Anda di halaman 1dari 63

Nama : Cynthia Karamina Elvia ORTHOPAEDIC CHECKLIST BAB I PENDAHULUAN

Pertemuan pertama seorang dokter dengan penderita merupakan peristiwa yang penting , oleh karena pada saat tersebut tidak hanya dilakukan penilaian yang teliti dan pemeriksaan yang lengkap tetapi juga merupakan kesempatan untuk membangun hubungan rasa saling percaya dan rasa saling pengertian sehingga tujuan pengobatan yang maximal dapat dicapai. Seorang dokter sebaiknya memberikan kesan sebagai orang yang ingin bergabung dengan penderita untuk mencari tahu apa yang secara normal ada dan apa yang secara abnormal terjadi pada penderita. Sebagaimana bidang ilmu lainnya, pengobatan bedah ortopedi hanya dapat berhasil dengan baik bila sebelumnya dapat ditegakkan suatu diagnosis yang baik. Suatu diagnosis ditegakkan melalui beberapa tahapan pemeriksaan dan untuk itu seorang dokter dituntut untuk memiliki ilmu pengetahuan, keterampilan disamping pengalaman yang baik. Pemeriksaan di awali dengan menanyakan riwayat penderita (anamnesis) dan dilanjutkan dengan pemeriksaan fisik serta pemeriksaanpemeriksaan tertentu berdasarkan kebutuhan yang diperlukan. Data yang dihasilkan kemudian dipadukan dan dianalisa sehingga suatu diagnosis yang baik dapat ditegakkan, yang merupakan dasar/tuntunan dalam melakukan pengobatan pada penderita. Pemeriksaan yang dilakukan dalam menegakkan suatu diagnosis meliputi : riwayat penderita, pemeriksaan fisik, pemeriksaan neurologis, pemeriksaan radiologis, pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan khusus.

BAB II ATLS

Penderita trauma/multitrauma memerlukan penilaian dan pengelolaan yang cepat dan tepat untuk menyelamatkan jiwa penderita. Waktu berperan sangat penting, oleh karena itu diperlukan cara yang mudah, cepat dan tepat. Proses awal ini dikenal dengan Initial assessment ( penilaian awal ). Penilaian awal meliputi: 1. Persiapan 2. Triase 3. Primary survey (ABCDE) 4. Resusitasi 5. Tambahan terhadap primary survey dan resusitasi 6. Secondary survey 7. Tambahan terhadap secondary survey 8. Pemantauan dan re-evaluasi berkesinarnbungan 9. Transfer ke pusat rujukan yang lebih baik Urutan kejadian diatas diterapkan seolah-seolah berurutan namun dalam praktek sehari-hari dapat dilakukan secara bersamaan dan terus menerus. I. PERSIAPAN A. Fase Pra-Rumah Sakit 1. Koordinasi yang baik antara dokter di rumah sakit dan petugas lapangan 2. Sebaiknya terdapat pemberitahuan terhadap rumah sakit sebelum penderita mulai diangkut dari tempat kejadian. 3. Pengumpulan keterangan yang akan dibutuhkan di rumah sakit seperti waktu kejadian, sebab kejadian, mekanisme kejadian dan riwayat penderita. B. Fase Rumah Sakit 1. Perencanaan sebelum penderita tiba
2

2. Perlengkapan airway sudah dipersiapkan, dicoba dan diletakkan di tempat yang mudah dijangkau 3. Cairan kristaloid yang sudah dihangatkan, disiapkan dan diletakkan pada tempat yang mudah dijangkau 4. Pemberitahuan terhadap tenaga laboratorium dan radiologi apabila sewaktu-waktu dibutuhkan. 5. Pemakaian alat-alat proteksi diri

II. TRIASE Triase adalah cara pemilahan penderita berdasarkan kebutuhan terapi dan sumber daya yang tersedia. Dua jenis triase : A. Multiple Casualties Jumlah penderita dan beratnya trauma tidak melampaui kemampuan rumah sakit. Penderita dengan masalah yang mengancam jiwa dan multi trauma akan mendapatkan prioritas penanganan lebih dahulu. B. Mass Casualties Jumlah penderita dan beratnya trauma melampaui kemampuan rumah sakit. Penderita dengan kemungkinan survival yang terbesar dan membutuhkan waktu, perlengkapan dan tenaga yang paling sedikit akan mendapatkan prioritas penanganan lebih dahulu. Pemberian label kondisi pasien pada musibah massal : A. Label hijau Penderita tidak luka . Ditempatkan di ruang tunggu untuk dipulangkan. B. Label kuning Penderita hanya luka ringan. Ditempatkan di kamar bedah minor UGD. C. Label merah Penderita dengan cedera berat. Ditempatkan di ruang resusitasi UGD dan disiapkan dipindahkan ke kamar operasi mayor UGD apabila sewaktuwaktu akan dilakukan operasi
3

