Anda di halaman 1dari 12

Artikel Ilmiah

Biokimia Tanaman

UJI FISIKOKIMIA MINYAK TANAMAN

Nama : Muhammad Agung Wardiman


Nim : G011181091
Kelas : Biokimia Tanaman F
Kelompok :9
Nama Asisten : 1. Nini Ahyani
2. Syahridah Ahmad

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI


DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2019
UJI FISIKOKIMIA MINYAK TANAMAN

Muhammad Agung Wardiman, G111 81 091


Universitas Hasanuddin
Makassar

Abstrak
Sifat fisikokimia lemak dan minyak berbeda satu sama lain, tergantung
pada sumbernya. Secara umum, bentuk trigliserida lemak dan minyak sama tetapi
wujudnya berbeda. Minyak merupakan ester dari gliserol dan asam lemak yang
tersusun atas campuran sebagian besar triasilgliserol dan sebagian kecil senyawa
pengotor. Pengujian fisiokimia minyak tanaman bertujuan untuk mengetahui sifat
asam-basa minyak kelapa. Bahan indikator adalah kertas lakmus merah dan biru
serta indicator universal, sedangkan alat-alat yang digunakan yaitu pinset dan
cawan petridis. Metodologi uji fisikokimia minyak tanaman dilakukan dengan
langkah meliputi menyiapkan alat dan bahan, menuangkan sedikit minyak kelapa
pada cawan petri, kemudian melakukan pengujian dengan kertas lakmus selama
30 detik lalu mengamati perubahan warna yang terjadi, lalu mengulang percobaan
yang sama dengan menggunakan minyak tengik, terakhir mencatat perubahan
warna yang terjadi pada tabel pengamatan. Hasil uji menunjukkan minyak kelapa
memiliki pH 6, sedangkan minyak kelapa tengik memiliki pH 5. Minyak murni
umumnya bersifat netral, sedangkan minyak tengik bersifat asam. Ketengikan
pada minyak terjadi karena minyak mengalami hidrolisis dan oksidasi
menghasilkan aldehida, keton, dan asam-asam lemak bebas.
Kata kunci: Minyak, Lemak, Tengik, Tingkat keasaman.

Abstract
The physicochemical properties of fats and oils differ from each other,
depending on the source. In general, the forms of fat and oil triglycerides are the
same but their forms are different. Fat and oil can experience rancidity. Oil is an
ester of glycerol and fatty acids composed of the largest mixture of triacylglycerol
and most of the impurities composition. Test the physiochemistry of plant oil to
determine the acid-base properties of coconut oil. The indicator material is red
and blue litmus paper and universal indicators, while the tools used are pinet and
petridis dishes. The physicochemical test method of plant oil is carried out by
steps issued by tools and materials, pouring a little oil on a petri dish, then testing
with litmus paper for 30 seconds then correcting the changes made, then trying
using rancid oil, then contacting the change color that occurs in the observation
table. The test results show coconut oil has a pH of 6, while rancid coconut oil
has a pH of 5. Pure oil is generally neutral, while rancid oil is acidic. The
rancidity of the oil produced because the oil produces hydrolysis and oxidation
produces aldehydes, ketones, and free fatty acids.
Keywords: Oil, Fat, Rancid, Acidity.
Pendahuluan
Produk pangan bersifat mudah rusak disebabkan oleh berbagai faktor, baik
kimiawi, fisik maupun mikrobiologis yang akan menurunkan mutu dari produk
pangan tersebut. Ketengikan (rancidity) merupakan kerusakan atau perubahan bau
dan rasa dalam lemak atau bahan pangan berlemak. Ketengikan mempengaruhi
kualitas produk pangan sehingga menyebabkan konsumen menolak produk
tersebut dan juga dapat membahayakan kesehatan. Sebagai salah satu produk
pangan berlemak kacang rentan terhadap ketengikan selama penyimpanan.
Adanya oksigen, cahaya, kelembaban, dan suhu tinggi, oksidasi asam lemak dapat
terjadi yang mengakibatkan perubahan rasa dan penurunan kualitas kacang (Dewi
Maya, dkk., 2012).
Minyak goreng banyak dimanfaatkan oleh masyarakat karena minyak
goreng mampu menghantarkan panas, memberikan cita rasa (gurih), tekstur
(renyah), warna (coklat), dan mampu meningkatkan nilai gizi (Aladedunye dan
Przybylski, 2009). Pemanasan minyak secara berulang dapat meningkatkan asam
lemak, selain meningkatan asam lemak, pemanasan berulang akan membentuk
asam lemak trans di dalam minyak (Fan et al., 2013). Penggunaan minyak yang
berulang-ulang dengan pemanasan tinggi beserta kontak oksigen akan
mengakibatkan minyak mengalami kenaikan asam lemak bebas. Peningkatan
asam lemak bebas dalam tubuh akan mengakibatkan peningkatan inflamation
systemic yang ditandai dengan munculnya interleukin-6 dan protein C-reaktif
yang berdampak pada gagal jantung dan kematian mendadak (Ibnu Malkan et al.,
2015).
Terdapat beberapa hasil penelitian tentang perubahan mutu pada minyak
goreng dan produk selama penyimpanan, antara lain penelitian yang menunjukkan
lamanya pemanasan minyak akan mempercepat destruksi minyak akibatnya
bilangan peroksida menjadi meningkat (Oktaviani, 2010). Semakin lama minyak
goreng mengalami pemanasan maka semakin tinggi tingkat kerusakan minyak.
Selama menggoreng, minyak mengalam i degradasi dari oksidasi termal untuk
membentuk dekomposisi volatile dan non-volatile produk. Perubahan kimia
minyak goreng juga mengakibatkan perubahan kualitas makanan yang digoreng.
Komposisi asam lemak dari minyak goreng adalah faktor penting yang
mempengaruhi rasa makanan yang digoreng. Akibatnya, kualitas minyak goreng
ini penting karena minyak goreng diserap produk selama digoreng. Selain itu,
frekuensi penggorengan minyak mempunyai pengaruh terhadap angka peroksida
(indikator ketengikan) minyak kelapa sawit sisa pakai (Dewi Maya, dkk., 2012).
Pemanasan minyak goreng dengan suhu tinggi dan digunakan secara
berulang akan mengakibatkan minyak mengalami kerusakan karena adanya
oksidasi yang mampu menghasilkan senyawa aldehida, keton, serta senyawa
aromatis yang mempunyai bau tengik. Selain itu mengakibatkan polimerasi asam
lemak tidak jenuh sehingga komposisi medium minyak berubah (Ibnu Malkan et
al., 2015).
Menurut Maria Tjokro (2011), yang telah merangkum hasil penelitian dari
beberapa peneliti dunia dan menyebutkan bahwa tumbuhan rosemary dan sage
memiliki antioksidan efektif untuk memperlambat kerusakan oksidatif pada lemak
babi, begitu pula antioksidan dari tumbuhan thyme, oregano, pala, bunga pala dan
kunyit, sehingga ketengikan pada minyak dapat dihambat. Sementara cengkeh
memiliki aktivitas antioksidan paling tinggi didalam emulsi minyak dalam air
dibanding kunyit, bunga pala, rosemary, pala, jahe, oregano, dan sage. Tumbuhan
laut yang diketahui mempunyai senyawa antioksidan adalah Gelidiopsis sp.

Tujuan
Praktikum uji fisikokimia minyak tanaman ini bertujuan untuk mengetahui
sifat asam-basa minyak kelapa.

