Anda di halaman 1dari 2

WILVA YONELISA 1110333061 Dalam era globalisasi ini perkembangan teknologi pangan dan gizi tampak sangat menonjol

sehingga produk yang ditawarkan pada masyarakat semakin banyak dan bervariasi. Kebutuhan gizi pada usia balita perlu diperhatikan tentang kualitas ASI dan kemampuan memberikan ASI ekslusif pada ibu bekerja di Indonesia hingga 6 bulan. Tidak hanya ASI, makanan yang akan diberikan pada anak juga harus diperhatikan.apakah telah memenuhi gizi yang cukup atau belum. Gizi memiliki peranan yang tidak diragukan lagi pada tumbuh kembang anak terutama dalam kaitannya dengan lingkungan anak sejak dalam kandungan hingga remaja. Pola makan dan kualitas makanan anak di negara-negara tropik merupakan tantangan yang sangat perlu dikaji lebih mendalam untuk menjawab masalah gizi pada tumbuh kembang anak di Indonesia. Perkembangan anak dipengaruhi tiga faktor utama yang bekerja secara stimulan, yaitu : (1) Faktor herediter. Faktor ini merupakan sifat atau kondisi bawaan yang diturunkan dari orang tua; (2) Pertumbuhan dan pematangan fisik. Faktor ini dipengaruhi oleh konsumsi makanan (asupan zat gizi), perawatan kesehatan, dan perawatan anak secara umum; (3) Stimulasi lingkungan. Faktor ini tergantung pada sejauh mana orang tua dan lingkungan di sekitar anak memberikan stimulasi psikososial atau proses pembelajaran yang mendorong perkembangan anak. Pada masa kanak-kanak, proses pertumbuhan dan perkembangan terjadi sangat cepat. Menurut Husaini (1997), apabila makanan tidak cukup mengandung zat-zat gizi yang dibutuhkan, dan keadaan ini berlangsung lama, maka akan menyebabkan perubahan metabolisme dalam otak. Hal ini akan berakibat terjadi ketidakmampuan otak berfungsi secara normal. Pada keadaan yang lebih berat dan kronis, kekurangan gizi menyebabkan pertumbuhan badan tergangggu, badan lebih kecil diikuti dengan ukuran otak yang juga kecil., jumlah sel darah otak berkurang dan terjadi ketidakmatangan dan ketidaksempurnaan organisasi biokimia dalam otak. Pertumbuhan otak sangat terpengaruh apabila kurang gizi terjadi sejak dalam kandungan, dan berlanjut sampai usia bayi. Pada janin, keadaan kurang gizi akan menyebabkan jumlah sel otak menurun terutama pada cerebrum dan cerebellum, diikuti dengan penurunan jumlah protein, glikosida, lemak dan enzim serta fungsi neurotransmiter yang tidak normal. Keadaan Kurang Energi dan Protein (KEP) yang terjadi pada usia sangat muda mempengaruhi perkembangan fisik dan kecerdasan. Hasil-hasil penelitian di dalam dan luar negeri menunjukkan adanya hubungan yang nyata antara keadaan gizi dan kemampuan belajar. Perkembangan sel otak dan sel syaraf lainnya masih berlangsung dan berhenti ketika anak berumur 3 tahun. Oleh sebab itu pada periode umur tersebut anak memerlukan makanan yang cukup mengandung zat gizi makro maupun zat gizi mikro. Bila anak kekurangan zat gizi, terutama makanan sumber energi dan protein serta zat besi, maka perkembangan fisik dan kemampuan menyerap rangsangan dari luar juga terhambat. Akibatnya anak lebih lambat beraktifitas dan bereaksi dibanding anak usia sebaya yang tidak kekurangan gizi. Namun melalui stimulasi mental (rangsangan-rangsangan), kemampuan tersebut lambat laun menjadi lebih baik, walau tidak dapat sama dengan anak normal. Pertumbuhan fisik anak yang kekurangan gizi pada masa ini juga lebih rendah dibanding anak normal, namun setelah pengobatan dan pemberian makanan tambahan, pertumbuhan fisiknya dapat mendekati

