Anda di halaman 1dari 147

St at us Lingkungan Hidup Indonesia 2010

Dit erbit kan oleh :


Kement erian Lingkungan Hidup Republik Indonesia
Jl. D.I. Panjait an Kav.24 Jakart a 13410
Telp : 021-858 0081
Fax : 021-858 0081
ISBN 978-602-8358-39-2
Isi dan mat eri yang ada dalam buku ini boleh di reproduksi dan disebarluaskan dengan
t idak mengurangi isi dan art i dari dokumen ini. Diperbolehkan mengut ip isi buku ini dengan
menyebut kan sumbernya.
Pelindung :
Prof. Dr. Balt hasar Kambuaya, MBA, Ment eri Negara Lingkungan Hidup
Pengarah :
DR. Henry Bast aman, Deput i MENLH Bidang Pembinaan Sarana Teknis Lingkungan dan
Peningkat an Kapasit as
Penanggungj awab :
Ir. Johny P. Kusumo, MBA, Asist en Deput i Dat a dan Inf ormasi Lingkungan
Edit or :
Ir. Denny D Indradjaja, MSIE, MSc.
Tat a Let ak :
Polagrade
Dokument asi :
KLH, Polagrade, Tempo, Kompas, Alain Compost , Cipt o A. Gunawan, Coremap II, Ecopark
LIPI, PLN, PLN PJB, KRB, Ferry Tan, Agus Supriyant o, Siswant o, Arnold Parsaulian, Sugiart i,
Bachran Mile, Indart o, Arie Basuki, Prima Mulia, Eko Siswant o Tuyodho, Tony Hart awan,
Adit ia Noviansyah, Wahyu Set iawan, Fransiskus S.
Penj elasan Cover :
Banyaknya masalah yang menimpa lingkungan akibat campur t angan manusia (kebakaran
hut an, kegiat an pert ambangan, polusi, penebangan liar dll). Membuat kit a perlu melakukan
t indakan unt uk membenahinya, sebelum t erlambat . Buku ini menjadi bahan evaluasi bahwa
t ercipt anya lingkungan yang sehat adalah t ugas kit a bersama.
KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP
REPUBLIK INDONESIA
iii
Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang
t idak dilakukan sesuai dengan kaidah-kaidah lingkungan
hidup dapat menimbulkan berbagai bencana lingkungan
sepert i pencemaran lingkungan, banjir, kerusakan hut an,
kebakaran hut an dan kekeringan yang dapat menyebabkan
krisis pangan yang berkepanjangan, krisis air, krisis energi.
Memperhat ikan kondisi t ersebut maka pembangunan
yang dilaksanakan saat ini harus memperhat ikan kaidah-
kaidah pelest arian dan lingkungan yang berkelanjut an,
perlu dilakukan st rat egi unt uk meningkat kan kualit asnya
sehingga melalui gerakan masyarakat t erut ama berkait an
dengan nilai-nilai kearif an t radisional yang ramah
lingkungan.
Laporan St at us Lingkungan Hidup Indonesia (SLHI) 2010 diharapkan dapat merekam semua dat a
dan inf ormasi t ent ang keadaan lingkungan dan permasalahannya sert a dapat menyampaikan
f akt a perjalanan pengelolaan lingkungan hidup, baik secara nasional maupun pada level daerah.
Inf ormasi SLHI dapat menjadi basis ref erensi semua pihak baik inst ansi pemerint ah t erkait ,
masyarakat , para pelaku indust ri dan swast a lainnya unt uk merencanakan kegiat an pada masa
mendat ang.
Buku ini t elah menyajikan hal-hal yang berkait an dengan hasil pemant auan dan evaluasi kondisi
media lingkungan, juga memuat hambat an dan persoalan pengelolaan lingkungan hidup sert a
berbagai respon kebijakan yang t elah diambil oleh pemerint ah dan menyampaikan pula rencana
langkah t indak ke depan (out l ook) dalam mengat asi berbagai persoalan lingkungan, khususnya
berbagai persoalan lingkungan hidup t erkait dengan pengelolaan lahan dan hut an, pengelolaan
air dan udara, pengelolaan pesisir dan laut an sert a upaya dalam pengelolaan keanekaragaman
hayat i Indonesia sert a upaya dalam mengendalikan pencemaran dan kerusakan lingkungan.
At as nama Kement erian Lingkungan Hidup pada kesempat an ini perkenankan saya mengucapkan
t erima kasih kepada Tim Pakar SLHI 2010 dan semua pihak yang selama ini t elah membant u
penyusunan Laporan St at us Lingkungan Hidup Indonesia 2010. Mudah-mudahan buku ini dapat
bermanf aat bagi seluruh st akehol der dalam upaya meningkat kan pelest arian lingkungan hidup
Indonesia dan bagi kesejaht eraan seluruh masyarakat Indonesia.
Jakart a, November 2011
Prof. Dr. Balt hasar Kambuaya, MBA
Kat a Pengant ar
v
Kement erian Lingkungan Hidup mengucapkan t erima kasih kepada semua pihak yang t elah
berpart isipasi dan berkont ribusi dalam penyusunan Laporan St at us Lingkungan Hidup Indonesia
t ahun 2010
Penulis : Prof. DR. Ahmad Fauzi (IPB); DR. Chay Asdak (Unpad); DR. Driejana (ITB); Ir. Sri
Hudyast ut i (KLH); Ir. Johny P. Kusumo, MBA (KLH); DR. Ahmad Riqqi (ITB); Benny Bast iawan, S.
Kom, M.Sc. (KLH); Abdul Aziz Sit epu, SAP (KLH).
Kont ribut or :
Kement erian Lingkungan Hidup : Maulyani Djajadilaga, Wijono Pribadi, Harimurt i, Luhut Lumban
Gaol, Aksa Tejalaksana, Wiyoga, Agnes Swast ikarina Gust hi, Darmant o, Esrom Hamonangan, Sri
Unon Purwat i, Wukir Amint ari Rukmi, Bambang Nooryant o; Kement erian Perhubungan, Azlian
Rekayani, Herwan Nuri; Kement erian Kelaut an dan Perikanan : Liliek Farida; Badan Nasional
Penanggulangan Bencana : Rat ih Nurmasari; Kement erian Kehut anan : Harry Tri Budiant o.
Sekret ariat : Hardini Agust ina, Lindawat i, Adi Fajar Ramly, Hasan Nurdin, Indira Siregar,
Suhart ono, Nurheni Ast ut i, Anast asya, Saeprudi
Pendukung : R. Susant o, Heru Harnowo, Nuke Mut ikania, Baiah, Heru Subrot o, Tommy Aromdani,
Wahyudi Suryat na, Juarno, Sarjono, S Dombot Sunaryedi, Yayat Rukhiyat , Rio Kurniawan.
Ucapan Terima Kasih
vi
Daf t ar Isi
KATA PENGANTAR iii
UCAPAN TERIMAKASIH v
DAFTAR ISI vi
DAFTAR GRAFIK viii
DAFTAR TABEL x
DAFTAR GAMBAR xii
DAFTAR KOTAK xiii
BAB I PENDAHULUAN xiv
1.1 Lat ar Belakang 1
1.2 Gambaran Umum Indonesia 3
Luus Wlluyuh dun LeLuk Ceogrus
1.2.2 Sejarah Geologi 3
Lemogru
1.3 Kerangka Kebijakan Lingkungan Indonesia 5
1.4 Ekonomi 8
BAB II AIR 10
2.1. Tekanan Terhadap Sumber Daya Air 11
2.1.1. Fungsi Lahan 11
2.1.2. Konsumsi dan Ket ersediaan Air 12
2.1.3. Perubahan Kualit as Air 14
2.1.4. Perubahan Iklim 17
2.2. Kondisi Air 21
2.2.1. Kuant it as Air 21
2.2.2. Kualit as Air 25
2.3. Upaya dan Inisiat if 27
2.3.1. Pengelolaan Sumber Daya Air 27
2.3.2. Konservasi Air 30
2.3.3. Perlindungan Mat a Air 30
2.3.4. Konf erensi Nasional Danau Indonesia 30
2.3.5. Pengelolaan Kualit as Air 31
2.3.6. Priorit as Pengelolaan pada Sungai dan Danau 32
BAB III UDARA 34
3.1. Tekanan Bagi Lingkungan Udara 35
3.1.1. Penggunaan Energi dan Dampaknya 35
3.1.2. Transport asi 43
3.1.3. Sampah Domest ik 46
3.1.4. Indust ri 47
3.2. St at us Kualit as Udara 48
vii
3.2.1. Pencemar Udara 48
3.2.2. Deposisi Alam 54
3.2.3. Gas Rumah Kaca 55
3.3. Upaya Pengendalian Pencemaran 55
3.3.1. Pengendalian Emisi dari Sumber Bergerak 55
3.3.2. Pengendalian Gas Rumah Kaca (CO
2
) dari Sumber Indust ri 56
Daf t ar Pust aka 63
BAB IV LAHAN DAN HUTAN 64
4.1. Pendahuluan 65
4.2. Penyusut an dan Kerusakan Hut an dan Lahan 65
4.2.1. Pert umbuhan Penduduk 65
ProdukLlLus Luhun
4.2.3. Lahan Krit is 66
4.2.4. Alih Fungsi Lahan dan Hut an 67
4.2.5. Def orest rasi 71
4.2.6. Kebakaran Hut an 73
4.2.7. Indust ri Kehut anan 74
4.2.8. B3 75
4.3. Kondisi Lahan dan Hut an 76
4.3.1. Tut upan Lahan dan Hut an 76
4.3.2. Kebencanaan 80
4.3.3. Daerah Aliran Sungai 81
4.4. Upaya dan Inisiat if Pengelolaan 84
4.4.1. Pengelolaan, Pengendalian dan Regulasi 84
4.4.2. Limbah B3 93
4.5. St rat egi Pengendalian Laju Penurunan Luas Hut an 95
BAB V KEANEKARAGAMAN HAYATI 96
5.1. Ancaman t erhadap Keanekaragaman Hayat i 97
5.2. Selayang Pandang Kondisi Kehat i 101
5.3. Upaya Pengelolaan, Pengendalian, dan Regulasi 104
BAB VI PESISIR DAN LAUT 108
6.1. Tekanan t erhadap Pesisir dan Laut 109
6.2. Kondisi Kerusakan Wilayah Pesisir dan Laut 110
6.3. Upaya Pengendalian dan Inisiat if Pengelolaan 116
6.4. Analisis Poin-Poin Pent ing dan St rat egi Pengelolaan 121
BAB VII SINTESIS DAN OUTLOOK 122
7.1. Sint esis 123
7.2. Out look 124
LAMPIRAN SLHI 2010 126

viii
DAFTAR GRAFIK
BAB I PENDAHULUAN xiv
Cruk PerLumbuhun CLP lndoneslu 1uhun sd
BAB II AIR 10
Cruk PersenLuse Rumuh 1unggu dun Sumber Alr Mlnum
Tahun 2004 dan 2007 12
Cruk LlsLrlbusl KebuLuhun Alr 8erslh UnLuk Penduduk MenuruL Wlluyuh
Kepulauan Tahun 2009 12
Cruk Perklruun KebuLuhun Alr UnLuk 1unumun Pungun 1uhun
Cruk PersenLuse Rumuh 1unggu dun luslllLus 1emuL 8uung Alr 8esur
Tahun 2004 dan 2007 16
Cruk Curuh Hu|un Mukslmum dun Mlnlmum 1uhunun Lurl SLuslun 8MKC
1uhun
Cruk Klsurun lecul Coll Pudu 8erbugul Sungul dl lndoneslu
(Pusarpedal-KLH 2006) 26
Cruk Klsurun 1SS Pudu 8erbugul Sungul dl lndoneslu PusuredulKLH
Cruk PersenLuse 1umluh lndusLrl MunufukLur dun Agro yung 1uuL Lerhudu
PeruLurun Pengendullun Pencemurun Alr 1uhun
Cruk Luus Reullsusl CNRHL Hu MenuruL Keuluuun 1uhun
BAB III UDARA 34
Cruk Konsumsl 8uhun 8ukur 8ensln dl lbukoLu Provlnsl 1uhun
Cruk Konsumsl 8uLuburu dl lbukoLu Provlnsl 1uhun kg
Cruk Kecenderungun Poulusl Kenduruun 8ermoLor AngkuLun LuruL Nuslonul
(Dalam Unit Kendaraan Bermot or) 44
Cruk 1umluh Pergerukun 1runsorLusl Uduru Securu Nuslonul
1uhun
Cruk 1umluh 1usu Lubuh 1runsorLusl Alr Securu Nuslonul 1uhun
Cruk 1rend KonsenLrusl PemunLuuun CO dl 1el 1ulun 1uhun
Cruk 1rend KonsenLrusl PemunLuuun HC dl 1el 1ulun 1uhun
Cruk 1rend KonsenLrusl PemunLuuun NO
2
dl 1el 1ulun 1uhun
Cruk 1rend KonsenLrusl PemunLuuun SO
2
dl 1el 1ulun 1uhun
Cruk 1rend KonsenLrusl PemunLuun PM
10
dl 1el 1ulun 1uhun
Cruk Kecenderungun H RuLuruLu 1uhunun Alr Hu|un dl KoLu dl lndoneslu
Cruk Perbundlngun KonsenLrusl Cus Rumuh Kucu lndoneslu dun Clobul
(SLHI 2009) 55
Cruk KonsenLrusl Sl
6
di St asiun GAW-Bukit Kot ot abang (SLHI 2009) 55
Cruk Proorsl 8ebun Lmlsl dulum LonLuhun dl Prov LKl 1ukurLu 1uhun
ix
BAB IV LAHAN DAN HUTAN 64
Cruk PersenLuse PL8 Luungun Usuhu yung 1erkulL Lengun KehuLunun
1uhun
Cruk Perbundlngun Lu|u LeforenLusl 1uhun Lengun Penurunun
Tut upan Lahan Berhut an Tahun 2009 - 2010 73
Cruk 1umluh Kebukurun Luhun dun HuLun dl 8eberuu Provlnsl yung RenLun
Terhadap Lahan dan Hut an 74
Cruk Nllul Lksor Husll HuLun 1uhun
Cruk Produksl Kuyu 8uluL durl lUPHHK 1uhun
Cruk 1oLul Luusun Luhun 1erkonLumlnusl Llmbuh 8 m
2
) Tahun 2005-2009 75
Cruk 1oLul volume Llmbuh 8 yung dlLungunl m
3
) Tahun 2005-2009 75
Cruk PersenLuse Luus HuLun dun NonHuLun Per Puluu dl lndoneslu
(2007-2010) 76
Cruk Perbundlngun 1uLuun Luhun Per Provlnsl 1uhun
Cruk PersenLuse Luhun 8ervegeLusl dun Luhun 1unu vegeLusl Per Provlnsl
Cruk 1umluh Lesu yung Menguluml 8encunu Longsor 1uhun
Cruk PersenLuse Perubuhun Luhun dun Pemuklmun 1uhun
di DAS Priorit as 82
BAB V KEANEKARAGAMAN HAYATI 96
Cruk RekulLulusl Perkembungun Perubuhun lungsl Kuwusun HuLun
Tahun 2005-2009 99
Cruk 1ukslrun Kebukurun HuLun MenuruL lungsl HuLun 1uhun
Cruk Seburun Kuwusun Konservusl Sumul Lengun 1uhun
Cruk Penunumun HuLunKebun RukyuL 1uhun
Cruk PenunumunRehublllLusl HuLun 8ukuu 1uhun
Cruk KegluLun Rebolsusl 1uhun
BAB 6 PESISIR dan LAUT 108
Cruk Kondlsl 1erumbu Kurung dl lndoneslu durl 1uhun sd
Cruk Kondlsl 1erumbu Kurung dl lndoneslu 8uglun 8uruL 1uhun
Cruk Kondlsl 1erumbu Kurung dl lndoneslu 8uglun 1enguh 1uhun
Cruk Kondlsl 1erumbu Kurung dl lndoneslu 8uglun 1lmur 1uhun
Cruk Produksl Perlkunun LuuL lndoneslu 1uhun sd 1on
Cruk Produksl Perlkunun dl Perulrun Umum lndoneslu 1uhun sd 1on
Cruk 1oLul Produksl Perlkunun 1ungku er Puluu dun SubsekLor dl lndoneslu
1uhun sd 1on
x
DAFTAR TABEL
BAB I xiv
Tabel 1.1 Penduduk Indonesia Menurut Provinsi 1971, 1980, 1995,
2000 dan 2010 4
Tabel 1.2 Dist ribusi Ongkos Degradasi Lingkungan Terhadap PDB 9
BAB II AIR 10
Tabel 2.1 Persent ase Rumah Tangga dan Sumber Air Minum Tahun 2007 12
Tabel 2.2 Perkiraan Kebut uhan Air Bersih Unt uk Penduduk Menurut Wilayah
Kepulauan Tahun 2005-2009 (milyar m
3
) 13
Tabel 2.3 Perkiraan Kebut uhan Air Unt uk Tanaman Pangan (Jut a m
3
) Menurut
Wilayah Tahun 2004-2009 14
Tabel 2.4 Sumber Pencemar dan Paramet er Pencemar 14
Tabel 2.5 Jumlah Indust ri Besar dan Menengah yang Berpot ensi Mencemari
Air Permukaan Tahun 2004-2008 15
Tabel 2.6 Jumlah Indust ri Kecil yang Berpot ensi Mencemari Tahun 2005-2007 15
Tabel 2.7 Penggunaan Pupuk Anorganik dan Pest isida di Kolam menurut
Wilayah Tahun 2005-2007 15
Tabel 2.8 Persent ase Rumah Tangga Dengan Fasilit as Tempat Buang Air Besar
Menurut Wilayah Kepulauan Tahun 2004 dan 2007 16
Tabel 2.9 Persent ase Rumah Tangga t anpa Tangki Sept ik Menurut Kepulauan
Tahun 2006-2008 16
Tabel 2.10 Luas Areal Beberapa Danau di Indonesia 21
1ubel Kecenderungun volume 8eberuu Wuduk Mllyur m
3
) Tahun 2008 22
Tabel 2.12 Pot ensi Cekungan Air Tanah di Indonesia 22
1ubel volume Sungul dun Kondlsl Hldrologls beberuu sungul 1uhun
Tabel 2.14 Persent ase Sampel Air Sungai yang Tidak Memenuhi Krit eria Air Kelas II 26
Tabel 2.15 Sat us Kualit as Air Danau di Provinsi Sumat era Barat dan Bali Tahun 2009 27
Tabel 2.16 Pembangunan Sumur Resapan menurut Kepulauan Tahun 2003-2007 33
BAB III UDARA 34
Tabel 3.1 Cont oh Beberapa Jenis Tut upan Lahan dan Nilai Dari Masing-masing
Fungsinya 40
Tabel 3.2 Tekanan-Dampak-Respons Unt uk Pengelolaan Kualit as Udara
di Perkot aan 41
Tabel 3.3 Proporsi Beberapa Kegiat an Energi dan Migas Terhadap Emisi
Gas Rumah Kaca dan Pencemar Udara 47
Tabel 3.4 Penurunan Gas Rumah Kaca Melalui Program Penilaian Peringkat
Kinerja Pengelolaan Lingkungan (PROPER) 56
Tabel 3.5 Beban Emisi Pencemar Udara dan Gas Rumah Kaca di DKI Jakart a
Tahun 2008 62
xi
BAB IV LAHAN dan HUTAN 64
Tabel 4.1 Luas Lahan Krit is Per Pulau 67
Tabel 4.2 Tut upan Lahan Berveget asi dan Tidak Berveget asi Per Pulau Indonesia
Tahun 2007-2010 (ha) 68
1ubel 1uLuun Luhun Non vegeLusl lndoneslu 1uhun hu
Tabel 4.4 Perubahan Luas Lahan Sawah di Jawa Tahun 2005-2007 69
1ubel Perubuhun PerunLukkun Kuwusun HuLun UnLuk PerLunlunPerkebunun
Hingga Tahun 2007 70
Tabel 4.6 Perubahan Tut upan Hut an dan Permukiman di DAS Cit arum
Tahun 2000-2009 72
Tabel 4.7 Perhit ungan Def orest rasi (ha) 7 Pulau Besar di Indonesia
Tahun 2000-2005 72
Tabel 4.8 Kebakaran Lahan dan Hut an di Sejumlah Provinsi yang menjadi
Perhat ian 74
Tabel 4.9 Luas Tut upan Hut an dan Non-Hut an Per Pulau Indonesia
Tahun 2007-2010 77
Tabel 4.10 Kondisi Tut upan Lahan Per Provinsi Tahun 2010 (ha) 78
Tabel 4.11 Jumlah Desa Terkena Bencana Longsor Per Provinsi Tahun 2005-2008 80
Tabel 4.12 Perubahan Luas Hut an dan Pemukiman di Kawasan DAS Priorit as
Tahun 2000-2009 82
Tabel 4.13 Perubahan Tat aguna lahan di DAS Ciliwung, Jawa Barat 83
Tabel 4.14 Perambahan Hut an Negara Per Bagian Kesat uan Pemangkuan Kesat uan
HuLun 8KPH dl KPH 8undung SeluLun Pudu 1uhun
Tabel 4.15 Fungsi Tumbuhan Bawah dan Serasah Dalam Menent ukan
Besarnya Erosi 87
BAB V KEANEKARAGAMAN HAYATI 96
Tabel 5.1 Angka Def orest asi di Dalam dan di Luar Kawasan Hut an Periode
1uhun Hu1h
Tabel 5.2 Jumlah Sat wa dan Tumbuhan yang Dilindungi Sampai Desember 2009 102
Tabel 5.3 Ekspor Sat wa dan Tumbuhan Sert a Nilai Ekspor Tahun 2006-2009 102
BAB VI PESISIR LAUT 108
Tabel 6.1 Area t ut upan Mangrove di Wilayah Sumat era 111
Tabel 6.2 Area Tut upan Karang di Wilayah Sumat era 111
Tabel 6.3 Produksi Perikanan Tangkap Per-Pulau dan Sub Sekt or di Indonesia
1uhun sd 1on
xii
DAFTAR GAMBAR
BAB I PENDAHULUAN xiv
Gambar 1.1 Tahapan Penyusunan SLHI 2010 1
Gambar 1.2 Dasar Pemikiran Perubahan SLHI 2010 2
Cumbur Llnumlku Penullsun SLHl
Gambar 1.4 Road Map Penyusunan SLHI 2
Gambar 1.5 SLHI Full Dashboard 3
BAB II AIR 10
Gambar 2.1 Penyebab Perubahan Iklim 17
Gambar 2.2 Kebijakan Pengelolaan Kualit as Air 31
BAB III UDARA 34
Gambar 3.1 Besaran dan Proporsi Bahan Bakar di 30 Ibukot a Provinsi 39
Gambar 3.2 Ternary Diagram 40
Gambar 3.3 Pet a Fungsi Lahan Kot a Bandung dan Sebaran Emisi NO
2
dari Transport asi dan Konsent rasi Ambien 42
Gambar 3.4 Pet a Fungsi Lahan Kot a Bandung dan Sebaran Emisi CO
2
dari
Transport asi 43
Gambar 3.5 Kepadat an Lalulint as di Perkot aan 43
Gambar 3.6 Pembakaran Sampah Terbuka 46
Gambar 3.7 Sebaran Beban Emisi CO
2
dari Kegiat an Pembangkit Tahun 2010 47
Gambar 3.8 Sebaran Beban Emisi NO
2
dari Kegiat an Pembangkit Tahun 2010 48
Gambar 3.9 Trend Konsent rasi NO
2
dl lbukoLu Provlnsl
Gambar 3.10 Trend Konsent rasi SO
2
dl lbukoLu Provlnsl
BAB IV LAHAN DAN HUTAN 64
Gambar 4.1 Pet a Tingkat Rawan Kebakaran Pulau Sumat era Tahun 2010 88
Gambar 4.2 Pet a Tingkat Rawan Kebakaran Pulau Sumat era Tahun 2010 89
Cumbur Seburun 1lLlk Punus 1uhun dl Puluu SumuLeru dun
KullmunLun 1uhun
Gambar 4.4 Pet a Rawan Longsor Pulau Jawa 92
BAB VI PESISIR DAN LAUT 108
Gambar 6.1 Dat a dan Inf ormasi Kerusakan Wilayah Pant ai di Indonesia 116
Gambar 6.2 Model Pemulihan Ekosist em Pesisir Berbasis Masyarakat 117
Cumbur ldenLlkusl Wlluyuh yung Ruwun 1erhudu Legrudusl Llngkungun
dengan Pola Pendekat an Kekurangan (KLH-2010) 119
Gambar 6.4 Kerangka Pembangunan Berkelanjut an di Kawasan Pesisir dan Laut 120
xiii
DAFTAR KOTAK
BAB II AIR 10
Kot ak 2.1. Kondisi DAS Sungai Cit arum saat ini 17
Kot ak 2.2. Jasa Air Hut an Gunung Ciremai 28
BAB III UDARA 34
Kot ak 3.1. Kualit as Udara di Kot a Bandung : Hubungan Tat a Guna Lahan
Dengan Tekanan-Dampak-Respons 40
Kot ak 3.2. Reducing Emissions From Def orest at ion and Forest
Degradat ion Plus (REDD+) 59
Kot ak 3.3 Pengelolaan Kualit as Udara di DKI Jakart a 61
BAB IV LAHAN DAN HUTAN 64
Kot ak 4.1. Tut upan Hut an dan Permukiman di DAS Cit arum, Jawa Barat 72
Kot ak 4.2. Degradasi DAS dan Dampak yang Dit imbulkannya 83
Kot ak 4.3. Sinergi Pemangku Kepent ingan Dalam Pengelolaan Hut an 84
Kot ak 4.4. Reriont asi Pola Pengelolaan Hut an 85
Kot ak 4.5. Kebijakan Konservasi Tanah dan Air 87
1
Pendahuluan
1
PENDAHULUAN
1.1. Lat ar Belakang
Di t engah krisis ekonomi global yang melanda dunia pada
saat ini, Indonesia diharapkan t et ap mampu mempert a-
hankan pert umbuhan ekonominya yang posit if dalam
rangka mensejaht erakan masyarakat sebagaimana di-
amanat kan dalam Undang-Undang Dasar 1945. Namun
demikian, bukan hanya pert umbuhan ekonomi semat a
yang menjadi t ujuan pembangunan Indonesia, selain per-
t umbuhan yang berkualit as, Indonesia juga memerlukan
pert umbuhan ekonomi yang berkelanjut an. Pembangun an
berkelanjut an sejat inya dicapai dengan meminimalkan de-
gradasi lingkungan dan kerusakan lingkungan yang diaki-
bat kan oleh akt ivit as ekonomi. Dampak dari pembangunan
ekonomi t erhadap lingkungan selama ini sudah t erlihat dari
beberapa indikat or degradasi lingkungan baik pada air, uda-
ra, lahan dan hut an, pesisir dan laut an sert a keanekaragam-
an hayat i. Dengan berubahnya pilar pembangunan Indone-
sia dari pro jobs, pro poor, pro growt h menjadi pro jobs, pro
poor, pro growt h, dan pro environment , adalah sangat pen-
t ing dan relevan unt uk menget ahui sejauh mana perubahan
yang t erjadi pada lingkungan hidup dalam dimensi ruang
dan wakt u t erkait dengan pembangunan di Indonesia.
Inf ormasi mengenai indikat or lingkungan hidup selama
ini disajikan dalam berbagai f ormat , t ermasuk yang paling
komprehensif dalam bent uk St at us Lingkungan Hidup
Indonesia at au SLHI yang dit erbit kan set iap t ahun. SLHI
yang dit erbit kan selama ini, umumnya membahas kondisi
medlu seerLl Alr Uduru dun ALmosr Luhun dun HuLun
Pesisir dan Laut , Keanekaragaman Hayat i, Energi, Sampah,
dan Pengelolaan B3 dan Limbah B3 dalam bent uk pelaporan
kondisi eksist ing berbasis dat a yang diperoleh. Kedalaman
dan keluasan penulisan dari set iap pokok bahasan t erlihat
berbeda-beda, hal ini t erjadi karena dat a yang t ersedia
pun t idak sama baik t ahun penerbit an dan t ujuan dat a
t ersebut dipublikasikan. Disamping it u, penyajian ulasan
set iap pokok bahasan t idak secara konsist en mengacu pada
ulasan t ent ang Pressure (Tekanan), St at e (Kondisi SDAL)
dan Response (Program Pemerint ah at au masyarakat yang
bersif at memperbaiki SDAL).
Sebagai suat u inf romasi t ent ang lingkungan hidup yang
komprehensif, St at us Lingkungan Hidup Indonesia (SLHI)
sejat inya disusun dan dit erbit kan sebagai suat u publikasi
yang dapat dijadikan sebagai:
a) Benchmark dat a t ent ang lingkungan hidup.
b) Paramet er Kunci (key paramet ers) Lingkungan Hidup.
c) Inf ormasi mengenai perkembangan LH di masa lalu
dan ke depan (t rend).
d) Acuan kebijakan pembangunan secara menyeluruh.
Dengan demikian, SLHI bukan LAPORAN ENTITAS TER-
TENTU yang dikompilasi dari sekt or t ert ent u sepert i Ke-
ment erian Kehut anan, Kement erian Kelaut an dan Perikanan
sert a sekt or lainnya, namun lebih sebagai t erolah unt uk me-
nent ukan st at us lingkungan Indonesia. Berdasarkan pemikir-
an di at as, SLHI 2010 kini mengalami perubahan penyusunan
yang berbeda dengan SLHI t ahun-t ahun sebelumnya.
Selanjut nya Tahapan penyusunan SLHI 2010 disajikan
pada gambar di bawah ini:
Gambar 1.1 Tahapan Penyusunan SLHI 2010
Sepert i t ahun-t ahun sebelumnya, buku SLHI merupakan
bent uk at au penyampaian inf ormasi t erkini t ent ang
kondisi lingkungan hidup Indonesia (Amanat UU No. 32
t ahun 2009) sebagai dasar penyusun kebijakan, st rat egi,
program dalam pembangunan yang berwawasan
llngkungun bulk skulu nuslonul muuun reglonulglobul
Unt uk SLHI t ahun 2010 ini dalam proses penyusunannya
akan menguraikan t ent ang Roadmap SLHl dun
menguraikan diagram pemikiran proses penyusunan SLHI 2010.
Dalam penulisan SLHI 2010 ada beberapa perubahan
yang mendasar yang menyangkut perubahan format
penulisan yang mengkut i susunan Pressure (Tekanan), yait u:
konsekuensi dari t ingkat kebut uhan manusia t erhadap
lingkungan; St at e SLuLusKondlsl dun Response (Respon),
yait u t indakan at au upaya t erhadap st at us lingkungan hidup.
Disamping it u, perlunya perubahan f ormat penyusunan
SLHI 2010 adalah dengan mempert imbangkan adanya: 1)
Perubahan paradigma pembangunan; 2) Kebut uhan SLHI
2
PENDAHULUAN
Disamping it u, Road Map at au Pet a Jalan dari penyusunan
SLHI ke depan disajikan dalam diagram di bawah ini:
Gambar 1.4 Road Map Penyusunan SLHI
SLHI 2010 akan berisi Sint esis dari berbagai poin-poin
pent ing set iap media bahasan, kesenjangan (Gaps) dan
juga Out l ook dari keadaan lingkungan Indonesia yang
komprehensif yang akan bisa menjadi landasan kebijakan
dijadikan at au Pol icy Tool dalam kerangka Scenario Anal ysis
sert a dapat juga menjadi basel ine kebijakan. Oleh karena
it u, SLHI 2010 akan mempunyai t ampilan baru sesuai
dengan susunan t ersebut di at as.
Selanjut nya SLHI 2011, akan mulai mengint egrasikan
dengan Dashboard lingkungan yang sudah disepakat i.
sebagai baromet er kebijakan lingkungan; 3) SLHI sebagai
pot ret inf ormasi lingkungan dengan sint esis dan analisis;
4) SLHI sebagai arahan unt uk kebijakan lingkungan di
masa mendat ang dan 5) Format penulisan dan analisis
SLHI Indonesia sesuai dengan SLHI negara lain. Sepert i
t ercermin dalam Gambar 1.2 di bawah ini.
Gambar 1.2 Dasar Pemikiran Perubahan SLHI 2010
Dalam penerbit an SLHI di masa mendat ang diperlukan
langkah-langkah perbaikan yang t erus menerus baik
menyangkut dat a, analisis dan penyajian. Dengan
demikian, diharapkan SLHI 2010 berdasarkan ket ersediaan
dat a dan bersif at komprehensif yang melingkupi seluruh
paramet er kunci. Selanjut nya pada SLHI 2011 dan
dlLulls berdusurkun lsu seslk yung menyungkuL
kebut uhan dan dinamika st at us Lingkungan Hidup
yang bersif at parsial. Sedangkan pada SLHI 2013 adalah
merupakan t ahun pemut akhiran SLHI yang bersif at
komprehensif yang menyangkut seluruh paramet er kunci.
Hal ini dapat digambarkan dalam Gambar 1.3 berikut ini:
Gambar 1.3 Dinamika Penulisan SLHI 2010-2013
3
PENDAHULUAN
Sedangkan SLHI 2013 dan 2014 bisa dit ampilkan dengan
SLHI f ul l dashboard sebagaimana gambar dibawah ini:
Gambar 1.5 SLHI Ful l Dashboard
1.2. Gambaran Umum Indonesia
Luas Wi|ayah dan Letak Geogras
Sebagai negara kepulauan, Indonesia mempunyai 17.408
pulau. Negara dengan julukan zamrud khat ulist iwa ini
t erlet ak pada posisi silang ant ara dua benua dan dua
samudera. Indonesia memiliki iklim t ropis, cuaca dan
musim yang menghasilkan kondisi alam yang t inggi
nilainya, t ermasuk kekayaan keanekaragaman hayat i
sert a sumber daya alam yang t erkandung dalam perut
buml dun luuLnyu Securu geogrus Neguru KesuLuun
Republik Indonesia (NKRI) t erlet ak pada koordinat 94
0
45
BT dan 141
0
05 BT sert a pada 06
0
08 LU dan 11
0
15 LS.
Luas wilayah mencapai 5,2 jut a km
2
yang t erdiri dari 1,9
jut a km
2
wilayah darat an dan 3,3 jut a km
2
wilayah laut an.
Pembagian secara administ rat if provinsi, kabupat en dan
koLu melluLl rovlnsl dun kubuuLenkoLu
1.2.2. Sej arah Geologi
Securu geologl uluu uluu lndoneslu LerbenLuk udu
zaman Palaeocene (70 jut a t ahun sebelum masehi ), Eocene
(30 jut a t ahun sebelum masehi ), Oligacene ( 25 jut a t ahun
sebelum masehi) dan Miocene (12 jut a t ahun sebelum
masehi ). Indonesia t erlet ak di ant ara dua lempeng benua
Asia dan Aust ralia dan di ant ara dua lempeng Samudera
lndlu dun Puslk Proses LekLonlk lemeng lemeng ukun
membent uk sabuk vulkanik di wilayah bagian Selat an dan
Timur Indonesia yang memanjang dari Pulau Sumat era,
Jawa, Bali, Nusa Tenggara dan Sulawesi.
Pada sabuk vulkanik t erdapat 400 gunung berapi dan
129 merupakan gunung berapi yang masih akt if. Proses
t ekt onik t ersebut akan menunjukkan bahwa Indonesia
akan mengalami t iga kali get aran dalam sat u hari, gempa
bumi sat u kali dalam sat u hari dan sedikit nya sat u kali
let usan gunung berapi dalam sat u t ahun.
Oemogra
Jumlah penduduk Indonesia sebesar 238 jut a jiwa,
dengan konsent rasi t erbanyak berada di Pulau Jawa yang
berpenduduk 121 jut a jiwa dan merupakan salah sat u
daerah t erpadat di dunia. Laju pert umbuhan penduduk
meningkat dari 2,3% per t ahun menjadi 2,7% per
t ahun. Realit a ini menggambarkan bahwa pada t ahun
2050 penduduk Indonesia akan mencapai 384 jut a jiwa
merupakan negara keempat t erbesar jumlah penduduknya
set elah China, India dan Amerika Serikat .
Beberapa masalah besar yang dihadapi Indonesia t erkait
dengan kependudukan, ant ara lain:
1. W
W : W
</
2. W

3.

4.
:
W:
5. W /

6. / < < /
<
4
PENDAHULUAN
Tabel 1.1. Penduduk Indonesia Menurut Provinsi 1971, 1980, 1990, 1995, 2000 dan 2010
Provinsi
Penduduk
1971 1980 1990 1995 2000 2010* )
Aceh 2.008.595 2.611.271 3.416.156 3.847.583 3.930.905 4.494.410
Sumat era Ut ara 6.621.831 8.360.894 10.256.027 11.114.667 11.649.655 12.982.204
Sumat era Barat 2.793.196 3.406.816 4.000.207 4.323.170 4.248.931 4.846.909
R i a u 1.641.545 2.168.535 3.303.976 3.900.534 4.957.627 5.538.367
J a m b i 1.006.084 1.445.994 2.020.568 2.369.959 2.413.846 3.092.265
Sumat era Selat an 3.440.573 4.629.801 6.313.074 7.207.545 6.899.675 7.450.394
B e n g k u l u 519.316 768.064 1.179.122 1.409.117 1.567.432 1.715.518
L a m p u n g 2.777.008 4.624.785 6.017.573 6.657.759 6.741.439 7.608.405
Kep. Bangka Belit ung - - - - 900.197 1.223.296
Kepulauan Riau - - - - - 1.679.163
DKI Jakart a 4.579.303 6.503.449 8.259.266 9.112.652 8.389.443 9.607.787
Jawa Barat 21.623.529 27.453.525 35.384.352 39.206.787 35.729.537 43.053.732
Jawa Tengah 21.877.136 25.372.889 28.520.643 29.653.266 31.228.940 32.382.657
DI Yogyakart a 2.489.360 2.750.813 2.913.054 2.916.779 3.122.268 3.457.491
Jawa Timur 25.516.999 29.188.852 32.503.991 33.844.002 34.783.640 37.476.757
Bant en - - - - 8.098.780 10.632.166
B a l i 2.120.322 2.469.930 2.777.811 2.895.649 3.151.162 3.890.757
Nusa Tenggara Barat 2.203.465 2.724.664 3.369.649 3.645.713 4.009.261 4.500.212
Nusa Tenggara Timur 2.295.287 2.737.166 3.268.644 3.577.472 3.952.279 4.683.827
Kalimant an Barat 2.019.936 2.486.068 3.229.153 3.635.730 4.034.198 4.395.983
Kalimant an Tengah 701.936 954.353 1.396.486 1.627.453 1.857.000 2.212.089
Kalimant an Selat an 1.699.105 2.064.649 2.597.572 2.893.477 2.985.240 3.626.616
Kalimant an Timur 733.797 1.218.016 1.876.663 2.314.183 2.455.120 3.553.143
Sulawesi Ut ara 1.718.543 2.115.384 2.478.119 2.649.093 2.012.098 2.270.596
Sulawesi Tengah 913.662 1.289.635 1.711.327 1.938.071 2.218.435 2.635.009
Sulawesi Selat an 5.180.576 6.062.212 6.981.646 7.558.368 8.059.627 8.034.776
Sulawesi Tenggara 714.120 942.302 1.349.619 1.586.917 1.821.284 2.232.586
Goront alo - - - - 835.044 1.040.164
Sulawesi Barat - - - - - 1.158.651
M a l u k u 1.089.565 1.411.006 1.857.790 2.086.516 1.205.539 1.533.506
Maluku Ut ara - - - - 785.059 1.038.087
Papua Barat - - - - - 760.422
Papua 923.440 1.173.875 1.648.708 1.942.627 2.220.934 2.833.381
INDONESIA 119.208.229 147.490.298 179.378.946 194.754.808 206.264.595 237.641.326
CuLuLun 1ermusuk Penghunl 1lduk 1eLu 1unu Wlsmu PeluuL Rumuh Peruhu dun Penduduk UlungullkNgelu|u
Sumber : Sensus Penduduk 1971, 1980, 1990, 2000 dan Sensus Penduduk Ant ar Sensus (SUPAS) 1995
* ) Angka sement ara
5
PENDAHULUAN
dat anganan kerjasama dalam jejaring inf ormasi dengan
Peme rint ah Daerah DIY dan Sumat era Ut ara; mengint e-
grasikan pert imbangan-pert imbangan lingkungan hidup
dalam perencanaan pembangunan dan penat aan ruang
wilayah, rekomendasi kebijakan pemanf aat an ruang pulau
berdasarkan daya dukung lingkungan dan koordinasi pe-
nyiapan inst rumen Kajian Lingkungan Hidup St rat egis;
dan t erlaksananya Program Menuju Indonesia Hijau (MIH).
Dalam program Pengembangan Kapasit as Pengelolaan
Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup t elah dilak-
sanakan berbagai upaya sepert i menyusun, menyem-
purnakan, dan mengkaji perat uran perundang-undangan
dl bldung llngkungun hldu meruLlkusl konvensl lnLer-
nasional di bidang lingkungan hidup dan inst rumennya,
mengalokasikan DAK pada 434 kabupat en/kot a dan dana
dekonsent rasi lingkungan pada 32 provinsi di t ahun 2007,
2008, 2009, meningkat kan peran sert a masyarakat dalam
pengelolaan lingkungan hidup unt uk mencipt akan check
and bal ances melalui pola kemit raan, kegiat an adiwiyat a,
kegiat an aliansi st rat egis masyarakat peduli lingkungan,
mengembangkan Debt f or Nat ure Swaps (DNS) bidang
lingkungan hidup, menyusun panduan ekonomi ekosist em
lahan basah, melakukan kajian ekonomi ekosist em t erum-
bu karang dan ekosist em padang lamun; program insent if
lingkungan; kerangka Indonesia Environment Fund St at egy;
dan proposal pendanaan lingkungan dari luar negeri dan
int egrasi inst rumen lingkungan dalam perbankan nasional,
sert a menyusun buku panduan penyusun an PDRB Hijau.
Selanjut nya, unt uk meningkat kan Kapasit as dan Akses
Inf ormasi Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup
dilaksanakan berbagai kegiat an pengembangan dat a
dan inf ormasi, sepert i penyusunan laporan St at us
Lingkungan Hidup Indonesia (SLHI) 2004 hingga 2008,
1.3. Kerangka Kebij akan Lingkungan
Indonesia
Pembangunan bidang lingkungan hidup dilaksanakan
unt uk dapat mencegah dan mengant isipasi akibat yang
dit imbulkan oleh kegiat an-kegiat an pembangunan
dan pemanf aat an sumber daya alam. Meningkat nya
kasus pencemaran lingkungan dan penurunan daya
dukung lingkungan diant aranya diakibat kan oleh laju
pert umbuhan penduduk, pembangunan inf rast rukt ur,
indust rialisasi, pola kehidupan yang konsumt if, lemahnya
penegakan hukum sert a belum opt imalnya kapasit as
sumber daya manusia.
Persoalan lain yang dilakukan dalam pembangunan
lingkungan hidup adalah ant isipasi t erhadap perubahan
iklim. Indonesia sebagai negara t ropis dan kepulauan,
dikat egorikan sebagai salah sat u negara yang rent an
t erhadap perubahan iklim. Dampak perubahan iklim sudah
menjadi ancaman yang cukup serius bagi lingkungan.
Tanda- t anda dari dampak perubahan iklim di Indonesia
dapat dilihat dari adanya kenaikan t emperat ur udara,
perubahan curah hujan, kenaikan permukaan air laut dan
perubahan musim yang ekst rim. Kondisi ini menyebabkan
t erjadinya bencana kekeringan, banjir, longsor dan
bencana alam lainnya.
Unt uk mengat asi dan meminimalkan dampak akt ivit as
pembangunan dan perubahan iklim t ersebut t erhadap
lingkungan dalam Pembangunan Jangka Menengah 2004-
2009 t elah dilaksanakan berbagai kegiat an pengelolaan
lingkungan hidup yang mengarah kepada 4 program
priorit as, yait u: 1) Program Perlindungan dan Konservasi
Sumber Daya Alam; 2) Program Pengembangan Kapasit as
Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup;
3) Program Peningkat an Kualit as sert a Akses Inf ormasi
Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup; dan 4) Program
Pengendalian Pencemaran dan Perusakan Lingkungan.
Berikut ini uraian pencapaian masing-masing program
t ersebut .
Dalam program Perlindungan dan Konservasi Sumber
Daya Alam dilakukan berbagai upaya, diant aranya adalah
meluksunukun ldenLlkusl kerusukun dun rehublllLusl due-
rah penyangga Taman Nasional Bukit Tigapuluh (TNBT)
seluas 20 Ha; menyusun Model Pengelolaan Daerah Pe-
nyangga Kawasan Konservasi; t erbent uknya Balai Klir-
ing Keanekaragaman Hayat i dan melaksanakan penan-
Dok: Kompas
6
PENDAHULUAN
evaluasi St at us Lingkungan Hidup Daerah (SLHD) 2004
hlnggu dun ku|lun sLuLus llngkungun
pelaksanaan sosialisasi met adat a, dat a warehouse unt uk
lingkungan hidup, pengumpulan dat a lingkungan hidup
dari sekt or dan daerah, pembuat an sist em inf ormasi
geogrus luorun unullsu kuullLus sungul embenLukun
advokasi komunikasi lingkungan dan sinergit as kemit raan
dengan Kaukus Lingkungan di DPRD t ingkat provinsi,
kabupat en dan kot a, sert a jaringan Environment al
Parl iament Wat ch (EPW). Penyusunan sist em t erint egrasi
Neraca Lingkungan dan Ekonomi di t ingkat nasional
oleh BPS, Pemda Provinsi Sulawesi Tenggara dan Pemda
Provinsi Lampung, pengembangan sist em inf ormasi
t erpadu ant ara sist em jaringan pemant auan kualit as
lingkungan hidup nasional dan daerah dan t erlaksananya
penandat anganan kerjasama dalam jejaring inf ormasi
dengan pemda DIY, Sumat era Ut ara, penyusunan dat abase
Sumber Daya Genet ik (SDG) holt ikult ura dan pedoman
CEP (Communicat ion, Educat ion & Publ ic Awareness)
keanekaragaman hayat i.
Upaya Pengendalian Pencemaran dan Perusakan Ling-
kungan juga dilakukan melalui berbagai kegiat an, sepert i
pengembangan perat uran perundangan lingkungan dalam
pengendalian pencemaran dan perusakan lingkungan
(disahkannya UU No. 18 t ahun 2008 t ent ang Pengelolaan
Sampah pada t anggal 7 Mei 2008) opt imalisasi perat uran
dan met odologi di bidang pengkajian dampak lingkung-
an (AMDAL), penerapan kebijakan dan st andarisasi
lingkungan melalui pengembangan Sist em Manajemen
Llngkungun SML eneruun lSO ekolubel dun
Pusat Produksi Bersih Nasional, pelaksanaan pemant au-
un kuullLus ulr dun uduru dl beberuu dueruh KubuuLen
Kot a, penyelenggaraan program langit biru, pengendali an
dan pengelolaan pencemaran limbah padat dan limbah
Bahan Berbahaya dan Beracun (B3), Proper, Adipura, pro-
gram perlindungan lapisan ozon, penegakan hukum t er-
padu dan penyelesaian hukum at as kasus perusakan sum-
ber daya alam dan lingkungan hidup sert a pembent uk an
pos pengaduan dan pelayanan penyelesaian sengket a
lingkungan hidup.
Khusus pengendalian pencemaran udara t elah dilakukan
melalui (1) pemasangan peralat an pengamat an kualit as
udara yait u CO dan debu di Jakart a; (2) t ersedianya dat a
kandungan t imbal (Pb) di udara ambient di 10 kot a, dat a
t erjadinya hujan asam di 7 kot a, dat a kebisingan kendaraan
bermot or di 5 kot a, Sist em Pemant auan Kualit as Udara
Ambien Kont inyu Air Qual it y Monit oring Syst em (AQMS)
di 10 kot a dan passive sampl er di 30 kot a dan dat a sumber
pencemar emisi DKI Jakart a dan sumber pencemar Pb di
Tangerang; (3) t ersedianya 41 jaringan st asiun pemant au
kualit as udara; (4) t erselenggaranya Program Langit
Biru (PLB) yang bert ujuan unt uk meningkat kan kualit as
udara perkot aan melalui pengendalian pencemaran emisi
sumber bergerak khususnya unt uk sekt or t ransport asi.
Dat a pada t ahun 2007 menunjukkan hasil yang sangat baik,
yang dit unjukkan oleh kandungan Pb dalam bensin di kot a
met ropolit an dan besar yang sudah t idak t erdet eksi lagi.
Unt uk kot a-kot a lainnya masih t erdet eksi namun masih di
buwuh sLundur yulLu grllLer dun Lerluksununyu
Program Perlindungan Lapisan Ozon berupa penghapusan
pemakaian bahan perusak lapisan ozon (BPO) unt uk
aerosol, MAC dan f oam sebesar 321 met ric t on (MT) dan
pendist ribusian peralat an unt uk semua sekt or.
Sement ara it u, dalam rangka pengendalian pencemaran
air, t elah dilakukan pengadaan dat a series kualit as air
sungai priorit as di 30 provinsi, dat a kualit as air 6 danau,
dat a kadar POS air dan sedimen di 12 lokasi dan dat a
kualit as air akibat kegiat an PETI di 4 sungai.
Sedangkan Kerangka Kebijakan Lingkungan Indonesia
dalam pembangunan SDA dan LH pada RPJMN 2010-
2014, mempunyai sasaran pokok yang ingin dicapai secara
umum adalah meningkat nya kont ribusi pembangunan
SDA dan LH t erhadap pert umbuhan ekonomi nasional
dan kont ribusi t erhadap penyerapan t enaga kerja PPK di
perdesaan, sert a meningkat kan sumbangan ekspor dari
sekt or PPK. Selain it u, sasaran pembangunan SDA dan LH
lainnya adalah menjaga kondisi SDA dan LH sepert i saat
ini at au meningkat kualit asnya.
Selanjut nya, priorit as ke sembilan dalam RPJM 2009-
2014 adalah dalam bidang Lingkungan Hidup dan
Pengelolaan Bencana yang meliput i:
Konservasi dan pemanf aat an lingkungan hidup men-
dukung pert umbuhan ekonomi dan kesejaht eraan yang
keberlanjut an, disert ai penguasaan dan pengelolaan risiko
bencana unt uk mengant isipasi perubahan iklim.
Oleh karena it u, subst ansi int i program aksi bidang
lingkungan hidup dan pengelolaan bencana adalah
sebagai berikut :
7
PENDAHULUAN
1. Perubahan iklim: Peningkat an keberdayaan penge-
lolaan lahan gambut , peningkat an hasil rehabilit asi
seluas 500.000 ha per t ahun dan penekanan laju de-
f orest asi secara sungguh-sungguh di ant aranya me-
lalui kerjasama lint as kement erian t erkait sert a opt i-
mullsusl dun eslensl sumber endunuun seerLl dunu
Iuran Hak Pemanf aat an Hut an (IHPH), Provinsi Sumber
Daya Hut an (PSDH) dan Dana Reboisasi;
2. Pengendalian Kerusakan Lingkungan: Penurunan
beban pencemaran lingkungan melalui pengawasan
ket aat an pengendalian pencemaran air limbah dan
emisi di 680 kegiat an indust ri dan jasa pada 2010 dan
t erus berlanjut ; Penurunan jumlah hot spot kebakaran
hut an sebesar 20% per t ahun dan penurunan t ingkat
polusi keseluruhan sebesar 50% pada 2014; Penghent ian
kerusakan lingkungan di 11 Daerah Aliran Sungai yang
rawan bencana mulai 2010 dan set erusnya;
3. Sist em Peringat an Dini: Penjaminan berjalannya
f ungsi Sist em Peringat an Dini Tsunami (TEWS) dan
Sist em Peringat an Dini Cuaca (MEWS) mulai 2010 dan
set erusnya sert a Sist em Peringat an Dini Iklim (CEWS)
pada 2013;
4. Penanggulangan bencana: Peningkat an kemampuan
penanggulangan bencana melalui: 1) penguat an
kapasit as aparat ur pemerint ah dan masyarakat
dalam usaha mit igasi risiko sert a penanganan
bencana dan bahaya kebakaran hut an di 33 provinsi
dan 2) pembent ukan t im gerak cepat (unit khusus
penanganan bencana) dengan dukungan peralat an
dan alat t ransport asi yang memadai dengan basis di
dua lokasi st rat egis (Jakart a dan Malang) yang dapat
menjangkau seluruh wilayah Indonesia.
Gambar 1.5. Alur Pembangunan Bidang Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup
Di Dukung :

