Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH PENDIDIKA LINGKUNGAN

“ MASALAH LINGKUNGAN DI INDONESIA”

DOSEN PENGAMPU : Sodikin, M. Pd


Linda Jua Kirana 1911090091

PENDIDIKAN FISIKA
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN INTAN LAAMPUNG
2021

1
RUMUSAN MASALAH

1. Apa yang dimaksud dengan masalah lingkungan ?


2. Apa saja penyebab terjadinya masalah lingkungan di Indonesia ?
3. Bagaimana peraturan perundang undangan yang mengatur tentang masalah
lingkungan di Indonesia?
4. Bagaimana peran pemerintah dalam menyelesaikan masalah lingkungan di
Indonesia?

2
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...........................................................................................................................


RUMUSAN MASALAH......................................................................................................................
DAFTAR ISI ......................................................................................................................................
BAB 1 PEMBAHASAN.....................................................................................................................
1.1 Pengertian Masalah Lingkungan 4
1.2 Penyebab Masalah Lingkungan Di Indonesia 4
1.3 Peraturan Perundang Undangan Yang Mengatur Tentang Masalah
Lingkungan Di Indonesia 6
1.4 Peran Pemerintah Dalam Menyelesaikan Masalah Lingkungan Di
Indonesia 9

BAB II KESIMPULAN.......................................................................................................................

2.1 Kesimpulan ................................................................................................................................


Daftar Pustaka

3
BAB I

PEMBAHASAN

1.1 Pengertian Masalah Lingkungan

Lingkungan adalah kombinasi dari kondisi fisik meliputi keadaan sumber daya alam
seperti tanah, air, energi surya, mineral, serta flora dan fauna yang tumbuh di darat
dan di laut, dengan lembaga-lembaga yang mencakup penciptaan manusia sebagai
keputusan bagaimana menggunakan lingkungan fisik. Lingkungan juga dapat diartikan
ke dalam segala sesuatu yang ada di sekitar manusia dan mempengaruhi
perkembangan kehidupan manusia.

Lingkungan hidup, sering disebut sebagai lingkungan, adalah istilah yang dapat
mencakup segala makhluk hidup dan tak hidup di alam yang ada di Bumi atau bagian
dari Bumi, yang berfungsi secara alami tanpa campur tangan manusia yang
berlebihan.lingkungan secara umum adalah kondisi fisik yang mencakup keadaan
sumber daya alam seperti tanah, air, energi surya, mineral, serta flora dan fauna yang
tumbuh di atas tanah maupun di dalam lautan. Secara singkat, definisi lingkungan
secara umum adalah segala sesuatu yang ada di sekitar manusia dan mempengaruhi
perkembangan kehidupan manusia.

Masalah lingkungan adalah aspek negatif dari aktivitas manusia terhadap


lingkungan biofisik environmentalisme. Faktor penyebab terjadinya masalah
lingkungan adalah teknologi, pertumbuhan penduduk, motif ekonomi dan tata nilai
yang berlaku.

1.2 Penyebab Masalah Lingkungan Di Indonesia

Masalah lingkungan hisup dapat diakibatkan berbagai kegiatan, baik dalam skala
terbatas (sempit) maupun dalam skala luas. Pada umumnya masalah lingkungan
hidup disebabkan oleh peristiwa alam, pertumbuhan penduduk yang pesat,
pemanfaatan sumber daya alam secara berebihan, industrialisasi, dan transportasi.

