Anda di halaman 1dari 21

PENYELIPAN BAHASA INGGRIS: PENGABAIAN BUTIR KETIGA SUMPAH PEMUDA?

Musril Zahari1 Abstract This writing is dealing with the code switching and code mixing of English to bahasa Indonesia used by Indonesians although there are still available Indonesian translation for those terms. Many leaders of this country do the code switching and the code mixing without considering whether the audiences understand the messages or not. This behavior violates the third point of the Youth declaration (Sumpah Pemuda) October 28, 1928 menjunjung bahasa persatuan bahasa Indonesia. By reading the Republika morning news paper from June 12 to 18, 2006, I found 410 words, 321 phrases, 14 words with Indonesian affixes, 2 sentences, 210 special terms or name began with capital letters and 1 paragraph switch to English. It is said that the code switching and the code mixing happen in order to be regarded as educated people. This is very ironic. Key words: bilingualism, code switching, code mixing, educated people, youth declaration, language nationalism

1. PENDAHULUAN Hampir 78 tahun yang lalu, tepatnya tanggal 28 Oktober 1928, pemuda Indonesia berkumpul untuk mengikrarkan Sumpah Pemuda yang menegaskan (1) mengaku bertumpah darah yang satu, tanah Indonesia (2) mengaku berbangsa yang satu, bangsa Indonesia, dan (3) menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia. Sampai saat ini, tanggal bersejarah ini diperingati setiap

tahun sebagai tonggak yang mempersatukan bangsa Indonesia dalam kesatuan bangsa, kesatuan tanah air dan bahasa persatuan.

Lektor Kepala pada Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) Indonesia Jakarta

2 Kelihatannya kesepakatan yang telah diikrarkan oleh para pendahulu kita tersebut telah diabaikan, khususnya butir ketiga yaitu menjunjung bahasa persatuan. Pengabaian itu terjadi mulai dari para pejabat pemerintahan sampai rakyat jelata dan lebih menyedihkan lagi, itu dianggap sebagai wujud keterpelajaran seseorang. Kondisi ini makin lama semakin menjadi-jadi sehingga harus ada orang yang mengingatkan dengan harapan bangsa ini dapat menyadari kekhilafan itu. Menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia bukan berarti bahwa bangsa ini tidak dibolehkan mempelajari dan menggunakan bahasa lain, baik bahasa daerah maupun bahasa asing. Tetapi yang perlu diperhatikan bahwa pemakaian bahasa Indonesia hendaknya jangan dicampuradukan dengan bahasa daerah atau bahasa asing itu, karena apa yang disampaikan masih ada padanan kata atau ungkapannya dalam bahasa Indonesia. Apalagi kalau penggunaan modern kata asing itu mengaburkan makna atau pemakainya merasa

sebagai upaya untuk menpertotonkan derajatnya kepada khalayak.

Pencampuradukan bahasa Indonesia dengan bahasa Inggris mungkin cerminan dari ketidaksetiaan bangsa ini terhadap bahasa Indonesia dalam kehidupan sehari-hari atau yang bersangkutan beranggapan bahwa segala sesuatu yang berbau asing adalah yang lebih baik. Anggapan seperti ini sangat berbahaya dalam membina kehidupan berbangsa dan bernegara. Tulisan ini akan mencermati sejumlah pemakaian bahasa Inggris yang diselipkan dalam berbahasa Indonesia, yang berupa kata, frasa, kalimat dan bahkan paragraf. Selain itu juga ada penambahan awalan dan akhiran bahasa

3 Indonesia kepada bahasa Inggris. Data yang dibahas dalam tulisan ini diperoleh dengan menggunakan metode simak yaitu memperoleh data dari koran harian Republika terutama yang terbit tanggal 12 sampai 18 Juni 2006 dan wacana lisan lainnya. Menyimak di sini bukan berarti hanya penggunaan bahasa secara lisan, tetapi juga penggunaannya secara tertulis (Mahsun, 2005:90-91). Di

samping itu juga ada beberapa data berupa kalimat yang digunakan oleh berbagai kalangan terpandang di Indonesia. Contoh kalimat-kalimat yang mencampuradukan bahasa Inggris dengan bahasa Indonesia selain dikutip dari Republika terbitan 12 sampai 18 Juni 2006 juga diambil dari terbitan tanggal lainnya dengan menyebutkan tanggal terbitnya pada setiap kalimat itu. Sebelumnya, pemakaian bahasa Inggris yang campur aduk dengan bahasa Indonesia ini telah dipertanyakan kepada sejumlah dosen dan mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) Indonesia Jakarta. Jadi, pertanyaan lebih dahulu diajukan kepada para mahasiswa dan dosen dari pada mengumpulkan data pemakaian bahasa Inggris yang diselip-selipkan dalam bahasa Indonesia di harian Republika 12 sampai 18 Juni 2006 dan dari pertanyaan-pertanyaan itulah munculnya minat untuk membuat tulisan. 2. KAJIAN TEORI Dalam kajian kebahasaan terdapat bidang kedwibahasaan yang menurut Abudarham (1987:1) penuh dengan istilah yang merujuk kepada gejala individu dan masyarakat dengan dua bahasa, cara dua bahasa digunakan dan bagaimana bahasa-bahasa itu dipelajari. Kedwibahasaan dalam Advanced Learners Dictionary (2000) disebutkan sebagai kemampuan berbicara dalam

