Anda di halaman 1dari 50

MEITA PRIASTI SEVENTIA 22010080011

RESUME KASUS 1 REPRODUKSI III INFEKSI SALURAN REPRODUKSI

DEFINISI Infeksi saluran reproduksi (ISR)adalah masuk dan berkembangbiaknya kuman penyebab infeksi kedalam saluran reproduksi. Kuman penyebab infeksi tersebut dapat berupa bakteri, jamur, virus dan parasit. Perempuan lebih mudah terkena ISR dibandingkan laki-laki, karena saluran reproduksi perempuan lebih dekat ke anus dan saluran kencing. ISR pada perempuan juga sering tidak diketahui , karena gejalanya kurang jelas dibandingkan laki-laki. JENIS-JENIS ISR 1. ISR endogen Jenis ISR yang paling umum di dunia. Timbul akibat pertumbuhan tidak normal organisme yang seharusnya tumbuh normal didalam vagina, antara lain vaginosis bakteri dan kandidiasis yang mudah disembuhkan. ISR endogen juga dihubungkan dengan persalinan prematur dan bayi berat lahir rendah(BBLR). 2. ISR iatrogenik atau yang berhubungan dengan prosedur medis Timbul ketika penyebab infeksi (bakteri atau mikroorganisme lainnya) masuk ke dalam saluran reproduksi melalui prosedur medis yang kurang/tidak steril. Misalnya induksi haid, aborsi, pemasangan AKDR (IUD), saat melahirkan, atau bila infeksi yang sudah ada di saluran reproduksi bagian bawah menyebar melalui mulut rahim hingga ke saluran reproduksi bagian atas. Beberapa gejala yang mungkin timbul antara lain:
y y

Rasa sakit di sekitar panggul Demam tinggi secara tiba-tiba


1

y y y y

Menggigil Haid tidak teratur Cairan vagina yang tidak normal Timbul rasa sakit saat berhubungan seksual

3. Sexual transmitted infection (STIs) / Infeksi menular seksual (IMS) Disebabkan oleh virus, bakteri, jamur, dan parasit yang sebagian besar ditularkan melalui hubungan seks dengan pasangan yang telah terinfeksi. Beberapa di antaranya dapat diobati akan tetapi banyak pula yang tidak dapat diobati seperti HIV/AIDS. STIs dapat menyerang laki-laki maupun perempuan, dan juga dapat ditularkan dari seorang ibu kepada anaknya selama kehamilan dan persalinan.

FAKTOR RESIKO 1. Hubungan seks yang tidak sehat a. Berganti-ganti pasangan seksual b. Seks tanpa pengaman, misal kondom c. Mengenal seks sejak dini tanpa edukasi yang baik 2. Penyalahgunaan NAPZA a. Penggunaan jarum suntik bergantian 3. Kurang memperhaikan kebersihan dan kesehatan alat genital

INFEKSI BAKTERI 1. Klamidia Disebabkan olehChlamydia trachomatis. C. trachomatis dapat ditemukan tinggal di dalam sel manusia. Klamidia dapat ditularkan melalui hubungan seksual secara vaginal, anal, atau oral, dan dapat mengakibatkan bayi tertular dari ibunya selama masa persalinan. Antara setengah dan tiga perempat dari semua wanita yang mengidap Klamidia pada leher rahim (cervicitis) tidak memiliki gejala dan tidak tahu bahwa mereka terinfeksi. Pada pria, infeksi terjadi pada saluran kencing (urethritis) gejalanya : keluarnya putih dari penis dengan atau tanpa rasa sakit pada kencing
2

(dysuria) dan menyebabkan peradangan pada daerah pernyimpanan dan kantung sperma (epididymitis). Gejala yang kadang muncul pada wanita yaitu rasa panas terbakar pada pinggul. Jika tanpa perawatan, Klamidia dapat menyebabkan infeksi serius reproduksi dan masalah-masalah kesehatan lainnya dengan baik jangka pendek maupun jangka panjang. Klamidia mudah diobati dengan antibiotik. Pada wanita, klamidia dapat menyebabkan Penyakit Radang Panggul (PRP) yang berakibat wanita tersebut menjadi mandul (tidak dapat mempunyai anak). Patologi C. trachomatis adalah bakteri yang sangat kecil sekali, merupakan bakteri khusus yang yang hidup sebagai parasit intrasel C, memiliki bahan-bahan yang terdapat pula pada dinding bakteri, berbelah secara biner, peka terhadap antibiotika, kepekaan yang tidak dimiliki oleh suatu virus Meskipun C, Trachomatis adalah sejenis bakteri, tetapi ia memiliki kekhususan yaitu bersifat mutlak sebagai sitoparasit atau tepatnya bakteri patogen intrasellular obligal. Sebagaimana virus yang bersifat parasitisme intrasellular obligat. Chlamydia juga tidak dapat berkembang diluar sel dan tergantung pada sel hospes. Sekarang ini dikenal ada 15 immunotipe C. trachomatis. Bersifat dimorfik yaitu terdapat dalam dua bentuk. Dalam bentuk infeksiosa, C. thrachomatis merupakan sferoid berukuran kecil, tidak aktif secara metabolis, dan mengandung asam DNA dan RNA serta disebut badan elementer (BE). Sferoidsferoid ini memperoleh akses ke sel pejamu melalui endositosis, dan setelah berada di dalam berubah menjadi organisme yang secara metabolis aktif yang bersaing dengan sel pejamu memperebutkan nutrien. Organisme ini memicu timbulnya siklus replikasi dan setelah memadat menjadi EB sampai sel pejamu pecah, terjadi pembebasan ratusan EB untuk menginfeksi sel-sel di sekitarnya. Manifestasi Klinis Masa tanpa gejala ber-langsung 7 - 21 hari. Gejalanya adalah timbul peradangan pada alat reproduksi laki-laki dan perempuan.Pada perempuan, gejalanya bisa berupa :
y

Keluarnya cairan dari alat kelamin atau sering disebut keputihan encer berwarna kuning kecoklatan.
3

y y

Rasa nyeri di rongga pinggul. Pendarahan setelah hubungan seksual.

Sedangkan pada laki-laki, gejalanya bisa berupa:


y y y

Keluar cairan bening dari saluran kencing. Rasa nyeri saat kencing. Infeksi lebih lanjut dapat menyebabkan banyak cairan keluar dan bercampur nanah.Tidak jarang pula, gejala tidak muncul sama sekali, padahal proses infeksi sedang berlangsung. Oleh karena itu penderita tidak sadar sedang menjadi pembawa PMS dan menularkannya kepada pasangannya melalui hubungan seksual.Akibat terkena Klamidia pada perempuan adalah cacatnya saluran telur dan kemandulan, radang saluran kencing, robeknya saluran ketuban sehingga terjadi kelahiran bayi sebelum waktunya (prematur). Sementara pada laki-laki akibatnya adalah rusaknya saluran air mani dan mengakibatkan kemandulan, serta radang saluran kencing. Pada bayi, 60% 70% terkena penyakit mata atau saluran pernafasan (pneumonia).

Pemeriksaan Diagnostik
y y

Pemeriksaan biakan sel epitel dari tempat-tempat yang dicurigai terinfeksi. Deteksi antigen dengan pewarnaan antibodi imunofluoresensi langsung (DFA) dan enzyme immunosorbent assay (EIA)

Amplifikasi DNA dengan reaksi berantai ligase (LCR) dan reaksi berantai polimerase (PCR) untuk mengisolasi klamidia dari urin dan apusan vagina yang mengandung sangat sedikit mikroorganisme.

Farmakologi Infeksi C. trachomatis dapat disembuhkan dengan antibiotik secara efektif setelah terdeteksi. Centers for Disease Control (CDC US) menyediakan pedoman untuk perawatan berikut:
y y y

Azitromisin 1 gram oral sebagai dosis tunggal, atau Doxycycline 100 mg dua kali sehari selama tujuh hingga empat belas hari. Tetrasiklin

Eritromisin 500 mg secara oral 4 kali sehari selama 7 hari atau 250 mg secara oral 4 kali sehari selama 14 hari. Bila terdapat intoleransi, dapat diberi Amoxicilin 500 mg 3 kali sehari secara oral selama 7 hari.

Pencegahan Pencegahan terhadap ophtalmia neonatorum perlu dilakukan dengan memberikan salep mata Erythromycin (0,5%), atau Tetracycline (1%) segera setelah bayi lahir, paling tidak dalam 1 jam postpartum. Yang perlu menjadi catatan yaitu walaupun sang ibu telah terinfeksi Chlamydia, tetapi masih dapat menyusui bayinya.

2. Gonore Disebabkan oleh bakteri Neisseria gonorrhoeae yang paling sering diderita oleh orang yang sering melakukan hubungan seksual berganti-ganti pasangan baik, dengan intensitas tinggi maupun rendah. Gonore (GO) kadang juga disebut kencing nanah, menular melalui hubungan seksual (vaginal, anal, oral). Patologi & Morfologi Bakteri Neisseria gonorrhoeae adalah bakteri berbentuk biji kopi berukuran lebar 0,8 u dan panjang 1, 6 u, bersifat tahan asam, bersifat gram negative, terlihat di dalam dan di luar leukosit, tidak tahan lama di udara bebas, cepat mati dalam keadaan kering, tidak tahan suhu di atas 39 C, dan tidak tahan zat desinfectan. Secara morfologik terdiri dari 4 tipe, yaitu tipe 1 dan 2 yang mempunyai pili yang sangat virulen, serta tipe 3 dan 4 yang tidak mempunyai pili dan nonvirulen. Pili akan melekat pada mukosa epitel dan akan menimbulkan reaksi radang. Neisseria gonorrhoeae melekat dan menghancurkan membran sel epitelyang melapisi selaput lendir, terutama epitel yang melapisi selaput lendir, terutama epitel yang melapisi kanalis endoserviks dan uretra. Infeksi ekstragenital di faring, anus dan rektum dapat dijumpai pada kedua jenis kelamin. Untuk dapat menular, harus terjadi kontak langsung mukosa ke mukosa. Tidak semua orang yang terpajan gonore akan terjangkit, dan resiko penularan lakilaki ke perempuan lebih besar terutama karena lebih luasnya selaput lendir yang terpajan dan eksudat yang berdiam lama di vagina. Setelah infeksi oleh Neisseria gonorrhoeae tidak timbul imunitas alami, sehingga infeksi dapat terjadi lebih dari satu

kali. Ada masa tenggang (masa inkubasi) selama 2 -10 hari setelah kuman masuk ke dalam tubuh melalui hubungan seks

Manifestasi Klinis
y

Pada laki-laki gejala muncul sedini 2 hari setelah pajanan dimulai dengan uretritis, diikuti sekret purulen, disuria dan sering berkemih serta malase.

Pada perempuan, gejala timbul dalam 7-21 hari, dimulai dengan sekret dari vagina, serviks edematosa dan rapuh dengan drainase mukopurulen dari ostium.

Pada Pria: Infeksi Pertama Uretritis Komplikasi Lokal : Tysonitis, parauretritis, cowperitis Assendens : prostatitis, vesikulitis, vas deferenitis, epididimitis, trigonitis Pada wanita Infeksi Pertama Uretritis Servisitis Komplikasi Lokal : parauretritis, bartolinitis Assendens : salpingitis, P.I.D

Pemeriksaan Diagnostik
y

Pewarnaan gram terhadap apusan eksudat yang diambil dari tempat yang terinfeksi. Apusan positif bila ditemukan diplokokus gram negatif intrasel.

Uji amplifikasi DNA dengan PCR dan LCR dengan sekret vagina, serviks atau urine.

