Anda di halaman 1dari 7

MAKALAH FARMAKOLOGI MOLEKULER BETA-BLOKERS

Disusun Oleh : Ari setiaji Muhammad Reza Pahlevi Dian Seto W M. Ismail Marjuki Agus Purboyo Ulin Fatkhiyatul Jannah Noor Ngazizatul Maziyyah Rini Mariyatun Ayu Anita Sari K100 050 288 K 100 050 084 K 100 050 051 K 100 050 083 K 100 020 150 K 100 050 091 K 100 050 072 K 100 050 049 K 100 050 163

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SURAKARTA 2008

BETA-BOLKERS
A. SIFAT SIFAT KHUSUS BETA BLOKERS 1. Kardioselektif, yakni menghambat terutama reseptor beta 1 dengan penurunan tekanan darah tanpa menimbulkan kejutan bronkia dan pembuluh perifer. Sifat ini terikat pada dosis, selektifitas berkurang dengan dosis meningkat. Pasien asma, bronkitis dan diabetes sebaiknya menggunakan dengan hati hati obat obat kardioselektif seperti ace butol, ate nolol, betaxalol dll. 2. Efek adrenegis intrinsik ( intrinsik simpatomimetik activite, yang dimiliki oleh antara lain pindolol, Acebutoll, aprenolol. Sifat ini berhubungan dengan kesamaan struktur kimiawi dengan beta bloker adrenegik walaupun efek ini agak lemah, namun mengurangi khasiat utama dari obat obat tersebut, yang dalam beberapa hal dapat menguntungkan. Misalnya fungsi jantung kurang diperlemah hingga resiko efek samping berbehaya, (seperti dekompensasi menurun). Begitu pula daya kontraksi kurang ditekan dan sirkulasi perifer relatif lebih baik, hingga lebih jarang terjadi jari-jari, kaki tangan menjadi dingin. Bradikardia berlebihan dalam keadaan istirahatpun dikurangi dengan efek menurunnya keluhan rasa letih. Begitu pula penyaluran AV kurang diperlambat. Pada angina berat, efek ISA dapat merugikan. 3. Efek stabilisasi membran juga disebut efek lokal anastetis, yang diperlihatkan pada dosisi tinggi oleh antara lain, propranolol, alprenolol, oksprenolol, asebutolol. Pada dosis biasa sifat ini tidak ada artinya. Dengan sendirinya beta bloker dengan khasiat lokal anestetsi tidak layak digunakan topikal pada mata. B. PENGGUNAAN 1. Angina pektoris, penggunaannya berdasarkan penurunan frekuensi kerja jantung (efek kronotropik negatif). Dengan demikian keperluan

oksigen dari myokard dikurangi pada pengerahan tenaga (ekertion). Hawa dingin dan emosi. Terutama berguna pada terapi interval guna mencegah serangan angina stabil kronis, adakalanya dikombinasi dengan obat-obat lain. Pada angina varian hanya efektif sebagai obata tambahan bersama suatu antagonis Ca, khususnya nifedipin. 2. Aritmia jantung yang disertai takhikardi tertentu, berdasarlan perlambatan penyaluran AV dan penurunan otomasi jantung. Zat-zat dengan ISA kurang efektif untuk melawan takhikardia, zat-zat dengan khasiat lokal anwstesi tidak lebih efektif karena efeknya terlalu lemah pada dosisi biasa. Digunakn untuk terapi maupun profilaksis serangan. 3. Hipertensi, berdasarkan penurunan volume menit jantung akibat efek inotropik negatif dan kronotrof negatif, juga penurunan daya tahan pembuluh perifer (DTP) setelah beberapa minggu, yang semula meningkat.lagipula pengurangan sekresi renin oleh ginjal karena blokade resepor beta setempat memegang peranan. Ternyata bahwa terapi dengan beta bloker kardioslektif pada jangka panjang dapat menguirangi morbiditas dan mortalitas. 4. Infark jantung. Telah dibuktikan bahwa beta bloker dapat menurunkan sampai lebih kurang 25% resiko akan infark kedua dan kematian, jika diberikan segera sesudah infark pertama (dalam waktu 3 minggu). Mekanisme kerjanya diperkirakan berkaitan dengan efek antiaritmianya, karena infark selalu disertai stress hebat dan naiknya sekresi na dengan peningkatan resiko aritmia fatal. Zat-zat yang terbukti efektif adalah timolol (2 dd 10mg), propanolol (2 dd 80mg), dan metaprolol (2 dd 100mg). 5. Gagal jantung (dekompensatio). Penggunaan terbaru dari metaprolol dan bisoprolol adalah sebagai obat tambahan dari diuretika dan ACEblockers pada dekompensasi tak berat. Obat-obat tersebut dapat mencegah memburuknya kondisi, serta memperbaiki gejala dan keadaan fungsional. Efek ini bertentangan dengan khasiat inotrop negatifnya, sehingga perlu digunakan dengan hati-hati.