1. Fiskal dan
Moneter


2. Pembangunan
Infrastruktur
3. Pengembangan
IPTEK
Pengembangan
Sumber Daya
Manusia
Peningkatan
Ketahanan
Pangan dan
Revitalisasi
Pertanian,

Perikanan dan
Kehutanan
Peningkatan produksi dan produkvitas untuk menjamin ketersediaan
pangan dan bahan baku industry dari dalam negeri
Peningkatan esiensi distribusi dan stabilisasi harga pangan
Peningkatan pemenuhan kebutuhan konsumsi pangan
Peningkatan nilai tambah, daya saing dan pemasaran produk pertanian,
Peningkatan kapasitas masyarakat, pertanian, perikanan dan kehutanan

Peningkatan
Ketahanan dan
Kemandirian
Energi
Peningkatan produksi dan cadangan migas (intensicaon)
Peningkatan produkvitas dan pemerataan pemanfaatan energi

Peningkatan
Pengelolaan
Sumber Daya
Mineral dan
Pertambangan
Peningkatan produksi dan nilai tambah produk pertambangan mineral
batu-bara
Pengurangan dampak negave akibat kegiatan pertambangan dan
bencana geologi
Perbaikan
Kualitas
Lingkungan
Hidup
Pengendalian pencemaran dan perusakan lingkungan hidup

Peningkatan kapasitas pengelolaan SDH dan LH
Peningkatan
Konservasi
dan
rehabilitasi
Sumber Daya
Hutan

Pemantapan kawasan hutan

Konservasi keanekaragaman haya dan perlindungan hutan

Peningkatan fungsi daya dukung Daerah Aliran Sungai


Pengembangan penelian dan IPTEK sector kehutanan

Peningkatan
Pengelolaan
Sumber Daya
Kelautan

Peningkatan Kualitas
Informasi Iklim dan
Bencana Alam serta
Kapasitas Adaptasi
Peningkatan rehabilitasi, konservasi, pengawasan dan pengendalian
pemanfaatan sumber daya kelautan dan perikanan
Pendayagunaan laut, pesisir, pulau-pulau kecil dan, pulau-pulau terdepan
Inovasi riset dan teknologi terapan kelautan
Peningkatan kualitas informasi iklim dan bencana alam lainnya
Peningkatan Adaptasi dan Migasi terhadap perubahan iklim
Peningkatan kapasitas kelembagaan penanganan perubahan iklim
Pemanfaatan
SDA untuk
Pembangunan
Ekonomi
Peningkatan
Kualitas dan
Kelestarian
Lingkungan Hidup
Peningkatan
Kesra
dan
Peningkatan
Kualitas
Lingkungan
Hidup
Fokus Prioritas Bidang Dampak
perikanan, dan kehutanan
8
PENDAHULUAN
1.4. Ekonomi
Dalam kont eks pembangunan ekonomi, Indonesia
t ermasuk negara dengan pert umbuhan ekonomi yang
relat if st abil selama lima t ahun t erakhir. Meski dit engah
goncungun berbugul krlsls ekonoml dun nunslul dl urenu
regional dan global, pert umbuhan ekonomi Indonesia
masih posit if dan t umbuh di at as lima persen per t ahun.
Selama sat u dekade t erakhir (periode 2000-2011),
rat a-rat a pert umbuhan ekonomi Indonesia diukur dari
pert umbuhan PDB (Produk Domest ik Brut o) mencapai
5,27% dengan pert umbuhan t ert inggi pada Desember
2004 yakni sebesar 7,16% dan t erendah pada Desember
2001 yakni sebesar 1,56%. Sampai periode kuart al kedua
t ahun 2011, ekonomi Indonesia t umbuh 6,5% per t ahun
relat if t erhadap kuart al yang sama pada t ahun sebelumnya.
Dibanding kuart al sebelumnya, pert umbuhan PDB ini
mengalami peningkat an sebesar 2,9% (BPS, 2011).
Sampai t ahun 2014, perekonomian Indonesia diprediksi
masih t umbuh ant ara 6,3% sampai 6,8% per t ahun.
Dilihat dari kont ribusi ant ar sekt or ekonomi, pert umbuhan
ekonomi Indonesia masih didominasi oleh sekt or indust ri
pengolahan dengan kont ribusi di at as 25% t erhadap t ot al
PDB, disusul kemudian oleh sekt or berbasis pert anaian
(t ermasuk pet ernakan, kehut anan, dan perikanan) dan
sekt or perdagangan, hot el dan rest oran. Komposisi ini
humlr Llduk bunyuk menguluml erubuhun yung slgnl-
kan selama lima t ahun t erakhir. Hal ini mengindikasikan
bahwa pert umbuhan ekonomi Indonesia masih banyak
dit unjang oleh aset alam yang baik berupa olahan maupun
bahan baku sepert i kayu dan ikan.
Salah sat u cat at an pent ing dari perekonomian adalah
bahwa meski aset alam merupakan 25% dari t ot al sumber
kemak muran Indonesia, aset ini t elah banyak mengalami
degradasi lingkungan sehingga diperlukan invest asi yang
cukup massif unt uk mengkompensasi degradasi t ersebut .
Hal ini t ent u saja akan mereduksi PDB Indonesia secara
umum. St udi dari Bank Dunia yang dirilis oleh Leit mann
et al (2009) menunjukkan bahwa degradasi lingkungan ini
menggerus 5% t erhadap PDB Indonesia. Tabel 1.2 di bawah
ini menunjukkan dist ribusi ongkos degradasi lingkungan
t erhadap PDB yang dirilis oleh Leit mann et al (2009).
Grak Pertumbuhan GOP Indonesia Tahun sd
Sumber: Badan Pusat St at ist ik, 2011
9
PENDAHULUAN
Tabel 1.2. Dist ribusi Ongkos Degradasi Lingkungan
t erhadap PDB
Jenis degradasi
Ongkos ekonomi
(US$ billion, 2007)
% GDP
(2007)
Perubahan iklim Meningkat
sepanjang wakt u
2,5
-
7,0
Air bersih dan sanit asi 7,7 2
Pencemaran udara ambient 3,9 0,9
Pencemaran udara dalam
ruang
1,6 0,4
Degradasi lahan 0,56 0,13
Sumber: Leit mann et al (2009)
Dari Tabel 1.2. di at as nampak bahwa pencapaian
pert umbuhan ekonomi semat a yang diukur dari PDB
t idak menunjukkan biaya lingkungan yang harus
dibayar. Banyak pihak kini mengakui bahwa indikat or
pert umbuhan dengan menggunakan PDB semat a t idak
dapat sepenuhnya mengukur progress pembangunan
suat u bangsa. Salah sat u kelemahan dari PDB ini adalah
gagalnya memasukan degradasi sumber daya alam
dan lingkungan dalam perhit ungan neraca nasional.
Selain it u kecenderungan mengejar PDB semat a akan
mengakibat kan makin t erdegradasinya lingkungan
yang just ru akan memberikan umpan balik yang negat if
t erhadap pembangunan ekonomi it u sendiri.
Menyadari akan t ekanan pembangunan yang dihadapi
Indonesia dan juga berbagai negara lain di dunia, saat ini
t erjadi perubahan paradigma yang cukup masih di t at anan
global unt uk mengoreksi pert umbuhan ekonomi t ersebut
dengan mewacanakan ekonomi hijau. Agenda ekonomi
hijau juga akan menjadi t ema pent ing dalam pert emuan
Rio+20 yang akan diselenggarakan t ahun 2012. Saat ini
perubahan paradigma ekonomi hijau juga t elah direspon
oleh Indonesia melalui berbagai inisiat if dan at uran
erundungundungunnyu UU Luhun memberlkun
ruang yang cukup banyak unt uk mengembangkan ekonomi
hijau melalui inst rumen-inst rumen ekonomi lingkungan.
Selain it u beberapa inisiat if lingkungan berbasis pasar
sepert i pembayaran jasa lingkungan, produksi bersih
dan sejenisnya merupakan beberapa langkah yang t elah,
sedang dan akan t erus diupayakan oleh Indonesia sebagai
komit men unt uk menuju ekonomi hijau. Secara nasional
Indonesia juga berkomit men mengejar pert umbuhan
ekonoml hl|uu lnl dengun formulu yuknl menge|ur
pert umbuhan ekonomi sebesar 7% dengan mengurangi
emisi gas rumah kaca sebesar 26%. Komit men ini t ent u
saja membut uhkan dukungan kebijakan lingkungan
yang konsist en dan kont inyu sehingga t arget ekonomi
hijau t ersebut dapat dicapai t anpa harus mengorbankan
lingkungan.
Dok: Polagrade
10
Dok: Polagrade
2
Air
11
AIR
Air merupakan salah sat u unsur yang sangat pent ing
unLuk hldu dun kehlduun bulk bugl munuslu oru
f auna dan makhluk hidup lainnya. Manusia memerlukan
air t idak hanya sebagai zat makanan unt uk mendukung
met abolisme t ubuh, melainkan juga unt uk kepent ingan
lainnya. Penyediaan air unt uk kehidupan di bumi diat ur at au
mengikut i suat u siklus hidrologi, yait u suat u siklus yang
menggambarkan sirkulasi air secara t erus-menerus melalui
proses alami. Melalui siklus ini, suplai air yang t ersedia bagi
manusia dan organisme lainnya dapat diperoleh dari dua
sumber, yait u air permukaan dan air t anah.
Lingkungan sungai besert a daerah aliran sungainya sejak
dahulu mengalami t ekanan karena merupakan pusat
berkembungnyu erudubun dun ukLlLus soslul ekonoml
masyarakat . Sejalan dengan peningkat an jumlah penduduk,
kebut uhan ket ersediaan air unt uk berbagai kepent ingan
Lerus menguluml enlngkuLun yung sunguL slgnlkun
Tekanan penduduk dengan kegiat annya yang semakin
meningkat , t elah melampaui daya dukung lingkungan,
sehlnggu menguklbuLkun kerusukun udu usek bloslk
maupun kualit as air. Gejala kerusakan lingkungan sudah
nampak pada sebagian besar sungai, t ermasuk sungai-
sungai besar (11 sungai priorit as) di Indonesia saat ini.
Pada saat ini t erdapat indikasi kondisi sumber at au air di
berbugul wlluyuh dl lndoneslu Leluh menguluml erubuhun
penurunan baik jumlah, debit , maupun kualit asnya. Hal ini
disebabkan oleh berbagai f akt or, ant ara lain adalah akibat
penggundulan hut an dan berubahnya f ungsi daerah
resapan.
Di Indonesia t erdapat 5.590 sungai ut ama dan sekit ar 65.017
anak sungai, sert a 500 danau. Peran sungai dan danau
selain berperan secara hidrologis, juga berperan dalam
memelihara pot ensi keanekaragaman hayat i, nilai ekonomi,
budidaya, t ransport asi, pariwisat a dan lain-lain. Semua
fungslfungsl LersebuL ukun duuL dlenuhl dengun bulk |lku
kondisi kuant it as dan kualit as air memenuhi persyarat an
kebut uhan. Saat ini kondisi kuant it as (debit ) sebagian
sungul dun dunuu sunguL ukLuuLlf unLuru muslm kemuruu
dan hujan, banjir pada musim kemarau dan kekeringan
pada musim kemarau. Selain it u kualit as air pada sebagian
besar sungai dan danau juga sudah mengalami pencemaran
akibat t ekanan beban pencemaran dari berbagai sumber.
Penyebab penurunan kuant it as dan kualit as air ant ara
lain erosi di lahan krit is, limbah domest ik, indust ri dan
perdagangan. Penurunan kualit as dan kuant it as t erjadi
selain karena peningkat an penduduk dan akt ivit as ekonomi,
juga karena rendahnya kesadaran masyarakat sert a kurang
ef ekt if nya upaya yang selama ini sudah berjalan.
2.1. Tekanan Terhadap Sumber daya Air
2.1.1. Fungsi Lahan
Gejala kerusakan lingkungan ant ara lain akibat penyusut an
hut an. Hut an merupakan penopang kebut uhan air yang
pent ing dalam siklus hidrologi suat u daerah aliran sungai.
Penurunan luas hut an berakibat menurunnya pot ensi
sumber daya air. Berdasar int erpret asi cit ra landsat 2005
(MIH, 2006), secara t ot al persent asi luas kawasan hut an per
pulau pada t ahun 2005 adalah Jawa (19%), Sumat era (54%),
Kalimant an (43%), Sulawesi (43%), dan Papua (71%).
Di Indonesia penyusut an luas hut an t ersebut hampir
t erjadi merat a di seluruh daerah aliran sungai (DAS). Di
DAS Bat anghari sebagai cont oh, dalam kurun wakt u 5
t ahun dari t ahun 1997-2002 t erjadi penyusut an lahan
berhut an lahan kering kurang lebih 862.269 Ha (37.45%)
at au rat a-rat a per t ahun t erjadi penyusut an hut an seluas
172.454 Ha at au 7,49 persen t erhadap luas hut an t ahun
1977. Sedangkan hut an rawa t erjadi penyusut an 101.756
Ha at au 40,51 persen t erhadap luas hut an 1997 selama
lima t ahun at au 20,223 Ha per t ahun.
Dok: Alain Compost
Dok: Alain Compost
12
AIR
Di samping it u, perubahan pemanf aat an lahan juga
sebagai penyebab kerusakan lingkungan. Secara umum
semua daerah aliran sungai mempunyai kecenderungan
t erjadinya perubahan pemanf aat an lahan berupa:
a. Perubahan pemanf aat an lahan hut an menjadi lahan
non hut an (pert anian, dan non pert anian);
b. Perubahan pemanf aat an lahan ladang menjadi
pemanf aat an lahan non pert anian;
c. Perubahan pemanf aat an sawah menjadi pemanf aat an
lahan pert anian (ladang, perkebunan) dan non
erLunlun erumuhunermuklmun
Penyebab kerusakan lingkungan lain adalah kerusakan
kawasan lindung. Kawasan lindung, sepert i hut an lindung,
kawasan resapan air, sempadan sungai, kawasan sekit ar
waduk dan sekit ar mat a air saat ini sudah menurun
karena sebagian besar mengalami kerusakan. Kerusakan
ini disebabkan berkurangnya luasan t ut upan hut an
dan at au kualit as t egakan, at au t anahnya rusak, yang
semuanya berperan mengurangi f ungsi penyedia air.
Indikasi penurunan f ungsi penyedia air ant ara lain berupa
penurunan debit air sungai yang t ajam at au t ingginya
ukLuusl deblL muslm enghu|un dengun kemuruu
2.1.2. Konsumsi dan Ket ersediaan Air
Konsumsi air minum unt uk rumah t angga di Indonesia
pada t ahun 2007 sebagian besar at au sekit ar 58 persen
dipenuhi dari air t anah. Sisanya dipenuhi dari ledeng
(Perusahaan Air Minum) sekit ar 16 persen, air sungai 3
persen, air hujan 2,6 persen, air kemasan 7,2 persen, mat a
air 12,6 persen, dan lainnya 0,4 persen.
Grak Oistribusi kebutuhan Air Bersih untuk
Penduduk Menurut Wilayah Kepulauan, 2009
Sumber: Diolah dari St at ist ik Indonesia 2009, BPS
Grak Persentase Rumah Tangga dan 5umber Air
Minum, 2004 dan 2007
Sumber: Diolah dari St at ist ik Indonesia 2008, BPS
Tabel 2.1. Persent ase Rumah Tangga dan Sumber Air Minum, 2007
No. Wilayah Ledeng
Air
Tanah
Air
Kemasan
Mat a Air
Air
Sungai
Air
Huj an
Lainnya
1 Sumat era 14,58 61,27 5,92 7,48 4,42 5,75 0,57
2 Jawa 14,96 62,15 8,20 13,19 0,77 0,39 0,34
3 Bali dan Nusa Tenggara 20,57 40,11 8,28 25,61 3,11 1,66 0,56
4 Kalimant an 26,50 27,60 4,14 3,80 21,10 16,46 0,40
5 Sulawesi 20,01 54,73 4,17 16,83 3,15 0,88 0,23
6 Maluku dan Papua 17,59 36,92 4,00 23,23 9,24 8,34 0,69
Indonesia 16,19 57,97 7,18 12,64 3,04 2,58 0,40
Sumber: Diolah dari St at ist ik Indonesia 2008, BPS
13
AIR
Berdasarkan wilayah kepulauan, Pulau Jawa mempunyai
persent ase t erbesar rumah t angga yang menggunakan air
t anah sebagai sumber air minum yait u sekit ar 62 persen.
Sement ara persent ase t erbesar rumah t angga yang
mengandalkan air sungai dan air hujan sebagai sumber air
minum berada di Kalimant an.
Dibandingkan dengan kondisi pada t ahun 2004,
penggunaan ledeng dan air t anah sebagai sumber air
minum unt uk rumah t angga cenderung menurun, masing-
masing sekit ar 1,7 persen dan 3,5 persen. Penurunan
t ersebut diiringi dengan kenaikan penggunaan air
kemasan sebesar 4,7 persen. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa sekit ar 4 persen rumah t angga beralih
dari menggunakan air ledeng dan air t anah menjadi
menggunakan air kemasan pada t ahun 2007.
Direkt orat Jenderal Cipt a Karya, Depart emen Pekerjaan
Umum, memperkirakan rat a-rat a kebut uhan air bersih
unt uk rumah t angga di Indonesia adalah 110 Lit er per
kapit a per hari. Dengan perkiraan jumlah penduduk
sekit ar 230 jut a jiwa pada t ahun 2009, maka pada t ahun
t ersebut kebut uhan air minum unt uk penduduk Indonesia
minimal mencapai 9,3 milyar m
3
. Berdasarkan dist ribusi
penduduk menurut pulau-pulau besar maka kebut uhan air
minum t erbesar adalah Pulau Jawa yait u sekit ar 58 persen
dari t ot al kebut uhan air bersih t ahun 2009.
Selain unt uk kebut uhan rumah t angga, lahan pert anian juga
memerlukan air dalam jumlah yang sangat besar. Dalam
skala global dari sekit ar 3.600 km
3
air yang dikonsumsi
manusia per t ahun, sekit ar 69 persen di ant aranya
dipergunakan unt uk sekt or pert anian. Bahkan di Asia
konsumsi air unt uk sekt or pert anian mencapai rat a-rat a
sekit ar 83 persen dari t ot al air yang dikonsumsi manusia.
Berdasarkan dat a hasil panen t anaman pangan di
Indonesia, pada t ahun 2009 konsumsi air unt uk t anaman
pangan meningkat sebesar 25 jut a m
3
dibandingkan
dengan konsumsi pada t ahun 2005. Kenaikan t erbesar
berasal dari t anaman padi yait u sebesar 14 jut a m
3
seiring
dengan pencapaian t arget swasembada beras pada t ahun
2007 - 2008.
Pada t ahun 2009, kebut uhan air t erbesar unt uk t anaman
pangan t ersebut berada di Pulau Jawa, yait u sebesar 78,5
jut a m
3
at au 47 persen dari t ot al kebut uhan air unt uk
t anaman pangan di Indonesia.
Tabel 2.2. Perkiraan Kebut uhan Air Bersih unt uk Penduduk menurut Wilayah Kepulauan, 2005 2009 (milyar m
3
)
Wilayah 2005 2006 2007 2008 2009
Sumat era 1,86 1,89 1,92 1,95 1,98
Jawa 5,13 5,18 5,24 5,29 5,34
Bali & NT 0,48 0,48 0,49 0,50 0,50
Kalimant an 0,51 0,52 0,53 0,54 0,55
Sulawesi 0,64 0,65 0,66 0,67 0,68
Maluku & Papua 0,19 0,19 0,20 0,20 0,20
Indonesia 8,80 8,92 9,03 9,15 9,26
Sumber: Diolah dari St at ist ik Indonesia 2008, BPS
Dok: Polagrade
14
AIR
Grak Perkiraan kebutuhan Air untuk Tanaman
Pangan, 2005 - 2009
Sumber: Diolah dari St at ist ik Pert anian 2009, Depart emen Pert anian
Tabel 2.3. Perkiraan Kebut uhan Air unt uk Tanaman Pangan (Jut a m
3
) Menurut Wilayah, 2004 2009
Wilayah 2005 2006 2007 2008 2009
Sumat era 29,37 28,96 31,98 35,39 37,73
Jawa 68,62 67,47 68,45 73,42 78,48
Bali dan Nusa Tenggara 6,63 7,18 6,82 7,78 8,21
Kalimat an 6,30 6,60 7,50 7,64 7,74
Sulawesi 11,33 11,65 13,41 15,15 15,58
Maluku dan Papua 0,99 1,04 1,06 1,15 1,15
Indonesia 123,24 122,90 129,22 140,54 148,89
Sumber: Diolah dari St at ist ik Indonesia 2009, BPS
2.1.3. Perubahan Kualit as Air
Selain t erjadinya kerusakan lingkungan sungai, sebagian
besar sungai di Indonesia mengalami penurunan kualit as
air akibat pencemaran. Pencemaran yang t erjadi pada
sungai-sungai pada umumnya bersumber dari berbagai
kegiat an manusia baik di hulu maupun di hilir sungai.
Set iap sumber pencemar menghasilkan limbah sert a
meningkat kan kadar paramet er pencemar air sungai yang
berbeda. Bahan-bahan pencemar yang dihasilkan dari
set iap sumber disajikan pada t abel di bawah ini.
Tabel 2.4. Sumber Pencemar dan Paramet er Pencemar
No Sumber Pencemar Paramet er
1 Pemukiman BOD, COD, TSS, bakt eri Coli
2 Indust ri BOD, COD, TSS, Fenol, pH, Cd, Pb dll
3 Pert anian TSS, Fosf at , Nit rat
4 Pet ernakan BOD, TSS, bakt eri Coli
5 Perdagangan BOD, COD, TSS
6 Transport asi Minyak, Pb, Cd
7 Pert ambangan TSS, pH, Hg dll

Lok KLHSlswunLo
15
AIR
Di Indonesia pada t ahun 2007 t ercat at ada sekit ar 13 ribu
indust ri besar dan menengah yang berpot ensi mencemari
air permukaan dan air t anah. Jumlah ini meningkat sekit ar
29 persen dibandingkan dengan keadaan pada t ahun
2004. Sedangkan unt uk indust ri kecil ada sekit ar 94 ribu
indust ri yang berpot ensi mencemari air permukaan dan
air t anah pada t ahun 2007. Jumlah ini menurun sekit ar 13
persen dibandingkan dengan keadaan pada t ahun 2005.
Tabel 2.7. Penggunaan Pupuk Anorganik dan Pest isida di Kolam Menurut Wilayah, 2005 - 2007
Wilayah
Pupuk Anorganik Pest isida
2005 2006 2007 2005 2006 2007
Sumat era 470.389 8.145.073 292.833 54.256 6.502 5.424
Jawa 242.916 460.609 1.632.454 56.993 668.240 655.294
Bali dan Nusa Tenggara 313.317 111.635 59.100 5.880 151 183
Kalimant an 20.577 6.255 8.528 11 90 338
Sulawesi 1.021.582 468.000 3.096 33.790 2.392 32
Maluku dan Papua 0 0 1.880 21 36 0
Indonesia 2.068.781 9.191.572 1.997.891 150.951 677.411 661.271
Sumber: St at ist ik Lingkungan Hidup 2009, BPS
Tabel 2.5. Jumlah Indust ri Besar dan Menengah yang berpot ensi Mencemari Air Permukaan, 2004 - 2008
No. Jenis Indust ri 2004 2005 2006 2007 2008 * )
1 Makanan dan Minuman 4.638 4.722 5.478 6.341 6.316
2 Tekst il 1.889 1.934 2.568 2.820 2.701
3 Kulit 493 491 540 764 737
4 Kert as 391 413 467 553 457
5 Pert ambangan 48 52 56 96 55
6 Kimia 1.017 1.011 845 1.151 1.253
7 Karet 1.482 1.477 1.795 1.774 1.881
Sumber: St at ist ik Indonesia 2009, BPS
* ) Angka perkiraan
Tabel 2.6. Jumlah Indust ri Kecil yang berpot ensi Mencemari Air, 2005 - 2007
No. Jenis Indust ri 2005 2006 2007 * ) 2008 * )
1 Makanan dan Minuman 60.174 78.621 69.352 66.178
2 Tekst il dan Kulit 22.394 21.132 14.802 13.747
3 Kimia 1.337 2.129 2.287 2.319
Sumber: St at ist ik Indonesia 2009, BPS
* ) Angka perkiraan
Selain dari indust ri, penggunaan pupuk dan insekt isida
di sekt or pert anian dan perkebunan juga berpot ensi
mencemari air t erut ama air permukaan. Pada t ahun 2007
penggunaan pupuk anorganik di kolam menurun secara
drast is dibandingkan dengan konsumsi pada t ahun 2006.
Demikian pula halnya dengan penggunaan pest isida
meskipun penurunannya sangat kecil.
16
AIR
Tabel 2.8. Persent ase Rumah Tangga dengan Fasilit as Tempat Buang Air Besar menurut Wilayah Kepulauan, 2004 dan 2007
Wilayah
Sendiri Bersama Umum Tidak Ada
2004 2007 2004 2007 2004 2007 2004 2007
Sumat era 70 65 8 9 5 4 17 22
Jawa 61 60 13 14 6 5 21 21
Bali dan Nusa Tenggara 53 50 11 15 2 1 34 33
Kalimant an 64 61 9 10 6 6 21 22
Sulawesi 56 54 9 12 3 3 32 31
Maluku dan Papua 48 44 9 11 8 8 36 36
Indonesia 62 60 11 13 5 4 22 23
Sumber: Diolah dari St at ist ik Indonesia 2004 dan 2008, BPS
Sumber pencemaran lainnya adalah limbah dari rumah
t angga. Di Indonesia pada t ahun 2007 t erdapat sekit ar
23 persen rumah t angga yang t idak mempunyai f asilit as
t empat buang air besar.
Grak Persentase Rumah Tangga dan Fasi|itas
Tempat Buang Air Besar, 2004 dan 2007

Sumber: Diolah dari St at ist ik Indonesia 2004 dan 2008, BPS
Dibandingkan dengan t ahun 2004, persent ase rumah
t angga t anpa f asilit as t empat buang air besar ini
meningkat sat u persen pada t ahun 2007. Peningkat an ini
t erut ama karena persent ase rumah t angga t anpa f asilit as
t empat buang air besar meningkat sebesar lima persen di
wilayah Sumat era.
Dilihat dari f asilit as penampungan akhir t inja, pada t ahun
2008 t ercat at sekit ar 47 persen rumah t angga t idak
mempunyai t angki sept ik at au menurun sekit ar 12 persen
dibandingkan dengan keadaan pada t ahun 2006.
Tabel 2.9. Persent ase Rumah Tangga Tanpa Tangki
Sept ik menurut Kepulauan, 2006 - 2008
Wilayah 2006 2007 2008
Sumat era 63,08 55,44 50,69
Jawa 55,55 47,73 43,43
Bali & Nusa Tenggara 68,67 55,02 51,53
Kalimant an 69,96 62,22 57,97
Sulawesi 61,96 50,96 46,88
Maluku & Papua 71,59 60,33 58,32
Indonesia 59,25 50,89 46,62
Sumber: Diolah dari St at ist ik Indonesia 2009 dan St at ist ik Lingkungan
Hidup 2009, BPS
Dok: Polagrade
17
AIR
2.1.4. Perubahan Iklim
Perubahan iklim merupakan permasalahan lingkungan
yang berdampak luas bagi kehidupan. Iklim yang berubah
bukan merupakan hal baru. Di masa lalu, perubahan iklim
juga t erjadi namun lebih diakibat kan karena f enomena
ulum seerLl ukLuusl rudlusl muLuhurl dun leLusun gunung
berapi secara berkala. Perubahan iklim yang dihadapi saat
ini merupakan hasil dari meningkat nya kegiat an manusia,
t erut ama penggunaan bahan bakar f osil dan pola global
pemanf aat an lahan.


Gambar 2.1
Penyebab Perubahan Iklim
Berbagai kegiat an pembangunan menyebabkan
konsent rasi gas rumah kaca (GRK) di at mosf er semakin
bert ambah, akibat nya, radiasi gelombang panjang
sinar mat ahari t erperangkap dan suhu bumi menjadi
naik. Pada gambar di at as dapat dilihat kegiat an yang
menghasilkan GRK dan jenis-jenis gas yang menyebabkan
ef ek rumah kaca di at mosf er bumi bagian bawah, yait u
karbondioksida (CO
2
), nit rogen oksida (N
2
O), met an (CH
4
),
hydrouorocurbons HlCs eruorocurbons PlCs dun
sulhur hexuuorldu Sl
6
). Para ahli melaporkan bahwa
konsent rasi CO
2
t elah meningkat dari 280 ppm (part per
million) di t ahun 1800, saat ini menjadi sekit ar 380 ppm.
Demikian juga halnya dengan met an dan GRK jenis lain
juga semakin bert ambah konsent rasinya.
Pemanasan global mengakibat kan perubahan iklim dan
kenaikan f rekuensi maupun int ensit as kejadian cuaca
eksLrlm Perubuhun slgnlkun udu slsLem slk dun
biologis yang t erjadi akibat peningkat an suhu bumi ant ara
lain adalah berubahnya pola hujan, salinit as air laut dan
pola angina di samping int ensit as badai t ropis, masa
reproduksi hewan dan t anaman, dist ribusi spesies dan
ukuran populasi sert a f rekuensi serangan hama dan wabah
enyuklL Sedungkun sekLor yung LerldenLlkusl renLun
t erhadap perubahan iklim adalah:
a. Sumber daya air
b. Ekosist em darat an
c. Pert anian dan ket ahanan pangan
d. Ekosist em kawasan pesisir dan laut
e. Kesehat an manusia
Kot ak 2.1
Kondisi DAS Sungai Cit arum Saat Ini
PENCEMARAN
Sampai dengan t ahun 2007, kualit as air sungai di Jawa Barat
masih memperlihat kan kondisi yang memprihat inkan.
Hasil penelit ian yang dilakukan t erhadap 7 sungai
ut ama yait u Cimanuk, Cit arum, Cisadane, Kali Bekasi,
Ciliwung, Cit anduy dan Cilamaya, kesemuanya
menunj ukkan st at us mut u D at au kondisi sangat buruk.
Pada DAS Cit arum t idak sat u lokasi pun yang kualit as
airnya memenuhi krit eria mut u air kelas II. Tingginya
kandungan koli t inja, oksigen t erlarut , BOD, COD dan zat
t ersuspensi pada semua lokasi. Khusus unt uk paramet er
oksigen t erlarut yang merupakan indikat or kesegaran air,
di beberapa lokasi, kadarnya sangat rendah bahkan ada
yang mencapai nol, yait u di Sapan, Cijeruk, Dayeuh Kolot
dan Burujul.
Pencemaran air sungai disebabkan oleh banyaknya air
limbah yang masuk ke dalam sungai yang berasal dari
berbagai sumber pencemaran yait u dari limbah indust ri,
domest ik, rumah sakit , pet ernakan, pert anian dan
sebagainya. (Annual St at ement Environment Regional
(ASER) 2008, BPLHD Jawa Barat )
Lok 1emoPrlmu Mullu
18
AIR
Kondisi Sungai Cit arum sudah masuk ke t ingkat pencemar-
an berat . Banyak paramet er kunci yang sudah melebihi
baku mut u, baik dari limbah organik hingga kandungan
logam berat . Sekit ar 40 persen limbah Sungai Cit arum,
merupakan limbah organik dan rumah t angga.
Sisanya merupakan limbah kimia at au indust ri dan
limbah pet ernakan sert a pert anian. (Pikiran Rakyat , 30
Desember 2009)
PENURUNAN AIR TANAH
Demikian pula halnya dengan kondisi air t anah.
Pengambilan air t anah yang meningkat dari t ahun ke
t ahun berimplikasi t erhadap penurunan muka air t anah.
Penurunan muka air t anah secara drast is t erut ama
t erj adi di Cekungan Bandung yang mencapai penurunan
sekit ar 2 5 m per t ahun. (ASER 2008, BPLHD Jawa Barat )
Sedangkan penurunan muka t anah di daerah Cit arum yang
cukup padat dengan permukiman dan indust ri, mencapai
10 cm t iap t ahunnya akibat pengambilan air t anah secara
masif. (Pusat Komunikasi Publik Dep PU, 4 Maret 2010)
KERUSAKAN KAWASAN PESISIR
Persoalan lingkungan lainnya yang dihadapi Jawa Barat
adalah belum t ert anganinya kerusakan kawasan pesisir.
Di wilayah pesisir ut ara Jawa Barat , kerusakan kawasan
dit andai oleh kerusakan hut an bakau, abrasi pant ai,
sert a pendangkalan muara sungai yang berdampak pada
akt ivit as lalu lint as perahu. Tingkat abrasi yang t erj adi
di pantai se|atan sekitar hatahun dan di pantai
utara sekitar hatahun dengan indeks pencemar
air laut ant ara 7,391 - 9,843 yang menunj ukkan sudah
t ercemar berat . (ASER 2008, BPLHD Jawa Barat )
KEBUTUHAN DAN KETERSEDIAAN AIR.
Permint aan air sekarang unt uk kebut uhan domest ik,
konsumsi indust ri dan irigasi pert anian diperkirakan 17,5
milyar m
3
per t ahun dan diperkirakan akan t erus naik
sekit ar sat u persen per t ahun. Permint aan air irigasi sekit ar
80 persen dari t ot al permint aan air, meskipun angka ini
diperkirakan berkurang dalam jangka panjang, mengingat
kebut uhan domest ik, perkot aan dan indust ri t umbuh
lebih cepat . Kebut uhan ini dipenuhi dari sumber-sumber
sepert i: air permukaan dari sungai di wilayah Provinsi Jawa
Barat dan air t anah.
Analisis t erhadap 40 DAS di Jawa Barat mengindikasikan
t elah merosot nya f ungsi hidrologis dari DAS t ersebut , yait u
14 DAS dari 22 DAS yang mengalir ke ut ara sudah dalam
kat egori sangat krit is dan sisanya masuk kat egori krit is.
Berdasarkan ket ersediaan air mant apnya, maka ada 5 (lima)
DAS sudah t ermasuk t idak t ersedia, sement ara 14 DAS
t ermasuk memiliki ket ersediaan air mant ap. Dit injau dari
t ingkat erosi lahannya, maka 15 DAS dari 22 DAS t ersebut
t ermasuk dalam kat egori krit is hingga sangat krit is. Dari
t iga Sat uan Wilayah Sungai yang mengalir ke pant ai ut ara,
yang paling pent ing sebagai pemasok air adalah Cit arum,
namun kondisi kemant apan alirannya sudah makin merosot
sepert i halnya hampir semua DAS lainnya.
Muka air t anah (wat er t abl e) di Cekungan Bandung t elah
mengalami penurunan set iap t ahunnya. Bandung adalah
kot a yang sangat rawan menghadapi masalah penyediaan
air di masa yang akan dat ang, demikian pula wilayah
Cirebon memerlukan pemecahan masalah yang berkait an
dengan kekeringan dan int rusi air laut .
Permasalahan ut ama di Jawa Barat dalam pengelolaan
sumber daya air baik air permukaan maupun air t anah
adalah menurunnya kualit as dan ket idakseimbangan
ket ersediaan air. Ket ersediaan air secara garis besar
dit ent ukan oleh int eraksi ant ara iklim, curah hujan dan
kont ur t anah yang melalui aliran air. Ket ersediaan air di
Jawa Barat pada musim penghujan mencapai sekit ar 81,4
milyar m
3
Luhun Sedungkun udu muslm kemuruu Llnggul
sekit ar 8,1 milyar m
3
Luhun Hul lnl menguklbuLkun oLensl
banjir pada saat musim penghujan dan kekurangan air
pada musim kemarau. (ASER 2008, BPLHD Jawa Barat )
Saat ini Aet ra mengolah 8.500 Lit er per det ik air baku unt uk
memasok kebut uhan warga Jakart a at au set ara dengan 22
jut a met er kubik per bulan. Rekannya, PT Palyja mengolah
6 ribu Lit er per det ik air baku. Saat ini pelanggan Aet ra
t ercat at 382 ribu orang. (Tempo, 11 Sept ember 2009)
Dok: Kompas
19
AIR
Pant auan Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Cit arum
(BPDAS) menunjukkan hulu DAS Cit arum memiliki periode
deslL ulr selumu enum bulun yulLu MelOkLober dun
periode surplus pada periode November-April. Meskipun
memiliki periode kondisi debit air Cit arum yang surplus
selama lima bulan, nyat anya bila dirat a-rat akan dalam
suLu Luhun wlluyuh lnl muslh menguluml deslL ulr hlnggu
mmLuhun Creenersmugz lebruurl
BANJIR
Frekuensi banjir di Jawa Barat nampak semakin meningkat .
Wlluyuh yung ullng luus Lerkenu bun|lr uduluh kubuuLen
kot a di daerah dat aran rendah dan pant ai, khususnya
Indramayu dan Karawang yang berada di hilir Sungai
Cit arum dan anak-anak sungainya dan wilayah Cirebon,
yang berada di bagian hilir Sungai Cimanuk-Cisanggarung.
Sement ara sepanjang musim penghujan t erjadi banjir yang
semukln serlus dun meluus LlngkuL lnlLrusl dun reLensl
menurun karena berkait an dengan kerusakan hut an dan
erosi, dan berakibat semakin luas wilayah dan lamanya
kekeringan. Kekeringan dan kekurangan air adalah salah
sat u permasalahan yang dirasakan di sebagian daerah
dat aran t inggi, t api yang paling luas adalah di sepanjang
pant ai ut ara Jawa. (ASER 2008, BPLHD Jawa Barat )
Berdasarkan dat a BPLHD Jabar, penyebab banjir cekungan
Bandung adalah karena t ekanan penduduk, perubahan
f ungsi t ut upan lahan hulu dan hilir, pengelolaan sampah
t idak memadai, erosi di hulu dan sediment asi hilir,
bangunan di sempadan sungai at au badan air, sist em
pengendalian air t idak memadai, drainase t idak memadai,
enguruh geoslk sungul kuuslLus sungul uLuu budun
air t idak memadai, penurunan t anah (pengambil an air
t anah), sert a bangunan benda melint ang di at as sungai.
Kondisi t ersebut , merupakan indikat or alih f ungsi lahan
yang semakin t erpuruk dari t ahun ke t ahun. Tidak bisa
t idak, konservasi di kawasan lahan krit is harus dilakukan.
(Pikiran Rakyat , 30 Desember 2009)
LIMBAH
Polut an t erbesar Sungai Cit arum adalah limbah domest ik/
rumah t angga. Porsi buangan bahan organik it u bisa
mencapai 60 persen. Lainnya 30 persen limbah asal
indust ri, sisanya berasal dari pert anian dan pet ernakan.
Paramet er polut an yang meningkat paling t ajam di Sungai
Cit arum it u di ant aranya bakt eri coli asal t inja manusia.
(Tempo, 11 Sept ember 2009)
Kont ribusi t erbesar dalam pembangunan Jawa Barat
secara makro didominasi oleh sekt or indust ri pengolahan
(60% indust ri pengolahan berlokasi di Jawa Barat ) yang
akhirnya berimplikasi pada t erganggunya sist em hidrologi.
(ASER 2008, BPLHD Jawa Barat )
KONDISI WADUK
Kemarau t ak hanya membuat air waduk melorot dan
membuat put aran t urbin Pembangkit List rik Tenaga Air
(PLTA) Jat iluhur melemah. Karena debit air berkurang
drast is, kualit asnya pun sangat merosot . Tahun 1994, air
di waduk it u masih berwarna biru bening. Sekarang, yang
ada adalah warna kuning keruh. Ini t erut ama t erlihat di
sejumlah lokasi keramba, sepert i di blok Tanggul Usman,
Pasir Laya, dan Pasir Jangkung.
Keruhnya waduk t erjadi sejak bermunculannya keramba
jaring-jaring t erapung milik para pet ambak. Pada waduk
seluas 83 kilomet er persegi it u t ersebar 3.083 unit keramba
milik 209 pet ambak. Dari ribuan keramba it u set iap t ahun
dikeruk 16.869 t on ikan. Dan set iap hari, pemilik t ambak
menebar sekit ar 10 t on pakan ikan. Dengan t ebaran
sebanyak it u, bagaimana mungkin air waduk bisa bening?
Tak hanya membuat air jadi keruh, bert on-t on pakan ikan
juga menyebabkan air waduk berbau amis. Padahal, danau
buat an ini adalah sumber pengairan bagi sekit ar 240 ribu
hekLure ureul ersuwuhun dl wlluyuh 1ukurLu KubuuLen
Kot a Bekasi, Karawang, Subang, dan sebagian Indramayu.
Sebelum ada keramba, air waduk t ak pernah berbau.
Sungai Cit arum juga menampung sulf ur akibat akt ivit as
Gunung Pat uha dan Tangkubanperahu. Sungai ini sekaligus
pula menjadi t empat pembuangan limbah dari sekit ar 1.500
indust ri di Cekungan Bandung, sepert i Majalaya, Banjaran,
Rancaekek, Dayeuhkolot , Ujung Berung, Cimahi, dan
Padalarang. Dari sini saja, Cit arum harus menampung 280
t on limbah kimia anorganik set iap hari.
Dok: PLN
20
AIR
Dari hasil penelit ian yang dilakukan PT Indonesia Power
bersama Pusat Penelit ian Sumber daya Alam dan
Lingkungan (PPSDAL) Universit as Padjadjaran, Bandung,
pada t ahun 2004, kualit as air Waduk Saguling sudah di
at as ambang bat as normal. Kandungan merkuri (Hg),
mlsulnyu merokeL hlnggu menembus ungku mgm
3
.
Padahal, menurut baku mut u, angka aman adalah 0,002
mgm
3
.
Logam merkuri it u, menurut penelit ian PPSDAL
Universit as Padjadjaran, berasal dari pakan ikan dan
indust ri plast ik. Sedangkan logam berat lainnya berasal
dari pabrik t ekst il unt uk proses pewarnaan kain. Timbunan
logam inilah yang akan menjadi bom wakt u. Sekarang
air Waduk Saguling t idak layak lagi dimanf aat kan unt uk
konsumsi, pert anian, dan perikanan.
Kondisi di Waduk Cirat a sekit ar t iga puluh lima kilomet er
dari Waduk Saguling, pun set ali t iga uang. Badan Pengelola
Waduk Cirat a pernah melakukan penelit ian bersama
Laborat orium Jat iluhur dan Laborat orium Higiene Indust ri
dan Taksikologi Depart emen Teknik Lingkungan, Inst it ut
Teknologi Bandung (ITB). Dari beberapa sampel ikan mas
dan nila yang diambil dari jaring apung pet ambak di waduk
seluas 6.200 hekt are it u, dit emukan empat kandungan
logum beruL KeemuLnyu uduluh Llmbel Pb mg
m
3
seng Zn mgm krom Cr mgm dun ulr
ruksu uLuu merkurl Hg ugm
3
. Dinas Perikanan dan
Pet ernakan Kabupat en Cianjur mengeluarkan dat a bahwa
kemat ian ikan di Waduk Cirat a, yang mencapai 300 t on,
adalah akibat koi herpes virus.
Tent u saja, selain virus, pekat nya limbah ikut membuat
ikan-ikan it u meregang nyawa. Nah, bila ikan saja t ercemar
lalu mat i, memang sulit membayangkan bahwa air waduk
masih aman dikonsumsi. Air Waduk Saguling dan Cirat a
kini t ak lagi layak konsumsi karena baku mut u air normal
unt uk minum sudah t erlewat i. Kondisi yang masih agak
baik adalah air Waduk Jat iluhur, karena dengan posisi di
hilir, Jat iluhur bernasib lebih baik. Air kot or dari hulu secara
alamiah dit ampung lebih dulu oleh Waduk Saguling dan
Cirat a. (Tempo, 27 Sept ember 2004)
Hit ung-hit ungan yang didapat dari 3 PLTA yang ada di
aliran Sungai Cit arum t ernyat a menghasilkan energi set ara
buhun bukur mlnyuk sebunyuk 1uLu LonLuhun Numun
ada sekit ar 4 jut a met er kubik lumpur masuk ke dalam
waduk Saguling. Kemudian, rat a-rat a t ahunan sampah
yang disaring oleh UBP Saguling mencapai 250.000 m
3/
t ahun. Sejumlah sampah t ersebut disaring agar t idak
masuk ke dalam t urbin pembangkit list rik. Tent unya
proses penyaringannya sendiri memakan biaya yang t idak
sedikit .
Hasil penelit ian lain dari BPLHD Jabar menunjukkan
kualit as air Cit arum masih dapat digunakan dengan
kuullLus lv yulLu hunyu unLuk enggunuun lrlgusl Hul
t ersebut berart i air sungai Cit arum t erut ama di sekit ar
waduk Saguling sudah t idak dapat digunakan unt uk
konsumsi air minum lagi. (Greenersmagz, 2 Februari 2010)
KONDISI HUTAN
Berdasarkan dat a dari Perum Perhut ani Unit III Jawa Barat ,
luas reboisasi rut in lebih kecil daripada luas reboisasi
pembangunan. Luas reboisasi rut in 1 028 Ha dan luas
reboisasi pembangunan 40 802 Ha. Sement ara it u, dari
berbagai jenis gangguan keamanan hut an, perusakan
t anaman (pohon) merupakan gangguan t erbesar,
dibanding pencurian pohon, sebesar 150 690 pohon.
Dibandingkan lagi 4 887 pohon kebakaran t erjadi di 586
Ha hut an. Adapun produksi kayu bulat sebesar 237 212 m
dengan produksi t erbesar kayu jat i sebesar 49,42 persen
disusul pinus dan accasia mangium, masing-masing
sebesar 26,27 persen dan 8,11 persen. (BPS Jawa Barat ,
2008)
Sumber:
- 8PLHL 8uku SLuLus Llngkungun 1uhununASLR
- Pikiran Rakyat , 30 Desember 2009
- PusKom Publik Dep Pekerjaan Umum, 4 Maret 2010
- Tempoint erakt if, 11 Sept ember 2009
- Greenersmagz, 2 Februari 2010
- Majalah Tempo 27 Sept ember 2004
- BPS JABAR, Jawa Barat dalam Angka 2008
Dok: PLN PJB
21
AIR
2.2. Kondisi Air
Kondisi air digambarkan dengan kuant it as at au ket ersedia-
annya (volume) dan kualit as. Ket ersediaan air berhubung-
an dengan berapa banyak air yang dapat dimanf aat kan
dibandingkan dengan kebut uhannya, sedangkan kualit as
air berhubungan dengan kelayakan pemanf aat annya unt uk
berbagai kebut uhan. Di samping, it u kualit as air juga dipe-
ngaruhi oleh volume yang berpengaruh langsung pada daya
pulih air (self pot|cat|oo) unt uk menerima beban pencema-
ran dalam jumlah t ert ent u.
2.2.1. Kuant it as Air
Ket ersediaan sumber daya air dit andai ant ara lain dengan
curah hujan. Berdasarkan pengamat an pada 33 st asiun
8udun MeLeorologl KllmuLologl dun Ceoslku 8MKC
pada t ahun 2007 dan 2008 curah hujan maksimum t ahunan
cenderung meningkat dibandingkan dengan keadaan
udu Luhun dun kembull menurun udu Luhun
2009.
Grak Curah Hu|an Maksimum dan Minimum
Tahunan dari 33 St asiun BMKG, 2005 2009
Sumber 8MKC
Sesuai dengan daur hidrologis, maka air hujan t ersebut
sebagian akan mengisi danau dan sit u baik secara langsung
at au t idak langsung sepert i melalui mat a air dan aliran
sungai. Indonesia diperkirakan memiliki lebih dari 500
danau yang t ersebar dari dat aran rendah hingga puncak
gunung. Dari sekian banyak danau t ersebut , Danau Toba
di Sumat era Ut ara yang mempunyai luas sekit ar 110 ribu
hekt ar merupakan danau yang t erluas di Indonesia.
Hasil pemant auan volume beberapa waduk ut ama di
Indonesia, t erut ama di Pulau Jawa menunjukkan bahwa
pada t ahun 2008 volume waduk pada umumnya menurun
pada bulan April hingga Okt ober. Waduk Cirat a di Jawa
Barat mengalami penurunan volume air t erbesar yait u
sebesar 89 persen. Sedangkan waduk Sermo di Daerah
Ist imewa (DI) Yogyakart a mengalami penurunan t erkecil
yait u sekit ar 33 persen. Persent ase penurunan volume
waduk selama musim kemarau mengindikasikan adanya
kerusakan f ungsi resapan air di bagian hulu.
Tabel 2.10. Luas Areal Beberapa Danau Di Indonesia
No. Provinsi Danau
Luas
(Ha)
1 NAD Danau Laut Tawar 5.965
2 Sumat era Ut ara Danau Toba 110.260
3 Sumat era Barat Danau Maninjau 9.950
4 Jambi Danau Kerinci 4.000
5 Jawa Tengah Danau Rawa Pening 2.660
6 Bali Danau Bat ur 10.535
7 Nusa Tenggara Timur Danau Kelimut u 105
8 Kalimant an Barat Danau Sent arum 40.000
9 Kalimant an Selat an Danau Bangkau 535
10 Kalimant an Timur Danau Jempang 15.000
11 Sulawesi Ut ara Danau Tondano 4.638
12 Sulawesi Selat an Danau Tempe 14.200
13 Goront alo Danau Limbot o 3.000
14 Maluku Ut ara Danau Laguna 185
15 Papua Danau Sent ani 14.000
Sumber: Forum Danau Indonesia, 2004
22
AIR
Sebagian air hujan juga akan masuk ke cekungan-
cekungan air t anah yang pot ensinya mencapai lebih dari
Tabel 2.11. Kecenderungan Volume Beberapa Waduk (Milyar m
3
), 2008
ProvinsiNama
Waduk
Wakt u Pemant auan
Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sept Okt Nop Des
Jawa Barat
1 Djuanda 2,30 1,90 1,81 1,51 1,33 1,17 1,10 0,89 1,05 1,43
2 C i r a t a 1,68 0,64 0,57 0,57 0,44 0,37 0,20 0,19 0,36 0,24
3 Saguling 0,64 0,51 0,46 0,41 0,34 0,28 0,16 0,14 0,21 0,16
Jawa Tengah
1 Kedungombo 0,57 0,59 0,53 0,42 0,39 0,39 0,37 0,28 0,31 0,24
2 Wonogiri 0,50 0,50 0,43 0,34 0,34 0,20 0,13 0,14 0,35 0,31
3 Sempor 0,04 0,03 0,02 0,01 0,01 0,01 0,01 0,02 0,04 0,03
4 Wadaslint ang 0,28 0,29 0,24 0,17 0,13 0,11 0,11 0,12 0,19 0,20
Daerah Ist imewa Yogyakart a
1 Sermo 0,02 0,02 0,02 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01 0,02 0,02
Jawa Timur
1
Sut ami -
Lahor
0,15 0,17 0,17 0,17 0,14 0,13 0,10 0,10 0,09 0,08
2 Selorejo 0,03 0,04 0,04 0,04 0,03 0,03 0,03 0,02 0,01 0,01
3 Bening 0,02 0,02 0,02 0,02 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01
4 Wonorejo 0,10 0,10 0,10 0,09 0,07 0,06 0,04 0,03 0,04 0,04
Lampung
1 Bat ut egi 0,22 0,23 0,20 0,16 0,12 0,10 0,01 0,13 0,16 0,23
Sulawesi Selat an
1 Bili-Bili 0,28 0,29 0,26 0,21 0,14 0,10 0,05 0,03 0,06 0,14
Sumber: Dit jen SDA, Depart emen Pekerjaan Umum, 2008
308 milyar m
3
. Pot ensi volume cekungan air t anah t erbesar
berada di Sumat era yait u sebesar 110 milyar m
3
.
Tabel 2.12. Pot ensi Cekungan Airt anah di Indonesia
No. Pulau
Cekungan
Jumlah Luas (km
2
) Volume (Jut a m
3
)
1 Sumat era 65 270.656 109.926
2 Jawa 80 80.936 41.334
3 Kalimant an 22 209.971 68.473
4 Bali 8 4.381 1.598
5 Nusa Tenggara 47 41.425 10.139
6 Sulawesi 91 37.768 20.244
23
AIR
Tabel 2.13. Volume Sungai dan Kondisi Hidrologis beberapa Sungai, 2007
Provinsi
Induk Sungai
Lokasi Desa, Kecamat an, Kabupat en
Luas DPS
(km
2
)
Volume
(10
6
m
3
)
Kondisi
Hidrologis
Sumat era Ut ara
Barimun Seroja, Labuhan Bat u 6.781,00 5.606,00 Baik
Bingei Binjai, Langkat 1.621,30 789,30 Baik
Asahan Asahan, Pulau Rakyat , Pulau Raja 4.669,40 2.355,00 Baik
Sumat era Barat
Bat ang Kuant an Lima Puluh Kot o, Payahkumbuh 1.421,00 1.705,00 Buruk * )
Riau
S. Rokan Lubuk Bendahara, Kampar 4.848,00 4.383,00 Baik
S. Siak Pant ai Cermin, Siak Hulu, Kampar 1.716,00 1.966,00 Baik * )
Bat ang Kampar Lipat Kain, Kampar 3.431,00 6.017,00 Baik
Bat ang Kuant an Lbk Ambacang, Kuant an 7.464,00 6.767,00 Baik
Jambi
S. Bat anghari Bat ang Hari, Jambu 8.704,00 51.091,00 Baik * )
Sumat era Selat an
S. Musi Sungai Rot an, Gelumpang, Muara Enim 6.990,00 7.974,00 Baik
Lampung
Way Seput ih Buyut Udik, Lampung Tengah 1.648,00 584,40 Sedang
Way Sekampung Pujo Rahayu, Gedong Tat aan, Lampung Selat an 1.696,00 1.275,00 Baik
Jawa Barat
S.Cimanuk Kert asemaya, Kert asemaya, Indramayu 3.305,00 7.195,00 Sedang
Jawa Tengah
S. Pemali Brebes, Brebes 1.250,00 1.937,00 Buruk
S. B. Solo Jebres, Jebres, Surakart a 3.206,70 2.510,00 Sedang
No. Pulau
Cekungan
Jumlah Luas (km
2
) Volume (Jut a m
3
)
7 Maluku 68 25.830 13.174
8 Papua 16 52.662 43.400
Tot al 397 723.629 308.288
Sumber: Direkt orat Geologi Tat a Lingkungan, Depart emen ESDM, 2006
Air hujan juga akan mengalir ke sungai-sungai yang di
Indonesia pada umumnya mempunyai volume lebih dari
1 milyar m
3
. Tabel 2.13 menunjukkan volume dan kondisi
hidrologis beberapa sungai di Indonesia pada t ahun 2006.
24
AIR
Provinsi
Induk Sungai
Lokasi Desa, Kecamat an, Kabupat en
Luas DPS
(km
2
)
Volume
(10
6
m
3
)
Kondisi
Hidrologis
S. Serayu Kedungut er, Banyumas, Banyumas 2.631,30 3.479,00 Baik
D I Yogyakart a
S. Progo Duwet , Kalibawang, Kulon Progo 1.712,30 1.205,20 Buruk * )
Jawa Timur
B. Solo Lamongan 17.300,00 9.056,00 Baik * )
Bant en
S. Cisadane Sukasari, Babakan, Tangerang 1.146,00 2.645,00 Baik
S. Ciujung Cidoro Lebak, Rangkasbit ung, Lebak 1.363,90 1.646,00 Baik
Kalimant an Barat
S. Kapuas Manggu, Ngabang, Pont ianak 3.710,00 9.498,00 Baik
Kalimant an Tengah
S. Barit o Dusun Tengah, Barit o Selat an 1.531,00 237,80 Buruk * )
S. Kapuas Kapuas, Kapuas 4.741,00 14.766,00 Baik
S. Kahayan Kurun, Gunung Mas 5.591,00 11.535,00 Baik
S. Kat ingan Kasongan, Barit o 11.929,00 32.732,00 Baik
S. Ment aya Ment aya, Kot awaringin Timur 4.765,90 8.019,00 Baik * )
S. Lamandau Arut , Kot awaringin 1.968,00 3.676,00 Baik
Kalimant an Timur
S. Mahakam Kot abangun, Tenggarong 56.600,00 88.282,00 Baik
Sulawesi Tengah
S. Palu Palu Selat an, Palu 3.062,00 910,20 Baik
Sulawesi Selat an
S. Rongkong Ampana,. Sadang, Luwu 1.030,00 1.001,00 Baik
S. Cinranae Madukeling, Sengkang, Wajo 6.437,00 3.583,00 Baik
S. Walanae Mong, Mario Riwano, Soppeng 2.680,00 2.095,00 Buruk * )
S. Sadang Kabere, Cendana, Enrekang 5.760,00 2.756,00 Baik
S. Mapili Bulo, Buyo, Wonomulyo, Pol Mas 1.390,00 1.759,00 Buruk * )
Sulawesi Tenggara
L. Roraya Lainea, Konawe Selat an 1.747,00 482,50 Buruk * )
Sumber: St at ist ik Lingkungan Hidup 2008 dan 2009, BPS
* ) Dat a Tahun 2006
25
AIR
2.2.2. Kualit as Air
Kualit as air sungai yang mengalir di kot a-kot a besar
t erut ama di Pulau Jawa dan Sumat era semakin menurun
karena masukan bahan-bahan pencemar (polut an) yang
semakin meningkat . Hal ini akibat kurangnya kesadaran
pelaku dan masih lemahnya pengendalian.
Menurut Perat uran Pemerint ah Nomor 82 Tahun 2001
t ent ang Pengelolaan Kualit as Air dan Pengendalian
Pencemurun Alr kluslkusl muLu ulr dlLeLukun men|udl
(empat ) kelas yait u:
1. Kelas I, air yang perunt ukannya dapat digunakan
unt uk air baku air minum, dan at au perunt ukan lain
yang mempersyarat kan mut u air yang sama dengan
kegunaan t ersebut ;
2. Kelas II, air yang perunt ukannya dapat digunakan unt uk
rusurunusurunu rekreusl ulr embudlduyuun lkun ulr
t awar, pet ernakan, air unt uk mengairi pert anaman,
dan at au perunt ukan lain yang mempersyarat kan
mut u air yang sama dengan kegunaan t ersebut ;
3. Kelas III, air yang perunt ukannya dapat digunakan
unt uk pembudidayaan ikan air t awar, pet ernakan, air
unt uk mengairi pert anaman, dan at au perunt ukan lain
yang mempersyarat kan mut u air yang sama dengan
kegunaan t ersebut ;
Kelus lv ulr yung erunLukunnyu duuL dlgunukun
unt uk mengairi pert anaman, dan at au perunt ukan lain
yang mempersyarat kan mut u air yang sama dengan
kegunaan t ersebut .
Akibat t ingginya pencemaran, maka sebagian besar air
sungai di Pulau Jawa sudah berada pada st at us Kelas III
hlnggu Kelus lv 8uhkun Sungul Clllwung dl buglun hlllr
1ukurLu Leluh melumuu |uuh dl uLus Kelus lv Sedungkun
sumber pencemar yang ut ama di luar Pulau Jawa dan
Sumat era t erut ama diakibat kan oleh erosi lahan-lahan
krit is yang semakin besar, ant ara lain akibat penebangan
liar, perladangan dan lain-lain.
Hasil pemant auan 35 sungai yang dilakukan sejak t ahun
2004 menunjukkan bahwa unt uk paramet er TSS, DO, dan
COD, kualit as air cenderung membaik pada t ahun 2008 dan
memburuk kembali pada t ahun 2009 jika dibandingkan
dengan krit eria mut u air kelas II.
Dok: Polagrade
26
AIR
Tabel 2.14. Persent ase Sampel Air Sungai yang Tidak Memenuhi Krit eria Air Kelas II
No Pulau 2004 2005 2006 2007 2008 2009
1 Sumat era 64 72 61 47 41 38
2 Jawa 62 55 74 69 65 74
3 Bali dan Nusa Tenggara 50 76 81 39 28 58
4 Kalimant an 60 67 69 65 70 80
5 Sulawesi 60 51 61 61 41 56* )
6 Maluku dan Papua 54 33 48 83 32 37
Tot al 62 61 67 61 47 56
Sumber Luorun PemunLuuun KuullLus Alr Sungul 1uhun Pusuredul KLH
* ) Tidak t ermasuk Sulawesi Tenggara
Grak kisaran Feca| co|i pada berbagai sungai di Indonesia Pusarpeda|kLH