Sediaan Langsung Sediaan langsung dengan pewarnaan gram gram gonokok negative, intrasel

dan ekstrasel. Bahan duh tubuh pada pria diambil dari daerah fosa navikularis, sedangkan pada wanita diambil dari uretra, muara kelenjar bartholinitis, serviks, dan rectum.
y

Kultur
6

Digunakan untuk identifikasi, digunakan 2 macam media: a. Media transport


- Media Stuart - Media Transgrow

b. Media Pertumbuhan
- Mc Leods chocolate agar - Media Thayer Martin - Modified Thayer Martin Agar y Tes definitive

1. Tes Oksidasi Reagen oksidasi yang mengandung larutran tetrametil-p-fenilendiamin hidroklorida 1% ditambahkan pada gonokok tersangka. Semua Neisseria member hasil positif dengan perubahan warna koloni yang semula bening berubah menjadi merah muda sampai merah lembayung. 2. Tes fermentasi Tes oksidasi positif dilanjutkan dengan tes fermentasi memakai glukosa, maltose, dan sukrosa. Kuman gonokok hanya meragikan glukosa.
y

Tes beta-laktamase Dengan menggunakan cefinase TM disc. BBL 961192 yang mengandung chromogenic cephalosporin, akan menyebabkan perubahan warna dari kuning menjadi merah apabila kuman mengandung enzim beta laktamase.

Tes Thomson Berguna untuk mengetahui sampai mana infeksi berlangsung. Syarat tes Thomson:
-

Sebaiknya dilakukan setelah bangun pagi Urin dibagi dalam dua gelas Tidak boleh menahan kencing dari gelas I ke gelas II

Syarat mutlak ialah kandung kencing harus mengandung air seni paling sedikit 80-100 ml, jika air seni kurang dari 80 ml, maka gelas II sukar dinilai karena baru menguras uretra anterior.

Penatalaksanaan
y

Penisilin
7

Penisilin G prokain akua. Dosis 4,8 juta unit + 1 gram probenesid. Obat tersebiut dapat menutupi gejala syphilis. KI
y

alergi penisilin.

Ampisilin dan amoksisilin Ampisilin dosisnya ialah 3,5 gram + 1 gram probenesid, dan amoksisilin 3 gram + 1 gram probenesid. Suntikan ampisilin sudah tidak dianjurkan lagi. KI alergi penisilin. Untuk daerah dengan Neisseria gonorrhoeae Pengahsil Penisilin (N.G.P.P) tinggi, penisilin, ampisilin, dan amoksisilin tidak dianjurkan.

Sefalosporin Seftriakson (generasi ke-3) cukup efektif dengan dosis 250 mg i.m. sefoperazon dengan dosis 0,50 1,00 g secara i.m. Sefiksim 400 mg oral dosis tunggal member angka kesembuhan >95%.

Spektinomisin Dosis 2 g i.m. Baik untuk penderita yang alergi penisilin, yang mengalami kegagalan pengobatan dengan penisilin, dan terhadap pasien yang tersangka sifilis, karena obat ini juga menutupi gejala sifilis. Kanamisin

Dosis 2 gram i.m. baik untuk penderita yang alergi penisilin, yang mengalami kegagalan pengobatan dengan penisilin, dan terhadap pasien yang tersangka sifilis, karena obat ini juga menutupi gejala sifilis.

Tiamfenikol Dosis 3,5 gram per oral. Tidak dianjurkan pada kehamilan.

Kuinolon DOC ofloksasin 400 mg, siprofloksasin 250-500 mg, dan norfloksasin 800 mg secara oral. Mengingat akhir-akhir ini banyak resistensi terhadap siprofloksasin dan ofloksasin, maka golongan kuinolon yang dianjurkan adalah levofloksasin 250 mg per oral dosis tunggal. Obat dengan dosis tunggal yang tidak efektif lagi ialah tetrasiklin, streptomisin, dan spiramisin.

Tanda-tanda gonore mulai resisten pada berbagai jenis obat. Cara terbaik untuk mengurangi risiko penularan gonorea adalah penggunaan kondom dan memakai
8

dua jenis antibiotik yang berbeda untuk mengobati penyakit ini. Semua kontak seksual pasien yang terinfeksi dievaluasi dan ditawarkan terapi profilaktik.

Komplikasi  Pada pria: Prostatitis Cowperitis Vesikulitis seminalis Epididimitis Cystitis dan infeksi traktus urinarius superior

 Komplikasi pada wanita: Komplikasi uretra Bartholinitus Endometritis dan metritis Salphingitis

3. Sifilis Sifilis adalah penyakit yang pada umumnya berjangkit setelah hubungan seksual. Menahun dengan adanya remisi dan eksaserbasi, dapat menyerang semua organ dalam tubuh terutama system kardiovasikulasi, otak dan susunan saraf serta dapat terjadi kongenital. Etiologi Penyakit sipilis ini disebebkan oleh kuman Treponema Pallidum (Spirochaeta pallida), bakteri yang termasuk dalam golongan spirochaeta, berbentuk spiral halus dengan panjang 5-15 mikron dan garis tengah 0,009-0,5 mikron. Kuman ini bergerak secara aktif dan karena spiralnya sangat lembut maka hanya dapat dilihat dengan mikroskop lapang gelap atau dengan teknik imunofluorosensi. Sukar diwarnai dengan zat warna anlilin tetapi dapat mereduksi perak nitrat menjadi logam perak yang tinggal melekat pada permukaan sel kuman. Kuman ini berkembang biak dengan cara pembelahan melintang. Dalam keadaan anaerob pada suhu 25C, T pallidum dapat bergerak secara aktif dan tetap
9

hidup selama 4-7 hari dalam perbenihan cair yang mengandung albumin, natrium karbonat, piruvat, sistein, ultrafiltrat serum sapi. Waktu pembelahan kuman ini kirakira 30 jam. Ada tiga macam antigen T. Pallidum yaitu protein tidak tahan panas, polisakarida, dan antigen lipoid. Antigen treponema yang khas antara lain dapat diperiksa dengan tes imobilisasi T pallidum(TPI). Tes ini memerlukan komplemen dalam reaksinya pengeraman selama 18 jam dan suhu 35C. Selain dengan menggunakan tes ini, ada banyak tes-tes lain yang dapat dilakukan untuk memeriksa keberadaan bakteri ini berdasarkan antigennya.

Gambar 1. Gambaran mikroskopik treponema pallidum

Klasifikasi Pembagian sifilis menurut WHO ialah Sifilis Dini dan Sifilis Lanjut dengan waktu diantaranya 2 tahun, ada yang mengatakan 4 tahun. A.Sifilis dini 1.Sifilis primer (SI) 2.Sifilis skunder (II) 3.Sifilis laten dini B.Sifilis Lanjut 1.Sifilis laten lanjut 2.Sifilis tertier (SIII) 3.Sifilis kardiovaskuler 4.Neurosifilis
10

Patogenesis Treponema dapat masuk (porte dentrie) ke tubuh calon penderita melalui selaput lendir yang utuh atau kulit dengan lesi. Kemudian masuk ke peredaran darah dari semua organ dalam tubuh. Penularan terjadi setelah kontak langsung dengan lesi yang mengandung treponema. 34 minggu terjadi infeksi, pada tempat masuk T. pallidum timbul lesi primer(chancre primer) yang bertahan 15 minggu dan sembuh sendiri. Tes serologik klasik positif setelah 14 minggu. Kurang lebih 6 minggu (2 6 minggu) setelah lesi primer terdapat kelainan selaput lendir dan kulit yang pada awalnya menyeluruh kemudian mengadakan konfluensi dan berbentuk khas. Penyembuhan sendiri biasanya terjadi dalam 26 minggu. Keadaan tidak timbul kelainan kulit dan selaput dengan tes serologik sifilis positif disebut Sifilis Laten. Pada seperempat kasus sifilis akan relaps. Penderita tanpa pengobatan akan mengalami sifilis stadium lanjut (Sifilis III 17%, kordiovaskular 10%, Neurosipilis 8%)

Manifestasi Klinis 1. Sifilis Dini 1. Sifilis Primer Sifilis stadium I (Sifilis primer), timbul 10-90 hari setelah terjadi infeksi. Lesi pertama berupa makula atau papula merah yang kemudian menjadi ulkus (chancre), dengan pinggir keras, dasar ulkus biasanya merah dan tidak sakit bila dipalpasi. Sering disertai dengan pembengkakan kelenjar getah bening regional. Lokalisasi chancre sering pada genitalia tetapi bisa juga ditempat lain seperti bibir, ujung lidah, tonsil, jari tangan dan puting susu. Diagnosis ditegakan berdasarkan gambaran klinis yang khas berupa chancre serta ditemui Treponema pallidum pada pemeriksaan stadium langsung dengan mikroskop lapangan gelap. Apabila pada hari pertama hasil pemeriksaan sediaan langsung negatif, pemeriksaan harus diulangi lagi selama tiga hari berturut-turut dan bila tetap negatip, diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis dan serologis. Selama dalam pemeriksaan sebaiknya ulkus dibersihkan atau dikompres dengan larutan garam faal fisiologis.
11

2. Sifilis sekunder (S II) Timbul setelah 6-8 minggu sejak S I. Pada beberapa kasus keadaan S II ini sering masih disertai S I. Pada S II dimulai dengan gejala konsistensi seperti anoreksia, demam, athralgia, angina. Pada stasium ini kelainan pada kulit, rambut, selaput lendir mulut dan genitalia, kelenjargetah bening dan alat dalam. Kelaianan pada kulit yang kita jumpai pada S II ini hampir menyerupai penyakit kulit yang lain, bisa berupa roseola, papel-papel, papulo skuamosa, papulokrustosa dan pustula. Pada SII yang dini biasanya kelainan kulit yang khas pada telapak tangan dan kaki. Kelainan selaput lendir berupa plakula atau plak merah (mucous patch) yang disertai perasaan sakit pada tenggorokan (angina sifilitica eritematosa). Pada genitalia sering kita jumpai adanya papul atau plak yang datar dan basah yang disebut kondilomata lata. Kelainan rambut berupa kerontokan rambut setempat disebut alopesia areata. Kelainan kuku berupa onikia sifilitaka, kuku rapuh berwarna putih, suram ataupun terjadi peradangan (paronikia sifilitaka). Kelaianan mata berupa uveitis anterior.Kelainan pada hati bisa terjadi hepatitis dengan pembesaran hati dan ikterus ringan. Kelainan selaput otak berupa meningitis dengan keluhan sakit kepala, muntah dan pada pemeriksaan cairan serebro spinalis didapati peninggian jumlah sel dan protein. Untuk menegakkan diagnosis, disamping kelainan fisik juga diperlukan pemeriksaan serologis. 3. Sifilis laten dini Gejala klinis tidak tampak, tetapi hasil pemeriksaan tes serologi untuk sifilis positip. Tes yang dilanjutkan adalah VDRL dan TPHA.