4
1. Peristiwa alam atau kejadian yang terjadi secara alamiah, seperti gempa bumi,
longsor, badai, kebakaran hutan karna petir, banjir, letusan gunung berapi dan
yang lainnya.
2. Pertumbuhan penduduk yang pesat, di suatu wilayah atau Negara dapat
dipastikan akan menimbulkan berbagai masalah lingkungan hidup.
Pertumbuhan penduduk yang tidak terkendali menimbulkan masalah dalam
penyediaan lahan untuk pemukiman dan untuk usaha, fasilitas pelayanansosial,
air bersih, dan transportasi. Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Pembangunan
Nasional oleh Universitas Pajajaran Bandung pada tanggal 15-18 Mei 1972
(Aziz, 2011). Faktor terpenting dalam permasalahan lingkungan adalah
besarnya populasi manusia (laju pertumbuhan penduduk). Pertumbuhan
penduduk yang pesat menimbulkan tantangan yang dicoba diatasi dengan
pembangunan dan industrialisasi. Namun industrialisasi di samping
mempercepat persediaan segala kebutuhan hidup manusia juga memberi
dampak negatif terhadap manusia akibat terjadinya pencemaran lingkungan. 1
3. Pemanfaatan sumber daya alam secara berebihan, yang dilakukan secara
berlebihan atau kurang bijaksana akan menimbulkan berbagai macam
lingkungan hidup. Seharusnya, pemanfaatan sumber daya alam dilakukan
dengan memperhatikan dan menerapkan asas-asas pelestarian lingkungan
hidup. Kemajuan terknologi produksi dalam eksploitasi atau penambangan batu
bara, minyak bumi, bijih besi, emas, timah, bauksit, dan sumber daya alam
lainnya, telah mengakibatkan kerusakan dan pencemaran lingkunganhidup.
4. Industrialisasi, pada tahap ini kerusakan dan pencemaran lingkungan dapat
terjadi pada kegiatan land clearing, mobilisasi peralatan berat, pengangkutan
bahan bangunan, dan kegiatan lainnya. Dalam proses produksinya, semua
industri akan menghasilkan produk sampingan yang tidak atau kurang bernilai
ekonomis. Prosuk sampingan ini disebut sebagi limbah. Limbah ini akan
mencemari lingkungan perairan, tanh, dan udara.

1
Vania Zulfa, dkk, p-ISSN: 2303-2332; e-ISSN: 2597-8020, “ISU-ISU KRITIS LINGKUNGAN
DAN PERSPEKTIF GLOBAL”, Vol.5 No.1 Juli 2016,Hlm: 30
5
5. Transportasi memegang peranan penting dalam aktivitas manusia, baik
tranportasi darat, laut, dan udara. Pencemaran udara yang diakibatkan
transportasi darat, terutama adalah gas CO, Pb, NO, dan SO2. 2

1.3 Peraturan Perundang Undangan Yang Mengatur Tentang Masalah Lingkungan


Di Indonesia
Ruang lingkup hidup Indonesia meliputi ruang, tempat Negara Kesatuan Republik
Indonesia yang ber-Wawasan Nusantara dalam melaksanakan kedaulatan, hak
berdaulat, dan yuridiksinya. Hal ini berarti bahwa Pemerintah berkewajiban untuk
mengelola lingkungan hidup yang meliputi kebijaksanaan penataan, pemanfaatan,
pemeliharaan, pemulihan, pengawasan, dan pengendalian lingkungan hidup di ruang
lingkup lingkungan hidup Indonesia. Oleh karena itu, maka pemerintah mempunyai
fungsi sebagai pemegang kendali dalam kegiatan-kegiatan pengelolaan lingkungan
hidup tersebut. Pemerintah adalah sebagai perangkat untuk membuat aturan yang
berbentuk pranata yang fokusnya adalah pengelolaan secara lestari dan
berkelanjutan.
Pengelolaan lingkungan hidup termasuk pencegahan, penanggulangan kerusakan
dan pencemaran serta pemulihan kualitas lingkungan telah menuntut
dikembangkannya berbagai perangkat kebijakan dan program serta kegiatan yang
didukung oleh system pendukung pengelolaan lingkungan lainnya. Sistem tersebut
mencakup kemantapan kelembagaan, sumberdaya manusia dan kemitraan
lingkungan, disamping perangkat hukum dan perundangan, tersedianya informasi
serta pendanaan.3
Kejahatan lingkungan dikatagorikan sebagai kejahatan di bidang ekonomi dalam
arti yang luas, karena cakupan kriminalitas dan pelanggagaran lingkungan lebih luas
dari kejahatan konvensional lainnya, dampaknya mengakibatkan kerugian ekonomi
negara yang luar biasa, selain juga berdampak pada rusaknya lingkungan. Di Sumatra
total penurunan luas kawasan hutan dari 23 juta ha menjadi 16 juta ha dimana
2
Prof. Dr. K.E.S. Manik, Pengelolaan Lingkungan Hidup (Jakarta:Kenana,2018), hlm 52-59
3
Nina Herlina, S.H., M.H., “PERMASALAHAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PENEGAKAN HUKUM
LINGKUNGAN DI INDONESIA”, Bandung, 2008, Hlm: 1-2
6
Sumatra Selatan dan Jambi tercatat sebagai wilayah yang tercepat penurunan luas
hutannya. Di Kalimantan total penurunan luas kawasan hutan dari 40 juta ha menjadi
30 juta ha, dimana Kalimantan Timur memiliki tingkat konversi hutan tertinggi.
Sedangkan di Sulawesi laju penurunan luas hutan tergolong rendah, namun lebih
karena konversi hutan sudah dilakukan pada per¬tengahan tahun 1980-an. Dari 3
pulau yaitu Sumatra, Kalimantan dan Sulawesi, dari kurang lebih 69 juta ha luas hutan,
saat ini hanya sekitar 57 juta ha. Artinya terjadi pengurangan kawasan hutan lebih dari
12 juta ha.4

Manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya memerlukan sumberdaya alam,


yang berupa tanah, air dan udara dan sumberdaya alam yang lain yang termasuk ke
dalam sumberdaya alam yang terbarukan maupun yang tak terbarukan. Namun
demikian harus disadari bahwa sumberdaya alam yang kita perlukan mempunyai
keterbatasan di dalam banyak hal, yaitu keterbatasan tentang ketersediaan menurut
kuantitas dan kualitasnya. Antara lingkungan dan manusia saling mempunyai kaitan
yang erat. Ada kalanya manusia sangat ditentukan oleh keadaan lingkungan di
sekitarnya, sehingga aktivitasnya banyak ditentukan oleh keadaan lingkungan di
sekitarnya.5

Penyusunan RUU Lingkungan Hidup telah dimulai tahun 1976 dan ditingkatkan
dengan dibentuknya Kelompok Kerja Pembinaan Hukum dan Aparatur dalam
Pengelolaan Sumber Alam dan Lingkungan Hidup dalam bulan Maret 1979 oleh
Menteri Negara P P L H.Pada tanggal 16-18 Maret Tahun 1981. Telah diadakan rapat
antar Departemen bertempat di Puncak guna membicarakan naskah R U U yang
disiapkan oleh Kelompok Kerja P P L H. Berdasarkan hasil pembicaraan dalam rapat
antar departemen ini telah diadakan perubahan perubahan dalam naskah R U U
tersebut. Pada tanggal 21 Maret 1981. Menteri Negara P P L H menyerukan konsep
RUU hasil pembahasan antar Departemen untuk minta persetujuan para Menteri yang

4
Januari Siregar, Muaz Zul, ISSN No: 1979 – 8652, “PENEGAKAN HUKUM DALAM TINDAK PIDANA
LINGKUNGAN HIDUP DI INDONESIA”, Mercatoria Vol. 8 No. 2/Desember 2015,hlm: 128
5
Risno Mina, “DESENTRALISASI PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP
SEBAGAI ALTERNATIF MENYELESAIKAN PERMASALAHAN LINGKUNGAN HIDUP”, ARENA HUKUM
Volume 9, Nomor 2, Agustus 2016, hlm 150
7
diwakili dalam rapat antar departemen Berdasarkan saran para Menteri, konsep RUU
Hasil pembahasan antar Departemen diperbaiki dan disampaikan kepada Menteri/
Seketaris Negara pada tanggal 3- Juli- 1981. Pada tanggal 14 Nopember 1981. Kepala
Biro hukum dan per undang undangan Seketaris Kabinet mengirimkan naskah konsep
R U U yang telah diperbaiki kepada beberapa Menteri untuk penyempurnaan lebih
lanjut. Hasil perbaikan akhir kemudian diajukan kepada Prisiden dan dengan syrat
Prisiden tertanggal 12 – Januari- 1982 RUU Lingkungan Hidup disampaikan pada
pimpinan DPR. Badan musyawarah memutuskan untuk dibentuknya Panitia Khusus
(pansus) guna menanggani RUU L H.6