6. Disamping itu beta blokers telah memperoleh tempat pula pada pengobatan pelbagai gangguan, yang terpenting diantaranya adalah: Glaucoma. Beberapa beta blokers digunakan dalam tetes mata sebagai obat pilihan pertama pada glaucoma (jenis simplex) untuk menurunkan tekanan mata yang meningkat. Produksi cairan mata dikurangi, mungkin akibat blokade beta2. Mekanisme kerjanya yang tepat belum dimengerti, karena stimulasi reseptor beta2 dengan misalnya isoprenalin juga menurunkan tekanan intraokuler! Tersedia tetes mata dengan betaxolol (Betoptic), carteolol (Teoptic), levonolol (betagan), metipranolol (Betaophtiole), dan timolol (Timoptol). Zat-zat dengan efek lokal anastesi tidak dapat dipakai karena pada penggunaan lama dapat merusak epitel kornea. Migrain. Propanilol digunakan pada penggunaan profilaksis migrain untuk mencegah serangan. Atenolol, metoprolol, timolol, dan nadolol dikatakan sama efektifnya. Tremor esensial, yakni gemetaran yang penyebabnya tidak diketahui, terutam pada lansia. Propanolol ternyata efektif, mungkin juga metaprolol. Mekanisme kerjanya tidak jelas. Kegelisahan dan kecemasan. Propanolol dan atenolol ternyata memiliki sifat anksiolitis (meniadakan cemas) tertentu, mungkin berdasarkan penekanan takikardia dan debar jantung yang timbul pada situasi kegelisahan dan takut. Karena sifat meredakan ini, adakalnya obat-obat ini digunaka oleh mahasiswa dan artis sebelum ujian atau naik pentas (takut ujian; demam panggung). Begitu pula oleh atlet (sebagai doping) pada perlombaan olahraga dimana takikardia dapat merugikan prestasi, misalnya pada olahraga menembak. Penghentien terapi beta bloker pada pasien jantung tidak boleh secara mendadak, karena dapat memprovokasi infark dan memperburuk angina. Sebaiknya, dosis diturunkan berangsur-angsur selama periode 2 minggu. Pada pasien hipertensi dapat timbul efek peneriken , seperti

rasa tegang, takut, tachycardia, dan berkeringat hebat dalam 1 minggu setelah penghentian terapi. C. MEKANISME KERJA Zat-zat ini memiliki sifat kimia yang sangat mirip denga zar adrenergik isoprenalin. Khasiat utamanya dalah anti adrenergik dengan jalan menempati secara bersaing reseptor -adrenergik. Blockade reseptor ini mengakibatkan peniadaan atau penurunan kuat aktivitas adrenalin dan niradrenalin (NA). reseptor -adrenergik terdapat dalam 2 jenis, yaitu 1 dan 2 1. Reseptor 1 dijantung ( juga di SSP dan ginjal ) Blockade reseptor ini mengakibatkan melemahnya daya kontraksi (efek inotrop negatif), penurunan frekuensi jantung (efek kronotrop negatif, bradycardia), dan penurunan volume menitnya. Juga perlambatan penyaluran implus di jantung (simpul AV = atrioventrikuler). 2. Reseptor 2 dibronchia ( juga didinding pembuluh dan usus ) Blockade reseptor ini menimbulkan penciutan bronchia dan vasokontriksi perifer agak ringan yang bersifat sementara (beberapa minggu), juga mengganggu mekanisme homeostate untuk memelihara kadar glukosa dalam darah (efek hipoglikemis). D. EFEK SAMPING Blokade reseptor-beta mengakibatkan sejumlah efek samping tak diinginkan, yang pada umumnya bersifat ringan dan terjadi pada lebih kurang 10% penggunaan, antara lain : 1. Dekompensasi jantung (reseptor beta-1) akibat bradycardia dengan gejala udema kaki dan sesak napas yang dapat menimbulkan interpretasi keliru dengan brocho-kontriksi. 2. Bronchokontriksi (reseptor beta-2) dengan sesak nafas dan serangan mirip asma, yang terutama disebabkan oleh zat-zat tak selektif. Terapi, zat-zat kardioselektif juga dilaporkan dapat memprovokasi serangan

