Anda di halaman 1dari 4

LAPORAN PELATIHAN MODUL MANAJEMEN RISIKO (PEMULA) 2015

Alexander, Bryan Harlye, Hadi Prakoso, Tika Iswara


PENDAHULUAN
Kegiatan Practical Function Workshop Modul Manajemen Risiko untuk Pemula diadakan selama 2 hari,
yaitu pada tanggal 20 dan 21 Agustus 2015 di Wikapratama Learning Center Ciracas, Jakarta. Pelatihan ini
diselenggarakan oleh Biro Manajemen Risiko Departemen PSU. Instruktur yang mengisi materi adalah
Bp. Irshal Saleh Matondang dan Ibu Awaliah Rahmawati. Pelatihan tersebut terbagi ke dalam beberapa
sesi, yaitu sesi pre & post test, sesi materi, serta sesi group discussion.
MATERI
Rangkuman materi-materi yang diberikan oleh instruktur adalah sebagai berikut:
A. Gambaran Umum Manajemen Risiko WIKA
Landasan atas komitmen dan persyaratan mandatory implementasi manajemen risiko WIKA terdiri atas
Pedoman SIstem Manajemen Risiko (WIKA-SMR-QM-01.01) dan Prosedur Sistem Manajemen Risiko
(WIKA-SMR-PM-01.01 Rev 02 Amd 01).
Risiko merupakan probabilitas terjadinya peristiwa yang membawa akibat yang tidak dikehendaki / tidak
sesuai atas hal yang ingin dicapai PT Wijaya Karya (Persero) Tbk. Yang telah dirumuskan di dalam tujuan,
strategi, sasaran dan atau rencana hasil kegiatan. Adapun untuk sasaran proyek mencakup : laba, dibayar
owner, pekerjaan diselesaikan on schedule, sesuai ekspektasi pelanggan, hak vendor/subkon terpenuhi,
serta tidak menyisakan masalah hukum. Terdapat 2 jenis risiko, yaitu speculative risk dan pure risk.
Speculative risk merupakan hal baik yang tidak terjadi yang berakibat pada tidak ada penambahan margin
proyek, sementara pure risk merupakan hal buruk yang terjadi dan berakibat menggerus margin proyek.
Selain itu dikenal juga istilah toleransi risiko, yaitu besaran dan jenis risiko yang bersedia dijalankan,
diambil, atau diterima suatu organisasi. Pada tingkat proyek toleransi risiko adalah sebesar cadangan
risiko, sedangkan untuk tingkat korporat sebesar 10 % equity.
Risiko-risiko yang sering muncul baik ditingkat proyek maupun korporat diantaranya adalah ketersediaan
SDM yang tidak memenuhi kebutuhan perusahaan (quantity & quality), penyimpangan kontrak dan/atau
regulasi, selisih kurs valas, pembebasan lahan, pekerjaaan di negara tujuan proyek dihentikan, proses
commissioning tidak berjalan dengan baik, pemberitaan negatif media, tidak comply dengan spesifikasi

