Anda di halaman 1dari 11

1

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat dan rahmat dankaruniaNya penulis dapat menyusun makalah ini yang berjudul Manfaat Kewarganegaraan bagi Profesi Arsitek. Sebagai manuasia yang berbangsa dan bernegara,seorang arsitek dituntut untuk dapat menyesuaikan apa yang ia kerjakan agar dapat berguna bagi bangsa dan Negaranya. Dengan mempelajari kewarganegaraan seorang arsitek diharapkan dapat menghasilkan sesuai dengan apa yang dibutuhkan oleh bangsa dan negaranya yang tentunya juga sesuai peraturan perundang undangan yang ada . Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun agar makalah ini bisa menjadi lebih baik untuk masa yang akan datang. Semoga makalah ini dapat memperluas wawasan kita mengenai arti penting kewarganegaraan bagi profesi arsitek.

Semarang, 16 juli 2012

Penulis

DAFTAR ISI
COVER KATA PENGANTAR 1 DAFTAR ISI2 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG...3 1.2 TUJUAN.....4 BAB 2 PEMBAHASAN 2.1 PENGERTIAN KEWARGANEGARAAN ..... 5 2.2 PENGERTIAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN..5 2.3 PENGERTIAN ARSITEK6 2.4 SEJARAH ARSITEK DI INDONESIA.. 7 2.5 HUBUNGAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN DENGAN ARSITEK................................9 PENUTUP

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1

LATAR BELAKANG

Kewarganegaraan merupakan bagian dari konsep kewargaan (bahasa Inggris: citizenship). Di dalam pengertian ini, warga suatu kota atau kabupaten disebut sebagai warga kota atau warga kabupaten, karena keduanya juga merupakan satuan politik. Dalam otonomi daerah, kewargaan ini menjadi penting, karena masing-masing satuan politik akan memberikan hak (biasanya sosial) yang berbeda-beda bagi warganya. Kewarganegaraan memiliki kemiripan dengan kebangsaan (bahasa Inggris: nationality). Yang membedakan adalah hak-hak untuk aktif dalam perpolitikan. Ada kemungkinan untuk memiliki kebangsaan tanpa menjadi seorang warga negara (contoh, secara hukum merupakan subyek suatu negara dan berhak atas perlindungan tanpa memiliki hak berpartisipasi dalam politik). Juga dimungkinkan untuk memiliki hak politik tanpa menjadi anggota bangsa dari suatu negara. Arsitek berasal dari Latin architectus, dan dari bahasa Yunani: architekton (master pembangun), arkhi (ketua) + tekton (pembangun, tukang kayu). Jadi dari asal kata diatas, istilah arsitek berasal dari sebutan untuk ketua tukang kayu yang memimpin suatu pembangunan. Tapi apakah istilah itu relevan untuk masa ini? Istilah arsitek seringkali diartikan secara sempit sebagai perancang bangunan. Sehingga arsitek hanya dikait-kaitkan dengan masalah berdiri tidaknya, indah tidaknya bangunan. Arsitek sesungguhnya memiliki cakupan yang jauh lebih luas daripada sekedar merancang bangunan. Karena pekerjaan arsitek didunia nyata mencakup lingkup furniture, lingkup interior bangunan, lingkup landscape, lingkup komplek bangunan (urban design), hingga lingkup wilayah kota dan regional. Lalu apa hubungannya profesi arsitek dan kewarganegaraan, sekilas mungkin keduanya tidak memiliki keterkaitan antara satu dengan yang lain, namun sebenarnya keduanya memiliki hubungan dalam prakteknya di lapangan. Hal tersebutlah yang coba kita bahas dalam makalah ini.