D. Label biru Penderita dalam keadaan berat terancam jiwanya. Ditempatkan di ruang resusitasi UGD disiapkan untuk masuk intensive care unit atau masuk kamar operasi. E. Label hitam Penderita sudah meninggal. Ditempatkan di kamar jenazah. III. PRIMARY SURVEY A. Airway dengan kontrol cervical 1. Penilaian a. Mengenal patensi airway ( inspeksi, auskultasi, palpasi) b. Penilaian secara cepat dan tepat akan adanya obstruksi 2. Pengelolaan airway a. Lakukan chin lift dan atau jaw thrust dengan kontrol cervical in-line immobilisasi b. Bersihkan airway dari benda asing bila perlu suctioning dengan alat yang rigid c. Pasang pipa nasopharyngeal atau orofaringeal 3. Fiksasi collum 4. Anggaplah bahwa terdapat kemungkinan fraktur cervical pada setiap penderita multi trauma, terlebih bila ada gangguan kesadaran atau perlukaan diatas klavikula. 5. Evaluasi B. Breathing dan Ventilasi-Oksigenasi 1. Penilaian a. Buka collum dan dada penderita, dengan tetap memperhatikan kontrol cervical in-line immobilisasi b. Tentukan laju dan dalamnya pernapasan c. Inspeksi dan palpasi collum dan thoraks untuk mengenali kemungkinan terdapat deviasi trakhea, ekspansi thoraks simetris atau tidak, pemakaian otot-otot tambahan dan tanda-tanda cedera lainnya. d. Perkusi thoraks untuk menentukan redup atau hipersonor e. Auskultasi thoraks bilateral 2. Pengelolaan a. Pemberian oksigen konsentrasi tinggi ( nonrebreather mask 11-12 liter/menit) b. Ventilasi dengan Bag Valve Mask c. Menghilangkan tension pneumothorax
4

d. Menutup open pneumothorax e. Memasang pulse oxymeter 3. Evaluasi C. Circulation dengan kontrol perdarahan 1. Penilaian a. Mengetahui sumber perdarahan external yang fatal b. Mengetahui sumber perdarahan internal c. Periksa nadi : kecepatan, kualitas, keteraturan, pulsus paradoksus. Tidak diketemukannya pulsasi dari arteri besar merupakan pertanda diperlukannya resusitasi masif segera. d. Periksa warna kulit, kenali tanda-tanda sianosis. e. Periksa tekanan darah 2. Pengelolaan a. Penekanan langsung pada sumber perdarahan external b. Kenali perdarahan internal, kebutuhan untuk intervensi bedah serta konsultasi pada ahli bedah. c. Pasang kateter IV 2 jalur ukuran besar sekaligus mengambil sampel darah untuk pemeriksaan rutin, kimia darah, tes kehamilan (pada wanita usia subur), golongan darah dan cross-match serta Analisis Gas Darah (BGA). d. Beri cairan kristaloid yang sudah dihangatkan dengan tetesan cepat. e. Pasang PSAG/bidai pneumatik untuk kontrol perdarahan pada pasienpasien fraktur pelvis yang mengancam nyawa. f. Cegah hipotermia 3. Evaluasi

D. Disability 1. Tentukan tingkat kesadaran memakai skor GCS/PTS 2. Nilai pupil : besarnya, isokor atau tidak, reflek cahaya dan awasi tandatanda lateralisasi 3. Evaluasi dan Re-evaluasi airway, oksigenasi, ventilasi dan circulation. E. Exposure/Environment 1. Buka pakaian penderita 2. Cegah hipotermia : beri selimut hangat dan tempatkan pada ruangan yang cukup hangat.
5

IV. RESUSITASI A. Re-evaluasi ABCDE B. Dosis awal pemberian cairan kristaloid adalah 1000-2000 ml pada dewasa dan 20 mL/kg pada anak dengan tetesan cepat C. Evaluasi resusitasi cairan 1. Nilailah respon penderita terhadap pemberian cairan awal 2. Nilai perfusi organ ( nadi, warna kulit, kesadaran dan produksi urin ) serta awasi tanda-tanda syok D. Pemberian cairan selanjutnya berdasarkan respon terhadap pemberian cairan awal. 1. Respon cepat - Pemberian cairan diperlambat sampai kecepatan maintenance - Tidak ada indikasi bolus cairan tambahan yang lain atau pemberian darah - Pemeriksaan darah dan cross-match tetap dikerjakan - Konsultasikan pada ahli bedah karena intervensi operatif mungkin masih diperlukan 2. Respon Sementara - Pemberian cairan tetap dilanjutkan, ditambah dengan pemberian darah - Respon terhadap pemberian darah menentukan tindakan operatif - Konsultasikan pada ahli bedah 3. Tanpa respon - Konsultasikan pada ahli bedah - Perlu tindakan operatif sangat segera - Waspadai kemungkinan syok non hemoragik seperti tamponade jantung atau kontusio miokard - Pemasangan CVP dapat membedakan keduanya V. TAMBAHAN PADA PRIMARY SURVEY DAN RESUSITASI A. Pasang EKG 1. Bila ditemukan bradikardi, konduksi aberan atau ekstrasistole harus dicurigai adanya hipoksia dan hipoperfusi 2. Hipotermia dapat menampakkan gambaran disritmia B. Pasang kateter uretra 1. Kecurigaan adanya ruptur uretra merupakan kontra indikasi pemasangan kateter urine
6