Sebagaimana diketahui bahwa konstitusi atau Undang-Undang Dasar Negara


Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) memberikan jaminan atas
keberlangsungan lingkungan hidup di indonesia. Hal ini tertuang dalam Pasal 28H ayat
(1) dan Pasal 33 ayat (4) UUD 1945 merupakan pengaturan norma mengenai
lingkungan hidup di dalam konstitusi. kedua Pasal tersebut berbunyi sebagai berikut:
Pasal 28H ayat (1) : “Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat
tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidupyang baik dan sehat serta berhak
memperoleh pelayanan kesehatan”. Pasal 33 ayat (4) :“Perekonomian nasional
diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan,
efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta
dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional”.

Pelaksanaan pembangunan dalam kaitannya dengan lingkungan dan tata ruang


yang selama ini cenderung tidak terencana dan tidak berkelanjutan telah berdampak
pada menurunnya kualitas dan fungsi lingkungan termasuk sumber daya alam
didalamnya. Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup berdasarkan Pasal 1
angka (2) UndangUndang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPPLH) adalah upaya sistematis dan terpadu yang
dilakukan untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup dan mencegah terjadinya

6
Ketut Meta ISSN: 2356-4962, “PERSPEKTIF HISTORIS DAN PERBANDINGAN PENGATURAN
MASALAH LINGKUNGAN HIDUP DI INDONESIA”, Jurnal Cakrawala Hukum, Vol.6, No.1 Juni 2015, hlm
68-69
8
pencemarandan/atau kerusakan lingkungan hidup yang meliputi perencanaan,
pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan, dan penegakan hukum.
Sejalan dengan Otonomi Daerah dimana menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun
2004 Tentang Pemerintahan Daerah dan setelah diubah menjadi Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah dalam Pasal 1 butir (6)
menyebutkan bahwa “otonomi daerah adalah Hak, wewenang dan kewajiban daerah
otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan
masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan”. Dalam hal
pelimpahan wewenang kepada pemerintah daerah di bidang pengelolaan sumber
daya alam dan pelestarian lingkungan mengandung maksud untuk meningkatkan
peran masyarakat lokal dalam Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. 7

1.4 Peran Pemerintah Dalam Menyelesaikan Masalah Lingkungan Di Indonesia

Pelestarian alam di Indonesia secara legal mengacu kepada 2 (dua) undang-


undang (selanjutnya disingkat UU) induk, yakni UU No. 05 Ta- hun 1990 tentang
Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya; serta UU No. 41 Tahun 1999
tentang Kehutanan (jo. UU No. 05 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok
Kehutanan). UU No. 05 Tahun 1990 menitikberatkan pada pelestarian
keanekaragaman hayati, baik keanekaragaman hayati hutan maupun bukan, baik di
dalam kawasan hutan Negara maupun diluarnya, sedangkan UU No. 41 Tahun 1999
mengatur konservasi alam di kawasan hutan Negara, namun bukan hanya mencakup
konservasi keanekaragaman hayati, melainkan meliputi pula perlindungan fungsi
penunjang kehidupan yang disediakan kawasan hutan. UU No. 41 Tahun 1999 tentang
Kehutanan membedakan dua kategori besar kawasan hutan yang dilindungi, yakni:
pertama, Hutan lindung, yakni kawasan hutan negara yang mempunyai fungsi pokok
sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air,
mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah instrusi air laut dan memelihara
kesuburan tanah; dan kedua, Hutan konservasi, yakni kawasan hutan negara dengan