2. Sifilis lanjut Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan sikatrik bekas S I pada genitalia atau makula atrofi bekas papul-papul S II. Pemeriksaan tes serologi sifilis positip. 1. Sifilis tersier (S III) Lesi pertama timbul 3-10 tahun setelah S I berupa gumma yang sirkumskrip. Gumma sering perlunakan dan mengeluarkan cairan seropurulen dan kadang-kadang disertai jaringan nekrotik sehingga terbentuk ulkus. Gumma ditemukan pada kulit, mukosa mulut, dan organ-organ dalam terutama hati. Dapat pula dijumpai kelainan pada tulang dengan keluhan,
12

nyeri pada malam hari. Pada pemeriksaan radiologi terlihat kelainan pada tibia, fibula, humerus, dan tengkorak berupa periostitis atau osteitis gummatosa. Pemeriksaan TSS positip. 2. Sifilis kardiovaskuler Timbul 10-40 tahun setelah infeksi primer dan terdapat pada sekitar 10% kasus lanjut dan 40% dapat bersama neurosifilis. Diagnosis ditegakkan berdasarkan berdasar gejala klinis, foto sinar X dan pemerikasaan pembantu lainnya. Sifilis kardiovaskuler dapat dibagi dalam 3 tipe: Sifilis pada jantung, pada pembuluh darah, pada pembuluh darah sedang. Sifilis pada jantung jarang ditemukan dan dapat menimbulkan miokarditis difus atau guma pada jantung. Pada pembuluh darah besar, lesi dapat timbul di aorta, arteri pulmonalis dan pembuluh darah besar yang berasal dari aorta. Aneurisma umumnya terdapat pada aorta asendens, selain itu juga pada aorta torakalis dan abdominalis. Pembuluh darah sedang, misalnya a.serebralis dan a.medulla spinalis paling sering terkena. Selain itu a.hepatitis dan a.femoralis juga dapat diserang . 3. Sifilis kongenital dini Gambaran klinis sifilis kongenital dini sangant bervarasi, dan menyerupai sifilis stadium II. Karena infeksi pada janin melalui aliran darah maka tidak dijumpai kelainan sifilis primer. Pada saat lahir bayi dapat tampak sehat dan kelainan timbul setelah beberapa minggu, tetapi dapat pula kelainan sudah sejak lahir. Pada bayi dapat dijumpai kelainan berupa: 1. Pertumbuhan intrauterine yang terlambat 2. Kelainan membra mukosa: mucous patch dapat ditemukan di bibir, mulut, farings, larings dan mukosa genital. Rinitis sifilitika (snuffles) dengan gambaran yang khas berupa cairan hidung yang mula-mula encer kemudian menjadi bertambah pekat, purulen dan hemoragik. 3. Kelainan kulit: makla, papulaapuloskuamosa dan bula. Bula dapat sudah ada sejak lahir, tersebar secara simetris, terutama pada telapak tangan dan kaki. Makula, papula atau papuloskuamosa tersebar secara generalisata dan simetris. 4. Kelainan tulang: osteokondritis, periostitis dan osteitis pada tulangtulang panjang merupakan gambaran yang khas.
13

5. Kelenjar getah bening: limfadenitis generalisata. 6. Alat-alat dalam. 7. Mata : koreoretinitis, galukoma dan uveitis. 8. Susunan saraf pusat: meningitis sifilitika akuta. 4. Sifilis Kongenital lanjut Kelainan umumnya timbul setelah 720 tahun. Kelainan yang timbul berupa: 1. Keratitis interstisial 2. Gumma 3. Neurosifilis 4. Kelainan sendi: yaitu artralgia difusa dan hidatrosis bilateral (cluttons joint). Stigmata Lesi sifilis congenital dapat meninggalkan sisa, berupa jaringan parut dan deformitas yang karakteristik yaitu: 1. Muka: saddle nose terjadi akibat gangguan pertumbuhan septum nasi dan tulang-tulang hidung. Buldog jaw akibat maksila tidak berkembang secara normal sedangkan mandibula tidak terkena. 2. Gigi: pada gigi seri bagian tengah lebih pendek dari pada bagian tepi dan jarak antara gigi lebih besar (Hutchinsons teeth). 3. Regade: terdapat disekitar mulut 4. Tulang: osteoperiostitis yang menyembuh akan menimbulkan kelainan klinis dan radiologis, pada tibia berupa sabre tibia dan pada daerah frontal berupa frontal bossing. 5. Tuli: kerusakan N.VIII akibat labirintitis progresif 6. Mata: keratitis interstisialis.

Pemeriksaan Diagnostik A. Spesimen Cairan jaringan dikeluarkan dari lesi permukaan dini untuk menunjukkan spiroketa;serum darah untuk uji serologi B. Pemeriksaan Lapang Gelap Setetes cairan jaringan atau eksudat diletakkna di atas slide dan penutup kaca ditekan di atasnya untuk membuat lapisan yang tipis. Preparattersebut kemudian

14

diperiksa dengan minyak imersi menggunakan iluminasi lapangan gelap untuk spiroketa khas yang dapat bergerak. Treponema hilang dari lesi dalam waktu beberapa jam setelah dimulainya pengobatan antibiotik. C. Imunofluoresensi Cairan jaringan atau eksudat diusapkan di atas slide kaca, dikeringkan dan dikirim ke laboratorium. Sediaan ini difiksasi, diwarnai dengan serum antitreponema yang dilabel dengan fluoresein, dan diperiksa dengan mikroskop imunofluoresensi untuk spiroketa yang khas berfluoresensi D. Uji Serologi untuk Sifilis Uji ini digunakan untuk antigen nontreponema atau treponema 1. Uji antigen nontreponema Antigen yang digunakan adalah lipid yang diekstraksi dari jaringan mamalia normal. Kardiolipin yang dipurifikasi dari jantung sapi adalah difosfatidilgliserol. Lesitin dan kolesterol ditambahkan untuk mendorong terjadinya reaksi dengan antibodi reaginsifilis. Reagin adalah campuran antibodi IgM dan IgA yang ditujukan untuk melawan kompleks kardiolipin-kolesterol-lesitin. Uji VDRL (Veneral Disease Research Laboratoirium) dan uji RPR (Rapid Plasma Reagin) adalah uji antigen nontreponema yang paling sering digunakan. Uji reagin serum yang tidak dipanaskan (USR) dan uji serum toluidin merah yang tidak dipanaskan (TRUST) juga dapat digunakan. Keempat uji ini didasarkan atas fakta bahwa partikel antigen lipid tetap tersebar dengan serum normal tetapi mengalami flokulasi ketika dikombinasi dengan reagin. Uji VDRL dan USR memerlukan pemeriksaan mikroskopik untuk mendeteksi adanya flokulasi, sementara RPR dan TRUST telah ditambahkan partikel yang telah diwarnai dan dapat dibaca tanpa pembesaran mikroskopik. Hasilnya akan keluar dalam beberapa menit, terutama jika suspensinya diaduk. Uji ini dilakukan berdasarkan atas otomatisasi dan digunakan untuk survei karena biayanya yang tidak mahal. Uji VDRL atau RPR yang positif terjadi setelah 2-3 minggu infeksi sifilis yang tidak diobati dan positif dengan titer yang tinggi pada sifilis sekunder. Uji VDRL atau RPR yang positif berubah menjadi negatif dalam waktu 6-18 bulansetelah pengobatan sifilis yang efektif. Uji VDRL
15

dan RPR juga dapat dilakukan pada cairan spinal dan menjadi positif setelah 4-8 minggu infeksi. Antibodi reagin tidak dapat mencapai cairan serebrospinal dari aliran darah tetapi mungkin terbentuk dalam sistem saraf pusat sebagai respons terhadap infeksi sifilis. Uji flokulasi dapat memberikan hasil kuantitatif. Perkiraan jumlah reagin yang terdapat dalam serum dapat dibuat dengan melakukan uji dengan pengenceran serum dua kali lipat dan menyatakan titer dengan pengenceran tertinggi yang memberikan hasil yang positif. dan dalam mengevaluasi efek pengobatannya. Uji nontreponema sering memberikan hasil postif palsubiologi yang diakibatkan oleh adanyareagin pada berbagai gangguan manusia. Yang penting di antara berbagai gangguan pada manusia adalah penyakit infeksi lainnya (malaria, lepra,cacar, mononkleosis infeksiosa, dll), vaksinasi, penyakit vaskular-kolagen( sysstemic lupus erythematosus, poliarteritis nodosa, gangguan rematik), dan kondisi lainnya. Hasil kuantitatif berguna dalam menegakkan diagnosis terutama pada neonatus

2. Uji antibodi Treponema a. Uji fluoresensi antibodi treponema (FTA-ABS) Uji ini adalah uji yang memerlukan imunofluresensi tidak langsung (T pallidum yang sudah mati+serum pasien+gamma globulin antimanusia ). Uji ini menunjukkan spesifisitas dan sensitivitas yang sekali untuk antibodi sifilis jika serum pasien telah diabsorbsi dengan spiroketa Reiter yang telah diolah dengan getaran frekuensi tinggi (sonicated) sebelum uji FTA. Uji FTA-ABS yang pada sifilis dini awalnya positif, secara rutin selalu positif pada sifilis sekunder, dan biasanya tetap positif selama bertahun-tahun setelah pengobatan yang efektif. Jadi, tes ini tidak dapat digunakan untuk menilai efektifitas pengobatan. Adanya IgM FTA dalam darah bayi baru lahir adalah bukti utama infeksi in utero (sifilis kongenital). b. Uji aglutinasi partikel Treponema pallidum (TP-PA) Partikel gelatin disensitisasi dengan antigen T pallidum subspesies pallidum. Uji ini dilakukan dalam tray mikrodilusi
16

dengan serum yang diencerkan. Antibodi terhadap T pallidum bereaksi dengan partikel gelatin yang sudah disensitisasi. Adanya sebuah tatakan partikel yang teraglutinasi menandakan hasil yang positif. Uji ini mempunyai spesfifitas dan sensitivitas yang mirip dengan FTA-ABS.

Penatalaksanaan Pemberian penicilin G parental. Dosis dan lama pemberian bergantung pada stadium dan manifestasi klinis penyakit. Dalam 24 jam pertama pengobatan dapat timbul suatu reaksi demam, akut disertai nyeri kepala, mialgia, menggigil, takikardia, flushing (kemerahan), disebut reaksi Jarish-Herxheimer. Penkes
y

Pada dewasa muda


 Hindari melakukan coitus suspectus, jika terpaksa gunakan kondom pada

saat senggama
 Jika ada ulkus di daerah genital segera di periksa supaya tidak mencapai

stadium lanjut, dan segera diatasi untuk mengurangi komplikasinya.


y

Pada bayi
 Memberikan pengarahan pada ibu tentang sifilis  Jika menderita waktu hamil maka persalinannya harus dengan SC.

4. Vaginosis Bakterialis Vaginosis bakterialis adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh Gardnerella vaginalis.Organisme ini mula-mula dikenal sebagai H. vaginalis kemudian diubah menjadi genus Gardnerella atas dasar hasil penyelidikan mengenai fenotipik dan asam dioksi-ribonukleat. Tidak mempunyai kapsul, tidak bergerak, dan berbentuk batang Gram-negatif atau variabel-Gram, tes katalase, oksidase, reduksi nitrat, indole, dan urease semuanya negatif. Kuman ini bersifat anaerob fakultatif, dengan produk akhir utama pada fermentasi berupa asam asetat, banyak galur yang menghasilkan asam laktat dan asam format. Ditemukan juga galur anaerob obligat.

17

Untuk pertumbuhannya dibutuhkan tiamin, riboflavin, niasin, asam folat, biotin, purin, dan pirimidin. Setelah inkubasi selama 48 jam pada suhu 37oC dalam kelembaban atmosfer 5%, tumbuh koloni pada agar darah manusia dengan diameter sekitar 0,5 mm, bulat, opak, dan halus. Timbul hemolisis beta pada darah manusia dan kelinci, tidak pada darah domba.