1.2

TUJUAN
Dalam pembuatan makalah ini, kami memiliki beberapa tujuan, yaitu : Tujuan umum: 1. Agar para pembaca dapat mengetahui pengertian umum kewarganegaraan dan arsitektur 2. Untuk menjelaskan apa hubungan antara kewarganegaraan dan arsitektur

BAB II PEMBAHASAN MASALAH

2.1

PENGERTIAN KEWARGANEGARAAN

Istilah kewarganegaraan memiliki arti keanggotaan yang menunjukkan hubungan atau ikatan antara negara dan warga negara. Kewarganegaraan diartikan segala jenis hubungan dengan suatu negara yang mengakibatkan adanya kewajiban negara itu untuk melindungi orang yang bersangkutan. Adapun menurut Undang-Undang Kewarganegaraan Republik Indonesia, kewarganegaraan adalah segala ikhwal yang berhubungan dengan negara. Pengertian kewarganegaraan dibedakan menjadi dua, yaitu sebagai berikut:

a. Kewarganegaraan dalam arti yuridis dan sosiologis Kewarganegaraan dalam arti yuridis ditandai dengan adanya ikatan hukum anatara orang-orang dengan negara. Kewarganegaraan dalam arti sosiologis, tidak ditandai dengan ikatan hukum, tetapi ikatan emosionak, seperti ikartan perasaan, ikatan keturunan, ikatan nasib, ikatan sejarah, dan ikatan tanah air.

b. Kewarganegaraan dalam arti formil dan materil. Kewarganegaraan dalam arti formil menunjukkan pada tempat kewarganegaraan. Dalam sistematika hukum, masalah kewarganegaraan berada pada hukum publik. Kewarganegaraan dalam arti materil menunjukkan pada akibat hukum dari status kewarganegaraan, yaitu adanya hak dan kewajiban warga negara.

2.2

PENGERTIAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

Hakikat pendidikan kewarganegaraan adalah upaya sadar dan terencana untuk mencerdaskan kehidupan bangsa bagi warga negara dengan menumbuhkan jati diri dan moral bangsa sebagai landasan pelaksanaan hak dan kewajiban dalam bela negara, demi kelangsungan kehidupan dan kejayaan bangsa dan negara.

Tujuan pendidikan kewarganegaraan adalah mewujudkan warga negara sadar bela negara berlandaskan pemahaman politik kebangsaan, dan kepekaan mengembangkan jati diri dan moral bangsa dalam perikehidupan bangsa.

Standar isi pendidikan kewarganegaraan adalah pengembangan : 1. 2. 3. 4. 5. 6. nilai-nilai cinta tanah air; kesadaran berbangsa dan bernegara; keyakinan terhadap Pancasila sebagai ideologi negara; nilai-nilai demokrasi, hak asasi manusia dan lingkungan hidup; kerelaan berkorban untuk masyarakat, bangsa, dan negara, kemampuan awal bela negara.

Pengembangan standar isi pendidikan kewarganegaraan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dijabarkan dalam rambu-rambu materi pendidikan kewarganegaraan. Rambu-rambu materi pendidikan kewarganegaraan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi materi dan kegiatan bersifat fisik dan nonfisik. Pengembangan rambu-rambu materi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri sesuai lingkup penyelenggara pendidikan kewarganegaraan.

