Anda di halaman 1dari 3

MENGAKTUALISASIKAN KETAULADANAN RASULULLAH

(Renungan Memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW)


Elviandri, S.HI., M.Hum
(Dosen Universitas Muhammadiyah Riau)


; 47.~E} g[Oc4O ;}g)` :O^
NOCjG4N gO^OU4N 4` -g44N RC@OEO :^OU4
--gLg`u^) [+74O _1gOO ^gg
Sungguh Telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya
penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas
kasihan lagi Penyayang terhadap orang-orang mukmin. (Qs At-Taubah ayat 128).

HARI Senin 12 Rabiul Awal 1430 H, bertepatan dengan 09 Maret 2009 M merupakan hari
bersejarah tidak hanya bagi umat Islam tapi bagi penduduk bumi secara keseluruhan. Lahirnya
seorang pembawa risalah kebenaran (agama Islam) dan pembawa rahmat bagi sekalian alam
(rahmatan lil alamin).
Nabi Muhammad SAW dilahirkan di Makkah sekitar 570 M, di tengah-tengah keluarga
Banu Hasyim dari suku Quraisy yang pamornya ketika itu tengah surut. Ayahnya, Abdullah
adalah seorang pedagang sebagaimana profesi (kerja) rata-rata orang Quraisy yang
meninggal ketika ia masih berada dalam kandungan ibunya, Aminah. Ketika berusia sekitar 6
tahun, ibunya menyusul kepergian ayahnya dan sikecil Muhammad diasuh pamannya, Abu
Thalib, pemimpin banu Hasyim yang relatif miskin tetapi terhormat. Beliaulah yang
memberikan perlindungan kepada Nabi dan membelanya secara mati-matian dari berbagai
tantangan berat yang diajukan pemuka-pemuka suku Quraisy terhadap agama baru (Islam)
yang didakwahnya.
Berpijak pada al-Quran dan laporan-laporan sezaman, dapat dipastikan bahwa
Muhammad adalah seorang yang suka bermeditasi atau bertafakkur, dan selalu berfikir
akan kegelapan yang tengah menyelimuti masyarakatnya. Semasa muda, beliau dikenal
sebagai al-amin (orang yang dapat dipercaya), yang merupakan tanda tentang kejujuran dan
kepekaan moralnya yang tinggi.
Pada usia dua puluhan, beliau menjalankan misi dagang Khadijah, seorang janda kaya
Makkah. Khadijah yang kagum akan kejujuran Muhammad, kemudian meminangnya sebagai
suami. Ketika itu, Muhammad berusia sekitar 25 tahun dan Khadijah sekitar 40 tahun. Tahap
selanjutnya kehidupan Muhammad dimulai ketika berusia sekitar 40 tahun. Pengalaman
pertama kenabian Muhammad, menurut riwayat terjadi ketika beliau berusia sekitar 40 tahun
atau lebih sedikit, kira-kira pada tahun ke 13 atau ke- 15 atau ke 10 sebelum Hijriah. Hal ini
barangkali secara tidak lansung dikonfirmasi oleh al-Quran: Katakanlah: "Jikalau Allah
menghendaki, niscaya Aku tidak membacakannya kepadamu dan Allah tidak (pula)
memberitahukannya kepadamu". Sesungguhnya Aku Telah tinggal bersamamu beberapa lama
sebelumnya. Maka apakah kamu tidak memikirkannya? (Qs Yunus ayat 16).
Ayat ini menunjukkan bahwa ketika diangkat sebagai nabi, Muhammad bukan lagi anak
muda berusia remaja. Ia berada dalam usia matang untuk menerima proses kenabian tersebut.
Pada mulanya, Muhammad mendakwahkan risalah kenabiannya kepada keluarga dan teman-
teman dekatnya. Istrinya, Khadijah dan keponakannya Ali Ibn Abi Thalib, merupakan orang
pertama yang membenarkan kerosulannya. Pada dasarnya pengikut-pengikut Nabi berasal dari
kalangan tertindas meskipun beberapa diantaranya adalah saudagar kaya seperti Abu Bakar al-
Shiddiq. Saudagar Makkah yang memiliki pengaruh besar dalam masyarakat, menolak dakwah
Nabi Muhammad dan menggunakan pengaruh mereka untuk membendungnya. Para kafir
Quraisy memandang bahwa dakwah Islam sebagai suatu ancaman terhadap tradisi bapak-
bapak kami, yaitu banyak kepercayaan (penyembah berhala).
Sekitar dua tahun setelah pewahyuan pertama, ketika Nabi menyampaikan pesan-
pesan Ilahi secara terbuka kepada khalayak ramai, timbul suatu penentangan yang luar biasa