Patogenesis Patogenesis masih belum jelas. G. vaginalis termasuk flora normal dalam vagina melekat pada dinding. Beberapa peneliti menyatakan terdapat hubungan yang erat antara kuman ini dengan bakteri anaerob pada patogenesis penyakit vaginosis bakterialis (VB). Analisis cairan lemak dalam cairan vagina dengan gas liquid chromatography menunjukkan bahwa pada wanita dengan V.B. perbandingan antasa suksinat dan laktat naik menjadi lebih besar atau sama dengan 0,4 bila dibandingkan dengan wanita normal atau dengan yang menderita vaginitis oleh karena Candida albicans. Sekret vagina pada V.B. berisi beberapa amin termasuk di dalamnya putresin, kadaverin, metilamin, isobutilamin, fenetilamin, histamin, dan tiramin. Setelah pengobatan berhasil, sekret akan menghilang. Basil anaerob mungkin mempunyai peranan penting pada patogenesis V.B. karena setelah dilakukan isolasi, analisis biokimia sekret vagina dan efek pengobatan dengan metronodazol, ternyata cukup efektif terhadap G. vaginalis, dan sangat efektif untuk kuman anaerob. Dapat terjadi simbiosis antara G. vaginalis sebagai pembentuk asam amino dan kuman anaerob beserta bakteri fakultatif dalam vagina yang mengubah asam amino menjadi amin sehingga menaikkan pH sekret vagina sampai suasana yang menyenangkan bagi pertumbuhan G. vaginalis. Setelah pengobatan efektif, pH cairan vagina menjadi normal. Beberapa amin diketahui dapat menyebabkan iritasi kulit dan menambah pelepasan sel epitel dan menyebabkan duh tubuh yang keluar dari vagina berbau. Basil-basil anaerob yang menyertai V.B., diantaranya adalah Bacterioides bivins, B. capillosis, dan B. disiens yang dapat diisolasikan dari infeksi genitalia, menghasilkan B. lactamase dan lebih dari setengahnya resisten terhadap tetrasiklin. Faktor hospes manakah yang menimbulkan gejala, belum diketahui. G. vaginalis melekat pada sel-sel epitel vagina in vitro, kemudian menambah deskuamasi sel epitel vagina sehingga terjadi perlekatan duh tubuh pada dinding
18

vagina. Organisme ini tidak invasif dan respons inflamasi lokal yang terbatas dapa t dibuktikan dengan sedikitnya jumlah leukosit dalam sekret vagina dan dengan pemeriksaan histopatologis. Tidak ditemukan imunitas. Timbulnya V.B. ada hubungannya dengan aktivitas seksual atau pernah menderita infeksi Trichomonas. G. vaginalis dapat diisolasikan dari darah wanita dengan demam pascapartus dan pasca-abortus. Kultur darah seringkali menunjukkan flora campuran, bakteriemia G. vaginalis bersifat transient dan tidak dipengaruhi oleh pengobatan antimikrobal. Pada 2 penyelidikan mengenai infeksi traktus urinarius selama kehamilan, G. vaginalis dapat diisolasikan dari urin dengan cara aspirasi suprapubik pada 15-50% kasus. Penyakit ini biasanya menyerang laki-laki muda, dengan gejala piuria, hematuria, disuria, polakisuria, dan nokturia. Adanya organisme ini dalam uretra pria dapat terjadi tanpa gejala uretritis.

Manifestasi Klinis Wanita dengan V.B. akan megeluh adanya duh tubuh dari vagina yang ringan atau sedang dan berbau tidak enak (amis), yang dinyatakan oleh penderita sebagai satu-satunya gejala yang tidak menyenangkan. Bau lebih menusuk setelah senggama dan mengakibatkan darah menstruasi berbau abnoemal. Iritasi daerah vagina atau sekitar vagina (gatal, rasa terbakar), serta kemerahan dan edema pada vulva. Terdapat 50% kasus bersifat asimptomatik. Pada pemeriksaan terlihat adanya duh yubuh vagina bertambah, warna abu-abu homogen, berbau dan jarang berbusa. Gejala peradangan umum tidak ada. Pada pria dapat terjadi prostatitis ringan sampai sedang, dengan atau tanpa uretritis. Gejalanya berupa piuria, hematuria, disuria, polakisuria, dan nokturia.

Pemeriksaan Diagnostik 1. Pemeriksaan kromatografi Perbandingan suksinat dan laktat meninggi sedangkan asam lemak utama yang dibentuk adalah asam asetat. 2. Pemeriksaan biakan Biakan dapat dikerjakan pada media di antaranya: agar Casman, dan Protease peptone starch agar, dibutuhkan suhu 37oC selama 48-72 jam dengan ditambah CO2 5%. Koloni sebesar 0,5-2 mm, licin, opak dengan tepi yang jelas, dan
19

dikelilingi zona hemolitikbeta. Sebagai media transpor dapat digunakan media transpor Stuart atau Amies. 3. Tes biokimia Reaksi oksidase, indol, dan urea negatif, menghidrolisis hipurat dan kanji. Untuk konfirmasi harus disingkirkan infeksi karena T. vaginalis dan C. albicans.

Penatalaksanaan
y

Krim sulfonamida tripel sebagai acid cream base dengan pH 3,9 dipakai setiap hari, selam 7 hari.

Metronidazol, dengan dosis 2x500 mg setiap hari selama 7 hari, atau tinidazol 2x500 mg setiap hari selama 5 hari.

Ampisilin atau amoksisilin, dengan dosis 4x500 mg per oral selam 5 hari. Kegagalan pada pengobatan dapat diterangkan karena adanya laktamase beta yang diproduksi oleh spesies-spesies Bacteriodes.

Klindamisin 300 mg per oral 2x sehari selama 7 memberi angka kesembuhan hampir sama dengan metronidazol 500 mg per oral 2 kali sehari 7 hari.

5. Granuloma Inguinale Proses granulomatosa yang biasanya mengenai daerah anogenital dan inguinal. Daya penularannya rendah, bersifat kronik, progresif, penularan secara autoinokulasi, mengenai genitalia dan kulit di sekitarnya dan kadang-kadang mengenai system limfatik Epidemiologi Lebih banyak didaerah tropis dan subtropics Lebih banyak pada ras kulit berwarna Mengenai umur 20-40 tahun

Etiologi

20

Pada tahun 1905, Donovan menemukan adanya badan intraselular pada sediaan hapus yang diambil dari sediaan ulkus granuloma inguinal. Basil tersebut kemudian disebut Calymatobacterium granulomatis,Imerupakan bakteri berbentuk batang pendek, tebal, tidak membentuk spora dan gram negative. Patogenesis Lesi primer dimulai sebagai satu nodul yang mengalami indurasi (penebalan),apabila terjadi kerusakan pada permukaannya maka akan terjadi ulkus yang berwarna seperti daging dan granulomatosa. Prosesnya berasal dari autoinokulasi,terutama di daerah perianal.

Gambaran patognomosisnya adalah donovanosis yaitu sel mononuclear besar yang terinfeksi,berisi banyak kista intrasitoplasmik yang diisi oleh badan Donovan. Gejala klinis Masa inkubasi bervariasi, antara 1-12 minggu Lesi dapat dimulai dari daerah genitalia eksterna, paha,lipat paha atau perineum. Pada permulaan, lesi berbentuk papul atau vesikel yang tidak nyeri. Kemudian perlahan menjadi ulkus granuloma. Tpe gambaran klinis : 1. tipe nodular 2. tipe ulsero-vegetatif 3. tipe hipertrofik
21

4. tipe sikatrikal Komplikasi 1. edema genital 2. Hiperplasia pseudoepiteliomatosa 3. lesi metastasik yang mengenai tulang, sendi dan alat-alat dalam Pemeriksaan Diagnosis 1. Hapusan jaringan besar 2. biakan 3. biopsy 4. tes serum 5. inokulasi 6. tes kulit Penatalaksanaan Gobertsob (1980) melaporkan Ampisilin sebagai salah satu obat yang efektif untuk penyakit ini. Diberikan ampsilin 4x500 mg/hari. Penyembuhan sempuna setelah diobati selama sebulan 5. Limfogranuloma Venereum Limfogranuloma venereum (Limfopatia venereal, limfogranuloma inguinale) adalah infeksi fokal yang infeksius dan kontagius yang disebabkan oleh serotipe tertentu dari Chlamydia trachomatis (L1-L3) dengan kemungkinan terjadi infeksi asenden melalui pembuluh limfe, kebanyakan ditularkan melalui hubungan seksual dan biasanya berlokasi pada daerah genito-anal (Rassner dan Steinert, 1995). Penyakit ini terutama terdapat di negara tropik dan sub tropik, penderita pria pada sindrom inguinal lebih banyak dari pada wanita dan biasanya terjadi pada umur seksual aktif (Djuanda, 2001). terdapat D.granulomatosis dalam sel mononuclear yang

22

Limfogranuloma venereum merupakan penyakit yang jarang ditemukan di Amerika utara, Eropa, Australia. Prevalensi tertinggi ditemukan di Afrika bagian timur dan barat, India, Asia tenggara dan Amerika selatan (Perine dan Stamm, 1999). Sejak tahun 1950, negara-negara di Eropa melaporkan kasus limfogranuloma venereum tidak pernah lebih dari satu lusin. Sedangkan di Amerika Serikat kasus limfogranuloma venereum setiap tahunnya sekitar 595 kasus. Negara Ethiopia melaporkan kasus limfogranuloma venereum setiap tahunnya sampai beberapa ribu kasus (Perine dan Stamm, 1999). Definisi Limfogranuloma venereum (LGV) ialah penyakit venerik yang disebabkan oleh Chlamydia trachomatis, afek primer biasanya cepat hilang, bentuk yang tersering ialah sindrom inguinal. Sindrom tersebut berupa limfadenitis dan periadenitis beberapa kelenjar gatah bening inguinal medial dengan kelima tanda radang akut dan disertai gejala konstitusi, kemudian akan mengalami perlunakan yang tidak serentak (Djuanda, 2001). Epidemiologi Penyakit ini dapat timbul secara endemik di seluruh dunia. Paling banyak dijumpai di daerah yang beriklim panas, jarang pada daerah yang beriklim dingin. Angka prevalensi yang tinggi terutama terjadi pada orang Negro dan kulit berwarna, yang diperkirakan ada hubungannya dengan keadaan higiene yang rendah. Insiden terbesar terjadi pada usia dengan kegiatan seksual yang masih aktif. Pria lebih banyak dijumpai dari pada wanita (Mulyono, 1986). Etiologi Limfogranuloma venereum biasanya disebabkan oleh salah satu dari ketiga serovars Chlamydia trachomatis yaitu L1, L2 dan L3 (Perine dan Stamm, 1999). Menurut Andriantodan Sukardi, 1988, penyakit ini disebabkan oleh Miyagawanella lymfogranulomatosis dari genus chlamydia yang dulunya dianggap virus. Ia mengandung RNA dan DNA. Sedangkan menurut Mulyono, 1986, penyebabnya adalah Chlamydia lymfogranulomatis, sejenis virus dari genus chlamydia. Dapat dibiakkan di dalam sel yolc sac dari embrio ayam atau perbenihan khusus untuk keperluan diagnostik.
23

Patogenesis Patogenesis terjadinya limfogranuloma venereum menurut Perine dan Stamm, 1999, yaitu: Chlamydia tidak bisa menembus selaput lendir atau kulit yang utuh, organisma inikemungkinan dapat menembus melalui laserasi dan abrasi. LGV merupakan penyakit yang dominan terjadipada jaringan limfe. Prosespatologis yang penting adalah trombolimfangitis dan perilimfangitis dengan proses penyebaran inflamasi dari nodus limfatikus yang terinfeksi ke jaringan sekitarnya. Limfangitis ditandai oleh proliferasi sel endotelial lapisan kelenjar getah bening dan penghubung kelenjar getah bening di dalam nodus limfatikus. Tempat terjadinya primer infeksi pada saluran nodus limfatikus cepat memperbesar dan membentuk area kecil, yang dipisahkan dari jaringan yang nekrosis oleh sel endotelial yang rapat. Area yang nekrotik menarik leukosit polimorfonuklear dan membesar sehingga terbentuk suatu bangunan yang khas yang berbentuk segitiga atau bentuk segi empat yang lebih dikenal dengan stellate abses Inflamasi nodus limfatikus yang berdekatan disertai dengan periadenitis, dan sebagai akibat dari perkembangan inflamasi, bisul bersatu dan ruptur, membentuk loculated abses, fistula-fistula, atau sinus-sinus. Proses inflamasi terjadi selama beberapa minggu sampai beberapa bulan. Penyembuhan yang berlangsung mengakibatkan fibrosis, yang akan menghancurkan struktur nodus limfatikus yang normal dan menyebabkab obstruksi pembuluh limfe. Edema kronis dan sklerosa fibrosis menyebabkan indurasi dan pembesaran bagian yang terpengaruh. Fibrosis juga berperan dalam menyediakandarah untuk membran mukosaatau kulit, dan terjadinya ulserasi. Pada rektum mengakibatkan pembinasaan dan ulserasi mukosa, inflamasi transmural pada dinding bowel, obstruksi saluran limfatik dan pembentukan fibrotik. Pembentukanadhesi yang menentukan bagian yang lebih rendah dari sigmoid dan rektum terhadap dinding daritulang panggul dan organ yang berdekatan. Manifestasi klinis Masa tunas penyakit ini ialah 1-4 minggu. Gejala konstitusi timbul sebelum penyakitnya mulai dan biasanya menetap selama sindrom inguinal. Gejala tersebut berupa malaise, nyeri kepala, artralgia, anoreksia, nausea dan demam.Gambaran klinisnya dapat dibagi menjadi bentuk dini, yang terdiri atas afek primer serta sindrom inguinal, dan bentuk lanjut yang terdiri atas sindrom genital, anorektal dan uretral.
24