2. Bila terdapat kesulitan pemasangan kateter karena striktur uretra atau BPH, jangan dilakukan manipulasi atau instrumentasi, segera konsultasikan pada bagian bedah 3. Ambil sampel urine untuk pemeriksaan urine rutine 4. Produksi urine merupakan indikator yang peka untuk menilai perfusi ginjal dan hemodinamik penderita 5. Output urine normal sekitar 0,5 ml/kgBB/jam pada orang dewasa, 1 ml/kgBB/jam pada anak-anak dan 2 ml/kgBB/jam pada bayi C. Pasang kateter lambung 1. Bila terdapat kecurigaan fraktur basis kranii atau trauma maksilofacial yang merupakan kontraindikasi pemasangan nasogastric tube, gunakan orogastric tube. 2. Selalu tersedia alat suction selama pemasangan kateter lambung, karena bahaya aspirasi bila pasien muntah. D. Monitoring hasil resusitasi dan laboratorium Monitoring didasarkan atas penemuan klinis; nadi, laju nafas, tekanan darah, Analisis Gas Darah (BGA), suhu tubuh dan output urine dan pemeriksaan laboratorium darah. E. Pemeriksaan foto rotgen dan atau FAST 1. Segera lakukan foto thoraks, pelvis dan cervical lateral, menggunakan mesin x-ray portabel dan atau FAST bila terdapat kecurigaan trauma abdomen. 2. Pemeriksaan foto rotgen harus selektif dan jangan sampai menghambat proses resusitasi. Bila belum memungkinkan, dapat dilakukan pada saat secondary survey. 3. Pada wanita hamil, foto rotgen yang mutlak diperlukan, tetap harus dilakukan. VI. SECONDARY SURVEY A. Anamnesis Anamnesis yang harus diingat : A : Alergi M:Mekanisme dan sebab trauma M:Medikasi ( obat yang sedang diminum saat ini) P : Past illness L : Last meal (makan minum terakhir) E : Event/Environtment yang berhubungan dengan kejadian perlukaan.
7

B. Pemeriksaan Fisik VII. TAMBAHAN PADA SECONDARY SURVEY A. Sebelum dilakukan pemeriksaan tambahan, periksa keadaan penderita dengan teliti dan pastikan hemodinamik stabil B. Selalu siapkan perlengkapan resusitasi di dekat penderita karena pemeriksaan tambahan biasanya dilakukan di ruangan lain C. Pemeriksaan tambahan yang biasanya diperlukan : 1. CT scan kepala, abdomen 2. USG abdomen, transoesofagus 3. Foto ekstremitas 4. Foto vertebra tambahan 5. Urografi dengan kontras

VIII. RE-EVALUASI PENDERITA A. Penilaian ulang terhadap penderita, dengan mencatat dan melaporkan setiap perubahan pada kondisi penderita dan respon terhadap resusitasi. B. Monitoring tanda-tanda vital dan jumlah urin C. Pemakaian analgetik yang tepat diperbolehkan

IX. TRANSFER KE PUSAT RUJUKAN YANG LEBIH BAIK A. Pasien dirujuk apabila rumah sakit tidak mampu menangani pasien karena keterbatasan SDM maupun fasilitas serta keadaan pasien yang masih memungkinkan untuk dirujuk. B. Tentukan indikasi rujukan, prosedur rujukan dan kebutuhan penderita selama perjalanan serta komunikasikan dengan dokter pada pusat rujukan yang dituju.

BAB III ORTHOPEDIC DIAGNOSTIC RIWAYAT PENDERITA Data pribadi meliputi: o Nama o Umur o Jenis Kelamin o Pekerjaan o Alamat Tanggal pemeriksaan Keluhan utama Riwayat penyakit sekarang Riwayat penyakit lainnya Riwayat sebelum sakit o Riwayat penyakit dahulu o Riwayat trauma o Riwayat pengobatan o Riwayat operasi Riwayat sistem tubuh lainnya Riwayat keluarga Latar belakang sosial dan pekerjaan

PEMERIKSAAN FISIK Pemeriksaan fisik mempunyai arti yang penting dalam menguatkan data-data yang kita temukan dalam anamnesis dan sekaligus memberikan kepada kita pilihan terhadap pemeriksaan-pemeriksaan khusus atau tambahan yang perlu kita lakukan.

