Anda di halaman 1dari 4

PENDIDIKAN ISLAMI MELAHIRKAN GENERASI BERKUALITAS

Elviandri, S.HI., M.Hum (Dosen Universitas Muhammadiyah Riau)

Dan orang orang yang berkata: "Ya Tuhan kami, anugrahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (Kami), dan jadikanlah kami imam bagi orangorang yang bertakwa (Qs Al-Furqan ayat 74). Anak adalah tunas harapan bangsa. Kepadanya terbebankan amanat untuk melanjutkan perjuangan membangun. Anak merupakan tumpuan harapan untuk melanjutkan peran Khalifatullah di muka bumi. Kita harus sabar dalam memberi bimbingan sejak masih dalam kandungan sampai mereka dewasa. Bukankah sayang jika permata hati kita nantinya hanya generasi yang penuh dengan daging tambun sedangkan hatinya keropos dari nilai-nilai dan ruh agama maupun ilahiyah. Padahal anak sesuai dengan fitrahnya merupakan amanat Allah yang harus dijaga, dipelihara, dan dirawat dengan kesabaran disertai dengan tawakkal untuk tetap berdoa semoga diberi anak-anak yang shalih, bukan cuma cerdas dan berprestasi di sekolah semata akan tetapi mampu menjadi qurratu ayun (permata hati) di masa depan. Sebagaimana kita ketahui rumah adalah institusi pendidikan yang terawal dalam pembentukan syaksiah dan peribadi mukmin. Individu yang lahir dari keluarga yang mementingkan ilmu pengetahuan akan menghasilkan dampak yang berguna kepada agama, masyarakat dan Negara. Krisis Pendidikan!,kata sebagian orang. Pendidikan kita amburadul!, kata sebagain yang lain. Kondisi pendidikan tersebut hanyalah apa yang tampak di permukaan. Tetapi bukan persoalan yang sesungguhnya. Persoalan sesungguhnya dan masalah terbesar di dalam pendidikan kita justru bermula dari cara pandang dan pemahaman kita sendiri tentang pendidikan. Yaitu, ketika kita menyamakan pendidikan dengan masa belajar, ketika kita membatasi pendidikan hanya dengan kecerdasan, ketika kita merumuskan pendidikan dengan kebutuhan pasar, dan ketika kita mengaitkan pendidikan dengan pembangunan. Sesungguhnya itulah sumber kesalahannya, dan itulah ideologi pendidikan yang kita anut selama ini. Maka disadari atau tidak- jadilah pendidikan tak lebih dari sebuah komoditi pencetak robot-robot bengis yang melayani kepentingan ideologi-ideologi sekuler. Pendidikan adalah titik tolak yang akan menghantarkan seseorang untuk mendapatkan ilmu pengetahuan. Dengan adanya sistem pendidikan, maka proses belajar mengajar dan penyerapan ilmu akan berjalan dengan lebih fokus dan terarah. Banyak sistem pendidikan yang kini telah dipraktekkan di seluruh dunia, baik pendidikan formal maupun pendidikan informal. Adapun pendidikan yang sepatutnya diutamakan bagi umat muslim adalah pendidikan Islam, yaitu sistem pendidikan yang sesuai dengan kaidah-kaidah Islam. Pendidikan Islam adalah pendidikan yang bersumber pada Al Quran dan As Sunnah. Al Quran dan As Sunnah merupakan rujukan utama dalam pengaja- ran, yang akan membentuk masyarakat terdidik, yang akan menyadari tugas, tujuan, dan kewajiban hidup yang dilimpahkan oleh Allah swt. Dengan demikian, niscaya kehidupan mereka akan selamat di dunia dan akhirat.