Waktu terjadinya afek primer hingga sindrom inguinal 3-6 minggu, sedangkan dari bentuk dini hingga bentuk lanjut satu tahun hingga beberapa tahun (Djuanda,2001). Bentuk Dini Afek primer. Setelah masa inkubasi 1 sampai 4 minggu atau bisa lebih timbul afek primer (Andrianto dan Sukardi, 1988). Biasanya berupa papulo vesikel kecil, berdiameter 2-3 cm, dalam waktu singkat mudah pecah menjadi erosi. Pada pria biasanya terletak pada daerah glans penis, prepusium, sulkus koronarius. Sedangkan pada wanita terletak pada vulva, vagina atau serviks. Lesi bersifat tidak nyeri, pada umumnya sembuh sendiri dalam waktu singkat tanpa gejala klinik yang menonjol sehingga tidak menarik perhatian dan lolos dari pengamatan. Melalui lesi primer ini kuman penyebab LGV masuk dan menyebar melalui aliran limfe mencapai kelenjar terdekat. Sindrom klinik sekunder terjadi dalam interval waktu antara 1 minggu -4 setelah lesi primer dan biasanya disertai keluhan-keluhan umum (Mulyono, 1986). Sindrom inguinal. Sindrom inguinal merupakan sindrom yang tersering dijumpai karena itu akan diuraikan secara luas. Sindrom tersebut dapat terjadi pada pria, jika afek primernya di genitalia eksterna, umumnya unilateral, kira-kira 80 %. Pada wanita terjadi, jika afek primernya pada genitalia eksterna dan vagina 1/3 bawah. Itulah sebabnya sidrom tersebut lebih sering terdapat pada pria dari pada wanita, karena pada umumnya afek primer pada wanita di tempat yang lebih dalam, yakni di vagina 2/3 atas dan serviks. Jika afek primer pada tempat tersebut, maka yang mengalami peradangan bukan kelenjar inguinal medial, tetapi kelenjar Gerota (Djuanda, 2001). Sindrom inguinal medial dimulai dengan pembesaran kelenjar limfe inguinal disertai rasa nyeri, teraba padat, kemudian berkembang ke arah peradangan perinodal. Terjadi perlekatan antara satu kelenjar dengan yang lain, juga dengan jaringan di bawah kelenjar serta jaringan kulit di atasnya yang tampak ungu kemerahan. Keluhan umum dapat berupa sakit kepala, demam, anoreksia, nausea dan artralgia. Kelenjar limfe iliakal dan femoral dapat juga terkena bersama-sama kelenjar limfe inguinal membentuk sekelompok bubo disebut ettage bubonen. Buboadenitis inguinal yang terletak di atas ligamentum inguinale dan buboadenitis femoral dibawah ligamentum inguinale tampak memanjang dari medial ke lateral, sedang ligamentum inguinal sendiri tetap utuh sehingga timbul celah panjang di antara keduanya dan disebut sign of the groove atau green blatts sign, suatu tanda klinik yang khas.
25

Buboadenitis akan mengalami supurasi multilokular dan bila pecah akan menimbulkan sinus atau fistula multiple. Sindrom inguinal ini umumnya bersifat unilateral, hanya sebagian yang bersifat bilateral. Buboadenitis iliakal pada perut kanan bawah menimbulkan gejala yang mirip apendisitis. Pada wanita buboadenitis inguinal ternyata sangat jarang karena perbedaan aliran limfe dari vulva dan vagina pada umumnya menuju ke kelenjar limfe perirektal Gerota dengan gejala awal nyeri pada pinggang bawah (Mulyono, 1986). Bentuk lanjut Pada pria dapat ditemukan cicatrical inguinal yang dalam derajat berat dapat menimbulkan edema dan elephantiasis tungkai. Pada wanita kelainannya akan lebih parah dari pada pria. Pada pria, sindrom genital biasanya terbatas pada genitalia eksterna sedang pada wanita selain genitalia eksterna juga genitalia interna (Mulyono, 1986).Jika sindrom inguinal tidak diobati, maka terjadi fibrosis pada kelenjar inguinal medial, sehingga aliran getah bening terbendung serta terjadi edema dan elefantiasis. Elefantiasis tersebut dapat bersifat vegetatif, dapat terbentuk fistel-fistel dan ulkusulkus. Pada pria, elephantiasis terdapat di penis dan skrotum, sedangkan pada wanita di labia dan klitoris, disebut estiomen. Jika meluas terbentuk elephantiasis genitoranorekta dan disebut Sindrom Jersild (Djuanda, 2001). Sindrom anorektal. Sindrom tersebut dapat terjadi pada pria homoseksual, yang melakukan senggama secara genitoanal. Pada wanita dapat terjadi dengan dua cara. Pertama, jika senggama dilakukan dengan cara genito-anal. Kedua, jika afek primer terdapat pada vagina 2/3 atas atau serviks, sehingga terjadi penjalaran ke kelenjar perirektal (kelenjar Gerota) yang terletak antara uterus dan rektum (Djuanda, 2001). Penjalaran dari kelenjar Gerota menimbulkan proktitis, ulserasi mukosa rektum, sekret rektum purulen dan bisa berdarah. Lebih lanjut bisa menimbulkan abses perirektal, fistula rektovasikal, rektovaginal dan fistula in ano serta obstruksi usus dan kesulitan defekasi (striktura rekti) (Andrianto dan Sukardi, 1988). Sindrom genital lanjut. Ditandai oleh edema kronik yang dapat menimbulkan indurasi dan hiperplasi labia secara poliploid dengan lobulasi dan papilla. Keadaan ini disebut elephantiasis labiae (esthiomene). Orifisium uretra eksterna tertarik ke bawah akibat
26

prolaps

dinding

ventral

vagina

(visbek

uretrae).

Kadang -kadang

tampak

hipopigmentasi atau hiperpigmentasi kulit pada genitalia eksterna. Ulserasi vagina dapat menembus ke vesika urinaria sehingga timbul fistula vesikovagal. Sindrom anogenital lanjut. Ditandai oleh perubahan-perubahan pada vulvoanal, rektovaginal, dan anosigmoidorektal. Limfangitis dan perilimfangitis kronik pada vulvoanal menimbulkan hiperplasi induratif, pada penekanan oleh kedua paha mengubah elephantiasis tersebut menjadi gepeng dan disebut Buchblatt condyloma. Ulserasi kronik pada rektum atau sigmoidorektum berakhir dengan jaringan parut sehingga terjadi striktur. Ulserasi pada rektum dapat menembus vagina sehingga terjadi fistula rektovagina. Abses perirektal dapat berlanjut menjadi fistula perianal dan bila sfingter ani terkena akan timbul inkontinensia alvi. Akibat striktur pada rektum sering terjadi kolitis ulseratif atau protokolitis (Mulyono, 1986). Sindrom uretral. Sindrom tersebut terjadi, jika terbentuk infiltrat di uretra posterior, yang kemudian menjadi abses, lalu memecah dan menjadi fistel. Akibatnya ialah terjadi striktur hingga orifisium uretra eksternum berubah bentuk seperti mulut ikan dan disebut fish mouth uretra dan penis melengkung seperti pedang Turki (Djuanda, 2001). Pemeriksaan Diagnostik
y

Pemeriksaan darah tepi Pada gambaran darah tepi biasanya leukosit normal, sedangkan LED meninggi. Peninggian ini menunjukkan keaktifan penyakit, jadi tak khas untuk LGV, lebih berarti untuk menilai penyembuhan, jika menyembuh LED akan menurun. Sering terjadi hiperproteinemia berupa peninggian globulin, sedangkan albumin normal atau menurun, sehingga perbandingan albuminglobulin menjadi terbalik. Imunoglobulin yang meninggi ialah IgA dan tetap meninggi selama penyakit masih aktif, sehingga bersama-sama dengan LED menunjukkan keaktifan penyakit (Djuanda, 2001).

Tes Frei Antigen Frei didapat dari penderita LGV yang belum perforasi dengan melakukan pungsi dari abses yang telah masak. Usahakan agar pus tidak tercampur darah (krem kekuningan). Setelah diencerkan 5 kali dengan larutan
27

PZ kemudian dilakukan pasteurisasi. Sebanyak 0,1 ml antigen Frei disuntikkan intradermal sehingga terjadi benjolan kulit sebesar steril sebagai kontrol. Pembacaan dilakukan setelah 48-72 jam. Tes Frei dikatakan positif bila teraba indurasi kemerahan selebar 5 mm atau lebih. Kadang-kadang indurasinya kecil untuk hal ini dapat dibuat ketentuan bahwa bila terdapat eritema selebar 10 mm atau lebih maka dapat dikatakan positif (Prakken cit Mulyono, 1986). Menghilangnya indurasi terjadi setelah 4-5 hari atau dapat bertahan 2-3 minggu. Buboadenitis yang timbulnya 10 hari atau lebih memberikan hasil positif. Bila ternyata negative, dilakukan tes ulangan selang waktu 3-5 hari. Dikatakan bahwa tes Frei akan positif pada saat buboadenitis LGV sudah lebih dari 2 minggu (Moschella dkk cit Mulyono, 1986) atau 5-8 minggu setelah senggama tersangka (Prakken cit Mulyono, 1986) atau 12-14 hari setelah lesi primer muncul (Schachter dan Abraham chit Mulyono, 1986). Perlu diingat bahwa pada orang yang pernah menderita LGV juga memberikan tes Frei positif. Selain itu tes ini kurang spesifik karena akan memberikan reaksi yang paling kuat. Juga tes yang negative tidak berarti menyingkirkan diagnosis LGV, perlu diulangi dengan selang waktu 3-5 hari. 10 mm di daerah volar lengan bawah dan pada lengan yang lain disuntikkan 0,1 ml PZ

Tes fiksasi komplemen Tes tersebut lebih peka dan lebih dapat dipercaya dari pada tes Frei dan lebih cepat menjadi positif yakni setelah sebulan. Tes ini juga memberi reaksi silang dengan penyakit yang segolongan. Tes ini menggunakan EAE antigen dengan titer mencapai 1/16 atau lebih sampai 1/2048. Titer kurang dari 1/16 dianggap negative, sedangkan titer 1/64 atau lebih dianggap diagnostik untuk LGV. Setelah LGV sembuh maka titer akan turun seperti halnya pada VDRL, tetapi pada kasus-kasus LGV yang kronik titer masih tetap tinggi.

Tes presipitasi radioisotop Tes ini sangat sensitive dan spesifik. Titer dapat mencapai 1/2048. Belum ada di Indonesia.

Tes jenis mikroimunofluoresensi

28

Sangat sensitif dan spesifik dengan titer cukup tinggi. Dapat menentukan 15 galur imunotipe termasuk L1-L2-L3 untuk LGV.

