Anda di halaman 1dari 13

This is the authors version published as:

Pangeran, M.H. (2012). Praktek Manajemen Risiko Pada Penyedia Layanan Air Minum: Survey Di Beberapa Tempat Di Indonesia, Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah (ATPW), Surabaya, E.93-104.

Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah (ATPW) Surabaya, 11 Juli 2012, ISSN 2301-6752

PRAKTEK MANAJEMEN RISIKO PADA PENYEDIA LAYANAN AIR MINUM: SURVEY DI BEBERAPA TEMPAT DI INDONESIA
MOCH HUSNULLAH PANGERAN1
1

Program Studi Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah Maluku Utara, Ternate, email: husnullah_pangeran@yahoo.com

AbstrakInvestasi infrastruktur dan layanan air minum memiliki tingkat risiko relatif tinggi, mengacu pada skala investasi yang mengharuskan pendapatan tersebar di jangka waktu yang lama. Ini mengindikasikan bahwa keberhasilan investasi infrastruktur dan layanan air minum tidak dapat dipisahkan dari manajemen risiko yang diterapkan. Melalui survey berbasis kuisoner, studi ini menginvestigasi praktek manajemen risiko pada perusahaan-perusahaan penyedia layanan air minum di beberapa tempat di Indonesia, yang direpresentasikan oleh Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) dan perusahaan swasta yang memperoleh konsesi untuk penyediaan layanan air minum di sejumlah daerah. Perusahaan-perusahaan tersebut berasal dari Kabupaten/Kota di wilayah Sumatera, Jawa Barat, Banten, DKI Jakarta, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Secara umum, hasil survey mengindikasikan penggunaan metode dan tools manajemen risiko telah digunakan secara lebih luas pada penyedia layanan air minum sektor swasta, dibanding penyedia layanan air minum sektor publik. Namun survey menunjukkan masih kurangnya penggunaan metode dan tools manajemen risiko, baik untuk identifikasi risiko, assessment risiko kualitatif maupun kuantitatif. Demikian halnya tidak ada indikasi bahwa strategi-strategi respon risiko telah menjadi bagian dari kebijakan dan strategi perusahaan. Secara keseluruhan, kurangnya penggunaan metode dan tools manajemen risiko mengacu pada tidak adanya standar aplikasi dan dukungan sumber daya (karena tidak adanya strategi, kebijakan dan prosedur formal manajemen risiko). Kata kuncipenyedia layanan, air minum, manajemen risiko, indonesia 1. PENDAHULUAN Sistem infrastruktur air minum secara umum terdiri dari bagian-bagian yang meliputi sumber air baku (intake), penampungan air baku sebelum proses pengolahan (storage), transmisi air baku ke instalasi pengolahan, instalasi pengolahan air (water treatment plant), transmisi air terolah ke reservoar distribusi serta pendistribusian (layanan) kepada pengguna akhir (end user) yang dalam hal ini pemakai (konsumen) [1]. Sebagaimana di atur di dalam PP No. 16/2005, lingkup penyelenggaraan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) dapat meliputi kegiatan merencanakan, melaksanakan konstruksi, mengelola, memelihara, merehabilitasi,
Manajemen Proyek Konstruksi

memantau, dan/atau mengevaluasi [2]. Adapun penyelenggaraan pengembangan SPAM dilakukan oleh BUMN (Badan Usaha Milik Negara) atau BUMD (Badan Usaha Milik Daerah) yang dibentuk secara khusus untuk pengembangan SPAM, serta dapat dengan mengikutsertakan badan usaha swasta melalui skema-skema Kerjasama Pemerintah dan Swasta (KPS). Secara umum, penyelenggaraan SPAM di Indonesia masih didominasi oleh Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) sebagai BUMD yang dimiliki sepenuhnya oleh Pemerintah Daerah (Provinsi/Kabupaten/Kota). Sementara SPAM yang diselenggarakan oleh sektor swasta melalui skema-skema KPS relatif masih sedikit yakni 25 proyek [3].
E-93

Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah (ATPW) Surabaya, 11 Juli 2012, ISSN 2301-6752

Seperti halnya investasi infrastruktur pada umumnya, investasi infrastruktur dan layanan air minum juga memiliki tingkat risiko relatif tinggi. Hal itu mengacu pada skala investasi yang mengharuskan pendapatan tersebar di jangka waktu yang lama, di mana investasi pada infrastruktur air minum sangat spesifik serta membutuhkan modal awal yang besar [4]. Risiko lain dalam investasi infrastruktur air minum adalah bahwa sebagian besar aset berada di bawah tanah sehingga relatif sulit untuk menilai kondisi untuk memastikan penilaian aset yang tepat [5]. Studi-studi terkait [6 dan 7] juga telah memperlihatkan bagaimana persoalan risiko ketidakpastian mampu mempengaruhi kinerja investasi di sektor infrastruktur air minum di Indonesia, baik yang diselenggaraan oleh penyedia sektor publik melalui PDAM maupun oleh penyedia sektor swasta melalui skema-skema KPS. Hal ini mengindikasikan bahwa keberhasilan investasi dalam infrastruktur dan layanan air minum tidak dapat dipisahkan dari manajemen risiko yang diterapkan. Makalah ini menjabarkan hasil penelitian (melalui survey) pada beberapa perusahaan penyedia layanan air minum Indonesia, untuk menyediakan gambaran sejauh mana konsep, proses dan teknik-teknik manajemen risiko telah digunakan/dipraktekkan. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner. Pada bagian-bagian selanjutnya, konsep, proses dan teknik-teknik manajemen risiko dibahas secara singkat, dan dilanjutkan dengan penjelasan mengenai metode penelitian (survey pengumpulan data), hasil penelitian dan kesimpulan. 2. KONSEP, PROSES DAN TEKNIK MANAJEMEN RISIKO Manajemen risiko (risk management) adalah proses yang sistematis dalam merencanakan, mengidentifikasi menganalisis, menanggapi, dan memantau risiko [8, 9, 10]. Aktifitasaktifitas ini melibatkan proses, peralatan, dan teknik yang membantu memaksimalkan
Manajemen Proyek Konstruksi

probabilitas dan hasil dari peristiwa positif dan meminimalkan kemungkinan dan konsekuensi dari kejadian buruk terhadap tujuan-tujuan proyek secara keseluruhan seperti biaya, waktu, lingkup dan kualitas. Ada keyakinan bahwa manajemen risiko paling efektif jika dilakukan sejak tahapan awal dari siklus proyek dan terus dipertahankan di sepanjang siklus hidup (life cycle) proyek. Terdapat banyak ragam proses manajemen risiko yang telah mengalami perkembangan yang signifikan dan menarik atensi banyak pihak, dalam konteks negara [10 dan 11], organisasi profesional [8, 12, 13], serta kreasi yang sifatnya individual [14 dan 15]. Secara keseluruhan, meskipun menggunakan peristilahan yang bervariasi seperti pendeskripsian risiko [12], pencarian sumber risiko, pengklasifikasian/karakterisasi [13] untuk fase pengidentifikasian risiko; estimasi dan analisis risiko [12], strukturisasi, estimasi dan evaluasi [13], analisis dan evaluasi [11] untuk fase setelah pengidentifikasian risiko, kebanyakan dari literatur-literatur tersebut mengandung konsepsi yang sama bahwa manajemen risiko mencakup proses pengidentifikasian risiko-risiko potensial, perankingan untuk menetapkan risiko prioritas (qualitative risk assessment) dan penganalisaan dampak risiko (misalnya terhadap tujuan) secara lebih spesifik atau mendalam (quantitative risk assessment). Adapun penanganan atau tanggapan terhadap risiko (risk response) tidak selalu bersifat sekuensial, dalam arti bisa dilakukan lebih awal dalam konteks pencarian strategi respon yang sesuai bersamaan dengan proses pengidentifikasian risiko [13], atau setelah fase assessment dalam hal eksekusi strategi risiko [12]. Secara keseluruhan, manajemen risiko bertujuan untuk meningkatkan kemungkinan kejadian dan dampak dari suatu peritiwa yang sifatnya positif, dan mengurangi kemungkinan kejadian dan dampak dari peristiwa negatif [8]. Identifikasi risiko bertujuan untuk menentukan risiko-risiko apa saja yang dapat
E-94

Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah (ATPW) Surabaya, 11 Juli 2012, ISSN 2301-6752

mempengaruhi tujuan-tujuan proyek dan mendokumentasi karakteristiknya [8]. Identifikasi risiko juga dimaksudkan untuk menentukan hal-hal apa saja yang dapat terjadi, mengapa dan bagaimana kejadiannya [11]. Dinyatakan oleh Cooper dkk [9], identifikasi risiko harus dilakukan secara terstruktur, sistimatis dan menyeluruh, karena risiko-risiko yang tidak teridentifikasi tidak bisa dianalisis, yang mana kemunculannya di kemudian hari akan mengancam kesuksesan proyek atau menghasilkan suatu kejutan yang tidak diharapkan. Untuk ditekankan bahwa identifikasi risiko bukanlah kegiatan sekali eksekusi pada tahap awal proyek, tapi merupakan suatu proses yang siklik atau bersifat iteratif [16], karena beberapa risiko bisa jadi baru akan diketahui pada fase-fase proyek selanjutnya [8]. Jumlah iterasi atau pengulangan identifikasi risiko bisa bervariasi antara satu proyek dengan yang lain, jadi harus dilihat secara kasus per kasus. Tersedia banyak alat bantu (tools) dan teknik untuk mengidentifikasi risiko-risiko, diantaranya melalui intuisi berdasarkan pengalaman pribadi (personal experience), pondering, telaah dokumentasi (documentation review), proses-proses kelompok (group processes), analisa daftar periksa (checklist analysis), wawancara yang terstruktur (structured interview), teknik diagram (diagramming technique), dan analisa SWOT (strenght, weaknesses, opportunity, threat). Namun praktek di lapangan menunjukkan tidak semua dari tools dan teknik tersebut digunakan secara konsisten. Khususnya dalam indusri konstruksi, studi-studi terkait [17, 18, 19] menunjukkan bahwa brainstorming adalah teknik identifikasi risiko yang paling sering digunakan. Brainstorming disukai karena fleksibilitas dan kemampuannya, yang mana ketika diterapkan secara tepat dan terstruktur, akan menghasilkan banyak informasi tentang risiko [9]. Sementara dalam konteks proyek KPS, teknik-teknik yang umum digunakan oleh para pihak terkait adalah intuisi, risk matrices, checklists, databases, dan site visits
Manajemen Proyek Konstruksi

[20]. Namun di bandingkan dengan sektor publik, pihak swasta cenderung lebih memiliki pengalaman sehingga lebih mudah dalam mengidentifikasi risiko. Assessment risiko merupakan proses (termasuk mengidentifikasi) menganalisis risiko-risiko proyek yang kritis (critical) dalam rangka meningkatkan kemungkinan ketercapaian tujuan-tujuan proyek seperti biaya, kinerja dan jadwal (untuk diperhatikan bahwa pemahaman ini menekankan pada kata kritis untuk risiko-risiko yang diidentifikasi) [21]. Namun istilah assessment risiko juga biasanya diasosiasikan dengan analisis risiko kualitatif dan kuantitatif, misalnya dalam [8 dan 10]. Dalam konteks ini Cooper dkk [9] menyatakan bahwa analisis risiko kualitatif berdasarkan skala nominal atau deskriptif untuk menggambarkan kemungkinan (likelihoods) dan konsekuensi risiko. Hal ini sangat berguna untuk kajian awal atau penyaringan atau ketika diperlukan sebuah penilaian cepat. Sedangkan analisis risiko kuantitatif berbasis skala rasio numerik untuk kemungkinan/likelihoods dan konsekuensi, bukan skala deskriptif. Pendekatan kualitatif umumnya berupaya menentukan risiko-risiko mana yang paling penting, sedangkan pendekatan kuantitatif untuk menggambarkan risiko dalam ukuran probabilitas kejadian dan konsekuensinya dalam bentuk, misal, uang jika melibatkan biaya dan hari, minggu, atau bulan jika melibatkan waktu [16]. Termasuk dalam metode dan teknik assessment risiko adalah [15]: analisis sensitivitas (what if analysis) untuk menemukan parameter yang kritis terhadap output proyek; expected value tables untuk membandingkan nilai yang diharapkan untuk respon risiko yang berbeda; pohon keputusan (decision tree) untuk membantu pengambilan keputusan ketika ada pilihan dengan hasil yang tidak pasti; probabilistic influence diagrams yang mengkombinaskan penggunaan diagram pengaruh dengan teori probabilitas dan teknik Monte Carlo untuk mensimulasi aspek-aspek risiko; simulasi Monte Carlo/Latin Hypercube
E-95

Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah (ATPW) Surabaya, 11 Juli 2012, ISSN 2301-6752

untuk mendapatkan distribusi kemungkinan (probability distribution) dari tujuan proyek seperti biaya dan waktu, menurut estimasi probabilistik dari parameter-parameter input; system dynamic yang menggabungkan diagram pengaruh dengan kerangka matematis yang lebih kompleks untuk mensimulasi parameterparameter proyek secara dinamis dengan feeback loop dan kemampuan mensimulasi pilihan dari alternatif tindakan yang berbeda; metode multicriteria decision-making (MCDM) untuk membuat pilihan di antara alternatif yang saling bertentangan; dan pendekatan Himpunan Samar (Fuzzy Set). Adapun pengembangan respon risiko adalah proses mengembangkan pilihan-pilihan dan menentukan tindakan untuk meningkatkan peluang dan mengurangi ancaman terhadap tujuan-tujuan proyek. Termasuk dalam strategi respon risiko [8 dan 10]: menghindari (avoidance), mengalihkan (transference), mengurangi dampak (mitigation), dan menerima (acceptance). Menghindari berarti menolak atau merubah alternatif untuk menghilangkan risiko. Mengalihkan berarti mengalihkan tanggungjawab risiko, misalnya kepada asuransi atau sub-kontraktor. Memitigasi adalah berusaha mengurangi probabilitas dan/atau konsekuensi risiko yang merugikan hingga ke level yang dapat diterima (acceptable). Dalam kaitan ini mengambil tindakan dini untuk mengurangi kemungkinan risiko yang terjadi lebih efektif dibanding mencoba memperbaiki konsekuensi setelah terjadi. Sedangkan menerima risiko adalah memutuskan untuk tidak mengubah rencana proyek untuk menghadapi risiko atau tidak dapat mengidentifikasi strategi respon lainnya yang sesuai, termasuk menerima secara aktif dalam mengembangkan rencana darurat untuk mengeksekusi ketika risiko harus terjadi, atau menerima secara pasif tanpa tindakan apapun. Pilihan untuk merespon risiko hendaknya menempatkan menghindari sebagai yang pertama, lalu disusul secara berturut-turut, mengalihkan risiko kepada pihak ketiga, memitigasi atau mengurangi kemungkinan
Manajemen Proyek Konstruksi

dampak kejadian dan/atau efek risiko, serta menempatkan menerima risiko sebagai pilihan terakhir [22]. Hal ini cukup beralasan karena menghindari risiko adalah cara yang paling efektif untuk menangani penyebab risiko [23]. Namun perlu dicermati bahwa cara-cara tersebut tidak bisa diterapkan pada semua risiko. Agar strategi respon risiko bisa diterapkan secara efektif, maka level respon yang benar harus bisa ditentukan dan disesuaikan dengan tingkat keparahan risiko, efektifitas respon dari segi biaya (cost-effectivenes), tindakan yang diambil harus terdefinisi dengan baik, harus realistis untuk bisa dicapai, semua usulan respon harus bisa bekerja, disepakati oleh semua pihak, serta harus dimiliki dan ada yang bertanggungjawab [22]. 3. SURVEY PENGUMPULAN DATA Survey merupakan metode pengumpulan data yang sangat populer untuk penelitian di bidang konstruksi dewasa ini [24]. Beberapa masalah yang biasanya diteliti dengan melakukan survey antara lain masalah perilaku, untuk mengetahui pendapat, karakteristik dan harapan [25]. Dalam pelaksanaannya, sebelum survey dilakukan, peneliti menyusun kuesioner, menentukan sampel (target responden) dan cara menyebarkan kuesioner tersebut. Bagian pertama kuesioner terdiri dari profil responden termasuk jabatan dan bagian, jumlah pekerja dalam perusahaan, besarnya perputaran uang di perusahaan, dan nilai proyek tertinggi dalam 5 (lima) tahun terakhir yang pernah diselenggarakan oleh perusahaan. Bagian kedua terdiri dari pertanyaan yang terbagi menjadi lima kategori, yaitu: (1) keberadaan strategi, kebijakan dan prosedur formal manajemen risiko yang berlaku di perusahaan, (2) keberadaan personil untuk manajemen risiko, (3) pengalaman dalam identifikasi risiko, (4) pengalaman dalam pengukuran (assessment) risiko secara kualitatif dan kuantitatif, dan (5) pengalaman
E-96

Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah (ATPW) Surabaya, 11 Juli 2012, ISSN 2301-6752

dalam perencanaan dan pengembangan respon risiko. Untuk pertanyaan yang pertama mengenai keberadaan strategi, kebijakan dan prosedur formal manajemen risiko yang berlaku di perusahaan, responden diminta untuk memberikan penilaian terhadap empat pernyataan yang dianggap paling mendekati kondisi saat ini pada perusahaan responden, sebagai berikut: Perusahaan tidak memiliki strategi dan kebijakan khusus untuk menghadapi ketidakpastian. Strategi dan kebijakan perusahaan cenderung berlawanan dengan prinsip-prinsip manajemen risiko Meskipun belum ada strategi dan kebijakan khusus, tapi prinsip-prinsip manajemen risiko telah terefleksikan atau tersirat dalam strategi dan kebijakankebijakan perusahaan. Perusahaan memiliki strategi dan kebijakan khusus manajemen risiko (secara tertulis) dan telah diimplementasikan secara konsisten, serta dikomunikasikan secara efektif pada semua lini organisasi. Implementasi strategi dan kebijakan manajemen risiko perusahaan telah secara konsisten dan senantiasa dimodifikasi secara proaktif untuk menyesuaikan dengan berbagai perubahan yang terjadi. Untuk pertanyaan kedua mengenai keberadaan personil dalam perusahaan dengan kemampuan manajemen risiko, responden diminta untuk memberikan penilaian terhadap empat pernyataan yang dianggap paling mendekati kondisi saat ini pada perusahaan responden, sebagai berikut: Kemampuan yang dimiliki para personi tidak ada yang relevan dengan manajemen risiko. Kemampuan para personil baru sebatas pada keterampilan dasar (basic skills) untuk berpartisipasi dalam isu-isu manajemen risiko. Selain skill manajemen risiko, para personil juga memiliki kemampuan untuk

memimpin dan mengambil inisiatif manajemen risiko. Para personil juga dapat berperan sebagai mentor (penasihat) atau trainer (pelatih) bagi orang lain dan mampu meningkatkan kemampuannya secara mandiri. Adapun untuk pertanyaan ketiga, keempat dan kelima tentang pengalaman dalam teknikteknik manajemen risiko, penilaian responden menurut perkiraan frekuensi penggunaan sebagai berikut: Jarang (hanya digunakan sekali dalam 5 tahun terakhir) Kadang-kadang (hanya jika ada proyek/kegiatan khusus yang menuntut digunakannya metode atau tools tersebut) Sering (sudah rutin digunakan/digunakan setiap kali dilakukan aktifitas manajemen risiko) Dalam pengumpulan data melalui survey, pada dasarnya beberapa metode dapat dipertimbangkan, antara lain melakukan wawancara secara langsung, dan mengirimkan kuesioner lewat surat, dan secara elektronik (email). Masing-masing metode tersebut tentunya memiliki kelebihan dan kekurangan, sehingga dengan mengkombinasikan berbagai metode yang tersedia diharapkan dapat meningkatan tingkat pengembalian kuesioner yang dibagikan [25]. Dalam penelitian ini, metode-metode tersebut digunakan secara bersama-sama dengan menggunakan kuesioner untuk menghindari bias dalam penelitian. Untuk wawancara secara langsung umumnya dilakukan untuk kelompok responden yang memiliki reputasi dan jabatan di perusahaan dan lokasi perusahaan cukup dekat untuk dijangkau dari tempat peneliti. Untuk kuisioner yang dikirim lewat surat, peneliti memanfaatkan jasa pos dengan menyertakan perangko balasan. Sedangkan pengiriman kuisioner secara elektronik dilakukan dengan melampirkan dokumen berformat Adobe PDF (Portable Document Format) yang relatif lebih aman terhadap serangan virus. Penentuan sampel responden menggunakan teknik pemilihan sampel secara sengaja
E-97

Manajemen Proyek Konstruksi

Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah (ATPW) Surabaya, 11 Juli 2012, ISSN 2301-6752

(purposive sampling) dengan pertimbangan tertentu. Dalam penelitian ini, pemilihan sampel PDAM yang merepresentasikan penyedia sektor publik dibatasi pada PDAM dengan jumlah pelanggan di atas 20.000 yang mana berdasarkan data BPPSPAM berjumlah 73 perusahaan [26]. Sedangkan untuk penyedia sektor swasta berdasarkan jumlah proyek KPS yang telah beroperasi sebagaimana data BPPSPAM berjumlah 25 proyek [3]. Survey dilakukan dalam kurun waktu bulan Januari hingga Maret 2010, melalui Pos, email dan kunjungan langsung ke perusahaan. Material survey yang dikirim melalui Pos dan email sebanyak 98 eksemplar, di mana hanya 14 perusahaan yang memberikan respon (10 PDAM dan 4 operator swasta). Adapun komposisi survey melalui wawancara langsung dan pos/email 50:50. Untuk wawancara, pada umumnya hanya melibatkan seorang responden sebagai representasi perusahaan yang disurvey. Tapi dalam beberapa kasus wawancara juga melibatkan lebih dari satu orang. Hal itu dimungkinkan mengacu pada permintaan responden untuk meningkatkan keakurasian dalam memberikan opininya. Responden tersebar pada lima wilayah, yaitu Sumatera, Jawa Barat, Banten, DKI Jakarta, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Dengan alasan confidential, identitas perusahaan tidak dimunculkan. Profil perusahaan yang disurvey dapat dilihat pada Tabel 1. 4. HASIL DAN PEMBAHASAN Pembahasan hasil survey disajikan menurut kelompok responden, dari penyedia sektor publik (PDAM) dan sektor swasta sebagai berikut. Penyedia Sektor Publik (PDAM) Untuk keberadaan strategi, kebijakan dan prosedur formal manajemen risiko yang berlaku di perusahaan, 90% menyatakan bahwa meskipun belum ada strategi dan kebijakan khusus, tapi prinsip-prinsip
Manajemen Proyek Konstruksi

manajemen risiko telah terefleksikan atau tersirat dalam strategi dan kebijakan-kebijakan perusahaan. Adapun satu responden (10%) menggambarkan bahwa Perusahaan memiliki strategi dan kebijakan khusus manajemen risiko (secara tertulis) dan telah diimplementasikan secara konsisten, serta dikomunikasikan secara efektif pada semua lini organisasi. Terkait dengan keberadaan personil dengan kemampuan manajemen risiko, 60% responden menyatakan bahwa Kemampuan para personil baru sebatas pada keterampilan dasar untuk berpartisipasi dalam isu-isu manajemen risiko, 30% responden menyatakan selain skill manajemen risiko, para personil juga memiliki kemampuan untuk memimpin dan mengambil inisiatif manajemen risiko, dan satu responden menyatakan bahwa Para personil (bukan semua tapi untuk sebagian kecil personil dalam perusahaan) juga bisa berperan sebagai mentor atau trainer (pelatih) bagi orang lain dan mampu secara mandiri untuk meningkatkan kemampuannya. Untuk identifikasi risiko, interview adalah teknik yang sering digunakan dengan response rate mencapai 50%, artinya bahwa setengah dari responden yang disurvey menyatakan sering menggunakan teknik tersebut. Adapun brainstorming dan analisis SWOT digunakan kadang-kadang dengan response rate 60% dan 50%. Hal ini dimungkinkan karena teknik SWOT sudah umum digunakan, terutama di PDAM dalam perencanaan business plan. Gambar 1 menyajikan response rate penggunaan teknik identifikasi risiko untuk responden PDAM. Sementara untuk assessment risiko, hampir semua responden menyatakan bahwa mereka tidak pernah sama sekali mendapat pengalaman langsung atau menggunakan teknik-teknik assessment risiko, terutama untuk pendekatan analisis risiko kuantitatif seperti simulasi Monte Carlo dengan response rate mencapai 100% (tidak pernah menggunakan). Survey hanya merekam
E-98

Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah (ATPW) Surabaya, 11 Juli 2012, ISSN 2301-6752

penggunaan dalam skala kecil teknik-teknik seperti penilaian urgensi atau kekritisan risiko untuk analisis risiko kualitatif dan pendekatan analisis sensitivitas untuk analisis risiko kuantitatif. Gambar 2 menyajikan response rate penggunaan teknik assessment risiko untuk responden PDAM. Sedangkan untuk strategi dalam merespon risiko cukup bervariasi. Memitigasi risiko menjadi opsi respon yang sering digunakan dengan response rate 70%, diikuti mengalihkan risiko dengan response rate 40%. Adapun menyiapkan kontinyensi, menerima risiko dan menghindari risiko kadang-kadang digunakan dengan response rate masingmasing, 30%, 30%, dan 20%. Gambar 3 menyajikan response rate penggunaan teknik respon risiko untuk responden PDAM. Penyedia Sektor Swasta Berbeda dengan penyedia sektor publik (PDAM), dalam hal keberadaan strategi, kebijakan dan prosedur formal manajemen risiko yang berlaku di perusahaan, 50% responden dari penyedia sektor swasta menyatakan bahwa meskipun belum ada strategi dan kebijakan khusus, tapi prinsipprinsip manajemen risiko telah terefleksikan atau tersirat dalam strategi dan kebijakankebijakan perusahaan, dan 50% lainnya menyatakan bahwa Implementasi strategi dan kebijakan manajemen risiko perusahaan telah secara konsisten dan senantiasa dimodifikasi secara proaktif untuk menyesuaikan dengan berbagai perubahan yang terjadi. Untuk keberadaan personil dalam perusahaan dengan kemampuan manajemen risiko, 50% responden menyatakan Kemampuan para personil baru sebatas pada keterampilan dasar (basic skills) untuk berpartisipasi dalam isu-isu manajemen risiko, dan 50% responden menyatakan bahwa selain skill manajemen risiko, para personil juga memiliki kemampuan untuk memimpin dan mengambil inisiatif manajemen risiko. Untuk identifikasi risiko, brainstorming adalah teknik yang sering digunakan dengan response rate mencapai 50%, artinya setengah
Manajemen Proyek Konstruksi

dari responden menyatakan mereka sering menggunakan teknik tersebut. Hasil survey menunjukkan bahwa penggunaan teknikteknik identifikasi risiko di penyedia-penyedia sektor swasta lebih luas dibanding penyedia sektor publik dalam hal ini PDAM. Meskipun penggunaannya hanya kadang-kadang dengan response rate 50% (lihat Gambar 4), hampir semua teknik identifikasi risiko pernah digunakan, yaitu Delphi process, Interview, Analisa SWOT, Checklist analysis, Cause and effect diagram, dan Influence diagram. Untuk assessment risiko (lihat , meskipun tidak sering digunakan, hasil survey menunjukkan semua teknik pernah digunakan, dalam hal ini kadang-kadang dengan response rate 25% (lihat Gambar 5). Teknik assessment risiko yang pernah digunakan oleh responden penyedia sektor swasta ini termasuk simulasi montecarlo, analisis pohon keputusan, analisis probabilistik yang diidentifikasi tidak pernah digunakan menurut responden PDAM. Adapun untuk respon risiko, hasil survey menunjukkaan bahwa semua strategi respon risiko tersedia dikategorikan sering digunakan dengan response rate 25% . Namun demikian, jika dicermati maka secara umum opsi strategi yang dominan digunakan dalam praktek adalah memitigasi risiko, menyiapkan kontinyensi, dan menerima risiko, meskipun penggunaannya kadang-kadang dengan frekuensi rate 50%. Gambar 6 menyajikan data response rate penggunaan teknik respon risiko untuk responden penyedia swasta. 5. KESIMPULAN Secara umum, hasil survey mengindikasikan penggunaan metode dan tools manajemen risiko telah digunakan secara lebih luas pada perusahaan-perusahaan penyedia layanan air minum sektor swasta, dibanding penyedia layanan air minum sektor publik yang direpresentasikan oleh PDAM. Hal ini terutama untuk teknik-teknik identifikasi dan assessment risiko kualitatif dan kuantitatif. Hasil survey menunjukkan masih kurangnya
E-99

Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah (ATPW) Surabaya, 11 Juli 2012, ISSN 2301-6752

penggunaan metode dan tools manajemen risiko, baik untuk identifikasi risiko, assessment risiko kualitatif maupun kuantitatif. Demikian halnya untuk respon risiko, tidak ada indikasi bahwa strategistrategi respon risiko telah menjadi bagian dari kebijakan dan strategi perusahaan. Hasil survey ini sangat mungkin karena pada organisasi-organisasi yang risk-immature, manajemen risiko lebih dipandang sebagai overhead yang tidak diperlukan. Organisasi jenis ini biasanya memvalidasi keputusannya dengan mengatakan bahwa mereka tidak siap untuk tools dan teknik-teknik statistik yang rumit dan canggih yang diyakini akan selalu dibutuhkan dalam manajemen risiko. Mereka mendeskripsikan organisasinya sebagai entitas yang mana sebagian besar personilnya tidak familiar dengan teknik dan alat-alat bantu manajemen risiko. Pada kenyataannya anasir-anasir tersebut menjadi tidak relevan karena beberapa risiko mungkin tidak memerlukan pengukuran kuantitatif karena peristiwa yang terkait bisa saja kejadiannya sangat jarang, dan kalaupun terjadi, dampak yang ditimbulkan oleh risiko tersebut sangat sulit bahkan mustahil mengukurnya. Dalam hal ini informasi kualitatif paling efektif bila digunakan bersama dengan metrik yang handal dan data kuantitatif lainnya. Ketika metrik yang dapat diandalkan tidak tersedia, informasi kualitatif seringkali merupakan yang terbaik (berfungsi sebagai pengarah ke area-area tertentu untuk penyelidikan lebih lanjut), tapi tidak efektif untuk mengarahkan keputusan manajemen. Secara keseluruhan, kurangnya pengalaman dalam penggunaan metode dan tools manajemen risiko mengacu pada tidak adanya standar aplikasi dan dukungan sumber daya (karena tidak adanya strategi, kebijakan dan prosedur formal manajemen risiko yang memayunginya).

DAFTAR PUSTAKA [1] Grigg, Neil S. (1988). Infrastructure Engineering and Management, John Willey & Sons, United States of America. [2] Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun 2005 tentang Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum [3] Badan Pendukung Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum (BPPSPAM). (2010). Indonesia Water Supply Infrastructure PPP Investment Opportunities 2010, Jakarta. [4] Dailami, M and Leipziger, D. (1998). Infrastructure Project Finance and Capital Flows: A New Perspective, World Development, 26 (7), pp. 1283-1298. [5] Haarmeyer, D and Mody, A. (1998). Financing Water and Sanitation Projects The Unique Risks, World Bank Public Policy for the Private Sector - Note No. 151. [6] Jensen, O. (2005). Troubled Partnerships: Problems and Coping Strategies in Jakartas Water Concessions, Paper presented at the 4th Conference on Applied Infrastructure Research, Berlin. [7] Pribadi, K,S., Anwar, A., dan Pangeran, M,H. (2009). Comparing Performance of Public and Private Sector Operator in Drinking Water Supply in Indonesia: A Case Study of Bogor and Batam City, Proceedings of The 1st International Conference on Sustainable Infrastructure and Built Environment in Developing Countries, Bandung. [8] Project Management Institute (2000). A Guide to the Project Management Body of Knowledge, PMI, Philadelphia, USA. [9] Cooper, D.F., Grey, S., Raymond, G., dan Walker, P. (2005). Project Risk Management Guidelines: Managing Risk in Large Projects and Complex Procurements, John Wiley & Sons Ltd, England.

Manajemen Proyek Konstruksi

E-100

Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah (ATPW) Surabaya, 11 Juli 2012, ISSN 2301-6752

[10] California Transportation (2007). Project Risk Management Handbook: Threats and Opportunities, Office of Statewide Project Management Improvement, Sacramento, USA. [11] Standards Australia (2004). Risk Management: AS/NZS 4360, Standards Australia International Ltd, NSW and Standards New Zealand, Wellington. [12] Institute of Risk Management/National Forum for Risk Management in the Public Sector/Association of Insurance and Risk Managers (IRM/ALARM/ AIRMIC) (2002) : A Risk Management Standard, London. [13] Association for Project Management (APM). (2004) : Project Risk Analysis and Management (PRAM) Guide, 2nd Edition, High Wycombe, APM. [14] Chapman, S., dan Ward, S. (2003). Project Risk Management: Processes, Techniques and Insights, 2nd Edition, John Wiley & Sons Ltd, England. [15] del Cano, A. dan de la Cruz, M,P. (2002). Integrated Methodology for Project Risk Management, Journal of Construction Engineering and Management, 128 (6), 473-485. [16] Stam, D.W., Lindenaar, F., Kindereen, S., dan den Bunt, B. (2004). Project Risk Management: An Essential Tool for Managing and Controlling Projects, Kogan Page, London and Sterling, VA. [17] Baker, S., Ponniah, D., dan Smith, S. (1999). Survey of Risk Management in Major UK Companies, Journal of Professional Issues in Engineering Education and Practice, 125 (3), 94-102. [18] Lyons, T., dan Skitmore, M. (2004). Project Risk Management in the Queensland Engineering Construction Industry: A Survey, International Journal of Project Management, 22, 51-61. [19] Tang, W., Qiang, M., Duffield, C.F., Youg, D.M., dan Lu, Y. (2007). Risk Management in the Chinese Construction Industry, Journal of Construction
Manajemen Proyek Konstruksi

[20]

[21]

[22]

[23]

[24]

[25]

[26]

Engineering and Management, 133 (12), 944-956. Akintoye, A, Beck, M, Hardcastle, C, Chinyio, E A dan Asenova, D. (2001). Risk Identification Practices Under PFI Environment, Proceedings of 17th Annual ARCOM Conference, University of Salford, UK, Akintoye, A., Editor, Association of Researchers in Construction Management, 1, 875-883. Conrow, E.H. (2003). Effective Risk Management: Some Keys to Success, 2nd Edition, American Institute of Aeronautics and Astronautics. Hillson, D. (1999). Developing Effective Risk Responses, Proceedings of the 30th Annual Project Management Institute Seminars & Symposium, Philadelphia, Pennsylvania, USA, Project Management Institute. Kendrick, T. (2003). Identifying and Managing Project Risk: Essential Tool for Failure-Proofing Your Project, American Management Association (AMACOM), USA. Fellows, R., dan Liu, A. (2008). Research Methods for Construction, 3rd Edition, Blackwell Publishing Ltd, Oxford. Neuman, W. L. (2003). Social Research Methods: Qualitative and Quantitative Approaches, 5th ed., Allyn and Bacon, Boston. Badan Pendukung Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum (BPPSPAM). (2007). Direktori Kinerja PDAM Tahun 2007, Jakarta.

E-101

Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah (ATPW) Surabaya, 11 Juli 2012, ISSN 2301-6752

Tidak pernah

Jarang

Kadang-kadang

Sering

Simulasi Monte Carlo

Tabel 1. Profil perusahaan yang disurvey


Analisa pohon k eputusan Analisa sensitivitas

Analisis probabilistik

Metode multi k riteria Assessment urgensi/k ek ritisan risik o Assessment k ualitas/presisi data risik o Matrik s probabilitas dan dampak Assessment probabilitas & dampak 0% 20% 40% 60% 80% 100% 120%

Persentase respon

Gambar 2. Penggunaan teknik assessment risiko untuk responden PDAM


Tidak pernah Jarang Kadang-kadang Sering

Tidak pernah

Jarang

Kadang-kadang

Sering

Menyiapk an k ontinyensi

Influence diagram
Menerima risik o

Cause and effect diagram


Memitigasi risik o

Check list analysis

Analisa SWOT
Mengalihk an risik o

Identifik asi ak ar masalah


Menghindari risik o

Interview
0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80%

Delphi process
Persentase respon

Brainstorming

Gambar 3. Penggunaan strategi respon risiko untuk responden PDAM


0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90%

Document review

Persentase respon

Gambar 1. Penggunaan teknik identifikasi risiko untuk responden PDAM

Manajemen Proyek Konstruksi

E-102

Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah (ATPW) Surabaya, 11 Juli 2012, ISSN 2301-6752

Tidak pernah

Jarang

Kadang-kadang

Sering

Tidak pernah

Jarang

Kadang-kadang

Sering
Menyiapk an k ontinyensi

Influence diagram

Cause and effect diagram

Menerima risik o

Check list analysis


Memitigasi risik o

Analisa SWOT

Identifik asi ak ar masalah

Mengalihk an risik o

Interview
Menghindari risik o

Delphi process
0% 10% 20% 30% Persentase respon 40% 50% 60%

Brainstorming

Document review

Gambar 6. Penggunaan strategi respon risiko untuk responden penyedia sektor swasta
0% 20% 40% 60% Persentase respon 80% 100% 120%

Gambar 4. Penggunaan teknik identifikasi risiko untuk responden penyedia sektor swasta
Tidak pernah Jarang Kadang-kadang Sering

Simulasi Monte Carlo

Analisa pohon k eputusan

Analisa sensitivitas

Analisis probabilistik

Metode multi k riteria Assessment urgensi/k ek ritisan risik o Assessment k ualitas/presisi data risik o Matrik s probabilitas dan dampak Assessment probabilitas & dampak 0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80%

Persentase respon

Gambar 5. Penggunaan teknik assessment risiko untuk responden penyedia sektor swasta

Manajemen Proyek Konstruksi

E-103

Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah (ATPW) Surabaya, 11 Juli 2012, ISSN 2301-6752

Manajemen Proyek Konstruksi

E-104

Anda mungkin juga menyukai