Anda di halaman 1dari 3

PENDIDIKAN HARAPAN DAN TANTANGAN

Elviandri, S.HI., M.Hum (Dosen Universitas Muhammadiyah Riau)

Bila ilmu adalah harta, maka sistim pendidikan adalah pintunya. Di setiap masa pendidikan memegang peranan yang sangat penting dalam kemajuan suatu bangsa. Rasulullah sholallahu alaihi wasallam senantiasa memacu para shahabat untuk belajar membaca. Bahkan sejarah mengabadikan ayat yang pertama kali turun kepada rasullallah adalah perintah untuk membaca, bukan perintah shalat, puasa, zakat ataupun haji, seperti yang termaktub dalam surat al-alaq 1-5 Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang

Menciptakan; Dia Telah menciptakan manusia dari segumpal darah; Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah; Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam; Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya Perintah membaca itu harus dimaknai secara lebih luas. Membaca itu menganalisis, merenungkan, dan mengembangkan. Tidak hanya pada teks-teks yang tertulis. Perintah membaca sebagaimana yang diterima nabi kita dahulunya merupakan landasan yang kokoh dalam melahirkan konsep pendidikan Islam. Filosofinya menekankan tentang pentingnya tauhid sebagai dasar dalam proses belajar mengajar. Disini bisa kita lihat bahwa betapa Al Quran sejak awalnya telah menggabungkan, Akal dan Kalbu, Fikir dan Zikir, Iman dan Ilmu. Akal tanpa kalbu (hati) menjadikan manusia seperti robot,

fikir tanpa zikir menjadikan manusia seperti syaitan. Iman tanpa Ilmu sama dengan lampu pelita ditangan bayi, sedangkan Ilmu tanpa Iman bagaikan lampu pelita ditangan pencuri. Kepedulian terhadap pendidikan juga diterapakan oleh Jepang. Setelah Jepang menyerah kepada sekutu pada Perang Dunia kedua, Kaisar tidak bertanya berapa cadangan emas, gas, minyak yang kita miliki. Tapi yang Kaisar tanya, Berapa jumlah guru yang masih kita miliki ? Hal ini menunjukkan perhatiannya yang sangat besar kepada pendidikan. Dan kita sama-sama bisa lihat kemajuan yang telah dicapainya dewasa ini. Lallau bagaimana dengan pendidikan kita hari ini? Wajah pendidikan Indonesia akhir-akhir ini kerap mendapat sorotan negatif dari publik. Hal tersebut dikarenakan banyaknya fakta negatif pendidikan yang terekam dalam ingatan masyarakat. Di akhir bulan April lalu kita kembali dihebohkan oleh banyaknya pelajar yang frustasi. Bahkan, ada yang nekad mengakhiri hidupnya dengan cara bunuh diri karena gagal di UN. Yang memirisikan hati kita adalah dirayakannya kelulusan oleh sebagian anak didik kita dengan berhura-hura dan mengadakan pesta seks seperti akhlak potret yang dan kecil terjadi tata dari di Surabaya para dan Tegal. muda, kita Merosotnya merupakan krama generasi pendidikan

gagalnya

menanamkan nilai-nilai ahklak pada peserta didik. Belum lagi kasus korupsi di tingkat pejabat, Pada tahun 2010 saja misalnya, tebongkar beberapa kasus korupsi seperti yang terjadi pada Bank Century, Direktorat Perpajakan, dan Kepala Daerah (Gubernur dan Bupati). Para pelaku korupsi tersebut bukanlah orang-orang bodoh yang tidak berpendidikan. tinggi yang Mereka pastinya adalah pernah orang-orang mengenyam berpendidikan

pendidikan di Indonesia. Oleh sebab itu secara tidak langsung dapat dikatakan bahwa mereka adalah "produk gagal" yang dilahirkan pendidikan negeri ini.

Pendidikan

kini

lebih

diidentikan

dengan

kecerdasan

intelektual semata. Oleh karenanya aspek lain seperti penanaman nilai-nilai akhlak seperi tata krama dan sopan santun dalam berperilaku semakin tidak diperhatikan. Ada kesalahan kita dalam menilai keberhasilan anak-anak kita. Terkadang kita sangat bangga ketika anak kita meraih juara olimpiade sains atau menjadi siswa teladan dalam prestasi akademik. Namun kita jarang menghubungkan prestasi mereka dengan akhlaq dan kepribadiannya. Maka menjadi lumrah kita dapatkan, anak-anak cerdas secara intlektual dan skill tinggi tapi ibadah, akhlaq dan kepribadiannya sangat memprihatinkan dan jauh dari cirri anak shaleh. Anak didik kita hari ini adalah pemimpin bangsa di masa datang. Di pundak mereka terpikul nasib bangsa ini. Kalau mereka baik maka selamatlah bangsa ini, tapi kalau mereka rusak maka bangsa ini tinggal menunggu kehancurannya. Untuk itu, sekali lagi mari kita antar mereka menjadi generasi shaleh, yaitu generasi yang beriman, cerdas dan berakhlaq mulia.***

Anda mungkin juga menyukai