Berbagai pakar pendidikan mencoba merumuskan kurikulum dan metode pendidikan yang efektif untuk membendung arus dekadensi moral. Disini kita akan mengkaji metode pendidikan Nabi Ibrahim yang menghantar kan puteranya menjadi seorang Nabi. Bagaimana pola Ibrahim mencetak kader berpredikat nabi itu? Al-Quran memberi gambaran dengan tahapan yang sitematis dan detail. Hal ini dapat kita fahami dengan penjelasan berikut: Pertama, Visi pendidikan Ibrahim adalah mencetak generasi shaleh yang menyembah hanya kepada Allah SWT. Dalam penantian panjang beliau berdoa agar diberi generasi shaleh yang dapat melanjutkan perjuangan agama tauhid. Visi Ibrahim ini diabadikan Allah SWT dalam al-Quran: "Ya Tuhanku, anugrahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang-orang yang saleh." (Q.S. Ash Shaaffaat : 100) Ibrahim sangat konsisten dengan visi ini, tidak pernah terpengaruh predikat dan titel-titel selain keshalehan. Dalam mentransfer nilai kepada anaknya, Ibrahim selalu bertanya Maatabuduuna min badii bukan Maatakuluuna min badii. "Nak, apa yang kau sembah sepeninggalku?" bukan pertanyaan "Apa yang kamu makan sepeninggalku?" Ibrahim tidak terlalu khawatir akan nasib ekonomi anaknya tapi Ibrahim sangat khawatir ketika anaknya nanti menyembah tuhan selain Allah SWT. Kedua, Misi pendidikan Ibrahim adalah mengantar Ismail dan putra-putranya mengikuti ajaran Islam secara totalitas. Ketaatan ini dimaksudkan sebagai proteksi agar tidak terkontaminasi dengan ajaran berhala yang telah mapan di sekitarnya . Allah SWT menjelaskan harapan Ibrahim dengan sebuah doanya: "Dan Ibrahim Telah mewasiatkan Ucapan itu kepada anak-anaknya, demikian pula Ya'qub. (Ibrahim berkata): "Hai anak-anakku! Sesungguhnya Allah Telah memilih agama Ini bagimu, Maka janganlah kamu mati kecuali dalam memeluk agama Islam". (Q.S. Al Baqarah : 132) Ketiga, Kurikulum pendidikan Ibrahim juga sangat lengkap. Muatannya telah menyentuh kebutuhan dasar manusia. Aspek yang dikembangkan meliputi: Tilawah untuk pencerahan intelektual, Tazkiyah untuk penguatan spiritual, Taklim untuk pengembangan keilmuan dan Hikmah sebagai panduan operasional dalam amal-amal kebajikan. Muatan-muatan strategis pendidikan Ibrahim tersebut, Allah SWT telah jelaskan secara terperinci dalam firman-Nya: "Ya Tuhan kami, utuslah untuk mereka sesorang Rasul dari kalangan mereka, yang akan membacakan kepada mereka ayat-ayat Engkau, dan mengajarkan kepada mereka Al Kitab (Al Quran) dan Al-Hikmah (As-Sunnah) serta mensucikan mereka. Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Kuasa lagi Maha Bijaksana." (Q.S. Al-Baqarah : 129) Keempat, Lingkungan pendidikan Ibrahim untuk putranya bersih dari virus aqidah dan akhlaq. Beliau dijauhkan dari berhala dunia, fikiran sesat, budaya jahiliyah dan prilaku sosial yang tercela. Hal ini dipilih agar fikiran dan jiwanya terhindar dari kebiasaan buruk di sekitarnya. Selain jauh dari perilaku yang tercelah, tempat pendidikan Ismail juga dirancang menjadi satu kesatuan dengan pusat ibadah Baitullah. Hal ini dipilih agar Ismail tumbuh dalam suasana spritual, beribadah (shalat) hanya untuk Allah SWT. Kiat ini sangat strategis karena faktor lingkungan sangat berpengaruh kepada perkembangan kejiwaan anak di sekitarnya. Pendidikan Nabiullah Ibrahim memang patut dicontoh. Beliaulah satu-satunya nabi yang berhasil mengantar semua anaknya menjadi nabi. Dan dari keturunan anak cucu beliau muncul nabi akhir zaman, yaitu Rasulullah Muhammad SAW. Bagaimana dengan hasil pendidikan kita.

