Anda di halaman 1dari 4

Nama : Kelas : Absen :

Iqbal Novian Hidayat XI IPS 4 18

1. Teori Konsentris (Concentric Theory) Teori konsentris dari Ernest W. Burgess, seorang sosiolog beraliran human ecology, merupakan hasil penelitian Kota Chicago pada tahun 1923. Menurut pengamatan Burgess, Kota Chicago ternyata telah berkembang sedemikian rupa dan menunjukkan pola penggunaan lahan yang konsentris yang mencerminkan penggunaan lahan yang berbeda-beda. Burgess berpendapat bahwa kota-kota mengalami perkembangan atau pemekaran dimulai dari pusatnya, kemudian seiring pertambahan penduduk kota meluas ke daerah pinggiran atau menjauhi pusat. Zona-zona baru yang timbul berbentuk konsentris dengan struktur bergelang atau melingkar. Berdasarkan teori konsentris, wilayah kota dibagi menjadi lima zona sebagai berikut.

Teori Burgess sesuai dengan keadaan negara-negara Barat (Eropa) yang telah maju penduduknya. Teori ini mensyaratkan kondisi topografi lokal yang memudahkan rute transportasi dan komunikasi.

2. Teori Sektoral (Sector Theory) dari Homer Hoyt Bahwa kota tersusun sebagai berikut :

Pada lingkaran dalam terletak pusat kota (CBD) yang terdiri dari atas bangunan kantor, hotel, bank, dan pusat perbelanjaan
1

Pada sektor tertentu terdapat kawasan industri ringan dan perdagangan Dekat pusat kota dan dekat sektor pada nomor 2, terdapat sektor murbawisma, yaitu tempat tinggal kaum buruh

Agak jauh dari pusat kota dan sektor industri serta perdagangan, terletak sektor madyawisma, yaitu permukiman golongan menengah

Lebih jauh lagi terdapat sektor adiwisma, yaitu kawasan tempat tinggal golongan atas Gambar :

Keterangan Teori Sektoral (Sector Theory) dari Homer Hoyt :


Zona 1: Zoona pusat wilayah kegiatan. Zona 2: Zona dimana terdapat grossier dan manufactur. Zona 3: Zona wilayah permukiman kelas rendah. Zona 4: Zona permukiman kelas menengah. Zona 5: Zona permukiman kelas tinggi.

3. Teori Inti Berganda (Multiple Nuclei) dari C. D. Harris dan E. L. Ullman (1945) Strutur ruang kota meliputi:

Pusat kota (CBD) Kawasan niaga dan industri ringan Kawasan murbawisma, tempat tinggal berkualitas rendah Kawasan madyawisma, tempat tinggal berkualitas menengah Kawasan adiwisma, tempat tinggal berkualitas tinggi

Pusat niaga berat Pusat niaga/perbelanjaan lain di pinggiran Upakota (suburban), untuk kawasan madyawisma dan adiwisma Upakota (suburban), untuk kawasan industry

Gambar :

Keterangan:

Zona 1: Zona pusat wilayah kegiatan. Zona 2: Zona wilayah terdapat para grossier dan manufactur. Zona 3: Zona wilayah permukiman kelas rendah. Zona 4: Zona permukiman kelas menengah. Zona 5: Zona permukiman kelas tinggi. Zona 6: Zona manufactur berat Zona 7: Zona wilayah di luar pusat wilayah Kegiatan (PWK) Zona 8: Zona wilayah permukiman suburb Zona 9: Zona wilayah industri suburb

4. Interaksi wilayah (Spatial Interaction) adalah hubungan timbal balik yang saling mempengaruhi antara dua wilayah atau lebih, yang dapat melahirkan gejala,

kenampakkan dan permasalahan baru, secara langsung maupun tidak langsung, sebagai contoh antara kota dan desa. Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa interaksi antar wilayah memiliki tiga prinsip pokok sebagai berikut :
3

1. Hubungan timbal balik terjadi antara dua wilayah atau lebih 2. Hubungan timbal balik mengakibatkan proses pengerakan yaitu : 1. 2. Pergerakan manusia (Mobilitas Penduduk) Pergerakan informasi atau gagasan, misalnya : informasi IPTEK, kondisi suatu wilayah 3. Pergerakan materi / benda, misalnya distribusi bahan pangan, pakaian, bahan bangunan dan sebagainya 3. Hubungan timbal balik menimbulkan gejala, kenampakkan dan permasalahan baru yang bersifat positif dan negatif, sebagai contoh : 1. 2. kota menjadi sasaran urbanisasi terjadinya perkawinan antar suku dengan budaya yang berbeda

5. Pola memanjang dibagi menjadi 4 yaitu: 1. Pola yang mengikuti jalan. Pola desa yang terdapat di sebelah kiri dan kanan jalan raya atau jalan umum. Pola ini banyak terdapat di dataran rendah. 2. Pola yang mengikuti sungai. Pola desa ini bentuknya memanjang mengikuti bentuk sungai, umumnya terdapat di daerah pedalaman. 3. Pola yang mengikuti rel kereta api. Pola ini banyak terdapat di Pulau Jawa dan Sumatera karena penduduknya mendekati fasilitas transportasi. 4. Pola yang mengikuti pantai. Pada umumnya, pola desa seperti ini merupakan desa nelayan yang terletak di kawasan pantai yang landai.

Anda mungkin juga menyukai