2.3

.PENGERTIAN ARSITEK

Seorang arsitek, adalah seorang ahli di bidang ilmu arsitektur, ahli rancang bangun atau ahli lingkungan binaan. Istilah arsitek seringkali diartikan secara sempit sebagai seorang perancang bangunan, adalah orang yang terlibat dalam perencanaan, merancang, dan mengawasi konstruksi bangunan, yang perannya untuk memandu keputusan yang memengaruhi aspek bangunan tersebut dalam sisi astetika, budaya, atau masalah sosial. Definisi tersebut kuranglah tepat karena lingkup pekerjaan seorang arsitek sangat luas, mulai dari lingkup interior ruangan, lingkup bangunan, lingkup kompleks bangunan, sampai dengan lingkup kota dan regional. Karenanya, lebih tepat mendefinisikan arsitek sebagai seorang ahli di bidang ilmu arsitektur, ahli rancang bangun atau lingkungan binaan. Arti lebih umum lagi, arsitek adalah sebuah perancang skema atau rencana. "Arsitek" berasal dari Latin architectus, dan dari bahasa Yunani: architekton (master pembangun), arkhi (ketua) + tekton (pembangun, tukang kayu). Dalam penerapan profesi, arsitek berperan sebagai pendamping, atau wakil dari pemberi tugas (pemilik bangunan). Arsitek harus mengawasi agar pelaksanaan di lapangan/proyek sesuai dengan bestek dan perjanjian yang telah dibuat. Dalam proyek yang besar, arsitek berperan sebagai direksi, dan memiliki hak untuk mengontrol pekerjaan yang dilakukan kontraktor. Bilamana terjadi penyimpangan di lapangan, arsitek berhak menghentikan, memerintahkan perbaikan atau membongkar bagian yang tidak memenuhi persyaratan yang disepakati.

2.4

SEJARAH ARSITEK DI INDONESIA

Pada saat lokakarya tentang RUU-Arsitek (hasil lokakarya ada disini) di Bali tempo hari, pak Yudha mempresentasikan makalahnya dengan menyertakan sepenggal cerita tentang sejarah arsitek di Indonesia. Cerita ini menarik karena menunjukkan kepada kita kapan dan bagaimana tumbuhnya profesi arsitek dulu. Saya taruh disini supaya lebih banyak lagi yang membaca sejarah ini. Indonesia mewarisi tradisi membangun secara tradisional yang turun-temurun lintas generasi mengakomodasi kebutuhan masyarakat sesuai tingkat sosial-budaya yang berlaku dalam kelompoknya. Tradisi itu dengan bijak mampu memanfaatkan potensi alam sekitarnya, sekaligus tunduk pada keterbatasannya. Konteks lingkungan menjadi guru abadi yang senantiasa memberi pelajaran secara kolektif tentang cara membangun yang tepat. Memasuki era modern (mulai awal abad XIX), kebutuhan baru bermunculan sejalan dengan perubahan jaman. Pabrik, stasiun kereta api, pelabuhan laut, kantor perdagangan, gedung pertunjukan, untuk menyebutkan beberapa contoh saja, menuntut cara membangun yang berbeda. Hingga akhir abad XIX pembangunan di Hindia Belanda sangat didominasi oleh kelompok zeni dari militer dan oleh para insinyur serta arsitek dari Departemen Pekerjaan Umum. Pada masa itu, kegiatan rancang-bangun oleh aannemer (pemborong) lazim berlaku. Kegiatan merencana dan membangun menjadi satu kesatuan, dilakukan oleh satu pihak yang dipilih oleh pemberi tugas. Praktek ini banyak terjadi terutama pada bangunan rumah tinggal, namun banyak pula terjadi pada bangunan publik. Bangunan didirikan menurut pola dan langgam yang tersedia di buku-buku desain dengan berbagai penyesuaian yang diperlukan menurut kebutuhan dan selera pemberi tugas, dan karakteristik tapak yang ada. Ketika pembangunan di berbagai lapangan kehidupan meningkat tajam (terutama setelah UU Agraria 1870 berlaku). Sekolah teknik didirikan untuk memenuhi kebutuhan tenaga trampil yang dapat mendukung pekerjaan pembangunan yang dilakukan oleh para insinyur untuk bangunan gedung, pekerjaan irigasi dan jalan raya. Tenaga trampil yang baik dapat naik pangkat dari opzichter (pengawas) menjadi arsitek. Dalam sejarah kita, arsitek pertama Indonesia adalah Aboekasan Atmodirono (18601920). Ia lulus Sekolah Teknik Menengah Jurusan Bangunan (Middelbare Technische School) yang berhasil mencapai jenjang opzichter. Setelah naik pangkat, ia dikenal sebagai de eerste inlandse architect (arsitek pribumi pertama) dan bekerja di Departement van Burgerlijke Openbare Werken (Departemen Pekerjaan Umum). Ia hadir di Kongres I Boedi Oetomo dan masuk dalam daftar calon ketua. Ketika pemerintah Hindia Belanda membentuk Dewan Rakyat (volksraad) di tahun 1918, ia ditunjuk duduk di parlemen sebagai tokoh Boedi Oetomo yang juga mewakili Perhimpunan Pamong Praja Pribumi Mangoenhardjo. Ketika kesempatan sekolah ke luar negeri terbuka bagi kaum bumiputera, Notodiningrat masuk sekolah tinggi teknik di Delft dan lulus sebagai insinyur sipil pertama Indonesia di tahun 1916. Ia juga dikenal sebagai salah seorang pendiri Indische Vereniging (Perhimpunan Hindia, cikal bakal Perhinpunan Indonesia). Insinyur sipil pada masa itu mampu menangani pekerjaan perencanaan dan pengawasan di bidang bangunan gedung, irigasi dan jalan raya. Karirnya dijalani di lingkungan Departemen Pekerjaan Umum. Setelah

