Anda di halaman 1dari 5

BAB I.

PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang Minyak goreng merupakan salah satu kebutuhan pokok yang digunakan

sehari-hari dan penggunaannya berkaitan dengan kesehatan tubuh. Kurangnya pengetahuan tentang penggunaan minyak goreng yang baik menyebabkan masyarakat menggunakannya secara tidak tepat. Pada kehidupan sehari-hari, seringkali kita temukan penggunaan minyak goreng yang terlalu lama atau penggunaan minyak goreng yang telah dipakai berulang kali dan dalam penggunaan minyak goreng tersebut, masyarakat awam tidak mengetahui tentang parameter bilangan peroksida yang sesuai dengan ketentuan SNI (bilangan peroksida 12,5 (meq/kg)). Penggunaan minyak goreng yang terlalu lama dan berulang kali ini juga menyebabkan perubahan sifat fisika dan kimia pada minyak goreng tersebut. Perubahan sifat fisika dan kimia ini tentu saja berpengaruh terhadap nilai gizi yang terkandung di dalam minyak goreng itu sendiri, dan secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi sistem kesehatan tubuh kita yang mengkonsumsi minyak goreng tersebut. Menurut beberapa penelitian, penggunaan minyak berulang kali dapat mempengaruhi kesehatan konsumen. Efek yang paling ringan adalah timbulnya rasa gatal pada tenggorokan akibat terbentuknya akrolein (Ketaren, 2005). Hasil penelitian pada tikus wistar yang diberi pakan mengandung minyak goreng bekas yang sudah tidak layak pakai terjadi kerusakan pada sel hepar (liver), jantung, pembuluh darah maupun ginjal (Rukmini, 2007). Pengulangan penggorengan pada minyak goreng akan menyebabkan terbentuknya asam lemak trans. Asam lemak trans (elaidat) baru terbentuk setelah proses menggoreng (deep frying) setelah penggulangan ke-2, dan kadarnya akan semakin meningkat sejalan dengan pengulangan penggunaan minyak. Asam lemak trans dapat meningkatkan kolesterol low density lipoprotein (K-LDL) dan menurunkan kolesterol high density lipoprotein (K-HDL), akibatnya akan menyebabkan dislipidemia dan arterosklerosis yang ditandai dengan adanya 1

timbunan atau endapan lemak pada pembuluh darah. Timbunan lemak ini akan menyumbat aliran darah pada beberapa bagian tubuh seperti jantung dan otak. Bila penyumbatan terjadi di jantung akan menyebabkan jantung koroner dan bila penyumbatan terjadi di otak akan menyebabkan stroke. (Ketaren, 2005) Suhu dan lama pemanasan minyak terputus (dipanaskan-didinginkandipanaskan) juga dapat mempengaruhi kualitas minyak goreng. Penggorengan pada suhu 200 0C menimbulkan kerusakan asam lemak tak jenuh pada minyak. (Ayu, 2009). Minyak yang dipanaskan pada suhu 100 0C atau lebih, menyebabkan asam lemak jenuh teroksidasi dan minyak yang telah teroksidasi akan membentuk hidroperoksida, yang selanjutnya akan terurai menjadi aldehida dan keton yang menyebabkan minyak berbau tengik (Widayat et al, 2006). Pemanasan minyak terputus selama beberapa hari menyebabkan destruksi semakin cepat karena dekomposisi terjadi saat minyak dipanaskan kembali setelah didinginkan (Ayu, 2009). Kadar hidroperoksida dalam minyak dapat diketahui melalui pengukuran bilangan peroksida. Salah satu penentuan bilangan peroksida dapat dilakukan dengan metode titrasi iodometri secara tidak langsung (Oette et al, 1963; Phiri et al, 2006). Penentuan dengan menggunakan metode ini tentu tidak efektif, serta memerlukan waktu yang tidak singkat. Maka dari itu untuk mengatasi permasalahan tersebut dikembangkan sebuah metode/alat deteksi ketengikan minyak secara sederhana, cepat dan sensitif sehingga dapat digunakan dengan mudah oleh semua orang tanpa bantuan tenaga profesional untuk menentukan level ketengikan minyak dan mampu mendeteksi adanya proses oksidasi yang terjadi dalam minyak goreng. Prussian Blue merupakan senyawa kompleks kalium ferosianida dengan rumus molekul berbentuk oktahedral diagmanetik. Senyawa ini akan terbentuk dari proses reduksi kompleks ferisianida ketika bereaksi dengan antioksidan Minyak goreng yang memiliki aktivitas antioksidan tinggi akan mampu merubah warna hijau dari kompleks ferisianida menjadi biru dan sebaliknya, minyak goreng yang memiliki aktivitas antioksidan rendah tidak akan merubah warna dari kompleks ferisianida, sehingga warnanya kan tetap hijau. ( Berker et al., 2009).