Fecal coli
1
10
100
1000
10000
100000
1000000
10000000
100000000
T
.
B
a
d
u
n
g

B
a
l
i
T
o
n
d
a
n
o

S
u
l
u
t
B
t

A
g
a
m

S
u
m
b
a
r
M
a
h
a
k
a
m

K
a
l
t
i
m
M
a
r
t
a
p
u
r
a


K
a
l
s
e
l
D
e
l
i

S
u
m
u
t
B
t

H
a
r
i

J
a
m
b
i
K
a
h
a
y
a
n

K
a
l
t
e
n
g
R
a
n
g
k
u
i

B
a
b
e
l
N
T
B

J
a
n
g
k
o
k
M
u
s
i


S
u
m
s
e
l
S
i
a
k

R
i
a
u

N
T
T

D
e
n
g
d
e
n
g
K
a
m
p
a
r

R
i
a
u
I
n
d
r
a
g
i
r
i

R
i
a
u

B
r
a
n
t
a
s

J
a
t
i
m
T
a
b
o
b
o

M
a
l
u
k
u

U
t
a
r
a
R
o
k
a
n

R
i
a
u


B
o
n
e

G
o
r
o
n
t
a
l
o
P
a
l
u

S
u
l
t
e
n
g
K
.
A
c
e
h

N
A
D
B
a
t
u

G
a
j
a
h

M
a
l
u
k
u




B
a
t
u

M
e
r
a
h

M
a
l
u
k
u
P
r
o
g
o

Y
o
g
y
a
K
.
A
n
g
k
e

B
a
n
t
e
n
P
r
o
g
o

J
a
t
e
n
g
C
i
l
i
w
u
n
g

D
K
I
C
i
t
a
r
u
m

J
a
b
a
r
K
a
p
u
a
s

K
a
l
b
a
r
K
o
n
s
e
n
t
r
a
s
i

(
m
g
/
L
)
75%
Max
Min
25%
Kriteria Mutu Air Kelas I PPNo. 82/2001 = 100 Jml/100ml
Kriteria Mutu Air Kelas II PPNo. 82/2001 = 1000 Jml/100ml

di semua wilayah Indonesia sudah t ercemar (Pusarpedal-
KLH, 2006). Cont oh kandungan bahan pencemar di sungai
disajikan pada gambar berikut ini.
Di samping it u, hasil pemant auan kualit as air sungai pada
beberapa sungai besar di Indonesia menunjukkan, bahwa
sungai-sungai yang berada di daerah berpenduduk padat
27
AIR
Pemant auan kualit as air danau yang dilakukan oleh Pusat
Penelit ian Limnologi LIPI di Danau Maninjau menunjukkan
buhwu udu Luhun sLuLus Lrok erulrun dunuu
uduluh cenderung euLrok rlngun uLuu cenderung LeLu
dlbundlngkun dengun sLuLus Lrok Luhun Sedungkun
sLuLus Lrok Lunuu 8uLur sedlklL membulk udu Luhun
yulLu men|udl mesoLrok
Tabel 2.15. St at us Kualit as Air Danau di Provinsi Sumat era Barat dan Bali, 2009
No Danau Tipe danau Lokasi Tahun 5tatus Trok
1. Danau Diat as Tekt onik Kab. Solok, Sumbar 2005 OllgoLrok
2006 OllgoLrok
2007 OllgoLrok
2008 --
2. Danau Bat ur Kaldera Kab. Bangli, Bali 2005 MesoLrok
2006 MesoLrok LuLrok rlngun
2007 LuLrok rlngun
2008 MesoLrok LuLrok sedung
3. Danau Maninjau Tekt onik Kab. Agam, Sumbar 2005 LuLrok
2006 LuLrok rlngun
2007 LuLrok rlngun
2008 MesoLrok LuLrok rlngun
2009 LuLrok rlngun
Sumber: Pusat Penelit ian Limnologi, LIPI, 2009

2.3. Upaya dan Inisiat if
2.3.1. Pengelolaan Sumber daya Air
Dalam rangka meningkat kan daya guna dan f ungsi air
unt uk sebesar-besar kemakmuran rakyat sebagaimana
diamanat kan dalam Undang-Undang Dasar 1945, t elah
Grak kisaran T55 pada berbagai sungai di Indonesia Pusarpeda|kLH





0,01
0,1
1
10
100
1000
10000
K
o
n
a
w
e
h
a

S
u
l
t
r
a
B
o
n
e

G
o
r
o
n
t
a
l
o
N
T
T

D
e
n
g
d
e
n
g
T
a
b
o
b
o

M
a
l
u
k
u
U
t
a
r
a
W
.
S
e
k
a
m
p
u
n
g
L
a
m
p
u
n
g
T
o
n
d
a
n
o

S
u
l
u
t
M
u
s
i


S
u
m
s
e
l
C
i
l
i
w
u
n
g

D
K
I
P
r
o
g
o

J
a
t
e
n
g
T
.
B
a
d
u
n
g

B
a
l
i
K
a
p
u
a
s

K
a
l
b
a
r
P
r
o
g
o

Y
o
g
y
a
K
.
A
n
g
k
e

B
a
n
t
e
n
D
e
l
i

S
u
m
u
t
B
t

A
g
a
m

S
u
m
b
a
r
K
.
A
c
e
h

N
A
D
I
n
d
r
a
g
i
r
i

R
i
a
u

K
a
m
p
a
r

R
i
a
u
A

B
e
n
g
k
u
l
u
B
a
t
u

M
e
r
a
h
M
a
l
u
k
u
R
o
k
a
n

R
i
a
u


B
t

H
a
r
i

J
a
m
b
i
M
a
h
a
k
a
m

K
a
l
t
i
m
R
a
n
g
k
u
i

B
a
b
e
l
B
a
t
u

G
a
j
a
h
M
a
l
u
k
u




S
i
a
k

R
i
a
u

B
r
a
n
t
a
s

J
a
t
i
m
T
a
l
l
o

S
u
l
s
e
l
C
i
t
a
r
u
m

J
a
b
a
r
N
T
B

J
a
n
g
k
o
k
P
a
l
u

S
u
l
t
e
n
g
J
e
n
e
b
e
r
a
n
g
S
u
l
s
e
l
M
a
r
t
a
p
u
r
a

K
a
l
s
e
l
K
a
h
a
y
a
n

K
a
l
t
e
n
g
K
o
n
s
e
n
t
r
a
s
i

(
m
g
/
L
75%
Max
Min
25%
Kriteria Mutu Air Kelas I&II PPNo. 82/2001 = 50 mg/l
TSS Air Sungai

28
AIR
Kot ak 2.2
Jasa Air Hut an Gunung Ciremai
Pemerint ah Kot a Cirebon dan Kabupat en Kuningan ber-
sepakat unt uk memelihara hut an guna menyelamat kan
sumber air mereka.
Oleh : Hikmat Ramdhan
Upaya unt uk membangun apresiasi nilai hidrologis (air)
hut an di Indonesia t elah dit elit i Ramdan (2006) di kawasan
hut an Gunung Ciremai. Pendekat an pembayaran jasa
lingkungan (payment f or environment al services, PES) dicoba
dit erapkan di kawasan t ersebut , dimana sumber air yang
dimanf aat kan bersif at lint as wilayah (t ransboundary wat er).
Kont ribusi dana konservasi dari pengguna air di
Kabupat en Kuningan dan Kot a Cirebon perlu dit erapkan
sebagai bent uk t anggung-jawab dan kepedulian
pengguna air t erhadap kelangsungan sumber airnya.
Hasil ini menunjukkan bahwa semua pengguna air sudah
menyadari pent ingnya upaya konservasi kawasan resapan
air Gunung Ciremai sebagai upaya unt uk menjamin
kesinambungan pasokan air.
Penerapan skema PES mengandung dua komponen
pent ing, yait u adanya proses t erjadinya kesepakat an ant ara
pihak-pihak t erkait mengenai kesediaan salah sat u pihak
unt uk memberikan pembayaran at as jasa lingkungan yang
disediakan oleh pihak lain, sert a bent uk dari skema PES it u
sendlrl Lulum kusus konlk unLuru KubuuLen Kunlngun
dan Kot a Cirebon at as sumber daya air minum, kedua
komponen t ersebut adalah proses t erjadinya kesepakat an
ant ara kedua daerah mengenai adanya pembayaran oleh
Kot a Cirebon kepada Kabupat en Kuningan, sert a Perda Tat a
dilakukan pemerint ah baik melalui perangkat perat uran
perundang-undangan maupun melalui program-program
yang dijalankan oleh sekt or-sekt or t erkait . Secara garis
besar upaya pengelolaan sumber daya air dapat dibagi
at as dua kegiat an yait u konservasi air dan pengendalian
pencemaran air at au pemulihan kualit as air.
Beberapa program pengelolaan sumber daya air secara
sekt oral dalam kait annya dengan pengelolaan kuant it as
dan kuant it as air yang sudah berjalan ant ara lain: Pekan
Penghijauan Nasional, Gerakan Rehabilit asi Lahan, DAS
PhoLo MuLu Alr Clunlls oleh urleudlyonobonbon durl www.panoramio.com
Terpadu, pengembangan pasang surut , pengembangan
bendungan skala besar, pengembangan jaringan irigasi,
gerakan nasional kemit raan penyelamat an air, konservasi
t anah dan air, penat aan ruang dan perencanaan penggu-
nuun Lunuh emerlnLuh rovlnsl dun kubuuLenkoLu
Program-program ini sebagian sudah selesai dan sebagian
masih berjalan.
Securu seslk erencunuun yung LerkulL dengun kuullLus
air dilaksanakan oleh KLH, khususnya dalam kont eks
pemant auan dan kesepakat an sist em pemant auan.
Ruung Cunung Clremul yung dl|udlkun serLlkuL komlLmen
oleh Kabupat en Kuningan unt uk melaksanakan konservasi
di kawasan Gunung Ciremai.
Upaya unt uk membangun kesepahaman dalam
pengelolaan sumber air minum lint as wilayah didukung
pula oleh komit men polit ik dan dukungan publik yang kuat .
Komit men polit ik diant ara dua Pemda, yait u Kabupat en
Kuningan dan Kot a Cirebon, dalam menyelesaikan
permasalahan sumber air minumnya t ampaknya
sangat kuat . Bupat i Kuningan dan Walikot a Cirebon
langsung t erlibat memimpin rapat unt uk mendiskusikan
penyelesaian masalah air lint as wilayah. Komit men kedua
pimpinan daerah t ersebut didukung oleh pihak DPRD
(Dewan Perwakilan Rakyat Daerah) sebagai lembaga
legislat if dari masing-masing daerah dan juga masyarakat
di dua wilayah t ersebut . Sebagai badan legislat if dan
wakil rakyat , DPRD merasa berkepent ingan unt uk ikut
mendorong penyelesaian masalah sumber air minum lint as
wilayah t ersebut . Oleh karena it u komit men polit ik dan
dukungan publik yang kuat t ernyat a mampu mendorong
penyelesaian sengket a sumber air minum lint as wilayah
t ersebut secara damai dan saling mengunt ungkan.
29
AIR
Unt uk menjamin alokasi air lint as wilayah secara
berkelanjut an, maka kerjasama ant ar daerah diat ur
dalam suat u perat uran kerjasama pemanf aat an air yang
disepakat i oleh kedua belah pihak. Perat uran pemanf aat an
air dan kont ribusi dana konservasi di kawasan Gunung
Ciremai t elah diat ur oleh suat u not a kesepakat an (memo-
randum of underst anding) ant ara Bupat i Kuningan dan
Walikot a Cirebon yang dit andat angani t anggal 17 Desem-
ber 2004, yait u Perjanjian Kerjasama ant ara Pemerint ah
Kabupat en Kuningan dengan Pemerint ah Kot a Cirebon
t ent ang Pemanf aat an Sumber Mat a Air Paniis Kecamat an
Pasawahan Kabupat en Kuningan.
Perjanjian kerjasama t ersebut bert ujuan unt uk mewujudkan
perlindungan dan pelest arian sumber air sert a unt uk
kesejaht eraan masyarakat diant ara kedua daerah t ersebut .
Perjanjian t ersebut mengat ur mengenai kewajiban pihak
pemerint ah Kabupat en Kuningan dan Kot a Cirebon.
Dalam perjanjian t ersebut disepakat i bahwa besarnya dana
kompensasi konservasi dihit ung dengan mempert imbangkan
produksi air dari sumber air, t arif yang berlaku sebelum diolah
bagi pelanggan di Kot a Cirebon, dan t ingkat kebocoran air.
Kesepakat an besaran dana kompensasi unt uk konservasi
Gunung Ciremai dari Kot a Cirebon berdasarkan rumusan
t ersebut adalah Rp.1,75 milyar unt uk t ahun 2005. Dana
kompensasi konservasi ini secara khusus harus dialokasikan
unt uk mendanai kegiat an konservasi di zona resapan air
Paniis sebagai sumber mat a airnya.
Perlu dit egaskan bahwa dana kompensasi konservasi t idak
dibuat dalam kerangka t radable wat er yang memandang
air sebagai komodit as ekonomi semat a, t et api dana t erse-
but dikembangkan sebagai bent uk kepedulian dan t ang-
gung-jawab dari pengguna jasa lingkungan air di bagian
hilir unt uk berkont ribusi membant u kegiat an konservasi di
bagian hulunya. Hal t ersebut dipengaruhi oleh panda ngan
masyarakat t erhadap hak airnya, misalnya hak akses.
Pada umumnya di kawasan t ersebut masyarakat meman-
dang bahwa air dapat diakses unt uk memenuhi kebut uh-
an pokok masyarakat . Hal t ersebut dilat arbelakangi oleh
pandangan hukum Islam yang banyak dianut di daerah
t ersebut . Pandangan t ersebut sesuai dengan pernyat aan
Sarwan et al. (2003) yang menjelaskan bahwa persepsi
masyarakat at as hak-hak air di Indonesia dilat arbelakangi
oleh pandangan hukum Islam sebagai agama yang banyak
dianut oleh penduduk Indonesia, dimana air adalah meru-
pakan barang publik.
Oleh karena it u pengembangan hak guna air, t erut ama
hak guna usaha air, perlu memperhat ikan pandangan
masyarakat t erhadap hak-hak airnya. Penerapan kebijakan
pengelolaan sumber air yang t idak mempert imbangkan
oslsl hukhuk ulr musyurukuL duuL menlmbulkun konlk
dalam pengembangan sist em air minum masyarakat .
Uuyuuuyu enyelesulun konlk sumber ulr mlnum llnLus
di wilayah Gunung Ciremai t ersebut didorong oleh suat u
kemit raan yang luas (broad based part nerships) ant ara
pemerint ah, lembaga legislat if, perguruan t inggi, lembaga
swadaya masyarakat , dan kelompok masyarakat lainnya.
Kesepahaman unt uk memberikan kont ribusi dari hilir ke
hulu diharapkan akan meningkat kan upaya kelest arian
lingkungan sumber mat a air, sehingga dist ribusi manf aat
air diant ara pihak-pihak yang berkepent ingan dapat
berjalan lebih adil.
Keberhasilan Kabupat en Kuningan dan Kot a Cirebon pada
Luhun dulum mencuul resolusl uLus konlk sumber
air minum menunjukkan bahwa hal yang sama bisa saja
dilakukan di t empat lain di Indonesia.
Pada saat proses negosiasi berjalan penyedia jasa
llngkungun menun|ukkun benLuk serLlkuL komlLmen
unt uk meyakinkan wilayah pengguna bahwa wilayah
penyedia jasa lingkungan hidrologis secara serius menja-
min wilayahnya t et ap mampu memasok air. Komit men
wilayah penyedia jasa lingkungan hidrologis dit unjukkan
dengan adanya inst rumen kebijakan yang secara khusus
melindungi daerah resapan airnya, misalnya dalam bent uk
perat uran daerah yang secara khusus berisikan kebijakan
perlindungan wilayah resapan airnya.
vlsl unLuk berbugl meruukun kuncl erLumu bugl
t erselenggaranya pengelolaan air lint as wilayah yang adil
dun eslen sebullknyu Lunu udunyu vlsl unLuk berbugl
manf aat air diant ara dua wilayah yang bersengket a, maka
ulr yung llnLus wlluyuh ukun LeLu men|udl sumber konlk
berkeun|ungun unLur lhuk yung bersengkeLu Konlk
ulr duuL ulu memlcu konlk lulnnyu yung leblh luus
dan bahkan dapat mencipt akan perang sipil ant ar daerah
yang bersengket a. Hal t ersebut mungkin t erjadi karena air
merupakan sumber daya alam yang keberadaanya vit al
dan t idak dapat disubst it usi oleh barang lainnya.
Sumber: www.conservat ion.org
30
AIR
2.3.2. Konservasi Air
Berkait an dengan konservasi air, dalam rencana induk
t erdapat program-program sebagai berikut :
a. Program Pengendalian Kerusakan Lingkungan Hidup
sepert i reboisasi, rehabilit asi sungai, pembuat an
sumur resapan dan pemeliharaan sit u;
b. Program Penat aan Ruang sepert i revisi t at a ruang,
sist em monit oring dan pengawasan penat aan ruang
dan sosialisasi;
c. Program Penegakan Hukum t erut ama yang berkait an
dengan pelanggaran t erhadap t at a ruang;
d. Program Peningkat an Peran Masyarakat sepert i
pelat ihan pembuat an kompos dan pembangunan t anki
sept ik komunal.
2.3.3. Perlindungan Mat a Air
Sejalan dengan peningkat an jumlah penduduk, kebut uhan
ket ersediaan air unt uk berbagai kepent ingan t erus
menguluml enlngkuLun yung sunguL slgnlkun UnLuk
it u, upaya perl indungan mat a air merupakan kebijakan
yang st rat egis dan pent ing dilakukan. Kebijakan ini
bert ujuan unt uk mengurangi t ekanan kerusakan dan
beban pencemaran areal lokasi mat a air, sekit ar mat a
air, dan kawasan resapan air, sert a mendorong upaya
adapt asi t erhadap dampak perubahan t at a air akibat
perubahan iklim. Di samping it u, kebijakan ini juga
merupakan bagian dari upaya pemulihan, menjaga dan
melindungi kuant it as, kualit as dan kont inuit as debit
air di DAS. Diharapkan pelaksanaan kebijakan t ersebut
dapat mendukung keberhasilan upaya pencapaian t ujuan
konservasi air dan keberlanjut an DAS baik dit injau dari
sudut kuant it as maupun kualit as airnya sebagai sumber
daya. Keberadaan mat a air t idak selalu di kawasan lindung
at au kawasan hut an, hal ini karena t elah dit emukan
sejumlah mat a air di lahan penduduk, sempadan sungai,
bant aran sungai, danau, bahkan di pant ai. Menurunnya
jumlah mat a air maupun debit volume air di berbagai
mat a air merupakan indikat or adanya ancaman t erhadap
kelesLurlun keberuduun muLu ulr dunuLuu udunyu
gangguan t erhadap siklus hidrologi dan t at anan ekosist em
set empat . Bekerjasama dengan berbagai pihak, t elah
disusun Konsep Perlindungan Mat a Air at au Permat a
Air, dengan st rat egi kebijakan perlindungan mat a air,
ant ara lain: (i). Peningkat an pemahaman para pengambil
keput usan dan pemangku kepent ingan t erkait t ent ang
pent ingnya perlindungan mat a air (penyediaan awareness
mat e-rial s/bahan pencerahan, sosialisasi/kampanye,
workshop, pameran, dan kegiat an t erkait lainnya); (ii).
Pengembangan pelibat an semua pemangku kepent ingan
t ermasuk peran masyarakat dalam upaya perlindungan
mat a air; (iii). Pengembangan kebijakan t ent ang bent uk
perlindungan kelest arian f ungsi areal lokasi mat a air,
sekit ar mat a air, dan daerah kawasan resapan air; (iv).
Pengembangan perangkat dan program perlindungan
muLu ulr v AslsLensl lmlemenLusl kebl|ukunerungkuL
perlindungan mat a air; sert a (vi). Pemant auan dan evaluasi.
2.3.4. Konf erensi Nasional Danau Indonesia
Pada Konf erensi Nasional Danau Indonesia I di Bali
t ahun 2009, t elah dihasilkan Kesepakat an Bali t ent ang
Pengelolaan Danau Berkelanjut an. Kesepakat an t ersebut
dit andat angani oleh sembilan Ment eri t erkait , yait u
Ment eri Dalam Negeri, Ment eri Pekerjaan Umum, Ment eri
Pert anian, Ment eri Kehut anan, Ment eri Kelaut an dan
Perikanan, Ment eri Energi dan Sumber daya Mineral,
Ment eri Kebudayaan dan Pariwisat a, Ment eri Negara Riset
dan Teknologi, sert a Ment eri Negara Lingkungan Hidup.
Kesepakat an t ersebut dideklarasikan at as keprihat inan
kondisi ekosist em danau di Indonesia yang semakin
t erancam akibat kerusakan dan pencemaran lingkungan
pada daerah t angkapan air hingga perairan danaunya.
Oleh karena it u arah kebijakan penyelamat an danau pada
periode 2010 hingga 2014 dipriorit askan pada 15 danau,
yait u: Danau Toba, Danau Maninjau, Danau Singkarak,
Danau Kerinci, Danau Tondano, Danau Limbot o, Danau
Poso, Danau Tempe, Danau Mat ano, Danau Mahakam
(Semayang, Jempang, Melint ang), Danau Sent arum,
Danau Sent ani, Rawa Danau, Danau Bat ur, dan Danau
Rawa Pening.
Penyelamat an danau t ersebut dit ujukan unt uk
memulihkan, melest arikan dan mempert ahankan f ungsi
danau berdasarkan prinsip keseimbangan ekosist em dan
daya dukung lingkungannya melalui 7 program yait u: (1).
Pengelolaan ekosist em danau; (2). Pemanf aat an sumber
daya air danau; (3). Pengembangan sist em monit oring,
evaluasi dan inf ormasi danau; (4). Penyiapan langkah-
langkah adapt asi dan mit igasi perubahan iklim t erhadap
danau; (5). Pengembangan kapasit as, kelembagaan dan
koordinasi; (6). Peningkat an peran masyarakat ; sert a (7).
Pendanaan berkelanjut an.
31
AIR
2.3.5. Pengelolaan Kualit as Air
Landasan Kebijakan Pengelolaan Kualit as Air di ant aranya
adalah: (a). Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2004
t ent ang Sumber daya Air; (b). UU Nomor 26 Tahun 2007
t ent ang Penat aan Ruang; (c). UU Nomor 32 Tahun 2009
t ent ang Pengendalian dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup; (d). Perat uran Pemerint ah (PP) Nomor 82 Tahun
2001 t ent ang Pengelolaan Kualit as Air dan Pengendalian
Pencemaran Air.
Dalam rangka pemulihan kualit as air melalui penanganan
in-st ream (sungai dan danau) sert a ostteam (daerah aliran
sungai) maka dilakukan melalui pengelolaan kualit as air
dan pengendalian pencemaran air sebagaimana disajikan
dalam gambar di bawah.
Gambar 2.2. Kebij akan Pengelolaan Kualit as Air









Unt uk mencapai kondisi yang diharapkan, beberapa upaya
yang perlu dilakukan adalah:
a. Melibat kan secara akt if para pihak baik pemerint ah,
dunia usaha maupun masyarakat di dalam proses
penat aan ruang melalui pendekat an part isipat if dan
proses konsult at if dengan semua para pihak;
b. Mengindahkan perat uran t at a ruang dalam
pembangunan, mengendalikan limbah sungai secara
kont inyu, melaksanakan ket erpaduan program dan
ket erlibat an para pihak;
Inventarisasi
dan Identikasi
Sumber Pencemar
Penghitungan
Daya Tampung
Beban Pencemar
Klasikasi
Mutu Air dan
Baku Mutu Air
Pemantauan
Kualitas Air
Status
Mutu Air
Pengelolaan Kualitas Air
Izin Pemanfaatan
Limbah
Izin Pembuangan
Air Limbah
Baku Mutu
Air Limbah
Pengendalian Pencemaran Air
Rencana Penanggulangan
Pencemaran Air
Keadaan Darurat
Restribusi
KEBIJAKAN
PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN
PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR
PROKASIH
2005
SUPER
KASIH
PROPER
TATA
RUANG
KONSERVASI
AIR
Penetapan
Titik Pantau
Mutu Air
Sasaran
Rencana
Pendayagunaan
Air
32
AIR
c. Melibat kan secara akt if para pemangku kepent ingan,
khususnya masyarakat luas dalam pelest arian dan
pemanf aat an sumber daya alam hayat i;
d. Menguat kan koordinasi ant ar pemangku kepent ingan;
e. Menguat kan Pangkalan Dat a dan Sist em Inf ormasi
Lingkungan;
f. Menguat kan Inst rumen Kebijakan Pemulihan Kualit as
Air; sert a
g Pengembungun SlsLem lnsenLlf RehublllLusl HuLun
Lahan
2.3.6. Priorit as Pengelolaan pada Sungai dan
Danau
Lengun memerLlmbungkun uzus munfuuL eslensl
dun efekLlLus muku kebl|ukun emullhun kuullLus ulr
dipriorit askan pada 11 sungai besar yait u: (1). Ciliwung, (2).
Cisadane, (3). Cit arum, di Jawa Barat ; Bengawan Solo, di
Jawa Tengah, (5). Progo, di Yogyakart a, (6). Siak, di Riau,
(7). Kampar, di Riau, (8). Bat anghari, di Jambi, (9). Musi,
di Sumat era Selat an, (10). Barit o di Kalimant an Selat an-
Tengah, dan (11). Mamasa, di Sulawesi Selat an.
Sedangkan danau-danau priorit as meliput i 10 danau,
yait u: (1). Limbot o, Goront alo, (2). Toba, Sumat era Ut ara,
(3). Tempe, Sulawesi Selat an, (4). Tondano, Sulawesi Ut ara,
(5). Maninjau, Sumat era Barat , (6). Singkarak, Sumat era
Barat , (7). Poso, Sulawesi Tengah, (8). Mat ano, Sulawesi
Selat an, (9). Rawa Pening, Jawa Tengah, dan (10). Bat ur, Bali.
Termasuk yang diat ur di dalam rancangan perat uran
t ersebut adalah Rencana Induk Pengendalian Pencemaran
Air dan Pemulihan Kualit as Air Sungai Ciliwung. Dalam
rencana induk t ersebut set iap inst ansi pusat sepert i
Pekerjaan Umum, Kehut anan, Perindust rian, Kesehat an,
Pert anian dan Lingkungan Hidup sert a inst ansi pada
LlngkuL rovlnsl dun kubuuLenkoLu muslngmuslng
mempunyai peran sesuai dengan kewenangannya.
Kegiat an pengendalian pencemaran air dilakukan oleh
KLH melalui berbagai program, yait u Program Kali Bersih
(PROKASIH) dan Program Penilaian Peringkat Kinerja
Perusahaan (PROPER).
a. Program Kali Bersih (PROKASIH)
Program Kali Bersih (PROKASIH) merupakan program
pengendalian pencemaran air secara t erpadu unt uk
menurunkan beban pencemaran air pada sumbernya.
Dilaksanakan melalui kerjasama dengan pemerint ah
dueruh rovlnsl dun kubuuLenkoLu
Lok 1emoLko Slswono 1uyodho
33
AIR
Salah sat u proses yang harus dilakukan oleh indust ri dan
at au kegiat an yang masuk dalam lingkup PROKASIH
adalah menandat angani Surat Pernyat aan (SUPER)
t ent ang kesediaan unt uk ment aat i perat uran perundang-
undangan yang berkait an dengan pengelolaan lingkungan
hidup dalam bat as wakt u yang disepakat i bersama. Selama
kurun wukLu Luhun LercuLuL erusuhuun
yang sudah menandat angani SUPER.
b. PROPER
Program ini dilaksanakan dengan maksud mendorong
penaat an perusahaan t erhadap perat uran perundang-
undangan yang berlaku. Inst rumen yang digunakan adalah
publikasi inf ormasi yang mencerminkan reput asi suat u
perusahaan di bidang pengelolaan lingkungan hidup.
Sist em peringkat kinerja PROPER t erdiri at as 5 peringkat
warna yait u emas, hijau, biru, merah dan hit am.
Secara garis besar t ingkat penaat an sekt or pert ambangan,
energi dan migas adalah paling t inggi yait u 83%, kemudian
manuf akt ur 72%, kawasan dan jasa 69% dan agro adalah
t erendah 59%.
Dengan demikian, hasil pelaksanaan PROPER cukup
menggembirakan dilihat dari jumlah perusahaan yang
menaat i perat uran yang berkait an dengan pengendalian
pencemaran air.
Selain it u Depart emen Kehut anan juga t elah membangun
sejumlah sumur resapan di sekit ar kawasan hut an di
seluruh Indonesia. Sampai dengan t ahun 2007 t ercat at
sudah dibangun sebanyak 15.381 unit sumur resapan
dengan perincian dalam t abel 1-15.
Grak Persentase 1um|ah Industri PEM Manufaktur
dan Agro yang Taat Terhadap Perat uran Pengendalian
Pencemaran Air, 2010
Grak Luas Rea|isasi GNRHL Ha menurut
Kepulauan, 2008
5.340
21.161
2.112
26.052
38.071
19.256
Sumatera
Jawa
Bali & Nusa Tenggara
Kalimantan
Sulawesi
Maluku & Papua
Sumber : Depart emen Kehut anan, 2008
0
20
40
60
80
100
120
140
160
180
200
PEM Agro Manuf Kwsn Js
Tingkat Penaatan PROPER 2010
TAAT TIDAK TAAT
Tabel 2.16. Pembangunan Sumur Resapan menurut Kepulauan, 2003 - 2007
Wilayah 2003 2004 2005 2006 2007 Jumlah
Sumat era 76 330 141 521 120 1.188
Jawa 1.600 2.889 167 2.799 3.207 10.662
Bali & Nusa Tenggara -- 310 20 960 315 1.605
Kalimant an 35 85 15 43 103 281
Sulawesi 10 396 153 506 180 1.245
Maluku & Papua -- 165 65 160 10 400
Indonesia 1.721 4.175 561 4.989 3.935 15.381
Sumber: St at ist ik Lingkungan Hidup 2009, BPS
34
Dok: Polagrade
3
Udara
35
UDARA
Udara adalah sumber daya yang sangat pent ing bagi
kehidupan, At mosf er merupakan sumber oksigen ut ama
yang memungkinkan mahluk di muka Bumi unt uk bernaf as
dan hidup. Di samping nit rogen (N
2
) sebesar 78%, dengan
kadar rat a-rat a 21%, oksigen (O
2
) di at mosf er Bumi adalah
komponen esensial yang dominan. Selain kedua komponen
udara t ersebut , 1% dari udara t erdiri dari sejumlah
kecil gas-gas lain, yang mencipt akan keseimbangan di
at mosf er. Gas karbon dioksida (CO
2
) dan met ana (CH
4
)
yung berudu dulum orde konsenLrusl kudur okslgen
menyebabkan at mosf er memiliki t emperat ur yang sesuai
bagi kelangsungan kehidupan. Gas-gas yang mengandung
nit rogen dan sulf ur pada konsent rasi di udara dalam
suLuun kudur CO
2
dan CH
4
, berada pada siklusnya
di Bumi dan berperanan sebagai nut risi bagi t anaman.
Namun, perubahan komposisi gas-gas meskipun hanya
pada bagian yang sangat kecil (kurang dari 1%) t ersebut
dapat menyebabkan gangguan pada kehidupan.
Perubahan konsent rasi gas-gas di at mosf er sehingga
berubah dari komposisi alamiahnya dapat dinyat akan
sebagai pencemaran udara. Pencemaran udara
dldenlslkun sebugul kehudlrun suLu uLuu leblh durl
encemur uLuu komblnuslnyu dulum |umluh dunuLuu
masa wakt u yang dapat menyebabkan gangguan pada
kesehuLun munuslu kehlduun oru dun fuunu uLuuun
kerusakan mat erial yang menyebabkan gangguan
at au penurunan kualit as hidup, kenyamanan, at au
melaksanakan kegiat an (Cant er, 1996 dalam Harrop,
Lulum hul lnl seluln kemungklnun musuknyu zuL
unsur yang secara alamiah seharusnya t idak berada di
dalam komposisi udara yang bersih, pencemaran udara
juga t erjadi karena meningkat nya konsent rasi gas-gas di
at mosf er sehingga berubah dari konsent rasi alamiahnya.
Pencemaran udara dapat t erjadi karena berbagai perist iwa
alam maupun kegiat an manusia yang melepaskan emisi
gas dan part ikel ke at mosf er, sehingga t erjadi perubahan
(peningkat an) konsent rasi. Manakala perist iwa alam
yang luar biasa sepert i let usan gunung berapi yang dapat
menyebabkan pencemaran udara secara mendadak
merupakan hal yang t idak dapat dihindari, pencemaran
udara lebih banyak diakibat kan oleh kegiat an manusia
yang t erjadi secara t erus-menerus.
Kegiat an t ransport asi, indust ri, komersial, domest ik
(t ermasuk pembakaran sampah), t erut ama yang
melibat kan pembakaran bahan bakar f osil unt uk
mendapat kan energi adalah kegiat an-kegiat an yang dapat
meningkat kan konsent rasi berbagai gas di at mosf er yang
menimbulkan pencemaran udara. Di samping it u, kegiat an
manusia t ersebut juga dapat meningkat kan gas-gas yang
sepert i CO
2
dan CH
4
yang berperanan dalam menent ukan
t emperat ur Bumi, sehingga t erjadi perubahan iklim.
Berbagai kegiat an t ersebut diperlukan bagi kelangsungan
kehidupan manusia t et api di lain pihak juga dapat menjadi
t ekanan bagi lingkungan dan kehidupan it u sendiri.
3.1. Tekanan Bagi Lingkungan Udara
Berbagai kegiat an manusia yang menghasilkan emisi ke
at mosf er adalah t ekanan bagi lingkungan at mosf er. Gas-
gas dan part ikel diemisikan dari akt ivit as yang berkait an
dengan ekonomi dan sosial. Di daerah perkot aan,
t ransport asi adalah t ekanan yang ut ama, di samping
indust ri, komersial dan domest ik. Kegiat an manusia
yang lain sepert i pert anian dan pet ernakan pun dapat
mengemisikan gas pencemar maupun gas rumah kaca.
Semua kegiat an t ersebut berkait an dengan adanya
populasi manusia. Dengan meningkat nya populasi, dan
pola sert a bent uk penggunaan energi yang t erjadi pada
masa sekarang, t ekanan t erhadap at mosf er diprediksikan
akan semakin meningkat .
3.1.1. Penggunaan Energi dan Dampaknya
Penyediaan energi unt uk berbagai keperluan didominasi
oleh penggunaan bahan bakar f osil dalam berbagai
jenisnya. Kecenderungan konsumsi energi semakin
meningkat t erlihat dari penggunaan bahan bakar f osil,
Lok KLHSlswunLo
36
UDARA
khususnya minyak unt uk sekt or t ransport asi dan bat ubara
unt uk sekt or indust ri t erlihat sejak t ahun 2000 hingga
2007 dan diperkirakan masih t erus meningkat hingga
saat ini. Peningkat an pembakaran bahan bakar f osil
akan secara langsung meningkat kan emisi gas rumah
kaca khususnya CO
2
dari sekt or-sekt or t ersebut (SLHI,
2009 - Gambar 3.9 dan Gambar 3.12). Bahan bakar bensin
t erut ama digunakan di daerah perkot aan unt uk kebut uhan
t ransport asi, hal ini t erlihat pada dat a t ahun 2006, di mana
t erlihat konsumsi bensin t erjadi di kot a besar yang t inggi
oulusl enduduk dun moblllLusnyu Cruk Ll luln
pihak konsumsi bat ubara sebagian besar t erkonsent rasi di
kot a-kot a dengan akt ivit as indust ri dan pembangkit yang
Llnggl Cruk
Penggunaan bahan bakar t erbesar t erjadi di kot a-kot a
dengan populasi dan akt ivit as indust ri dan energi yang
t inggi, t erut ama di Pulau Jawa, disusul oleh kot a-kot a
besar di Sumat era. Pemakaian energi di kot a-kot a
Indonesia bagian Timur relat if lebih rendah dibandingkan
dengan bagian Barat . Besaran dan proporsi konsumsi
energi di ibukot a provinsi pada t ahun 2006 dapat dilihat
pada Gambar 3.1. Konsumsi energi t erbesar t erjadi di kot a
Jakart a disusul oleh kot a-kot a besar di Jawa bagian Barat
sepert i Bandung dan Tangerang, Samarinda di Kalimant an
Timur, sert a Padang, Pekanbaru, Bat am, Palembang
di Sumat era. Namun, proporsi energi berbeda-beda,
beberapa kot a dengan PLTU dan indust ri lebih banyak
menggunakan bat ubara, sedangkan di kot a Jakart a
penggunaan solar memiliki proporsi yang t erbesar.
Jakart a juga merupakan kot a yang menggunakan
energi gas dengan proporsi t erbesar. Di Kot a Samarinda
t erlihat pemakaian kayu bakar sebagai bahan bakar
domesLlk dengun roorsl yung cuku slgnlkun 8esurun
dan proporsi masing-masing jenis bahan bakar akan
berpengaruh t erhadap st at us kualit as udara, t erut ama
pada paramet er pencemar udara yang berasal dari
pembakaran bahan bakar f osil. Pembahasan lebih lanjut
dapat dilihat pada Sub-bab 3.2. St at us Kualit as Udara.
Lok 1emoArle 8usukl
37
UDARA
Grak konsumsi Bahan Bakar Bensin Oi Ibukota Provinsi tahun