Susah untuk membandingkannya, realitas anak didik kita hari ini sangat jauh dari hasil yang dicapai Ibrahim mendidik anak cucunya. Kita harus jujur bahwa hari ini kita mengalami degradasi moral yang parah. Para anak didik kita kehilangan orientasi dan celupan nilai. Yang terjadi adalah penetrasi budaya luar membentuk prilaku baru yang jauh dari nilai-nilai keislaman. Kita sudah lama dan berulang-ulang mendengar dan menyaksikan betapa suramnya masa depan anak didik kita. Hasil survei yang dilakukan Komisi Nasional Perlindungan Anak terhadap 4.500 remaja di 12 kota besar di Indonesia tahun 2007 lalu menunjukkan, 62,7 persen remaja yang duduk di bangku sekolah menengah pertama pernah berhubungan intim, dan 21,2 persen siswi sekolah menengah umum pernah menggugurkan kandungan. Naudzubillahi minzalik. Anehnya sebagian masyarakat Indonesia belum menganggap bencana pornografi tak sepenting flu burung, HIV/AIDS, dan narkoba. "Orang sibuk memasalahkan UU Antipornografi. Padahal di kamar pribadi anak-anak kita, mereka sedang menghancurkan otak mereka. Tidak ada kata terlambat, sekarang kita harus bangkit menyelamatkan mereka. Hal paling perioritas dari nilai-nilai pendidikan Ibrahim yang harus menjadi pola hari ini adalah biah atau penciptaan lingkungan yang mendidik. Lingkungan pendidikan harus bebas dari virus aqidah dan akhlaq. Perlu suaka generasi (kawasan steril) buat perkembangan dan pertumbuhan setiap anak. Para orang tua dan pengelola pendidikan hari ini harus mencontoh keberanian Ibrahim dan Siti Hajar dalam mengamankan Ismail jauh dari lingkungan buruk. Harus ada benteng yang kuat untuk mengamankan anak kita dari pengaruh narkoba, judi, seks bebas dan kekerasan. Melepas anak berada dalam lingkungan yang buruk seperti ini, berarti kita telah menghancurkan masa depan mereka. Desain pendidikan memang harus jauh dari segala keburukan. Lingkungan yang buruk sangat berpotensi merusak akhlaq dan kepribadian anak. Rasulullah SAW telah memberikan rambu-rambu agar menghidari setiap orang atau lingkungan yang bisa berpengaruh negatif terhadap jiwa kita. Sebagaimana sabda beliau: Iyyaaka waqariinassu fainnaka bihi turafu "Hindari olehmu bergaul dengan orang jahat karena kamu akan dikenal dengan kejahatannya" (Al-hadits) Ada kesalahan kita dalam menilai keberhasilan anak-anak kita. Terkadang kita sangat bangga ketika anak kita meraih juara olimpiade sains atau menjadi siswa teladan dalam prestasi akademik. Namun kita jarang menghubungkan prestasi mereka dengan akhlaq dan kepribadiannya. Maka menjadi lumrah kita dapatkan, anak-anak cerdas secara intlektual dan skill tinggi tapi ibadah, akhlaq dan kepribadiannya sangat memprihatinkan. Anak didik kita hari ini adalah pemimpin bangsa di masa datang. Di pundak mereka terpikul nasib bangsa ini. Kalau mereka baik maka selamatlah bangsa ini, tapi kalau mereka rusak maka bangsa ini tinggal menunggu kehancurannya. Untuk itu, sekali lagi mari kita antar mereka menjadi generasi shaleh, yaitu generasi yang beriman, cerdas dan berakhlaq mulia. Integritas seperti inilah yang dimiliki Ismail a.s. sehingga bisa mempersembahkan yang terbaik untuk Allah SWT dan menjadi warisan sejarah generasi berikutnya. Sudah waktunya pula bagi umat islam untuk semakin meningkatkan kualitas pendidikan islam. Hanya dengan jalan itulah maka pendidikan islam dapat berjalan dan menjadi sasaran

utama umat islam. Dengan demikian, umat islam akan menjadi umat yang terbaik melalui sistem pendidikan islamnya.***

Anda mungkin juga menyukai