4 dua bahasa dengan sama baiknya karena seseorang telah menggunakannya sejak masih sangat muda. Sementara itu, Hamers dan Blanc (1990:6) menyebutkan bahwa kedwibahasaan itu adalah kemampuan untuk

menggunakan dua bahasa, baik secara sempurna keempat keterampilannya maupun hanya satu keterampilan saja. Sementara itu, dwibahasawan yang tidak memiliki kemampuan kontrol produktif terhadap kedua bahasa yang dimilikinya, tetapi dia mengerti bila diucapkan, para ahli bahasa menyebutnya

kedwibahasaan pasif atau reseptif dan Hockett menamakannya dengan semikedwibahasaan (Romaine, 1995:11). Konsep yang dibahas dalam kajian kedwibahasaan antara lain peralihan bahasa atau alih kode dan campur kode, seperti yang dikemukakan oleh Gresjean (1982:116). Campur kode adalah penggunaan unsur-unsur suatu bahasa pada saat menggunakan bahasa lainnya dan alih kode adalah pergantian antara satu bahasa dengan bahasa lainnya dalam suatu pemakaian. Unsur-unsur itu dapat saja leksikal, sintaktik atau semantik (Hamers dan Blanc, 1990:35). Secara lebih tegas Grosjean (1982:146) mengemukakan bahwa alih kode itu dapat terjadi dalam kata, frasa, sebuah kalimat dan bahkan dapat tejadi dalam beberapa kalimat. Grosjean (1982:157) menambahkan bahwa alih kode seringkali digunakan sebagai strategi untuk menyampaikan informasi linguistik dan sosial. Tulisan ini tidak mempersoalkan perbedaan dan kesamaan konsep alih kode atau campur kode tetapi mencoba mengungkapkan mengapa orang Indonesia suka dan senang menyelip-nyelipkan bahasa Inggris ketika berbicara atau menulis dalam bahasanya sendiri baik itu alih kode maupun campur kode.

5 Sebagian besar dari campur kode terjadi pada tataran leksikal. Apabila campur kode itu terjadi sebagai penerjemahan spontan maka hal itu tidak akan menjadi masalah, tetapi apabila campur kode itu terjadi bukan terjemahan mungkin akan membingungkan lawan bicara sebab belum tentu lawan bicara itu mengerti kata asing yang digunakan. Di Indonesia, orang menggunakan bahasa Inggris yang diselipkan dalam bahasa Indonesia sebagaimana aslinya lebih banyak dari pada penerjemahan spontan atau penyerapan. Dalam pandangan Grosjean (1982:149-155) ada empat alasan penyebab terjadinya campur kode dan alih kode itu dan dia memberi contoh dengan mengutip para ahli yang dalam tulisan ini tetap disebutkan juga sumbernya. Pertama, orang kekurangan fasilitas dalam satu bahasa ketika membicarakan topik tertentu. Orang akan beralih apabila dia tidak mendapatkan kata atau ungkapan yang tepat, atau ketika bahasa itu digunakan tidak memiliki butir-butir atau terjemahan yang tepat untuk kata yang diperlukan. Umpamanya, seorang mahasiswa sebuah universitas di Nairobi secara spontan beralih dari bahasa Kikuyu ke bahasa Inggris ketika membicarakan geometri dengan saudara lakilakinya: Atiriri angle niati has ina degree eighty; nayo this one ina mirongo itatu. Kedua, anggota yang ada dalam suatu masyarakat beralih kode secara teratur ketika mendiskusikan topik tertentu, seperti apa yang dikemukakan oleh Valdes Fallis (1976) dan Lance (1979) tentang orang Meksiko Amerika di Barat Daya sering beralih dari bahasa Spanyol ke Bahasa Inggris ketika berbicara tentang money. Misalnya: La consulta era (the visit cost) eight dollars dan ini

6 barangkali terjadi karena sebagian besar kegiatan jual beli di tempat itu menggunakan bahasa Inggris. Ketiga, alih kode ke dalam bahasa minoritas dapat terjadi sebagai isyarat solidaritas kelompok atau untuk mempersatukan kelompoknya karena merasa jauh dari tanah airnya dan tidak berterima di tempat yang baru. Misalnya, percakapan antara seorang perempuan dengan M. Well. I am glad that I met you. O.K.? lalu dijawab oleh M Andale, pues (OK, swell), and do come again. Mm? Kedua pembicara adalah orang Meksiko-Amerika, asing satu sama lain dan baru pertama kali bertemu. Ungkapan Andale pues oleh lelaki itu seolaholah ingin mengatakan bahwa kita mempunyai latar belakang yang sama dan harus kenal satu sama lain dengan baik. Keempat, alih kode dapat juga membantu untuk memperkuat atau menekankan suatu maksud. Alih kode pada akhir argumentasi membantu untuk mengakhiri suatu interaksi atau cara untuk memperkuat pernyataan dan sekaligus mengakhiri suatu argumentasi. Orang Puerto Rica di New Jersey, memberi perintah kepada anaknya dalam bahasa Inggris, umpamanya Stop that, atau Dont do that. Sementara dalam kondisi lainnya mereka

mengutarakannya dalam bahasa Spanyol dan alih kode seperti ini pertanda bagi si anak bahwa ibunya sedang marah. Kelima, Alih kode digunakan untuk mengeluarkan seseorang dari bagian tertentu suatu pembicaraan. Scotton dan Ury (1977) memberi contoh lima orang lelaki Luyia sedang membicarakan pembentukan sebuah bisnis. Pembicara pertama adalah pimpinan informal dari kelompok itu berbicara dalam bahasa

7 Kikuyu dan dia mengemukakan bahwa 2.000 shilling diperlukan untuk memulai bisnis. Salah seorang anggotanya mengatakan bahwa itu terlalu banyak. Lantas pimpinannya menjawab: Mumanye mapesa manyisi (kamu harus tahu bahwa kita butuh banyak uang). Two thousand shillings should be a minimum.

Anyone who cannot contribute four hundred shillings shouldnt be part of this group. He should get out. Anggota yang mengatakan bahwa 400 shillings is too much menanyakan dalam bahasa Kikuyu (dia tidak mengerti bahasa Inggris), tetapi dia diabaikan saja dengan demikian sang ketua menggunakan bahasa Inggris. Alih kode seperti ini dapat menjadi bumerang dan dapat menimbulkan rasa malu apabila orang yang dikeluarkan dari pembicara tidak diketahui dengan baik oleh lawan bicaranya, jangan-jangan dia mengerti bahasa yang digunakan untuk memposisikannya di luar pembicaraan. Keenam, alih kode dapat juga digunakan untuk banyak alasan seperti mengutip apa yang dikatakan oleh seseorang, memastikan orang yang dituju, memastikan apa yang dikatakan atau membicarakan tentang kejadian masa lalu. Ada yang paling penting dari semua alasan ini yaitu seseorang melakukan alih kode untuk meningkatkan statusnya dan memberinya otoritas atau keahlian tambahan. Scotton dan Ury (1977) memberi contoh percakapan antara seorang penumpang dan kondektur sebuah bis dalam bahasa Swahili untuk pertama kalinya. Penumpang mengatakan bahwa dia ingin ke kantor pos dan kondektur menjawab bahwa ongkosnya 50 sen. Penumpang memberikan uang satu shilling dan kondektur minta penumpang untuk menunggu kembaliannya 50 sen. Ketika bis sudah mendekati kantor pos, penumpang menjadi khawatir terhadap

8 kondektur tidak akan memberikan kembalian uangnya dan lalu berkata pada kondektur. Penumpang: Nataka change yangu (Mana uang kembaliannya). Kondektur: Change utapata, Bwana. (Tuan, saya akan berikan uang kembaliannya). Penumpang: I am nearing my destination. Kondektur: Do you think I could run away with your change? Penumpang beralih ke Bahasa Inggris dalam usaha untuk mendapatkan otoritas, yang mengubah perannya dari status yang sama dengan kondektur menjadi status yang lebih tinggi (bahasa Inggris adalah bahasa elit terpelajar di Kenya) untuk memastikan bahwa dia akan memperoleh kembaliannya sebelum turun. Kondektur mengimbangi peralihan status ini dengan menjawab dalam bahasa Inggris pula, dengan demikian kembali terbangun kesamaan. Menurut orang Kenya alih kode ke bahasa Inggris adalah suatu usaha dari kondektur untuk mengubah status. 3. NASIONALISME BAHASA Pada tanggal 23 Maret 2006 Presiden Prancis, Jacques Chirac, meninggalkan ruang pertemuan puncak 25 orang pemimpin Negara-negara anggota Uni Eropa ketika warganegaranya, Ernest-Antoine Seiliesare, yang menjabat presiden serikat pekerja Uni Eropa (UNICE), menyampaikan sambutan singkatnya semula menggunakan bahasa Prancis kemudian diteruskannya dalam bahasa Inggris. Tindakan Chirac ini juga diikuti segera oleh para anggota kabinetnya yaitu Menteri Keuangan, Thierry Breton dan Menteri Luar Negeri, Phillippe Douste-Blazy. Chirac baru kembali ke tempat duduknya saat Presiden Bank Sentral Eropa (ECB), Jean-Claude Trichet yang juga orang Prancis berpidato dalam bahasa Prancis (Republika, 25 Maret 2006).

9 Alih kode dari bahasa Perancis ke bahasa Inggris menyinggung rasa nasional Chirac dan rombongannya hal itu diwujudkannya dengan meninggalkan ruang pertemuan. Kejadian seperti ini adalah suatu contoh bagaimana nasionalisme bahasa yang diperlihatkan oleh pemimpin dan pejabat negara

kepada khalayak dunia. Pertanyaan kita adalah bagaimana dengan bangsa Indonesia yang sudah mengikrarkan bahasa persatuan atau bahasa nasional serta mencantumkannya dalam Undang-Undang Dasar 1945 sebagai bahasa negara? Pertanyaan seperti ini jawabannya tidak enak di telinga, sebab kenyataan sehari-hari makin tinggi posisi seseorang semakin senang dia menyisipkan bahasa Inggris dalam bahasa Indonesia ketika berkomunikasi. Sebetulnya, pengajaran bahasa Indonesia di perguruan tinggi di Indonesia bertujuan agar para mahasiswa memiliki sikap yang positif terhadap bahasa Indonesia. Sikap bahasa yang positif terhadap bahasa Indonesia dapat diwujudkan dengan (1) kesetiaan bahasa, yang mendorong mahasiswa memelihara bahasa nasional dan, apabila perlu, mencegah adanya pengaruh bahasa asing, (2) Kebanggaan, yang mendorong mahasiswa mengutamakan bahasanya dan menggunakannya sebagai identitas bangsanya, dan (3) kesadaran akan adanya norma bahasa, yang mendorong mahasiswa sedang

menggunakan bahasanya sesuai dengan kaidah dan aturan yang berlaku (Amran dan Tasai, 2002:1). Keterangan di atas bermakna bahwa para mahasiswa dan para lulusan perguruan tinggi harus terampil menggunakan bahasa Indonesia dengan baik

10 dan benar, baik secara lisan maupun tulisan dalam mengungkapkan gagasangagasan ilmiah. Harapan seperti ini seringkali menimbulkan kekecewan karena banyak sekali di antara mereka menggunakan bahasa Indonesia secara tidak benar dan baik. Begitu juga kita berharap bahwa para petinggi-petinggi negara yang ada di eksekutif, legislatif, dan yudikatif memberi contoh dalam pemakaian bahasa Indonesia yang baik dan benar, tetapi seringkali yang terjadi adalah sebaliknya. Sampai sekarang, para petinggi kita belum ada yang sanggup melakukan seperti apa yang dicontohkan oleh Chirac. Dia telah memperlihatkan kesetiaan dan kebanggaannya kepada bahasa nasional dan bahasa negaranya. Ada kecenderungan di negara kita ini bahwa makin terhormat seseorang maka makin banyak dia menyelip bahasa Inggris/asing ketika berbahasa Indonesia. Dengn kata lain, makin tinggi jabatan seseorang maka makin berantakan bahasa Indonesianya. Orang seperti ini merasakan statusnya terangkat apabila mencampuradukan bahasa Inggis dengan bahasa Indonesia dalam wacananya. Sebelum tahun enam puluhan, orang Indonesia suka menyelip-nyelikan bahasa Belanda dan sekarang mereka merasa menjadi orang terhormat apabila mencampuradukan bahasa Inggris dengan bahasa Indonesia. 4. PENYELIPAN BAHASA INGGRIS Tabel di bawah ini adalah bahasa Inggris yang diselipkan dalam koran Republika terbitan mulai dari Senin 12 Juni sampai dengan 18 Juni 2006 yang dikelompokkan dalam kata, kata yang diberi afik, frasa, kalimat dan paragraf.

11 Tabel : Alih kode pada Republika 12 18 Juni 2006 No. Jenis yang dialihkan 1 2 3 4 5 6 Kata Frasa Kata yang diberi afik Kalimat 12 64 40 2 Tanggal Penerbitan 13 14 15 16 17 53 42 1 1 34 1 49 40 3 14 51 60 1 1 29 52 62 3 19 84 43 1 64 18 57 34 4 28 Jumlah 410 321 14 3 210 1 959

Kata atau frasa istilah/ 22 nama dimulai huruf besar Paragraf Jumlah 126

132 106 143 136 192 113

Pada tabel ini terlihat bahwa pengalihan ke bahasa Inggris terbanyak memang kata, diikuti oleh frasa, kemudian kata atau frasa yang berupa istilah/nama yang dimulai dengan huruf besar. Di samping itu, ada hal yang menarik, yaitu memberi awalan me-, di- dan kata ganti benda -nya pada kata bahasa Inggris tanpa mengikuti aturan penyerapan yang ditetapkan. Berikut ini merupakan contoh dari masing-masing unsur yang dikemukakan dalam tabel di atas: 1. Perubahan strategi oleh pelatih Ilija Petrakopic dengan mengganti striker Savo Milosevic dengan Nikola Zigic memberi gairah baru dalam

penyerangan. Pada kalimat ini terlihat bahwa kata striker sebenarnya dapat diterjemahkan secara baik ke dalam bahasa Indonesia dengan (pemain)

12 penyerang yang dapat dipahami dengan baik oleh setiap orang yang dapat berbahasa Indonesia, baik yang senang sepak bola maupun yang tidak. Di samping itu, pada kalimat ini juga terdapat kata bahasa Inggris yang telah diserap ke dalam bahasa Indonesia, yaitu strategi=strategy dan bagi sebagian orang juga tidak dipahami dengan baik maknanya. 2. Lemahnya perlindungan konsumen juga tampak dari dibiarkannya produsen obat antinyamuk untuk tidak mencantumkan petunjuk yang jelas atas pengaruh obat tersebut dan public warning dalam kemasannya yang menjelaskan bahwa produk itu mengandung racun yang berbahaya. Pada kalimat ini terlihat frasa public warning, yang sebenarnya dapat diterjemahkan secara baik ke dalam bahasa Indonesia dengan peringatan (umum) yang dapat dipahami dengan baik oleh setiap orang yang dapat berbahasa Indonesia. Di samping itu, pada kalimat ini juga terdapat kata bahasa Inggris yang telah diserap ke dalam bahasa Indonesia, yaitu

konsumen=consumer, produsen=producer dan produk=product. 3. Kami akan mencoba meng-copy paste pengalaman di 112 pilkada, terutama 61 pilkada yang kami menangkan, katanya. 4. dosen dapat menyampaikan secara on line yang dapat dipelajari dan di-download oleh mahasiswa. Pada kalimat ini terlihat terdapat meng-copy paste= mempedomani dan di-download=dipindahkan (ke komputernya), yang dapat dipahami dengan baik oleh setiap orang yang dapat berbahasa Indonesia. Sementara itu juga terdapat frasa on line.

13 5. Dia (Arjen Robben) terpilih sebagai Man of the Match bukan hanya karena golnya, tetapi juga penampilannya yang berbeda, kata Andy Roxbourgh, anggota FIFA Technical Study Group. Man of the Match pada kalimat ini dapat diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia Bintang Permainan/pertandingan Group dengan Kelompok Studi Teknik FIFA. 5. How to achieve our ultimate motivation? Kalimat pertanyaan ini bukanlah kalimat yang tidak memiliki padanan dan FIFA Technical Study

dalam bahasa Indonesia. Ini hanyalah kalimat yang sangat sederhana dan padanannya dalam bahasa Indonesia sangat mudah mencarinya. Tentu timbul pertanyaan kita, mengapa kalimat ini diungkapkan dalam bahasa Inggris, padahal koran ini adalah sarana untuk menyampaikan informasi kepada semua pembaca yang tentu semuanya dapat berbahasa Inggris. Akibatnya, informasi yang disampaikan tidak mencapai sasaran. 6. I really enjoy meeting with him. I read a lot more of his book during my flight back to London, I am really impressed by what a wonderful job he has done with it. Islam desperately needs a voice like Arys, that can present a modern, open-minded, and inspiring vision of The Faith. I am learning a lot from his book. Paragraf ini diikuti oleh terjemahan bahasa Indonesia, yang tentu saja sangat dipahami oleh orang yang mampu berbahasa Indonesia. Pertanyaan yang muncul adalah, apakah terjemahan bahasa Indonesia itu belum cukup sehingga harus ditampilkan bahasa Inggrisnya? Apa benar menggunakan kata,

14 frasa, kalimat dan paragraf bahasa Inggris lebih membuat diri seseorang lebih terpelajar? Pertanyaan seperti inimungkin banyak muncul pada masyarakat kita. 7. Bagaimana mencoret kata model-nya? Besarkan size-nya. Sebetulnya, kata model telah diserap menjadi bahasa Indonesia tanpa ada penambahan ataupun pengurangan. Mungkin lebih baik apabila ditulis dengan tidak menempatkan tanda pemisah (-) antara kata model itu dengan kata ganti benda -nya. Kata size memiliki padanan bahasa Indonesia ukuran,

umpamanya, Berapakah ukuran bajunya, M atau L? atau ukuran hurufnya 12. 8. School is Cool with Fila (SCF). Kalimat singkat ini adalah tema sebuah program promosi yang dilakukan oleh sebuah pabrik sepatu Fila dengan program Fila Nasional Back to School. Sebetulnya, program dan promosi seperti ini masih dapat, bahkan sangat munkin dilakukan dalam bahasa Indonesia tetapi pengambil keputusan di pabrik sepatu itu mungkin lebih yakin dan keren menggunakan bahasa Inggris dalam mempromosikan produknya, meskipun konsumennya orang Indonesia yang berbahasa Indonesia. 9. Nonton yes, judi no. Ungkapan ini adalah bahasa lisan yang digunakan oleh banyak kalangan di Indonesia. Ungkapan lain dengan maksud yang sama adalah Nonton O.K., judi no way. Kelatahan bangsa kita menggunakan kata atau istilah asing/bahasa Inggris yang dicampuradukan dengan bahasa Indonesia ini kelihatannya sudah sangat marajalela.

15 5. ORANG TERPELAJAR Bahasa Indonesia adalah bahasa nasional sesuai dengan Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928 dan bahasa negara sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945. Sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia berfungsi (1) lambang kebanggaan kebangsaan, (2) lambang identitas, (3) alat perhubungan

antarwarga, antardaerah, dan antarbudaya, dan (4) alat yang memungkinkan penyatuan berbagai suku bangsa dengan latar belakang sosial budaya dan bahasanya masing-masing ke dalam kesatuan kebangsaan Indonesia.

Sementara itu, sebagai bahasa negara, bahasa Indonesia berfungsi sebagai (1) bahasa resmi kenegaraan, (2) bahasa pengantar dalam dunia pendidikan, (3) alat perhubungan pada tingkat nasional untuk kepentingan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan, dan (4) alat pengembangan kebudayaan, ilmu pengetahuan, dan teknologi (Arifin dan Tasai, 2002:10 -11). Pemakaian bahasa Inggris yang dicampuradukan dengan bahasa Indonesia ini kelihatannya, merupakan cerminan ketidakbanggaan bangsa ini terhadap miliknya sendiri. Secara informal saya pernah mempertanyakan kepada sejumlah dosen tentang pencampuradukan seperti ini dan mereka menjawab bahwa hal itu terjadi hanyalah sebagai cerminan ketidakbanggaan terhadap bahasa Indonesia, supaya dianggap orang terpelajar dan beberapa ungkapan yang senada dengan itu. Mungkin ini adalah salah satu bentuk penjajahan yang merupakan bagian dari penjajahan kebudayaan yang dapat mengaburkan identitas suatu bangsa. Penjajahan ini disebut penjajahan bahasa dan keterangan rinci dapat dilihat dalam TESL-EJ Forum Vol. 6 No. 1 June 2002.

16 Dilihat dari sisi kajian pragmatik, pencampuradukan bahasa Indonesia dengan bahasa Inggris seharusnya tidak terjadi karena seringkali merintangi kelancaran komunikasi. Pragmatik merupakan sebuah kajian tentang aturanaturan pemakaian bahasa, yaitu pemilihan bentuk bahasa dan penentuan maknanya sehubungan dengan pembicara sesuai dengan konteks dan keadaan (Nababan, 1987:3) dengan tujuan agar komunikasi tersebut berjalan dengan lancar. Media masa, umpamanya, menyajikan tulisan, baik yang fakta maupun opini, dimaksudkan untuk menyebarkan informasi kepada pembacanya. Apabila pembaca tidak mengerti informasi dengan baik karena pemakaian bahasa tidak sesuai dengan konteks pembacanya, tujuan dari penyebaran informasi lewat media itu berarti telah gagal. Bahasa Inggris, tidak dapat diingkari, paling tidak merupakan (1) bahasa yang diajarkan dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi, (2) bahasa untuk komunikasi resmi dengan negara-negara lain, dan (3) bahasa buku ilmu pengetahuan yang dijadikan rujukan di perguruan tinggi. Meskipun demikian, bukan berarti dalam mempergunakan bahasa Indonesia yang diaduk-aduk dengan bahasa Inggris dapat dilakukan dengan sesuka hati (Zahari, 1995:11). Saya mengajukan pertanyaan tentang pemakaian bahasa Inggris yang dicampuradukan dengan bahasa Indonesia kepada mahasiswa STIE Indonesia yang berjumlah 280 orang mahasiswa. Pertanyaan itu diajukan pada tanggal 3 Mei 2006 kepada 63 orang mahasiswa, 5 Mei 2006 kepada 134 orang, 8 Mei 2006 kepada 35 orang, dan 9 Mei 2006 kepada 48 orang. Jawaban mereka menurut saya jujur dan jawaban itu disampaikan dalam sejumlah ungkapan,