Metode
Praktikum ini dilaksanakan di Laboratorium Ekofisiologi dan Nutrisi
Tumbuhan, Fakultas Pertanian, Universitas Hasanuddin, Makassar, pada hari
Rabu, 13 Februari 2019 pukul 08.00 WITA sampai selesai. Alat yang digunakan
pada praktikum ini ialah pH indikator, cawan petri dan pinset. Bahan yang
digunakan ialah minyak kelapa, minyak kelapa tengik dan kertas lakmus merah
atau biru. Kegiatan praktikum uji fisiokimia tanaman dilakukan dengan langkah
metodologis yang meliputi penyiapan alat dan bahan, pengamatan sifat dan
pengukuran tingkat keasaman zat uji. Langkah identifikasi sifat pada zat uji
dilakukan dengan penggunaan ketras lakmus merah dan biru untuk mengetahui
larutan bersifat asam, basa, atau netral. Larutan yang bersifat Asam, akan
mengubah lakmus biru menjadi merah, dan kertas lakmus merah tetap merah.
Larutan yang bersifat basa, akan mengubah lakmus merah menjadi biru, dan
kertas lakmus biru tetap menjadi biru. Larutan yang bersifat Netral tidak
mengubah lakmus merah atau kertas lakmus biru tetap menjadi biru. Sedangkan
pengukuran tingkat keasaman zat uji dilakukan dengan penggunaan indikator
universal yang penggunaannya sangat sederhana, dimana sehelai indikator
diteteskan pada larutan yang akan diukur pHnya kemudian dibandingkan dengan
peta warna yang tersedia. Langkah kerja dari praktikum uji fisiokimia minyak
tanaman adalah sebagai berikut:
1. Menyiapkan alat dan bahan;
2. Melakukan pengujian dengan kertas lakmus merah dan biru. Untuk melihat
perubahan warna lebih jelas, pengujian minyak kelapa juga menggunakan pH
indikator;
3. Menunggu kurang lebih 30 detik lalu memngamati perubahan warna yang
terjadi;
4. Mengulang percobaan yang sama dengan menggunakan minyak kelapa tengik;
5. Mencatat perubahan warna yang terjadi pada tabel pengamatan.
Metode lain yang berhubungan dengan uji fisikokimia yang dilakukan
pada minyak biji bintaro menggunakan metode oven (kadar air), metode
Brookield (viskositas), metode piknometer (berat jenis), metode wijs (bilangan
iod), SNI 01-3555-1998 (analisis kadar asam lemak, dan IUPAC 1979 (bilangan
penyabunan) sebagai berikut:
1. Penelitian ini meliputi tiga kegiatan utama, yaitu penentuan komposisi kimia
biji malapari, analisis kandungan asam lemak, dan penentuan sifat fisiko-kimia
minyak malapari.
2. Menentuan komposisi kimia biji malapari dilakukan dengan cara analisis
proksimat terhadap kadar air (metode oven), kadar lemak/minyak (metode
ekstraksi langsung dengan alat Soxhlet), kadar protein (metode semi mikro
Kjeldahl), karbohidrat (by difference), serat kasar (ekstraksi contoh dengan
asam dan basa), dan kadar abu (abu total) (SNI 01-2891, 1992).
3. Menganalisis kandungan asam lemak dalam sampel minyak malapari
dilakukan dengan meng gunakan instr umen GC - MS ( G a s Chromatography-
Mass Spectrometry).

Hasil dan Pembahasan

Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan, maka diperoleh hasil


seperti pada tabel berikut:
Tabel 1. Hasil Uji Fisikokimia Minyak Murni dan Minyak Tengik
Perubahan Warna (+/-) Sifat
pH
No. Zat Uji Lakmus Lakmus (Asam/Basa)
Indikator
Merah Biru
Minyak Tidak Tidak
1. 6 Asam
Kelapa Berubah berubah
Minyak
Tidak Tidak
2. Kelapa 5 Asam
Berubah berubah
Tengik
Sumber : Data Primer, 2019
Berdasarkan tabel hasil dengan parameter pH indikator dan sifat minyak
menunjukkan bahwa pada zat uji minyak kelapa tidak terjadi perubahan warna
pada kertas lakmus merah dan biru, tetapi memiliki pH 6 yang dan bersifat asam.
Sedangkan pada zat uji minyak kelapa tengik juga tidak terjadi perubahan warna
pada kertas lakmus merah dan biru, tetapi memiliki pH 5 yang bersifat asam.
Tidak terjadinya perubahan warna pada kertas lakmus merah dan biru mungkin
disebabkan karena kertas lakmusnya sudah lama atau telak terkontaminasi oleh
zat lain.
Pada minyak kelapa memiliki pH 6 yang artinya tidak bersifat terlalu
asam, sedangkan minyak kelapa tengik memiliki pH 5 yang artinya bersifat asam.
Hal ini sesuai dengan pendapat Poedjiadi, dkk (2009) yang mengatakan bahwa
minyak murni umumnya bersifat netral, sedangkan minyak tengik umumnya
bersifat asam. Hal ini disebabkan karena minyak mengalami hidrolisis dan
oksidasi yang menghasilkan aldehid, keton, dan asam-asam lemak bebas.
Minyak kelapa tengik yang dijadikan sebagai bahan zat uji mengalami
kerusakan yang dilihat dari ciri-ciri secara makroskopis dimana minyak berwarna
kecoklatan, lebih kental, dan berbusa. Hal itu dipengaruhi karena terjadinya
berbagai macam reaksi selama proses penggorengan seperti reaksi oksidasi,
hidrolisis, polimerisasi, dan reaksi dengan logam dapat mengakibatkan minyak
menjadi rusak. Minyak yang diperoleh memiliki sifat fisiko kimia yang kurang
baik yang disebabkan oleh adanya pemakaian bahan kimia dan proses pemanasan
diatas 100oC pada proses refining yang menyebabkan perubahan secara kimia dari
asam lemak tak jenuh serta merusak antioksidan alami pada kelapa (Raharja et.al
2013). Hal ini dapat menimbulkan dampak negatif bagi yang mengkonsumsinya,
yaitu menyebabkan berbagai gejala keracunan, seperti pusing, mual-mual dan
muntah. Maka dari itu penggunaan minyak jelantah secara berulang-ulang sangat
berbahaya bagi kesehatan (Pakpahan, 2013).