Pada bidang ilmu bedah ortopedi, pemeriksaan fisik pada dasarnya dibagi atas dua jenis, yaitu: 1. Pemeriksaan fisik umum 2. Pemeriksaan fisik ortopedi a. Pemeriksaan fisisk ortopedi umum b. Pemeriksaan fisik ortopedi regional

PEMERIKSAAN FISIK UMUM Pemeriksaan fisik ini dilakukan sebagaimana pemeriksaan fisik bidang kedokteran lainnya dan bertujuan untuk mengevaluasi keadaan fisik penderita secara umum serta melihat apakah ada indikasi penyakit lainnya selain kelainan muskuloskeletal. Pemeriksaan dilakukan secara sistematik karena sebagian penderita yang datang adalah penderita yang sudah berumur dan biasanya mempunyai kelainan lain selain kelainan muskuloskeletal yang dikeluhkan. Pada beberapa penderita kadang-kadang dilakukan tindakan operasi dengan pembiusan sehingga perlu dipertimbangkan pemeriksaan secara teliti mengenai sistem kardiovaskuler, pernafasan, saluran kemih dan saluran pencernaan untuk keamanan dan kelancaran operasi.

PEMERIKSAAN FISIK ORTOPEDI PEMERIKSAAN FISIK ORTOPEDI UMUM Pemeriksaaan fisik pada penderita memerlukan beberapa prinsip pemeriksaan. Teknik pemeriksaan secara alami bervariasi pada setiap individu, tetapi pada dasarnya dibutuhkan suatu pemeriksaan yang rutin
10

atau baku, tahap demi tahap agar pemeriksaan tidak berulang. Pemeriksaan fisik juga disesuaikan dengan keadaan dan kondisi penderita, misalnya penderita yang memerlukan penanganan darurat maka pemeriksaan fisik yang dilakukan seperlunya sesuai dengan kebutuhan yang ada. 1. Status generalis dalam pemeriksaan ortopedi secara umum, saat penderita datang pada kita sudah merupakan suatu pemeriksaan awal menyeluruh secara sambil lalu dengan melihat postur dan cara berjalan penderita.

Pemeriksaan fisik ortopedi yang dilakukan meliputi : Pemeriksaan bagian dengan keluhan utama Pemeriksaan bagian dengan keluhan utama yang dikeluhkan dilakukan secara teliti. Tetapi harus diingat bahwa keluhan pada satu tempat mungkin akibat dari kelainan pada tempat lain, sehingga tidak cukup hanya dengan memeriksa pada tempat dengan keluhan utama. Pemeriksaan kemungkinan nyeri kiriman dari sumber ditempat lain ( reffered pain )

Untuk pemeriksaan muskuloskeletal diperlukan peralatanperalatan : 1. Stetoskop 2. Refleks Hammer 5. Kapas 6. Jarum kecil
11

3. Pensil untuk kulit (marker) 4. Meteran

7. Senter saku 8. Goniometer

Pemeriksaan fisik sebenarnya sudah dimulai ketika penderita datang ke dokter dengan mengamati penampakan umum penderita, raut muka, cara berjalan, cara duduk dan cara tidur, proporsi tinggi badan terhadap anggota tubuh lainnya, keadaan simetris bagian tubuh kiri dan kanan, cara berjalan dan tingkah laku, ekspresi wajah, kecemasan serta reaksi emosional lainnya untuk melihat aspek-aspek emosional dan somatis dari penderita. Pemeriksaan fisik mempunyai nilai yang paling penting dalam memperkuat penemuan-penemuan yang berhasil kita dapatkan dari riwayat dan anamnesis yang telah kita buat dan menambah atau mengurangi pilihan diagnosis yang dapat kita lakukan .

12

Pemeriksaan Fisik Ortopedi

Inspeksi (look) (move)

Palpasi (feel)

Gerak

Bagian distal lain

Bagian utama

Bagian

Kulit dan sendi

Jaringan lunak

Tulang

Pembuluh darah, saraf, otot, tendo, ligamen

13

2. Pemeriksaan Lokalis Pemeriksaan dilakukan secara sitematis dengan urutan-urutan sebagai berikut: Inspeksi (Look) Palpasi (Feel) Kekuatan otot (Power) Penilaian gerakan sendi baik pergerakan aktif maupun pasif (Move) Auskultasi Uji-uji fisik khusus

Inspeksi (Look) Inspeksi sebenarnya telah dimulai ketika penderita memasuki ruangan periksa. Pada inspeksi secara umum diperhatikan raut muka penderita, apakah terlihat kesakitan. Cara berjalan sekurang-kurangnya 20 langkah, cara duduk dan cara tidur. Inspeksi dilakukan secara sistematik dan perhatian terutama ditujukan pada : a. Kulit, meliputi warna kulit dan tekstur kulit. b. Jaringan lunak yaitu pembuluh darah, saraf, otot, tendo, ligamen, jaringan lemak, fasia, kelenjar limfe. c. Tulang dan Sendi d. Sinus dan jaringan parut Apakah sinus berasal dari permukaan saja, dari dalam tulang atau dalam sendi.

