Penggunaan Lahan
Ir. Anita Sitawati Wartaman, MSi
PENDAHULUAN
Pada bagian ini akan dijelaskan model desktiptif pola penggunaan dan teori-teori yang
melandasi terbentuknya pola penggunaan lahan tersebut (teori eksplanatoris penggunaan
lahan). Pembahasan dilakukan dalam dua kegiatan belajar, yaitu (1) Model deskriptif
pola penggunaan lahan, dan (2) Teori-teori yang melandasi terbentuknya pola
penggunaan lahan. Setelah mempelajari modul ini, secara umum diharapkan mahasiswa
dapat :
1. Memahami pola dasar penggunaan lahan di perkotaan sebagai perwujudan hasil
interaksi antara ke-tiga sistem (sistem aktivitas, sistem pengembangan dan sistem
lingkungan) yang mempengaruhi terbentuknya penggunaan lahan di perkotaan.
2. Memahami proses terbentuknya pola penggunaan lahan di perkotaan
1.1
Judul Mata Kuliah
Kegiatan Belajar 1
Susunan penggunaan lahan pada suatu wilayah akan membentuk pola yang berbeda-
beda/tidak sama antara satu wilayah dengan wilayah lainnya. Menurut Bintarto
(1977:56), adanya perbedaan pola penggunaan lahan suatu wilayah disebabkan oleh luas
daerah kota, unsur topografi, faktor sosial, faktor budaya, faktor politik dan faktor
ekonomi. Pembahasan pola penggunaan lahan dan faktor-faktor yang mempengaruhi
terbentuknya pola tersebut terbagi menjadi : (i) pola penggunaan lahan di kawasan
perkotaan, dan pola penggunaan lahan di wilayah perdesaan. Kawasan perkotaan adalah
wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi
kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa
pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi (UU Penataan Ruang No.
26/2007). Sedangkan, kawasan perdesaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan
utama pertanian, termasuk pengelolaan sumber daya alam dengan susunan fungsi
kawasan sebagai tempat permukiman perdesaan, pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan
sosial, dan kegiatan ekonomi.
2
KODE MK/NO. MODUL
”Zoning Model”. Model ini mencerminkan struktur pertumbuhan spatial dari suatu kota
yang berupa zona zona yang konsentris. Menurut Burgess, kota Chicago meluas secara
merata dari suatu inti asli sehingga tumbuhlah zona zona yang masing masing meluas
sejajar dengan pentahapan kolonisasi kearah zona yang letaknya paling luar. Dengan
demikian, setiap saat dapat dapat ditemukan sejumlah zona yang letaknya konsentris,
sehingga strukturnya berbentuk gelang. Asumsinya : jarak adalah sama untuk segala arah
(bentuk lingkaran). Teori ini membagi lima zone penggunaan lahan dalam kawasan
perkotaan yaitu:
Pada lingkaran dalam terletak pusat kota (central business district atau CBD),
yang terdiri atas : bangunan-bangunan kantor, hotel, bank, bioskop, pasar dan
toko pusat perbelanjaan (1)
Pada lingkaran tengah pertama terdapat jalur alih: rumah-rumah sewaan,
kawasan industri, perumahan buruh yang relatif sempit/kumuh. Zona ini disebut
juga dengan zona peralihan atau transition zone ( (2)
Pada lingkaran tengah ke dua terletak jalur wisma buruh, yakni kawasan
perumahan untuk tenaga kerja pabrik. Penduduk pada zona ini terdiri dari buruh
rendahan, banyak yang berasal dari zona peralihan dan migran, serta buruh
menengah. Pertimbangan pemilihan lokasi sebagai tempat tinggal adalah karena
dekat dengan tempat kerja. Kondisi rumah rumah relatif tidak berdempetan lagi.
Zona ini disebut juga dengan Zone of working men’s home (3)
Pada lingkaran luar terdapat jalur madyawisma, yakni kawasan perumahan yang
luas untuk tenaga kerja halus dan kaum madya (middle class). Zona ini disebut
juga dengan Zone of better residences (4)
Di lingkaran luar terdapat jalur pendugdag atau jalur penglajon (jalur ulang
alik): sepanjang jalan besar terdapat perumahan masyarakat golongan madya
dan golongan atas atau masyarakat upakota. Zona ini disebut juga dengan Zone
of commuters (5)
1.3
Judul Mata Kuliah
4
KODE MK/NO. MODUL
Dekat pusat kota dan dekat sektor tersebut, pada bagian sebelah menyebelahnya
terdapat sektor murbawisma, yaitu kawasan tempat tinggal kaum murba atau
kaum buruh (3)
Agak jauh dari pusat kota dan sektor industri serta perdagangan terletak sektor
madyawisma (4)
Lebih jauh lagi terdapat sektor adiwisma, kawasan tempat tinggal golongan atas
(5).