Tes dengan biakan Sedikit pus bubo dibiakkan dalam yolk sac embrio ayam. Koloni yang terjadi diambil untuk preparat Giemsa. Perbenihan irradecated Mc coy cell digunakan untuk membedakan subgroup A Chlamydia terhadap subgroup B pittacosis. Koloni sejenis virus tadi diambil dan diwarnai dengan PAS (Periodic Acid Schiff). Pada pemeriksaan dengan mikroskop tampak inklusi yang mengandung glikogen pada subgroup A Chlamydia (Mulyono, 1986).

Penatalaksanaan Dahulu dianggap bahwa sulfa merupakan obat pilihan untuk terapi LGV, tetapi akhir-akhir ini obat tersebut makin berkurang khasiatnya. kotrimoksazol, yaitu kombinasi sulfametoksazol dan trimetoprim dikatakan lebih poten. Satu tablet terdiri atas 400 mg sulfametoksazol dan 80 mg trimetoprim (nama dagang, misalnya: septrin bactrim), dosis sehari 2 x 2 tablet, diberikan terus menerus hingga sembuh.Lama penyembuhan pada sindrom inguinal tergantung pada berat ringannya penyakit. Efek samping sulfa ialah anemia hemolitik, agranulositosis dan methemoglobinemia. Meskipun efek samping tersebut jarang terjadi, sebaiknya diperiksa kadar Hb, jumlah leukosit, dan hitung jenis sebelum pengobatan dimulai dan selanjutnya setiap minggu. Kristaluria sekarang langka dijumpai karena daya larut sulfa yang baru sangat baik. Penggunaan trimetoprim pada ibu hamil tidak dianjurkan, meskipun ada laporan yang menulis bahwa obat tersebut tidak bersifat teratogenik Bila penderita alergi terhadap preparat sulfa atau gagal dengan terapi sulfa atau terdapat infeksi lain seperti sifilis disamping LGV dapat diberikan Tetrasiklin atau Eritromisin dengan dosis 3-4 x 500 mg sehari selama dua minggu. Pada kasuskasus kronik dapat diteruskan sampai 4 minggu atau lebih. Pada sindrom inguinal dianjurkan pula untuk beristirahat di tempat tidur. Pengobatan topikal berupa kompres terbuka jika abses telah memecah, misalnya dengan larutan permanganas kalikus 1/5000. Hal yang penting dikemukakan ialah tentang insisi dan aspirasi. Menurut kepustakaan tindakan tersebut tidak boleh
29

dilakukan karena bekas insisi sukar sembuh, sedangkan bekas aspirasi akan meninggalkan fistel artifisial yang juga sukar sembuh, bahkan ada yang mengatakan insisi akan menyebabkan penyebaran kuman secara hematogen. Ada yang mengatakan pendapat tersebut tidak benar. Jika telah beberapa hari tidak ada perbaikan, hendaknya abses diinsisi. Dengan cara tersebut keluhan penderita akan berkurang dan masa penyembuhan dipercepat. Bekas insisi akan cepat sembuh seperti pada abses karena penyakit lain, asalkan obat terus diberikan (Djuanda, 2001). Pada elefantiasis labia (esthiomene) dapat dilakukan vulvektomi atau labiektomi. Striktura rekti perlu juga dilakukan tindakan dilatasi dengan rektal bougies atau dilatator lainnya. Tindakan kolostomi dilakukan pada keadaan obstruksi rektal yang penuh Terapi pada bentuk lanjut ialah tindakan pembedahan dan kortikosteroid. Pada terapi LGV jangan dilupakan agar mitra seksualnya juga diobati (Djuanda, 2001). Tindakan epidemiologis dan perundang-undangan berupa pemeriksaan dan terapi terhadap pasangan seksual, wajib lapor seperti pada penyakit sifilis (Rassner dan Steinert, 1995).

INFEKSI VIRUS 1. Virus Herpes Simpleks Menyebabkan penyakit menular dengan afinitas pada kulit, mukosa, dan system saraf. HSV-1 : lebih sering menginfeksi orofaring, lesi di wajah, mulut dan bibir HSV-2 : lebih sering menginfeksi daerah genital

Manifestasi klinis
y

Infeksi inisial primer


 Gejala sistemik berupa demam, malaise, nyeri kepala  Gejala lokal berupa papul-papul eritematous kecil dan berkelompok

berkembang menjadi vesikel berisi cairan jernih menjadi ulkus yang nyeri

menjadi pustul

 Pada wanita sering mengenai labia dan mons pubis, sementara pada pria

di glans atau batang penis


 Disuria
30

 Pembentukan krusta dan reepitelisasi lesi (terjadi dalam waktu 2-6

minggu)
 Limfadenopati inguinal bilateral yang nyeri  Jika mengenai serviks sekret vagina dan perdarahan yang intermitten y

Infeksi inisisal non primer Adalah infeksi HSV-2 primer pada orang yang seropositif untuk antibody HSV-1. riwayat infeksi HSV-1 telah dibuktikan dapat menimbulkan imunitas parsial terhadap HSV-2. jadi gejalanya jauh lebih ringan dan lebih singkat disbanding infeksi primer.

Infeksi herpes rekuren


 Gejala lebih ringan dan singkat (5-10 hari)  Terasa gatal dan panas di tempat lesi  Vesikel lebih sedikit dan kecil-kecil  Gejala sistemik biasanya tidak ada

Asimptomatik

Pemeriksaan Diagnostik Pada sebagian besar kasus, dapat didiagnosis secara klinis saat infeksi akuta atua rekuren. Sebelum ditemukannya uji amplifikasi DNA, biakan virus terhadap vesikel atau pustul merupakan baku emas untuk diagnostik. Biakan yang diambil dari lesi yang sudah berkrusta dan infeksi rekuren kurang sensitif, dan sering menyebabkan hasil uji negatif palsu. Amplifikasi DNA merupakan metode yang kebih akurat, spesifik-virus. Uji deteksi antigen dengan EIA atau uji fluorensi langsung. Pemeriksaan antibodi serum kurang bermanfaat karena tidak dapat secara meyakinkan membedakan tipe virus. Karena tingginya frekuensi infeksi asimto matik dan nontipikal maka dianjurkan pemeriksaan penyaring terhadap kelompok beresiko tinggi.

Penatalaksanaan Infeksi HSV tidak dapat disembuhkan, terapi hanya ditujukan untuk mengendalikan gejala. Obat antivirus yang dianjurkan CDC adalah asiklovir, famsiklovir, dan valasiklovir. Obat antivirus harus dimulai sejak awal tanda kekambuhan untuk mengurangi dan mempersingkat gejala. Apabila obat tertunda
31

sampai lesi kulit muncul, maka gejala hanya akan memendek satu hari. Pasien yang mengalami kekambuhan 6 kali atau lebih dalam setahun seyogyanya ditawari terapi supresif setiap hari yang dapat mengurangi frekuensi kekambuhan sebesar 75%.

2. Human papillomavirus Human papillomavirus (HPV) adalah virus dengan jenis lebih dari 100 subtipe dan dapat menyebabkan sejumlah penyakit yang mencakup kutil (atau papillomas) dan kanker ano-genital. Meskipun beberapa tipe HPV bisa menyebabkan kutil biasa pada tangan dan kaki, namun HPV genital ditularkan secara seksual dan dapat menyebabkan kutil di alat kelamin dan di daerah anus baik pada laki laki dan wanita. HPV menyebabkan hampir semua penyakit kanker servikal pada wanita. Virus bisa tertular melalui kontak langsung selama melakukan hubungan seks dengan kutil atau kulit yang terinfeksi virus dari ibu ke bayinya. Terdapat kemungkinan adanya kutil di tangan dan di mulut melalui kontak ketika sedang melakukan pemanasan atau seks oral. Sekitar 50% dari individu yang terinfeksi HPV tidak pernah menderita kutil kelamin, namun tetap saja bisa menularkan virus ke orang lain.

Manifestasi Klinis HPV bisa menyebabkan kutil dengan berbagai karakteristik. Kutil bisa berukuran besar atau kecil, datar atau menonjol, dan bahkan satu atau banyak. Terkadang kutil bahkan tidak terlihat. Tempat yang paling sering ditumbuhi kutil adalah di bagian luar vagina, di penis, dan di sekitar anus. Pada wanita, HPV bisa menyebabkan tumbuhnya kutil di dalam vagina dan juga di serviks. Pada sebagian atau semua kasus, orang yang terinfeksi HPV tidak memiliki kutil apapun. Pencegahan Kesempatan terinfeksi HPV bisa diperkecil dengan menghindari perilaku seksual berisiko. Untuk mengurangi risiko, maka:
y

Menggunakan kondom lateks atau poliuretan selama melakukan hubungan seksual (hal ini bisa mengurangi risiko penularan, namun penularan masih bisa terjadi jika kutil terdapat pada bagian tubuh yang tidak ditutupi kondom) Batasi jumlah pasangan seksual atau kegiatan seksual Anda.

32

Pemeriksaan Diagnosis Banyak orang yang terinfeksi HPV tidak memperlihatkan adanya tanda -tanda infeksi. Meskipun demikian, jika terdapat kutil, dokter dapat mendiagnosis infeksi HPV melalui tampilan karakteristik dan riwayat bagaimana kutil ini tumbuh. Pada wanita, untuk mencari tahu apakah ada kutil pada serviks atau vagina, dokter bisa menggunakan kolposkop, yang merupakan alat seperti mikroskop. Selain itu, hasil Pap smear bisa menunjukkan infeksi HPV. Saat ini terdapat sejumlah tes yang bisa mendeteksi risiko tinggi dari sub-tipe HPV, namun tes ini sangatlah mahal. Jenis tes yang lebih murah saat ini sedang dikembangkan.

Penatalaksanaan Saat ini masih belum ada obat untuk HPV. Sekali individu terinfeksi, ia bisa membawa virus seumur hidupnya, bahkan jika kutil kelamin telah dibersihkan, akan tetapi orang tidak bisa membersihkan virus dari tubuh mereka. Vaksin untuk melawan HPV kini telah dikembangkan namun vaksin ini tidak tersedia dan/atau tidak dapat diusahakan di negara berkembang untuk saat ini. Jika dibiarkan tidak diterapi, beberapa jenis kutil kelamin bisa mengecil. Ada sejumlah terapi yang efektif untuk menghilangkan kutil kelamin. Menurut U.S. Centers for Disease Control and Prevention, tak ada satupun dari terapi berikut yang lebih baik dari yang lainnya, dan mungkin dibutuhkan lebih dari satu jenis terapi untuk dapat menghilangkan kutil secara efektif. Terapi-terapi tersebut mencakup:
y

Podofilox gel, yaitu terapi yang diberikan ke pasien untuk kutil kelamin eksternal. Imiquimod cream, yaitu terapi untuk kutil kelamin eksternal dan kutil perianal. Terapi kimiawi (mencakup asam triklorasetat dan podofilin), yang harus diberikan oleh seorang provider kesehatan terlatih, untuk membasmi kutil. Cryotherapy, yang menggunakan nitrogen cair untuk membekukan kutil. Terapi Laser, yang menggunakan sinar laser untuk membasmi kutil. Electrosurgery, yang menggunakan arus listrik untuk membakar kutil. Operasi, yang bisa memotong kutil dalam satu kali kunjungan saja. Interferon, suatu jenis obat anti virus, yang bisa diinjeksikan secara langsung ke kutil.

y y

y y y y y

33

Bagi perempuan yang terindikasi infeksi HPV sebaiknya menjelaskan hal ini kepada dokter kandungan, karena bisa menularkan ke bayi saat melahirkan dan guna mendapatkan terapi/dosis khusus yang tidak membahayakan janin. Penyuluhan kepada pasien dilakukan mencakup hal berikut :
y

Terapi dapat menghilangkan kutil tetapi tidak menjamin bahwa pasien tidak menular,

Kondom dapat mengurangi terapi tetapi tidak mengeliminasi resiko penurunan HPV karena virus dapat ditemukan di permukaan kulit di sekitar lesi.