7
Risno Mina, “DESENTRALISASI PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP
SEBAGAI ALTERNATIF MENYELESAIKAN PERMASALAHAN LINGKUNGAN HIDUP”, ARENA HUKUM
Volume 9, Nomor 2, Agustus 2016, Hlm: 150-151
9
ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman
tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya, selanjutnya, UU No. 41 Tahun 1999 tentang
Kehutanan lebih lanjut merinci kawasan hutan konservasi ke dalam 3 (tiga) kawasan,
yaitu: pertama, Kawasan hutan suaka alam. Ialah kawasan hutan negara dengan ciri
khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok sebagai suatu kawasan pengawetan
keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya, yang juga berfungsi
sebagai wilayah sistem penyangga kehidupan; kedua Kawasan hutan pelestarian
alam, yaitu kawasan hutan negara dengan ciri khas tertentu yang mempunyai fungsi
pokok perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis
tumbuhan dan satwa, serta pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan
ekosistemnya; ketiga, Taman buru yakni kawasan hutan negara yang ditetapkan
sebagai tempat wisata berburu.

Kawasan Pelestarian Alam adalah kawasan dengan ciri khas tertentu, baik di da-
ratan maupun di perairan yang mempunyai fungsi perlindungan sistem penyangga
kehidup-an, pengawetan keanekaragaman jenis tum-buhan dan satwa, serta
pemanfaatan secara les-tari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya. PP No. 28
Tahun 2011, sebagaimana juga UU No. 05 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber-
daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, tidak membatasi lingkupnya hanya pada hutan
atau kawasan hutan Negara. PP tersebut merinci yang termasuk ke dalam Kawasan
Suaka Alam (KSA) adalah cagar alam dan suaka margasatwa, sedangkan yang
tergolong Kawasan Pelestarian Alam (KPA) adalah taman nasional, taman hutan raya
(tahura), serta taman wisata alam. Uraian mengenai kawasan yang dilindungi yang
paling luas cakupannya termuat di dalam Keppres No. 32 Tahun 1990. Keppres yang
terbit sebelum UU No. 05 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati
dan Ekosistemnya ini mencantumkan: Kawasan yang memberikan perlindungan
kawasan bawahannya, terdiri dari: kawasan hutan lindung, kawasan bergambut,
kawasan resapan air. Kawasan perlindungan setempat, terdiri dari: Sempadan pantai,
Sempadan sungai, Kawasan sekitar danau/waduk, Kawasan sekitar mata air.
Kawasan suaka alam dan cagar budaya, yakni kawasan suaka alam, kawasan suaka
alam laut dan perairan lainnya, kawasan pantai berhutan bakau, taman nasional,
10
taman hutan raya dan taman wisata alam, kawasan cagar budaya dan ilmu
pengetahuan serta kawasan rawan bencana. 8

Kemudian peran pemerintah dalam industrialisasi sebagai proses dan


pembangunan industri berada pada satu jalur kegiatan, yaitu pada hakekatnya
berfungsi meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan rakyat. Industrialisasi sendiri
tidak terlepas dari upaya peningkatan mutu sumber daya manusia, dan pemanfaatan
sumber daya alam. Semakin berkembangnya industri di berbagai daerah, maka
masalah lingkungan hidup juga menjadi perhatian yang sangat besar dan harus
mendapat perhatian yang lebih dari pihak swasta tersebut.

Demikian di Indonesia, permasalahan lingkungan hidup seolah-olah seperti


dibiarkan menggelembung sejalan dengan intensitas pertumbuhan industri, walaupun
industrialisasi itu sendiri sedang menjadi prioritas dalam pembangunan. Tidak sedikit
jumlah korban ataupun kerugian yang justru terpaksa ditanggung oleh masyarakat luas
tanpa ada kompensasi yang sebanding dari pihak industri. Disisi lain, makin maraknya
industri besar yang berdiri serta kehidupan masyarakat yang tidak peduli terhadap
lingkungan sekitarnya menambah permasalahan yang ada saat ini. Mulailah tumbuh
tumpukan limbah atau sampah yang tidak di buang sebagaimana mestinya. Hal ini
berakibat pada kehidupan manusia di bumi yang menjadi tidak sehat sehingga
menurunkan kualitas kehidupan terutama pada lingkungan sekitar.