tersebut berhubungan selektivitasnya tidak sempurna, apalagipada dosis tinggi 3. Tolerasi glukosa pada penderita diabetes ID ( insulin depedent ) dapat diturunkan oleh obat obat tak selektif yang menyelubungi ( masking efek ) pertanda penting dari hipoglikemia, seperti tachycardia dan tremor. Penyembuhan dari suatu periode hipoglikemia juga dihambat olehnya. 4. Efek sentral, yang meliputi ganguan tidur denagn mimpi ganjil ( nightmare ), rasa lesu, kadang-kadang juga depresi dan halusinasi. Tak jarang terjadi pula ganguan seksual dan impotensi. Zat zat hidrofil seperti atenolol, nadolol, dan sotalol sukar melintasi rintangan darahotak, maka lebih jarang menimbulkan efek tersebut. 5. Ganguan lambung- usus berupa mual, mutah, dan diare sering dilaporkan pada antara lain propranolol, tetapi biasanya hilang dalam waktu dua minggu. 6. Penurunan kolesterol-HDL, sedangkan kadar trigliserida dan kolesterol total justru meningkat. Zat zat sel;ektif dan dengan ISA mungkin lebih ringan efeknya terhadap lipida tersebut. Zat zat dengan efek alfa blokade ( labetolol, ceverdilol ) tidak mempenggaruhi lipida darah. Karena pengaruh buruk ini terhadap kuosien kolesterol total : HDL, maka penggunaan jangka panjang diuretik thiazida dan kebanyakan beta bloker lama sekali disangsikan . Tetapi beberapa tahun yang lalu telah dipastikan bahwa obat obat itu justru mempengaruhi dengan baik resiko kematian. E. KONTRAINDIKASI Beta-blokers tidak boleh digunakan oleh pasien dengan AV-block, terutama pada paisen yang lanjut usia. Begitu pula pada pasien yang menderita asma, bronchitis, dan emfisema paru. Penggunaannya pada diabetes dan gangguan jantung hendaknya dengan hati-hati.

Wanita hamil tidak boleh menggunakan beta-blokers, karena penyaluran darah melalui plasenta dikurangi hingga dapat merugikan perkembangan janin. Karena kebanyakan obat ini bias mencapai air susu ibi, khususnya zat-zat lipofil, maka selama terapi sebaiknya bayi diberikan susu kaleng. F. INTERAKSI Beta-blokers memiliki interaksi dengan obat lain jika digunakan secar bersamaan, antara lain : 1. Efek beta-blokers diperkuat oleh antagonis Ca, terutama verapamil (iv), diltiazem ( bradycardia, AV bock, hipotensi), nifedipin dan derivate dihidropiridin (hipotensi). Juga pleh zat-zat inotrop/kronotrop negative seperti lidokain (hipotensi berat), serta simetidin (menghambat perombakan hati dari zat-zat lipofil) 2. Efek beta-blokers diperlemah oleh barbital, rifampisin ( perombakan oleh hati dipercepat), NSAID (indometasin), dan antasida (menurunkan absorbs, sebaiknya diminum setelah 2 jam) 3. Beta-blokers memperkuat efek teofilin (menghambat perombakan) 4. Klinidin memperbesar resiko rebound hipertensi, maka terapi dengan beta-blokers perlu dihentikan sebelum menggunakan klinidin. G. 0BAT-OBAT BETA BLOKERS Asebutolol, alprenol, atenolol, betaxolol, bavantolol, bisoprolol, carteolol, carvedilol, celiprolol, esmolol, labetolol, metipranolol, metoprolol, nadolol, oxprenolol, pindolol, propanolol, sotalol, timolol. H. DAFTAR PUSTAKA Ganiswarna, 1995, Farmakologi dan Terapi, edisi 4, Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia, Jakarta. Rahadja, K dan Tan, H.J., 2002. Obat-Obat Penting, Edisi ke-V cetakan kedua, gramedia,Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai