O4 Ep u- -O4O^- W-ONL4`-47 W-OE>-4 4L4-E jgOU4N eE4O4 =}g)` g7.EOO- ^O-4 }4 W-O+OOE e_4^'O E) W-O+^ 4pO+lO'4C ^_g Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat- ayat kami) itu, maka kami siksa mereka disebabkan perbuatannya. (QS. Al-Araf ayat 96)
KEMERIAHAN penyambutan tahun baru 2009 terjadi di seluruh pelosok bumi. Kita bisa melihat dari berbagai media massa betapa meriahnya pesta penyambutan tahun baru. Bahkan ada yang mau membayar mahal untuk bisa ikut andil dalam perayaan tersebut. Di desa kita pun tidak kalah meriahnya, apalagi dengan iringan orgen tunggal dan tiupan terompet. Saya hawatir suatu saat anak cucu kita akan melakukan hal yang sama dimasa yang akan datang karena mereka menganggap ini adalah sesuatu yang dianjurkan Islam. Nauzubillah min Zalik Sadar atau tidak, sebenarnya kita sudah terjebak dalam sekenario besar Yahudi dan Nasrani untuk mengaburkan makna pergantian tahun. Lalu timbul pertanyaan, kok bisa? Natal dan tahun baru adalah dua hal yang berdekatan. Jadi wajar jika mereka begitu antusias untuk merayakannya karena memang kondisinya masih dalam perayaan natal. Lalu bagaimana dengan kita umat Islam, apa kepentingan kita untuk ikut merayakannya? Apa masih kurang dengan adanya hari raya Idul Fitri dan Idul Adha? Yang celakanya, penyambutan tahun baru lebih semangat dari pada penyambutan hari raya. Bukankah ini pergeseran nilai? Saya yakin dan percaya mereka (Yahudi dan Nasrani) tersenyum manis melihat sebagaian besar umat Islam ikut dalam perayaan mereka. Apakah akan seperti ini terus umat Islam? Tidak bangga dengan hari rayanya sendiri..... Islam menganjurkan umatnya agar selalu intropeksi diri, tidak harus menunggu pergantian tahun atau pun bulan, tapi setidaknya dengan pergantian tahun kita akan lebih bisa merencanakan apa yang akan kita lakukan ditahun baru ini. Ada beberapa permasalahan yang perlu kita renungkan untuk menyambut hari esok yang lebih cerah: 1. Pemasalahan bangsa Sepuluh tahun sudah era reformasi, tapi keadaan tidak jauh beda dengan masa kolonial. Di bawah sistem kolonial, sebagian besar rakyat tertindas dan menderita. Di era kemerdekaan saat ini, peta kemiskinan juga belum berkurang, bahkan PHK besar-besaran mengancam yang pastinya akan menambah sederetan catatan kemiskinaan di Indonesia. Masalah fundamental yang dihadapi bangsa ini adalah persoalan kepemimpi- nan yang efektif untuk menjalankan perintah konstitusi. Permasalahan bangsa ini sangat komplek bak benang kusut. Tidak mudah untuk menyelesaikannya dibutuhkan pemimpin yang berani dan arif untuk mengubah rintangan dan tantangan itu menjadi peluang. Maka sudah saatnya kita merubah paradigma bahwa pemimpin yang kita butuhkan adalah pemimpin yang mempunyai kriteria seperti: Amanah, jujur, kompeten, visioner, dan yang paling penting memiliki komitmen untuk memperjuangkan kesejahteraan rakyat dan pengentasan kemiskinan. Jangan pernah tergoda karena jabatan dan uang yang dimilikinya, kalau pada hakikatnya tidak memiliki kriteria di atas berati tidak lebih dari sekedar seorang pengkhianat amanah. Apakah kita ingin pemimpin kita seorang penghianat amanah?
2. Permasalahan Generasi Muda Generasi muda memiliki posisi dan peran strategis dalam proses pembangunan dan regenerasi suatu bangsa. Generasi mudalah yang akan menyambut tongkat estafet kepemimpinan. Keberhasilan suatu bangsa akan tercermin dalam keberhasilannya melahirkan generasi yang berkualitas sehingga mampu mengangkat harkat dan martabat bangsanya. Ada beberapa faktor yang menyebabkan generasi muda dalam defisit spiritual, yaitu: pertama; ketidakpahaman, bahkan tidak mau tahu terhadap syariah Islam. Kedua, kurangnya kontrol dari keluarga dan masyarakat. Ketiga, pengaruh media massa yang terus mencekoki penonton atau pembacanya dengan suguhan budaya yang tidak sesuai dengan ajaran agama dan budaya ketimuran. Pembinaan generasi muda adalah tanggung jawab kita semua. Tentu yang paling bertanggung jawab adalah orang tuanya. Anak adalah amanah Allah SWT kepada masing- masing orang tua. Maka pendidikan atau pembinaan generasi muda adalah kewajiban orang tua yang bersangkutan. Amanat ini terdapat dalam Surah At-Tahrim 6: Og^4C 4g~-.- W-ONL4`-47 W-EO~ 7=O^ 7O)Uu-4 -4O4^ Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka
Arah pembinaan dan pendidikan para generasi muda terutama ditunjukkan pada pembinaan mental dan spiritual. Masyarakat juga diminta perannya sebagai pengawasan moral. Dalam perspektif filosofis budaya Timur, rasa yang diekspresikan dalam seni bukanlah sekedar rasa. Rasa adalah perasaan batin atau hati nurani. Makin halus perasaan seseorang, maka ia semakin dapat menyadari dirinya makin bersatu dengan kekuatan ilahi dan makin terarah hidupnya. Dengan rasa, muncul moral dasar, seperti kejujuran, keadilan, malu, sungkan dan makin didengarnya suara hati nurani. ***