masa kemerdekaan, Prof. Ir. Wreksodiningrat (alias Notodiningrat) ikut mendirikan Fakultas Teknik UGM dan menjadi Dekan (1947-1951). Usai PD I, muncul tokoh nasional yang mengawali karirnya sebagai arsitek, yaitu Abikoesno Tjokrosujoso. Setelah lulus dari Koningin Emma School di Surabaya pada tahun 1917, ia secara otodidak meniti karir di bidang konstruksi. Belakangan ia dapat mengikuti ujian arsitek dan lulus di tahun 1921 (sumber lain mengatakan 1923 atau 1925). Disamping aktif di dunia politik (adik HOS Tjokroaminoto yang kemudian memimpin PSII) ia juga memiliki usaha aannemer dan pernah pula bekerja sebagai asisten bersama Moh. Soesilo (perencana kota Kebayoran Baru) di biro milik Thomas Karsten di Semarang. Setelah Indonesia merdeka, ia ditunjuk menjadi Menteri Pekerjaan Umum dan Perhubungan RI yang pertama. Di tahun 1920 Technische Hoogeschool di Bandung mulai beroperasi. Empat orang bumiputera pertama yang lulus dari sekolah itu (1926) adalah Anwari, Ondang, Soekarno dan Soetedjo. Soekarno, Proklamator dan Presiden RI I, menyebut dirinya insinyur-arsitek. Di awal karirnya, ia mendirikan biro insinyur pertama bumiputera bersama Anwari. Belakangan ia juga mendirikan biro insinyur bersama Rooseno. Pekerjaannya meliputi perencanaan dan sekaligus juga membangun rumah tinggal, pertokoan dsb. sebagai arsitek pemborong (aannemer). Di era kemerdekaan, pekerjaan arsitek masih dilahirkan dari insinyur sipil lulusan TH Bandung (sekarang ITB), disamping para tenaga trampil yang menyebutkan dirinya arsitek (tingkat teratas dari seorang opzichter atau pengawas, antara lain dapat disebutkan nama Silaban dan Soedarsono). Untuk memenuhi kebutuhan sesuai tuntutan jaman, maka baru di tahun 1950 dibentuk jurusan arsitektur agar segera lahir lulusan sarjana arsitektur Indonesia yang khusus menangani bangunan gedung. Pada tahun 1958 jurusan tersebut berhasil meluluskan 16 sarjana arsitektur pertama. Pembangunan yang pesat di akhir tahun 1950-an telah mendorong kesadaran dari para arsitek dan sarjana arsitektur lulusan pertama untuk membanguna tatanan baru dunia konstruksi di Indonesia. Tiga arsitek senior, yaitu Ars. Moh. Soesilo, Ars. Silaban, dan Ars. Liem Bwan Tjie, bersama 17 sarjana arsitektur angkatan pertama yang dimotori oleh Ir. Soehartono Soesilo (putra Ars. Moh. Soesilo) bersepakat mendirikan Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) pada tanggal 17 September 1959. IAI dibentuk sebagai reaksi terhadap praktek aannemer yang ditengarai menghambat kemajuan di bidang arsitektur. Arsitek sebagai profesi memerlukan posisi yang lebih mulia dan tidak terjebak pada kegiatan yang dapat menimbulkan konflik kepentingan. Kegiatan aannemer (rancang-bangun) dianggap menodai integritas seorang arsitek dalam memberikan layanan keahliannya. IAI dibentuk untuk mendorong status seorang arsitek menjadi arsitek murni yang dapat memusatkan perhatiannya pada tahap perencanaan dan tidak tergoda pada sisi bisnis kegiatan membangun yang dilakukan pemborong (kontraktor). Pembentukan IAI mendapat persetujuan dari Presiden Sukarno, sekaligus bersedia menjadi pelindung asosiasi profesi arsitek satu-satunya di Indonesia. Tidak lama kemudian sejumlah sarjana arsitek lulusan Belanda/Jerman pulang ke tanah air untuk mengabdikan keahliannya untuk nusa dan bangsa, antara lain: Sujudi, Soewondo, Bianpoen dan Han Awal. Dengan gelar Dipl.Ing, mereka bersama-sama lulusan

dari ITB telah membuka jalan baru dunia arsitektur di Indonesia melalui karya-karya yang membanggakan. Seiring dengan pembangunan berbagai fasilitas modern di Indonesia, berbagai sayembara dilangsungkan untuk mendapatkan karya terbaik. Arsitek sebagai seorang ahli bangunan gedung mendapat tempat khusus di dunia konstruksi. Namanya sebagai individu menjadi jaminan kompetensi dan tanggung jawabnya. Sebagian besar usaha di bidang arsitektur didirikan sebagai sebuah biro atau firma (seperti advokat). Pada perkembangannya kemudian, pendidikan di sekolah teknik tingkat STM dan sarjana muda berkembang pesat mengikuti kebutuhan yang meningkat, untuk melatih seseorang dapat menjalankan pekerjaan sebagai seorang arsitek. Siapa saja dapat berperan sebagai arsitek dan merencana berbagai fasilitas yang dibutuhkan oleh masyarakat. Baru di pertengahan tahun 1970-an, pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengeluarkan peraturan bahwa diperlukan lisensi atau ijin praktek bagi seseorang yang akan menjalankan peran sebagai arsitek penanggung jawab suatu proyek perencanaan banunan gedung. Para lulusan sarjana arsitektur dapat memiliki lisensi A, yang sarjana muda memiliki lisensi B, dan yang lulusan setingkat STM mendapat C. Dalam prosesnya kemudian mereka dapat mengajukan peningkatan kelas (dari C ke B dan dari B ke A). Bagi mereka yang telah mendapatkan lisensi praktek, dianjurkan menjadi anggota asosiasi profesi (baca: IAI). Pembinaan dan peningkatan kualitas keprofesionalannya diserahkan kepada asosiasi profesi melalui berbagai penataran, seminar dan kegiatan lainnya. Sementara itu, kegiatan usaha praktek arsitek diarahkan menjadi perseroan terbatas, khususnya bagi mereka yang akan mengikuti proses pengadaan jasa di lingkungan pemerintah. Perkembangan ini secara perlahan-lahan mengubah sebutan arsitek menjadi konsultan. Akhir-akhir ini, telah dikembangkan pula sebutan penyedia jasa sebagaimana tercantum di dalam UU Jasa Konstruksi dan UU Bangunan Gedung. Sebutan arsitek serta merta menghilang dari tataran hukum dan pada gilirannya juga mengandung arti yang secara langsung mengubah esensi keprofesionalannya.

2.5

HUBUNGAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN DENGAN ARSITEK

Manusia dapat diartikan berbeda-beda menurut biologis, rohani, dan istilah kebudayaan. Secara biologis, manusia diklasifikasikan sebagai Homo sapiens, sebuah spesies primata dari golongan mamalia yang dilengkapi otak berkemampuan tinggi. Dalam hal kerohanian, mereka dijelaskan menggunakan konsep jiwa yang bervariasi di mana, dalam agama, dimengerti dalam hubungannya dengan kekuatan ketuhanan atau makhluk hidup; dalam mitos, mereka juga seringkali dibandingkan dengan ras lain. Dalam antropologi kebudayaan, mereka dijelaskan berdasarkan penggunaan bahasanya, organisasi mereka dalam masyarakat majemuk serta perkembangan teknologinya, dan terutama berdasarkan kemampuannya untuk membentuk kelompok dan lembaga untuk dukungan satu sama lain serta pertolongan.

10

Sedangkan budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni. Melville J. Herskovits dan Bronislaw Malinowski mengemukakan bahwa segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri. Istilah untuk pendapat itu adalah Cultural-Determinism. Secara keseluruhan kebudayaan adalah sesuatu yang akan memengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak. Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial, religi, seni, dan lain-lain, yang kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat. Jadi jika dipandang dari segi arsitekturnya, hubungan manusia dengan budaya adalah bagaimana suatu budaya dari daerah tertentu dicirikan melalui bangunan-bangunan yang mencirikan kebudayaan-kebudayaan yang berbeda dari suku bangsa yang dianut manusia tersebut. Misalnya di Indonesia, Pendidikan Kewarganegaraan (Citizenship) merupakan mata pelajaran yang ada di Indonesia yang memfokuskan pada pembentukan diri yang beragam dari segi agama, sosio-kultural, budaya, bahasa, usia dan suku bangsa untuk menjadi warga negara yang cerdas, terampil,berbudaya, dan berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945.

Pendidikan Kewarganegaraan dapat diartikan sebagai wahana untuk mengembangkan dan melestarikan nilai luhur dan moral yang berakar pada budaya bangsa Indonesia yang diharapkan dapat diwujudkan dalam bentuk perilaku kehidupan sehari-hari peserta didik sebagai individu, anggota masyarakat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Dari pengertian diatas kita dapat simpulkan secara sederhana pendidikan kewarganegaaraan untuk semua warga yang mendiami dalam suatu negara Indonesia yg memiliki ideologi Pancasila. Lalu apa hubungannya dengan ARSITEK ? Hal itu pun pernah terpikirkan saat ada mata kuliah pendidikan kewarganegaraan di arsitektur.

Satu hal yang meyakinkan penulis adalah arsitek mencakup semua aspek kehidupan. Perilaku tingkah laku, kebiasaan suatu bangsa yang dapat mempengaruhi dari lingkungan sekitar dari segi bangunan di sekitar lingkungannya, misalnya bangunan di pedesaan yang jaraknya berjauhan tapi memiliki tingkat keakraban yang sangat kuat berbeda yang di kota tempat tinggal di sebuah apartement yang jarak antar keluarga bersebelah mungkin tidak saling kenal. Hal ini yg membuat seorang arsitek berpengaruh terhadap kewarganegaraan.

11

PENUTUP

Kewarganegaraan yang merupakan satuan pendidikan wajib untuk warga Negara Indonesia, tidak mungkin lepas dari segala macam profesi, tak terkecuali seorang arsitek. Tanpa dasar ilmu kewarganegaraan yang kuat, seorang arsitek tidak akan dapat merancang sesuatu untuk kepentingan Negaranya. Sehingga bagaimanapun dan apapun profesi yang kita jalani tak terkecuali arsitek, kewarganegaraan sangan erat kaitannya dalam menjalani profesi kita.

Anda mungkin juga menyukai