Terkait dengan permasalahan pencemaran lingkungan akibat industri membawa


dampak yang luar biasa terhadap kehidupan masyarakat, karena bisa menimbulkan
kerusakan lingkungan. Oleh karena itu, perlu penanganan yang serius untuk
mengatasinya. Sehingga antara pemerintah, masyarakat dan lingkungan dibutuhkan
hubungan timbal balik yang selalu harus dikembangkan agar tetap dalam keadaan
yang serasi dan dinamis. Untuk melestarikan hubungan tersebut dibutuhkan adanya
peran serta dari masyarakat maupun pemerintah itu sendiri. Hal ini agar tidak terjadi
gangguan, masalah-masalah maupun perusakan yaitu pencemaran itu sendiri. Untuk
8
Suwari Akhmaddhian, “PERAN PEMERINTAH DAERAH DALAM MEWUJUDKAN HUTAN KONSERVASI
BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 41 TAHUN 1999 TENTANG KEHUTANAN (Studi di
Kabupaten Kuningan)”, Jurnal Dinamika Hukum Vol. 13 No. 3 September 2013, Hlm: 446-447
11
mencegah dan mengatasi limbah industri, pemerintah harus berperan aktif baik melalui
perundang-undangan ataupun dengan cara yang lain. Pemerintah harus menggiatkan
pembangunan yang berkesinambungan yaitu sustainable development dengan artian
pembangunan yang berwawasan ke depan dengan maksud agar mampu
dimanfaatkan oleh generasi sekarang maupun yang akan datang. UU nomor 4 tahun
1982 pasal 8 menyebutkan bahwa “Pemerintah menggariskan kebijaksanaan dan
mendorong ditingkatnya upaya pelestarian kemampuan lingkungan hidup untuk
menunjang pembangunan yang berkesinambungan”. Dalam kutipan UU No. 4 tahun
1982 pasal 8 dijelaskan bahwa: “ketentuan ini memberikan wewenang kepada
pemerintah untuk mengambil langkah-langkah tertentu misal di bidang perpajakan
sebagai insentif guna lebih meningkatkan pemeliharaan lingkungan dan dis-insentif
untuk mencegah perusakan dan pencemaran lingkungan”. Berkaitan dengan
pembangunan yang berwawasan lingkungan maka pemerintah dalam hal ini diwakili
oleh Badan Lingkungan Hidup (BLH) mengantisipasi sedini mungkin agar tidak terjadi
pencemaran sehingga pemerintah harus menekankan pada penggunaan teknologi
yang bersih lingkungan karena perhatian terhadap lingkungan tidak hanya kepada
masyarakat semata tetapi untuk perusahaan itu sendiri.

Soekanto (1990, h.39) mendefinisikan peranan adalah aspek yang dinamis dari
kedudukan seseorang dan karena kedudukan itu ia melakukan suatu tindakan atau
gerak perubahan yang dinamis dimana dari usaha itu diharapkan akan tercipta suatu
keadaan atau hasil yang diinginkan. Tindakan tersebut dijalankan dengan
memanfaatkan kewenangan, kekuasaan, serta fasilitas yang dimiliki karena
kedudukannya”. Dengan adanya peranan ini menimbulkan konsekuensi tertentu yaitu
adanya suatu kewajiban yang harus dilaksanakan seseorang sesuai dengan peranan
atau status kedudukannya. Sedangkan jika peran dihubungkan dengan pemerintah
dalam mengatasi pencemaran limbah industri adalah posisi terkait dengan tugas
maupun kewajiban yang seharusnya pemerintah lakukan dalam mengatasi
pencemaran limbah industri agar mampu mengurangi tingkat pencemaran yang ada.
Pemerintah dalam hal ini adalah Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
Pemerintah Pusat yaitu Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan.
12
Pemerintahan negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam
UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945, beserta para Menteri
dan Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen. Sedangkan Pemerintah Daerah
dalam Undang-Undang No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dijelaskan
bahwa Pemerintah Daerah adalah Gubernur, Walikota, Bupati dan perangkat daerah
sebagai unsur penyelenggara pemerintah daerah. Pemerintah mengatur dan
mengurusi sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas
pembantuan. Dalam proses pembangunan nasional, pemerintah beserta seluruh
aparaturnya tidak hanya bertanggungjawab dalam penyusunan kebijaksanaan,
strategi, rencana, program, dan proyek akan tetapi juga dalam seluruh segi proses
penyelenggaraan kegiatankegiatan pembangunan nasional, sehingga peranan
pemerintah sangat penting dalam pembangunan. 9