14

Apakah jaringan parut berasal dari luka operasi, trauma atau supurasi. Palpasi (Feel) Yang perlu diperhatikan pada palpasi adalah: a. Suhu kulit, apakah lebih panas/dingin dari biasanya, apakah denyutan arteri dapat diraba atau tidak. b. Jaringan lunak; palpasi jaringan lunak dilakukan untuk mengetahui adanya spasme otot, atrofi otot, keadaan membran sinovia, penebalan membran jaringan sinovia, adanya tumor dan sifatnya, adanya cairan di dalam/ di luar sendi atau adanya pembengkakan. c. Nyeri tekan; perlu diketahui lokalisasi yang tepat dari nyeri, apakah nyeri setempat atau nyeri yang bersifat kiriman dari tempat lain (referred pain). d. Tulang; diperhatikan bentuk, permukaan, ketebalan, penonjolan dari tulang atau adanya gangguan di dalam hubungan yang normal antara tulang yang satu dengan lainnya. e. Pengukuran panjang anggota gerak; terutama untuk anggota gerak bawah dimana adanya perbedaan panjang merupakan suatu hal yang penting untuk dicermati. Pengukuran juga berguna untuk mengetahui adanya atrofi/pembengkakan otot dengan

membandingkan dengan anggota gerak yang sehat. f. Penilaian deformitas yang menetap;pemeriksaan ini dilakukan apabila sendi tidak dapat diletakkan pada posisi anatomis yang normal.

Kekuatan Otot (Power)

15

Pemeriksaan kekuatan otot penting artinya untuk diagnosis, tindakan, prognosis serta hasil terapi. Penilaian dilakukan menurut Medical Research Council dimana kekuatan otot dibagi dalam grade 0-5, yaitu: Grade 0 Tidak ditemukan adanya kontraksi otot. Grade 1 Kontraksi otot yang terjadi hanya berupa perubahan dari tonus otot yang dapat diketahui dengan palpasi dan tidak dapat menggerakkan sendi. Grade 2 Otot hanya mampu menggerakkan persendian tetapi kekuatannya tidak dapat melawan pengaruh gravitasi. Grade 3 Disamping dapat menggerakkan sendi, otot juga dapat melawan pengaruh gravitasi tetapi tidak kuat terhadap tahanan yang diberikan oleh pemeriksa. Grade 4 Kekuatan otot seperti pada grade 3 disertai dengan kemampuan otot terhadap tahanan yang ringan. Grade 5 Kekuatan otot normal.

Pergerakan (Move)

16

Pada pergerakan sendi dikenal dua istilah pergerakan yang aktif merupakan pergerakan sendi yang dilakukan oleh penderita sendiri dan pergerakan pasif yaitu pergerakan sendi dengan bantuan pemeriksa. Pada pergerakan dapat diperoleh informasi mengenai: a. Evaluasi gerakan sendi secara aktif dan pasif Apakah gerakan ini menimbulkan rasa sakit Apakah gerakan ini disertai dengan adanya krepitasi b. Stabilitas sendi Terutama ditentukan oleh integritas kedua permukaan sendi dan keadaan ligamen yang mempertahankan sendi. Pemeriksaan stabilitas sendi dapat dilakukan dengan memberikan tekanan pada ligamen dan gerakan sendi diamati. c. Pemeriksaan ROM (Range of Join Movement) Pemeriksaan batas gerakan sendi harus dicatat pada setiap pemeriksaan ortopedi yang meliputi batas gerakan aktif dan batas gerakan pasif. Setiap sendi mempunyai nilai batas gerakan normal yang merupakan patokan untuk gerakan abnormal dari sendi. Dikenal beberapa macam gerakan pada sendi, yaitu : abduksi, adduksi, ekstensi, flexi, rotasi eksterna, rotasi interna, pronasi, supinasi, flexi lateral, dorso flexi, plantar flexi, inversi dan eversi. Auskultasi Pemeriksaan auskultasi pada bidang bedah ortopedi jarang dilakukan dan biasanya dilakukan bila ada krepitasi misalnya pada fraktur atau mendengar bising fistula arteriovenosa.