Merokok menurunkan fungsi imun dan meningkatkan resiko timbulnya kanker yang dipicu oleh HPV

Gaya hidup pasien yang meningkatkan sistem imun akan menurunkan resiko kanker akibat HPV. (Thomas, 2001)

INFEKSI JAMUR

Kandidiasis Penyakit jamur, yang bersifat akut atau sub akut disebabkan oleh spesies Candida, biasanya oleh spesies candida albicans dan dapat mengenai mulut, vagina, kulit, kuku, bronki atau paru, kadang-kadang dapat menyebabkan septikemia, endokarditis, atau meningitis. Kandidiasis dapat menyerang semua umur, baik laki-laki maupun perempuan. Jamur penyebabnya terdapat pada orang sehat sebagai saprofit

Etiologi Candida albicans yang dapat diisolasi dari kulit, mulut, selaput mukosa vagina, dan feses orang normal. Sebagai penyebab endokarditis kandidosis ialah C.parapsilosis dan penyebab kandidosis septikemia adalah C.tropicalis. Patogenesis Infeksi kandida dapat terjadi, apabila ada faktor predisposisi endogen maupun eksogen.  Faktor Endogen : 1. Perubahan fisiologik a. Kehamilan, karena perubahan pH dalam vagina b. Kegemukan, karena banyak keringat

34

c. Debilitas d. Iatrogenik e. Endokrinopati, gangguan gula darah kulit f. Penyakit kronik : TB, SLE dengan keadaan umum yang buruk 2. Umur : Orang tua dan bayi lebih mudah terkena infeksi karena status imunologiknya tidak sempurna 3. Imunologik : Penyakit genetik  Faktor Eksogen : a. Iklim, panas, dan kelembaban menyebabkan perspirasi meningkat b. Kebersihan kulit c. Kebiasaan berendam kaki dalam air yang terlalu lama menimbulkan maserasi dan memudahkan masuknya jamur d. Kontak dengan penderita, misalnya pd thrush, balanopostitis

Klasifikasi  Kandidiasis Selaput Lendir a) Kandidiasis oral (thrush) b) Perleche c) Vulvovaginitis d) Balanitis atau balanopostitis e) Kandidiasis mukokutan kronik f) Kandidiasis bronkopulmonar dan paru  Kandidiasis Kutis a) Lokalisata : daerah intertriginosa, daerah perianal b) Generalisata c) Paronikia dan onikomikosis d) Kandidiasis kutis granulomatosa  Kandidiasis Sistemik a) Endokarditis b) Meningitis c) Pielonefritis d) Septikemia  Reaksi id (kandidid)

35

Manifestasi Klinis 1. Kandidosis Selaput Lendir a. Thrush : Biasanya mengenai bayi, tampak pseudomembran putih coklat muda kelabu yang menutup lidah, palatum mole, pipi bagian dalam, dan permukaan rongga mulut yang lain. Lesi dapat terpisah pisah dan tampak seperti kepalan susu pada rongga mulut. Bila pseudomembran terlepas dari dasarnyatampak daerah yang basah dan merah. Pada glositis kronik, lidah tampak halus dengan papila yang atrofik atau lesi berwarna putih di tepi atau dibawah permukaan lidah. Bercak putih ini tidak tampak jelas bila penderita sering merokok b. Perleche : Lesi berupa fisur pada sudut mulut; lesi ini mengalami maserasi, erosi, basah, dan dasarnya eritematosa. Faktor predisposisinya ialah defisiensi riboflavin. c. Vulvovaginitis : Biasanya sering trdapat pada px DM karena kadar gula darah dan urin yang tinggi dan pada wanita hamil karena penimbunan glikogen dalam epitel vagina. Keluhan utama ialah gatal di daerah vulva. Pada yang berat terdapat pula rasa panas, nyeri sesudah miksi, dan dispareunia. Pada pemeriksaan yang ringan tampak hiperemia di labia minora, introitus vagina, dan vagina terutama 1/3 bagian bawah. Sering pula terdapat kelainan yang khas ialah bercak-bercak putih kekuningan. Pada kelainan yang berat juga terdapat edema pada labia minora dan ulkus-ulkus yang dangkal pada labia minora dan sekitar introitus vaginal. Fluor albus berwarna kekuningan . Tanda yang khas ialah disertai gumpalan-gumpalan sebagai kepala susu berwarna putih kekuningan. Gumpalan tersebut berasal dari massa yang terkelupas dari dinding vulva atau vagina terdiri atas bahan nekrotik, sel-sel epitel dan jamur. 2. Kandidosis Kutis a) Kandidiasis intertriginosa : lesi di daerah lipatan kulit ketiak, lipat paha, intergluteal, lipat payudara, antara jari tangan atau kaki, glans penis, dan umbilikus, berupa bercak yang berbatas tegas, bersisik, basah, dan eritematosa. Lesi tersebut dikelilingi oleh satelit berupa vesikel dan pustul kecil atau bula yang bila pecah meninggalkan daerah yang erosif, dengan pinggir yang kasar dan berkembang seperti lesi primer. b) Kandidiasis perianal : Lesi berupa maserasi seperti infeksi dermatofit tipe basah. Penyakit ini menimbulkan pruritus ani.
36

c) Kandidiasis kutis generalisata : Lesi terdapat pada glabrous skin (kulit tidak berambut), biasanya juga di lipat payudara, intergluteal dan umbilikus. Sering disertai glositis, stomatitis dan paronikia. 3. Balanitis atau balanopostitis : Pelviks mendapat infeksi dari kontak seksual dengan wanitanya yang menderita vulvovaginitis, lesi berupa erosi, pustula dengan dinding yang tipis, terdapat pada glans penis dan sulkus koronarius glandis. 4. Kandidiasis Mukokutan Kronik : Penyakit ini timbul karena adanya kekurangan fungsi leukosit atau sistem hormonal, biasanya terdapat pada penderita dengan bermacammacam defisiensi yang bersifat genetik, umumnya terlihat pada anak-anak. Gambaran klinisnya mirip penderita dengan defek poliendokrin. 5. Paronikia dan Onikomikosis : Diderita oleh orang-orang yang pekerjaanya berhubungan dengan air, bentuk ini tersering didapat. Lesi berupa kemerahan, pembengkakan yang tidak bernanah, kuku menjadi tebal, mengeras dan berlekuk lekuk, kadang berwarna kecoklatan, tidak rapuh tetap berkilat dan tidak terdapat sisa jaringan di bawah kuku seperti pada tinea unguium. 6. Diaper rash : Sering terdapat pada bayi yang popoknya selalu basah dan jarang diganti yang dapat menimbulkan dermatitis iritan, juga sering diderita neonatus sebagai gejala sisa dermatitis oral dan perianal. 7. Kandidiasis granulomatosa : Sering menyerang anak-anak, lesi berupa papul kemerahan tertutup krusta tebal berwarna kuning kecoklatan dan melekat erat pada dasarnya. Krusta dapat menimbul seperti tanduk sepanjang 2 cm, lokalisasinya sering terdapat di muka, kepala, badan, tungkai, dan farings. 8. Kandidosis Sistemik : a. Endokarditis : Sering pada px morfinis sebagai akibat komplikasi penyuntikan yang dilakukan sendiri, juga dapat diderita oleh px sesudah operasi jantung. b. Meningitis : Karena penyebaran hematogen jamur, gejalanya sama dengan meningitis TB, atau karena bakteri lain. c. Reaksi id (kandidid) : Karena adanya metabolit kandida, klinisnya berupa vesikel-vesikel yang bergerombol, terdapat pada sela jari tangan atau bagian badan yang lain mirip dermatofitid. Di tempat tersebut tidak ada elemen jamur. Bila lesi kandidiasis diobati, kandidid akan menyembuh. Jika dilakukan uji kulit dengan kandidin (Ag kandida) membei hasil positif.

37

Pemeriksaan Diagnostik  Pemeriksaan langsung : Kerokan kulit atau usapan mukokutan diperiksa dengan larutan KOH 10% atau dengan pewarnaan gram, terlihat sel ragi, blastospora, atau hifa semu (pseudohifa).  Pemeriksaan biakan : Ditanam dalam agar dekstrosa glukosa Saboraud, dapat pula agar dibubuhi antibiotik (kloramfenikol) untuk mencegah pertumbuhan bakteri. Perbenihan dismpan dalam suhu kamar atau 37o C, koloni tumbuh setelah 24-48 jam berupa yeast like colony. Identifikasi kandida albicans dilakukan dengan membiakkan tumbuhan tersebut pada commeal agar.

Penatalaksanaan
y y

Menghindari atau menghilangkan faktor predisposisi. Topikal : a. Larutan ungu genthion -1% untuk selaput lendir, 1-2% untuk kulit, dioleskan sehari 2 kali selama 3 hari. b. Nistatin : krim salep, emulsi c. Amfoterisin B d. Grup azol : mikonazol 2% berupa krim atau bedak, klotrimazol 1% berupa bedak, larutan dan krim. e. Tiokonazol, bufonazol, isokonazol f. Siklopiroksolamin 1% larutan krim g. Antimikotik yang lain yang berspektrum luas

Sistemik : a. tablet nistatin untuk menghilangkan infeksi lokal dalam saluran cerna, obat ini tidak diserap oleh usus. b. Amfoterisin B diberikan IV untuk kandidosis sistemik. c. Kandidiasis vaginalis dapt diberi kotrimazol 500mg pervaginam dosis tunggal, sistemik dapat diberikan ketokonazol 2x200mg selama 5 hari atau dengan itrakonazol 2x200mg dosis tunggal atau dengan flukonazol 150mg dosis tunggal. d. Itrakonazol : Bila dipakai untuk kandidosis vulvovaginitis dosis untuk orang dewasa 2x100mg sehari, selama 3 hari.

38

INFEKSI PARASIT Trikomoniasis Trikomoniasis merupakan infeksi yang disebabkan oleh parasit Trichomonas.Genus Trichomonas yang merupakan parasit pada manusia :
y y y

Trichomonas hominis GIT Trichomonas tenax rongga mulut Trichomonas vaginalis UGT

Epidemiologi Jumlah penderita wanita > pria Wanita usia 20-44 th > remaja dan lansia Cara Penularan : 1. Secara langsung melalui hub. seksual 2. Secara tidak langsung : alat-alat mandi dan tempat duduk toilet 3. Melalui jalan lahir pada neonatus

Patologi
y y

Masa inkubasi : 4-28 hari Pada wanita : terjadi reaksi radang dan erosi pada mukosa vagina terjadi degenerasi dan deskuamasi sel-sel epitel infiltrasi sel-sel radang : limfosit, netrofil dan sel plasma vagina mengeluarkan sekret yang mengandung lekosit, sel epitel dan Trichomonas vaginalis, sekret tsb menutupi mukosa vagina dan cervix serta banyak berkumpul di fornix post.