yang ditentukan owner, operational & maintenance tidak optimal, implementasi expediting atau material
handling belum optimal, subkont/supplier tidak dapat menyelesaikan pekerjaan sesuai kontrak, life cycle
investasi tidak berjalan dengan baik, tidak diperolehnya proyek sasaran, net cash flow dibawah 40%, tidak
compliance terhadap regulasi perpajakan yang terbaru, terkena LD, serta kebocoran data finansial.
B. Enterprise Risk Management (ERM)
ERM merupakan sebuah proses yang terstruktur, konsisten, dan berkelanjutan untuk mengidentifikasi,
menilai, membuat keputusan dan melaporkan peluang serta ancaman yang mempengaruhi pencapaian
tujuan perusahaan. Adapun elemen implementasi ERM terdiri atas Framework, Infrastruktur, dan Proses.
Proses ERM secara berurutan adalah sebagai berikut : ERM Foundations, Risk Identification and
Assessment, Risk Measurement, Risk Mitigation & Response, dan Risk Reporting & Monitoring.
Jika sebelumnya telah dibahas mengenai risiko, maka pada bagian ini manajemen risiko adalah proses
manajemen, pengorganisasian dan budaya yang diarahkan terhadap analisis risiko dan tanggapan serta
perlakuan atas risiko. Tahapan dan Manajemen Risiko Proyek dilaksanakan pada fase perolehan kontrak
(identifikasi potensi pasar, prakualifikasi, tender, perolehan kontrak), masa konstruksi (Rencana Kerja
Proyek, pelaksanaan kontrak konstruksi, Professional Hand Over, Laporan Proyek Selesai), dan masa
pemeliharaan (pelaksanaan pemeliharaan).
Risk Respone Planning dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut : Menghindari Risiko (Dilaksanakan
melalui eliminasi bisnis terkait, atau melakukan alternative lain yang tidak terkait dengan risiko tsb.);
Mitigasi RIsiko (Mengurangi probabilitas terjadinya pemicu risiko terkait dan mengurangi dampak yang
timbul, bila risiko tersebut memang terjadi); Berbagi Risiko (melakukan subkontrak/outsource,
membentuk JV, dan mengalihkan risiko ke pihak lain semisal asuransi).
C. ISO 31000
Proses manajemen risiko WIKA mengacu pada arsitektur manajemen risiko SNI ISO 31000 yang meliputi
prinsip, kerangka kerja, dan proses untuk mengelola risiko. Digunakanya ISO 31000 dikarenakan ISO 31000
lebih mudah untuk digabungkan dengan keluarga ISO lainnya (semisal ISO 9001, ISO 22000, dan OHSAS
18001). Manajemen Risiko ISO 31000 mengutamakan proses melalui kerangka kerja (framework) yang
dengan mudah dimengerti, sehingga lebih fleksibel untuk diterapkan dalam sektor manapun. Proses ISO
juga menggunakan Bottom Up & Top Down Approach, sehingga proses analisa risiko memperhatikan

risiko dari level operasional sampai dengan level strategic. Selain itu proses ISO menggabungkan Human
Capacity untuk memprioritaskan risiko dalam suatu organisasi. Standar Nasional Indonesia pun telah
mengadopsinya melalui SNI: ISO 31000. ISO 31000 memiliki linkage dengan RKAP/RKP yang berisi konteks
risiko, stakeholder analysis, risk breakfown structure, dan risk register.
Risk Context berisi keterangan protek yang meliputi nama proyek, nilai proyek, manajer proyek, anggota,
pemilik, deskripsi, tujuan, lingkup pekerjaan, pekerjaan di luar lingkup, kriteria pekerjaan diterima owner,
batasan, dan asumsi dasar. Sementara stakeholder analysis berisi analisa stakeholder dari pihak eksternal
dan internal. Analisa stakeholder meliputi identifikasi stakeholder (pihak yang berkepentingan dengan
proyek/departemen yang tidak dapat dikontrol oleh risk owner meliputi pihak eksternal seperti konsultan,
kementrian, lembaga sekuritas & internal seperti direksi, departemen operasi, departemen korporasi)
Risk Breakdown Structure memuat area dan kategori risiko, di mana template RBS sudah ada untuk
masing-masing Departemen & Proyek. Area-area dalam RBS semisal finansial risk (ketersediaan dan
fluktuasi nilai tukar), siklus proyek (inisiasi, planning, monitoring & controlling, dan closing), stakeholder
(internal & eksternal), serta requirement (scope, time, quality, & cost)
Untuk standar risk register WIKA terdiri atas format sebagai berikut : No, Area, Kategori, Subkategori,
Risiko, Penyebab, Akibat Nilai Risiko, Analisa (Probabilitas, Dampak, Score), Evaluasi, Rencana Tindak
Lanjut Proaktif (Kontrol Eksisting, Tingkat Efektifitas Kontrol, RTL, Biaya, Sisa Risiko, Evaluasi), Rencana
Tindak Lanjut Reaktif (Kontrol Eksisting, Tingkat Efektifitas Kontrol, RTL, Biaya), Sumber Daya, Batas
Waktu, Penanggungjawab (Responsible Person, Accountable Person), Peluang (Uraian, Nilai).
D. Integrasi dan Media Komunikasi Manajemen Risiko
Media laporan manajemen risiko yang harus disampaikan setiap bulannya terdiri atas Scorecard (KPI Risk
Level), dan Manajemen Risiko Online. Scorecard Risk Level berfungsi untuk melaporkan Risk Level proyek,
yaitu indikasi untuk mengukur berapa cadangan risiko yang telah direalisasikan oleh proyek, dimana
maksimum pemakaian cadangan risiko sebesar 80%. Man risk online berfungsi untuk melaporkan risiko
yang berisi tingkat dan nilai risiko sebelum tindak lanjut serta rencana dan realisasi tindak lanjut terhadap
risiko terdaftar. Adapun media komunikasi manajemen risiko yaitu klinik, audit integrasi, RKP/RKAP,
forum manajemen risiko, ManRisk Online, management review, dan rapat GM / Radir.