17

PEMERIKSAAN FISIK ORTOPEDI REGIONAL BEBERAPA TERMINOLOGI DALAM ORTOPEDI Untuk memudahkan pemahaman maka sebelum pemeriksaan regional ortopedi dibahas, akan dijelaskan terlebih dahulu beberapa terminologi yang sering digunakan dalam bidang ilmu bedah ortopedi, yaitu: 1. Terminologi dari gerakan sendi ROM merupakan istilah baku untuk menyatakan batas/besarnya gerakan sendi dan sebagai dasar untuk menetapkan adanya kelainan atau menyatakan besarnya gerakan sendi yang abnormal. Sebagaimana telah disinggung sebelumnya, dikenal gerakan sendi aktif dan pasif sehingga penilaian ROM juga terbagi dua yaitu ROM pada gerakan sendi aktif dan ROM pada gerakan sendi pasif. 2. Terminologi klinik yang berpasangan dalam bedah ortopedi Abduksi dan Adduksi Gerakan abduksi dan adduksi dapat ditemukan pada sendi bahu, panggul, sendi metakarpo-falangeal dan metatarso-falangeal. Abduksi adalah gerakan yang menjauhi garis tengah tubuh. Adduksi adalah gerakan yang mendekati garis tengah tubuh. Pada tangan dan kaki, garis tengah terletak pada jari tengah tangan dan kaki.

18

Dorso Flexi dan Plantar/palmar Flexi Dorso flexi adalah gerakan dari jari-jari kaki atau ibu jari kaki dengan arah permukaan ke dorsal sedangkan gerakan dorso flexi pada jari-jari tangan dan pergelangan tangan juga terhadap permukaan dorsal. Plantar flexi adalah gerakan pada jari kaki dan ibu jari kaki ke arah permukaan plantar kaki. Palmar flexi adalah gerakan pada jari tangan ke arah permukaan palmar.

Inversi dan Eversi Gerakan eversi dan inversi terjadi secara simultan pada sendi subtalar dan midtarsal kaki. Eversi adalah gerakan berputar permukaan plantar kaki ke arah luar terhadap tungkai bawah. Inversi adalah gerakan berputar permukaan plantar kaki ke arah dalam terhadap tungkai bawah.

19

Rotasi Interna dan Rotasi Eksterna Rotasi interna/rotasi media dan rotasi eksterna/lateral dapat terjadi pada sendi bahu, panggul dan sedikit pada lutut. Rotasi interna adalah gerakan berputar dari permukaan depan anggota gerak ke dalam/ ke medial. Rotasi eksterna adalah gerakan berputar dari permukaan anggota gerak ke arah luar/lateral.

Pronasi dan Supinasi Gerakan pronasi dan supinasi terjadi pada anggota gerak lengan bawah melalui sendi siku dan sendi pergelangan tangan serta pada kaki depan (forefoot) melalui sendi midtarsal.
20

3. Terminologi beberapa deformitas pada anggota gerak. Beberapa terminologi deformitas yang biasa dipergunakan di klinik pada deformitas sendi adalah: Deformitas Postural Deformitas postural adalah suatu deformitas yang terjadi karena kebiasaan sikap/posisi tubuh. Deformitas ini dapat dikoreksi oleh aksi dari otot penderita sendiri. Deformitas dinamik terjadi oleh karena aksi dari otot penderita sendiri dan biasanya terjadi akibat

ketidakseimbangan otot. Deformitas terfiksasi atau struktural adalah deformitas yang tidak dapat dikoreksi dengan bantuan secara pasif.

Kalkaneus dan Ekuinus Deformitas ini hanya terjadi pada pergelangan kaki. Kalkaneus adalah deformitas pada kaki dimana telapak kaki dalam posisi dorso flexi sehingga beban tubuh (weight bearing) hanya ditopang oleh tumit sewaktu menapak pada lantai. Sedangkan ekuinus adalah deformitas pada kaki dalam keadaan flexi plantar sehingga beban tubuh hanya ditopang oleh kaki bagian depan sewaktu menapak pada lantai.

21

Kavus dan Planus Deformitas ini hanya terjadi pada kaki yang disebut sebagai pes kavus dan pes planus. Pes kavus adalah lengkung telapak kaki meninggi dibandingkan dengan yang normal. Kombinasi antara kalkaneus dan kavus disebut kalkaneokavus. Pes planus adalah hilangnya arkus kaki menjadi rata sehingga membentuk kaki yang disebut kaki ceper.

22

Torsi Interna dan Torsi Eksterna Deformitas ini menunjukkan adanya perputaran aksis longitudinal dari tulang dan biasanya ditemukan pada femur dan tibia. Pada torsi interna, aspek anterior dari bagian distal tulang berputar ke arah dalam/medial terhadap aspek anterior dari tulang proksimal misalnya torsi tibia interna atau torsi femoral interna. Pada torsi eksterna, aspek anterior dari bagian distal tulang panjang berputar keluar/lateral terhadap aspek anterior bagian proksimal ini, misalnya torsi femoral eksterna dan torsi tibial eksterna. Anteversi dan Retroversi Deformitas ini menjelaskan hubungan antara leher dan batang femur. Disebut anteversi femoral bila lutut menghadap ke depan dan leher femur mengarah ke depan dalam derajat tertentu. Disebut retroversi femoral bila lutut menghadap ke depan dan leher femur mengarah ke posterior dalam derajat tertentu.