1.5
Judul Mata Kuliah
6
KODE MK/NO. MODUL
pusat kota. Dari fenomena di atas, dapat diindikasikan bahwa faktor ekonomi menjadi
bahan pertimbangan utama dalam pemilihan lokasi penggunaan lahan di perkotaan. Hal
ini sejalan dengan pernyataan Jayadinata (Jayadinata, 1999:129), model pola penggunaan
lahan di atas (Concentric Zone Theory, Sector Theory dan Multiplei Nuclei Concept)
adalah model pola penggunaan lahan di perkotaan yang berhubungan dengan nilai
ekonomi. Tidak terlepas dari hal di atas, di satu sisi, biaya transport menjadi
pertimbangan utama pemilihan lokasi murbawisma. Di sisi lain, harga tanah semakin
dekat dengan pusat kota semakin mahal. Pemanfaatan lahan harus diupayakan
semaksimal mungkin. Untuk itu pembangunan secara vertikal biasanya menjadi solusi
pengadaan rumah bagi kaum murba/buruh.
Perbedaan antara model ke-3 (Multiplei Nuclei) dan kedua model lainnya
(Concentric dan Sector model) terletak pada banyaknya ‘inti’ yang terdapat pada suatu
kota. Jika pada model 1 dan 2, suatu kota hanya memiliki sebuah ‘inti’; maka pada model
penggunaan lahan ke-3, suatu kota dapat dijumpai beberapa ‘inti. Menurut Harris dan
Ullman, ada 4 (empat) faktor yang berpotensi menimbulkan sebuah ‘inti’ baru pada pola
penggunaan lahan di perkotaan. Ke-empat faktor tersebut adalah (Chapin, 1979:37) :
1. Adanya saling ketergantungan antara beberapa tipe aktivitas tertentu yang secara
fisik membutuhkan kedekatan.
2. Faktor keuntungan bila suatu aktivitas berada pada satu lokasi yang sama, sebagai
contoh pusat ritel, pusat kesehatan dan lain sebagainya.
3. Tidak ada ketertarikan antara satu aktivitas dengan aktivitas lainnya dan bahkan
bertentangan, namun membutuhkan fasilitas prasarana dan sarana yang sama,
sebagai contoh fasilitas jalan, fasilitas bongkar-muat dan lain-lain.
4. Faktor harga lahan yang semakin tinggi, yang dalam proses pembentukan ‘inti’
memiliki efek ‘menarik’ atau ‘menolak’ suatu pengguna lahan
Sebagai sebuah hipotesis, realitas model Multiplei Nuclei banyak dijumpai pada pola
penggunaan lahan kota metropolitan.
Selanjutnya, menurut Edy Darmawan (Edy Darmawan dalam Yusran, 2006:47)
pembagian ruang kota dalam zoning kawasan seperti tersebut di atas, mempunyai
beberapa keuntungan dan kelemahan. Beberapa keuntungan penataan penggunaan lahan
menjadi kelompok fungsional adalah:
1.7
Judul Mata Kuliah
a. Menjamin keamanan dan kenyaman atas terjadinya dampak negatif karena adanya
saling pengaruh antar zone
b. Memudahkan penataan, perencanaan dan penggunaan lahan secara mikro yang
ditentukan oleh kesamaan fungsi dan karakter pada setiap zone-nya.
c. Memudahkan implementasi dalam pengawasan dan kontrol pelaksanaannya.
8
KODE MK/NO. MODUL
berbagai bentuk, tergantung kepada keadaan fisik dan sosial. Bentuk perkampungan
pertanian umumnya mendekati bentuk bujur sangkar, sedangkan perkampungan nelayan
umumnya memanjang (satu baris atau beberapa baris rumah) sepanjang pantai atau
sepanjang sungai.