0 4000000 8000000 12000000 16000000
KOTA BANDA ACEH
KOTA MEDAN
KOTA PADANG
KOTA PEKANBARU
KOTA JAMBI
KOTA PALEMBANG
KOTA BENGKULU
KOTA BANDAR LAMPUNG
KOTA PANGKAL PINANG
KOTA BATAM
JAKARTA SELATAN
JAKARTA TIMUR
JAKARTA PUSAT
JAKARTA BARAT
JAKARTA UTARA
BANDUNG
KOTA BANDUNG
SEMARANG
KOTA YOGYAKARTA
KOTA SURABAYA
KOTA TANGERANG
KOTA DENPASAR
KOTA MATARAM
KOTA KUPANG
PONTIANAK
KOTA PONTIANAK
KOTA PALANGKA RAYA
KOTA BANJARMASIN
KOTA BALIKPAPAN
KOTA SAMARINDA
KOTA MANADO
KOTA PALU
KOTA MAKASSAR
KOTA KENDARI
GORONTALO
KOTA GORONTALO
KOTA AMBON
KOTA TERNATE
JAYAPURA
KOTA JAYAPURA
Konsumsi Bensin Premium tahun 2006 (Liter)
Bensin Premium (Liter)
Sumber dat a : Badan Pusat St at ist ik
38
UDARA
Grak konsumsi Batubara Oi Ibukota Provinsi tahun
0 40000000 80000000 12000000
KOTA BANDA ACEH
KOTA MEDAN
KOTA PADANG
KOTA PEKANBARU
KOTA JAMBI
KOTA PALEMBANG
KOTA BENGKULU
KOTA BANDAR LAMPUNG
KOTA PANGKAL PINANG
KOTA BATAM
JAKARTA SELATAN
JAKARTA TIMUR
JAKARTA PUSAT
JAKARTA BARAT
JAKARTA UTARA
BANDUNG
KOTA BANDUNG
SEMARANG
KOTA YOGYAKARTA
KOTA SURABAYA
KOTA TANGERANG
KOTA DENPASAR
KOTA MATARAM
KOTA KUPANG
PONTIANAK
KOTA PONTIANAK
KOTA PALANGKA RAYA
KOTA BANJARMASIN
KOTA BALIKPAPAN
KOTA SAMARINDA
KOTA MANADO
KOTA PALU
KOTA MAKASSAR
KOTA KENDARI
GORONTALO
KOTA GORONTALO
KOTA AMBON
KOTA TERNATE
JAYAPURA
KOTA JAYAPURA
Konsumsi Batubara tahun 2006 (kg)
Batu Bara (kg)
Sumber dat a : Badan Pusat St at ist ik
39
UDARA
Gambar 3.1. Besaran dan Proporsi Bahan Bakar di 30 Ibukot a Provinsi
Dok: Tempo
40
UDARA
k
KUALITAS UDARA DI KOTA BANDUNG:
Hubungan Tat a Guna Lahan dengan Tekanan-
Dampak-Respons
Tat a guna lahan menggambarkan lahan yang berkait an
dengan f ungsinya secara ekologi, sosial dan ekonomi.
Cont ohnya, lahan hut an mangrove mempunyai f ungsi
ekologi, lahan pemukiman didominasi oleh f ungsi sosial
dan lahan di mana indust ri berada mempunyai f ungsi
ekonomi. Dengan perkembangan akt ivit as manusia,
seringkali suat u area lahan memiliki ket iga f ungsi t ersebut
dengan proporsi yang berbeda-beda. Perhit ungan proporsi
nilai f ungsi lahan pada suat u area didasarkan pada suksesi
(perubahan gradual dari lahan) dimensi ekologi, sosial, dan
ekonomi (Riqqi et al, 2008). Suksesi pada dimensi ekologi
memperlihat kan perkembangan gradasi dari lahan t anah
gundul yang mempunyai nilai ekologi nol, hingga t ahapan
klimaksnya, misalnya hut an mangrove alami dengan nilai
1. Hubungan ant ara ket iga dimensi f ungsi pada suat u lahan
t ersebut dapat digambarkan dalam suat u diagram segit iga
yang disebut sebagai Ternary Diagram (Gambar 3.2).
Set iap sudut pada segit iga menyat akan nilai 1 at au 100%
dari suat u f ungsi lahan. Di sudut puncak segit iga, f ungsi
ekologi divisualisasikan dengan warna hijau, warna biru
mewakili f ungsi sosial dan dengan warna merah mewakili
f ungsi ekonomi. Fungsi lahan yang merupakan campuran
dari ket iga dimensi dengan proporsinya masing-masing
t erlihat sebagai gradasi warna campuran, sebagaimana
t erlihat pada Tabel 3.1.
Gambar 3.2 Ternary Diagram
Tabel 3.1. Cont oh beberapa j enis t ut upan lahan dan nilai
dari masing-masing f ungsinya
Tut upan Lahan
Nilai Fungsi Lahan
Ekologi Sosial Ekonomi
Hut an 0,97 0.01 0,02
Hut an Mangrove 1 0 0
Ilalang 0,78 0,11 0,11
Perdu 0,85 0,05 0,09
Kebun Campuran 0,57 0,15 0,28
Sawah 0,52 0,24 0,24
Tambak 0,5 0,3 0,2
Perumahan 0,06 0,69 0,25
Lahan Komersial 0 0,5 0,5
Kampung 0,14 0,53 0,32
Pergudangan 0 0,18 0,82
Kuburan 0 1 0
Ut ilit as 0 0,18 0,82
Sungai 0,81 0,09 0,01
Tat a guna lahan yang mempunyai kait an erat dengan akt ivit as
manusia berpengaruh t erhadap sebaran dan besaran beban
emisi pencemar; dan di lain pihak dapat juga mempengaruhi
dumukoLensl dumuk yung Ler|udl bulk Lerhudu
populasi manusia maupun lingkungan. Pet a t at a guna lahan
yang disederhanakan dengan pet a fungsi lahan berdasarkan
kluslkusl udu Ternary Diagram yang digabungkan dengan
pet a dist ribusi emisi dan pencemar udara membant u
analisis hubungan ant ara penyebab, pot ensi dampak dan
perencanaan respon t erhadap masalah kualit as udara.
Gambar 3.3 memperlihat kan pet a f ungsi lahan daerah
Bandung dan sekit arnya, yang digabungkan dengan
pet a dist ribusi emisi NO
2
dari kendaraan bermot or di
beberapa jalan ut ama, dan dat a pemant auan konsent rasi
ambien pencemar udara NO
2
dari pemant auan pasif
yang dilakukan Pusarpedal di 4 lokasi, yait u dekat jalan
raya (Tit ik A), indust ri (Tit ik B), pemukiman (C1 dan C2).
Sedangkan Gambar 3.4 menunjukan pet a yang sama yang
digabungkan dengan pet a dist ribusi emisi CO
2
dari ruas-
ruas jalan yang lebih lengkap. Berdasarkan gambar 3.4
dapat dilihat bahwa emisi pada jalan-jalan yang berada
dl dueruh cumurun emuklmun uduL dun komerslul
indust ri mempunyai kepadat an lalulint as yang juga t inggi
sehingga menunjukan beban emisi yang relat if t inggi.
Pada Gambar 2 t erlihat konsent rasi ambien t ert inggi
t erpant au di lokasi yang dekat dengan jalan, dengan emisi
yang relat if t inggi, t et api berdasarkan pet a emisi t erlihat
pula bahwa t erdapat beberapa lokasi lain yang berpot ensi
sebagai hot spot (daerah dengan emisi t inggi) yang belum
dipant au konsent rasi pencemarnya.
41
UDARA
Gabungan dari berbagai inf ormasi yang dit ampilkan
dalam pet a f ungsi lahan dapat menghasilkan suat u analisis
hubungan Tekanan-Dampak-Resept or yang disert ai
dengan analisis st at us pada lokasi yang t elah dipant au,
sert a perencanaan Respons yang dapat dit erapkan unt uk
memperbaiki kualit as lingkungan. Dari analisis t ersebut ,
selain lokasi pemant auan yang t elah ada, dapat diket ahui
kebut uhan umum lokasi pemant auan yang dibut uhkan
unt uk mendapat kan gambaran st at us yang lebih lengkap.
Cont oh dari analisis dapat dilihat pada Tabel di bawah ini.

Tabel 3.2. Tekanan Dampak Respons unt uk Pengelolaan Kualit as Udara di Perkot aan
Tit ik Tekanan
Resept or Pot ensi
Dampak
St at us Response
A Emisi Transport asi
Pemukiman
Munuslu gungguun
kesehat an
Trend konsent rasi
NO2 t ert inggi
dan meningkat
(roadside)
- Pengendalian emisi dari t ransport asi
dengan manajemen lalulint as
- Pemant auan kualit as udara di
pemukiman di sekit arnya unt uk
mengkuunLlkusl dumuk
B Indust ri
Pemukiman
Munuslu gungguun
kesehat an
Trend konsent rasi
NO2 relat if t inggi
dan meningkat
- Pengendalian emisi dari indust ri
- Pemant auan kualit as udara di
pemukiman di sekit arnya unt uk
mengkuunLlkusl dumuk
C1
Transport asi,
Komersial
Pemukiman
Munuslu gungguun
kesehat an
Trend konsent rasi
NO2 moderat
dan meningkat
- Pemant auan kualit as udara di
pemukiman
- Analisis pengaruh sumber-sumber di
sekit ar yang berpot ensi menimbulkan
dampak unt uk merencanakan respons
pengendalian
C2
Transport asi,
Komersial,
Indust ri
Pemukiman
Munuslu gungguun
kesehuLun Suwuh
erLunlun keruglun
ekonomi
Konsent rasi NO2
moderat , Trend
belum diket ahui
- Pemant auan kualit as udara di
pemukiman
- Analisis pengaruh sumber-sumber di
sekit ar yang berpot ensi menimbulkan
dampak unt uk merencanakan respons
pengendalian
1
Transport asi,
Pemukiman
Lkologl erLunlun Perlu dit elaah
- Pemant auan kualit as udara unt uk
menget ahui st at us dampak t erhadap
ekologi dan t anaman produkt if
2 Pemukiman Ekologi Perlu dit elaah
- Pemant auan kualit as udara unt uk
menget ahui st at us dampak t erhadap
ekologi
3 Transport asi
Pemukiman
Munuslu gungguun
kesehat an
Perlu dit elaah
- Pemant auan kualit as udara t epi jalan
(roadside)
- Pemant auan kualit as udara di
pemukiman di sekit arnya unt uk
mengkuunLlkusl dumuk
- Pengendalian emisi dari t ransport asi
dengan manajemen lalulint as
4 Indust ri
Pemukiman
Munuslu gungguun
kesehuLun Suwuh
erLunlun keruglun
ekonomi
Perlu dit elaah
- Pemant auan kualit as udara di
pemukiman dan daerah pert anian
- Analisis pengaruh sumber-sumber di
sekit ar yang berpot ensi menimbulkan
dampak unt uk merencanakan respons
pengendalian
42
UDARA
Tit ik Tekanan
Resept or Pot ensi
Dampak
St at us Response
5
Pot ensi kegiat an
perkot aan yang
mengemisikan
pencemar udara
SuwuherLunlun
kerugian ekonomi
Perlu dit elaah
Pemant auan kualit as udara di daerah
pert anian
6
Transport asi,
Komersial,
Indust ri
Pemukiman
Munuslu gungguun
kesehat an
Perlu dit elaah
- Pemant auan kualit as udara t epi jalan
(roadside) di Ut ara dan Selat an
- Pemant auan kualit as udara di
pemukiman di sekit arnya unt uk
mengkuunLlkusl dumuk
- Pengendalian emisi dari t ransport asi
dengan manajemen lalulint as
Pengendullun emlsl durl sumber LlLlk
indust ri
Gambar 3.3. Pet a Fungsi Lahan Kot a Bandung dan Sebaran Emisi NO
2
dari Transport asi dan Konsent rasi Ambien NO
2

43
UDARA
Gambar 3.4. Pet a Fungsi Lahan Kot a Bandung dan Sebaran Emisi CO
2
dari Transport asi
3.1.2. Transport asi
Transport asi pada saat ini adalah salah sat u sekt or yang
mengkonsumsi bahan bakar minyak yang ut ama di samping
sekt or indust ri. Peningkat an populasi dan kebut uhan akan
mobilit as belum dapat diimbangi oleh ket ersediaan angkut an
publik, sehingga khususnya unt uk angkut an darat t erjadi
peningkat an kepemilikan dan penggunaan kendaraan pribadi
yang sangat pesat , t erut ama unt uk memenuhi kebut uhan
t ransport asi pada jarak pendek. Hal t ersebut t erlihat jelas
udu Cruk yung menun|ukun enlngkuLun securu
eksponensial pada jumlah mobil dan t erut ama sepeda mot or
sebagai jenis angkut an darat yang t erjangkau. Pada saat ini,
ket idakseimbangan ant ara ket ersediaan sarana angkut an
dengan kebut uhan, menyebabkan angkut an pribadi sepert i
sepeda mot or pun mulai menjadi sarana t ransport asi jarak
|uuhunLur koLu
Gambar 3.5. Kepadat an Lalulint as di perkot aan
Lok 1emo1ony HurLuwun
44
UDARA
Grak kecenderungan popu|asi kendaraan bermotor angkutan darat nasiona| da|am unit kendaraan bermotor
Sumber Dat a: Diolah dari St at ist ik Perhubungan 2010, Kement erian Perhubungan, 2011.
pergerakan masyarakat di wilayah Indonesia. Hal ini akan
menimbulkan peningkat an kebut uhan akan pengelolaan
lingkungan yang diakibat kan oleh peningkat an kebut uhan
sarana dan prasarana t ransport asi udara. Peningkat an ini
berpot ensi menghasilkan dampak lingkungan yang berasal
dari gas buang, emisi gas rumah kaca dan kebisingan di
sekit ar pelabuhan udara, sert a di lapisan at mosf er yang
lebih t inggi.
Hal yang sama juga t erlihat pada t ransport asi air, sebagai
cont oh dapat digambarkan dengan peningkat an jumlah
|usu lubuh dl wlluyuh yung dlkelolu oleh Pellndo l Pellndo
lv Cruk RuLuruLu er Luhun Ler|udl enlngkuLun
jasa labuh sebesar 7%, dan pada t ahun 2009-2010 t erjadi
peningkat an yang t erbesar. Peningkat an t ransport asi air
ini akan meningkat kan pula kebut uhan akan bahan bakar,
dan pada akhirnya emisi gas buang yang dihasilkan.
Selain angkut an darat , perlu diperhat ikan juga
kecenderungan kenaikan jumlah kebut uhan akan
angkut an udara dan angkut an air, baik laut maupun
sungai. Kebut uhan akan mobilit as bagi orang dan
barang dengan angkut an non-darat ini akan semakin
meningkat di masa mendat ang, demikian juga dengan
konsekuensinya pada lingkungan. Sebagai gambaran, dari
Ler|udl kenulkun |umluh ergerukun esuwuL
uduru bulk domesLlk muuun lnLernuslonul llhuL Cruk
3.4). Pergerakan pada moda udara meningkat , rat a-rat a
sebesar 3% per t ahun, di mana pada t ahun t erakhir dari
t ahun 2009 ke 2010 t erjadi peningkat an pesat sebesar
15%. Proporsi penerbangan domest ik selama 5 t ahun
Lerukhlr lnl uduluh sebesur Kenulkun yung
slgnlkun unLuk LrunsorLusl domesLlk LerllhuL |ugu sunguL
jelas pada jumlah penumpang yang t erangkut (dat a t idak
dit ampilkan), mengindikasikan peningkat an kebut uhan
45
UDARA
Grak 1um|ah Pergerakan Transportasi Udara 5ecara Nasiona| Tahun
Sumber: St at ist ik Perhubungan Buku I, 2011.
Cat at an: AP : Angkasa Pura
Grak 1um|ah 1asa Labuh Transportasi Air 5ecara Nasiona| Tahun
Sumber: St at ist ik Perhubungan Buku I, 2011.
Cat at an: AP : Angkasa Pura
46
UDARA
3.1.3. Sampah Domest ik
Sampah di perkot aan yang t ak t erangkut menjadi sumber
pencemar udara baik secara langsung maupun t idak
langsung. Besarnya t imbulan sampah t erkait erat dengan
jumlah populasi penduduk, dengan demikian jumlah
penduduk yang cenderung meningkat pada saat ini
berpot ensi menimbulkan konsekuensi peningkat an emisi
pencemaran udara dari sekt or ini. Pembakaran sampah
menjadi jalan keluar individual yang t erpaksa dilakukan
oleh masyarakat pada saat layanan pengangkut an dan
pengolahan sampah t idak mencukupi, menimbulkan
emisi gas-gas sepert i NO
x
, SO
2
, senyawa-senyawa karbon.
Sampah yang t ak t erangkut dan t idak dimusnahkan
dengan cara dibakar, kemungkinan dibuang ke badan air
at au t anah, yang menimbulkan emisi gas-gas berbau dan
gas rumah kaca sepert i CH
4
.
Sampah menjadi f akt or penekan t erhadap lingkungan
udara di daerah-daerah dengan populasi manusia yang
t inggi, sepert i di perkot aan. Timbulan sampah t erbesar
t erjadi di Pulau Jawa di mana kot a-kot anya memiliki
populasi penduduk yang padat . Pada t ahun 2007 t imbulan
sampah mencapai hampir 65.000 m
3
hurl dun menlngkuL
menjadi mendekat i 70.000 m
3
hurl udu Luhun
volume lnl sunguL konLrus dlbundlngkun dengun uluu
pulau lain dengan luas lahan yang lebih besar, sepert i
Sumat era yang hanya mencapai kurang dari sepert iga
volume sampah di Jawa, sedang daerah-daerah lain di
Indonesia umumnya t idak mencapai 10000 m
3
hurl SLHl
2009 (Sub-bab 8.1 Gambar 8.2). Dari t ot al volume sampah
t ersebut , hanya sekit ar 70% dapat t erangkut ke laoJll,
mengindikasikan masalah pencemaran udara dari sampah
yang t ak t erangkut , sehingga cara pemusnahan dengan
dibakar, dibuang ke badan air at au lahan lain kemungkinan
semakin meningkat .
Timbulan sampah yang t idak dikelola dengan semest inya
menimbulkan persoalan kualit as udara. Sebagai cont oh,
unt uk wilayah Bandung Met ropolit an (Kot a Bandung,
Kabupat en Bandung dan Cimahi) secara t ot al dat a pada
t ahun 2004, sampah yang t ak t erangkut rat a-rat a sekit ar
55% (SLHI 2009, Tabel 8.1). St at ist ik t erbaru dibut uhkan
unt uk menget ahui st at usnya pada saat ini t erut ama
Gambar 3.6. Pembakaran Sampah Terbuka
Lok KLHAgus SurlyunLo
47
UDARA
yang berkait an dengan pencemaran udara. Sampah
yang t erdekomposisi secara anaerobik menghasilkan gas
rumah kaca berupa gas met ana (CH
4
) yang mempunyai
nilai pot ensi pemanasan global 21 kali dari CO
2
. Selain
CH
4
, sampah yang t ert imbun di lahan t erbuka at au
dibuang ke badan air dan mengalami proses pembusukan
menghasilkan gas-gas H
2
S, NH
3
yang mencemari udara.
Pembakaran sampah t erbuka selain menghasilkan
CO
2
juga menghasilkan gas-gas pencemar berupa CO,
part ikulat t ermasuk part ikel logam berat , dan gas-
gas buang lain sepert i hidrokarbon (HC), SO
2
dan NO
2
.
Pembakaran sampah t erbuka dapat t erjadi pada sampah
yung Luk LerungkuL dl erkoLuun dulum skulu lndlvlduul
rumah t angga, maupun t erbakar di area laoJll.
Tabel 3.3. Proporsi Beberapa Kegiat an Energi dan Migas t erhadap Emisi Gas Rumah Kaca dan Pencemar Udara
Bidang Usaha
Emisi tahun Tontahun
CH4
(CO2e)
CO2
N2O
(CO2e)
Tot al
CO2e
NOx SOx VOC PM
Eksplorasi Migas 24.788,38 571.330,60 573,91 594.562,273 1.910,38 11,05 1.696,09 41,1
Pengilangan 22.283,26 44.315,80 35.753.223,07 6.695.659,365 14.755,55 5.148,76 79.868,53 1.166,09
PLTU 11.279,621 11.279.620,74 169.041,99 245.759,95 174.112,93
Sumber: diolah dari dat a KLH
Ket erangan: CO
2
e : beban emisi GRK diekivalensikan ke CO
2
Gambar 3.7. Sebaran Beban Emisi CO
2
dari Kegiat an Pembangkit Tahun 2010
3.1.4. Indust ri
Berbagai sekt or indust ri mengemisikan pencemar udara dan
GRK. Dengan mulai dilakukannya pendat aan beban emisi
dari beberapa sekt or indust ri, khususnya indust ri minyak
dan gas dan pembangkit , dapat diket ahui proporsi emisi dari
masing-masing kegiat an t ersebut . Secara t ot al dari 3 kegiat -
an yang t elah t erdat a emisinya dapat dilihat pada Tabel di
bawah ini. Sedangkan sebaran spasial dari masing-masing
sumber emisi CO
2
dan NO
2
dari kegiat an pembangkit energi
PL1U dlLumllkun udu Cruk dun X UnLuk mengevu
luasi hasil kegiat an pengurangan emisi yang t elah dilakukan,
lebih banyak jenis indust ri perlu disert akan dalam invent ari-
sasi beban emisi. Hal ini akan menunjang evaluasi usaha-
usaha pengurangan emisi secara nasional, dan penent uan
arah kebijakan pengelolaan lingkungan yang akan dat ang.
48
UDARA
Gambar 3.8. Sebaran Beban Emisi NO
2
dari Kegiat an Pembangkit Tahun 2010
ot omat is sebanyak 43 st asiun yang t ersebar di 10 kot a,
dengan jumlah rat a-rat a lokasi pemant auan per kot a
sebunyuk sLuslun se|uk Suluh suLu kegunuun
dari hasil pemant auan adalah unt uk menent ukan Index
St andar Pencemar Udara (ISPU) yang merupakan indikat or
kualit as udara suat u kot a. SLHI 2009 t elah memuat hasil
pemant auan dari jaringan AQMS dimana berdasarkan
erhlLungun lSPU Luhun urumeLer encemur
yang sering menjadi paramet er krit is adalah PM
10
, diikut i
oleh ozon (Tabel 2.1., SLHI 2009). PM
10
adalah part ikel
dengan diamet er di bawah 10 mikromet er, sehingga
bersif at inhal abl e. Selain secara langsung menimbulkan
dampak kesehat an, part ikel yang mengandung senyawa
karbon dapat mempunyai ef ek karsinogenik, at au menjadi
carrier pencemar t oksik lain yang berupa gas at au semi-
gas karena menempel pada permukaannya. Pencemar
krit is t ersering yang kedua, yait u ozon adalah pencemar
sekunder yang t erbent uk di at mosf er dari reaksi f ot okimia
NO
x
dan HC. Ozon bersif at oksidat or kuat , karena it u
pencemaran oleh ozon t roposf erik dapat menyebabkan
dampak yang merugikan bagi kesehat an manusia.
Berdasarkan SLHI 2009 (Gambar 3.1) dengan dat a t ahun
durl koLu yung memlllkl sLuslun AOMS
jumlah perolehan dat a masih membut uhkan perhat ian
yang serius. Terdapat 7 kot a yang sedikit nya mempunyai
3.2. St at us Kualit as Udara
3.2.1. Pencemar Udara
St at us kualit as udara dilihat dari dat a pemant auan.
Pemant auan kualit as udara di Indonesia dilakukan dengan
beberapa met ode, yait u:
1. Alat pemant auan ot omat is dari Jaringan AQMS yang
dilakukan di 10 kot a besar di Indonesia dengan dat a
dilaporkan secara kont inu ke KLH .
2. Alat pemant auan manual akt if ; dilakukan secara ad
hoc at au t erat ur di beberapa t it ik. Dat a ini t idak selalu
t ersedia.
3. Alat pemant auan pasif yang dilakukan di sekit ar 30
ibukot a provinsi.
Paramet er pencemar yang dipant au umumnya adalah
paramet er pencemar krit eria, yait u SO
x
, NO
x
, CO, O
3
dan
part ikulat PM
10
. Pemant auan t erhadap Gas Rumah Kaca
dan komposisi kimia air hujan dilakukan di beberapa kot a
di Indonesia oleh berbagai inst it usi sepert i LAPAN dan
BMKG, selain oleh Pusarpedal KLH.
Kement erian Lingkungan Hidup mengembangkan
Jaringan Pemant auan Kualit as Udara (Air Qual it y
Monit oring Syst em) dengan alat pemant au udara secara
49
UDARA
set ahun dat a dengan kehilangan dat a 100%. Perolehan
dat a umumnya lebih kecil dari 40% bahkan hingga 0%. Di
Jakart a, Surabaya dan Palangkaraya kondisi pemant auan
kualit as udara ot omat is umumnya relat if baik, dengan
erolehun duLu selumu berklsur udu
at au mendekat i, sert a Pekanbaru dan Jambi pada
t ahun t erakhir (2008) (Gambar 3.1., SLHI 2009). Dengan
semakin meningkat nya t ekanan t erhadap kualit as udara,
dibut uhkan revit alisasi dan pengembangan jaringan
AQMS unt uk mendapat kan dat a yang memadai dan
dapat dipergunakan unt uk pengembangan dan evaluasi
kebijakan lingkungan, khususnya kualit as udara.
Di samping AQMS, KLH juga melakukan pemant auan
kualit as udara dengan alat pemant au pasif. Alat
pemant auan pasif menggunakan prinsip dif usi gas pada
absorben t ert ent u yang akan menangkap gas pencemar.
Alat ini memiliki kelebihan sangat prakt is dari segi
pengambilan sampel, sehingga dapat dilakukan di banyak
t empat dan cocok unt uk pengamat an variasi konsent rasi
dalam skala ruang dan t emporal dalam jangka panjang.
Pemant auan dengan met ode ini di Indonesia t elah
dilakukan oleh Pusarpedal sejak t ahun 2005 hingga 2010
di sekit ar 30 kot a, umumnya adalah ibukot a provinsi.
Pemant auan dilakukan pada 2 paramet er yait u SO
2
dan
NO
2
, dilakukan sebanyak 4 kali 1 t ahun dengan durasi
masing-masing 1 minggu. Jumlah t it ik pemant auan di t iap
kot a sebanyak 3 - 4 t it ik, mewakili t at a guna lahan ut ama
di perkot aan, yait u 1 at au 2 t it ik di daerah pemukiman, 1
LlLlk yung mewuklll lulullnLus|ulun ruyu dun LlLlk yung
mewakili daerah indust ri. Dari dat a pemant auan t ersebut
dilakukan perhit ungan nilai konsent rasi rat a-rat a t ahunan
di masing-masing kot a.
Cruk menun|ukun kecenderungun kenulkun konsen
t rasi NO
2
di ibukot a provinsi di Indonesia dari t ahun
2005 sampai dengan 2010. Kot a-kot a di Jawa, Bali
dan Lombok, sert a di Sumat era dan beberapa kot a di
Kalimant an yang relat if padat penduduk at au kegiat an
indust rinya menunjukan konsent rasi NO
2
yang lebih t inggi
dibandingkan dengan kot a-kot a di Indonesia Bagian
Timur. Pembakaran bahan bakar f osil adalah sumber dari
emisi NO
2
, oleh sebab it u seringkali kendaraan bermot or
menjadi salah sat u pengemisi NO
x
di perkot aan yang
ut ama. Dengan bert ambahnya populasi kendaraan
bermoLor llhuL Cruk konsenLrusl NO
2
pun cenderung
meningkat . Kondisi ini perlu dicermat i karena senyawa NO
x

adalah senyawa kimia yang memiliki dampak kesehat an
Lok 1emoAdlLlu Novlunsyuh
50
UDARA
Gambar 3.9. Trend Konsent rasi NO
2
di 30 Ibukot a Provinsi 2005 - 2010
yang t elah diket ahui, sepert i dapat menyebabkan irit asi
pada dinding alat pernaf asan dan penyempit an saluran
naf as baik pada orang yang sehat maupun pada penderit a
asma. Selain it u, senyawa ini juga merupakan senyawa
pemicu (prekursor) bagi t erbent uknya asap kabut (asbut )
f ot okimia, yait u kekeruhan di at mosf er akibat adanya
aerosol dan gas-gas yang t erbent uk karena adanya reaksi
f ot okimia. Asbut t elah banyak t eramat i di beberapa kot a
besar di Indonesia, sepert i Jakart a, Bandung dan Surabaya.
Gas SO
2
t elah lama dikenal sebagai gas yang dapat
menyebabkan irit asi pada sist em pernaf asan. Berlawanan
dengan NO
2
, Terlihat kecenderungan penurunan konsent rasi
SO
2
di hampir set iap kot a yang dipant au (Gambar 3.10).
Pada pembakaran bahan bakar f osil, t erut ama solar dan
bat ubara, sumber dari SO
2
adalah kandungan sulf ur di dalam
bahan bakar. Dengan penggunaan bahan bakar f osil yang
pada saat ini masih memiliki kecenderungan meningkat ,
belum dapat diket ahui penyebab menurunnya konsent rasi
di sebagian besar kot a t ersebut . Salah sat u kemungkinan
adalah t erkonversinya gas SO
2
di udara menjadi pencemar
sekunder sepert i aerosol sulf at , sehingga t idak dapat
t erdet eksi oleh alat pemant au pasif.
Selain dat a pemant auan pasif, melalui program Langit Biru,
KLH juga melakukan pemant auan kualit as udara t epi jalan
(roadside) di beberapa kot a besar di Indonesia. Di t iap kot a,
kualit as udara t epi jalan diwakili oleh 3 t it ik pemant auan.
Program ini t elah berjalan sejak t ahun 2007 sebagai bagian
dari Pengelolaan Transport asi yang digunakan sebagai
krit eria evaluasi kualit as udara perkot aan. Program dimulai
dengan 12 kot a, kemudian meningkat menjadi 16 kot a pada
t ahun 2008. Kegiat an ini dilaksanakan kembali pada t ahun
2011 dengan jumlah pemant auan bert ambah menjadi 26
kot a. Kegiat an yang dilakukan berupa uji emisi, pemant auan
kualit as udara t epi jalan (roadside) dan kinerja lalulint as.
Pada t ahun 2007, kegiat an pemant auan udara t epi jalan
memant au 6 paramet er, yait u NO
x
, SO
2
, CO, HC, PM
10
dan
O
3
, sedangkan pada t ahun 2008 hanya 4 paramet er yang
merupakan pencemar primer dari kendaraan bermot or,
yait u NO
x
, SO
2
, CO dan HC. Terdapat banyak sumber yang
berpengaruh pada konsent rasi PM
10
. Hasil pembakaran
bahan bakar f osil pada kendaraan bermot or dapat menjadi
salah sat u sumbernya, t erut ama dari pembakaran bahan
bakar solar. Pada laporan ini dit ampilkan dat a dari t ahun
semenLuru kegluLun emunLuuun LunglL 8lru
yang sekaligus digunakan sebagai bagian dari penilaian
Adipura unt uk t ahun 2011 t engah berlangsung.
51
UDARA
Secara umum dari dat a 2 t ahun bert urut -t urut t ersebut t erjadi
kenaikan konsent rasi pencemar, walaupun konsent rasi
t ersebut sebagian besar masih di bawah ambang bat as,
kecuali unt uk paramet er hidrokarbon. Trend meningkat
unt uk paramet er CO dan HC t erjadi di 12 kot a yang dipant au
di kedua t ahun t ersebut , sedangkan unt uk paramet er NO
2

t erjadi di 7 dari 12 kot a, dan SO
2
di 9 dari 12 kot a. Hal ini
mengindikasikan t erjadi peningkat an pemakaian bahan
bakar, t ermasuk kemungkinan bahan bakar solar. Hasil
pemant auan ini relevan dengan dat a pada sub-bab 3.1.1
dimana t erjadi kenaikan jumlah kendaraan bermot or, yang
kemudian sebagai dampak selanjut nya adalah bert ambahnya
kemacet an at au pengurangan kecepat an pada ruas-ruas
jalan yang dipant au, sehingga meningkat kan emisi CO dan
HC Cruk konsenLrusl emunLuuun uduru Lel |ulun LersebuL
duuL dlllhuL udu Cruk
Gambar 3.10. Trend Konsent rasi SO
2
di 30 Ibukot a Provinsi 2005 - 2010
Grak Trend Konsent rasi Pemant auan CO di Tepi Jalan t ahun 2007 2008
Sumber dat a: Program Langit Biru, KLH
52
UDARA
Grak Trend Konsent rasi Pemant auan HC di Tepi Jalan Tahun 2007 2008
Sumber dat a: Program Langit Biru, KLH
Grak Trend Konsent rasi Pemant auan NO
2
di Tepi Jalan Tahun 2007 2008
Sumber dat a: Program Langit Biru, KLH
53
UDARA
Grak Trend Konsent rasi Pemant auan SO
2
di Tepi Jalan Tahun 2007 2008
Sumber dat a: Program Langit Biru, KLH
Grak Trend Konsent rasi Pemant auan PM
10
di Tepi Jalan Tahun 2007 2008
Sumber dat a: Program Langit Biru, KLH
54
UDARA
3.2.2. Deposisi Asam
Jaringan Acid Deposit ion Monit oring Net work in East Asia
(EANET) memant au komposisi kimia air hujan di beberapa
negara di Asia Timur t ermasuk di Indonesia sebanyak 4
kot a, yait u Jakart a, Bandung, Serpong, Kot ot abang sejak
2001, sert a di Maros sejak 2008. Berdasar nilai kadar
keasaman (pH) rat a-rat a t ahunan air hujan di 4 kot a,
umumnya nilai pH berada di bawah pH air hujan normal
(5,6). Hal ini t erdet eksi t ermasuk di kot a Kot ot abang yang
berlokasi di daerah dengan t ingkat pencemaran yang
reluLlf sedlklL Cruk Kecenderungun menurunnyu
pH t ampak lebih t erlihat dari dat a pemant auan di kot a
Jakart a, dan Serpong yang pada t ahun-t ahun t erakhir
berkisar pada nilai 4,6. Penurunan pH ini diperkirakan
t erjadi akibat meningkat nya konsent rasi senyawa nit rat
dan sulf at dari proses konversi dari gas NO
2
dan SO
2
yang
diemisikan ke at mosf er, dan t idak dapat diimbangi oleh
proses penet ralan alamiah.
Grak kecenderungan pH ratarata tahunan air
huj an di 5 kot a di Indonesia
Sumber dat a: EANET
Lok 1emoWuhyu SeLluwun
55
UDARA
3.2.3. Gas Rumah Kaca
SLHI 2009 memberikan dat a konsent rasi ambien GRK di
st asiun pemant auan Kot ot abang, salah sat u st asiun peman-
t au dari Global At mosphere Wat ch (GAW) yang berlokasi di
Indonesia. Pemant auan di Kot ot abang merepresent asikan
kondisi at mosf er secara umum, karena t erlet ak di daerah
yang relat if jauh dari sumber-sumber emisi. Di st asiun ini
diamat i GRK ut ama, yait u CO
2
, CH
4
, N
2
O dan SF
6
Cruk
Cruk SLHl Lulum renLung wukLu hlng-
ga 2009 di Kot ot abang t erjadi kenaikan CO
2
seklLur m
t ahun, CH
4
seklLur bLuhun NO seklLur ruLuruLu
bLuhun dun Sl
6
kurang dari 1 ppt per t ahun. Kecen-
derungan kenaikan konsent rasi GRK meskipun unt uk bebe-
rapa paramet er t ampak relat ive kecil t et api t elah mengindi-
kasikan diperlukannya respons unt uk mengendalikan GRK.
Grak Perbandingan konsentrasi Gas Rumah kaca
Indonesia dan Global (SLHI 2009)
CO
2
Mixing Ratio Comparison
395
390
385
380
375
370
365
2004 2005 2006 2007 2008 2009
Time Series
C
O
2

p
p
m
sumber : BMKG, 2010
Grak konsentrasi 5F
6
di st asiun GAW-Bukit -
kot ot abang (SLHI 2009)
7.4
7.2
7.0
6.8
5.8
5.6
5.4
5.2
2004 2005 2006 2007 2008
2009
6.6
6.4
6.2
6.0
M
i
x
i
n
g

R
a
t
i
o

(
p
p
t
)
Time Series
sumber : BMKG, 2010
3.3. Upaya Pengendalian Pencemaran
3.3. 1. Pengendalian Emisi dari Sumber Bergerak
Unt uk mengendalikan emisi dari sumber bergerak
t elah dilakukan beberapa respons, baik program baru
maupun lanjut an, yang dilakukan oleh Kement erian
Lingkungan Hidup, maupun sekt or-sekt or t erkait . KLH
mencanangkan Program Langit Biru sejak t ahun 2004,
t ermasuk pengembangan st andard dan t eknologi unt uk
emisi dan kebisingan kendaraan bermot or, bahan bakar
bersih, inspeksi dan perawat an kendaraan bermot or,
pengembangan kapasit as dan part isipasi masyarakat .
Kement erian Perhubungan sebagai sekt or yang paling
Dok: PLN
56
UDARA
Tabel 3.4. PENURUNAN GAS RUMAH KACA
MELALUI PROGRAM PENILAIAN PERINGKAT KINERJA PENGELOLAAN LINGKUNGAN (PROPER)
NAMA PERUSAHAAN
UPAYA PENGENDALIAN
PENCEMARAN
PENURUNAN GAS RUMAH
KACA
1. Chevron Geot hermal Indonesia
Lt d.
Pembangunan proyek rendah
emlsl Kurbon Proyek
Geot hermal)
650. CO LonLuhun.
dengan reduksi emisi yang
Leluh dlserLlkusl uLuu Cett|eJ
Emission Reduct ion (CERs)
sebanyak 90.804 CO2 t on. pada
t anggal 11 Juni 2009.
2. PT. Badak NGL
Hasil program Pl ant Thermal
lc|eocy ini kemudian
dibandingkan dengan 10 Kilang
LNG ut ama di Dunia, pencapaian
PT Badak NGL unt uk Correct ed
Energy & Loss (CEL) mencapai
peringkat 3 t erbaik, unt uk Energy
Index dan Sit e Carbon Management
Index (SCMI) mencapai 4 t erbaik.
program llaot 1letmal lc|eocy
t ermasuk di dalamnya program :
eslensl energl sebesur
MMSClLuhun seLuru dengun
LonLuhun emlsl COe
a. Menurunkan sweep qas ow
yang di at|oq di ptocess ate
Penurunan emisi GHG 8.363 t on
CO2e per t ahun
b. Menurunkan sweep qas ow
yang di at|oq di bl owdown
syst em
Penurunan emisi GHG 1.647 t on
CO2e per t ahun
c. Menurunkan at|oq proses
cool down Main Heat Exchanger
Penurunan emisi GHG 5.018 t on
CO2e per t ahun
d. Menurunkan osl|oq gas pada
syst em sampl ing proses t rain
Penurunan emisi GHG 171 t on
CO2e per t ahun
e. Menurunkan gas at|oq dalam
proses stattop lot|cat|oo
Pl ant
Penurunan emisi GHG 736 t on
CO2e per t ahun
f. Menurunkan gas at|oq
selama proses derime
Penurunan emisi GHG 2.356 t on
CO2e per t ahun
3. PT. Adaro Indonesia Pemanf aat an biodisel 20 %
(B20) dari minyak jarak unt uk
kendaraan operasional berat
pengurangan emisi CO2
mencapai 20.000 t on CO2 per
t ahun.
4. PT. Pert amina (Persero)
Pert amina memiliki Rencana Aksi
Penurunun Lmlsl CRK durl
2015 melalui Program t eknologi
bersih meliput i pemanf aat an gas
at|oq secara bert ahap
Program t eknologi bersih mengurangi emisi GRK sampai
520 ribu t on CO2.
Program konversi minyak t anah
ke LGP pada t ahun 2010
Mengurangi GRK sebesar
6.617.946 jut a Ton CO2e
t erkait dengan pelaksanaan pengendalian emisi
mengembangkan program Bus Rapid Transit (BRT)
dan pemberian penghargaan Wahana Tat a Nugraha
kepada kot a-kot a yang mengembangkan t ransport asi
berkelanjut an yang berwawasan lingkungan. Deskripsi
dari berbagai kegiat an t ersebut sebagian t elah diberikan
pada SLHI 2009. Kegiat an baru yang dilaksanakan oleh
Kement erian Perhubungan adalah Public Transport
Day. Pada program ini adalah program int ernal di dalam
Kemenhub yang mewajibkan penggunaan kendaraan
umum 1 hari dalam seminggu.
3.3.2. Pengendalian Gas Rumah Kaca (CO
2
) dari
Sumber Indust ri
Kement erian Lingkungan Hidup t elah melakukan
pendat aan beban emisi dari beberapa indust ri, sepert i
pembangkit list rik dan eksplorasi minyak dan gas sejak
t ahun 2009, t erdiri dari pencemar udara SO
x
, NO
x
,
part ikulat , CO, NMHC dan gas rumah kaca yait u CO
2
,
CH
4
, N
2
O. Tindakan penurunan GRK t elah dilakukan oleh
beberapa perusahaan melalui program yang dapat dilihat
pada Tabel. 3.4.
57
UDARA
NAMA PERUSAHAAN
UPAYA PENGENDALIAN
PENCEMARAN
PENURUNAN GAS RUMAH
KACA
unt uk kebut uhan indust ry, PLTU,
maupun dimanf aat kan unt uk LPG
Pl ant ; dan penggunaan oat|oq
roof unt uk pembangunan t angki
t imbun BBM yang baru
Memproduksi produk ramah
lingkungan sepert i Musicool ,
Hydrocabon Aerosol Propel ant
dan Sol ven
Pemakaian Musicool sebesar
57 Met rik Ton pada t ahun 2010
menurunkan emisi GRK adalah
sebesar 60 ribu Ton CO2.
5. P1 Chevron Puclk lndoneslu Proyek MP3 Emisi Sumat era Light
Nort h
Mengurangi 126.504 t on CO2e
per t ahun
Pembangunan f asilit as
pembakaran gas buang Enclosed
Ground Flare (EGF) at au
incinerat or uLmosr uLuu ugur
t ercapainya nil gas buang (zero
vent ing) di area 1-4
Mengurangi 1.566.600 t on
CO2e per t ahun
6. PT. Medco Energi Int ernasional Opt imasi proses dan
pemanf aat an gas ikut an yang
sebelumnya hanya di ate
kemudian dimanf aat kan menjadi
gas yang dijual kemudian elpiji
dan list rik
Dari t ahun 2008-2010
menurunkan CO2e per t ahun
(akumulat if 2010)
Penanaman 239.000 bat ang
pohon dengan luas 283 hekt are
Menyerap CO2 sebanyak 47.298
t on CO2e per t ahun
Penggunaan BBG pada 26 mobil
operasional
Mengurangi emisi 320 t on CO2e
per t ahun
Program ant ar jemput karyawan
di kant or Jakart a.
Mengurangi emisi 1164 CO2e
per t ahun
7. PT. Arut min Indonesia, Tambang
Senakin
Sampai dengan t ahun 2010
Reveget asi = 1696,86 ha
Absorpsi CO2 Senakin 21.710
1onHu1hn uLuu Lon
CO2e per t ahun
8. PT. Unilever Cikarang Project Al Gore - mengurangai
dimensi Pembungkus Det ergen,
pada t ahun 2010.
Mengurangi 500 t on per t ahun
plast ic, set ara 3.000 t on CO2e
per t ahun
Administ rasi elekt ronik sehingga
mengurangi kert as
mengurangi GRK 136 kg CO2e
per t ahun.
Program ant ar jemput karyawan mengurangi GRK 77 t on CO2e
per t ahun
9. PT . Unilever Cikarang Manajemen energi. Mengurangi emisi GRK 594 t on
CO2e per t ahun.
Pemanf aat an panas dari gas
pembakaran unt uk pemanasan
air di boiler. Hasilnya 2,5 t on per
t ahun.
Pemakaian TDS kont rol sensor
unt uk mengurangi kehilangan
panas pada boiler.
Hasilnya 75 t on CO2.
58
UDARA
NAMA PERUSAHAAN
UPAYA PENGENDALIAN
PENCEMARAN
PENURUNAN GAS RUMAH
KACA
10. Kodeco Energy, Co., Lt d. Mengurangi Fl aring Gas basis
emisi t ahun 2001-2011.
Terjadi pengurangan CO2
sebesar 66.750 t on.
11. PT. Jababeka Tbk. Menggant i sist em IPAL dan
penggunaan invert er pada
pompa dist ribusi.
Hasilnya CO2 2.607 t on per
t ahun.
Mengikut i Program CDM Power
Pl ant kapasit as 130 MWh.
Pot ensi reduksi karbon set ara
327.443 t on CO2 per t ahun.
12. PT. Jawa Power Opt imasi pengoperasian
Desalinat ion RO Pl ant .
Hasilnya 1.668 CO2e per t ahun.
Opt imasi pengoperasian FGD. Hasilnya 15.168 CO2e per t ahun.
13. Toba Pulp Lest ari Program Hut an Tanaman Rakyat
(PKR) pada areal t anah kosong
milik masyarakat .
Serapan CO2 t ahun 2006-2010
sebanyak 161.102,4 t on per
t ahun dan rat a-rat a sebanyak
146.681 t on per t ahun.
14. PT. Nest le Indonesia Pabrik
Kejayan.
Penggant ian genset dengan
t urbin berbahan gas alam dan
Co-generat ion.
Pada t ahun 2010 mengurangi
CO2 sebesar 26.000 t on per
t ahun
15. PT. TOTAL E&P Indonesia Penurunan GHG dari Fuel di
lapangan CPA.
2008: 340,02 t on CO2 eq,
2009: 282,45 t on CO2 eq,
Penurunan GHG dari Fuel di
luungun NPU 1unu ULuru
2008: 248,45 t on CO2 eq,
2009: 216,73 t on CO2 eq,
Penurunan GHG dari Fl are di
lapangan CPA.
2008: 108,23 t on CO2 eq,
2009: 88,63 t on CO2 eq,
Penurunun durl kegluLun eslensl
yung luln dl luungun NPU 1unu
Ut ara.
2008: 434,16 t on CO2 eq,
2009: 88,63 t on CO2 eq,
16. PT. KPC Reveget asi di lahan Reklamasi. Luas lahan 4.095,21 Ha dengan
serapan karbon pada t ahun 2011
sebesar 36.284,97 t on.
17. PT. Tri Polyt a Indonesia Tbk. Pemasangan Jumper lain di vent
recovery syst em dan penggant ian
el ect ric f an menjadi non el ect ric
f an, opt imasi pabrik penghasil
No2 dan SO2
Pada t ahun 2009 mengurangi
emisi sebesar 8.000 t on.
Pemasangan Jumper lain di
vent recovery syst em unt uk
mengopt imalkan pengambilan
kembali (recovery) gas propyl ene
menjadi produk (pol ypropyl ene).
Pengurangan emisi CO2 rat a-
rat a sebesar 5.500 t on CO2 per
t ahun.
18. PT. YKK Zipper Indonesia Pabrik
Cibit ung
Sinkronisasi genset dengan PLN. Pada t ahun 2010 mengurangi
CO2 sebesar 13.5 t on.
59
UDARA
Hut an t ropis di Indonesia menduduki urut an ket iga t er-
luas di dunia, namun di sisi lain laju kehilangan hut annya
relat if sangat cepat . Oleh karena it u, Indonesia memi-
liki posisi sa ngat pent ing dalam mensukseskan program
Pengu rangan Emisi dari Def orest asi dan Degradasi Plus
(Reducing Emissions f rom Def orest at ion and Degradat ion
Pl us (REDD+)). Sebagian besar pengurangan emisi t erse-
but akan diperoleh dari sekt or kehut anan dan t at a guna
lahan, karena merupakan sumber emisi paling besar dari
emisi Indonesia.
Lenlsl RLLL Plus RLLL berdusurkun udu Bal i
Act ion Pl an paragraf 1 b (iii), yait u pendekat an kebijakan
dan insent if posit if pada isu-isu yang berkenaan dengan
pengurangan emisi yang berasal dari penurunan kerusakan
hut an dan t ut upan hut an di negara berkembang, peran
konservasi, pengelolaan hut an secara lest ari sert a
peningkat an st ok karbon hut an di negara berkembang.
Gagasan REDD Plus secara resmi dinyat akan dalam
Copenhagen Accord. Dalam hal ini, Copenhagen Accord t elah
mendorong pemberian insent if posit if unt uk akt ivit as yang
t erkait dengan Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca (GRK)
dari degradasi hut an dan peranan konservasi, pengelolaan
hut an lest ari dan peningkat an st ok karbon hut an di
negara berkembang (REDD Plus) melalui pembent ukan
mekanisme REDD Plus. Penggunaan insent if posit if ini
dimaksudkan unt uk memobilisasi sumber daya keuangan
negara maju ke negara berkembang. Dengan demikian,
Indonesia mendesak dan mendukung pelaksanaan REDD
Plus dan met odologinya.
Pembent ukan mekanisme implement asi REDD Plus
sangat pent ing bagi Indonesia, karena akan memberikan
manf aat bagi pembangunan Indonesia. Pelaksanaan
mekanisme REDD Plus di Indonesia t idak hanya berguna
unt uk kepent ingan pembangunan lingkungan saja sepert i
Penurunan Emisi GRK dari def orest rasi dan degradasi
hut an sert a meningkat kan peran konservasi, pengelolaan
hut an lest ari dan peningkat an st ok karbon hut an, t et api
juga berguna bagi pembangunan ekonomi dan sosial,
sepert i halnya peningkat an t araf hidup masyarakat
set empat .
Salah sat u elemen yang t ercakup dalam Cancun Agree-
ment t erkait dengan posisi Indonesia mengenai REDD
Plus refe rensl Lerhudu nuslonul sub nasional ref erence
emissions l evel /Ref erence l evel sert a saf eguards t elah di-
set ujui dan masuk dalam keput usan COP-16 UNFCCC.
Dengan keput usan t ersebut , implement asi REDD+
di Indonesia akan meningkat kan kont ribusi mit igasi
perubahan iklim unt uk mencapai t arget reduksi emisi
nasional yang t elah dit et apkan pemerint ah.
Sebagai dasar dalam melakukan penyusunan, pelaksanaan,
pemant auan dan evaluasi program dan kegiat an yang
t erkait dengan REDD+, pemerint ah Indonesia menyusun
St rat egi Nasional REDD+ (St ranas REDD+). Penyusunan
St ranas REDD+ dilat arbelakangi dengan adanya komit -
men dari Pemerint ah Indonesia unt uk mengurangi emisi
gas rumah kaca (GRK) sebesar 26% pada t ahun 2020
dari t ingkat emisi BAU (business as usual Lunu rencunu
aksi). Sebagian besar pengurangan emisi GRK t ersebut
diperkirakan berasal dari sekt or kehut anan dan t at a guna
lahan karena merupakan sumber emisi paling besar dari
emisi Indonesia. Kondisi ini kemudian dist imulasi dengan
dit andat anganinya Let t er of Int ent ant ara Pemerint ah
Republik Indonesia dengan Pemerint ah Norwegia yang
mensyarat kan pembent ukan suat u st rat egi nasional yang
disusun secara inklusif.
Terkait dengan LoI ant ara Indonesia dan Norwegia, t ujuan
ut ama kemit raan ini adalah unt uk mengurangi def orest asi
dan degradasi hut an, dengan t ahapan pembayaran ber-
dasarkan kemampuan Indonesia unt uk menurunkan emisi.
Implement asi t ahap pert ama adalah persiapan. Tahap
2 dari kemit raan ini akan dimulai awal t ahun 2012
t ermasuk pembent ukan Lembaga REDD plus Indonesia,
pengembangan lanjut an yang menyeluruh dari st rat egi
nasional REDD plus, pencipt aan inst rumen pembiayaan,
pengembangan kerangka kerja pelaporan, monit oring dan
verlkusl MRv eluksunuun rovlnsl erconLohun dun
pelaksanaan morat orium selama dua t ahun unt uk konsesi
baru at as hut an dan lahan gambut .
Kot ak 3.2.
Reducing Emissions f rom Def orest at ion and Forest Degradat ion Pl us (REDD+)
60
UDARA
Sebagaimana yang t ert uang dalam Draf t St rat egi Nasional
REDD Plus, keberhasilan REDD Plus memiliki t iga unsur
independent ut ama yakni :
a. Memast ikan adanya penurunan emisi GRK dari
def orest asi dan degradasi [ sebagai bagian dari
penurunan emisi sebesar 26% - 41% (BAU 2020)] .
b. Memast ikan oaoc|al ow, t ermasuk kompensasi
pendanaan dan perdagangan, yang memadai dari
sumber-sumber int ernasional unt uk penurunan emisi
yang t ercapai.
c. Memast ikan adanya manf aat unt uk peningkat an
kesejah t eraan dan economic prospect unt uk masyarakat
di lapangan.
Ket iga unsur t ersebut dimaksudkan dalam rangka
mendorong Pengelolaan sumber daya alam yang
berkelanjut an dan berkesinambungan sebagai aset
nasional yang dapat dimanf aat kan unt uk sebesar besarnya
kemakmuran rakyat .
St rat egi-st rat egi yang dit awarkan dalam St ranas REDD+
ant ara lain (1). Membangun kelembagaan REDD+; (2).
Menelaah dan memperkuat kerangka hukum dan per-
at uran (Penat aan dan penggunaan ruang, t enurial, Pen-
gelolaan hut an dan lahan gambut , Pemant auan hut an dan
penegakan hukum, Penangguhan izin selama 2 t ahun);
(3). Meluncurkan program program st rat egis (Pengelolaan
lansekap yang berkelanjut an, Sist em ekonomi peman-
f aat an SDA secara Lest ari, Konservasi dan rest orasi); (4).
Perubahan paradigm dan budaya kerja; (5). Pelibat an ma-
syarakat hut an dan berbagai pemangku kepent ingan.
Salah sat u progress Indonesia dalam rangka menyeim-
bangkan dan menselaraskan pembangunan ekonomi,
sosial, budaya dan lingkungan sert a upaya penurunan Emisi
Gas Rumah Kaca yang dilakukan melalui penurunan emisi
dari def orest asi dan degradasi hut an, t elah dikeluarkan
Inpres Nomor 10 t ahun 2011 t ent ang Penundaan Ijin Baru
dan Penyempurnaan Tat a Kelola Hut an Alam Primer dan
Lahan Gambut pada t anggal 20 Mei 2011.
Penundaan pemberian izin baru berlaku bagi penggunaan
kawasan hut an alam primer dan lahan gambut , dengan
pengecualian diberikan kepada:
a. Permohonan yang t elah mendapat perset ujuan prinsip
dari Ment eri Kehut anan;
b. Pelaksanaan pembangunan nasional yang bersif at
vit al, yait u: geot hermal, minyak dan gas bumi,
ket enagalist rikan, lahan unt uk padi dan t ebu;
c Perun|ungun lzln emunfuuLun huLun dunuLuu
penggunaan kawasan hut an yang t elah ada sepanjang
izin di bidang usahanya masih berlaku; dan
d. Rest orasi ekosist em.