Varus dan Valgus Istilah varus dan valgus dipergunakan untuk angulasi abnormal dari anggota gerak. Deformitas ini biasanya terjadi pada sendi atau tulang dekat sendi.

23

Varus Varus adalah angulasi secara imajiner yang menunjukkan lingkaran imajiner dimana penderita berada. Koksa vara adalah berkurangnya sudut leher femur dan batang femur dari normal misalnya sudutnya 90 (normal = 130). Kubitus varus adalah berkurangnya sudut normal dari sendi siku. Genu varum (bow legs) adalah lutut berjauhan apabila kaki berdekatan Talipes ekuinovarus, deformitas ini terjadi bersama dengan deformitas plantar plantar flexi dari pergelangan kaki. Kombinasi ini misalnya pada ekuinus varus bawaan. Metatarsus varus (metatarsus adduktus), deformitas adduksi dari kaki depan terhadap kaki belakang . Haluks varus, adalah deformitas adduksi dari ibu jari kaki terhadap sendi metatarsofalangeal.

Valgus

24

Valgus adalah angulasi secara imajiner yang tidak ada hubungannya dengan lingkaran imajiner dimana penderita ditempatkan. Kubitus valgus, adalah bertambahnya carrying angle dari sendi siku. Koksa valga, adalah bertambahnya sudut leher dan batang femur melebihi normal (130) misalnya 170. Genu valgum (knock knees), adalah bila lutut didekatkan maka kaki akan berjauhan . Metatarsus abduktus, adalah deformitas adduksi dari kaki depan terhadap kaki belakang. Hip valgus, adalah bertambahnya sudut antara aksis dari tungkai dan tumit dalam posisi eversi. Talipes kalkaneovalgus, adalah deformitas eversi pada kaki disertai dengan kalkaneus atau deformitas dorsoflexi dari pergelangan kaki. Haluks valgus, adalah deformitas abduksi dari ibu jari kaki terhadap metarsofalangeal.

PEMERIKSAAN REGIONAL Pemeriksaan ortopedi regional terdiri atas : Pemeriksaaan Tulang Belakang PEMERIKSAAN LEHER DAN VERTEBRA CERVICALIS Kelainan yang paling sering ditemukan pada leher ditemukan pada leher adalah degenerasi vertebra cervicalis dan osteoartritis sekunder pada diskus intervertera cervicalis yang dapat mengakibatkan prolapsus dari diskus dan spondilosis cervical. Kelainan pada vertebra cervicalis sering
25

disertai

dengan

kelainan pada pangkal pleksus brakialis

yang

menyebabkan nyeri, kelemahan otot atau gangguan sensibilitas pada anggota gerak yang bersangkutan. Pemeriksaan klinik rutin pada kelainan di daerah leher 1. Pemeriksaan lokal leher disertai pemeriksaan neurologik dan survei vaskuler dari anggota gerak atas. Inspeksi Kontur tulang apakah

terjadi deformitas Kontur jaringan lunak Warna dan tekstur kulit Pergerakan Palpasi Suhu kulit Kontur tulang Kontur jaringan lunak Status Status vaskuler anggota Flexi-ekstensi 130 Flexi lateral 45 Rotasi 80 Apakah ada rasa nyeri Apakah ada krepitasi bila digerakkan neurologik anggota

gerak atas Sistem muskuler Sistem sensoris Keringat Refleks

gerak atas Warna Suhu Nadi

2. Pemeriksaan gejala yang bersifat simptomatik pada leher


26

Gangguan pada leher dapat berasal dari kelainan pada telinga atau tenggorokan. Gejala pada anggota gerak atas melibatkan pleksus brakialis berupa gangguan pada bahu, siku atau saraf torakal bagian perifer. 3. Pemeriksaan umum Pemeriksaan daerah bagian tubuh lainnya juga perlu dilakukan. Gangguan pada leher bisa akibat manifestasi klinis dari suatu penyakit sistemik. Anamnesis Yang perlu diltanyakan pada anamnesis adalah : Adakah hubungan antara gejala sekarang dengan keluhan pada leher sebelumnya Apakah ada trauma pada leher Apakah ada gejala kekakuan pada leher yang merupakan gejala awal prolapsus diskus intervertebra cervicalis Nyeri pada anggota gerak atas harus diketahui sumbernya. Tekanan saraf pada daerah cervical memberikan gambaran klinis sesuai dengan distribusi sarafnya. Nyeri ini menjalar ke lengan atas dan bawah pada satu jari atau lebih. Gejala saraf bisa berupa parestesia, rasa kram atau rasa seperti tertusuk jarum di tangan. Pemeriksaan Pada pemeriksaan leher, baju harus dibuka dan harus terlihat jelas bagian leher secara keseluruhan. Pemeriksaan ini dapat dilakukan dalam keadaan penderita berdiri ataupun duduk. Deformitas