Maka bila diamati dari fakta tersebut, Prussian Blue mendeteksi adanya proses oksidasi dalam minyak goreng.

diharapkan

mampu

Vitamin E atau yang disebut dengan tokoferol merupakan salah satu bahan alami yang digunakan sebagai antioksidan. Pada minyak goreng, kandungan vitamin E sangat tinggi. Senyawa ini berperan untuk mengawetkan dan memperlambat reaksi oksidasi yang terjadi pada minyak goreng. Pada penelitian ini vitamin E digunakan sebagai standar antioksidan yang akan direaksikan dengan kompleks ferisianida. Sensor tersebut dibuat dengan mengimmobilisasikan kompleks kalium ferisianida pada agar yang selanjutnya akan dicetak pada lubang blister yang kemudian direaksikan dengan standar vitamin E dan sampel minyak goreng . Dari reaksi antara reagen dan antioksidan tersebut akan dihasilkan gradasi warna. Dimana dari gradasi warna tersebut akan ditentukan status antioksidan yang terdapat dalam sampel minyak goreng . Aktivitas antioksidan sampel dihitung dengan memasukkan nilai rata-rata mean RGB (y) ke persamaan garis kurva hubungan antara konsentrasi vitamin E dengan rata-rata mean RGB. Aktivitas antioksidan minyak goreng dinyatakan dengan % b/b (gram tocopherol/gram minyak goreng). 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah yang diperoleh adalah sebagai berikut: 1. Bagaimanakah fabrikasi sensor antioksidan berbasis Prussian Blue?
2. Bagaimanakah

kondisi optimal (volume blister, konsentrasi agar

komposisi agar dan reagen) sensor antioksidan berbasis Prussian Blue pada standar Vitamin E? 3. Bagaimanakah karakteristik analisis sensor antioksidan terhadap vitamin E standar meliputi waktu respon, batas deteksi dan batas kuantitasi, linieritas, presisi, akurasi dan interferensi? 4. Bagaimanakah korelasi antara aktivitas antioksidan dengan bilangan peroksida minyak?

5. Bagaimanakah aplikasi sensor antioksidan tersebut pada penentuan

kualitas minyak goreng yang ada di pasaran? 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui fabrikasi sensor antioksidan berbasis Prussian Blue. 2. Untuk menentukan kondisi optimal (volume blister, konsentrasi agar

komposisi agar dan reagen) sensor antioksidan Prussian Blue berbasis agar pada standar Vitamin E.
3. Untuk menentukan karakteristik analisis sensor antioksidan terhadap

standar vitamin E yang meliputi waktu respon, batas deteksi dan batas kuantitasi, linieritas, presisi, akurasi dan interferensi.
4. Untuk mengetahui aplikasi sensor antioksidan pada penentuan kualitas

minyak goreng yang ada di pasaran. 1.4 Manfaat Penelitian goreng tersebut bisa digunakan sebelum terjadi ketengikan. 2. Memberikan alternatif kepada masyarakat luas untuk melakukan kontrol kualitas minyak dengan teknik yang sederhana, cepat dan akurat. 3. Penelitian diharapkan dapat digunakan sebagai dasar penelitian lebih lanjut. 1.5 Batasan Masalah Batasan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Penentuan

1. Untuk memprediksi kapan minyak goreng akan tengik sehingga minyak

aktivitas

antioksidan

dinyatakan

dalam%

b/b

(gram

tocopherol/gram minyak goreng). 2. Ekstrak sampel yang digunakan merupakan fase etanol hasil ekstrasi minyak goreng dalam etanol p.a

3.

Proses oksidasi pada minyak goreng disebabkan karena pemanasan pada suhu tinggi.

Anda mungkin juga menyukai