Permukiman terpencar, rumahnya terpencar menyediri, banyak terdapat di negara
Eropa Barat, Amerika, Kanada, Australia dan lain-lain. Perkampungan terpencar di
negara-negara tersebut terdiri atas farmstead, yaitu sebuah rumah yang terpencil tetapi
lengkap dengan gudang, alat mesin, penggilingan gandung, lumbung dan kandang ternak
(Jayadinata, 1999:65). Perusahaan pertanian atau peternakannya umumnya sangat luas,
dapat ribuan atau bahkan puluhan ribu hektar. Roadside suatu bangunan di tepi jalan yang
merupakan motel, pompa bensin sering dikategorikan ke dalam kelompok disseminated
rural settlement (Jayadinata, 1999:65). Gambar 4 mengilustrasikan macam-macam
perkembangan kampung.
1.9
Judul Mata Kuliah
Kesesuaian lokasi kawasan pertanian relatif banyak bergantung pada faktor fisik
alamiah, antara lain iklim (kelembaban dan curah hujan), sifat fisik tanah, tekstur tanah,
kelerengan dan lain sebagainya. Namun, disamping faktor-faktor tersebut di atas,
berdasarkan pertimbangan ekonomi, Von Thuneni mengemukakan suatu teori bahwa
beberapa tanaman niaga cenderung untuk berlokasi menurut pola tertentu. Disekeliling
kota akan terbentuk berbagai tipe pertanian yang merupakan beberapa lingkaran sepusat.
Secara umum, Von Thunen mengemukakan penggunaan tanah kegiatan pertanian di
perdesaan mulai dari batas kota dan semakin menjauh dari kota adalah (1) pertanian
intensif dan ternak perah, (2) kebun pohon kayu untuk kayu bakar, (3) pertanian
ekstensif, dan (4) ternak potong. Lokasi ternak potong terjauh dari kota karena ternak
potong dapat digiring ke pasar tanpa biaya pengangkutan. Bahasan yang lebih rinci
terhadap teori-teori yang melandasi terbentuknya pola penggunaan lahan, antara lain teori
Von Thunen akan dijabarkan pada Kegiatan Belajar 2 di bawah ini.
10
KODE MK/NO. MODUL
Kegiatan Belajar 2
eperti yang telah dijelaskan pada Kegiatan Belajar 1, secara teoritis terdapat tiga model
pola penggunaan lahan di perkotaan, yaitu (a) Concentric, (b) Sector, dan (c) Multiplei
Nuclei Concept. Pada Kegiatan Belajar 2 ini akan dibahas teori-teori yang melandasi
terbentuknya pola penggunaan lahan (teori eksplanatoris). Teori eksplanatoris
menjelaskan bagaimana proses terbentuknya pola penggunaan lahan, sehingga
membentuk struktur spasial suatu wilayah. Dalam menjelaskan bagaimana proses
terbentuknya pola penggunaan lahan ini, teori lokasi merupakan teori dasar dalam analisa
spasial. Pembahasan terhadap teori lokasi pada Kegiatan Belajar 2 ini akan dilakukan
secara umum, sebagai pengantar terhadap pembahasan teori lokasi yang akan dijelaskan
pada modul-modul selanjutnya.
1.11
Judul Mata Kuliah
2. Kota tersebut merupakan pasar bagi surplus hasil pertanian dari hinterland dan
tidak menerima hasil pertanian dari wilayah lain,
3. Hinterland tersebut hanya menjual hasil pertaniannya ke kota itu saja dan tidak
ke kota lain,
4. Hinterland mempunyai lingkungan alam yang homogen dan keadaan yang baik
bagi tanaman dan peternakan,
5. Hinterland dihuni oleh petani-petani yang menginginkan keuntungan maksimum
dan mampu menyesuaian tipe pertaniannya dengan permintaan pasar,
6. Hinterland hanya mempunyai 1 macam perangkutan darat tertentu (pada zaman
itu, gerobak ditarik kuda),
7. Biaya angkutan berbanding langsung dengan jarak perjalanan dan seluruh
pengangkutan hanya digunakan oleh para petani yang mengirimkan hasil
pertaniannya;
Von Thunen mengemukakan bahwa beberapa tanaman niaga cenderung untuk berlokasi
menurut pola tertentu. Disekeliling kota akan terbentuk berbagai tipe pertanian yang
merupakan beberapa lingkaran sepusat. Tipe pertanian ditentukan oleh kemampuan untuk
membayar sewa lahan yang ditentukan oleh besarnya profit. Keuntungan atau laba
(profit) adalah harga penjualan hasil pertanian (value) dikurangi oleh biaya produksi
pertanian (expenses) dan biaya angkutan (transport).
