Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Selain aspek bangunan dan demografis, karakteristik kota dipengaruhi oleh
berbagai faktor seperti topografi, sejarah, ekonomi, budaya, dan kesempatan usaha.
Karakteristik kota selalu dinamis dalam rentang ruang dan waktu. Apabila dilihat
sekilas wajah suatu kota, maka akan banyak susunan yang tidak beraturan. Akan tetapi,
apabila diamati dengan cermat maka akan dijumpai bentuk dan susunan khas yang mirip
dengan kota-kota lain. Wilayah kota atau urban bersifat heterogen ditinjau dari aspek
struktur bangunan dan demografis. Susunan, bentuk, ketinggian, fungsi, dan usia
bangunan berbeda-beda.Mata pencaharian, status sosial, suku bangsa, budaya, dan
kepadatan penduduk juga bermacam-macam. Misalnya, kota A berbentuk persegi
empat, kota B berbentuk persegi panjang, dan kota C berbentuk bulat. Begitu juga
dalam susunan bangunan kota terjadi pengelompokan berdasarkan tata guna lahan kota.
Jadi, suatu kota memiliki bentuk dan susunan yang khas. Apabila kamu mengamati kota
berdasarkan peta penggunaan lahan, maka kamu akan mendapatkan berbagai jenis zona,
seperti zona perkantoran, perumahan, pusat pemerintahan, pertokoan, industri, dan
perdagangan. Zona-zona tersebut menempati daerah kota, baik di bagian pusat, tengah,
dan pinggirannya. Zona perkantoran, pusat pemerintahan, dan pertokoan menempati
kota bagian pusat atau tengah. Zona perumahan elite cenderung memiliki lokasi di
pinggiran kota. Sedang zona perumahan karyawan dan buruh umumnya berdekatan
dengan jalan penghubung ke pabrik atau perusahaan tempat mereka bekerja. Para
geograf dan sosiolog telah melakukan penelitian berkaitan dengan persebaran zona-zona
suatu kota. Penelitian itu bertujuan untuk mengetahui perkembangan dan persebaran
spasial kota.

B. Rumusan Masalah

1. Teori Konsentris
2. Karakteristik masing-masing zona dapat diuraikan sebagai berikut:
3. Alasan penolakan terhadap Teori Konsentris :
4. Kelompok yang mengembangkan Teori Konsentris :

1
BAB II
TEORI KONSENTRIS

A. Teori Konsentris
TEORI KONSENTRIS dikemukakan oleh E.W. BURGES. Teori ini menyatakan
bahwa Daerah Pusat Kota (DPK) atau Central Business District (CBD) adalah pusat kota
yang letaknya tepat di tengah kota dan berbentuk bundar yang merupakan pusat kehidupan
sosial, ekonomi, budaya dan politik, serta merupakan zona dengan derajat aksesibilitas
tinggi dalam suatu kota. DPK atau CBD tersebut terbagi atas dua bagian, yaitu: pertama,
bagian paling inti atau RBD (Retail Business District) dengan kegiatan dominan pertokoan,
perkantoran dan jasa; kedua, bagian di luarnya atau WBD (Wholesale Business District)
yang ditempati oleh bangunan dengan peruntukan kegiatan ekonomi skala besar, seperti
pasar, pergudangan (warehouse), dan gedung penyimpanan barang supaya tahan lama
(storage buildings).

1. Zona pusat daerah kegiatan (Central Business District), yang merupakan pusat
pertokoan besar, gedung perkantoran yang bertingkat, bank, museum, hotel,
restoran dan sebagainya.
2. Zona peralihan atau zona transisi, merupakan daerah kegiatan. Penduduk zona ini
tidak stabil, baik dilihat dari tempat tinggal maupun sosial ekonomi. Daerah ini
sering ditemui kawasan permukiman kumuh yang disebut slum karena zona ini
dihuni penduduk miskin. Namun demikian sebenarnya zona ini merupakan zona
pengembangan industri sekaligus menghubungkan antara pusat kota dengan daerah
di luarnya.
3. Zona permukiman kelas proletar, perumahannya sedikit lebih baik karena dihuni
oleh para pekerja yang berpenghasilan kecil atau buruh dan karyawan kelas bawah,
ditandai oleh adanya rumah-rumah kecil yang kurang menarik dan rumah-rumah
susun sederhana yang dihuni oleh keluarga besar. Burgess menamakan daerah ini
yaitu working men's homes.
4. Zona permukiman kelas menengah (residential zone), merupakan kompleks
perumahan para karyawan kelas menengah yang memiliki keahlian tertentu.
Rumah-rumahnya lebih baik dibandingkan kelas proletar.

