa, kita gali bersama-sama untuk selanjutnya dimanifestasikan bagi perbaikan bangsa. Maka pemahaman kita terhadap ibadah puasa, mestinya tidak hanya dalam bentuk formalitas atau rutinitas belaka. Pemaknaan tentang pahala yang dijanjikan dalam teks-teks keagamaan mesti dilihat secara holistik, baik makna tersurah (nyata) maupun yang tersirat (simbolis). Kita berharap, dengan berakhirnya ibadah puasa nanti, sedikit-banyak karakter dan moralitas setiap pribadi bangsa akan terbangun. Dengan kata lain, karakter mulia itu akan membangun sebuah kesalehan baik vertikal maupun horisontal, yang terejawantahkan dalam laku dan perbuatan sehari-hari. Sungguh amat banyak manfaat, hikmah dan pelajaran yang bisa kita petik dari ibadah puasa. Pantas kiranya bila suatu ketika Nabi Muhammad SAW pernah menyatakan seandainya umat manusia tahu dan rasakan apa saja keistimewaan Ramadan, mereka akan memohon kepada Allah agar seluruh bulan menjadi Ramadan. Kesimpulannya adalah bahwa tidak mungkin kita bisa meninternalisasi nilai-nilai

ramadhan dalam kehidupan kita kecuali kita Kembali bersungguh-sungguh mentaati Allah dan mengagungkan-Nya. Kembali meramaikan masjid, mengajak keluarga, anak-anak untuk menunaikan sholat sebagai kewajiban kita kepada Allah yang tidak boleh dilalaikan, mempelajari Al-Quran, membacanya dan memahaminya, mengendalikan nafsu dari dosa-dosa, menundukkan syetan, menghidupkan malam-malam dengan qiyamullail, seperti suasana selama Ramadhan. Ramadhan telah menjadi contoh kehidupan hakiki dan kepribadian hakiki seorang muslim sejati. Itulah rahasia mengapa Allah SWT menjadikan amalan-amalan Ramadhan sebagai tangga menuju taqwa: laallakum tattaquun? Itu tidak lain karena dari ramadhan akan lahir kesadaran maksimal seorang muslim sebagai hamba Allah. Kesadaran yang menebarkan kasih sayang kepada seluruh manusia, menyelamatkan mereka dari kedzaliman dan aniaya, mengajak mereka kembali kepada Allah, karena itulah fitrah manusia yang hakiki.***

Anda mungkin juga menyukai