Pemeriksaan in spekulo : Mukosa tampak hiperemi disertai peteki

Pada infeksi lanjut : Terjadi granulasi dan nekrosis

Manifestasi Klinis Pada Wanita : 1. Leukorrhea/ fluor albus/ keputihan


39

Sekret seropurulen, putih kekuningan atau kehijauan, berbuih, bau tidak enak 2. 3. 4. Pruritus vagina dan vulva Rasa gatal dan panas di daerah vagina dan vulva Disuria Nyeri saat kencing, bila terjadi uretritis Dispareunia Nyeri saat hubungan seksual Gejala- gejala tersebut bisa bertambah dan mengalami eksaserbasi setelah menstruasi. Pada laki-laki : 1. Infeksi sering berjalan laten dan tidak timbul gejala. 2. Dapat menyebabkan uretritis, prostatitis, dan prostatovesikulitis

Pemeriksaan Diagnostik
y

Pemeriksaan trikomonad dalam sediaan basah salin pada pemeriksaan mikroskopik sekret

y y

Pap smear Biakan

Penatalaksanaan Prinsip terapi : 1. Pasangan seks juga harus diterapi untuk menghindar fenomena ping-pong . 2. Memperhatikan fokus-fokus infeksi di luar vagina (kelenjar Bartholini dan uretra) dengan memberikan terapi per oral dan lokal. Farmakologi : Metronidazole Dosis : wanita 3x250 mg p.o selama 10 hr 2 gr dosis tunggal 500 mg vag. supp. 10 hr laki-laki 2x250 mg p.o 10 hari 2 gr dosis tunggal Obat-obat lain : Tinidazole, Seknidazole, Nimorazole, Ornidazole

40

Pencegahan 1. Menjaga hygiene seksual,yaitu tidak berganti-ganti pasangan seks dan menghindari berhubungan dengan sumber infeksi. 2. Penderita dan pasangan diobati dengan tuntas 3. Menjaga hygiene alat mandi dan toilet 4. Tidak melakukan hub. seks bebas

KOMPLIKASI Pada perempuan dapat menyebabkan kehamilan diluar kandungan, kemandulan, kanker leher rahim, meningkatkan resiko HIV, kelainan pada janin (BBLR, infeksi bawaan sejak lahir, bayi lahir mati dan bayi lahir belum cukup umur)

PENCEGAHAN UMUM INFEKSI MENULAR SEKSUAL


y y

Mencegah infeksi baru dengan memutus jalur penularannya ISR endogen dapat dicegah melalui peningkatan kebersihan individu, peningkatan akses pada pelayanan kesehatan yang bermutu, promosi, mencari pengobatan ke pelayanan kesehatan

ISR iatrogenik dapat dicegah melalui sterilisasi peralatan medis yang digunakan, skrining atau pengobatan terhadap ISR sebelum melaksanakan prosedur medis.

PMS dapat dicegah dengan menghindari hubungan seksual atau dengan melakukan hubungan seksual yang aman (monogami dan penggunaan kondom yang benar dan konsisten

41

PATOFISIOLOGI (Gonore)

Neisseria Gonorhoe Kontak seksual (Anus, orogenital, genital) mukosa rektum (Saluran anus) Faring Urethra, endoserviks konjungtiva (neonates)

Inflamasi Infeksi meivas (Prostat, vasdeferens, vesikula seminalis, epididimis dan testis) (Kelenjar skene, bartholini, endometrium, tuba falopii, ovarium) Gonorhoe kurang pengetahuan

Disuria

Ansietas

Berhubungan seksual 4x

seminggu tanpa pelindung Gangguan eliminasivaginal/kondom

Resiko penularan

42

ASUHAN KEPERAWATAN I. PENGKAJIAN A. Anamnesa 1. Identitas Klien Nama Usia : Tn. F : 33 tahun

2. Keluhan Utama : Klien mengatakan adanya keluaran purulent dari uretra dan disuria selama 3 hari. P = Tanyakan penyebab terjadinya infeksi ? Q = Tanyakan bagaimana gambaran rasa nyeri tersebut. R = Tanyakan pada daerah mana yang sakit, apakah menjalar? S = Kaji skala nyeri untuk dirasakan. T = Sejak 3 hari yang lalu 3. Riwayat Kesehatan Sekarang : Klien datang ke poliklinik kulit dan kelamin melaporkan adanya keluaran purulent dari uretra dan disuria selama 3 hari. Hasil pemeriksaan fisik : TD 100/70 mmHg, Nadi 70x/menit, RR 20x/menit, T 37,2 0C. Pemeriksaan paru jantung dan muskuloskeletal dan abdominal dalam batas normal. Pada pemeriksaan genitalia tampak kemerahan pada meatus uretra, dengan keluaran purulent tanpa lesi atau limfadenopati. 4. Riwayat Kesehatan Dahulu : Tanyakan apakah klien pernah menderita penyakit berat pada organ reproduksinya. 5. Riwayat Kesehatan Keluarga : Tanyakan pada klien apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit yang sama seperti yang dideritasekarang, apakah ada penyakit menurun pada keluarga klien. 6. Riwayat Perkawinan : Klien mengatakan 2 bulan yang lalu baru menikah dengan Ny. S. 7. Riwayat Seksual : Hubungan seksual klien dengan Ny. S dilakukan 4 x seminggu dan tidak menggunakan alat pelindung vaginal/kondom, dan tidk melakukan oral atau rectal seks. Terakhir berhubungan seksual dengan istrinya tersebut tidak merasakan gejala atau keluhan. Seminggu yang lalu
43

Tn F berkenalan dengan Nn. G dan mereka melakukan hubungan seksual dan melakukan oral seks. 8. Pemeriksaan Fisik a) TTV :
y y y y

TD 100/70 mmHg Nadi 70x/menit RR 20x/menit T 37,2 0C

b) Pada pemeriksaan genitalia tampak kemerahan pada meatus uretra, dengan keluaran purulent tanpa lesi atau limfadenopati. c) Pengkajian Persistem
y

Sistem Integumen Biasanya terjadi inflamasi jaringan sekitar uretra, genital lesions dan skin rashes.

Sistem Kardiovaskuler Kaji apakah bunyi jantung normal / mengalami gangguan.

Sistem Pernafasan Amati pola pernafasan. Auskultasi paru-paru Kaji faring, apakah ada peradangan / otak.

Sistem Penginderaan Kaji konjungtiva, apakah ada peradangan / tidak.

Sistem Pencernaan Kaji mulut dan tenggorokan termasuk toksil. Apakah terdapat diare / tidak.

Sistem Perkemihan Adanya pengeluaran purulent dari uretra dan disuria.

Sistem Muskuluskeletal Dalam batas normal

Anus Biasanya pasien mengalami inflamasi jaringan akibat infeksi.

44

9. Pemenuhan Kebutuhan Sehari-hari


y

Kebutuhan Nutrisi Kaji intak dan out put nutrisi dan cairan.(biasanya kebutuhan nutrisi tidak terganggu). Kebutuhan Eliminasi Kaji frekuensi, warna, dan bau urin (isak).

Kebutuhan Alvi Kaji warna, konsistensi, dan bau.

Kebutuhan Aktivitas Klien biasanya aktivitasnya tidak terganggu.

Kebutuhan Kebersihan diri Kaji berapa kali mandi, gosok gigi, mencuci rambut dan memotong kuku. Klien dengan Gonore harus selalu menjaga kebersihan dan kesehatan diri.

10. Pengkajian Psikososial dan Spiritual


y

Psikologis ketakutan.

: Biasanya klien merasa gelisah dan distress adanya

Sosial

: Biasanya klien merasa kesepian dan takut di tolak

dalam pergaulan.
y

Spiritual

: Bagaimana ibadah klien selama sakit

11. Pemeriksaan Diagnostik a. Sediaan langsung dengan pewarnaan gram intrasel dan ekstrasel. b. Kultur (biakan) 1. Media transpor (media stuart dan media transgraw). 2. Media pertumbuhan (Media Thayer-Martin, modifikasi Thayer Martin dan agar Coklat Mc Leod). c. Tes definitif. 1. Tes Oksidasi gram gonokok negatif,

45

Reagen

oksidasi

yang

mengandung

larutran

tetrametil-p-

fenilendiamin hidroklorida 1% ditambahkan pada gonokok. Semua Neisseria member hasil positif dengan perubahan warna koloni yang semula bening berubah menjadi merah muda sampai merah lembayung. 2. Tes Fermentasi. Tes oksidasi positif dilanjutkan dengan tes fermentasi memakai glukosa, maltose, dan sukrosa. Kuman gonokok hanya meragikan glukosa. d. Tes beta laktamase Dengan menggunakan cefinase TM disc. BBL 961192 yang mengandung chromogenic cephalosporin, akan menyebabkan perubahan warna dari kuning menjadi merah apabila kuman mengandung enzim beta laktamase. e. Tes Thomson. Berguna untuk mengetahui sampai mana infeksi berlangsung. Syarat tes Thomson: Sebaiknya dilakukan setelah bangun pagi Urin dibagi dalam dua gelas Tidak boleh menahan kencing dari gelas I ke gelas II

Syarat mutlak ialah kandung kencing harus mengandung air seni paling sedikit 80-100 ml, jika air seni kurang dari 80 ml, maka gelas II sukar dinilai karena baru menguras uretra anterior.

II.

ANALISA DATA NO 1 DO : DS : mengatakan selama 3 hari DO : DS : Tn DATA Neisseria Klien seksual disuria gonore eliminasi Neisseria F seksual gonorhoe inflamasi kontak Resiko penularan infeksi ETIOLOGI gonorhoe inflamasi disuria infeksi gangguan MASALAH kontak Perubahan eliminasi pola

46

berhubungan seksual gonore dengan seminggu menggunakan pelindung vaginal/kondom istri 4x tanpa istri 4x

kurang pengetahuan seminggu alat tanpa resiko

berhubungan seksual dengan pelindung

alat menggunakan vaginal/kondom penularan

III.

DIAGNOSA KEPERAWATAN 1. Perubahan pola eliminasi b.d proses inflamasi d.d disuria 2. Resiko penularan b.d kurang pengetahuan tentang sifat menular dari penyakit d.d Tn F berhubungan seksual dengan istri 4x seminggu tanpa menggunakan alat pelindung vaginal/kondom

IV.

INTERVENSI NO 1 DIAGNOSA Perubahan pola eliminasi d.d disuria b.d proses inflamasi TUJUAN Setelah dilakukan tindakan keperawatan, - Urin akan menjadi kontinens - Eliminasi urin tidak akan terganggu: bau, jumlah, warna urin dalam rentang b) Rujuk pada ahli urologi bila penyebab akut ditemukan INTERVENSI a) Pantau eliminasi urin meliputi: frekuensi, konsistensi, bau, volume, dan warna dengan tepat RASIONAL a) Karakteristik urin menjadi indikator perkembangan pengaruh proses inflamasi pada ureter b) Membantu pemberian asuhan tepat yang dapat

47

yang diharapkan dan pengeluara n urin tanpa disertai nyeri 2 Resiko penularan kurang pengetahuan tentang menular Dapat b.d meminimalkan terjadinya penularan pada dari orang lain sifat penyakit a) Jelaskan pada klien tentang: - Bahaya penyakit menular - Pentingnya mematuhi pengobatan yang diberikan - Jelaskan cara penularan PMS dan perlunya untuk setia pada pasangan - Hindari hubungan seksual sebelum sembuh dan memakai kondom jika tidak dapat a) Meningkatkan pengetahuan dan kesadaran diri tentang penyakit yang di deritanya klien

penyakit d.d Tn F berhubungan seksual dengan istri menggunakan alat pelindung vaginal/kondom 4x seminggu tanpa

48

menghindarin ya. b) Buang jarum dan benda tajam pada wadah tahan tembus yang di letakkan pada area penggunaan. b) Mencegah tertusuk jarum secara tidak sengaja dengan peralatan yang terkontaminasi

49

DAFTAR PUSTAKA

Bobak, lowdermilk.2004.Buku Ajar Keperawatan Maternitas.Jakarta : EGC Cotran, Kumar.2007. Buku Ajar Patologi Edisi 7 Vol.2. Jakarta : EGC Gould, Dinah & Brooker Christine. 2003. Mikrobiologi Terapan untuk Perawat. Jakarta : EGC Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia. 2002. Infeksi Saluran Reproduksi : Masalah Dunia. http://www.pdpersi.co.id/?show=detailnews&kode=1372&tbl=cakrawala(diakses tanggal 11 Mei 2011) Vietha. 2009. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gonorhea. http://viethanurse.wordpress.com/2009/02/27/asuhan-keperawatan-klien-dengangonorrhea/ (diakses tanggal 11 Mei 2011) www.scribd.com

50

Anda mungkin juga menyukai