Kebijakan morat orium ini diinst ruksikan kepada Ment eri
Kehut anan, Ment eri Dalam Negeri, Ment eri Lingkungan
Hidup, Kepala UKP4, Kepala Badan Pert anahan Nasional,
Ket ua Badan Koordinasi Penat aan Ruang Nasional,
Bakorsut ranal, Ket ua Sat gas REDD+, seluruh Gubernur,
Bupat i dan Walikot a se Indonesia.
Sesuai t ugas, f ungsi, dan kewenangan dalam inst ruksi
presiden ini, Ment eri Lingkungan Hidup melakukan upaya
pengurangan emisi dari hut an dan lahan gambut melalui
perbaikan t at a kelola pada kegiat an usaha yang diusulkan
pada hut an dan lahan gambut yang dit et apkan dalam Pet a
Indikat if Penundaan Izin Baru melalui izin lingkungan.
Pada t anggal 8 Sept ember 2011 Presiden t elah
menet apkan dan menandat angani Keput usan Presiden RI
t ent ang Sat uan Tugas Persiapan Kelembagaan Reducing
Emission f rom Def orest at ion and Forest Degradat ion
(REDD+). Sat gas Kelembagaan REDD+ berada dibawah
dan t anggung jawab langsung kepada Presiden.
Adapun Tugas Sat gas Kelembagaan REDD+ adalah
melaksanakan kegiat an pesiapan unt uk implement asi
Surat Niat dengan Pemerint ah Norwegia, yang mencakup:
a. Menyiapkan pembent ukan kelembagaan REDD+
b. Mengkoordinasikan penyusunan st rat egi nasional
REDD+
c. Menyiapkan inst rument dan mekanisme pendanaan
REDD+
d Menylukun embenLukun lembugu MRv measurabl e,
tepottable aoJ vet|able, at au t erukur, t erlaporkan dan
Lerverlkusl RLLL yung lndeenden dun Lerercuyu
e. Melaksanakan kegiat an REDD+ di provinsi percont ohan
pert ama dan menyusun krit eria pemilihan provinsi
percont ohan kedua;
f. Melaksanakan pemant auan pelaksanaan Inst ruksi
Presiden Nomor 10 Tahun 2011 t ent ang Penundaan
Pemberian Izin Baru dan Penyempurnaan Tat a Kelola
Hut an Alam Primer dan Lahan Gambut .
Kement erian Lingkungan Hidup, dalam hal ini Ir. Arief
Yuwono, MA merupakan salah sat u anggot a t ersebut .
61
UDARA
Kot ak 3.3.
PENGELOLAAN KUALITAS UDARA DI DKI JAKARTA
Dengan menggunakan dat a 2008 sebagai t ahun acuan
(basel ine) DKI t elah melakukan invent arisasi emisi yang
memberikan inf ormasi proporsi kont ribusi dari beberapa
kegiat an ut ama di perkot aan dalam beban emisi pencemar
udara di perkot aan. Transport asi memberikan kont ribusi
yang dominan t erhadap sebagian besar paramet er
pencemar, bahkan hingga diat as 80%, yait u unt uk
paramet er CO sebanyak 98%, HC sebanyak 90% dan NO
x

sebanyak 83%. Pembangkit list rik menempat i urut an yang
kedua dengan kont ribusi t erhadap SO
2
sebesar 81%.
Grak Proporsi Beban Emisi da|am tontahun di Prov OkI 1akarta Tahun
a) CO b) HC
Dok: Polagrade
Rumah
Tangga
0%
Industri
2 %
S h Sampah
0 %
PPembangkit
Listrik
0 0 %%
Transportasi
98 98 %%
Rumah
Tangga
0%
Industri
10 %
S h Sampah
0 %
Pembangkit
Listrik
0 %
Transportasi
990 90 %%
62
UDARA
c) NO
x
d) SO
2

e) PM
10
f ) CO
2
Sumber: Suhadi dan Emerent iana, 2009
Tabel 3.5. Beban Emisi Pencemar Udara dan Gas Rumah Kaca di DKI Jakart a t ahun 2008
Sumber SO2 NO2 PM10 HC CO CO2 CH4 N2O
Pembangkit list rik 41.938 17.921 2.190 694 2.064 8.820.164 42 2.167
Indust ri 3.873 2.348 1.042 25.762 29.180 2.129.885 38 49
Rumah t angga 218 840 33 34 223 883.956 87 3
Transport asi 6.323 108.756 10.340 219.311 1.153.447 11.744.480 7.411 407
Sampah - - - - - 1.658.739 74.456 -
Tot al 52.352 129.865 13.604 245.802 1.184.914 25.237.224 82.033 2.627
Sumber: Suhadi dan Emerent iana, 2009.
Kot a Jakart a dapat menjadi salah sat u cont oh daerah yang
t elah mengembangkan sist em pengelolaan kualit as udara
secara t erint egrasi. Sist em pemant auan kualit as udara
t elah dibangun sejak t ahun 1980, Pada t ahun 1992, t elah
beroperasi 9 st asiun manual akt if sert a 4 st asiun pemant au
ot omat is. Keempat st asiun ot omat is t ersebut berhent i
beroperasi sejak t ahun 2000. Pada t ahun 2001, 5 st asiun
pemant au ot omat is dibangun di DKI Jakart a sebagai
bagian dari jaringan AQMS. Perawat an st asiun ot omat is
t ersebut dilakukan dengan baik sehingga perolehan dat a
selumu berklsur unLuru SLHl
Transport asi sebagai sekt or yang dominan t erhadap
pencemaran udara di DKI Jakart a t elah diket ahui sejak
beberapa lebih dari sat u dekade yang lalu, t et api hasil
st udi memberikan gambaran mengenai t ingkat emisi
pada saat sekarang. Dengan menget ahui peranan
t ransport asi sebagai kont ribut or ut ama pencemaran
udara, DKI Jakart a adalah kot a pert ama di Indonesia
O
Sampah
0 %
Rumah
Tangga
1 %
Industri
2 %
Transportasi
83 %
Pembangkit
Listrik
14 %
PPe b kit mbangkit
listrik
8 %
S h Sampah
0 %
transportasi
12 12 %% Rumah
Tangga
0%
Industri
7 %
NOO
x
83 %
Transportasi
78 %
Rumah
Tangga
0%
Industri
8 %
Sampah
0 %
PPe b kit g mbangkit
listrik
16 %
S
CO
SO
2
81 %
Transportasi
46 %
Rumah
Tangga
4 %
Industri
8 %
PPembangkit
listrik strik
35 %
Sampah Sampah
77 %
63
UDARA
yang memiliki st asiun pemant au kualit as udara ot omat is
yang dit ujukan sebagai pemant au roadside. St asiun yang
berlokasi di t epi Jalan Thamrin t ersebut mulai beroperasi
pada t ahun 2010 (Box. 3.1, SLHI 2009). Pada t ahun 2011,
DKI Jakart a menambah lokasi pemant auan kualit as udara
ot omat is di 3 lokasi, yait u di Jagakarsa, Lubangbuaya dan
Kelapa Gading, sehingga pada saat ini beroperasi 8 st asiun
ot omat is dit ambah dengan 1 st asiun ot omat is roadside,
sert a 9 st asiun akt if manual. Hal ini akan meningkat kan
inf ormasi variasi konsent rasi pencemar secara spasial.
Dok: Polagrade
Daf t ar Pust aka
Suhadi, D. R., dan Emerint iana, G., Invent arisasi Emisi dari Pencemar Udara di DKI Jakart a, Badan Pengelola Lingkungan
Hidup Daerah Provinsi DKI Jakart a, 2009.
Rlqql A Sulusdl WN Huklm LM Ngunro NR Lund luncLlon ProorLlon vulue Meusurlng Humun AlLeruLlon of Lhe
Landscape, makalah dalam prosiding The First Int ernat ional Remot e Sensing Workshop Series on Demography, Land Use
Land Cover dan Disast er (IReSWS DLUCD), ITB Bandung, 27 June, 2008.
Harrop, D.O. Air Qual it y Assessment and Management , a Pract ical Guide. Spon Press, London, 2002.
Driejana, Riqqi, A., Sjaf ruddin, A., Wat son, A.F.R., Yudison, A.P., Nurrohmah, L., Purwaningrum, R., Adriant i, F., 1le lects
Of Air Pol l ut ion To Respirat ory Heal t h Of Resident ial Occupant s Near Busy Roads, Laporan Penelit ian, Riset Int ernat ional
ITB 2010.
Lrle|unu Rlqql A S|ufruddln A Lewl K SounLl l Rusundl 8 Sld|ubuL l Amrl S Kajian Pot ensi Reduksi Emisi dari
Sekt or Transport asi unt uk Mekanisme Pembangunan Bersih, Laporan Penel it ian, Hibah St rat egis Nasional Dikt i 2009.
Kement erian Perhubungan, St at ist ik Perhubungan 2010, 2011.
Kement erian Lingkungan Hidup, St at us Lingkungan Hidup Indonesia 2009.
64
4
Lahan dan
Hut an
Dok: Polagrade
65
LAHAN DAN HUTAN
4.1. Pendahuluan
Peran lahan dan hut an bagi Indonesia t idak dapat
diabaikan dalam menunjang pembangunan ekonomi. Se-
cara ekonomi, hasil hut an merupakan sumber pendapat an
pent ing bagi perkembangan ekonomi Indonesia. Sumba-
ngan produk domest ik brut o lapangan usaha yang t erkait
kehut anan selama 6 t ahun t erakhir mencapai rat a-rat a
2,23% pert ahun.
Grak Persentase POB Lapangan Usaha yang
Terkait Dengan Kehut anan Tahun 2004 - 2009

0
0,5
1
1,5
2
2,5
Kehutanan
Industri Kayu danProduk Lainnya
Total Kehutanan












2004 2005 2006 2007 2008* 2009**
Sumber 8PS hLLwwwbsgoldLubsubvlew
hLubeldufLurldsubyeknoLub dlukses OkLober
* Angka Sement ara
* * Angka Sangat Sement ara
Sedangkan, t ingkat def orest rasi hut an yang t erjadi pada
t ahun 2000-2005 di Indonesia menunjukkan dat a sebesar
1,05 jut a hekt ar (Tabel 4.7).
Sement ara it u, alih f ungsi lahan pert anian beririgasi t eknis
ke pemanf aat an non-pert anian di pulau Jawa saja menca-
ul LoLul hu udu Luhun 1ubel
4.2. Penyusut an dan Kerusakan Hut an
dan Lahan
4.2.1. Pert umbuhan Penduduk
Pert umbuhan jumlah penduduk yang t idak diiringi
dengan peningkat an jumlah lapangan kerja seringkali
menimbulkan persoalan sosial, ekonomi dan lingkungan
hidup. Indonesia dengan jumlah penduduk keempat
t erbesar dunia dan lapangan kerja t erbat as, menghadapi
persoalan ekonomi yang berimbas pada persoalan-
persoalan lingkungan hidup. Tekanan penduduk, baik
t erhadap perkot aan maupun t erhadap sekt or pert anian
dan kehut anan at au seringkali disebut t ekanan penduduk
agraris, juga menunjukkan kecenderungan meningkat .
Hal inilah yang mengakibat kan t erjadinya degradasi
lahan dan hut an yang menunjukkan kecenderungan
meningkat pula. Berbagai bent uk kegiat an manusia
yang mengakibat kan degradasi lahan dan hut an, dan
oleh karenanya dikat agorikan sebagai f akt or t ekanan
t erhadap sumber daya lahan dan hut an, ut amanya adalah
meningkat nya luas dan t ingkat lahan krit is, t ingginya laju
def orest asi, kebakaran lahan dan hut an, alih f ungsi lahan
dan hut an, menurunnya produkt ivit as lahan pert anian,
dan perubahan iklim. Dari keseluruhan f akt or-f akt or
penekan t erjadinya degradasi lahan dan hut an t ersebut ,
f akt or def orest asi, kebakaran lahan dan hut an, sert a
alih f ungsi lahan merupakan f akt or-f akt or t erberat yang
dihadapi oleh pemerint ah daerah. Ke depan, apabila laju
pert umbuhan penduduk dan kesempat an kerja, ut amanya
bagi mereka yang t inggal di perdesaan dan di sekit ar
hut an t idak segera dit angani dengan sungguh-sungguh,
maka laju degradasi lahan dan hut an masih akan menjadi
persoalan lingkungan hidup di Indonesia.
Dok: Alain Compost
66
LAHAN DAN HUTAN
Produktitas Lahan
Alih fungsi lahan pert anian sawah produkt if ke bent uk
t at aguna lahan lain t ersebut di at as t elah menurunkan
produkt ivit as lahan pert anian. Unt uk memberikan gambaran,
berikut ini dit unjukkan kasus t erkait dengan produkt ivit as
lahan pert anian yang berlangsung di Jawa Barat .
Pot ensi sekt or pert anian di Jawa Barat t ermasuk pent ing,
bahkan ket ika Indonesia mengalami krisis ekonomi,
sekt or pert anian t idak hanya bert ahan, t api masih
mampu memberikan kont ribusi ekonomi yang t idak kecil.
Sumbangan sekt or pert anian t erhadap perekonomian
Jawa Barat pada t ahun 2002 sebesar 15,9%.
Produksi padi mencapai 9.166.872 t on GKG at au mencapai
98% dari sasaran yang t elah dit et apkan. Sedangkan unt uk
produksi palawija (jagung, kedelai, kacang t anah, dan ubi
kayu) mencapai 3.240.511 t on at au 96% dari sasaran yang
t elah dit et apkan. Unt uk produksi sayuran angka capaian
t elah melampaui t arget yang t elah dit et apkan, yait u
mencapai 3.987.846 t on at au 128% dari sasaran 2.406.126
t on. Secara keseluruhan, produksi buah-buahan mencapai
2.304.126 t on dan meningkat 40,77% dari produksi t ahun
1998 sebesar 1.636.772 t on (NKLD, 2000). Sement ara unt uk
produksi hort ikult ura juga menunjukkan perkembangan
yang menggembirakan, ant ara lain, adanya peningkat an
produksi alpukat sebesar 74%, jeruk meningkat sekit ar
71%, dan durian meningkat sebesar 50%.
Gambaran singkat t ent ang produksi berbagai komodit as
pert anian t ersebut di at as menunjukkan bahwa, pot ensi
sumber daya pert anian di Jawa Barat relat if besar. Sent ra
komodit as pert anian t anaman pangan dan hort ikult ura
merupakan sat uan wilayah agribisnis yang prospekt if dan
mempunyai pot ensi unt uk dikembangkan menjadi kawasan
pengembangan sent ra agribisnis. Unt uk menunjukkan
pot ensi sekt or pert anian, dapat dilihat dari kemajuan
pembangunan di bidang pert anian t anaman pangan, yait u
dengan melihat kont ribusi PDRB sub-sekt or pert anian
t anaman pangan t erhadap PDRB Jawa Barat . Pada t ahun
2002 pencapaian Laju Pert umbuhan Ekonomi (LPE) sub-
sekt or pert anian t anaman pangan dapat menunjang
t erhadap peningkat an LPE Jawa Barat sebesar 0,32% dan
22,82%. Kont ribusi dari sekt or pert anian, perkebunan,
pet ernakan, perikanan dan kehut anan t erhadap PDRB Jawa
Barat (harga konst an 2002) menduduki peringkat kedua
(15,5% dari PDRB), set elah sekt or indust ri (37,3%). Tampak
bahwa pot ensi sekt or pert anian dan kehut anan di Jawa
Barat cukup pent ing, t erut ama apabila mempert imbangkan
buhwu securu geogruk 1uwu 8uruL uduluh lnLu gerbung
menuju ibu kot a Jakart a.
Pot ensi sekt or pert anian dit injau dari perspekt if t enaga
kerja juga menunjukkan bahwa sekt or pert anian masih
menjadi t umpuan harapan masyarakat Jawa Barat . Hal
ini dit unjukkan bahwa selama periode 1996 hingga 2002,
t enaga kerja pada sekt or pert anian di Provinsi Jawa Barat
mengalami peningkat an sebesar 430.743 orang at au
9,17%, yait u dari 4.697.917 orang pada 1996 menjadi
5.128.660 orang pada t ahun 2002.
4.2.3. Lahan Krit is
Berdasarkan St at ist ik Kehut anan Tahun 2008, penet apan
lahan krit is mengacu pada lahan yang t elah rusak karena
kehilangan penut upan veget asinya, sehingga kehilangan
at au berkurang f ungsinya lahan sebagai penahan air,
pengendali erosi, siklus hara, pengat ur iklim mikro dan
ret ensi karbon. Berdasarkan kondisi veget asi, kondisi lahan
duuL dlkluslkuslkun sebugul sunguL krlLls uguk krlLls
pot ensial krit is dan kondisi normal. Berdasarkan krit eria
t ersebut , luas lahan krit is di Indonesia t ahun 2008 adalah
77.806.881 ha, sepert i t erlihat pada t abel rekapit ulasi
per pulau (Tabel 4.1). Perlu dikemukakan bahwa t idak
mudah unt uk memperoleh angka luas lahan krit is yang
konsist en unt uk skala Indonesia karena luas lahan krit is
seringkali berbeda t ergant ung sumber yang digunakan.
Perbedaan luas lahan krit is juga diakibat kan oleh krit eria
yang digunakan unt uk menet apkan st at us lahan krit is.
Dok: KRB
67
LAHAN DAN HUTAN
Namun demikian, krit eria manapun yang digunakan,
ada dua hal yang t ampaknya konsist en, yait u bahwa luas
lahan krit is t idak menunjukkan kecenderungan menurun,
melainkan meningkat dari t ahun ke t ahun. Hal kedua adalah
bahwa luas lahan krit is di lahan pert anian (di luar kawasan
hut an) lebih besar daripada luas lahan krit is di dalam
kawasan hut an (Tabel 4.1). Dua f enomena lahan krit is ini
menguat kan f akt a t ent ang besarnya t ant angan yang harus
dihadapi dalam upaya mengendalikan luas lahan krit is.
Tabel 4.1 juga menunjukkan bahwa sebaran luas lahan
krit is berdasarkan pulau yang t ergolong besar (propor-
sional t erhadap luas pulau) adalah lahan krit is di pulau
Sumat era, Kalimant an, dan Jawa. Besarnya lahan krit is di
pulau-pulau ini juga menguat kan bahwa lahan krit is ber-
korelasi dengan besarnya t ekanan penduduk t erhadap la-
han (agricul t ural pressure) karena di pulau-pulau t ersebut
konsent rasi penduduk agraris besar, sement ara lapangan
pekerjaan kurang memadai. Hal ini juga dikuat kan oleh
f akt a bahwa luas lahan krit is di pulau yang kecil konsen-
t rasi penduduknya, t api luas (Papua dan Papua Barat ), luas
lahan krit is (di dalam dan luar kawasan hut an) relat if kecil.
Tabel 4.1. Luas Lahan Krit is per Pulau
No. PULAU
2000 2007
Krit is & Sangat Krit is Tingkat Kekrit isan Lahan
Dalam
Kawasan (Ha)
Luar Kawasan
(Ha)
Agak Krit is
(Ha)
Krit is (Ha)
Sangat Krit is
(Ha)
1 Sumat era 1.988.869,00 4.352.999,00 15.395.568,07 8.314.101,46 2.189.303,24
2 Jawa 366.985,00 1.699.682,00 2.103.618,39 1.003.566,26 386.365,34
3 Bali dan Nusa Tenggara 363.764,00 1.305.116,00 1.833.745,00 2.523.125,10 1.058.338,48
4 Kalimant an 2.612.971,00 4.565.755,00 21.234.574,98 5.306.761,75 1.376.712,34
5 Sulawesi 974.713,00 948.213,00 3.617.823,59 1.709.981,25 890.405,52
6 Maluku dan Maluku Ut ara 180.036,00 514.875,00 1.239.966,14 747.675,22 415.294,37
7 Papua dan Papua Barat 1.649.309,00 1.719.594,00 2.184.784,69 3.701.021,97 574.147,62
INDONESIA 8.136.647,00 15.106.234,00 47.610.080,86 23.306.233,01 6.890.566,91
Sumber: Dirjen. RLPS, Kement erian Kehut anan, 2008
4.2.4. Alih Fungsi Lahan dan Hut an
Pert umbuhan penduduk yang semakin pesat mengaki-
bat kan kebut uhan akan lahan yang semakin meningkat .
Pert umbuhan yang sangat pesat t ersebut merupakan an-
caman t erhadap lingkungan hidup, akibat peningkat an
kebut uhan lahan yang memang sulit unt uk dihindarkan.
Selama ini pemanf aat an sumber daya alam unt uk kepen-
t ingan kegiat an pembangunan t elah mengakibat kan ru-
saknya sumber daya alam, ant ara lain berkurangnya luas
hut an, hilangnya habit at alami, menurunnya produkt ivit as
lahan pert anian, pencemaran dan erosi t anah, punahnya
beberapa spesies langka, bert ambahnya lahan krit is, dan
berkurangnya debit air t anah. Dengan kat a lain, akibat
laju pert umbuhan penduduk yang cepat , maka t ekanan
penduduk t erhadap lahan pert anian dan hut an juga sema-
kin meningkat sehingga mengakibat kan perubahan alih
f ungsi lahan. Akibat perubahan t at aguna lahan t ersebut
adalah t erjadinya degradasi lahan dalam bent uk lahan
krit is dengan t ingkat sangat krit is seluas 6,89 jut a hekt ar
pada t ahun 2007 (t abel 4.1). Masalah lainnya adalah alih
f ungsi besar-besaran dari lahan pert anian sawah irigasi
t eknis menjadi kawasan perindust rian dan pemukiman.
Alih f ungsi lahan pert anian beririgasi t eknis ke peman-
f aat an non-pert anian di Pulau Jawa saja mencapai t ot al
hu udu Luhun 1ubel
Degradasi lahan t erut ama disebabkan oleh rencana
LuLu ruung rovlnsl dun kubuuLenkoLu yung belum
sepenuhnya dilaksanakan at au kalau dilaksanakan banyak
mengalami penyimpangan. Dalam banyak kasus, hal ini
berkulLun dengun konlk keenLlngun unLuru lhuklhuk
yang t erlibat dalam pengelolaan sumber daya lahan.
Masalah ini t erjadi karena lemahnya koordinasi di
ant ara lembaga-lembaga pemerint ah dan sekt or-sekt or
68
LAHAN DAN HUTAN
masyarakat adat dan lokal dalam perencanaan t at a guna
luhun sehlnggu menyebubkun konlk unLur musyurukuL
dun unLuru musyurukuL dengun emerlnLuhengusuhu
Tabel 4.2. Tut upan Lahan Berveget asi dan Tidak Berveget asi per Pulau Indonesia Tahun 2007 - 2010 (ha)
Pulau 2007 2008 2009 2010
Bali dan Nusa Tenggara
Non 5.116.501,43 5.190.491,19 5.038.220,12 5.022.606,98
vegeLusl 2.248.869,09 2.174.879,35 2.329.280,17 2.342.912,92
Jawa
Non 6.941.052,04 6.983.434,51 6.876.504,49 6.996.239,46
vegeLusl 6.690.850,13 6.664.519,43 6.593.660,04 6.487.693,49
Kalimant an
Non 24.073.958,49 20.122.208,17 23.465.386,17 22.157.991,72
vegeLusl 29.494.026,37 25.024.049,35 30.084.501,22 31.408.880,57
Maluku
Non 2.154.383,45 2.018.085,23 2.123.314,89 2.214.848,34
vegeLusl 5.642.251,43 5.778.522,48 5.682.518,58 5.644.179,54
Papua
Non 7.798.723,51 7.770.843,88 7.653.807,18 7.364.250,39
vegeLusl 33.185.152,23 33.271.626,54 33.710.882,64 33.976.696,55
Sulawesi
Non 7.261.738,59 7.295.243,87 7.328.718,14 7.389.897,97
vegeLusl 11.088.062,05 11.194.143,33 11.210.121,91 11.232.511,52
Sumat era
Non 22.391.046,85 22.443.212,66 22.071.587,81 21.616.879,85
vegeLusl 25.364.833,76 25.312.701,85 25.683.059,78 26.141.366,00
Indonesia
Non 75.737.404,36 71.823.519,50 74.557.538,81 72.762.714,71
vegeLusl 113.714.045,06 109.420.442,33 115.294.024,35 117.234.240,59
Sumber : Program MIH, KLH.
Lok KLHSlswunLo
pembangunan, rumit nya perat uran dan mekanisme
yang berkait an dengan sumber daya lahan, sert a oleh
t erbat asnya part isipasi dari kelompok ut ama, khususnya
69
LAHAN DAN HUTAN
Secara umum selama t ahun 2007 hingga 2010 t erdapat
peningkat an luas area yang memiliki t ut upan berveget asi.
Seluas 113,7 jut a hekt ar pada t ahun 2007 menjadi
177,2 jut a hekt ar pada t ahun 2010. Namun sebaliknya
khususnya Pulau Jawa mengalami pengurangan luas area
berveget asi ant ara t ahun 2007 -2010. Tren pengurangan
area berveget asi t ersebut dari seluas 6,69 jut a hekt ar pada
t ahun 2007 menjadi 6,48 jut a hekt ar pada t ahun 2010.
Dengan kat a lain Pulau Jawa kehilangan areal berveget asi
seluas 203 ribu hekt ar.
Tabel 4.3. Tut upan Lahan Non Veget asi Indonesia Tahun 2007 - 2010 (ha)
Tut upan Non Veget asi 2007 2008 2009 2010
Kebun Campuran 23.759.829 20.029.755 22.748.316 21.266.906
Permukiman 2.821.497 2.876.965 2.921.936 3.001.250
Rawa 13.634.527 12.059.352 12.006.684 11.923.975
Semuk8elukur 15.956.560 17.717.183 17.138.192 16.706.814
1umbukLmung 816.782 827.200 848.814 876.701
Tanah Terbuka 6.036.975 5.642.279 6.235.563 6.041.640
1egulunLudung 10.285.906 10.317.701 10.388.927 10.580.946
Tubuh Air 2.425.328 2.353.085 2.269.107 2.364.483
Sumber : Program MIH, KLH.
Indonesia secara umum mengalami penambahan luas
areal permukiman dari sebesar 2,8 jut a hekt ar pada
t ahun 2007 menjadi 3 jut a hekt ar pada t ahun 2010, at au
bert ambah 200 ribu hekt ar areal permukiman.
a. Alih Fungsi Sawah
Telah dikemukakan di muka bahwa sebagai negara agraris,
seharusnya swa-sembada beras dapat dilaksanakan sepert i
pada era 1980an. Hal ini t idak lagi dapat dicapai t erut ama
karena lahan-lahan produkt if unt uk sawah di Pulau Jawa t elah
beralih fungsi menjadi permukiman, indust ri, dan perunt ukan
non-pert anian lain. Unt uk memberikan gambaran laju
konversi lahan sawah irigasi menjadi perunt ukan lain dapat
digunakan dat a BPN t ahun 2007 dan dat a BPS t ahun 2005.
Berdasarkan dat a BPN dan BPS, besarnya konversi lahan
sawah beririgasi t eknis dan semi t eknis di berbagai provinsi
adalah sepert i t ercant um dalam Tabel 4.4. Tabel t ersebut
menunjukkan bahwa di Jawa Tengah selama periode wakt u
2005-2007 t elah t erjadi penambahan sawah beririgasi t eknis
seluas 180.252 ha dan penambahan sawah semi-t eknis
seluas 260.044 ha. Sebaliknya unt uk Jawa Timur dan Jawa
Barat t erjadi penurunan luas sawah irigasi t eknis masing-
masing 214.655 ha dan 363.072 ha. Sedangkan unt uk sawah
irigasi semi-t eknis, di Jawa Timur mengalami peningkat an
seluas 348.860 ha selama periode t iga t ahun t ersebut di
at as. Unt uk Jawa Barat , luas sawah irigasi semi-t eknis juga
mengalami penurunan seluas 21.472 ha. Angka perubahan
luas lahan sawah beririgasi, t erut ama di Jawa Barat ,
menunjukkan besarnya kompet isi pemanfaat an lahan akibat
pembangunan.
Tabel 4.4. Perubahan Luas Lahan Sawah Di Jawa Tahun 2005-2007
No. Provinsi
2005 2007 Perubahan
Irigasi
t eknis
lrlgusl
t eknis
Jumlah
Irigasi
t eknis
lrlgusl
t eknis
Jumlah
Irigasi
t eknis
lrlgusl
t eknis
Jumlah
(ha) (ha) (ha) (ha) (ha) (ha) (ha) (ha) (ha)
1 DKI Jakart a 510 782 1.2 - - - -510 -782 -1.292
2 Jawa Barat 376.718 119.407 496.125 13.646 97.935 111.581 -363.072 -21.472 -384.544
3 Jawa Tengah 382.569 120.113 502.682 562.821 380.157 942.978 180.252 260.044 440.296
4 DI Yogyakart a 18.493 22.630 41.123 30.061 19.218 49.279 11.568 -3.412 8.156
5 Jawa Timur 641.001 110.435 751.436 426.346 459.295 885.642 -214.655 348.860 134.206
6 Bant en 51.908 18.217 70.125 106.958 69.941 176.899 55.050 51.724 106.774
Sumber : BPS, 2005 dan BPN, 2007
70
LAHAN DAN HUTAN
b. Alih Fungsi Hut an
Tabe| Perubahan Peruntukkan kawasan Hutan Untuk PertanianPerkebunan Hingga Tahun
No Provinsi
Tahun 2007
(ha)
Jumlah hingga
t ahun 2007
(ha)
21 Kalimant an Tengah 19.678,54 619.868,37
22 Kalimant an Timur - 510.580,39
23
Kalimant an
Selat an
- 199.654,53
24 Goront alo - -
25 Sulawesi Ut ara - 8.887,83
26 Sulawesi Tengah - 79.473,00
27 Sulawesi Selat an - 84.936,50
28 Sulawesi Tenggara - 7.862,00
29 Sulawesi Barat - 6.722,45
30 Maluku - 13.767,17
31 Maluku Ut ara - 29.772,25
32 Papua - 286.982,34
33 Papua Barat - -
1umluh sd 1uhun 4.741.194,00
Jumlah Tahun 2007 65.461,68
Jumlah Tahun 2006 146.635,13
Jumlah Tahun 2005 66.181,26
Jumlah Tahun 2004 -
Jumlah Tahun 2003 -
1umluh sd 1uhun 4.608.062,13
Sumber : Depart emen Kehut anan, 2007
No Provinsi
Tahun 2007
(ha)
Jumlah hingga
t ahun 2007
(ha)
1 NAD - 265.743,70
2 Sumat era Ut ara - 139.997,93
3 Sumat era Barat 9.038,00 157.956,37
4 Riau 6.869,80 1.564.060,87
5 Kepulauan Riau - 47.798,81
6 Jambi - 345.775,98
7 Bengkulu - 57.581,25
8 Bangka Belit ung - -
9 Sumat era Selat an 22.01050 125.394,75
10 Lampung 7.864,84 83.964,19
11 DKI. Jakart a - -
12 Jawa Barat - -
13 Bant en - -
14 Jawa Tengah - -
15 D.I. Yogyakart a - -
16 Jawa Timur - -
17 Bali - -
18
Nusa Tenggara
Barat
- 846,86
19
Nusa Tenggara
Timur
- -
20 Kalimant an Barat - 110.234,50
Dalam kurun wakt u hingga t ahun 2007, t elah t erjadi
perubahan perunt ukan kawasan hut an unt uk perkebunan
seluas 4.741.194 ha (Tabel 4.5). Berdasarkan dat a pada
Tabel 4.5, t ampak bahwa perubahan kawasan hut an unt uk
perkebunan di lima provinsi t erbesar adalah Provinsi Riau
seluas 1.564.061 ha, Provinsi Kalimant an Tengah seluas
619.868 ha, Provinsi Kalimant an Timur seluas 510.580 ha,
Provinsi Jambi seluas 345.776 ha, dan Provinsi Papua seluas
286.982 ha. Meskipun t idak disert ai ket erangan jenis
perkebunan apa saja konversi dari kawasan hut an menjadi
perkebunan, dapat diperkirakan bahwa sebagian besar
alokasi lahan t ersebut adalah unt uk perkebunan kelapa
sawit . Meskipun perkebunan ini memberikan keunt ungan
ekonomi yang cukup besar mengingat perkebunan
kelapa sawit sedang menjadi primadona, sebaiknya juga
harus dipert imbangkan pengaruh negat if nya, ut amanya
t erkait dengan dist ribusi keunt ungan ekonomi t erhadap
masyarakat lokal dan dampaknya t erhadap lingkungan
hidup, ut amanya isu hilangnya keragaman hayat i dan
gangguan hidrologi.
Unt uk memberikan gambaran t ent ang f akt or-f akt or
yang menyebabkan t erjadinya konversi lahan pert anian
produkt if dan hut an menjadi perunt ukan lain, berikut ini
71
LAHAN DAN HUTAN
dit unjukkan ilust rasi perubahan t ut upan hut an dan lahan
pert anian produkt if yang berlangsung di Jawa Barat
(Kot ak 2). Kot ak t ersebut selain menunjukkan t erjadinya
konversi lahan hut an menjadi non-hut an, juga disert ai
dengan inf ormasi penyimpangan RTRW di Jawa Barat
yang selalu berulang.
4.2.5. Def orest rasi
Sebagai negara t ropis dengan luas hut an t erbesar ke t iga
di dunia, hut an t ropis Indonesia mempunyai f ungsi sosial-
ekonomi dan ekologi pent ing bagi rakyat dan pemerint ah
Indonesia. Karena kekayaan hayat i hut an t ropis it ulah,
Indonesia juga menyandang julukan sebagai negara mega-
biodiversit y at au negara dengan keragaman hayat i yang
sangat kaya. Oleh karena adanya f ungsi sosial-ekonomi
dan ekologis di sat u sisi, dan t ingginya laju def orest asi,
menyebabkan pent ingnya pelest arian hut an di Indonesia.
Berdasarkan dat a St at ist ik Kehut anan 2008, laju
def orest rasi per t ahun dari 2000-2005 dapat dilihat pada
Tabel 4.7 berikut . Sedangkan Gambar 4.2 menunjukkan
perbandingan laju def orest asi pada periode 2000-2006
dan berkurangnya t ut upan lahan periode 2009-2010.
Tabel t ersebut , selain menunjukkan bahwa laju def orest asi
di pulau-pulau kaya hut an t ersebut t et ap t inggi, pola
deforesLusl |ugu berslfuL ukLuuLlf nulkLurun dun Llduk
menunjukkan pola menurun secara sist emat is. Maknanya,
upaya-upaya pemberant asan def orest asi belum sepenuh-
nya menunjukkan hasil yang dikehendaki.
Dok: Polagrade
72
LAHAN DAN HUTAN
Kot ak 4.1.
Tut upan Hut an dan Permukiman di DAS
Cit arum, Jawa Barat
Daerah Aliran Sungai (DAS) Cit arum mempunyai luas
hu melluLl kubuuLenkoLu meruukun LAS
dengan st at us nasional meskipun t erlet ak di sat u provinsi
(Jawa Barat ). Hal ini karena di Sungai Cit arum t erlet ak
t iga bendungan besar, yait u Cirat a, Saguling, dan Jat iluhur
yang berf ungsi selain unt uk pengendali banjir sert a
penyedia air unt uk perikanan, pert anian dan domest ik,
juga unt uk pembangkit t enaga list rik t ransmisi Jawa Bali.
DAS Cit arum t ermasuk kat agori DAS sangat krit is dari
ersekLlf hldrologl dlLun|ukkun dengun Llngglnyu ukLuusl
deblL ullrun ungku OmuxOmln dun Llngglnyu lu|u
sediment asi yang masuk ke waduk Saguling, yait u sekit ar
4,2 jut a m3 (Indonesia Power, 2006). Persoalan luas t ut upan
lahan, permukiman, dan persoalan kualit as air di DAS
Cit arum t ermasuk serius sepert i t ersebut dalam Tabel 4.6.
Tabel 4.6. Perubahan Tut upan Hut an dan Permukiman
di DAS Cit arum 2000-2009
Tahun Hut an [ ha] Permukiman [ ha]
2000
2005
2007
2008
2009
71.750
51.044
15.839
9.968
9.899
81.686
119.198
152.088
172.361
176.442
Sumber: Kompas, 25 April 2011
Tabel 4.6 menunjukkan bahwa selama periode 2000-2009
t erjadi pengurangan luas t ut upan hut an cukup mencolok.
Hal ini diiringi dengan meningkat nya luas permukiman
dan umumnya juga diiringi dengan meningkat nya luas
pert anian lahan kering. Peningkat an luas permukiman,
penurunan luas t ut upan hut an, dan peningkat an luas
lahan kering, pada banyak kasus, akan meningkat kan
frekuensl dun besurun bun|lr kurenu lu|u ulr lurlun runo
meningkat t ajam. Persoalan-persoalan t ersebut di at as
seringkali bersumber pada penat aan ruang (RTRW), baik
karena proses dan penyusunan subst ansi t at a ruang t idak
dilakukan secara part isipat if, maupun persoalan-persoalan
yang t erkait dengan konsist ensi dalam implement asi
RTRW. Sebagai cont oh, penyimpangan RTRW Provinsi
Jawa Barat t erus meningkat dari t ahun ke t ahun sepert i
dilaporkan oleh harian Pikiran Rakyat berikut ini. Pada
t ahun 1995, penyimpangan t erhadap RTRW adalah
13%. Pada t ahun 1997, angka penyimpangan t ersebut
meningkat dua kali menjadi 27% dari t ot al wilayah Jawa
Barat (Pikiran Rakyat , 7 Agust us 1997). Penyimpangan
pemanf aat an ruang t erhadap RTRW yang t erjadi pada
2002 dilaporkan sebesar 35% (Pikiran Rakyat , 28 Agust us
2002) dan t urun sedikit menjadi 33% pada 2006 (Pikiran
Rakyat , 25 Juni 2006). Penyimpangan implement asi RTRW
di lapangan t ersebut sebagian besar dari st at us kawasan
lindung menjadi kawasan budidaya, ut amanya menjadi
perumahan, hot el, kawasan indust ri, dan usaha-usaha
komersial lainnya.
Tabel 4.7. Perhit ungan Def orest rasi (ha) 7 Pulau Besar di Indonesia Tahun 2000-2005
NO TAHUN SUMATERA JAWA
BALI & NUSA
TENGGARA
KALIMANTAN SULAWESI MALUKU PAPUA
1 2000-2001 259.500 118.300 107.200 212.000 154.000 20.000 147.200
2 2001-2002 202.600 142.100 99.600 129.700 150.400 41.400 160.500
3 2002-2003 339.000 343.400 84.300 480.400 385.800 132.400 140.800
4 2003-2004 208.700 71.700 28.100 173.300 10.600 10.600 100.800
5 2004-2005 335.700 37.300 40.600 234.700 10.500 10.500 169.100
Sumber: Dirjen Planologi Kehut anan, St at ist ik Kehut anan 2008, Kemhut , 2009
73
LAHAN DAN HUTAN
Grak Perbandingan La|u Oeforestasi Tahun Oengan Penurunan Tutupan Lahan Berhutan Tahun
2009-2010
PAPUA
MALUKU
SULAWESI
BALI - NUSA TENGGARA
KALIMANTAN
JAWA
SUMATERA
52,345
84,251
9,619
87
27,637
5,765
51,271
143,680
42,980
71,960
137,222
246,020
142,560
269,100
50.000 - 100.000 150.000 200.000 250.000 300.000
Laju Deforestasi 2000 2006
Penurunan Tutupan Berhutan 2009-2010
Sumber : Laporan MIH 2010 (diolah dari Kemenhut 2009 dan KLH 2011)
4.2.6. Kebakaran Hut an
Indonesia, t erut ama pulau-pulau besar yang mempunyai
luhunludung erLunlun dun kuwusun huLun yung luus
sering mengalami kebakaran hut an. Pada musim kemarau
panjang, bencana kebakaran lahan dan hut an menjadi
berit a besar karena asap yang dit imbulkan oleh kebakaran
t ersebut t idak hanya mengganggu t ransport asi darat dan
udara, juga mengganggu kesehat an masyarakat yang
t inggal dekat dengan lokasi bencana kebakaran, bahkan
ke negara t et angga. Pengalaman selama ini menunjukkan
bahwa kebakaran lahan dan hut an akan selalu berulang
selama cara persiapan lahan pert anian dan hut an t anaman
indust ri (HTI) masih dilakukan dengan t eknik pembakaran.
Oleh karenanya, upaya pengendalian kebakaran hut an,
harus dimulai dari sumbernya, yait u mengendalikan at au
mencegah digunakannya t eknik pembakaran lahan dan
hut an sebagai kegiat an persiapan lahan unt uk t anaman
pert anian dan HTI.
Tabel 4.8 dan Gambar 4.3 menunjukkan jumlah kebakaran
lahan dan hut an di beberapa provinsi yang menjadi
perhat ian karena rent an t erhadap t erjadinya kebakaran
lahan dan hut an. Tabel dan gambar t ersebut menunjukkan
bahwa selama t ahun 2006 hingga 2010, kejadian kebakaran
huLun berukLuusl |umluhnyu kemungklnun LergunLung
pada indeks kekeringan di lokasi kejadian kebakaran.
Apabila dilihat dari jumlah kejadian kebakarannya,
provinsi-provinsi yang mengalami kebakaran lahan dan
hut an lebih dari 1500 kebakaran per t ahun adalah: provinsi
Kalimant an Tengah, Kalimant an Timur, Kalimant an Barat ,
Sumat era Selat an, Jambi, dan provinsi Riau. Provinsi-
provinsi dengan jumlah kebakaran selama lima t ahun
t erakhir t erbesar ini dikenal sebagai provinsi yang memiliki
luas lahan pert anian dan hut an t anaman indust ri t ermasuk
t erbesar dibandingkan provinsi lain.
Dok: Polagrade
74
LAHAN DAN HUTAN
Tabel 4.8. Kebakaran Lahan dan Hut an di sej umlah Provinsi yang menj adi perhat ian
No Provinsi 2006 2007 2008 2009 2010
1 NAD (Aceh) 232 177 566 849 291
2 Bangka-Belit ung 703 477 438 864 146
3 Bengkulu 216 119 405 317 85
4 Jambi 1.922 1.314 1.695 1.675 622
5 Kepulauan Riau 69 35 49 57 32
6 Lampung 1.021 481 317 271 123
7 Riau 5.217 2.377 3.109 4.375 1.780
8 Sumat era Barat 369 184 661 558 173
9 Sumat era Selat an 5.439 2.538 2.851 3.571 1.477
10 Sumat era Ut ara 865 513 774 993 516
11 Kalimant an Barat 6.500 3.108 2.875 7.273 1.755
12 Kalimant an Selat an 1.730 551 375 1.282 119
13 Kalimant an Tengah 7.857 2.827 1.850 4.952 872
14 Kalimant an Timur 1.773 1.443 1.262 2.124 939
Tot al 33.913 16.144 17.227 29.161 8.931
Cat at an: Tahun 2010 dat a t erakhir t anggal 26 Desember 2010; hasil pemant auan ASMC, Singapura
Grak Ni|ai Ekspor Hasi| Hutan
0
500
1,000
1,500
2,000
2,500
3,000
3,500
2005 2006 2007 2008 2009
J
u
t
a