terhadap Islam, dan para pengikutnya yang tidak begitu kuat (punya posisi penting dalam
masyarakat) mengalami penindasan yang keji.
Menghadapi penyiksaan sistematis terhadap pengikut-pengikutnya, Muhammad
menasehati mereka untuk berhijrah sementara ke Ethiopia (Habsyi). Namun tetap saja tidak
mengurungkan niat para pemuka Quraisy untuk tetap memusnahkan Islam.
Berbagai upaya kembali digagas oleh pemuka Quraisy untuk membungkam Nabi
Muhammad. Menghadapi situasi kritis semacam itu, Nabi berupaya mencari dukungan bagi
perjuangannya dengan mengunjungi kota Thaif dan berdakwah disana. Di kota tersebut,
beliau tidak hanya diperlakukan secara keji, tetapi juga dilempari batu, dan akhirnya terpaksa
kembali ke Makkah.
Melihat situasi yang semakin hari semakin parah, maka Muhammad hijrah ke Yasrib
(Madinah). Lagkah pertama yang dilakukan Nabi setiba di Madinah adalah membangun Masjid,
tempat Shalat yang merupakan pusat kehidupan Islam. Al-Quran merujuk peristiwa ini;
Janganlah kamu bersembahyang dalam mesjid itu selama-lamanya. sesungguh- nya mesjid
yang didirikan atas dasar taqwa (mesjid Quba), sejak hari pertama adalah lebih patut kamu
sholat di dalamnya. Di dalamnya ada orang-orang yang ingin membersihkan diri dan
sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bersih. (Qs At-Taubah ayat 108).
Ayat Ini menegaskan bahwa masjid tersebut didirikan atas dasar ketakwaan. Langkah lain
yang dilakukan Nabi waktu itu adalah menciptakan pondasi kemasyarakatan dengan mengikat
tali persaudaraan antara kaum Muslim yang berhijrah mengikutinya (muhajirin) dan penduduk
setempat yang menerima kebenaran kenabiannya (anshar= penolong). Sebagaimana
diketahui dari beberapa riwayat mayoritas populasi Arab Madinah segera menyatakan
keimanan mereka pada waktu Muhammad tiba di kota tersebut atau segera setelah itu.
Selama di Madinah Nabi dan pengikutnya giat membentuk masyarakat yang berlandaskan
nilai-nilai al-Quran - yang sekarang kita istilahkan (Masyarakat Madani). Walau dalam
kenyataannya Muhammad tetap saja mendapat hambatan dan rintangan dalam dakwahnya,
tapi demi mengakkan kalimatullah (li Ilai kalimatillah) di muka bumi ini Muhammad dan para
sahabatnya tidak pernah lelah untuk berdakwah.
Setelah Muhammad merasa sudah punya pengikut yang banyak dan solid serta kekuatan
yang cukup, maka Muhammad bersama bala tentaranya sebesar 10.000 parjurit bergerak ke
Makkah untuk menaklukkannya pada 8 H/629 M. Ketika pasukan Muslim tiba diluar kota
tersebut, pemuka-pemuka suku Quraisy diantaranya Abu Sufyan diutus untuk
merundingkan penyerahan kota Makkah secara damai. Akhirnya, Nabi memasuki kota
kelahirannya praksis tanpa perlawanan dan hampir seluruh penduduk kota tersebut
menyatakan keimanan kepada risalah yang dibawanya. Amnesti (pengampunan) diumumkan
bagi seluruh musuh Islam, dan berhala-berhala penghias Kabah dihancurkan.
Pada 10 H/632 M, Nabi menunaikan ibadah haji ke Makkah, yang merupakan ibadah haji
terakhir baginya. Dalam kesempatan pelaksanaan ibadah tersebut beliau menyampaikan suatu
khutbah yang menekankan persaudaraan kaum Muslimin, persamaan harkat dan martabat
manusia tanpa memandang warna kulit dan asal-usul etnis, serta menggantikan pertalian darah
kesukuan dengan keimanan. Khutbah ini merangkum berbagai pembaharuan moral, sosial
ekonomi dan keagamaan yang dicanangkan Nabi Muhammad saw.
Sekembalinya ke Madinah, Nabi jatuh sakit dan dipanggil pulang kehadirat iIlahi pada 13
Rabiul Awal 11 H, bertepatan dengan 6 Juni 632 M. Sebelum ajal menjemput, bagi Rasullah
harus melangkah keluar Jazirah Arab. Al-hamdulillah kita semua bisa merasakan cita-cita
Rasulullah tersebut dan sekarang kita bisa melihat Islam telah tersebar ke seluruh penjuru
bumi. ***

Anda mungkin juga menyukai