Tabel 2. Hasil Analisis Sifat Fisiko-kimia Minyak Malapari.

Nilai bilangan asam tertinggi (15,67 mg/g) berasal dari Baluran dan yang
terendah (2,28 mg/g) dari Batukaras (Tabel 2). Berbeda dengan hasil penelitian
Bobade dan Khyade (2012) yang mempunyai bilangan asam sebesar 5,4 mg/g dan
Hambali et al. (2015) sebesar 2 mg/g. Cara penyimpanan minyak hasil
pengempaan juga mempengaruhi kandungan air dan bilangan asam minyak
(Sudradjat, Pawoko, Hendra, & Setiawan, 2010). Bilangan asam yang besar
menunjukkan asam lemak bebas yang besar yang berasal dari hidrolisa minyak
ataupun karena proses pengolahan yang kurang baik. Menurut Suroso (2013)
minyak yang mempunyai kualitas rendah memiliki bilangan asam yang tinggi.

Hasil pengujian bilangan penyabunan tertinggi diperoleh pada populasi


yang berasal dari Baluran (206,95 mg/g) dan yang terkecil berasal dari Batukaras
(168,18 mg/g). Hasil ini tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian Bobade dan
Khyade (2012) sebesar 184 mg/g. Hasil pengujian menunjukkan bahwa bilangan
iod malapari dari lima populasi berkisar antara 79,68 mg/g (Alas Purwo) s/d 90,65
mg/g (Kebumen). Hasil ini tidak berbeda dengan hasil penelitian Bobade dan
Khyade (2012) yang memiliki bilangan iod sebesar 87 mg/g serta lebih kecil dari
Hambali et al. (2015) sebesar 105 g/g. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah iod
yang terikat pada ikatan rangkap sedikit, sehingga derajat ketidakjenuhan dari
asam lemak atau campuran asam lemak rendah.

Nilai kalor pembakaran merupakan energi kalor yang dimiliki dalam tiap
satuan massa bahan bakar. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa nilai kalor
malapari dari 5 populasi di Pulau Jawa bervariasi dari 8578,41 Kkal/Kg
(Batukaras) sampai dengan 9232,76 Kkal/Kg (Kebumen), sementara hasil
penelitian Bobade dan Khyade (2012) sebesar 8742 Kkal/Kg. Dalam penelitian ini
kadar air tertinggi dalam minyak malapari sebesar 2,73% berasal dari populasi
Baluran dan yang terkecil berasal dari populasi Carita (1,24%). Kadar air
merupakan parameter penting dalam penentuan kualitas minyak. Air yang ada
dalam minyak akan menyebabkan terjadinya hidrolisis trigliserida menjadi asam
lemak dan gliserol, sehingga dapat meningkatkan kadar asam lemak bebas (FFA).

Perbedaan dari kedua metode ini adalah tetang luaran yang dihasilkan dari
masing-masing percobaan. Pada uji fisikokimia minyak tanaman, hasil yang kita
harapkan adalah kita mampu membedakan antara sifat asam-basa pada minyak
kelapa kelapa dengan minyak kelapa tengik. Sedangkan pada uji fisikokimia
minyak malapari meliputi tiga kegiatan utama, yaitu penentuan komposisi kimia
biji malapari, analisis kandungan asam lemak, dan penentuan sifat fisiko-kimia
minyak malapari.