P = V - (E+T), dimana
P = profit atau keuntungan
V = value atau harga penjualan
E = biaya produksi
T = biaya transport
Dengan menggunakan perhitungan di atas, profit yang diperoleh dari hasil penjualan
padi-padian (dari luas 1 hektar) dapat lebih menguntungkan dari hasil penjualan kayu
dari luas tanah yang sama. Meskipun harga kayu jauh lebih mahal daripada harga padi-
padian, namun biaya angkutan kayu sangat tinggi, sehingga laba yang diperoleh menjadi
lebih sedikit. Dari ulasan ini, dapat terindikasi bahwa petani yang tinggal di dekat kota
12
KODE MK/NO. MODUL
akan mempunyai banyak pilihan dalam menanam tanaman untuk dijual ke kota,
sedangkan petani yang tinggal jauh dari kota terbatas pilihannya. Secara umum,
berdasarkan teori tersebut, Von Thunen mengemukakan penggunaan tanah kegiatan
pertanian di perdesaan mulai dari batas kota dan semakin menjauh dari kota adalah (1)
pertanian intensif dan ternak perah, (2) kebun pohon kayu untuk kayu bakar, (3)
pertanian ekstensif, dan (4) ternak potong. Lokasi ternak potong terjauh dari kota karena
ternak potong dapat digiring ke pasar tanpa biaya pengangkutan.
Dari penjelasan di atas, tampak bahwa menurut teori Von Thunen, pola penggunaan
lahan sangat ditentukan oleh biaya transportasi yang dikaitkan dengan jarak dan sifat
barang dagangan khususnya hasil pertanian. Teori Von Thunen ini memiliki kekurangan
yang antara lain bahwa semua kota tidak memiliki kondisi fisik lingkungan yang sama
(uniform plain). Sehingga kota akan memiliki pola penggunaan lahan yang berbeda-beda
sesuai dengan karakteristik wilayahnya. Dewasa ini, secara hipotetis, dasar teori Von
Thunen masih berlaku (profit = hasil penjualan dikurangi biaya produksi dan biaya
angkutan), tetapi sukar mencari contoh yang sesuai karena antara lain biaya angkutan
tidak berbanding langsung dengan jarak dan tidak sama untuk berbagai arah, moda
transport lebih beragam dan tersedia alat-alat pengawetan makanan (misalnya lemari
pendingin sehingga barang yang cepat rusak dapat diangkut ke berbagai tempat dengan
bantuan alat pendingin tersebut).
Tidak terlepas dari hal di atas, mendahului teori penggunaan lahan, teori klasik
tentang nilai ekonomi lahan diperkenalkan oleh David Ricardo pada tahun 1821 dalam
bukunya “Principle of Political Economy and Taxation”. Teori Ricardo menekankan
perbedaan terutama dalam kesuburan tanah pertanian dan menganggap bahwa okupasi
penduduk biasanya terjadi pada wilayah pertanian yang subur yang ditemukan saat
pertama kali. Namun, teori ini memiliki banyak keterbatasan karena lebih memfokuskan
pada masalah kesuburan tanah daripada aksesibilitas suatu lokasi. Pembatasan utama
dari teori ini adalah bahwa faktor aksesibilitas lokasi tidak terlibat (Koestoer, 1997:21).
Dengan demikian, menurut Ricardo, sewa lahan (land rent) dipengaruhi oleh tingkat
kesuburan tanah dan mengabaikan faktor lokasi dari pusat kota. Problematik mungkin
akan muncul bila lokasi lahan terletak dipedalaman yang sukar dijangkau. Maka oleh
karena itu, Von Thunen kemudian memperkenalkan teori penggunaan lahan dimana
1.13
Judul Mata Kuliah
faktor akses lokasi merupakan salah satu dasar pertimbangan pemilihan lokasi. Johann
Heinrich von Thunen biasa disebut sebagai bapak teori lokasi.
14
KODE MK/NO. MODUL
dimana
Y = Pendapatan
Pz = Harga barang
Z = Jumlah barang yang dibeli
P(d) = Harga tanah pada jarak d dari pusat kota
K(d) = Biaya perjalanan pada jarak d
d = Jarak dari pusat kota
q = Luas tanah
1.15
Judul Mata Kuliah
transportasi yang baik mempunyai nilai ekonomi relatif lebih baik, karena akan
mengurangi biaya perjalanan (traveling cost) dan waktu tempuh. Jadi nilai lahan dapat
dikatakan merupakan fungsi dari aksesibilitas. Semakin tinggi aksesibilitas suatu lahan,
semakin tinggi nilai ekonomi lahan tersebut. Dengan demikian, dalam konteks
keseimbangan (equilibrium) rumah tangga, kemampuan membeli tanah dipengaruhi juga
oleh ke-aksesibelan suatu lokasi dalam struktur spasial perkotaan.