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI


Dalam pelatihan modul manajemen risiko (pemula) ini telah banyak pengetahuan yang diambil terkait
dengan manajemen risiko WIKA. Dalam sesi gambaran umum manajemen risiko WIKA dapat dipahami
mengenai risiko dan landasan implementasi manajemen risiko. Di sesi Enterprise Risk Management (ERM)
dapat diketahui elemen & proses ERM serta manajemen risiko. Materi ISO 31000 membahas mengenai
arsitektur manajemen risiko ISO 31000 yang menjadi landasan proses manajemen risiko WIKA serta
linkage terhadap RKAP/RKP. Adapun dalam sesi terakhir Integrasi dan Media Komunikasi Manajemen
Risiko, dapat dipahami mengenai media laporan dan komunikasi risiko. Tidak hanya pehaman materi saja,
peserta pelatihan juga turut serta aktif dengan melaksanakan group discussion. Di dalam group discussion
tersebut peserta mampu membedakan kejadian yang termasuk risiko, penyebab, akibat, atau mitigasi.
Selain itu terdapat studi kasus yang mengasah kemampuan peserta untuk mengidentifikasi risiko yang
terjadi berikut analisa penyebab, akibat, dan mitigasinya.
Di luar ini semua, kesan yang muncul aras implementasi manajemen risiko proyek selama ini adalah
bahwa merupakan tambahan pekerjaan, tidak ada manfaatnya untuk proyek, laporan manrisk susah
dipahami, hanya sekedar menggugurkan kewajiban, menjadikan harga penawaran tidak kompetitf, dan
merupakan tugas bagian komersial saja. Sementara hambatan yang sering ditemui dalam pelaksanaan
man risk yaitu komitmen MP atas penerapan manajemen risiko masih belum optimal; analisa, evaluasi
dan pengendalian bagian komersial belum linkage dengan manajemen risiko; kesulitan dalam penuangan
pola pikir atas manajemen risiko ke dalam bentuk tulisan; dirasakan tidak ada dampak jangka pendeknya
terhadap hasil usaha.
Padahal banyak sekali manfaat dari Implementasi manajemen risiko diantaranya adalah sebagai berikut :
manajemen risiko dapat menjadi tools dalam pengambilan keputusan; penciptaan opportunity dari
identifikasi risiko; media balancing transfer risiko oleh owner; dan payung hukum dalam memitigasi risiko.
Oleh karena itu diperlukan pengaplikasian budaya sadar risiko secara nyata. Budaya sadar risiko
merupakan cara manajemen dan seluruh karyawan perusahaan untuk merasakan dan memahami adanya
risiko, serta menyadari bahwa perilaku dan persepsi mereka terhadap risiko akan berpengaruh pada
bagaimana risiko-risiko tersebut dikelola serta kumpulan sikap, nilai dan praktik bersama yang mencirikan
bagaimana sebuah entitas mempertimbangkan risiko dalam aktifitas kesehariannya.

Anda mungkin juga menyukai