Kesimpulan
Dari hasil praktikum uji fisikokimia minyak tanaman maka dapat
disimpulkan bahwa pada minyak kelapa memiliki tingkat keasaman (pH) 6 yang
artinya tidak bersifat terlalu asam, sedangkan minyak kelapa tengik memiliki
tingkat keasaman (pH) 5 yang artinya bersifat asam. Minyak murni umumnya
bersifat netral, sedangkan minyak tengik umumnya bersifat asam. Hal ini
disebabkan karena minyak mengalami hidrolisis dan oksidasi yang menghasilkan
aldehid, keton, dan asam-asam lemak bebas sehingga minyak dapat berbau tengik.

Ucapan Terima Kasih


Tak banyak kata selain ucapan terimah kasih yang dapat dilontarkan dari
kata-kata atas semua bantuan dan ilmu yang telah diberikan kepada kami,
sehingga kami mampu menyelesaikan semua tugas dengan baik dan tepat waktu.

Daftar Pustaka
Aladedunye FA, Przybylski R. 2009. ‘Degradation and Nutritional Quality
Changes of Oil During Frying’. J Am Oil Chem Soc (2009), vol. 86, hh.
149–156.
Bobade S.N., & Khyade V.B. (2012). Detail study on the properties of Pongamia
pinnata (Karanja) for the production of biofuel. Research Journal of
Chemical Sciences, 2(7), 16-20.
Fan HY, Sharifudin MS, Hasmadi M, Chew HM. 2013. ‘Frying stability of rice
bran oil and palm olein’. International Food Research Journal, vol. 20. no.
1, hh. 403- 407.
Hambali, E., Thahar, A., Nisyaw, F.N., Biladi, D.B.C., & Haryanto, D. (2015).
Sumber bahan bakar nabati . Dalam T. H . Soerawidjaja & Kudiana (Eds.)
Peta jalan litbang bahan bakar nabati: Menuju mandiri energi.
Malkan, I, Khomsan Ali, Marliyanti, S, A. 2015. ‘Kualitas Minyak Goreng dan
Produk Gorengan Selama Penggorengan di Rumah Tangga Indonesia’.
Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan, vol. 4, no. 2, hh. 61-65.
Maya, D., Bintoro, M., Rahardjo, B. 2012. ‘Kinetika Perubahan Ketengikan
(Rancidity) Kacang Goreng Selama Proses Penyimpanan’. Jurnal
Agritech, vol. 3, no. 1, hh. 15-22.
Oktaviani, N.D. (2010). ‘Hubungan lamanya pemanasan dengan kerusakan
minyak goreng curah ditinjau dari bilangan peroksida’. Jurnal Pangan dan
Gizi, vol.1, no. 1.
Pakpahan, J.F, dkk. 2013. ‘Pengurangan FFA dan Warna Dari Minyak Jelantah
Dengan Absorben Serabut Kelapa dan Jerami’. Medan: Departemen
Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara. Jurnal Teknik
Kimia USU, Vol. 2, No. 1 (2013).
Poedjiadi, Anna, Supriyanti, F. M. 2009. Dasar-Dasar Biokimia, UI-Press,
Jakarta
Raharja, Sapta dan Maya Dwiyuni. 2013. ‘Study On Physico-cheminal
Characteristics Of Virgin Coconut Oil (VCO) Made By Coconut Milk
Creamfreezing Method’. Bogor: Departemen Teknologi Industri Pertanian,
Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. J. Tek. Ind. Pert.
Vol. 18(2), 71-78.
Sudradjat, R., Pawoko, E., Hendra, D., & Setiawan, D. (2010). Pembuatan
biodiesel dari biji kesambi (Schleichera oleosa L.). Jurnal Penelitian Hasil
Hutan, 28(4), 358-379.
Suroso, A.S. (2013). Kualitas minyak goreng habis pakai ditinjau dari bilangan
peroksida, bilangan asam dan kadar air. Jurnal Kefarmasian Indonesia,
3(2), 77-88.
Tjokro, M. (2011). Eugeanol Untuk Ketengikan, Alfabeta, Bandung.
Lampiran

Gambar 1. Kertas lakmus yang telah dicelupkan kedalam minyak kelapa murni

Gambar 2. Kertas lakmus yang telah dicelupkan kedalam minyak kelapa tengik

Gambar 3. pH minyak kelapa murni


Gambar 4. pH minyak kelapa tengik

TTD

KOORDINATOR
ASISTEN

Anda mungkin juga menyukai