Anda di halaman 1dari 3

MENDIDIK ANAK MENJAWAB TANTANGAN ZAMAN (ANAK ADALAH TITIPAN, AMANAH DAN UJIAN)

Elviandri, S.HI., M.Hum (Dosen Universitas Muhammadiyah Riau)

"Sembahlah Allah dan janganlah kamu menyekutukanNya dengan sesuatu pun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapak, karib-kerabat, anakanak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, teman sejawat, ibnu sabil dan hamba saha-yamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang som-bong dan membangga-banggakan diri." (An-Nisa`: 36). Anak adalah amanah bagi kedua orang tuanya. Hatinya yang suci adalah permata yang sangat mahal harganya. Jika dibiasakan pada kejahatan dan dibiarkan menjadi binatang, ia akan celaka dan binasa. Sedang memeliharanya adalah dengan upaya pendidikan dan mengajari- nya dengan akhlak yang baik (Al-Ghazali). Membicarakan pendidikan melibatkan banyak hal yang harus direnungkan. Sebab pendidikan meliputi keseluruhan tingkah laku manusia yang dilakukan demi memperolah kesinambungan, pertahanan dan peningkatan hidup. Dalam bahasa agama, demi memperoleh ridha atau perkenan Allah. Sehingga keseluruhan tingkah laku tersebut membentuk keutuhan manusia berbudi luhur (ber-akhlaq karimah), atas dasar percaya atau iman kepada Allah dan tanggung jawab pribadi di Hari Kemudian. Bagi umat Islam, makna semacam itulah yang terkandung dalam pernyataan doa pembukaan (iftitah) shalat, bahwa "shalat kita, juga darma bakti, hidup dan mati kita, semua adalah untuk atau milik Allah, seru sekalian alam". Karena itu renungan tentang apa yang dimaksudkan dengan pendidikan tidak terbatas hanya kepada pengajaran. Di sinilah, kemudian terlihat betapa penting peran orang tua dalam mendidik anak melalui kebiasaan kesehariannya. Dalam hal ini yang ditekankan adalah pendidikan oleh orang tua, bukan pengajaran. Sebagian dari usaha pendidikan itu memang dapat dilimpahkan kepada lembaga atau orang lain, seperti kepada sekolah dan guru agama, misalnya. Tetapi yang sesungguhnya dapat dilimpahkan kepada lembaga atau orang lain itu sebagian besarnya hanyalah pengajaran, berujud latihan dan pelajaran membaca buku-buku pengetahuan, termasuk membaca Al Quran dan mengerjakan ritus-ritus. Sebagai pengajaran, peran orang lain seperti sekolah dan guru hanyalah terbatas terutama kepada segi-segi pengetahuan dan bersifat kognitif meskipun ada sekolah atau guru yang juga sekaligus berhasil memerankan pendidikan yang lebih bersifat afektif. Namun jelas bahwa segi afektif itu akan lebih mendalam diperoleh anak di rumah tangga, melalui orang tua dan suasana kerumahtanggan itu sendiri.

Karena itu, meskipun ada guru yang dapat bertindak sebagai pendidik, namun peran mereka tidak akan dapat menggan- tikan peran orang tua secara utuh. Dan peran orang tua tidak perlu berupa peran pengajaran (yang nota-bene dapat diwakilkan kepada orang lain tadi). Peran orang tua adalah peran tingkah laku, tulada atau teladan, dan polapola hubungannya dengan anak yang dijiwai dan disemangati oleh nilai-nilai keagamaan menyeluruh. Di sinilah lebih-lebih akan terbukti benarnya pepatah "bahasa perbuatan adalah lebih fasih daripada bahasa ucapan" (Lisaan-ul haal-i afshah-u min lisaan-il-maqaal) (Nurcholis Madjid, 2001). Dari sini dapat dipahami, bahwa pendidikan yang harus diberikan oleh orang tua kepada anaknya, tidaklah cukup dengan cara "menyerahkan" anak tersebut kepada suatu lembaga pendidikan atau orang lain. Tetapi lebih penting dari itu orang tua haruslah menjadi guru yang terbaik bagi anakanaknya. Dan orang tua yang demikian, tidak hanya mengajarkan pengetahuan (yang harus diketahui) dan menjawab pertanyaan-pertanyaa anaknya, tetapi lebih dari itu orang tua harus menjadi teladan yang baik bagi anaknya. Melalui keteladanan dan kebiasaan orang tua yang gandrung pada ilmu, menjaga integritas moral dan kesalehannya dalam beribadah inilah, anak-anak bisa meniru, mengikuti dan menarik pelajaran berharga darinya (Suharsono, 2003). Para ahli pendidikan hampir sepakat bahwa pendidikan yang paling dini diterima anak berasal dari kedua orang tuanya. Dalam hal ini ayah dan ibu memiliki peran yang sangat menentukan masa depan putra-putrinya. Sebagaimana dikatakan Dr. Zakiyah Daradjat (2000), bahwa orang tua merupakan pendidik utama dan pertama bagi anak-anak mereka, karena dari merekalah anak mula-mula menerima pendidikan. Dengan demikian bentuk pertama dari pendidikan terdapat dalam kehidupan keluarga. Dalam hal ini, Dr. Ali Qaimi (2003), juga mengatakan bahwa orang tua adalah unsure pokok dalam pendidikan dan memainkan peran penting dan terbesar dalam melaksanakan tanggung jawab ini. Dari satu sisi, orang tua adalah pembawa warisan keturunan dan di sisi lain merupakan bagian dari masyarakat. Dari sisi keturunan, keduanya membawakan banyak sifat-sifat yang ada pada mereka, juga sifat-sifat yang ada pada nenek moyang sang anak. Adapun, dari sisi lingkungan, orang tua merupakan sekolah pertama yang darinya anak memperoleh nilai-nilai kemanusiaan dan akhlak yang terpuji, atau, sebaliknya, keburukan-keburukan dan akhlak yang bobrok. Seorang ibu, dalam masa seperti ini, memainkan peran penting dan krusial. Sebab, tanggung jawab yang dipikulnya jauh lebih berat ketimbang tanggung jawab yang diemban sang ayah. Terutama, pada tahun-tahun pertama di mana ia merupakan satu-satunya sandaran bagi sang anak. Untuk mengetahui betapa pentingnya peran orang tua, cukuplah untuk dikatakan bahwa seorang anak kira-kira telah menghabiskan waktu (usianya) 5.000 jam di sekolah, dengan lebih banyak berkumpul dengan temantemannya. Seorang anak berusia 11 tahun, sebagian besar usianya, 95.000 jam, dihabiskan di rumah. Dan yang paling penting, bagian terbesar waktu

tersebut, kurang lebih 85.000 jam, dihabiskan dengan berada di sisi ibunya, atau di kamar ibunya, atau minimal berhubungan langsung dengannya. Artinya, dalam proses pendidikan anak, sebelum anak mengenal masyarakat yang lebih luas dan sebelum mendapatkan bimbingan dari sekolah, seorang anak lebih dulu memperoleh bimbingan dari keluarganya. Dari kedua orang tua, terutama ibu, untuk pertama kali seorang anak mengalami pembentukan watak (kepribadian) dan mendapatkan pengarahan moral. Dalam keseluruhannya, kehidupan anak juga lebih banyak dihabiskan dalam pergaulan keluarga. Itulah sebabnya, pendidikan keluarga disebut sebagai pendidikan yang pertama dan utama, serta merupakan peletak fondasi dari watak dan pendidikan setelahnya. Demikianlah, orang tua mempunyai peranan penting dalam proses pendidikan anak. Karena itu, orang tua yang berperanan dan bertanggung jawab atas kehidupan keluarga harus memberikan dasar dan pengarahan yang benar terhadap anak, yakni dengan menanamkan ajaran agama dan akhlak karimah. Kita tidak boleh membiarkan seorang anak memilih agamanya sendiri sesuai dengan hak asasinya setelah dewasa sebagaimana yang diajarkan JJ. Rousseau seorang pakar pendidikan modern asal Jermansebelum anak memahami betul mengenai agama yang benar (Islam). Sebab kenyataannya, seorang anak semasa kecilnya tidak pernah tahu menahu persoalan agama, tidak pernah di ajak ke masjid dan majelis taklim, maka setelah dewasa mereka tidak mempunyai perhatian terhadap masalah hidup beragama. Menjadi orang tua bagi anak kita, sungguh bukan sesuatu hal yang mudah. Orang tua yang baik ternyata bukanlah hanya memperhatikan aspek lahiriyahnya saja, namun tidak kurang pentingnya juga memperhatikan permasalahan perkembangan ruhaniyah anak-anaknya. Lebih mendasar lagi, mendidik anak membutuhkan orientasi yang amat jauh ke depan, membutuhkan pijakan yang lebih mendasar (Al Quran dan Hadits), serta menuntut kesanggupan untuk memikul amanah, sehingga orang tua memiliki kesabaran dalam melakukan proses pendidikannya. Orang tua hendaknya mengerahkan segala daya upaya yang juga merupakan karunia Allah Taala- untuk meraih keuntungan/kebaikan dunia akhirat bagi diri mereka dengan cara menunaikan amanah yakni merawat dan mendidik anak. Mereka selalu mengingat dan melaksanakan sabda Rasulullahshallallahu alaihi wasallam berikut, "Apabila anak Adam (manusia) meninggal dunia, maka terputus-lah semua amalnya, kecuali tiga hal: Sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak shalih yang mendoakannya." (HR. Muslim). ***

Anda mungkin juga menyukai