D
o
l
l
a
r

A
m
e
r
i
k
a
Fibreboard
Particle_Board(including_OSB)
Veneer_sheets
Pulp
Kayu_Lapis/Plywood
Kayu_Gergajian/_Sawnwood
Sumber : Dikut ip dari St at ist ik Kehut anan 2009 (sumber dari BPS)
Sampai dengan t ahun 2009 t erdapat t ot al seluas 25,77
jut a hekt ar Izin Usaha Pemanf aat an Hasil Hut an Kayu
lUPHHK HuLun AlumHPH Lulum benLuk kuyu buluL
roduksl lUPHKK selumu emuL Luhun
t erakhir sedikit mengalami penurunan sebesar 2 jut a
met er kubik pada t ahun 2007 dan 2008, namun kembali
nulk udu Luhun Cruk
Grak 1um|ah kebakaran Lahan dan Hutan Oi
Beberapa Provinsi yang Rent an t erhadap Kebakaran
Lahan dan Hut an
A
C
E
H
B
A
B
E
L
B
E
N
G
K
U
L
U
J
A
M
B
I
K
E
P
.
R
I
A
U
L
A
M
P
U
N
G
R
I
A
U
S
U
M
U
T
K
A
L
B
A
R
K
A
L
S
E
L
K
A
L
T
E
N
G
K
A
L
T
I
M
S
U
M
B
A
R
S
U
M
S
E
L
PROVINSI
8.000
7.000
6.000
5.000
4.000
3.000
2.000
1.000
0
J
U
M
L
A
H

K
E
B
A
K
A
R
A
N

H
U
T
A
N
TAHUN 2006 TAHUN 2006 TAHUN 2006 TAHUN 2006 TAHUN 2006
4.2.7. Indust ri Kehut anan
Sekt or kehut anan memainkan peranan cukup pent ing
dalam ekonomi nasional melalui produksi dan ekspor kayu
dan produk-produk berbahan baku kayu. Selama t ahun
2005-2009 secara umum t erjadi penurunan nilai eksport
hasil hut an, dari t ot al senilai 3,2 t rilyun dollar amerika
pada t ahun 2005 menjadi 2,1 t rilyun dollar amerika pada
Luhun gruk
75
LAHAN DAN HUTAN
Grak Produksi kayu Bu|at dari IUPHHk

31
31
32
32
33
33
34
34
35
2006 2007 2008 2009
J
u
t
a

M
e
t
e
r

K
u
b
i
k
Kayu Bulat
Kayu Bulat
Sumber : St at ist ik Kehut anan 2009.
Secara umum, kont ribusi ekonomi sumber daya hut an ini
seluruhnya berasal dari hasil hut an langsung (direct f orest
use) dan belum memperhit ungkan kont ribusi ekonomi
hut an yang bersif at t idak langsung (indirect f orest use). Hasil
kont ribusi ekonomi t idak langsung hut an diprakirakan lebih
besar daripada hasil kont ribusi ekonomi hut an langsung,
namun karena pasarnya belum sepenuhnya t ersedia,
maka perhit ungan kont ribusi hut an yang t idak langsung
belum sepenuhnya nyat a. Hasil hut an yang t idak langsung
ini, ant ara lain, berasal dari f ungsi hut an dalam kait annya
dengan hasil air, f ungsi mencegah erosi, perdagangan emisi
karbon, hut an sebagai sumber daya keanekaan hayat i dan
ekowisat a. Selain it u, banyak masyarakat lokal di Indonesia
masih bergant ung pada hut an unt uk kelangsungan hidup
dan kesejaht eraan sosial mereka. Selain f ungsi ekonomi
dan sosial, hut an juga mempunyai f ungsi ekologis baik
pada skala lokal, regional maupun global. Pengaruh
keberadaan hut an t erhadap lingkungan global, akhir-akhir
ini banyak dibicarakan, t erut ama dalam kait annya dengan
isu pemanasan global (global warming). Hasil penelit ian
menunjukkan bahwa hut an merupakan penyerap karbon
di at mosf er (carbon sink). Karena penyebab f enomena
pemanasan global adalah emisi karbon di at mosf er
meningkat , sement ara pada saat bersamaan sumber
daya hut an menyerap karbon, maka keberadaan hut an
membant u mengurangi konsent rasi karbon di at mosf er,
dan dengan demikian, mengurangi pemanasan global. Oleh
karena it u, Unit ed Nat ion Environment Proigramme (UNEP)
melalui mekanisme Reduced Emission f rom Def orest at ion
and Degradat ion (REDD) memf asilit asi mekanisme
perdagangan emisi karbon. Sebagai negara dengan sumber
daya hut an sangat luas, yait u 70% dari keseluruhan wilayah
darat an, Indonesia seharusnya memanf aat kan peluang
yang diberikan oleh program REDD t ersebut .
4.2.8. B3
Sampai dengan saat ini bahan kimia yang beredar di
Indonesia sudah mencapai sekit ar 5.500 jenis yang sebagian
besar merupakan bahan kimia yang digunakan di berbagai
sekt or kegiat an meliput i sekt or indust ri, pert anian,
kesehat an, pangan, pert ahanan, pert ambangan dan lain
sebagainya. Bahan kimia t ersebut hampir 90% berasal
dari impor melalui beberapa pelabuhan di Indonesia.
Lulum gruk dl buwuh lnl LerllhuL buhwu LoLul luusun luhun
LerkonLumlnusl llmbuh 8 nulk securu cuku slgnlcun durl
t ahun 2005 sampai t ahun 2008 dan kemudian t urun pada
t ahun 2009.

Grak Tota| Luasan Lahan Terkontaminasi Limbah
B3 (m
2
), 2005 - 2009
0.00
0.01
0.10
1.00
10.00
100.00
1,000.00
10,000.00
2005 2006 2007 2008 2009
16.09
54.80
642.82
3,489.52
7.00
R
i
b
u

m
2
Sumber: Kement erian Lingkungan Hidup, 2011
Sedangkan t ot al volume B3 yang dit angani juga menurun
semenjak t ahun 2008, sepert i t erlihat pada gambar di
bawah ini.
Grak Tota| Vo|ume Limbah B yang ditangani
(m
3
), 2005 - 2009

0.00
0.01
0.10
1.00
10.00
100.00
1,000.00
10,000.00
2005 2006 2007 2008 2009
3.63
70.15
1,344.31
1,005.04
7.02
R
i
b
u

m
3
76
LAHAN DAN HUTAN
4.3. Kondisi Lahan dan Hut an
4.3.1. Tut upan Lahan dan Hut an
Berdasarkan Tat a Guna Hut an Kesepakat an (TGHK)
t ahun 2005 (Kemenhut , 2010) luas hut an Indonesia
adalah 132.397.729 ha (70% luas darat an) yang dibedakan
berdasarkan t ipe dan f ungsinya. Unt uk f ungsi hut an
sebagai sumber daya ekonomi, t elah dit et apkan kawasan
hut an produksi dengan luas 82,7 jut a ha (62,57%). Pada
kawasan hut an produksi ini dialokasikan kawasan hut an
produksi yang dapat dikonversi dengan luas sekit ar 35 jut a
ha, dengan rincian 13 jut a ha unt uk invest asi HPH berbasis
t ebang pilih, 7,4 jut a ha unt uk direst orasi kembali ke kondisi
hut an alam, 9 jut a ha unt uk Hut an Tanaman Indust ri (HTI),
dan sekit ar 5,5 jut a ha unt uk hut an t anaman rakyat . Sedang
unt uk kepent ingan ekologi dan konservasi, t elah dit et apkan
kawasan hut an lindung dengan luas 29,8 jut a ha (22,5%) dan
kawasan hut an konservasi dengan luas 19,7 jut a ha (14,9%).
Program Menuju Indonesia Hijau (MIH) menunjukkan
dat a sebaran luas hut an berdasarkan pulau (2007-2010).
Berdasarkan dat a t ersebut , t ut upan hut an paling kecil
adalah pulau Jawa (< 10%), sedangkan t ut upan hut an
t ert inggi pada t ahun 2009, adalah Papua dengan t ut upan
lebih dari 77% (Tabel 4.9 dan Gambar 4.9). Selama periode
hlnggu Ler|udl ukLuusl luus huLun dl muslng
masing pulau karena berbagai pemanf aat an lahan hut an
unt uk kegiat an pembangunan di luar bidang kehut anan,
pada saat bersamaan, juga t erjadi penambahan luas hut an
karena program pemerint ah melalui gerakan nasional
rehabilit asi lahan dan hut an.
Grak Persentase Luas Hutan dan NonHutan Per
Pulau Di Indonesia (2007-2010)
0.00
10.00
20.00
30.00
40.00
50.00
60.00
70.00
80.00
90.00
100.00
%HUTAN % NON HUTAN
S
U
M
A
T
E
R
A
J
A
W
A
B
A
L
I

&

N
U
S
A
T
E
N
G
G
A
R
A
K
A
L
I
M
A
N
T
A
N
S
U
L
A
W
E
S
I
M
A
L
U
K
U
P
A
P
U
A
I
N
D
O
N
E
S
I
A
Sumber: Program Menuju Indonesia Hijau (2010)
Dok: Kompas
77
LAHAN DAN HUTAN
Tabel 4.9. Luas Tut upan Hut an dan Non-Hut an Per Pulau Indonesia (2007 2010)
Pulau St at us 2007 2008 2009 2010
Bali dan Nusa Tenggara
Hut an 1.905.003,27 1.805.142,51 1.897.640,68 1.909.108,51
Non 5.460.367,25 5.560.228,03 5.469.859,62 5.456.411,40
Jawa
Hut an 1,179,092.01 1.012.121,04 1.322.752,67 1.368.430,82
Non 12.452.810,16 12.635.832,90 12.147.411,86 12.115.502,14
Kalimant an
Hut an 25.603.901,49 21.377.644,58 25.479.754,38 26.202.575,70
Non 27.964.083,37 23.768.612,94 28.070.133,01 27.364.296,59
Maluku
Hut an 5.549.894,31 5.676.778,49 5.587.643,31 5.549.097,16
Non 2.246.740,57 2.119.829,22 2.218.190,17 2.309.930,72
Papua
Hut an 32.817.563,96 32.885.527,59 33.081.562,84 33.327.090,88
Non 8.166.311,78 8.156.942,83 8.283.126,98 8.013.856,06
Sulawesi
Hut an 10.498.919,48 10.580.523,57 10.587.337,39 10.497.726,29
Non 7.850.881,16 7.908.863,63 7.951.502,66 8.124.683,20
Sumat era
Hut an 15.373.003,87 15.349.403,15 15.462.868,06 15.935.420,00
Non 32.382.876,74 32.406.511,36 32.291.779,53 31.822.825,85
Tot al 189.451.449,42 181.243.961,83 189.851.563,17 189.996.955,29
Sumber : Program MIH (2010); Non-hut an adalah berbagai pemanf aat an lahan, a.l., pert anian
Salah sat u indikat or pent ing yang seringkali digunakan
unt uk menent ukan st at us kualit as lingkungan hidup
adalah kondisi t ut upan lahan dan hut an. Meskipun disadari
bahwa bukanlah hal yang mudah unt uk menent ukan
secara akurat luas, sebaran dan kualit as t ut upan lahan dan
hut an, kondisi t ut upan lahan berdasarkan provinsi t ersebut
pada Tabel 4.10 dan Gambar 4.9 dapat digunakan sebagai
lndlkuLor kuullLus llngkungun hldu durl ersekLlf bloslk
Gambar 4.9 menunjukkan bahwa berdasarkan kondisi
t ut upan lahan masing-masing provinsi, ut amanya dilihat
dari luas hut an primer yang dimilikinya, dapat dit ent ukan 5
Provinsi dengan luas hut an alam t erbesar. Provinsi dengan
luas hut an primer t erbesar adalah Provinsi Papua dengan
luas 13.319.451 ha, Provinsi Kalimant an Timur (7.947.237
ha), Provinsi Papua Barat (7.149.075 ha), Provinsi Nanggroe
Aceh Darussalam (3.142.578 ha), dan Provinsi Sulawesi
Tengah (3.855.168 ha). Selain hut an primer, t ut upan lahan
yang dianggap pent ing dari sisi perlindungan lingkungan
adalah t ut upan hut an mangrove. Dari sisi luasannya, lima
provinsi yang masih memiliki hut an mangrove cukup luas
adalah provinsi Papua (674.222 ha), Papua Barat (440.712
ha), Kalimant an Timur (442.416 ha), Sumat era Selat an
(172.793 ha) dan provinsi Riau (187.945 ha). Terjaganya
keut uhan hut an mangrove, t idak hanya pent ing bagi
kepent ingan produksi ikan dan sumber daya pesisir dan
laut lainnya, melainkan juga pent ing unt uk perlindungan
lingkungan hidup, ut amanya penahan gelombang
t sunami, mengurangi laju int rusi air laut , dan mengurangi
pot ensi banjir akibat meningkat nya t inggi muka air laut .
Hal yang t erakhir ini erat kait annya dengan isu perubahan
iklim yang sedang menjadi perhat ian dunia.
Tabel 4.10 dan Gambar 4.10 menunjukkan bahwa meskipun
beberapa provinsi masih memiliki luas hut an yang cukup
besar, sebagian besar provinsi t elah kehilangan luas hut an,
at au kondisi hut annya banyak yang t elah mengalami
degradasi. Meskipun, pada banyak kasus, kerusakan hut an
erat kait annya dengan t ingginya kompet isi pemanf aat an
lahan unt uk berbagai kepent ingan, pada kasus t ert ent u,
kerusukun huLun dunuLuu berkurungnyu luus huLun
karena t idak sinergisnya at au buruknya hubungan ant ar
pemangku kepent ingan sepert i dit unjukkan dalam Kot ak
4.1. Ilust rasi dalam Kot ak 4.1 menekankan pent ingnya
kerja sinergis pemerint ah, swast a dan masyarakat unt uk
mewujudkan t ut upan lahan dan hut an berkelanjut an.
78
LAHAN DAN HUTAN
Tabel 4.10. Kondisi Tut upan Lahan Per Provinsi 2010 (ha)
No Provinsi Hut an Primer
Hut an
Sekunder
Mangrove Sawah
Kebun
Campuran
1 NAD 3.142.578,1 279.112,9 38.790,7 228.265,1 511.430,5
2 Bangka - Belit ung 22.873,4 40.557,71 81.969,0 759,80 796.146,4
3 Bengkulu 733.511,5 107.934,2 1.690,2 80.228,2 419.237,0
4 Jambi 1.030.183,5 351.140,9 10.479 362.447,8 1.299.057,9
5 Kepulauan Riau 2.080 239.439,4 65.405,4 262,1 63.194,1
6 Lampung 198.924,6 455.963,3 3.520,2 539.258,1 534.252,8
7 Riau 730.414,3 1.736.245,6 187.945,3 428.190,4 830.790,4
8 Sumat era Barat 1.609.670,0 735.010,3 18.389,6 362.397,9 259.541,7
9 Sumat era Selat an 582.579,0 949.769,8 194.774,1 517.890,4 1.916.923,8
10 Sumat era Ut ara 1.702.790,8 617.268,9 64.409 513.973,3 868.460,3
11 Bant en 5.331,4 81.201,4 3.442,5 244.035,4 330.689,4
12 DIY - 6.411 - 59.892,9 73.721,0
13 DKI Jakart a - - 914,8 3.324,9 515,4
14 Jawa Barat 32.337,6 284.013,6 366,4 1.040.879,9 1.053.632,2
15 Jawa Tengah 26.064,6 207.942,2 14.265,1 1.082.109,8 406.762
16 Jawa Timur 386.495,1 299.760,2 19.884,2 1.202.916,8 323.406,3
17 Bali 105.641,9 70.905,87 2.201,1 115.188,0 142.117,8
18 NusaTenggara Barat 533.291,9 314.999,1 11.456,3 162.099,3 192.444,3
19 Nusa Tenggara Timur 246.340,7 582.109,5 22.162,2 85.456,8 372.724,7
20 Kalimat an Barat 2.783.493,8 2.982.923,8 141.091,1 228.392,2 4.023.499,1
21 Kalimant an Selat an 426.306,3 295.892,8 109.640,0 406.872,1 267.756,4
22 Kalimant an Tengah 1.550.061,1 4.613.326,6 39.106,5 488.363,1 849.262,7
23 Kalimant an Timur 7.947.236,6 4.891.081,2 422,415,9 18.887,4 792.458,9
24 Goront alo 722.490,9 62.510,1 11.042,5 10.504,8 285.075,8
25 Sulawesi Barat 842.990,7 168.071,5 3.112,8 12.356,3 290.953
26 Sulawesi Selat an 1.340.731,2 475.220,3 11.900,4 255.581,1 1.386.878,8
27 Sulawesi Tengah 3.855.168,5 318.034,6 32.818,9 82.659,2 883.298,5
28 Sulawesi Tenggara 1.828.798,7 134.348,3 63.512,4 34.486 562.043,6
29 Sulawesi Ut ara 458.940,4 159.223,4 8.810,7 26.485,4 386.813,4
30 Maluku 2.266.516,6 391.248,6 172.793,3 1.346,4 283.037,7
31 Maluku Ut ara 618.644,2 2.049.116,6 50.777,9 9.774,5 497.625,2
32 Papua Barat 7.149.075 1.268.105,2 440.712,2 1.367,6 106.876,8
33 Papua 13.319.451,3 10.475.525,0 674.222,2 17.595,3 256.278,3
Sumber: Program Menuju Indonesia Hijau, Kement erian Lingkungan Hidup (2010)
Selain kondisi t ut upan lahan per provinsi t ersebut di at as,
kondisi lahan dan hut an juga dapat dit unjukkan melalui
besarnya prosent asi lahan berveget asi dibandingkan
lahan yang t idak berveget asi. Pent ingnya t ut upan lahan
dalam bent uk veget asi karena hasil kajian hidrologi dan
pengalaman bencana banjir dan t anah longsor selama ini
menunjukkan bahwa kondisi t ut upan lahan dan kejadian
bencana t ersebut mempunyai korelasi yang kuat . Secara
umum, semakin kecil t ut upan lahan oleh veget asi, maka
semakin besar pot ensi unt uk t erjadinya banjir dan bencana
79
LAHAN DAN HUTAN
Grak Perbandingan Tutupan Lahan Per Provinsi Tahun
sist em perakaran, sangat pent ing unt uk mengurangi
pot ensi t erjadinya banjir dan t anah longsor di musim hujan,
dan mencegah kekurangan air pada musim kemarau.
Konsist en dengan kondisi t ut upan lahan per pulau
t ersebut di at as, prosent asi lahan yang berveget asi juga
didominasi oleh provinsi-provinsi yang konsent rasi jumlah
penduduknya relat if kecil, yait u Papua dan Papua Barat ,
Maluku, Sulawesi Tengah, dan Kalimant an Timur (Gambar
4.10). Sement ara provinsi dengan prosent asi veget asi kecil
didominasi oleh provinsi padat penduduk di pulau Jawa.
longsor pada musim hujan karena sebagian besar air hujan
menjadi air larian (tooo) yang kemudian menimbulkan
banjir. Pada lahan dengan kemiringan lereng besar,
meningkat nya air larian juga mudah menyebabkan t anah
longsor apabila t idak cukup veget asi yang melalui sist em
perakarannya akan berf ungsi sebagai jangkar penahan
t anah t et ap pada t empat nya. Sebaliknya, pada musim
kemuruu sebuglun besur ulr hu|un Llduk LerlnlLrusl ke
dalam t anah karena t idak cukup veget asi unt uk meloloskan
air t ersebut ke dalam t anah. Akibat yang dit imbulkan
adalah kekurangan air pada musim kemarau. Tampak,
bahwa peran veget asi, ut amanya t umbuhan bawah dan
Grak Persentase Lahan Bervegetasi dan Lahan Tanpa Vegetasi Per Provinsi
80
LAHAN DAN HUTAN
4.3.2. Kebencanaan
Sebagian besar wilayah Indonesia merupakan pegunungan
dengan kemiringan lereng besar dan mempunyai curah
hujan yang t ermasuk t inggi. Sebagai wilayah beriklim
t ropis yang dicirikan dengan int ensit as hujan yang t inggi,
sert a sebagian besar wilayah darat an yang bergunung-
gunung, bencana alam maupun bencana akibat ulah
manusia sering t erjadi di Indonesia. Bencana banjir dan
t anah longsor di musim hujan, dan bencana kekurangan
air dan kebakaran lahan dan hut an di musim kemarau,
LerkulL eruL dengun leLuk geogru dun seburun wlluyuh
yang t erdiri at as gugusan pulau-pulau. Unt uk memberikan
gambaran kebencanaan yang t erjadi di Indonesia,
khususnya yang sering dialami oleh masyarakat , Tabel
4.11 menunjukkan jumlah desa yang t erkena bencana
t anah longsor per provinsi pada t ahun 2005 dan 2008.
Tabel 4.11 dan Gambar 4.11 menunjukkan bahwa
berdasarkan jumlah kejadiannya, t idak t ermasuk t ingkat
kerusakan yang diakibat kan oleh bencana t ersebut ,
Provinsi Jawa Barat dan Jawa Tengah merupakan dua
provinsi yang paling banyak mengalami bencana longsor.
Bencana longsor yang t erjadi di Jawa Barat berlangsung
di 1.435 desa pada t ahun 2005 dan 1610 desa pada t ahun
2008. Demikian pula, bencana longsor di Jawa Tengah
t erjadi di 1.014 desa pada 2005 dan meningkat menjadi
1.254 desa pada t ahun 2008. Jumlah desa yang t erkena
musibah t anah longsor t erbesar ket iga adalah provinsi
Jawa Timur, yait u t erjadi di 556 desa pada 2005, dan 696
desa pada 2008.
Apabila dicermat i angka-angka bencana longsor t ersebut
di at as, dapat dinyat akan bahwa bencana t anah longsor
yang t erjadi pada musim hujan t ahun 2005 dan 2008,
sebagian besar berlangsung di Pulau Jawa, yang dicirikan
dengan t ingginya int ensit as hujan, merupakan daerah
bergunung yang jenis t anahnya volkanik dan kemiringan
lereng kebanyakan wilayah t ermasuk besar.
Tabel 4.11. Jumlah Desa Terkena Bencana Longsor Per
Provinsi Tahun 2005 dan 2008
No Provinsi
Tahun
2005
Tahun
2008
1 Nanggroe Aceh Darussalam 293 310
2 Sumat era Ut ara 392 470
3 Sumat era Barat 197 205
4 Riau dan Kepulauan Riau 39 34
5 Jambi 54 51
6 Sumat era Selat an 163 136
7 Bengkulu 53 88
8 Lampung 69 58
9 Kep. Bangka Belit ung 0 1
10 D K I Jakart a 2 1
11 Jawa Barat 1.435 1.610
12 Jawa Tengah 1.014 1.254
13 D I Yogyakart a 65 61
14 Jawa Timur 556 696
15 Bant en 81 127
16 Bali 52 105
17 Nusa Tenggara Barat 35 28
18 Nusa Tenggara Timur 459 621
19 Kalimant an Barat 37 35
20 Kalimant an Tengah 14 10
21 Kalimant an Selat an 39 40
22 Kalimant an Timur 41 113
23 Sulawesi Ut ara 227 303
24 Sulawesi Tengah 101 178
25
Sulawesi Selat an dan
Sulawesi Barat
355 523
26 Sulawesi Tenggara 61 55
27 Goront alo 24 54
28 Maluku 31 48
29 Maluku Ut ara 10 34
30 Papua dan Papua Barat 275 309
81
LAHAN DAN HUTAN
Grak 1um|ah Oesa Yang Menga|ami Bencana Longsor Tahun dan
Lok 1emoArle 8usukl
4.3.3. Daerah Aliran Sungai
Banyak wilayah Indonesia mengalami peningkat an laju
degradasi lahan akibat besarnya laju erosi t anah, ut amanya
t erkait dengan akt ivit as bercocok t anam yang mengabaikan
kaidah-kaidah konservasi t anah dan air. Selain it u, besarnya
laju degradasi lahan dan hut an meningkat karena makin
banyak t egakan hut an yang mengalami alih f ungsi lahan
menjadi lahan pert anian, khususnya pada lahan dengan
kemiringan lereng besar, lebih besar dari 25%. Di Indonesia,
dari keseluruhan jumlah daerah aliran sungai (DAS) yang
memperoleh perhat ian, yait u 458 DAS, 62 DAS dalam
kondisi krit is dan sangat krit is. Jumlah DAS sangat krit is
t ampaknya t idak menunjukkan t endensi berkurang, t api
sebaliknya meningkat . Hal ini dit unjukkan bahwa jumlah
DAS sangat krit is pada t ahun 1996 hanya 22 DAS (Minist ry
of Forest ry, 2009). Oleh kenyat aan masih besarnya jumlah
DAS yang t ergolong krit is, maka pengelolaan DAS t erpadu
menjadi priorit as pemerint ah di banyak negara, t ermasuk di
Indonesia. Melalui kerangka kerja pengelolaan DAS t erpadu
ini, kegiat an konservasi t anah dan air dapat dilakukan
dengan lebih sist emat is, ef ekt if, dan lebih bert anggung
jawab. Adanya kerangka kerja pengelolaan DAS t erpadu
memungkinkan para pemangku kepent ingan, baik mereka
yang t inggal di dalam at au ant ar wilayah administ rasi dalam
suat u DAS, mencapai kesepakat an t ent ang pengelolaan
sumber daya alam. Kerangka kerja ini juga memungkinkan
t erbangunnya suat u mekanisme pembiayaan bersama dan
enyelesulun konlk dl unLuru emungku keenLlngun yung
t erlibat dalam pengelolaan sumber daya alam skala DAS.
Salah sat u indikat or pent ing t elah berlangsungnya
degradasi DAS adalah berkurangnya luas hut an yang
merupakan sub-sist em pent ing dalam suat u ekosist em
DAS. Tabel 4.12 menunjukkan perubahan luas hut an di
beberapa DAS besar di Indonesia. Sepert i halnya pada
t injauan degradasi lahan dan hut an di muka, berkurangnya
luas hut an seiring dengan bert ambahnya permukiman,
t erut ama permukiman yang merupakan perkembangan
kot a. Perkembangan permukiman yang bersif at horizont al
82
LAHAN DAN HUTAN
(clust er of houses), bukan model perumahan bert ingkat
(apart ment ). Tabel 4.12 dan Gambar 4.12 juga menunjukkan
bahwa luas hut an yang berkurangnya dari t ahun 2000
hingga t ahun 2009, lebih banyak t erjadi pada DAS di luar
Jawa karena luas hut an pada DAS t ersebut jauh lebih luas
daripada luas hut an pada DAS di Jawa. Apabila digunakan
ukuran luas hut an ideal dalam suat u DAS, yait u 30% dari
luas DAS, maka sebagian besar DAS (di Jawa maupun di luar
Jawa) memiliki luas DAS lebih kecil dari 30%. Indikat or yang
menunjukkan bahwa DAS t elah t erdegradasi.
Tabel 4.12. Perubahan Luas Hut an dan Pemukiman di Kawasan DAS Priorit as Tahun 2000-2009
Nama DAS Luas DAS (Ha)
Hut an Pemukiman
Tahun 2000 Tahun 2009 Tahun 2000 Tahun 2009
Ha (%) Ha (%) Ha (%) Ha (%)
Bengawan Solo 1.779.069,9 28.982,5 1,6 11.401,5 0,6 282.028,1 15,9 370.323,1 20,8
Brant as 1.553.235,3 80.944 5 42.683 3 265.353 17 463.677 30
Ciliwung 97.151,0 4.716,0 4,9 958,0 1,0 42.695,0 43,9 66.969,0 68,9
Cisadane 151.283,7 18.519 12,2 4.314 2,85 56.164 15,8 42.362 28,00
Cit anduy 69.554,0 603,0 0,9 162,0 0,2 21.445,0 30,8 22.284,0 32,0
Cit arum 562.958,0 33.569,0 6,0 2.830,0 0,5 103.833,0 18,4 212.171,0 37,7
Progo 18.097,0 21,0 0,1 2,0 0,0 8.013,0 44,3 10.677,0 59,0
Siak 1.061.577,4 61.877,3 5,8 22.524,5 2,1 16.830,9 1,6 37.130,6 3,5
Musi 5.812.303,2 2.633.642,4 45,3 869.041,5 15,0 108.339,9 1,9 168.940,8 2,9
Kampar 2.516.881,8 687.211,6 27,3 588.418,4 23,4 22.416,2 0,9 48.585,2 1,9
Bat anghari 4.426.004,4 1.874.867,4 42,4 1.364.850,6 30,8 75.955,8 1,7 127.398,7 2,9
Barit o 6.396.011,0 3.911.008,4 61,1 2.996.422,0 46,8 43.112,7 0,7 100.290,8 1,6
Mamasa 846.898,1 66.109,4 7,8 38.745,6 4,6 10.649,2 1,3 13.271,5 1,6
Sumber : Dat a Analisis Program Menuju Indonesia Hijau, SLHI [ 2009]
Gambar Grak Prosentase Perubahan Tutupan Lahan dan Pemukiman Tahun di OA5 Prioritas
(11.401 Ha atau 0,6%)
42.683 Ha atau 3%
(958Ha atau 1,0%)
(4.314 Ha atau 2,85%)
(162

Ha

atau

0,2%)
(2.830

Ha

atau

0,5%)
(2,0 Ha atau 0,0%)
(22.254,5

Ha

atau

2,1%)
(869.041 Ha atau 15,0%)
( 588.418,4 Ha atau 23,4%)
(1.364.850 Ha atau 30,8%)
( 3.911.008 Ha atau 46,8%)
(38.745,6 Ha atau 4,6%)
(28.982 Ha atau 1,6%)
(80944 Ha atau 5%)
( 4716Ha atau 4,9%)
(18.519

Ha

atau

12,2%)
(603

Haatau

0,9%)
( 33.569,0 Ha atau 6,0%)
(21,0 Ha atau 0,1%)
(61.877,3 Ha atau 5,8%)
(2.633.642 Ha atau 45,3%)
( 687.211,6 Ha atau 27,3%)
( 1.874.867 Ha atau 42,4%)
(3.911.008,4

Ha

atau

61,1%)
(66.109,4 Ha atau 7,8%)
(370.323 Ha atau 20,8)
(463677 Ha atau 30%)
( 66969 Ha atau 68,9%)
(42.362 Ha atau 28,0%)
(22. 284 Ha atau 32,0%)
(212.171 Ha atau 37,7%)
( 10.667 ha atau 59,0%)
(37.130,6 Ha atau 3,5%)
(

168.940

Ha

atau

2,9%)
( 127.398,7 Ha atau 1,9%)
(687.211,6 Ha atau 2,9%)
(100.290 Ha atau 1,6%)
(13.271

Ha

atau

1,6%)
(282.028 Ha atau 15,9%)
(265.352 Ha atau 17%)
( 42695 Ha atau 43,9%)
(56.164 Ha atau 15,8)
(21.445

Ha

atau 30,8%)
(103.833

Ha

atau

18,4%)
(8.013 Ha atau 44,3%)
(16.830 Ha atau 1,6%)
(108.339

Ha

atau

1,9%)
(22.416,2 Ha atau 0,9%)
(75.955 Ha atau 1,7%)
(43.112,7 Ha atau 0,7%)
(10.649,2