16
KODE MK/NO. MODUL
Bila W>1 : industri dikatakan mempunyai sifat “Weight Loosing Industry”, yaitu
input untuk setiap kesatuan output lebih besar dari hasil produksi. Dengan
demikian, lokasi pabrik optimal untuk jenis industri ini adalah pada
sumber bahan baku, karena dengan memilih lokasi disini akan
meminimumkan ongkos angkut.
Bila W<1 : industri dikatakan mempunyai sifat “Weight Gaining Industry”, yaitu
input untuk setiap kesatuan produksi lebih ringan dari output. Dengan
demikian, lokasi pabrik optimal untuk jenis industri ini adalah di pasar.
Bila W=1 : industri dikatakan mempunyai sifat “Foot-loose Industry”, yaitu berat
input sama dengan output. Dengan demikian, lokasi pabrik optimal untuk
jenis industri ini dapat dimana saja.
1.17
Judul Mata Kuliah
18
GLOSARIUM
Teori Konsentris atau model : Model ini mencerminkan struktur pertumbuhan spatial
Konsentris disebut juga dari suatu kota yang berupa zona zona yang konsentris.
”Zoning Model”.
Teori Sektor (Sector Theory) : Merupakan perluasan dari teori zona konsentris dengan
pola pembangunan yang tidak merata (irregular).
pengelompokan tata guna lahan dikota itu menyebar dari
pusat ke arah luar berupa sektor (wedges) yang
bentuknya menyerupai kue taart.
Teori Pusat Lipat Ganda : Kawasan pusat kota tidak dianggap satu-satunya pusat
(Multiplei Nuclei Concept) kegiatan atau pertumbuhan, tetapi suatu rangkaian pusat
kegiatan atau pusat pertumbuhan dengan fungsi yang
berlainan seperti industri, rekreasi, perdagangan dan
sebagainya. Teori ini umumnya berlaku untuk kota-kota
yang agak besar.
1.19
Judul Mata Kuliah
Isolated stated : Wilayah terasing, yang terdiri atas sebuah kota dan
wilayah pertanian sebagai wilayah belakangnya
(hinterland)
“Weight Loosing Industry” : Suatu industri yang mempunyai sifat input untuk setiap
kesatuan output lebih besar dari hasil produksi. input
untuk setiap kesatuan output lebih besar dari hasil
produksi. Dengan demikian, lokasi pabrik optimal untuk
jenis industri ini adalah pada sumber bahan baku
“Weight Gaining Industry” : Suatu industri yang mempunyai sifat input untuk setiap
kesatuan produksi lebih ringan dari output. Dengan
demikian, lokasi pabrik optimal untuk jenis industri ini
adalah di pasar.
“Foot-loose Industry” : Suatu industri yang mempunyai sifat berat input sama
dengan output. Dengan demikian, lokasi pabrik optimal
untuk jenis industri ini dapat dimana saja diantara lokasi
pasar dan bahan baku
20
Daftar Pustaka
Chapin, F. Stuart and Edward J. Kaiser. 1985. Urban Land Use Planning. Cichago:
University of Illinois Press.
Jayadinata, T.Johara. 1999. Tata guna Tanah Dalam Perencanaan Perdesaan, Perkotaan
dan Wilayah. Penerbit ITB Bandung
Koestoer, Raldi, H. 1997. Perspektif Lingkungan Desa-Kota (Teori dan Kasus). UI Press
Wahyuningsih, Menik. 2008. Pola Dan Faktor Penentu Nilai Lahan Perkotaan Di Kota
Surakarta. Tugas Akhir. Jurusan Perencanaan Wilayah Dan Kota Fakultas Teknik
Universitas Diponegoro Semarang
Yusran, Aulia. 2006. Kajian Perubahan Tata Guna Lahan Pada Pusat Kota Cilegon.
Tesis. Program Pascasarjana Magister Pembangunan Wilayah Dan Kota Universitas
Diponegoro Semarang
1.21
i
Sarjana geografi dan pengusaha pertanian di Jerman (1783-1850)