2
5. Wilayah tempat tinggal masyarakat berpenghasilan tinggi. Ditandai dengan adanya
kawasan elit, perumahan dan halaman yang luas. Sebagian penduduk merupakan
kaum eksekutif, pengusaha besar, dan pejabat tinggi.
6. Zona penglaju (commuters), merupakan daerah yang yang memasuki daerah
belakang (hinterland) atau merupakan batas desa-kota. Penduduknya bekerja di
kota dan tinggal di pinggiran. (sumber: http://id.wikipedia.org/wiki/Kota)

Model zona konsentrik atau Teori konsentris adalah teori mengenai perencanaan
perkotaan yang dikembangkan oleh seorang sosiolog asal Amerika Serikat bernama Ernest
Burgess berdasarkan hasil penelitiannya terhadap kota Chicago yang dilakukan pada tahun
1925.Burgess menyimpulkan bahwa wilayah perkotaan dapat dibagi menjadi enam zona
“Model” yang paling terkenal dari area sosial urban ini direncanakan oleh E.W
Burgess di tahun 1923 dan telah dikenal sebagai Zona l atau Teori Konsentris. Model ini
didasarkan pada konsep bahwa perkembangan sebuah kota terjadi ke arah luar dari area
sentralnya, untuk membentuk serangkaian zona-zona konsentris. Zona ini dimulai dengan
Central Business District, yang dikelilingi dengan area transisi. Kemudian zona transisi ini
dikelilingi oleh zona perumahan pekerja. Lebih jauh dari pusat kota adalah hunian yang
lebih luas, ditempati oleh kelompok-kelompok kelas menengah. Terakhir adalah zona
komuter yang terletak di luar area built up kota, batas terluarnya merupakan satu jam
perjalanan dari pusat kota, dimana sejumlah besar populasi zona ini bekerja. Pada
prakteknya, banyak kota-kota menunjukkan sebuah bentuk bintang (star-shaped) daripada
konsentris, dengan perkembangan urban didorong untuk terjadi di sepanjang highway
(jalan tol) yang menyebar dari pusat kotanya dan tipe berlawanan atau pemanfaatan lahan
urban yang ditemukan diantara jalan-jalan utama. Teori ini juga telah dimodifikasi oleh
pernyataan bahwa wilayah urban yang identik tidak diharapkan berada dalam zona
konsentris, tapi jenis tipe pemanfaatan lahan tersebut cenderung terjadi pada jarak yang
sama dari pusat, seringkali dalam bentuk tambal sulam (patches) daripada membentuk ring
yang kontinyuKota Multi-Pusat Teori konsentris dan teori sektor memiliki kelebihan dalam
kesederhanaannya yang atraktif, tapi situasi dalam kebanyakan kota mungkin terlalu rumit
untuk dicakup dalam sebuah generalisasi yang mudah dipahami. Sebagai akibatnya, teori-
teori tersebut telah dirancang dengan rumit, memberikan hasil yang lebih mirip dengan
realitas, tapi pada waktu yang sama menjadi kurang jelas daripada pernyataan sebelumnya.
Salah satu contoh dari perancangan ini adalah Teori Multi Nuclei , yang dikembangkan
oleh dua ahli geografi, C.D Harris dan E. Ullman, di tahun 1945. Teori ini menyatakan
bahwa kota-kota memiliki struktur seluler, dimana tipe pemanfaatan lahan telah
dikembangkan disekeliling titik pertumbuhan tertentu, atau “nuclei”, di dalam area urban.
Pengelompokan pemanfaatan lahan khusus di sekeliling nuclei ini telah didorong oleh
empat faktor, yang mempengaruhi distribusi aktivitas-aktivimanusia di dalam sebuah kota
dalam berbagai cara. Untuk memulainya, aktivitas-aktivitas tertentu membutuhkan
fasilitas-fasilitas tertentu pula, baik yang ditemukan secara alami atau dibuktikan di
kemudian hari oleh usaha manusia. Lokasi Central Business District pada titik aksesibilitas
maksimal memberikan sebuah ilustrasi faktor ini. Atau sekali lagi, aktivitas-aktivitas

3
tertentu mengelompok bersama karena mereka mendapatkan profit dari kohesi, sebuah
contoh mengelompokkan industri pakaian jadi dalam distrik dalam (inner district) di
beberapa kota besar. Aktivitas-aktivitas lain saling mengganggu satu sama lain dan
normalnya tidak ditemukan dalam penyejajaran yang dekat: sebagai contoh, industri berat
dan area residensial kelas-atas jarang ditempatkan saling berdekatan. Terakhir, aktivitas-
aktivitas tertentu tidak dapat menjangkau sewa di lokasi-lokasi yang paling diinginkan:
lokasi area perumahan yang lebih murah atau fasilitas penyimpanan besar memberikan
contoh faktor ini dalam sebuah operasional. Ide multi nuclei mengakui fakta bahwa
geografi internal kota memberikan pengaruh yang besar terhadap keganjilan lokasi-lokasi
individualnya, serta operasi dari kekuatan ekonomi dan sosial yang lebih umum. Di dalam
teori Multi Nuclei pula, sejarah kota-kota individual juga dilihat sebagai sebuah faktor
yang penting dalam membentuk perkembangan urban. Apapun alasan kemunculannya,
setelah nuclei untuk berbagai tipe aktivitas telah dikembangkan, faktor umum akan
mendorong aktivitas urban tersebut menjadi pemanfaatan lahan yang mengkonfirmasikan
dan mengembangkan pola yang sudah ada. Baik teori Konsentris maupun teori Sektor
berasumsi bahwa sebuah kota yang khas akan tumbuh di sekeliling satu pusat tunggal; dan
bahkan diagram dimana Harris dan Ullman mengilustrasikan teori Multiple Nuclei mereka
membuat asumsi yang sama, meski jelasnya ide mereka dapat diaplikasikan pada contoh-
contoh yang lebih kompleks

B. Karakteristik masing-masing zona dapat diuraikan sebagai berikut:


1. Zona 1 Daerah Pusat Kegiatan (DPK) atau Central Business District (CBD)
Daerah ini merupakan pusat dari segala kegiatan kota antara lain sebagai pusat
kehidupan sosial, ekonomi, budaya dan politik, serta merupakan zona dengan derajat
aksesibilitas tinggi dalam suatu kota. CBD tersebut terbagi atas dua bagian, yaitu:
pertama, bagian paling inti atau RBD (Retail Business District) dengan kegiatan
dominan pertokoan, perkantoran dan jasa; kedua, bagian di luarnya atau WBD
(Wholesale Business District) yang ditempati oleh bangunan dengan peruntukan
kegiatan ekonomi skala besar, seperti pasar, pergudangan (warehouse), dan gedung
penyimpanan barang supaya tahan lebih lama (storage buildings).

2. Zone 2: Daerah Peralihan (DP) atau Transition Zone (TZ)


Zona ini merupakan daerah yang mengalami penurunan kualitas lingkungan
permukiman yang terus-menerus dan makin lama makin hebat. Penyebabnya antara lain
karena adanya intrusi fungsi yang berasal dari zona pertama sehingga perbauran
permukiman dengan bangunan bukan untuk permukiman seperti gudang kantor dan
lain-lain sangat mempercepat terjadinya deteriorisasi lingkungan permukiman.
Perdagangan dan industri ringan dari zona pertama, banyak mengambil daerah
permukiman. Proses subdivisi yang terus-menerus, intrusi fungsi-fungsi dari zona
pertama mengakibatkan terbentuknya “slums area” (daerah permukiman kumuh) yang
semakin cepat dan biasanya berasosiasi dengan “areas of poverty, degradation and
crime”. Disamping menjalarnya “bridgeheaders” ke zona ini nampak pula “outflow”

4
dari penduduk yang sudah mampu ekonominya (consolidator) atau yang tidak puas
dengan kondisi lingkungan keluar daerah.

3. Zone 3: Zona perumahan para pekerja yang bebas (ZPPB) atau “Zone of
independent workingmen’s homes”
Zona ini paling banyak ditempati oleh perumahan pekerja-pekerja baik pekerja
pabrik, industri dan lain sebagainya. Di antaranya adalah pendatang-pendatang baru dari
zona kedua, namun masih menginginkan tempat tinggal yang dekat dengan tempat
kerjanya. Belum terjadi invasi dari fungsi industri dan perdagangan ke daerah ini karena
letaknya masih dihalangi oleh zona peralihan. Kondisi permukimannya lebih baik
dibandingkan dengan zona kedua walaupun sebagian besar penduduknya masuk dalam
kategori “low-medium status”.

4. Zone 4: Zona permukiman yang lebih baik (ZPB) atau “Zone of Better
Residences” (ZBR)
Zona ini dihuni oleh penduduk yang berstatus ekonomi menengah-tinggi,
walaupun tidak berstatus ekonomi sangat baik, namun mereka kebanyakan
mengusahakan sendiri “business” kecil-kecilan, para profesional, para pegawai, dan lain
sebagainya. Kondisi ekonomi umumnya stabil sehingga lingkungan permukimannya
menunjukan derajad keteraturan yang cukup tinggi. Fasilitas permukiman terencana
dengan baik sehingga kenyamanan tempat tinggal dapat dirasakan pada zona ini.

5. Zone 5: Zona para penglaju (ZP) atau Commuters Zone (CZ)


Timbulnya penglaju merupakan suatu akibat adanya proses desentralisasi
permukiman sebagai dampak sekunder dari aplikasi teknologi di bidang transportasi
dan komunikasi. Di daerah pinggiran kota mulai bermunculan perkembangan
permukiman baru yang berkualitas tinggi sampai luxurious. Kecenderungan penduduk
yang oleh Turner (1970) disebut sebagai “status seekers” ini memang didorong oleh
kondisi lingkungan daerah asal yang dianggap tidak nyaman dan tertarik oleh kondisi
lingkungan zone 5 yang menjanjikan kenyamanan hidup. Oleh karena zona-zona
tercipta ini sebagai akibat interaksi-interaksi dan interrelasi elemen-elemen sistem
kehidupan perkotaan dan mengenai kehidupan manusia, maka sifatnyapun sangat
dinamis dan tidak stabil.

C. Alasan penolakan terhadap Teori Konsentris :


Ada pertentangan antara gradeints dengan zonal boundaries
Homogenitas internal yang tidak sesuai dengan kenyataan
Skema yang anakronistik/out of date
Teorinya kurang bersifat universal

5
D. Kelompok yang mengembangkan Teori Konsentris :
1. Teori ketinggian bangunan (Bergel)
Teori Ketinggian Bangunan (Bergel, 1955). Teori ini menyatakan bahwa
perkembangan struktur kota dapat dilihat dari variabel ketinggian bangunan. DPK atau
CBD secara garis besar merupakan daerah dengan harga lahan yang tinggi,
aksesibilitas sangat tinggi dan ada kecenderungan membangun struktur perkotaan
secara vertikal. Dalam hal ini, maka di DPK atau CBD paling sesuai dengan kegiatan
perdagangan (retail activities), karena semakin tinggi aksesibilitas suatu ruang maka
ruang tersebut akan ditempati oleh fungsi yang paling kuat ekonominya.
2. Teori sektor ( Hommer Hoyt)
Teori Konsektoral (Griffin dan Ford, 1980). Teori Konsektoral dilandasi oleh
strutur ruang kota di Amerika Latin. Dalam teori ini disebutkan bahwa DPK atau CBD
merupakan tempat utama dari perdagangan, hiburan dan lapangan pekerjaan. Di
daerah ini terjadi proses perubahan yang cepat sehingga mengancam nilai historis dari
daerah tersebut. Pada daerah – daerah yang berbatasan dengan DPK atau CBD di kota-
kota Amerika Latin masih banyak tempat yang digunakan untuk kegiatan ekonomi,
antara lain pasar lokal, daerah-daerah pertokoan untuk golongan ekonomi lemah dan
sebagian lain dipergunakan untuk tempat tinggal sementara para imigran.
3. Teori poros (Babcock)
Menitikberatkanpada peranan transportasidalam mempengaruhistruktur keruangan
kota.Asumsi: mobilitas fungsi-fungsi dan penduduk mempunyaiintensitasyang sama
dan topografi kota seragam.Faktorutama yang mempengaruhimobilitas adalah
porostransportasiyang menghubungkanCBD dengan daerah bagian luarnya.
Aksesibilitas memperhatikan biaya waktu dalam sistem transportasi yang
ada.Sepanjang poros transportasi akan mengalami perkembangan lebih besar
dibanding zone diantaranya.Zone yang tidak terlayani dengan fasilitas transport yang
cepat,akan bersaing dalam
4. Teori pusat kegiatan banyak (Harris dan Ullman)
Menurut Harris dan Ullman dalam Daldjoeni (1992:158) menilai bahwa kota tidak
seteratur penggambaran Burgess karena antar kawasan kota seolah berdiri sendiri.
Sruktur ruang kota tidaklah sesederhana dalam teori konsentris. Hal ini disebabkan
oleh tidak adanya urutan-urutan yang teratur yang dapat terjadi dalam suatu kota
terdapat tempattempat tertentu yang befungsi sebagai inti kota dan pusat pertumbuhan
baru.
5.Teori ukuran kota (Taylor)
Model Burgess menurut Short (1984) adalah suatu model untuk kota yang
mengalami migrasi besar-besaran dan pasar perumahan didominasi oleh Private sector.
Ciri khas utama teori ini adalah adanya kecenderungan, dalam perkembangan tiap
daerah dalam cenderung memperluas dan masuk daerah berikutnya (sebelah luarnya).
Prosesnya mengikuti sebuah urutan-urutan yang dikenal sebagai rangkaian invasi
(invasion succesion). Cepatnya proses ini tergantung pada laju pertumbuhan ekonomi
kota dan perkembangan penduduk. Sedangkan di pihak lain.

6
BAB III
KESIMPULAN
A. Teori Konsentris
TEORI KONSENTRIS dikemukakan oleh E.W.
BURGES. Teori ini menyatakan bahwa Daerah Pusat Kota
(DPK) atau Central Business District (CBD) adalah pusat
kota yang letaknya tepat di tengah kota dan berbentuk bundar
yang merupakan pusat kehidupan sosial, ekonomi, budaya
dan politik, serta merupakan zona dengan derajat aksesibilitas
tinggi dalam suatu kota. DPK atau CBD tersebut terbagi atas
dua bagian, yaitu: pertama, bagian paling inti atau RBD
(Retail Business District) dengan kegiatan dominan
pertokoan, perkantoran dan jasa; kedua, bagian di luarnya
atau WBD (Wholesale Business District) yang ditempati oleh
bangunan dengan peruntukan kegiatan ekonomi skala besar,
seperti pasar, pergudangan (warehouse), dan gedung
penyimpanan barang supaya tahan lama (storage buildings).

1. Zona pusat daerah kegiatan (Central Business District), yang merupakan pusat
pertokoan besar, gedung perkantoran yang bertingkat, bank, museum, hotel,
restoran dan sebagainya.
2. Zona peralihan atau zona transisi, merupakan daerah kegiatan. Penduduk zona ini
tidak stabil, baik dilihat dari tempat tinggal maupun sosial ekonomi. Daerah ini
sering ditemui kawasan permukiman kumuh yang disebut slum karena zona ini
dihuni penduduk miskin. Namun demikian sebenarnya zona ini merupakan zona
pengembangan industri sekaligus menghubungkan antara pusat kota dengan daerah
di luarnya.
3. Zona permukiman kelas proletar, perumahannya sedikit lebih baik karena dihuni
oleh para pekerja yang berpenghasilan kecil atau buruh dan karyawan kelas bawah,
ditandai oleh adanya rumah-rumah kecil yang kurang menarik dan rumah-rumah
susun sederhana yang dihuni oleh keluarga besar. Burgess menamakan daerah ini
yaitu working men's homes.
4. Zona permukiman kelas menengah (residential zone), merupakan kompleks
perumahan para karyawan kelas menengah yang memiliki keahlian tertentu.
Rumah-rumahnya lebih baik dibandingkan kelas proletar.
5. Wilayah tempat tinggal masyarakat berpenghasilan tinggi. Ditandai dengan adanya
kawasan elit, perumahan dan halaman yang luas. Sebagian penduduk merupakan
kaum eksekutif, pengusaha besar, dan pejabat tinggi.
6. Zona penglaju (commuters), merupakan daerah yang yang memasuki daerah
belakang (hinterland) atau merupakan batas desa-kota. Penduduknya bekerja di
kota dan tinggal di pinggiran. (sumber: http://id.wikipedia.org/wiki/Kota)

Sumber :
http://bayualfian66-degagajago.blogspot.com/2011/06/teori-konsentris.html

Anda mungkin juga menyukai