Ha

atau 1,3%)
0, 10,0 20,0 30,0 40,0 50,0 60,0 70,0 80,0 90,0 100,0
Bengawan

Solo
Brantas
Ciliwung
Cisadane
Citanduy
Citarum
Progo
Siak
Musi
Kampar
Batanghari
Barito
Mamasa
Pemukiman
Tahun 2000
Pemukiman
Tahun 2009
Hutan
Tahun 2000
Hutan
Tahun 2009
Sumber: Hasil Olahan Program Menuju Indonesia Hijau, KLH, 2009
83
LAHAN DAN HUTAN
Kot ak 4.2.
Degradasi DAS dan Dampak yang Dit imbulkannya
ini diiringi dengan bert ambahnya luas pert anian lahan
kering (169%) dan luas permukiman (338%). Perubahan
t ut upan lahan ini memberikan dampak hidrologis dalam
benLuk menlngkuLnyu ulr lurlun runo hlnggu leblh durl
30%, dan dengan demikian, mendorong t erjadinya banjir
di Jakart a.
Ke depan, sebagai upaya mit igasi banjir di Jakart a, di-
lakukan dengan kombinasi kegiat an berikut : pert ama,
pendekat an koordinat if dan regulat if [ sof t approach] ,
ut amanya melalui pengat uran dan pengendalian t ingkat
pengambilan air t anah, penet apan t arif air t anah pro-
gresif, dan diwujudkanya sat u DAS, sat u pengelolaan
t erpadu bekerjasama dengan provinsi Jawa Barat . Kedua,
endekuLun slk englneerlng urouch uLumunyu me-
manf aat kan Perda Konservasi Sumberdaya Air DKI Jakart a
Banjir di Jakart a akan digunakan sebagai kasus
unt uk menunjukkan kait an ant ara kualit as DAS dan
konsekuensinya, dalam hal ini, adalah banjir yang
kecenderungannya meningkat f rekuensi dan besarannya.
Banjir Jakart a ini dit empat kan dalam kont eks DAS
Ciliwung, karena Jakart a merupakan hilir sungai Ciliwung.
Perubahan lanskap DAS Ciliwung akan memberikan
pengaruh hidrologis bagi Jakart a. Pent ingnya memahami
daerah t angkapan air sungai Ciliwung ini karena wilayah
hulu dan t engah DAS Ciliwung t elah mengalami
erubuhun LuLugunu luhun yung slgnlkun 1ubel
Tabel 4.13 menunjukkan bahwa DAS Ciliwung t ermasuk
DAS t erdegradasi, ut amanya di wilayah hulu dan t engah
dengan t ingginya laju alih f ungsi lahan. Tut upan hut an
yang t ersisa di DAS Ciliwung hanya 15%, sement ara
permukiman dan bangunan lainnya seluas 35%.
Tabel 4.13. Perubahan Tat aguna Lahan di DAS Ciliwung, Jawa Barat
Tat aguna Lahan
DAS Ciliwung
(ha)
DAS hulu dan t engah
1990 (ha)
DAS hulu dan t engah
1999 (ha)
Perubahan t at aguna
lahan (1990-1999) (%)
Hut an 5.094 5.600 5.034 (-) 10
Perkebunan 5.730 6.848 5.612 (-) 18
Pert anian lahan kering 7.770 2.330 6.267 (+) 169
Sawah 1.665 10.409 2.833 (-) 73
PermuklmunkunLor 11.590 1.613 7.058 (+) 338
Lunuukolum - 38 36 -
Lainnya 724 - - -
Tot al 32.573 26.841 26.841
Sumber: Sabar (2003); Sinukaban (2005)
Cungguun bloslk LAS Clllwung duuL dlllhuL khususnyu
dari besarnya alih f ungsi lahan yang t erjadi di wilayah
t engah DAS selama 1990-1999. Pada periode 10 t ahun ini
luas hut an berkurang 10%. Demikian pula halnya dengan
luas perkebunan (f ungsi hidrologis menyerupai hut an),
berkurang 18%. Berkurangnya luas hut an dan perkebunan
unt uk mendorong berbagai pihak, ut amanya usaha-usaha
komersial [ hot el, indust ri, dan pusat perbelanjaan] unt uk
mengimplement asikan t eknik konservasi air t anah me-
lalui pembuat an sist em pemanenan air hujan [ rainwat er
harvest ing] dan pembuat an polder-polder di wilayah DKI
Jakart a.
84
LAHAN DAN HUTAN
Kot ak 4.3.
Sinergi Pemangku Kepent ingan dalam
Pengelolaan Hut an
Pudu Luhun dl KesuLuun Pemungkuun HuLun
(KPH) Bandung Selat an, t erjadi perambahan hut an seluas
lebih dari 15.000 ha oleh lebih dari 41.000 masyarakat
lokal (Tabel 4.14). Perambahan hut an t ersebut ut amanya
dimanf aat kan unt uk budidaya t anaman pert anian
komersial, t erut ama sayuran. Hal ini t erjadi karena saat it u
semangat kebebasan akibat pergant ian pemerint ahan
Orde Baru ke Orde Ref ormasi sedang mencapai puncaknya.
Di Jawa Barat , suasana kebebasan at au ef oria polit ik
LersebuL |ugu menlmbulkun konsekuensl Ler|udlnyu konlk
ant ara Dinas Kehut anan (Pemda) dengan PT Perhut ani
(BUMN). Dinas Kehut anan yang sebelumnya memiliki
f ungsi regulasi dalam pengelolaan hut an menginginkan
peran sebagai operat or yang selama ini dilakukan oleh PT
PerhuLunl swusLu Konlk unLuru emerlnLuh dueruh dun
swast a ini demikian meruncingnya sehingga masyarakat
melihat hut an t idak ada yang punya. Lebih t epat nya hut an
t idak ada yang mengurusi. Bahkan, ada nuansa Dinas
Kehut anan merest ui masyarakat unt uk merambah
hut an, sehingga dapat dimanf aat kan unt uk membangun
argumen bahwa selama ini t erjadi salah-urus hut an di
Jawa Barat . Akibat nya, pada saat it u sekit ar 15.000 ha
dirambah oleh sekit ar 41.000 orang yang t inggal di sekit ar
hut an. Pemanf aat an kawasan hut an unt uk budidaya
pert anian ini di sat u sisi memberikan keunt ungan ekonomi
bagi perambah hut an, t api pada sisi lain, menurunkan
f ungsi layanan ekologis (ecol ogical services) hut an dalam
bent uk st abilit as t at a air dan t anah, iklim mikro, habit at
sat wa, dll. Pelajaran yang dapat diperoleh dari perist iwa
ini adalah ket ika dua dari ket iga pemangku kepent ingan
LerllbuL dulum konlk muku emungku keenLlngun
lainnya akan mengambil keut ungan. Dengan kat a lain,
keberlanjut an pengelolaan hut an dit ent ukan oleh kerja
sinergis ant ara pemerint ah daerah (st at e), swast a (privat e),
dan masyarakat (civil societ y). Saat ini, jumlah perambah
hut an t elah jauh berkurang seiring dengan harmonisnya
hubungan kerja ket iga pemangku kepent ingan hut an di
Jawa Barat t ersebut .
Tabel 4.14. Perambahan Hut an Negara per Bagian
Kesat uan Pemangkuan Kesat uan Hut an (BKPH) di KPH
Bandung 5e|atan pada tahun
BKPH Luas (ha) Jumlah
Perambah
Rajamandala 762,6 2.285
Cililin 741,6 2.224
Gunung Halu 2.732,9 7.937
Tbr Barat 1.174,1 3.521
Tbr Timur 1.197,7 3.592
Ciwidey 1.429,9 4.289
Pangalengan 2.629,0 6.072
Banjaran 2.882,5 6.706
Ciparay 1.680,4 4.200
Rancabali 244,2 609
Jumlah t ot al 15.475,0 41.435
Sumber Perum PerhuLunl UnlL lll 1uwu 8uruL
4.4. Upaya dan Inisiat if Pengelolaan
4.4.1. Pengelolaaan, Pengendalian dan Regulasi
a. Sinergit as Pengelolaan Hut an
Selama 30 t ahun t erakhir, dominasi pemerint ah (pusat ) dan
swast a dalam pengelolaan hut an di Indonesia dilakukan
melalui konsep indust rial f orest ry dengan ciri l arge scal e
dan sangat berorient asi pada kepent ingan ekonomi
(jangka pendek). Oleh karena it u, dapat dimengert i
apabila pola pengelolaan hut an yang dipilih adalah
t ree management . Pola pengelolaan t ree management
hanya berkepent ingan pada beberapa species pohon
komersial yang t elah ada pasarnya (indust ri perkayuan).
Akibat yang dit imbulkan oleh pengelolaan hut an dengan
pendekat an t ree management adalah t ersingkirnya
kepent ingan masyarakat lokal karena t idak leluasa lagi
dalam memanf aat kan hasil hut an non-kayu, rusak dan
t idak berkembangnya pemanf aat an non-t imber f orest
product s (NTFP), t idak imbangnya ant ara permint aan
dan penawaran kayu unt uk indust ri, dan meningkat nya
luas hut an sekunder. Unt uk menggambarkan pent ingnya
paradigma pengelolaan hut an dalam upaya mewujudkan
pengelolaan hut an berkelanjut an, ilust rasi dalam Kot ak
4.4 diharapkan dapat membant u pemahaman, dan
dengan demikian, memudahkan unt uk menyusun st rat egi
pengelolaan hut an berkelanjut an.
85
LAHAN DAN HUTAN
Salah sat u isu yang paling sering diperdebat kan dalam
pengelolaan hut an adalah hak masyarakat lokal at as
sumber daya hut an, kurangnya pengakuan sist em
pengelolaan hut an oleh masyarakat lokal, sert a
pembagian keunt ungan yang adil dari pemanf at an hut an
komersial di ant ara pemangku kepent ingan. Selama ini,
hak masyarakat lokal at as sumber daya hut an kurang
diakui dan masyarakat lokal t idak memperoleh banyak
keunt ungan dari operasi penebangan kayu komersial.
Lengun berlukunyu UndungUndung No
t ent ang Kehut anan, hut an adat diakui keberadaannya
sepanjang t erdapat masyarakat adat di sana dan diakui.
KeuLusun MenLerl KehuLunun No LenLung
Hut an Kemasyarakat an juga memberikan dasar hukum
unt uk hut an yang dikelola oleh masyarakat (lokal). Hal ini
merupakan usaha unt uk memperoleh pembagian sumber
daya hut an yang adil. Kedua kebijakan t ersebut , dengan
segala ket erbat asannya, merupakan langkah awal unt uk
mencapai pengelolaan hut an berbasis masyarakat dan
pengakuan peran sist em t radisional dalam pengelolaan
hut an berkelanjut an.
Sepert i yang t elah disebut kan di at as, sebenarnya
sudah banyak dilakukan usaha unt uk memperbaiki
pengelolaan hut an, namun usaha t ersebut masih parsial
dan t erf ragment asi. Ada lima persoalan yang menjadi
kendala t erwujudnya pengelolaan hut an berkelanjut an
yang selama ini mengemuka dalam diskusi-diskusi.
Pert ama, belum ef ekt if nya ref ormasi kebijakan yang
murni dan part isipat if dalam perat uran perundangan yang
mendukung pengelolaan hut an. Kedua, inf ormasi dasar
unt uk pengambilan keput usan sangat lemah. Ket iga,
pengelolaan hut an selama ini lebih menekankan pada
eksploit asi sumber daya kayu daripada menyadari pot ensi
penuh dari sumber daya hut an unt uk kesejaht eraan
nasional dan masyarakat . Hal ini mengakibat kan
t erjadinya masalah keempat , yait u dikot omi t ujuan dan
met ode pengelolaan hut an ant ara masyarakat lokal di
sat u pihak, dengan pengusaha hut an dan pemerint ah
di lain pihak. Masalah kelima berkait an dengan dist orsi
pemahaman Undang-Undang No. 32 t ahun 2004 t ent ang
Pemerint ahan Daerah, t erut ama dalam implement asi
di lapangan. Pemberian kewenangan bagi daerah unt uk
mengelola sumber daya hut an seringkali menimbulkan
konlk keenLlngun engeloluun huLun dulum benLuk
perebut an kewenangan pengelolaan hut an, misalnya
ant ara Dinas Kehut anan dan Perum Perhut ani di Jawa
Barat (lihat Kot ak 4.1).
Kot ak 4.4.
Reorient asi Pola Pengelolaan Hut an
Khusus unt uk kasus t idak berimbangnya ant ara permint aan
dan penawaran kayu bagi indust ri, dampaknya adalah
t erjadinya penebangan kayu secara ilegal.
KuuslLus lndusLrl kuyu nuslonul suuL lnl uduluh |uLu m
t ahun. Sedangkan produksi kayu secara lest ari yang dapat
diperoleh dari hut an alam, hut an rakyat , dan perkebunan
hunyu |uLu mLuhun Lengun demlklun LerduuL deslL
usokun kuyu seklLur |uLu mLuhun yung dulum hul
ini, kekurangan t ersebut kemungkinan besar dipenuhi
dari hasil penebangan kayu ilegal oleh pengusaha kayu,
masyarakat at au pihak lain (Kement erian LH, 2003). Akibat
t imbulnya dampak t ersebut di at as mendorong perubahan
pola pengelolaan hut an dari pendekat an indust rial f orest ry
ke arah eco-f orest ry. Konsep eco-f orest ry menekankan
pent ingnya pergeseran pola pengelolaan sumber daya hut an
dari t ree management menjadi ecosyst em management .
Dalam konsep ecosyst em management f okus pengelolaan
hut an t idak hanya pada pohon komersial, t api juga NTFP
dan f ungsi hut an t idak langsung sehingga masyarakat
lokal dapat lebih t erlibat dalam pengelolaan sumber daya
hut an. Melalui pola pengelolaan hut an yang t erakhir ini,
kemungkinan unt uk t erwujudnya pengelolaan sumber daya
hut an berkelanjut an menjadi lebih besar.
86
LAHAN DAN HUTAN
b. Pengendalian Perambahan Hut an
Pengalaman selama ini menunjukkan bahwa kerusakan
sumber daya hut an merupakan permasalahan yang
bersif at kompleks. Kompleksit as permasalahan
pengelolaan sumber daya hut an meningkat sejalan dengan
makin kompleksnya permasalahan sosial-budaya yang
dihadapi oleh masyarakat . Sejalan dengan perkembangan
organisasi sosial, kapasit as t eknologi yang dihasilkan oleh
manusia juga mengalami peningkat an seiring dengan
perjalanan wakt u. Meningkat nya organisasi sosial dan
kapasit as t eknologi, t ernyat a t elah mengubah persepsi
manusia t erhadap keberadaan dan f ungsi sumber daya
hut an. Selain mengubah persepsi, perubahan organisasi
sosial dan kapasit as t eknologi juga t elah menurunkan
t ingkat kemit raan (part nership) ant ara penguasa
(pemerint ah, perusahaan pemegang hak penguasaan
sumber daya hut an) dan masyarakat dalam mengelola
sumber daya hut an. Kedua perubahan t ersebut membawa
konsekuensi meningkat nya konsumsi sumber daya
hut an dan mengakibat kan dominasi penguasaan sumber
daya hut an oleh penguasa. Pada kebanyakan kasus,
menlngkuLnyu domlnusl enguusu emerlnLuh dun
at au perusahaan) dalam pengelolaan sumber daya hut an
mengakibat kan berkurangnya ket erlibat an masyarakat
dalam pengelolaan sumber daya hut an. Oleh karena it u,
pengelolaan sumber daya hut an secara berkelanjut an
harus dilaksanakan secara sinergis oleh inst ansi pemerint ah
(st at e), sekt or swast a (privat e sect or), dan masyarakat
madani (civil societ y). Lebih khusus, perlu dit ekankan
bahwa part isipasi masyarakat dan kemit raan dalam
kegiat an pengelolaan sumber daya hut an mempunyai art i
sangat pent ing. Pent ingnya kemit raan ant ara pemerint ah,
swast a dan masyarakat dalam mewujudkan pengelolaan
sumber daya hut an berkelanjut an dapat dit unjukkan dari
t ingginya perambahan hut an di Jawa Barat akibat t idak
sinergisnya ket iga pemangku kepent ingan ut ama t ersebut
(Kot ak 4.1).
c. Lahan Krit is
Mempert imbangkan besarnya luas lahan krit is sert a
belum memadainya keberhasilan rehabilit asi lahan
krit is, maka perlu suat u st rat egi perencanaan program
rehabilit asi lahan krit is yang memberi kemungkinan
t ingkat keberhasilan lebih besar. Hal ini dapat dilakukan
dengan cara menyesuaikan program rehabilit asi lahan
dengun kurukLerlsLlk bloslk dun musuluh soslul
ekonomi masyarakat perdesaan. Pert imbangan sosial-
ekonomi ut amanya mengacu pada jalan keluar t erhadap
t erbat asnya kesempat an kerja di sekt or pert anian dan
kehuLunun Sedungkun erLlmbungun bloslk mengucu
pada kondisi curah hujan dan kesuburan t anah di Indonesia
yang sebagian besar relat if t inggi sehingga memberi
harapan besar unt uk berhasilnya program reboisasi dan
penghijauan apabila t epat st rat eginya.
Dok: Polagrade
87
LAHAN DAN HUTAN
Kot ak 4.5.
Kebij akan Konservasi Tanah dan Air
Kebijakan st rat egis konservasi t anah dan air seharusnya
didasarkan pada hasil-hasil penelit ian t ent ang proses
t erjadinya lahan krit is. Hasil penelit ian t ent ang erosi dan
air larian yang merupakan f akt or penent u t erjadinya lahan
krit is menunjukkan erat nya kait an ant ara t erjadinya erosi
dan keberadaan veget asi, t erut ama pengaruh t ut upan
t ajuk (l and cover). Fakt or yang dianggap pent ing dalam
roses enceguhun erosl dlLenLukun oleh sLruLlkusl
dan kerapat an t ajuk sert a oleh kondisi t umbuhan bawah
dun serusuh SLruLlkusl Lu|uk dun keLebulun serusuh
memberikan perlindungan yang sangat ef ekt if dalam
proses pencegahan erosi melalui mekanisme pemecahan
but ir-but ir air hujan dan menurunkan laju kecepat an air
larian. Tabel 4.15 menunjukkan peran pent ing t umbuhan
bawah (undergrowt h) dan serasah (lit t er).
Tabel 4.15 menunjukkan bahwa pada kondisi alamiah,
dlclrlkun dengun udunyu sLruLlkusl Lu|uk dun Llduk
adanya gangguan t erhadap t umbuhan bawah dan
serasah, besarnya erosi di bawah t egakan hut an campuran
uduluh kgloL Lu|u erosl menlngkuL kull
set elah t umbuhan bawahnya dihilangkan (Cost er, 1938).
Peningkat an laju erosi menjadi 39 kali, set elah serasah
juga dihilangkan. Hasil yang kurang lebih serupa juga
dihasilkan dari penelit ian erosi di bawah t egakan hut an
Acacia sp. di Ubrug, Jat ilihur, yait u pembersihan t umbuhan
bawah dan serasah t elah meningkat kan besarnya erosi
146 kali. Sement ara di Soreang, pembersihan t umbuhan
bawah dan serasah t elah meningkat kan besarnya erosi 7,9
kali (Tabel 4.15).
Hasil penelit ian t ersebut di at as seharusnya menjadi dasar
kebijakan program konservasi t anah dan air. Misalnya,
rehabilit asi lahan krit is di hut an lindung dan hut an
konservasi di wilayah t erpencil (remot e areas), dapat
dilakukan secara alamiah karena seresah dan t umbuhan
sangat cepat dan ef ekt if dalam menurunkan air larian
runo dun erosl dun dengun demlklun menlngkuLkun
ulr lnlLrusl lndoneslu dengun curuh hu|un Llnggl dun
t anah vulkanik yang subur, sesuai unt uk pendekat an
reboisasi cara alamiah sepanjang perambahan kawasan
hut an oleh manusia dan t ernak dapat mencegah. Salah
sat u st rat egi yang dapat dit empuh adalah dengan
mengalokasikan sebagian dana reboisasi dan penghijauan
unt uk menyediakan lapangan kerja bagi mereka yang
selama ini menjadi perambah hut an.
Dok: Ecopark LIPI
Tabel 4.15. Fungsi Tumbuhan Bawah dan Serasah Dalam Menent ukan Besarnya Erosi
Perlakuan Hut an Campuran1 Hut an Acacia2 Kebun Bambu3 Kebun Campuran3
Kont rol 14,95 0,003 1,47 1,36
Tanpa t umbuhan bawah 38,65
[ 2,5]
0,006
[ 2,0]
-
Tanpa t umbuhan bawah dan
serasah
586,65
[ 39]
4,39
[ 146]
11,65
[ 7,9]
10,88
[ 8,0]
Sumber:
1
Cost er (1938);
2
Lembaga Ekologi (1983);
3
Asdak (2006)
88
LAHAN DAN HUTAN
Berdasarkan hasil penelit ian (Kot ak 4.5), st rat egi rehabili-
t asi lahan dan hut an seharusnya t idak seluruhnya dikonsen-
t rasikan dalam bent uk program t anam-menanam pohon
semat a. Mempert imbangkan persoalan lahan krit is seba-
gian besar diakibat kan karena besarnya t ekanan pada la-
han dan hut an karena t erbat asnya lapangan pekerjaan bagi
masyarakat perdesaan, t erut ama di sekit ar hut an, maka
sebagian dana rehabilit as lahan dan hut an juga diarahkan
pada program-program yang mampu mengurangi t ekanan
penduduk agraris t ersebut di at as, ut amanya dengan men-
cipt akan lapangan kerja di perdesaan. Dengan demikian,
diharapkan t ekanan penduduk t erhadap lahan dan hut an
dapat dikurangi, dan biarkan hut an t umbuh kembali secara
alamiah. Indonesia dengan curah hujan t inggi dan lahan
yang subur memungkinkan veget asi hut an unt uk t umbuh
dan berkembang dengan cepat sepanjang t idak diganggu
manusia dan t ernak sepert i dit unjukkan dalam Kot ak 4.5.
d. Kebakaran Lahan dan Hut an
Fokus upaya mit igasi adalah pada pengendalian at au
pencegahan pembakaran lahan dan hut an unt uk persiapan
penanaman t anaman pert anian dan HTI.
Selain upaya t eknis pengendalian kebakaran lahan dan
hut an t ersebut di at as, perlu dikembangkan t eknologi
lnformusl yung berbusls udu lnLerneLlnLruneL dun web
karena cara ini ef ekt if dalam pengelolaan dan ekonomis
dalam pembiayaan sehingga dapat diaplikasikan pada
jaringan komput er Posko Penanggulangan Bencana
Kebukurun Luhun dun HuLun dl Pemdu KubuuLen
Kot a. Apabila dimungkinkan, secara bert ahap, dapat
dit ingkat kan sampai ke Unit Operasional Penanggulangan
Bencana Kebakaran Lahan dan Hut an Tingkat Kecamat an.
Sist em ini juga perlu dilengkapi dengan dukungan
dat a base yang memadai, t ermasuk sist em inf ormasi
manajemen kebakaran lahan dan hut an. Dat a pot ensi
kebakaran spasial pada Gambar 4.1, 4.2, dan 4.3 t ersebut
dapat dimanf aat kan sebagai dat a dasar unt uk mit igasi
kebakaran lahan dan hut an. Unt uk aspek kebijakan
pengelolaan HTI, seyogyanya pengeluaran ijin HTI di
kawasan hut an alam t idak lagi diperbolehkan, melalui
morat orium HTI baru. Unt uk suat u upaya mit igasi yang
menyeluruh, upaya morat orium ini harus diselaraskan
dengan kebijakan rest rukt urisasi indust ri berbasis pohon
hut an.
Gambar 4.1. Pet a Tingkat Rawan Kebakaran Pulau Sumat era Tahun 2010
89
LAHAN DAN HUTAN
Gambar 4.3. Sebaran Tit ik Panas di Pulau Sumat era dan Kalimant an Tahun 2006 2010
Gambar 4.2. Pet a Tingkat Rawan Kebakaran Pulau Kalimant an Tahun 2010
90
LAHAN DAN HUTAN
91
LAHAN DAN HUTAN
92
LAHAN DAN HUTAN
e. Kebencanaan
Apabila dicermat i pada Gambar 4.4, sebaran bencana
t anah longsor di Pulau Jawa sebagian besar t erlet ak di
daerah t engah dan daerah sepanjang bagian Selat an
pulau Jawa. Hal ini juga dapat dijelaskan bahwa di wilayah
t engah dan selat an Pulau Jawa lanskapnya t erdiri at as
wilayah pegunungan, berlereng besar, curah hujan
t inggi, dan wilayah pant ainya t idak landai sepert i pant ai
ut ara pulau Jawa. Selain f akt or-f akt or alam t ersebut di
at as, ket iga provinsi di pulau Jawa t ersebut t ermasuk
daerah dengan int ensit as pert anian t inggi, ut amanya di
hulu daerah aliran sungai, bercocok t anam holt ikult ur,
seringkali t idak mempert imbangkan kaidah-kaidah
konservasi t anah dan air. Kondisi alam dan cara pet ani
dalam bercocok t anam inilah yang seringkali memberikan
kont ribusi t erjadinya bencana t anah longsor. Oleh karena
it u, unt uk mit igasi bencana t anah longsor diperlukan
ldenLlkusl dueruh ruwun bencunu longsor yung kemudlun
dipet akan berdasarkan pulau at au provinsi. Selain
pemet aan bencana, perlu dirumuskan sist em dan pola
pert anian yang sesuai dengan kaidah-kaidah konservasi
t anah dan air, ut amanya di wilayah hulu DAS dan wilayah
rawan bencana lainnya.
Gambar 4.4. Pet a Rawan Longsor Pulau Jawa
Selain penanganan t eknis pert anian t ersebut di at as,
diperlukan inf ormasi pet a rawan longsor dalam skala
semi det ail. Mempert imbangkan bahwa bencana t anah
longsor umumnya t erjadi di lokasi yang jauh dari pusat
pengendalian bencana, maka perlu dirumuskan indikat or
unt uk mit igasi bencana, misalnya menggunakan
indikat or di lapangan dalam bent uk kemiringan pohon,
ret akan-ret akan t anah di lereng bukit , dan amblasan
at au penurunan muka t anah pada kemiringan lereng
t erjal. Hal yang t idak kalah pent ingnya adalah pelibat an
lembaga swadaya masyarakat dalam hal-hal: memberikan
inf ormasi kemana harus mencari lokasi perlindungan yang
aman pada awal t erjadinya bencana, dan menyepakat i
t anda-t anda bahaya bencana longsor, misalnya: bahaya I:
apabila hujan deras t erjadi > 3 hari bert urut -t urut , bahaya
II: apabila hujan deras t erus-menerus t erjadi selama 3 hari,
dan bahaya III: apabila hujan deras t erjadi malam hari dua
hari bert urut -t urut . Dengan upaya ini, jumlah korban jiwa
dapat diupayakan unt uk dicegah at au dikurangi.
sumber: KNLH, 2009
93
LAHAN DAN HUTAN
4.4.2. Limbah B3
Pelaksanaan pengelolaan bahan berbahaya dan beracun
diat ur dengan adanya Perat uran Pemerint ah Nomor 74
t ahun 2001 t ent ang Pengelolaan Bahan Berbahaya dan
Beracun (B3). Set iap pihak, memiliki kewajiban unt uk
mewujudkan pengelolaan B3 dilakukan secara baik dan
benar sert a aman t erhadap kesehat an manusia maupun
lingkungan hidup. Pengelolaan B3 sebagaimana dimaksud
meliput i pengat uran t at acara regist rasi, penyimpanan,
pengangkut an, t at a cara pemberian simbol dan label B3.
Penggunaan dan at au pengelolaan bahan kimia berbahaya
dan beracun (B3) yang t idak t epat akan sangat berdampak
kepada kesehat an manusia maupun lingkungan hidup.
Regist rasi B3
Pasal 6 ayat (1) dalam Perat uran Pemerint ah Nomor 74
t ahun 2001 disebut kan set iap B3 wajib diregist rasi oleh
penghasil dan at au pengimpor. Regist rasi merupakan salah
sat u simpul dari sist em pengelolaan B3 yang bert ujuan
unt uk menget ahui jumlah B3 yang beredar di Indonesia
agar dapat dilakukan pengawasan dari awal sebagai upaya
pencegahan at au mengurangi dampak negat if t erhadap
kesehat an manusia maupun lingkungan hidup.
Dalam pelaksanaan proses regist rasi selama ini t elah
menggunakan sist em elekt ronik Indonesia Nat ional
Singl e Window (INSW). Dalam penanganan dokumen
kepabeanan dan perizinan yang berkait an dengan
Lok KLH lndurLo
94
LAHAN DAN HUTAN
Dok: KLH
ekspor dan at au impor bahan berbahaya dan beracun
(B3) sebagaimana t ercant um dalam Perat uran Presiden
Nomor 10 Tahun 2008 t ent ang penggunaan sist em
elekt ronik dalam Kerangka Nat ional Singl e Window.
Konvensi dan Kerj asama Int ernasional
Dalam hal kerjasama int ernasional, Pemerint ah t urut
berperan akt if dalam kegiat an persiapan konvensi dan
negosiasi di t ingkat global diant aranya :
x Int ergovernment al Negot iat ing Commit t ee (INC) dalam
rangka persiapan l egal l y binding inst rument (LBI) on
mercury;
Pert emuan INC diselenggarakan sesuai dengan
keput usan Governing Council UNEP 25/5 dengan t ujuan
unt uk membent uk suat u rezim int ernasional yang
mengat ur merkuri secara global. KLH sebagai l ead
sect or t elah berperan akt if menghadiri 2 kail pert emuan
INC dari 5 pert emuan yang dijadwalkan membent uk
l egal l y binding inst rument (LBI) mengenai merkuri di
t ahun 2013. Legal l y Binding Inst rument (LBI) on mercury
bert ujuan unt uk melindungi kesehat an manusia dan
lingkungan dari penggunaan Mercury. LBI diharapkan
dapat diimplement asikan di seluruh negara agar
dapat menjawab permasalahan merkuri yang bersif at
global, sert a dapat menyediakan l ow-cost sol ut ions
f or mercury al t ernat ives bagi negara berkembang dan
negara dalam t ransisi ekonomi.
x St ockhol m Convent ion On Persist ent Organic Pol l ut ant s
(POPs);
Indonesia ikut menandat angani Konvensi St ockholm
udu Lunggul Mel Lulum rungku meruLlkusl
kesepakat an t ersebut , pada Sept ember 2006, t elah
dibuat Nat ional Impl ement at ion Program (NIP), dalam
rangka penghapusan dan at au pengurangan POPs
sert a Implement asi rencana t indak mulai t ahun 2008 -
2012.
RuLlkusl Konvensl SLockholm Leluh dlLuungkun
dalam Undang-Undang No. 19 t ahun 2009 t ent ang
Pengesahan St ockhol m Convent ion On Persist ent
Organic Pol l ut ant s (Konvensi St ockholm Tent ang
Bahan Pencemar Organik Yang Persist en). Beberapa
kegiat an yang t elah dilakukan ant ara lain Penyusunan
Nat ional Impl ement at ion Pl an (NIP), Pemant auan
residu POPs (Pest isida) di media lingkungan (air, t anah,
sedimen sungai) dan biot a ikan dan Sosialisasi POPs
kepada para pemangku kepent ingan.
x Rot t erdam Convent ion on t he Prior Inf ormed Consent
Procedure For Cert ain Hazardous Chemical s and
Pest icides in Int ernat ional Trade
95
LAHAN DAN HUTAN
Lahirnya konvensi Rot t erdam berawal dari pert um-
buhan dramat is dalam produksi dan perdagangan ba-
han kimia, sehingga mendapat perhat ian publik akan
pot ensi risiko yang bisa dit imbulkan oleh bahan kimia
berbahaya dan pest isida.
Konvensi Rot t erdam mencakup f ormula pest isida dan
bahan kimia indust ri yang t elah dilarang at au sangat
dibat asi unt uk alasan kesehat an at au lingkungan.
Terdapat 40 bahan kimia yang t ercant um dalam Annex III
dan diat ur dalam prosedur PIC, yait u: 25 jenis pest isida, 4
f ormulasi pest isida berbahaya dan 11 bahan kimia indust ri,
dan diharapkan akan lebih banyak bahan kimia berbahaya
unt uk dit ambahkan di masa depan.
Negara Indonesia t elah menandat angani Konvensi
Rot t erdam pada t anggal 11 Sep 1998, pada saat ini KLH
sedang meyusun rancangan undang-undang pengesahaan
Konvensi Rot t erdam diharapkan dapat diselesaikan pada
t ahun ini.
4.5. St rat egi Pengendalian Laj u penurun-
an Luas Hut an
Gambar 4.1 menunjukkan bahwa pulau Jawa, Sumat era, Bali
dan Nusa Tenggara, dan pulau Kalimant an luas hut annya
lebih kecil dari luas non-hut an. Hal ini t erjadi karena pulau-
pulau t ersebut selain kepadat an penduduknya t inggi, juga
akt ivit as pembangunan berbasis pemanf aat an lahan,
misalnya pert anian, indust ri dan permukiman juga t ert inggi
di Indonesia. Dengan kat a lain, t ekanan penduduk agraris
t ermasuk t inggi. Oleh karena it u, st rat egi pengendalian laju
penurunan luas hut an di pulau-pulau dengan konsent rasi
penduduk t inggi dan t erbat asnya lapangan kerja t ersebut
seharusnya lebih dit ekankan pada program-program yang
mampu mengurangi t ekanan penduduk t erhadap lahan
dan hut an. Salah sat u st rat egi yang dapat dilakukan secara
bert ahap adalah dengan pencipt aan lapangan kerja yang
berbasis sumber daya hut an, misalnya kerajinan t angan
berbasis hasil hut an bukan kayu, ekowisat a, dan sist em
pert anian-kehut anan-pet ernakan t erpadu. Selain it u,
pent ing pula melakukan penegakan hukum bagi mereka
yang melanggar at uran t erkait dengan perlindungan
kawasan hut an.
Dok: Alain Compost
96
5
Keaneka ragaman
Hayat i
97
KEANEKA RAGAMAN HAYATI
Lest arikan Puspa dan Sat wa Demi Masa Depan Bumi Kit a,
Jao 1ombol kembaoqkao Raes|a latma Jao lestat|kao
Kakat ua Kit a.
Indonesia, sebagai salah sat u negara megabiodiversit y
di dunia menyadari pent ingnya peran keanekaragaman
hayat i, khususnya, sumber daya genet ik sebagai bahan
baku pangan, obat -obat an sert a bahan indust ri. Dengan
menjaga aset nya berart i Indonesia t elah berperan
bagi dunia unt uk mewujudkan ket ahanan pangan,
kesejaht eraan dan pembangunan berkelanjut an.
Keanekaragaman hayat i Indonesia yang kaya akan
berbugul |enls oru dun fuunu sumber duyu geneLlk
berikut keragaman ekosist emnya adalah salah sat u
aset dan modal dasar bagi pembangunan yang t ak
t erhit ung nilainya. Keunggulan komparat if yang dimiliki
bangsa Indonesia ini harus dilest arikan dan dilindungi
keberadaan sert a diopt imalkan pemanf aat annya secara
berkesinambungan unt uk menunjang pembangunan di
Indonesia.
Masalah penyusut an keaneakaragaman hayat i bersif at
komplek karena adanya ket erkait an erat ant ara upaya
unt uk meningkat kan st andar hidup manusia dan
keinginan memelihara kualit as lingkungan hidup yang
baik. Meningkat kan st andar hidup berart i manusia harus
t erus mengeksploit asi lingkungan dan sumber daya alam
yang t erkandung di dalamnya. Eksploit asi yang t erus
meningkat dapat menyebabkan hilangnya habit at yang
pada gilirannya akan berakibat pada lenyapnya sejumlah
spesies yang hidup di dalamnya. Punahnya spesies berart i
juga hilangnya seperangkat gen yang membawa sif at -
sif at khas dari spesies t ersebut . Ancaman yang dihadapi
dalam pelest arian keanekaragaman hayat i di ant aranya
adalah pengaruh perubahan iklim, eksploit asi yang
berlebihan at au kegiat an yang mengakibat kan kerusakan
slk enoung kehlduun encemurun kehudlrun sesles
asing yang invasif, kegiat an pembudidayaan yang t idak
disert ai upaya yang menjamin kelest arian berbagai variet as
dari spesies yang dibudidayakan dan juga t erjadinya
konversi kawasan hut an menjadi areal lain, perburuan
dan perdagangan sat wa liar adalah beberapa f akt or yang
menyebabkan t erancamnya keanekaragaman hayat i.
Keanekaragaman hayat i ini merupakan keunggulan yang
t idak dimiliki oleh negara lain. Hal ini merupakan modal
dari pembangunan yang harus dijaga keberadaan dan
manf aat nya secara seimbang (lihat buku SLHI 2008-2009).
5.1. Ancaman t erhadap Keanekaragaman
Hayat i
Ancaman ut ama yang mengakibat kan punahnya keaneka-
ragaman hayat i di Indonesia umumnya disebabkan oleh
kerusakan dan f ragment asi habit at , pemanf aat an yang
berlebihan, dan int roduksi spesies asing. Fakt or lain
penyebab kepunahan keanekaragaman hayat i adalah
f enomena perubahan iklim. Punahnya keanekaragaman
hayat i adalah suat u perist iwa alami, namun proses
t erjadinya laju kepunahan seringkali dipercepat oleh
adanya pemanf aat an berlebihan yang dilakukan oleh
manusia. Saat ini kekhawat iran banyak pihak akan
dampak dari pembangunan jalan di kawasan lindung akan
t erulang kembali karena adanya rencana pembangunan
jalan. Selain it u, f akt or lain yang dapat menjadi penyebab
kepunahan keanekaragaman hayat i adalah f enomena
perubahan iklim.
Dalam beberapa t ahun t erakhir perubahan iklim juga
t elah dirasakan dampaknya pada aspek pert anian, yang
kemudian dapat berpengaruh pada ket ahananan pangan,
kesehat an manusia, permukiman dan lingkungan,
Dok: Polagrade
Dok: Polagrade
98
KEANEKA RAGAMAN HAYATI
t ermasuk sumber daya air dan keanekaragaman hayat i.
Akibat nyat a dampak perubahan iklim t erhadap spesies
sebagai komponen keanekaragaman hayat i adalah
perubahan dalam kisaran penyebaran, meningkat nya
kelangkaan, perubahan wakt u reproduksi, dan perubahan
dalam lamanya suat u musim t anam.
Ekosist em
Kondisi keanekaragaman hayat i Indonesia dari wakt u ke
wakt u t erus mengalami kemerosot an yang mengkhawat irkan
akibat ket idak-pedulian berbagai unsur pelaku
pembangunan. Bahkan laju kemerosot annya makin cepat
akibat lemahnya pemahaman, peran dan t anggungjawab
pemerint ah daerah t erhadap kelest arian keanekaragaman
hayat i. Tunt ut an pembangunan daerah, lemahnya
kapasit as pemerint ah daerah dan melemahnya kendali
pemerint ah pusat yang mewarnai euforia reformasi t elah
menyebabkan pemanfaat an sumber daya alam berorient asi
pada kepent ingan jangka pendek t anpa mengindahkan
daya dukung lingkungannya, sehingga menyebabkan
kemerosot an keanekaragaman hayat i pada t ingkat yang
dapat mengancam keberlanjut an pembangunan wilayah dan
nasional pada masa yang akan dat ang.
Perusakan habit at alami maupun pengubahan habit at
alami (konversi) menjadi areal hut an t anaman indust ri,
areal perkebunan, areal pert anian, pemukiman dan lain
sebagainya t elah memberi andil yang besar bagi kepunahan
keanekaragaman hayat i dan kerabat liar t anaman budidaya
di Indonesia. Selain it u, kebakaran hut an juga memberikan
andil yang cukup besar dalam kerusakan ekosist em
(St at ist ik Kehut anan 2010, Kemenhut ).
Ancaman yang paling ut ama dalam pelest arian ekosist em
hut an adalah Kebakaran hut an dan lahan, il l egal l ogging,
pemanf aat an sumber daya hayat i yang berlebihan,
perambahan kawasan hut an, dan eksploit asi yang bersif at
dest rukt if t urut memberikan andil yang besar dalam
proses def orest asi dan degradasi lingkungan yang dapat
mengancam keseimbangan ekosist em secara keseluruhan
(lihat buku SLHI 2009).
Dok: Alain Compost
99
KEANEKA RAGAMAN HAYATI
Alih Fungsi Lahan
Kegiat an perubahan kawasan hut an dilakukan melalui
perubahan st at us at au perunt ukan kawasan hut an yang
dilakukan dengan cara pelepasan kawasan hut an pada hut an
produksi yang dapat dikonversi, dan t ukar menukar kawasan
hut an apabila di wilayah yang bersangkut an t idak t ersedia
HPK dan hanya pada hut an produksi. Perubahan kawasan
hut an dapat t erjadi juga melalui perubahan fungsi kawasan
hut an t ert ent u menjadi fungsi kawasan hut an lainnya.
Perubahan ini dapat t erjadi pada lahan pert anian menjadi
kawasan non pert anian sepert i perkebunan dan pemukiman,
at au kawasan lainnya. Hal ini dapat menjadi ancaman bagi
kehidupan berbagai spesies liar dan sumber daya genet ik.
Def orest asi
8unyuk enyebub deforesLusl securu slk berhusll
dit emukan dan dijadikan f okus bagi banyak penelit ian
yang bert ujuan meminimasi kerusakan ekologis. Tet api
t idak semua penyebab degradasi dan hilangnya hut an
dinyat akan secara langsung dan jelas; proses sosial sert a
kebijakan ekonomi juga mempunyai peranan pent ing.
Upaya menyelesaikan berbagai f akt or penyebab dan kait an
hubungan berbagai proses t ersebut sert a bagaimana
pengaruhnya t erhadap kondisi hut an dan penduduknya.
beberapa t ahun yang lalu, penduduk miskin dan prakt ek
Grak Rekapitu|asi Perkembangan Perubahan Fungsi kawasan Hutan Tahun
Progress of Forest Funct ion Al t erat ion in 2005-2009
HPK (Ha)
HP (Ha)
HPT (Ha)
HL (Ha)
Tahura (Ha)
TWA (Ha)
TN (Ha)
TB (Ha)
SM (Ha)
Fungsi Semula
A
l
i
h

F
u
n
g
s
i
500 1.000 1.500
Luas (Ha)
Perubahan Fungsi Kawasan Hutan Tahun 2005-2009
0
Fungsi Menjadi
2.000
CA (Ha)
Sumber : St at ist ik Kehut anan 2009/Kement erian Kehut anan
Dok: Polagrade
Lok KLHSlswunLo
100
KEANEKA RAGAMAN HAYATI
Tabe| Angka Oeforestasi di Oa|am dan di Luar kawasan Hutan Periode HaTh
Def orest at ion Rat e Inside and Out side Forest Area by Province f or t he Period of 2003-2006 (ha/year)
DEFORESTASI PADA
KELOMPOK HUTAN/
Def orest at ion in
Forest Grup
kAWA5AN HUTANForest Area
1UMLAH
APL
JUMLAH/
TOTAL
HUTAN TETAPPermanent Forest
HPK
Jumlah/
Tot al
KSA-
KPA
HL HPT HP 1um|ah
A HuLun Prlmer
Primary Forest
8.980,6 16.512,9 11.690,7 11.287,6 48.471,8 3.799,6 52.271,4 24.136,1 76.407,5
B. Hut an Sekunder/
Secundary Forest
43.437,1 110.880,6 122.261,4 246.734,0 523.313,1 96,905,4 620.218,4 359.074,7 979.293,1
C. Hut an Lainnya * /
Ot her Forest
3.198,7 2.925,5 13.718,0 60.867,0 80.710,0 7.997,6 88,707,6 29.659,8 118.367,4
Tot al 55.616,4 130.319,0 147.670,2 318.889,3 652.494,9 108.702,5 761.197,5 412.870,5 1.174.068,0
Sumber/Source : Direkt orat Jenderal Planologi Kehut anan/Direct orat e General of Forest ry Planning St at ist ik Kehut anan 2009/Kement erian Kehut anan
Ket erangan/Not e :
KSA-KPA = Kawasan Suaka Alam-Kawasan Pelest arian Alam t ermasuk Taman Buru/Sanct uary Reserve Area+ Nat ure Conservat ion Area incl ude Game
Hunt ing Park
HL = Hut an Lindng/Prot ect ion Forest
HPT = Hut an Produksi Terbat as/Limit ed Produsct ion Forest
HP = Hut an Produksi Tet ap/Product ion Forest
HPK = Hut an Produksi yang dapat Dikonversi/Convert ibl e Product ion Forest
APL = Areal Penggunaan Lain/Non Forest Area
erludungunerLunlun berlnduh dlundung sebugul
penyebab ut ama yang mendorong proses def orest asi.
Tet api bukt i-bukt i yang ada saat ini menyat akan bahwa
f akt or-f akt or komersial dan perubahan makro ekonomi
dapat memberikan pengaruh yang lebih besar.
Kebakaran hut an
Kebakaran yang t erjadi di kawasan suaka alam dapat
menjadi ancaman bagi kegiat an konservasi dan keberadaan
jenis t umbuhan, sat wa, dan ekosist em, t erut ama jenis-
jenis yang st at usnya langka. kebakaran hut an t erjadi t idak
hanya di kawasan hut an produksi di areal HPH, t et api juga di
dalam kawasan konservasi t ermasuk Cagar Alam dan Suaka
Margasat wa. Ancaman yang paling ut ama dalam pelest arian
ekosist em hut an adalah Kebakaran hut an dan lahan, illegal
logging, pemanfaat an sumber daya hayat i yang berlebihan,
perambahan kawasan hut an, dan eksploit asi yang bersifat
dest rukt if t urut memberikan andil yang besar dalam
proses deforest asi dan degradasi lingkungan yang dapat
mengancam keseimbangan ekosist em secara keseluruhan.
Grak Taksiran kebakaran hutan menurut fungsi
hut an t ahun 2005 - 2009

101
KEANEKA RAGAMAN HAYATI
Perubahan Iklim
Perubahan iklim bukanlah suat u hal yang baru bagi bumi.
Terjadinya perubahan iklim senant iasa diikut i dengan
erubuhun berslfuL slk soslul uLuu buhkun oulusl 1udl
mengapa harus khawat ir t oh kejadian ini merupakan hal
alami, alam akan beradapt asi dengan sendirinya. Namun,
dat a t ersebut merupakan hasil dari bent angan wakt u
dalam sat uan abad at au bahkan ribuan t ahun. Maka
apabila perubahan t ersebut diproyeksikan pada sat uan
wakt u t ahun, akan menjadi perubahan yang berlangsung
secara evolusi. (lihat pada Bab.Udara).
Perubahan iklim akan memacu berbagai pengaruh yang
berbeda t erhadap jenis hama dan penyakit . Perubahan
iklim akan mempengaruhi kecepat an perkembangan
individu hama dan penyakit , jumlah generasi hama, dan
t ingkat inokulum pat ogen, at au kepekaan t anaman inang.
Menurut Wiyono3 pengaruh iklim t erhadap perkembangan
hama dan penyakit t anaman dapat dikat egorikan ke dalam
t iga bent uk, yait u (1) eskalasi, di mana hama-penyakit
yang dulunya pent ing menjadi makin merusak, at au
t ingkat kerusakannya menjadi lebih besar; (2) perubahan
sLuLus dun degrudusl WurLu 8logen vol No
Desember 2007).
Menyimak kemungkinan-kemungkinan yang akan t erjadi di
at as, wajar apabila orang yang t inggal di sekit ar daerah t ropis
merasa khawat ir at as t erjadinya perubahan iklim. Namun,
apakah mungkin perubahan iklim ini dapat diat asi hanya
dengan perbaikan lingkungan di daerah t ropis? Padahal
penyumbang masalah t erjadinya perubahan iklim bukan
hanya akibat konversi hut an at au lahan budi daya pert anian.
5.2. Selayang Pandang Kondisi Kehat i
a. Sat wa dan Tumbuhan yang dilindungi
Penet apan jenis sat wa dan t umbuhan ke dalam golongan
yang dilindungi sesuai Perat uran Pemerint ah Nomor 7
Tahun 1999 t ent ang Pengawet an Jenis Tumbuhan dan
Sat wa didasarkan at as krit eria kondisi populasi yang kecil,
menunjukkan adanya penurunan yang t ajam pada jumlah
individu di alam, sert a mempunyai daerah penyebaran
yang t erbat as (endemik).
Direkt orat Jenderal Perlindungan Hut an dan Konservasi
Alam Kement erian Kehut anan di t ahun 2009, t elah
meneLukun |enls oru dun fuunu yung dlllndungl uduluh
mamalia (127 jenis), burung (382 jenis), rept ilia (31 jenis),
ikan (9 jenis), serangga (20 jenis), krust asea (2 jenis),
ant hozoa (1 jenis) dan bivalvia (12 jenis) lihat Tabel 5.2.
Tabel. 5.2 Jumlah Sat wa dan Tumbuhan yang Dilindungi
Dok: Polagrade
102
KEANEKA RAGAMAN HAYATI
Tabel 5.2. Jumlah Sat wa dan Tumbuhan yang Dilindungi sampai Desember 2009
No Tahun
KLASIFIKASI
Kelas Sat wa yang dilindungi
A. Sat wa Mamalia Aves Rept ilia Pisces Insect a Molusca Crust acea Ant hozoa Bivalvia
1 2004 127 382 31 9 20 - 2 1 12
2 2005 127 382 31 9 20 - 2 1 12
3 2006 127 382 31 9 20 - 2 1 12
4 2007 127 382 31 9 20 - 2 1 12
5 2008 127 382 31 9 20 - 2 1 12
6 2009 127 382 31 9 20 - 2 1 12
No Tahun Kelas Tumbuhan yang dilindungi
B. Tumbuhan Palmae Rueslu
Orchi-
daceae
Nephen-
t aceae
Dipt ero-
carpacea
Crust acea
Parasit e-
Plant
Apocyna-
ceae
Cykas
1 2004 12 11 29 8 13 2 - - -
2 2005 12 11 29 8 13 2 - - -
3 2006 12 11 29 8 13 2 - - -
4 2007 12 11 29 8 13 2 - - -
5 2008 14 11 29 8 13 2 - - -
6 2009 14 11 29 8 13 2 - - -
Sumber : Direkt orat Jenderal Perl indungan Hut an dan Konservasi Al am, St at ist ik Kehut an2010
b. Ekspor Sat wa Liar dan Tumbuhan
Pada t ahun 2009, ekspor sat wa liar ant ara lain mamalia,
umhlblu corul buuyukullL buuyu dun lkun menghusllkun
dengan nilai ekspor sekit ar Rp. 3.035.444,435,- .(lihat t abel
5.3) Dari jumlah t ersebut , nilai ekspor t erbesar diperoleh
dari ekspor ikan arwana yait u sebesar Rp. 1.994.598.000,-,
lalu berikut nya diikut i dengan coral dengan nilai ekspor
Rp. 649.821.449,-. Sedangkan nilai ekspor beberapa jenis
t umbuhan, diant aranya anggrek, gaharu, pakis dan ramin
sebesar Rp. 1.497.393.300,- yang menghasilkan perkiraan
devisa sebesar US $. 2.318.421,73,-. Jadi perkembangan
jumlah realisasi ekspor unt uk jumlah sat wa dan t umbuhan
pada t ahun 2009 sebesar 5.774.649,-, dengan jumlah nilai
ekspor sekit ar Rp.4.532.837.735,- .
Tabel. 5.3. Ekspor sat wa dan t umbuhan sert a nilai ekspor t ahun 2006 - 2009
No. Tahun Kelas Realisasi Ekspor Nilai Ekspor (Rp) Perkiraan Devisa (USS)
1 2006 Jumlah (Sat wa) 4.745.881 39.973.827.200 266.491
Jumlah (Tumbuhan) 2.012.141 9.900.362.400 66.002
Jumlah/Tot al 6.758.022 49.874.189.600 332.493
2 2007 Jumlah (Sat wa) 4.418.480 2.285.152.708 166.354.497
Jumlah (Tumbuhan) 5.006.669 85.935.480 527.438
Jumlah/Tot al 9.425.149 2.371.088.188 166.881.935
3 2008 Jumlah (Sat wa) 4.920.705 1.931.592.440 207.231.891
103
KEANEKA RAGAMAN HAYATI
No. Tahun Kelas Realisasi Ekspor Nilai Ekspor (Rp) Perkiraan Devisa (USS)
Jumlah (Tumbuhan) 561.359 27.718.500 2.278.967
Jumlah/Tot al 5.482.064 1.959.310.940 209.510.858
4 2009 Jumlah (Sat wa) 4.792.499 3.035.444.435 263.862.680,58
Jumlah (Tumbuhan) 982.150 1.497.393.300 2.318.421,73
Jumlah/Tot al 5.774.649 4.532.837.735 266.181.102
Sumber : St at ist ik Kehut anan 2010/Kement erian Kehut anan
c. Pemanf aat an
Pemanf aat an keanekaragaman hayat i di
Indonesia, di samping unt uk pelest arian f ungsi
dan t at a air, t at a udara, t at aguna t anah, juga
unt uk pangan, sandang, papan, obat -obat an
dan energi bio-massa secara berkelanjut an,
disamping it u sebagai pot ensi ekowisat a.
Padahal, keberlanjut an SDA yang dapat
t erbarukan akan t ercapai melalui perlindungan,
penelit ian dan pengembangan sert a
pemanf aat an secara berkelanjut an, khususnya
dalam pembangunan pert anian dalam kait an
siklus makanan (f ood cange dan f ood webs),
akan menjadi kunci bagi keberhasilan unt uk
mensejaht erakan rakyat .
Suat u kawasan yang mempunyai manf aat
secara langsung kepada masyarakat adalah
kawasan konservasi, juga t ermasuk di ant aranya
t aman nasional dan hut an lindung. Kawasan
ini t idak hanya berupa t ut upan hut an yang
mempunyai makna ekonomi dan segala
aspek yang mempunyai dampak langsung
bagi masyarakat di sekit ar kawasan t ersebut .
Disamping pemanf aat an yang langsung
dapat diperoleh t erhadap masyarakat ,
adapun kawasan konservasi juga mempunyai
manf aat t idak langsung. Namun demikian,
para pengambil kebijakan di beberapa daerah
seringkali mempunyai anggapan yang sama
dalam menempat kan pot ensi sumber daya
alam dan hut an sebagai aset unt uk memperoleh
Pendapat an Asli Daerah (PAD). Keunt ungan
yang diperoleh dari nilai t idak langsung
kawasan konservasi ant ara lain ket ersediaan
air, baik dari segi kuant it as maupun kualit asnya,
perlindungan t anah, sebagai sarana unt uk
Lok KLHArnold Pursuullun
104
KEANEKA RAGAMAN HAYATI
mengembangkan kegiat an ekowisat a, kegiat an penelit ian
ilmiah, pendidikan, sert a pengat uran iklim.
Masyarakat Indonesia t elah memanf aat kan
keanekaragam an hayat i sesuai dengan t ingkat penget a-
huan dan kult ural yang dimiliki oleh masing-masing indi-
vidu at aupun kelompok masyarakat . Diperkirakan 40 jut a
penduduk Indonesia yang t inggal di perdesaan menggan-
t ungkan kebut uhan subsist en mereka kepada keanek-
aragaman hayat i yang ada di sekit ar mereka. Lebih dari
6000 spesies t anaman bunga (baik yang masih liar mau-
pun yang t elah dibudidaya) dimanf aat kan unt uk keperluan
bahan makanan, pakaian, perlindungan dan obat -obat an.
Begit u juga de ngan sumber daya hayat i laut , hewan sert a
mikroba, sudah lama masyarakat mengenal dan meman-
f aat kan sumber daya hayat i t ersebut unt uk keperluan
hidupnya sehari-hari dalam pengobat an maupun proses
pembuat an makanan (lihat buku SLHI 2007).
d. Konservasi dan Pengelolaan Kehat i
Keberadaan kawasan konservasi ini cukup ef ekt if unt uk
memelihara kondisi keanekaragaman hayat i Indonesia
sekaligus mengurangi t ekanan t erhadap eksploit asi yang
berlebihan. Namun perlu diakui bahwa berbagai akt ivit as
manusia masih sering dijumpai di dalam kawasan yang
dilindungi ini sehingga dapat mendorong peningkat an
laju kerusakan kawasan konservasi sepert i di cagar alam,
suaka margasat wa, t aman nasional, t aman wisat a alam
dan t aman hut an raya.
Grak 5ebaran kawasan konservasi 5ampai dengan
Tahun 2009
Kawasan Konservasi Lautan/
Marine Conservation Area
L
a
h
a
n

(
H
a
)
M
i
l
l
i
o
n
s
Cagar Alam
Suaka
Marga Satwa
Taman
Wisata Timur
Taman
Nasional
Unit
Luas (ha) 155.015,10 5.22,00 491.248,00 4.043.541,30
5
2,00
1,00
3,00
4,00
5,00
0,00
2 14 7
Sumber : St at ist ik Kehut anan 2010/Kement erian Kehut anan
5.3. Upaya Pengelolaan, pengendalian, dan
regulasi
Berbagai upaya t elah dilakukan oleh pemerint ah unt uk
melindungi keanekaragaman hayat i di Indonesia. Upaya
yang dilakukan ant ara lain dengan menerbit kan beberapa
perat uran t erkait dengan konservasi keanekaragaman
hayat i, penyusunan st rat egi maupun program dan
kegiat an yang mendukung upaya pelest arian dan
pemanf aat an berkelanjut an keanekaragaman hayat i.
Upaya unt uk meningkat kan kesejaht eraan masyarakat
dan mengent askan masyarakat dari garis kemiskinan,
khususnya masyarakat sekit ar hut an perlu lebih
dit ingkat kan.
Seluruh inst it usi t erkait diharapkan unt uk dapat menyusun
rencana aksi pemanf aat an keanekaragaman hayat i hut an
secara berkelanjut an sebagai upaya unt uk mencipt akan
sumber-sumber pendapat an alt ernat if, meningkat kan
kapasit as masyarakat dalam agro f orest ry t epat guna,
sert a membangun mekanisme pendanaan, jaringan
pemasaran dan mit ra kerjanya unt uk menampung produk-
roduk emunfuuLun husll huLun non kuyu Cruk
Grak Penanaman hutankebun rakyat

L
a
h
a
n

(
H
a
)
Indonesia 32.164 248.403 127.532 227.913 56.950,80
2005 2006 2007 2008
150.000
200.000
50.000
100.000
250.000
2009
Sumber : St at ist ik Kehut anan 2010/Kement erian Kehut anan
105
KEANEKA RAGAMAN HAYATI
Penjaminan pembagian keunt ungan yang adil dan
merat a kepada masyarakat pemelihara dan penyedia
sumber daya genet ik hut an, oleh pengguna sumber daya
genet ik t ersebut juga harus dilakukan sesuai kesepakat an
dunia yang t ert uang dalam Prot okol Nagoya t ent ang
Akses Kepada Sumberdaya Genet ik Dan Pembagian
Keunt ungan Yang Adil Dan Merat a Dan Pemanf aat annya
At as Konvensi Keanekaragaman Hayat i.
Keanekaragaman hayat i hut an dapat dilest arikan dan
dimanf aat kan secara berkelanj ut an apabila didukung
oleh kemauan polit is yang cukup dengan melibat kan
semua pihak baik berada di t ingkat lokal, nasional dan
regional unt uk t urut melest arikan keanekaragaman
hayat i hut an di seluruh muka dunia (Prof. Dr. Ir. Gust i
Muhammad Hat t a, MS).
Keberadaan hut an di Indonesia memiliki f ungsi yang
beragam baik dari segi ekonomi maupun dari segi
lingkungan. Hut an merupakan habit at bagi berbagai jenis
oru dun fuunu kerenu huLunhuLun dl lndoneslu Lerkenul
memiliki keanekaragaman hayat i yang sangat besar.
Selain it u hut an yang luas t ersebut merupakan bent eng
pencegah bencana alam. Demikian pula f ungsinya
sebagai penahan laju angin, hut an-hut an t ersebut
mencegah t erjadinya badai. Dengan kat a lain hut an
dapat mempengaruhi keadaan cuaca dan perubahan
iklim. Hut an yang sangat luas yang dimiliki oleh Indonesia
memiliki keanekaragaman hayat i yang cukup melimpah.

Grak PenanamanRehabi|itasi Hutan Bakau
2009
27.252,50
10.739
39.318
16.901
2.775
2009
2007
2006
2005
2008
2005 2009
2006
2007 2008
Sumber : St at ist ik Kehut anan 2010/Kement erian Kehut anan
Dengan adanya komit men dari semua pihak dalam peles-
t arian dan pemanf aat an berkelanjut an keaneka ragaman
hayat i sert a pembagian keunt ungan yang adil dan merat a
unt uk kesejaht eraan masyarakat . Dan selalu mendorong
pemerint ah daerah, akademisi, penelit i dan masyarakat di
manapun berada unt uk menyelenggarakan kegiat an dalam
rangka merayakan hari keanekaragaman hayat i ini dengan
kegiat an yang menampilkan dan dapat menginspirasi
t indakan lebih lanjut unt uk melest arikan keanekaragaman
hayat i hut an guna meningkat kan kesadaran publik akan
pent ingnya hut an.
Grak kegiatan Reboisasi
2009
Indonesia
26.963
246.042
76.728
266.921 113.042,41
2005 2006 2007 2008
50.000
L
a
h
a
n
(
H
a
)
100.000
150.000
200.000
250.000
300.000
Kegiatan Reboisasi Tahun 2005-2009
Sumber : St at ist ik Kehut anan 2010/Kement erian Kehut anan
Perat uran dan Kebij akan Pengelolaan Keanekaragaman
Hayat i
Dalam rangka implement asi pengelolaan keanekaragaman
hayat i, Indonesia t elah memiliki perat uran perundang-
undangan yang berkait an dan mendukung upaya
pengelolaan keanekaragaman hayat i.
a. Perat uran Ment eri Negara Lingkungan Hidup Nomor
29 Tahun 20029 t ent ang Pedoman Konservasi
Keanekaragaman Hayat i di Daerah.
Pada t ahun 2009 Pemerint ah t elah menerbit kan
Perat uran Ment eri Negara Lingkungan Hidup
Nomor 29 Tahun 2009 t ent ang Pedoman Konservasi
Keanekaragaman Hayat i di Daerah. Perat uran ini
dit erbit kan sebagai salah sat u upaya penet apan
kebijakan dan pelaksanaan konservasi, pemanf aat an
berkelanjut an, dan pengendalian kerusakan
keanekaragaman hayat i. Sert a perencanaan
konservasi keanekaragaman hayat i. Disamping it u
juga perlu adanya pemant auan dan pengawasan
pelasanaan konservasi keanekaragaman hayat i,
enyelesulun konlk dulum emunfuuLunnyu dun
pengembangan sist em inf ormasi dan pengelolaan
dat abase kenanekaragaman hayat i.
106
KEANEKA RAGAMAN HAYATI
Rest orasi ekosist em ini dilakukan sebagai upaya unt uk
mengembullkun unsur bloLlk oru dun fuunu serLu
unsur ubloLlk Lunuh lkllm dun Loogru udu kuwusun
hut an alam produksi, sehingga t ercapai keseimbangan
hayat i ant ara lain melalui penanaman dengan t anaman
lokal, pengayaan, penjarangan, penangkaran sat wa,
eleusllurun oru dun fuunu dunuLuu engumunun
ekosist em.
Akt ivit as yang dimungkinkan melalui Izin Usaha Peman-
f aat an Hasil Hut an Kayu Rest orasi Ekosist em (IUPHHK-
RE) mendukung beralihnya f okus pemanf aat an hut an
yang berf okus pada kayu menjadi pemanf aat an hut an
yang berkelanjut an. Izin ini memungkinkan pengelo-
lanya memanf aat kan hut an secara berkelanjut an den-
gan akt ivit as sepert i pemanf aat an hasil hut an bukan
kayu dan mengelola jasa lingkungan yang disediakan
kawasan.
b. Perat uran Pemerint ah Nomor 60 Tahun 2007 t ent ang
Konservasi Sumberdaya Ikan.
Pemerint ah juga t elah menerbit kan Perat uran
Pemerint ah Nomor 60 Tahun 2007 t ent ang Konservasi
Sumberdaya Ikan. Perat uran ini adalah pelaksanaan
dari Undang-Undang Nomor 31 t ahun 2004 t ent ang
Perikanan yang mengat ur lebih rinci upaya pengelolaan
konservasi ekosist em at au habit at ikan t ermasuk
di dalamnya pengembangan kawasan konservasi
perairan sebagai bagian dari konservasi ekosist em.
Perat uran ini juga mengat ur pemanf aat an berkelanjut an
jenis-jenis ikan sert a upaya unt uk menjamin
keberadaan, ket ersediaan dan kesinambungan sumber
daya genet ik ikan. Pemanf aat an berkelanjut an sumber
daya ikan dilaksanakan melalui upaya perlindungan,
pelest arian dan pemanf aat an sumber daya ikan,
t ermasuk ekosist em, jenis, dan genet ik melalui
pemeliharaan dan peningkat an kualit as nilai dan
keanekaragaman sumber daya ikan. (bisa dilihat pada
SLHI 2007, 2008, dan 2009).
Penegakan Hukum
Upaya penegakan hukum dilakukan unt uk mengat asi
berbagai permasalahan yang t erkait dengan pengelolaan
dan pemanf aat an keanekaragaman hayat i ilegal t elah
dilakukan. Namun demikian, berbagai permasalahan
Dok: Polagrade
107
KEANEKA RAGAMAN HAYATI
lingkungan ini belum dapat diselesaikan dengan
t unt as melalui upaya penegakan hukum t erhadap
pelaku pelanggaran t ersebut . Upaya yang belum
opt imal menyebabkan beberapa permasalahan sepert i
perdagangan illegal t umbuhan dan sat wa liar di Indonesia,
t ermasuk perdagangan sat wa dilindungi, dan penebangan
ilegal masih t erus berlangsung.
Meskipun t erdapat kecenderungan penurunan kasus
yang dit emui di lapangan, namun penyelesaian t erhadap
kasus-kasus t idak t unt as sehingga masih dit emui berbagai
kasus pelanggaran t ersebut . Sebagai cont oh, kasus
peredaran, perburuan, dan perdagangan t umbuhan dan
sat wa liar (TSL) menunjukkan adanya penurunan pada
t ahun 2007, namun hasil operasi t erhadap perburuan liar,
perdagangan, dan penyeludupan sat wa dilindungi sert a
perusakan lingkungan perairan sepanjang t ahun masih
menemukan 50 kasus dengan penyit aan 200 ekor penyu
di TN Tanjung Put ing, penyelundupan 387 ekor penyu
di Kalimant an Timur, pengiriman dan pengangkut an 77
lembar kulit buaya air t awar dari Papua ke Surabaya,
perburuan gajah sumat era dan kijang di TN Kerinci Seblat ,
sert a perdagangan harimau sumat era (Kemenhut , 2007).
Fakt or lain yang menyebabkan masih dit emuinya
kegiat an perburuan, peredaran dan perdagangan ilegal
TSL adalah rendahnya kesadaran masyarakat yang t inggal
di perkot aan unt uk mendukung upaya konservasi sat wa
dilindungi misalnya dengan t idak membeli dan memelihara
sat wa dilindungi t ersebut . Di sisi lain, inf ormasi t ent ang
TSL yang dilindungi, t ermasuk sosialisasi perat uran
perlindungan t umbuhan dan sat wa kepada masyarakat
luas juga belum dilakukan secara opt imal.
Unt uk mengat asi permasalahan ini t elah dilakukan
kampanye ant i il l egal l ogging secara f ungsional dan
t erpadu bersama pihak t erkait , baik melalui y|oq team,
slurun medlu ceLukelekLronlk menggulung kerjasama
dengan TNI dan dengan beberapa emerint ah daerah
rawan il l egal l ogging. Koordinasi ant ar inst ansi t erkait
dalam pemant auan dan pengawasan unt uk menghent ikan
peredaran dan perdagangan illegal t umbuhan dan sat wa
liar, dan penebangan ilegal, t ermasuk pemahaman
t ent ang perat uran yang ada masih harus dit ingkat kan.
Upaya peningkat an koordinasi ant ar inst ansi, t ermasuk
aparat penegak hukum dan penigkat an kapasit as para
pet ugas dalam menangani permasalahan t ersebut juga
perlu dit ingkat kan.

Kemit raan
Pengelolaan keanekaragaman hayat i dilakukan melalui
upaya pengawet an, perlindungan dan pemanf aat an. Tiga
t ahap pent ing t ersebut memerlukan banyak pihak dalam
mewujudkan keberlanjut an pengelolaan kenakeragaman
hayat i di Indonesia. Pengelolaan memerlukan mult ipihak
dengan mengopt imalkan f ungsi dan peran masing-masing
baik di t ingkat lokal, nasional dan int ernasional.
Dok: Coremap
108
6
Pesisir dan
Laut
Dok: Cipt o A. Gunawan
109
PESISIR DAN LAUT
Wilayah pesisir dan laut memiliki art i dan t ujuan yang
st ra t egis. Jika dilihat dari art inya, wilayah pesisir meru-
pakan daerah pert emuan ant ara ekosist em darat dan
laut , ke arah darat meliput i bagian t anah baik yang kering
maupun yang t erendam air laut , dan masih dipengaruhi
oleh slfuLslfuL slk luuL seerLl usung suruL ombuk dun
gelom bang sert a perembesan air laut , sedangkan ke arah
laut mencakup bagian perairan laut yang dipengaruhi oleh
proses alami yang t erjadi di darat sepert i sediment asi dan
aliran air t awar dari sungai maupun yang disebabkan oleh
kegiat an manusia di darat sepert i penggundulan hut an,
pembuangan limbah, perluasan permukiman sert a int en-
slkusl erLunlun UU No 1uhun LenLung Pengelo-
laan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil). Jika dilihat dari
t ujuannya, wilayah pesisir salah sat unya bert ujuan unt uk
melindungi, mengonservasi, merehabilit asi, memanf aat -
kan, dan memperkaya sumber daya pesisir dan pulau-
pulau kecil sert a sist em ekologisnya secara berkelanjut an
(UU No. 27 Tahun 2007 t ent ang PWP dan PPK).
INDONESIA merupakan negara bahari dan kepulauan
t erbesar di dunia dengan 17.504 pulau (Depdagri, 2006).
Panjang garis pant ai Indonesia dikoreksi oleh PBB pada
t ahun 2008 lalu yang semula 81.000 kilo- met er (km)
menjadi 95.181 km (www.unep.org). Hal ini semakin
memperkuat eksist ensi Indonesia sebagai salah sat u
negara marit im besar di dunia yang memiliki garis pant ai
t erpanjang keempat set elah Kanada, Amerika Serikat , dan
Rusia. Diperkirakan wilayah pesisir Indonesia merupakan
wilayah pesisir t erluas di dunia. Wilayah pesisir, pulau-
pulau kecil, dan laut Indonesia mengandung pot ensi
pembangunan berupa sumber daya alam dan jasa-jasa
lingkungan yang beragam dan melimpah.
Tren penurunan kualit as dan kuant it as sumber daya pesisir
dan laut mengalami t ekanan dan t erus meningkat dari
t ahun ke t ahun. Sumberdaya yang paling t erdegradasi
adalah t erumbu karang dan hut an mangrove. Dari
beberapa dat a t erlihat penurunan penut upan karang
hidup di beberapa lokasi kawasan t imur Indonesia dan
bahkan di beberapa kawasan konservasi. Lingkungan
pesisir dan laut an yang bersih dan t idak t ercemar
merupakan j aminan bagi pot ensinya sebagai sumber
daya alam. Berbagai pihak harus t erus memberikan
dorongan kepada masyarakat unt uk menj aga kebersihan
lingkungan pesisir. Dibut uhkan suat u gerakan yang
melibat kan seluruh unsur masyarakat khususnya
masyarakat yang t inggal di wilayah pesisir, pemerint ah
dan dunia usaha, sert a st akehol der lainnya yang t erkait
dengan kehidupan di wilayah pesisir.
6.1. Tekanan Terhadap Pesisir dan Laut
Legrudusl kuullLus llngkungun ekoslsLem eslslr slgnlkun
dan jelas bahwa degradasi ini disebabkan oleh kegiat an
yang berbasis pada lahan dari daerah hulu. Tingkat
degradasi diasumsikan meningkat juga disebabkan
akibat dari perubahan iklim. Dat a dari St udi lapangan
sering menunjukkan bahwa degradasi kualit as lingkungan
akan mempengaruhi kondisi sosial ekonomi masyarakat
set empat . Lebih khusus, mengingat bahwa degradasi ini
t erlet ak di daerah pesisir, sehingga masyarakat dengan
kondisi ekonomi miskin yang t inggal di daerah akan t erkena
dampak. Dengan pemikiran ini, jelas bahwa Program Aksi
Nasional diharapkan dapat mengat asi masalah kerusakan/
degradasi lingkungan pesisir menghubungkan dengan
mengurangi sosio-ekonomi mengukur dampak.
lnLeruksl unLuru duruLun dun eslslrluuL LerkulL dengun uncumun dun
dampak lingkungan (Wiryawan, 2009).
Dok: Cipt o A. Gunawan
110
PESISIR DAN LAUT
Degradasi dari kualit as lingkungan ekosist em pesisir
sunguL slgnlkun dun |elus buhwu degrudusl lnl suluh
sat unya disebabkan oleh kegiat an berbasis lahan dari
daerah hulu. Tingkat degradasi dapat diasumsikan juga
dengan meningkat sebagai akibat dari perubahan iklim.
St udi lapangan sering menunjukkan bahwa degradasi
kualit as lingkungan akan mempengaruhi kondisi sosial
ekonomi masyarakat set empat . Lebih khusus, mengingat
bahwa degradasi ini t erlet ak di daerah pesisir, sehingga
masyarakat dengan kondisi ekonomi miskin yang t inggal
di daerah akan t erkena dampak yang paling. Dengan
pemikiran ini, jelas bahwa Program Aksi nasional harus di
upayakan dalam kerangka mengat asi masalah degradasi
lingkungan pesisir menghubungkan dengan mengurangi
dampak sosial ekonomi.
Fakt or-f akt or ut ama kerusakan lingkungan ant ara lain :
x Kerusakan Fisik dan pencemaran di lingkungan pesisir
dan laut , meliput i kerusakan sepert i abrasi, akresi,
int rusi air laut , sand dune dari masing-masing wilayah
pesisir dan laut di daerah.
x Kerusakan ekosist em Mangrove
x Kerusakan ekosist em Terumbu karang
x Kerusakan ekosist em Padang Lamun
6.2. Kondisi Kerusakan Wilayah Pesisir
dan Laut

Indonesia dikenal memiliki beragam ekosist em pesisir dan
t erumbu karang yang luas, ekosist em mangrove dan rum-
put laut . Ini merupakan ekosist em yang unik dan kehidupan
t elah mengalami kerusakan secara t erus menerus. Degra-
dasi kerusakan ekosist em pesisir ini salah sat unya dise-
babkan oleh f akt or ekst ernal. Adapun Fakt or ekst ernal ini
meliput i pembangunan di daerah aliran sungai, sehingga
sebagaimana t elah disebut kan, program aksi harus dilaku-
kan dengan koneksi ke isu-isu daerah Aliran Sungai ( DAS)
yang memberikan kont ribusi t erhadap degradasi ekosist em
pesisir.
a. Manf aat Mangrove
x Ekosist em Bakau memberikan st abilit as suat u pada
ekosist em pesisir, baik secara ekologis maupun secara
slk dl wlluyuh eslslr
x Ekosist em mangrove, baik secara sendiri maupun
secara bersama dengan ekosist em padang lamun dan
t erumbu karang berperan pent ing dalam mencipt akan
sLublllLus suuLu ekoslsLem eslslr bulk securu slk
maupun secara ekologis sebagai t empat t inggal
penduduk pesisir.
x Mangrove merupakan sumber daya alam yang dapat
dipulihkan (renewabl e resources at au ow tesootces)
yang mempunyai manf aat ganda (manf aat ekonomis
dan ekologis). Berdasarkan sejarah, sudah sejak
dulu hut an mangrove merupakan penyedia berbagai
keperluan hidup bagi berbagai masyarakat lokal.
Selain it u, sesuai dengan Ada beberapa alasan yang
melandasi pent ingnya peranan ekosist em mangrove
dalam unt uk kesejaht eraan masyarakat pesisir, yait u:
x perkembangan ipt ek, hut an mangrove menyediakan
berbagai jenis sumber daya sebagai bahan baku
indust ri, herbal medicine, dan berbagai komodit as
perdagangan yang bernilai ekonomis t inggi yang dapat
menambah devisa negara. Disamping it u, mangrove
juga berperan sebagai penyedia jasa lindungan
Dok: Cipt o A. Gunawan
111
PESISIR DAN LAUT
lingkungan (environment al services) bagi sist em
penyangga kehidupan masyarakat dan berbagai jenis
oru dun fuunu
x Rapat nya bat ang dan susunan perakaran mangrove
part ikel liat t erdeposisi dan nut rien t erserap dalam
sedimen liat .
x Jasa Lingkungan, Prot eksi garis pant ai, st abilit as iklim
mikro, pengat uran bawah air, prot eksi garis pant ai dari
hempasan gelombang, mengat ur sediment asi, ret ensi
nut rient , memperbaiki kualit as air, mengendalikan int rusi
air laut . Sumberdaya unLuk oru dun fuunu sebugul e-
nyedia sandang, pangan, papan dan mat erial kesehat an.
Groundwat er secara ekologis dapat menst abilkan salini-
t as pada saat musim kemarau dan mensuplai nut rien ke
ekosist em mangrove (Cecep Kusmana, IPB-2011).
x Nilai manf aat t ot al dari hut an Mangrove di Banawa
Sulawesi Selat an : Rp. 170 jut a/ha/t ahun yang t erdiri
uLus MunfuuL lungsung R |uLuhuLuhun
MunfuuL Luk lungsung R |uLuhuLuhun MunfuuL
pilihan Rp. 127.500/huLuhun MunfuuL keberuduun
Rp. 951.600/huLuhun Cece Kusmunu lP8
b. Kondisi Mangrove dan Terumbu karang:
Mungrove
Tabel 6.1 Area Tut upan Mangrove di wilayah
Sumat era
No Kabupat en/Kot a
Luas Mangroves
(Ha)
1 Karimun 13.068.649
2 Kepulauan Riau 6.030.148
3 Kot a Bat am 16.903.272
4 Kot a Tanjungpinang 3.097.272
5 Lingga 11.475.823
6 Nat una 4.106,17
Tot al 54.681.915
Sumber : Bakosurt anal t ahun 2006
1erumbu Kurung
Tabel 6.2 Area Tut upan Terumbu Karang di
wilayah Sumat era
No Kabupat en Luas (Ha)
1 Karimun 260,95
2 Kepulauan Riau 5.758,01
3 Kot a Bat am 7.998,27
4 Lingga 3.930,76
5 Nat una 75.367,69
Tot al 93.315,68
Sumber : Bakosurt anal Tahun 2006
Grak kondisi Terumbu karang di Indonesia dari Tahun sd
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
Sangat Baik
Baik
Cukup
Kurang
1
9
9
3
1
9
9
4
1
9
9
5
1
9
9
6
1
9
9
7
1
9
9
8
1
9
9
9
2
0
0
0
2
0
0
1
2
0
0
2
2
0
0
3
2
0
0
4
2
0
0
5
2
0
0
6
2
0
0
7
2
0
0
8
2
0
0
9
2
0
1
0
Ket erangan : x Sangat Baik : 75-100% t ut upan karang hidup x Baik : 50-74% t ut upan karang hidup
x Cukup : 25-49% t ut upan karang hidup x Kurang : 0-24% t ut upan karang hidup
Sumber : Coremap, 2011
112
PESISIR DAN LAUT
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
%
KONDISI TERUMBU KARANG WILAYAH INDONESIA BAGIAN TENGAH
TAHUN 1993-2010
Sangat Baik
Baik
Cukup
Kurang
Grak kondisi Terumbu karang di Indonesia Bagian Tengah dari Tahun sd
0
10
20
30
40
50
60
70
1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
%
KONDISI TERUMBU KARANG WILAYAH INDONESIA BAGIAN BARAT
TAHUN 1993-2010
Sangat Baik
Baik
Cukup
Kurang
Grak kondisi Terumbu karang di Indonesia Bagian Barat dari Tahun sd
113
PESISIR DAN LAUT
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
%
KONDISI TERUMBU KARANG WILAYAH INDONESIA BAGIAN TIMUR
TAHUN 1993-2010
Sangat Baik
Baik
Cukup
Kurang
Grak kondisi Terumbu karang di Indonesia Bagian Timur dari Tahun sd
Ket erangan : x Sangat Baik : 75-100% t ut upan karang hidup x Baik : 50-74% t ut upan karang hidup
x Cukup : 25-49% t ut upan karang hidup x Kurang : 0-24% t ut upan karang hidup
Sumber : Coremap, 2011
Fot o : Pot ensi Sumberdaya Terumbu Karang, ikan dan Ekowisat a, di wilayah Kepulauan Raja Ampat - Papua, KLH-2011
Pot ensi Perikanan :
Pot ensi perikanan t angkap yang ada t erlihat dari t ahun
2005 sampai dengan t ahun 2008 dibagi dengan wilayah
pulau-pulau besar, wilayah Indonesia Timur mempunyai
pot ensi produksi yang paling t inggi.
Tet api unt uk wilayah pulau jawa t erlihat sangat jauh
t ert inggal oleh pulau-pulau besar lainnya. Pulau Jawa dan
Nusa Tenggara masih t ert inggal di banding dengan pulau-
pulau lainnya yang dapat disebabkan oleh menurunya
pot ensi sumber daya ikan at aupun inf rast rukt ur yang masih
belum mendukung secara opt imal dalam penangkapan
ikan t angkapan.

Hal ini pula memberikan st rat egi dalam pembuat an
kebijakan pola eploit asi sumber daya ikan dikait kan
114
PESISIR DAN LAUT
dengan daya dukung sumber daya ikan dit iap perairan
baik unt uk perikanan laut maupun yang perikanan umum.
Hasil t angkapan ikan yang ada di wilayah Sumat era
t erlihat paling t inggi t et api masih perlu dilihat kembali
pola penangkapan dan pot ensi Ikan yang ada. Dan unt uk
t angkapan ikan perairan umum di wilayah Bali Nusa
Tenggara masih rendah, hal ini perlu dilihat kembali pola
penangkapan dan pot ensi sumber daya ikan yang ada.
Tabe| Produksi Perikanan Tangkap PerPu|au dan 5ubsektor di Indonsia Tahun sd Ton
Wilayah
Perikanan Laut (t on) Perairan Umum (t on) Tot al (t on)
2005 2006 2007 2008 2005 2006 2007 2008 2005 2006 2007 2008
Sumat era 1.162.586 1.216.691 1.343.789 1.420.489 102.979 93.217 100.945 299.070 1.265.565 1.309.908 1.444.734 1.719.559
Jawa 862.728 914.710 915.155 948.057 36.516 42.495 36.369 38.531 899.244 957.205 951.524 986.588
Bali & Nusa
Tenggara
285.185 269.427 306.983 292.206 3.441 2.547 3.261 3.417 288.626 271.974 310.244 295.623
Kalimant an 342.822 326.883 308.822 322.820 121.198 120.365 136.324 131.533 464.020 447.248 445.146 454.353
Sulawesi 850.970 863.852 910.326 934.781 26.301 28.332 26.507 14.423 877.271 892.184 936.833 949.204
Maluku 588.848 601.727 623.603 458.573 210 89 124 109 589.058 601.816 623.727 458.682
Papua 315.360 318.901 325.602 325.007 6.725 6.876 6.927 7.312 322.085 325.777 332.529 332.319
Indonesia 4.408.499 4.512.191 4.734.280 4.701.933 297.370 293.921 310.457 494.395 4.705.869 4.806.112 5.044.737 5.196.328
Sumber : KKP, 2010
Grak Produksi Perikanan Laut Indonesia Tahun sd Ton
0
500000
1000000
1500000
2000000
2500000
3000000
3500000
4000000
4500000
5000000
2005 2006 2007 2008
Produksi Perikanan Laut Indonesia
Tahun 2005 - 2008
SUMATERA
J A W A
BALI & NUSA TENGGARA
KALIMANTAN
SULAWESI
MALUKU
PAPUA
INDONESIA
Sumber : KKP, 2010
115
PESISIR DAN LAUT
0
100000
200000
300000
400000
500000
600000
2005 2006 2007 2008
Produksi Perikanan di Perairan Umum Indonesia
Tahun 2005-2008
SUMATERA
J A W A
BALI & NUSA TENGGARA
KALIMANTAN
SULAWESI
MALUKU
PAPUA
INDONESIA
0
1000000
2000000
3000000
4000000
5000000
6000000
2005 2006 2007 2008 2005 2006 2007 2008 2005 2006 2007 2008
SUMATERA
J A W A
BALI & NUSA TENGGARA
KALIMANTAN
SULAWESI
MALUKU
PAPUA
INDONESIA
Grak Produksi Perikanan di Perairan Umum Indonesia Tahun sd Ton
Grak Tota| Produksi Perikanan Tangkap PerPu|au dan 5ubsektor di Indonesia Tahun sd Ton
116
PESISIR DAN LAUT
Gambar 6.1. Dat a dan Inf ormasi Kerusakan wilayah pant ai di Indonesia (Fisik)
6.3. Upaya Pengendalian dan Inisiat if
Pengelolaan
Beberapa upaya dalam melakukan pengurangan kerusakan
lingkungan, adalah dengan membuat beberapa kegiat an
yang t erus dilaksanakan unt uk upaya pengurangan risiko
kerusakan lingkungan. Sebagai pola dalam kegiat an
pengurangan dampak dan risiko kerusakan lingkungan
adalah dengan melakukan :
x Progran St imulan pemulihan ekosist em pesisir berbasis
Masyarakat . Peran Sert a Masyarakat dalam ikut
melaksanakan pemulihan pesisir dan laut (Program
st imulan dalam kegiat an pemulihan ekosist em Pesisir
berbasis masyarakat ).
Model Pemulihan Ekosist em Mangrove (Rehabilit asi pant ai ent askan
masyarakat sekit ar (Rant ai Emas) yang berbasis masyarakat di desa
1un|ung Puslr KecumuLun 1eluk Nugu Kub 1ungerung Pro 8unLen
Sumber : KLH, 2011
Dok: Coremap (CAG)
117
PESISIR DAN LAUT
x Model program pemulihan ekosist em Mangrove yang berbasis Masyarakat
Gambar 6.2. Model Pemulihan Ekosist em Pesisir Berbasis Masyarakat
Komodit as kepit ing Soka yang merupakan komodit as primadona
Pet ani t ambak pembesaran kepit ing soka baik unt uk komodit as
Ekspor maupun unt uk kebut uhan lpkal (di lingkungan kabupat en
Pemalang, at au dikirim ke kot a-kot a besar misalnya Jakart a,
Surabaya dan lain-lainnya).
Pola kemit raan dengan pembent ukan kelompok nelayan
memberikan nilai t ambah konservasi sert a peningkat an
kesejaht eraan anggot a kelompok dalam model pola
pembesaran di t ambak dalam pembesaran Kepit ing Soka.
x KrlLerlu kerusukun ekoslsLem dun slk dl wlluyuh
pesisir : Pot ensi dan kondisi kawasan pant ai, baik
kondisi pada ekosist em mangrove dan ekosist em
pant ai, sert a kondisi pemanf aat an daerah pesisir
dan rencana pengembangan yang akan dilakukan
oleh pemerint ah daerah. Analisis permasalahan
dif okuskan pada dua penyebab, yait u: permasalahan
int ernal dan ekst ernal. Permasalahan ekst ernal adalah
permasalahan yang t imbul oleh f akt or-f akt or ekst ernal
sepert i pencemaran, erosi pant ai, gelombang
Tsunami, dan sebagainya. Sedangkan f akt or-f akt or
lnLernul meruukun fukLorfukLor durl dulum yung
menyebabkan t erjadinya kerusakan ekosist em pesisir
dan pant ai, sepert i penebangan hut an, konversi
lahan, st at us pengelolaan, lemahnya kelembagaan
dan at uran main dalam mengelola kawasan pesisir
(mangrove), dan sebagainya.

x Adanya permasalahan akan mempengaruhi nilai
munfuuL yung dlhusllkun oleh ekoslsLem mungrove
pant ai baik manf aat ekologis, manf aat ekonomi dan
manf aat sosial. Perubahan f ungsi dan manf aat dari
ekosist em akan mempengaruhi kehidupan masyarakat
di sekit arnya, baik secara langsung maupun t idak
langsung. Dampak yang t imbul ada yang berlangsung
118
PESISIR DAN LAUT
t erbukt i t elah banyak menyebabkan t erjadinya
peningkat an kerusakan wilayah pesisir di Indonesia.
Disadari bahwa pent ingnya kawasan pesisir dan laut
dalam menunjang sumber kehidupan, dilain pihak
kerusakan lingkungan wilayah pesisir dan laut t erus
berlangsung, maka upaya pemant auan, perlindungan,
dan pemulihannya perlu menjadi perhat ian semua pihak.
Unt uk mewujudkan upaya t ersebut , diperlukan adanya
duLu LenLung ldenLlkusl kerusukun llngkungun wlluyuh
pesisir dan laut di Indonesia.
Berdasarkan analisis permasalahan dan mempert imbang-
kan st at us dan keberadaan f ungsi-f ungsi ekosist em pesi-
sir, maka dilakukan kegiat an kajian akademis krit eria keru-
sukun slk llngkungun eslslr dun luuL Huruun yung lngln
dicapai dari penyusunannya adalah agar dapat memberi-
kan gambaran kondisi kerusakan lingkungan pesisir dan
laut yang t elah t erjadi di Indonesia, sert a dapat dijadikan
sebagai sumber acuan dalam upaya pemant auan, perlin-
dungan, dan pemulihan kerusakan lingkungan wilayah pe-
sisir dan laut di Indonesia.
dengan cepat , t et api ada yang baru dirasakan dalam
jangka wakt u yang agak lama. Dampak yang dapat
dirasakan dalam jangka pendek, sepert i t erjadinya
pengikisan pant ai, penurunan produksi ikan dan
sebagainya. Sedangkan dampak jangka panjang
adalah hilangnya resapan air dan t erjadinya int rusi air
laut ke darat an.
x Berdasarkan kenyat aan yang ada, menunjukkan
t elah t erjadinya kecenderungan adanya peningkat an
kerusakan lingkungan wilayah pesisir dan laut di
Indonesia. Berbagai hal yang menyebabkan keadaan
t ersebut ant ara lain disebabkan oleh beberapa f akt or :
u Alum kondlsl geogrus dun slogru lndoneslu
menyebabkan wilayah pesisir dan laut di Indonesia
memiliki karakt erist ik iklim dan hidrologi yang yang
berbeda-beda. Pola arus laut dan arah angin musim
yang ada t elah banyak menyebabkan t erjadinya
peningkat an kerusakan wilayah pesisir di berbagai
daerah di Indonesia.
b AkLlLus munuslu menlngkuLnyu Lekunun enduduk
pada lingkungan yang diakibat kan oleh kegiat an
yang t idak memperhat ikan kondisi lingkungan
Dok: Ferry Tan
119
PESISIR DAN LAUT
Dok: Cipt o A. Gunawan
Gambar Identikasi Wi|ayah yang Rawan terhadap Oegradasi Lingkungan dengan Po|a Pendekatan keruangan
(KLH-2010)
St at us Wilayah Pesisir dan Laut /St at e of t he Coast (SOC)
yang sedang dikembangkan pada saat ini merupakan bagian
dari perangkat (Tool) Pengelolaan Pesisir dan Laut Secara
Terpadu/Int egrat ed Coast al Management (ICM) adalah :
x Merupakan pendekat an komprehensif dan t erint egrasi
yang mendokument asikan dan mengukur kebijakan
pemerint ah dalam mengat asi permasalahan lingkungan.
x Merupakan sist em pelaporan unt uk mengukur
kemajuan dan dampak dari implement asi ICM oleh
pemerint ah daerah.
x Dirancang sebagai t ool operasional unt uk pemerint ah
daerah dalam implement asi program ICM
Respon unt uk SOC di kait kan dengan pengelolaan Pesisir
Terpadu (ICM) Dalam rangka pelaporan St at us Wilayah
Pesisir (SOC) pada int inya merupakan:
x Perencanaan dikait kan dengan SOC
x Program aksi unt uk ICM di wilayah dengan dat a &
inf ormasi SOC yang t elah ada (mengacu pada Rencana
St rat egis yang t elah disepakat i bersama) cont oh
dengan mempergunakan renst ra Teluk Tomini.
Tujuan dari St at us Wilayah Pesisir (SOC) adalah :
x Menyajikan dat a dasar secara kualit at if dan kuant it at if
LenLung demogru soslul ekonoml sLuLus llngkungun
dan pengelolaan aksi
x Menent ukan kondisi mekanisme t at a pemerint ahan dan
rancangan implement asi program sesuai dengan rencana
120
PESISIR DAN LAUT
x Menent ukan dan mempriorit askan isu-isu t erkait yang
dapat dimasukkan dalam program ICM.
x Menyusun kondisi sosial, ekonomi dan kondisi
lingkungan, yang dapat berubah set iap wakt u.
x MengldenLlkusl keLlmungun duLu dun lnformusl yung
perlu dit indaklanjut i dalam penelit ian dan monit oring.
Manf aat yang diharapkan dari SOC adalah :
x 1erldenLlkuslnyu kesen|ungun dun ku|lun kemu|uun
pemerint ah lokal dalam mencapai t arget pembangunan
berkelanjut an.
x Membuat monit oring pemerint ah daerah t erkait
dengan t arget int ernasional menjadi sist emat is.
x Mendorong pemerint ah daerah unt uk melaksanakan
pelaporan kegiat an yang sudah dilaksanakan dan
mengkaji dampak dari int erf ensi pengelolaan.
Diagram siklus penyelenggaraan ICM t ermasuk
kerangka kerj a berikut mekanisme t at a kelolanya di
at as dapat dikat akan sebagai mekanisme t eknokrat is
unt uk merumuskan sat u kebij akan perencanaan
st rat ej ik wilayah pesisir. Pada kenyat aan perlu ada
sej umlah penyesuaian dalam kont eks sist em mekanisme
perumusan dan penyelenggaraan pembangunan
di Indonesia yang sampai saat ini menganut sist em
desent ralisasi. Oleh karenanya pedoman t at a kelola ICM
bersama dengan pengembangan SOC harus diselaraskan
dengan kebij akan dan perat uran sist em perumusan,
penyelenggaraan, dan pengawasan pembangunan
daerah yang berlaku di Indonesia sebagaimana yang
t ercant um diant aranya dalam Undang-Undang
Pemerint ahan Daerah t ahun 2004.
Gambar 6.4. Kerangka pembangunan berkelanj ut an di kawasan pesisir dan laut .
Policy, Strategies,
and Plans
Institutional
Arrangements
Information and
Public Awareness
Financing
Mechanisms
Legistation
Capacity
Development
Policy and Functional Integration, Scientic/Expert Advice
Governance
Natural and
Man-made Hazard
Prevention
and Management
Habitat Protection,
Restoration and
Management
WatEr Use and
Supply
Management
Food Security
and Livelihood
Management
Sustainable Development Aspects
Project & Programs
Pollution Reduction
and Waste
Management
State of the Coasts Reporting
MDG WSSD Agenda 21 SDS-SEA
Targets
ICM Cycle
ICM Cycle
I
C
M

C
o
d
e
I
S
O

9
0
0
1
I
S
O

9
0
0
1
P
a
r
t
n
e
r
s
h
i
p
s

(
P
u
b
l
i
c
,

C
i
v
i
l

S
o
c
i
e
t
y
,

C
o
r
p
o
r
a
t
e

a
n
d

O
t
h
e
r

S
t
a
k
e
h
o
l
d
e
r
s
Kerangka pembangunan berkelanjutan di kawasan pesisir dan laut
121
PESISIR DAN LAUT
6.4. Analisis Poin-Poin Pent ing dan
St rat egi Pengelolaan
Program Aksi Nasional dalam mengint egrasikan
pengelolaan Daerah Aliran Sugai (DAS) dan Pesisir.
Secara umum, kebijakan pemerint ah pada pengelolaan
DAS dan pesisir, secara t erpisah t elah dilakukan, t et api
t idak dikelola secara t erpadu.
Begit u juga pengat uran kelembagaan dan keuangan.
Kelembagaan penat aan dan mekanisme pendanaan
ant ara dua ekosist em yang berbeda masih dipisahkan.
Dalam pengelolaan DAS, f okus manajemen masih di
bagian at as, meskipun disadari bahwa pengelolaan DAS
t erpadu memerlukan daerah hulu dan hilir sert a harus
dilihat sebagai sat u unit manajemen. Kasus yang sama
juga berlaku unt uk pengelolaan sumber daya pesisir, di
mana daerah pedalaman ekosist em pesisir t idak diberikan
cukup perhat ian dalam hal pengelolaan. Pendekat an
parsial hasil sumber daya DAS dan pesisir manajemen
dalam pengat uran kelembagaan parsial, mekanisme
pendanaan, dan perat uran ant ara dua ekosist em darat dan
perairan.
Oleh karena it u, unt uk membuat lebih ef ekt if dan hasil
yang lebih baik dalam melindungi ekosist em pesisir, adalah
pent ing unt uk mengldenLlkusl sumbersumber dampak
negat if dari daerah pedalaman pesisir, t erut ama yang dari
t anah berbasis kegiat an.Hubungan sebab akibat t idak hanya
t erbat as pada bloslk aspek siklus hidrologi khususnya,
namun aspek-aspek mekanisme perat uran dankebijakan,
pengat uran kelembagaan, dan pendanaan juga.
Kebijakan pengelolaan dalam int egrasi DAS dan Pesisir :
1. Mengembangkan dan merumuskan kebijakan t erpadu
di DAS dan pesisir dalam pengelolaan secara t erpadu
2. Menggambarkan buLusbuLus slk DAS dan pesisir
sebagai dasar unt uk kebijakan sinergis dalam penge-
lolaan pesisir dan DAS secara t erpadu;
3. Mengembangkan dan membangun persepsi umum
unt uk pengelolaan DAS dan pesisir secara t erpadu di
ant ara berbagai pihak, khususnya para perencana dan
pengambil keput usan yang membuat dan menent ukan
DAS dan pesisir dalam pengelolaan yang t erpadu,
4. Penyusunan rancangan ut ama dalam kebijakan dan
regulasi unt uk DAS dan pesisir.dalam pengelolaan
yang t erpadu.

Aspek-aspek lainnya yang perlu dijadikan sebagai landasan
dalam pengelolaan lainnya :
x Penat aan Kelembagaan dan perat uran
x St rat egi dalam pengelolaan DAS dan Pesisir
PenuLuun Kelembuguun dulum Pengeloluun 1erudu
Wilayah Daerah Aliran Sungai dan Pesisir
x Meningkat kan pengelolan Terpadu unt uk Daerah
Alir an Sungai dan Pesisir Manajemen dalam rangka
pengurangan Kemiskinan
Dok: Cipt o A. Gunawan
122
7
Sint esis dan
Out look
Dok: Polagrade
123
SINTESIS DAN OUTLOOK
7.1. Sint esis
Dari paparan SLHI dari 2010 ini dapat disampaikan
berbagai sint esis menyangkut t ekanan, kondisi, dan
respon t erhadap lingkungan hidup di Indonesia.
Pert ama. Pert umbuhan ekonomi Indonesia masih ber-
t umpu pada aset sumber daya alam baik yang dapat pulih
maupun yang t idak dapat pulih, demikian juga jasa ling-
kungan masih memberikan manf aat baik langsung mau-
un Llduk lungsung udu ukLlLus ekonoml PerLunyuun
mendasar kemudian sejauh manakah sumber daya alam
t ersebut dimanf aat kan secara lest ari dan berkelanjut an
sehingga t idak menimbulkan umpan balik yang negat if
t erhadap lingkungan. Pert anyaan lain yang juga muncul
adalah sejauh mana kebut uhan t erhadap sumber daya
alam t ersebut dapat dipenuhi secara berkelanjut an den-
gan pert umbuh an penduduk yang t erus meningkat dari
t ahun ke t ahun. Kedua pert anyaan t ersebut t ercermin dari
SLHI 2010 yang secara makro dapat memot ret bahwa ke-
berlanjut an pemanf aat an sumber daya alam dan jasa ling-
kungan belum sepenuhnya dicapai, kalaupun ada masih
sebat as parsial dalam skala yang berbeda. SLHI 2010 juga
mengindikasikan bahwa t ingginya kebut uhan akan aset
alam menimbulkan t ekanan yang relat if besar t erhadap
lingkungan baik dalam skala lokal maupun regional.
Kedua. Kecenderungan pert umbuhan penduduk secara
umum menambah t ekanan t erhadap sumber daya alam dan
lingkungan. Khususnya menyangkut kebut uhan akan lahan
dan air yang secara langsung dit urunkan dari kebut uhan
akan pangan dan papan. Meski t erjadi perubahan yang
posit if di beberapa daerah berupa meningkat nya lahan
t erveget asi, di beberapa wilayah khususnya di Jawa,
sit uasinya masih belum menggembirakan. Alih f ungsi
lahan dan konversi lahan masih cenderung t erjadi dengan
pola yang sporadik. Pert ambahan penduduk akan t erus
menekan kebut uhan air khususnya air bersih dan air
minum sehingga dengan kondisi alih f ungsi lahan di hulu,
hal ini akan meningkat kan beban t erhadap kebut uhan
air bersih yang t erus meningkat . Kecenderungan
pert ambahan penduduk juga meningkat kan volume alat
t ransport asi dan konsumsi bahan bakar, khususnya yang
berbasis f ossil. Hal ini menimbulkan t ekanan t erhadap
kualit as udara di beberapa kot a-kot a besar.
Ket iga. Kebijakan pembangunan ekonomi yang masih
mengandalkan indikat or pert umbuhan, khususnya Gross
Domest ic Product at au Produk Domest ik Brut o, secara
langsung maupun t idak langsung menimbulkan ongkos
t erhadap lingkungan berupa biaya degradasi dalam
berbagai bent uk sepert i biaya kemacet an, biaya pemulihan,
biaya yan t erkait dengan mit igasi dan adapt asi t erhadap
perubahan iklim dan berbagai biaya lingkungan lainnya.
Penggunaan PDB semat a memang kemudian memiliki
kelemahan t erhadap lingkungan karena pengukuran PDB
ini t idak memasukan aspek biaya lingkungan t ersebut ke
dalam indikat or pembangunan. Namun, upaya pemerint ah
dengan memasukan pilar keempat yakni pro environment
sebagai pilar pembangunan yang t idak t erpisahkan dari
t iga pilar sebelumnya (pro growt h pro poor dan pro jobs)
dalam beberapa relat ive ef ekt if dalam mempert imbangkan
aspek lingkungan dalam pembangunan baik di t ingkat
regional maupun nasional. Pengarusut amaan lingkungan
Dok: Polagrade Lok 1emolrunslskus S
124
SINTESIS DAN OUTLOOK
kini t elah menjadi bagian pent ing dalam kont eks kebijakan
pembangunan di Indonesia.
Keempat . Kondisi lingkungan (st at e) t ahun 2010 secara
umum bersif at pat h dependence t erkait dengan dat a
hist oris t ahun-t ahun sebelumnya. Dalam beberapa kasus
sepert i kualit as t erumbu karang dan mangrove di wilayah
pesisir sert a perubahan t ut upan hut an memerlukan wakt u
yang rel at ive lama unt uk mengalami perubahan yang
slgnlkun Oleh kurenunyu sLuLus llngkungun udu Luhun
2010 ini menunjukkan kecenderungan yang rel at ive sama
dengan t ahun-t ahun sebelumnya. Namun demikian pada
beberapa kasus ada kecenderungan ke arah perbaikan
yang menunjukkan adanya upaya yang cukup ef ekt if
dalam hal pengendalian lingkungan.
Kelima. Dengan diundangkannya Undang-Undang Ling-
kungun yung buru yuknl UU memung belum dl-
rusukun efekLlLusnyu securu slgnlkun dulum mengendu-
likan dan memecahkan permasalahan lingkungan. Bebe-
rapa at uran-at uran t urunan sepert i perat uran pemerint ah
dan sejenisnya, sampai saat ini belum secara t unt as di-
rampungkan sehingga sulit dijadikan indikat or bagi ef ek-
LlLus engeloluun llngkungun hldu dl lndoneslu Numun
demikian beberapa inisiat if dan inovasi yang t elah dilaku-
kan dari berbagai pihak baik pemerint ah, swast a maupun
masyarakat cukup ef ekt if dalam membant u mengenda-
likan permasalahan lingkungan meski dalam skala yang
lokal maupun regional.
Keenam. Dengan makin meluasnya Pengarusut amaan
ekonomi hijau dan kesadaran lingkungan di Indonesia
dit ambah lagi dengan t elah diselenggarakannya ber-
bagai event -event nasional dan int ernasional t ent ang
lingkungan , yang memberikan peluang dan kesempat an
bagi upaya-upaya perbaikan lingkungan di Indonesia. Mo-
ment um t ersebut hendaknya dimanf aat kan sebaik-bai-
knya sehingga diharapkan t ekanan t erhadap lingkungan
yang berasal dari ant rophogenic (ganguan manusia) di-
harapkan akan berkurang di masa mendat ang.
Ket ujuh. St at us Lingkungan Hidup 2010 mengindikasikan
inf ormasi pent ing mengenai progress pengelolaan
lingkungan hidup di Indonesia. Beberapa indikat or media
ada yang menunjukkan perbaikan yang disebabkan oleh
respon-respon kebijakan baik lokal maupun nasional.
Namun demikian t ant angan yang dihadapi masih cukup
banyak karena selain permasalahan pembangunan yang
semakin kompleks, t unt ut an t erhadap kualit as lingkungan
juga semakin t inggi. Ket erbat asan dat a menyebabkan
SLHI 2010 ini belum sepenuhnya memuat indikat or-
indiat or yang dianggap relevan yang umumnya sudah
digunakan di negara maju.
7.2. Out l ook
Dengan melihat beberapa indikat or yang t elah disajikan
pada SLHI 2010 ini maka, out l ook st at us lingkungan
Indonesia diperkirakan sebagai berikut :
x Lulum duu Llgu Luhun menduLung Lekunun enduduk
khususnya di perkot aan nampaknya akan t et ap me-
nimbulkan t ant angan dan permasalahan lingkungan
yang cukup kompleks menyangkut udara, air dan lah-
an. Demikian juga wilayah-wilayah pesisir yang berada
di wilayah-wilayah penduduk akan t erus menerima
t ekanan sumber daya alam dan lingkungan yang akan
berimplikasi kepada masalah sosial ekonomi lainnya.
x Respon-respon kebijakan yang sif at nya skala mikro
sepert i adopsi car f ree day di beberapa kot a di
Indonesia, inisiat if yang dilaksanakan oleh masyarakat
desa hut an dan berbagai inisiat if lingkungan skala mikro
lainnya nampaknya akan secara ef ekt if membant u
mengu rangi t ekanan dan sekaligus memperbaiki
kondisi lingkungan. Unt uk it u diperlukan mekanisme
insent if yang dapat mempercepat akselerasi perbaikan
lingkungan oleh masyarakat . Mekanisme insent if ini
sebenurnyu suduh dluLur dulum UU numun
demikian diperlukan upaya-upaya konkrit dan
sist imat is unt uk pelaksanaanya.
x Pengarusut amaan ekonomi hijau akan t erus
mengemuku dulum duu Llgu Luhun menduLung Hul
ini hendaknya dapat dimanf aat kan unt uk perbaikan
lingkungan di Indonesia. Oleh karenanya diperlukan
kerjasama yang baik ant ara masyarakat , swast a dan
pemerint ah. Mekanisme-mekanisme PPP (Publ ic
Privat e Part nership) dalam pengembangan ekonomi
hijau hendaknya t erus diupayakan dan didorong di
masa mendat ang.
125
SINTESIS DAN OUTLOOK
x Aksi kebijakan yang t erint egrasi ant ar sekt or saat
ini masih menjadi hambat an dikarenakan berbagai
f akt or t ermasuk adanya indikasi disharmony ant ar
perundang-undangan yang menyangkut sumber daya
alam dan lingkungan. Dalam t ahun-t ahun mendat ang
upaya-upaya int egrasi ini diharapkan akan mulai
membuahkan hasil sehingga int egrasi kebijakan ant ar
sekt or yang t erkait dengan pengelolaan lingkungan
dapat dilakukan secara sinergis.
x Dalam dua-t iga t ahun mendat ang at uran-at uran
Lurunun yung LerkulL dengun UU suduh Lersedlu
dengan demikian penyusunan SLHI di masa mendat ang
akan in-line dengan regulasi t ersebut dan dampak dari
respon kebijakan dari regulasi t ersebut diharapkan
sudah akan nampak sehingga dapat dijadikan sebagai
indikat or keragaan kebijakan lingkungan Indonesia.
x Dengan perubahan st rukt ur pelaporan SLHI yang baru
ini, ke depan SLHI akan menjadi acuan kebijakan dan
panduan kebijakan yang t erkait dengan lingkungan
karena pot ret t erhadap t ekanan, kondisi dan respon
dari lingkungan sudah t erpaparkan secara sist imat is.
Namun demikian perbaikan dan penyempurnaan
t erhadap SLHI akan t erus diupayakan dengan
memperbaiki sumber inf ormasi yang diperlukan.
Dok: Sugiart i
126
Dok: Polagrade
Lampiran
SLHI 2010
127
Indeks Kualit as Lingkungan Hidup (IKLH)
Indeks Kualit as Lingkungan Hidup Indonesia (IKLH) merupakan sasaran pengarusut amaan
embungunun berkelun|uLun dulum RP1MN
1. IKLH menjadi indikat or peningkat an kualit as lingkungan
2. IKLH menjadi salah sat u alat ukur pembangunan berkelanjut an.
Tuj uan:
1. Memberikan inf ormasi kepada para pengambil keput usan di t ingkat pusat dan daerah
t ent ang kondisi lingkungan di daerah sebagai bahan evaluasi kebijakan pembangunan yang
berkelanjut an dan berwawasan lingkungan
2. Sebagai bent uk pert anggungjawaban kepada publik t ent ang pencapaian t arget program-
program pemerint ah di bidang pengelolaan lingkungan hidup.
Indikat or dan t arget (baku mut u):
No. Indikat or Target (Baku Mut u)
1. Kualit as Air Krit eria mut u air kelas II menurut PP No. 82 Tahun 2001
t ent ang Pengelolaan Kualit as Air dan Pengendalian
Pencemaran Air
2. Kualit as Udara Baku mut u udara ambien menurut PP No. 41 Tahun 1999
t ent ang Pengendalian Pencemaran Udara
3. Tut upan Hut an Luas kawasan hut an per provinsi berdasarkan Surat
Keput usan Ment eri Kehut anan
Sumber Dat a:
1. Pemant auan kualit as air sungai di 33 provinsi
2. Pemant auan kualit as udara di 33 ibukot a provinsi
3. Hasil penaf siran cit ra sat elit t ut upan lahan dari Program Menuju Indonesia Hijau (MIH)
Hasil IKLH menurut kepulauan:
Rank
2010
Kepulauan
IKLH
2010 2009
1 Sulawesi 77,21 75,40
2 Maluku dan Papua 74,29 79,56
3 Bali dan Nusa Tenggara 74,19 68,53
4 Sumat era 73,63 63,76
5 Kalimant an 64,02 60,31
6 Jawa 59,82 54,41
Indonesia 61,07 59,79
128
Rencana Pengembangan IKLH (2012 2014)
1. Pengembangan indikat or oleh para ahli lingkungan dari perguruan t inggi (2012)
2. Pembahasan indikat or dengan sekt or t erkait dan daerah (2013)
3. IKLH disepakat i secara nasional sebagai salah sat u indikat or pembangunan berkelanjut an
Rank Provinsi Indikat or IKLH
1
Bali 98,96 100,00 100,00 99,65
2
Goront alo 98,61 95,19 100,00 97,93
3
Sulawesi Tengah 97,79 94,95 100,00 97,58
4
Bengkulu 99,29 91,37 100,00 96,89
5
Nusa Tenggara Barat 99,49 85,97 85,00 90,15
6
Sumat era Ut ara 99,51 62,00 100,00 87,17
7
Lampung 99,01 65,18 96,67 86,95
8
Sulawesi Ut ara 98,69 88,14 65,71 84,18
9
Sumat era Barat 98,67 90,17 55,56 81,46
10
Maluku & Maluku Ut ara * ) 99,49 74,52 65,15 79,72
11
Aceh 98,58 100,00 33,33 77,30
12
Kalimant an Barat 98,05 63,35 67,77 76,39
13
Sumat era Selat an 97,26 40,95 88,89 75,70
14
DI. Yogyakart a 98,85 38,12 78,76 71,91
15
Bangka Belit ung 98,99 9,65 86,11 64,92
16
Sulawesi Selat an & Sulawesi Barat * ) 97,03 85,69 5,95 62,89
17
Jambi 98,41 63,38 26,67 62,82
18
Sulawesi Tenggara 99,36 77,95 9,38 62,23
19
Kalimant an Timur 99,04 87,63 0,00 62,22
20 Papua & Papua Barat * ) 99,22 79,45 0,00
59,56
21 Kalimant an Selat an 98,78 39,26 36,67
58,24
22 Riau & Kepulauan Riau * ) 98,43 28,64 37,50
54,86
23 Jawa Barat 98,52 38,74 23,08
53,44
24 Nusa Tenggara Timur 98,90 53,27 0,00
50,72
25 Jawa Tengah 98,38 36,16 16,90
50,48
26 Kalimant an Tengah 99,76 40,28 11,11
50,38
27 Jawa Timur 97,90 50,56 0,00
49,49
28 Bant en 97,39 42,88 6,67
48,98
29 DKI Jakart a 97,72 7,72 * 20,00
41,81
Indonesia
61,07
* ) Belum Ada Pemisahan Luas Kawasan Hut an
Dok: Polagrade

Anda mungkin juga menyukai