pertumbuhan fisik anak normal. Cacat permanen yang menyertai bila anak para periode ini kekurangan gizi adalah penurunan tingkat kecerdasan sebanyak sekitar 10-13 IQ poin. Sangat disayangkan, jika pada Negara berkembang seperti Indonesia ini yang baru terlepas dari kemiskinan tetapi masih menemukan masalah penyakit yang terkait dengan gizi seperti obesitas, jantung koroner, stroke,dll. Kebutuhan akan gizi dapat ditambah dengan mengkonsumsi ikan. Beberapa Negara seperti Jepang, Korea, Thailand, Amerika, memiliki atlet bertubuh tinggi dan sehat. Hal ini dikarenakan mereka mengkonsumsi ikan rata-rata 60 kg per orang per tahun. Dibandingkan dengan orang Indonesia, tingkat konsumsi ikannya yang masih dibawah 30 kg per orang per tahun dengan pola konsumsi yang berbeda-beda menyebabkan rata-rata orang di Negara maju memiliki angka harapan hidup yang tinggi dan jauh dari obesitas. Makanan jajanan asing seperti fried chiken, burger, donut, pizza, dll. Makanan sejenis itu umumnya memiliki karakteristik : kaya akan karbohidrat, lemak, protein, dan garam, namun rendah vitamin, mineral dan serat sehingga bila dikonsumsi setiap hari, dapat menyebabkan kegemukan (obesitas). Makanan jajanan ini unsur gizinya jelas kurang lengkap (kurang mengandung vitamin dan mineral). Oleh karena itu, mengkonsumsi makanan asing terlalu sering, sangat merugikan karena : (1) Dapat menyebabkan kegemukan (obesitas); (2) Dalam jangka panjang dapat menimbulkan penyakit seperti tekanan darah tinggi, jantung, ginjal dan kencing manis; selain itu (3) Harga makanan jajanan asing jauh lebih mahal dibanding makanan tradisional Indonesia. Pasti anda gemas melihat bayi yang gendut dan lucu. Apalagi kalau melihat pipinya, pasti rasanya ingin segera mencubit. Tapi apakah ada terpikirkan bahwa anak gendut beresiko ganda mengalami kematian dini dibanding anak dengan BB(berat badan) normal. Antara lain akibat kegemukannya, anak memiliki tekanan darah yang tinggi yang meningkatkan resiko mati pada usia muda Perubahan pemberian makanan dan kesukarannya menjelang 2 tahun merupakan akhir kritis yang sangat menentukan. Untuk membantu mencukupi kebutuhan gizi bagi balita diperlukan makanan pendamping ASI yang bergizi yang kaya akan kandungan protein, vitamin dan mineral. Dalam hal kegemukan, BMI anak akan mencapai 2,4 kali lipat dibanding anak dengan BB normal. Serta peningkatan kadar glukosa dalam darah dengan jumlah 72 persen. Tetapi kabar baiknya, menurut hasil penelitian Paul William Franks, Profesor Eksperimen obat-obatan dan kepala Epidemik genetik dan Kelompok Riset klinis Umea Unversity Hospital,Swedia bahwa obesitas pada anak usia dini itu bisa dicegah dan diatasi. Antara lain hal yang bisa dilakukan adalah dengan memastikan anak-anak mengkonsumsi makanan sehat, seimbang gizinya dan mempertahankan gaya hidup sehat secara fisik. Cara lain yang juga lebih efektif dan gampang dilakukan untuk menghindari obesitas pada anak usia dini adalah dengan melatih anak untuk berpuasa. Dengan berpuasa, keadaan tubuh yang semula bekerja tanpa henti dapat beristirahat sejenak dan aktivitasnya dapat menurun.

Anda mungkin juga menyukai