17 yaitu (1) untuk gaya-gayaan atau gagah-gagahan, (2) supaya lebih gaul, (3) supaya dianggap terpelajar,dan (4) supaya kelihatan berbobot dan keren. Keperkasaan negara berbahasa Inggris dalam politik, ekonomi, militer dan lain-lain, kelihatannya secara pelan tetapi pasti membuat negara lain yang melakukan hubungan dengan negara berbahasa Inggris itu cenderung menganggap bahasa Inggris sebagai bahasa orang terpelajar. Di samping itu, Amerika Serikat dan negara-negara sekutunya cenderung memaksakan kehendak kepada negara lain yang dianggap lemah atau banyak bergantung kepadanya. Dalam kasus Indonesia, banyak orang Indonesia cenderung merasa bangga dan terpelajar apabila menggunakan bahasa Inggris, meskipun seringkali hanya menggunakan dengan menyelip-nyelipkan kosakatanya dalam berbahasa Indonesia. Hal ini terutama terlihat pada pembesar-pembesar negara ini, baik di eksekutif, legislatif maupun di yudikatif dan kondisi seperti ini akhirnya ditiru pula oleh rakyat. Berikut ini adalah beberapa contoh kalimat yang digunakan petinggi-petinggi di negara ini melalui berbagai media, umpamanya: 10. Tapi penanganan flu burung harus tetap dilakukan secara all out. (Mentan: Republika, 21 Februari 2006). Sebetulnya tidak ada sulitnya untuk mengatakan Tapi penanganan flu burung harus tetap dilakukan sekuat tenaga/dengan sungguh-sungguh, dan kalimat seperti ini pasti sangat mudah dipahami oleh pembaca koran atau

pendengar yang terdiri dari berbagai lapisan masyarakat. Apakah menteri Pertanian yang seorang Doktor dan dosen itu merasa dirinya berada di depan

18 mahasiswanya di kampus waktu mengungkapkan kalimat ini atau dia menganggap semua rakyat Indonesia mengerti all out itu? 11. Menneg BUMN, Sugiarto, menambahkan, opsi pembiayaan proyek belum ditentukan. Meski, katanya, alternatif pendanaan bisa melalui government to government, business to business, atau public-private partnership. (Republika, 19 April 2006). Menteri negara BUMN menggunakan tiga frasa bahasa Inggris, di

samping itu yang bersangkutan juga menggunakan tiga kata bahasa Inggris yang telah diserap ke dalam bahasa Indonesia. Penggunaan kata-kata bahasa Inggris ini mungkin sudah menjadi kebiasaan dari yang bersangkutan sehingga di tempat apapun tanpa sadar tetap menggunakan campuran bahasa Inggris dengan bahasa Indonesia. bersangkutan menggunakan Saya yakin, tentu tidak sukar bagi yang pemerintah ke pemerintah=government to

government, bisnis ke bisnis= business to business dan kerjasama publik dengan swasta= public-private partnership. Berikut ini adalah kalimat yang diungkapkan orang nomor satu di Indonesia, kepala Negara dan kepala pemerintahan Republik Indonesia. 12. Marilah kita ubah, dari economic growth menjadi economic

development kata Presiden. (Republika, 22 April 2006.) Penggunaan kata pertumbuhan ekonomi=economic growth dan pembangunan ekonomi=economic development sebetulnya tidak sulit, tetapi inilah kenyataan yang kita temui dalam menggunakan bahasa Indonesia yang kita junjung sebagai bahasa persatuan.