BAB II

KESIMPULAN

2.1 Kesimpulan
9
Ima Maghfiro, M.,Dkk, “ANALISIS PERAN PEMERINTAH DALAM MENGATASI LIMBAH INDUSTRI
PABRIK GULA TJOEKIR”, Jurnal Administrasi Publik (JAP,) Vol.1, No.3,hlm:95-97
13
Masalah lingkungan adalah aspek negatif dari aktivitas manusia terhadap
lingkungan biofisik environmentalisme. Faktor penyebab terjadinya masalah
lingkungan adalah teknologi, pertumbuhan penduduk, motif ekonomi dan tata nilai yang
berlaku.

Masalah lingkungan hisup dapat diakibatkan berbagai kegiatan, baik dalam skala
terbatas (sempit) maupun dalam skala luas. Pada umumnya masalah lingkungan hidup
disebabkan oleh peristiwa alam, pertumbuhan penduduk yang pesat, pemanfaatan
sumber daya alam secara berebihan, industrialisasi, dan transportasi.

Penyusunan RUU Lingkungan Hidup telah dimulai tahun 1976 dan ditingkatkan
dengan dibentuknya Kelompok Kerja Pembinaan Hukum dan Aparatur dalam Pengelolaan
Sumber Alam dan Lingkungan Hidup dalam bulan Maret 1979 oleh Menteri Negara P P L
H.Pada tanggal 16-18 Maret Tahun 1981. Telah diadakan rapat antar Departemen
bertempat di Puncak guna membicarakan naskah R U U yang disiapkan oleh Kelompok
Kerja P P L H. Berdasarkan hasil pembicaraan dalam rapat antar departemen ini telah
diadakan perubahan perubahan dalam naskah R U U tersebut. Pada tanggal 21 Maret
1981. Menteri Negara P P L H menyerukan konsep RUU hasil pembahasan antar
Departemen untuk minta persetujuan para Menteri yang diwakili dalam rapat antar
departemen Berdasarkan saran para Menteri, konsep RUU Hasil pembahasan antar
Departemen diperbaiki dan disampaikan kepada Menteri/ Seketaris Negara pada tanggal
3- Juli- 1981. Pada tanggal 14 Nopember 1981. Kepala Biro hukum dan per undang
undangan Seketaris Kabinet mengirimkan naskah konsep R U U yang telah diperbaiki
kepada beberapa Menteri untuk penyempurnaan lebih lanjut. Hasil perbaikan akhir
kemudian diajukan kepada Prisiden dan dengan syrat Prisiden tertanggal 12 – Januari-
1982 RUU Lingkungan Hidup disampaikan pada pimpinan DPR. Badan musyawarah
memutuskan untuk dibentuknya Panitia Khusus (pansus) guna menanggani RUU L H.