19 13. Secara terpisah, Ketua Umum PB NU KH Hasyim Muzadi, mengatakan, selama ini persoalan perda antimaksiat memang disikapi secara apriori dan over acting. (Republika 23 Juni 2006) Padanan bahasa Indonesia untuk over acting adalah tindakan berlebihan yang sangat dipahami oleh penutur bahasa Indonesia. Petinggi NU sejak dulu mengakui bahwa anggota organisasinya banyak berada di desa yang berbasis di Pesantren. Mungkin KH Hasyim Muzadi ini lebih banyak di kelilingi oleh orangorang yang lebih senang menggunakan bahasa Inggris dari pada bahasa Indonesia atau karena latar belakang pendidikannya dari Pesantren Gontor, sehingga beliau terbiasa menggunakan bahasa Inggris dalam berbahasa Indonesia. 14. Tap MPR ... Pasal ... sudah di-breakdown dalam Undang-Undang. Kalimat ini adalah dialog yang diucapkan oleh Khofifah Indar Parawansa di TVRI tanggal 23 April 2006. Banyak lagi kata bahasa Inggris yang digunakannya dalam dialog itu, umpamanya, confused, indicators, dan measurable. Khofifah adalah anggota DPR dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang sebagian besar anggota tersebar di desa-desa di Jawa dan apakah anggota partainya mengerti ungkapan bahasa Inggris yang disampaikan itu. Kita percaya sekali bahwa anggota Dewan yang terhormat tentulah orang yang telah teruji kesetiaannya kepada bahasa nasional dan bahasa negaranya. Barangkali yang bersangkutan terbawa arus kebiasaan orang Indonesia yang sebetulnya tidak sehat untuk pengembangan bahasa Indonesia sebagaimana yang disepakati pada Kongres Bahasa Indonesia II di Medan tahun 1954.

20 6. PENUTUP

Apabila kita berpegang pada pepatah bahasa cerminan bangsa seperti kata Hang Tuah, maka bangsa Indonesia telah dijajah secara bahasa sebab dari hari hasil penghitungan penggunaan bahasa Inggris di koran harian Republika sungguh mencengangkan. Bahasa bagian dari kebudayaan, maka dengan sendirinya bangsa Indonesia juga sudah terjajah secara budaya. Sungguh memalukan apabila melakukan campur kode hanya dengan alasan agar dianggap terpelajar, keren, gaul dan ungkapan yang sejenis dengan itu, sebab ukuran terpelajar seseorang bukan dilihat dari kemampuannya

mencampuradukan bahasa Indonesia dengan bahasa lain. Ini, bahkan, adalah cerminan rasa tidak bangga dengan milik sendiri, bahasa sendiri, dengan sendirinya tidak bangga dengan kebudayaannya. Makin terpelajar seseorang, seharusnya semakin baik bahasa

Indonesianya dan makin bangga dia dengan bahasanya itu. Sudah selayaknya kaum politisi, kaum terpelajar, dan pemimpin negara ini mempergunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar agar menjadi contoh bagi rakyat. Kita yakin bahwa makin baik dan teratur seseorang berbahasa Indonesia maka semakin jernih dan teratur pula cara berpikirnya. Kita tidak menghendaki para pejabat negara memotori pencampuradukan bahasa Indonesia dengan bahasa Inggris yang membuat rakyat kecil bingung memahami pesan yang disampaikan. Bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan harus dijaga dan

dikembangkan. Kita mempunyai kewajiban untuk berbahasa Indonesia yang

21 sesuai dengan kaidah dan aturan yang telah dsepakati. Himbauan perlu dilakukan agar para petinggi negara sampai kepada jajaran terendah, para politisi, dan kaum terpelajar untuk tidak sembarangan melakukan alih kode atau campur kode. Apabila masih ada padanannya dalam bahasa Indonesia, seabiknya tidak melakukan campur atau alih kode.

DAFTAR PUSTKA Abudarham, Samuel. 1987. Terminology and Typology dalam Bilingualism and The Bilingual: An Interdisciplinary Approach to Pedagical and Remedial Issues, edited by Samual Abudarham, Windsor, Berkshire: the NFERNELSON Publishing Company Ltd. Arifin, Zainal dan S. Amran Tasai. 2002. Cermat Berbahasa Indonesia, Jakarta: Akademika Pressindo. Grosjean, Francois. 1982. Life with Two Language: An Introduction to Bilingualism, Cambridge, Massachusetts: Harvard University Press. Hamers, Josiane F and Michel H. A. Blanc. 1983. Bilinguality & Bilingualism. Cambridge: Cambridge University Press. Mahsun, 2005. Metode Penelitian Bahasa: Tahapan Strategi, Metode, dan Tekniknya, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada Nababan. P.W.J. 1987. Ilmu Pragmatik (Teori dan Penerapannya), Jakarta: Debdikbud Dikti Proyek Pengembangan LPTK. Romaine, Suzanne, 1995. Bilingualism, Second Edition, Oxford: Basil Blackwell Inc. Stanley. Karen, Teaching English as a Second or Foreign Language. Vol. 6 No. 1 Juni 2002. atau http://66.249.93.104.../fl.html+language+imperialism&hl =en&gl=id&ct=clnk&cd=8&ie=utf. Zahari, Musril. 1995. Menjunjung Bahasa Persatuan: Bahasa Indonesia, Widya, Februari 1995/No. 113 Tahun XII.

Anda mungkin juga menyukai