Pelestarian alam di Indonesia secara legal mengacu kepada 2 (dua) undang-


undang (selanjutnya disingkat UU) induk, yakni UU No. 05 Ta- hun 1990 tentang
Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya; serta UU No. 41 Tahun 1999
tentang Kehutanan (jo. UU No. 05 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok
14
Kehutanan). UU No. 05 Tahun 1990 menitikberatkan pada pelestarian keanekaragaman
hayati, baik keanekaragaman hayati hutan maupun bukan, baik di dalam kawasan hutan
Negara maupun diluarnya, sedangkan UU No. 41 Tahun 1999 mengatur konservasi alam
di kawasan hutan Negara, namun bukan hanya mencakup konservasi keanekaragaman
hayati, melainkan meliputi pula perlindungan fungsi penunjang kehidupan yang disediakan
kawasan hutan. UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan membedakan dua kategori
besar kawasan hutan yang dilindungi, yakni: pertama, Hutan lindung, yakni kawasan
hutan negara yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan sistem penyangga
kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah
instrusi air laut dan memelihara kesuburan tanah; dan kedua, Hutan konservasi, yakni
kawasan hutan negara dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok
pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya, selanjutnya, UU
No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan lebih lanjut merinci kawasan hutan konservasi ke
dalam 3 (tiga) kawasan, yaitu: pertama, Kawasan hutan suaka alam. Ialah kawasan hutan
negara dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok sebagai suatu kawasan
pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya, yang juga
berfungsi sebagai wilayah sistem penyangga kehidupan; kedua Kawasan hutan
pelestarian alam, yaitu kawasan hutan negara dengan ciri khas tertentu yang mempunyai
fungsi pokok perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman
jenis tumbuhan dan satwa, serta pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati
dan ekosistemnya; ketiga, Taman buru yakni kawasan hutan negara yang ditetapkan
sebagai tempat wisata berburu.

DAFTAR PUSTAKA

Meta, Ketut. 2015. PERSPEKTIF HISTORIS DAN PERBANDINGAN PENGATURAN

15
MASALAH LINGKUNGAN HIDUP DI INDONESIA. Jurnal Cakrawala Hukum,
Vol.6, No.1 Juni 2015, hlm. 67–76 ISSN: 2356-4962.
https://jurnal.unmer.ac.id/index.php/jch/article/view/686/352. 27 JUNI 2021.

Mina, Risno. 2016. DESENTRALISASI PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN

LINGKUNGAN HIDUP SEBAGAI ALTERNATIF MENYELESAIKAN


PERMASALAHAN LINGKUNGAN HIDUP. ARENA HUKUM Volume 9, Nomor
2, Agustus 2016, Halaman 149-165. file:///C:/Users/Acer/Downloads/216-749-
1-PB.pdf. 26 JUNI 2021

Siregar, Januari,dkk. 2015. PENEGAKAN HUKUM DALAM TINDAK PIDANA

LINGKUNGAN HIDUP DIINDONESIA. Mercatoria Vol. 8 No. 2/Desember


2015. ISSN No: 1979 – 8652. C:/Users/Acer/Downloads/651-2164-2-PB.pdf .
28 JUNI 2021

Maghfiro Ima, dkk. 2010. Analisis Peran Pemerintah Dalam Mengatasi Limbah Industri

Pabrik gula Tjoekir. Jurnal Administrasi Publik (JAP,) Vol.1, No.3 h. 94-102.
file:///C:/Users/Acer/Downloads/102-691-1-PB.pdf. 28 JUNI 2021

Akhmaddhian Suwari. 2013. PERAN PEMERINTAH DAERAH DALAM MEWUJUDKAN

HUTAN KONSERVASI BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 41


TAHUN 1999 TENTANG KEHUTANAN (Studi di Kabupaten Kuningan). Jurnal
Dinamika Hukum Vol. 13 No. 3 September 2013.
file:///C:/Users/Acer/Downloads/250-440-1-SM.pdf . 28 JUNI 2021

Zulfa Vania, dkk. 2016. Isu-Isu Kritis Lingkungan Dan Perspektif Global. Vol.5 No.1 Juli
2016 p-ISSN: 2303-2332; e-ISSN: 2597-8020. 28 Juni 2021

Herlina Nina. 2008. PERMASALAHAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PENEGAKAN


HUKUM LINGKUNGAN DI INDONESIA”, Bandung. 28 JUNI 2021
 Prof. Dr. K.E.S. Manik. 2018. Manik, Pengelolaan Lingkungan. JAKARTA:KENCANA

16

Anda mungkin juga menyukai