27

Kolumna vertebra cervicalis biasanya sedikit lordosis ke depan. Perubahan kurva ini menjadi lurus atau melengkung ke belakang (kifosis) merupakan tanda adanya kelainan yang mencurigakan. Juga diperhatikan deformitas vertebra ke lateral atau rotasi. Pergerakan Gerakan pada leher yang diperiksa meliputi rotasi, flexi lateral ke kanan/ ke kiri, flexi ekstensi. Gerakan flexi dan ekstensi maximal terjadi pada sendi oksipito-atlantoid. Pemeriksaan neurologik anggota gerak atas Pemeriksaan neurologik perlu dilakukan pada kelainan di daerah leher karena lesi pada daerah cervical sering menyebabkan gangguan pada pleksus brakialis. Sistem muskuler. Otot bahu, lengan atas, lengan bawah dan tangan harus diperiksa apakah ada kelemahan atau fasikulasi otot. Pemeriksaan meliputi tonus dan kekuatan dari setiap otot dan membandingkannya dengan anggota gerak yang berlawanan. Sistem sensoris. Pemeriksaan sensibiltas penderita meliputi rasa raba dan tusuk. Pada kasus tertentu juga dilakukan uji sensibilitas stimulus yang dalam, posisi sendi, vibrasi, rasa panas dan dingin. Daerah lesi sesuai dengan distribusi saraf yang mengalami gangguan sehingga bila terdapat gangguan sensori pada daerah tertentu, maka kita dapat memperkirakan lesi terjadi pada saraf yang mana sesuai dengan percabangan / distribusi dari saraf yang mengalami gangguan. Kelenjar keringat. Keringat timbul bila terjadi hubungan serabut saraf sudomotor.

28

Refleks. Pemeriksaan refleks otot dilakukan dengan membandingkan refleks biseps (C6), triseps (C7) dan brakioradialis (C6) dari lengan kiri dan kanan. Refleks yang ditemukan menentukan apakah ada gangguan neurologis dan jika ada apakah jenis upper motor neuron atau lower motor neuron dan asal dari akar atau cabang saraf.

Pemeriksaan vaskuler anggota gerak atas Kadang-kadang kelainan pada leher terjadi akibat gangguan pada arteri subklavia. Sistem sirkulasi yang efisien dari tiap anggota gerak atas diperhatikan, dibandingkan warna dan rasa hangat pada kedua sisi lengan, tangan dan jari, denyut radialis kiri dan kanan dimana pemeriksaan pertama-tama pada saat anggota gerak dalam keadaan diam, kemudian bahu ditekan dan dilakukan rotasi pada kaput anggota gerak yang diperiksa. Gangguan ekstrinsik yang menyebabkan gangguan pada leher Kadang-kadang gangguan pada daerah sekitar leher misalnya pada telinga, tenggorokan dapat menyebabkan rasa nyeri pad leher dan disebut nyeri kiriman (reffered pain). Untuk itu pemeriksaan daerah sekitar leher dilakukan sebagai pemeriksaan rutin bila ditemukan kelainan pada leher. Gangguan pada anggota gerak atas juga dapat bermanifestasi pada leher yang melibatkan pleksus brakialis.

PEMERIKSAAN VERTEBRA TORAKAL DAN LUMBAL Nyeri pada punggung terutama punggung bawah merupakan

kelainan yang sering ditemukan dalam praktek bedah ortopedi seharihari. Sebagian dari kelainan ini gambarannya jelas sehingga penyebab
29

diagnosis dan pengobatan yang tepat dapat dilakukan. Sebagian lagi tidak dapat diketahui dengan jelas penyebabnya baik melalui pemeriksaan fisik maupun radiologis sehingga hasil pemeriksaan tidak jelas. Dalam kelompok ini termasuk chronic ligamentous strain atau postural back pain. Nyeri punggung bawah sering disertai penjalaran nyeri ke bokong, tungkai atas dan tungkai bawah baik unilateral maupun bilateral. Nyeri yang bersifat menjalar ini disebut sciatica.

Anamnesis Perhatian terutama harus ditujukan pad perlangsungan/onset penyakit, apakah bersifat periodik atau menetap, bertambah buruk atau bertambah baik dan hal-hal apa yang dapat menyebabkan nyeri

bertambah/berkurang. Lokalisasi dari nyeri punggung serta sifat-sifatnya juga harus ditentukan secara jelas. Pemeriksaan klinik rutin gangguan pada punggung 1. Pemeriksaan lokal punggung dan survei neurologis anggota gerak bawah Penderita berdiri: Inspeksi Kontur tulang Kontur jaringan lunak Warna dan tekstur kulit Adanya jaringan parut atau sinus
30

Palpasi Suhu kulit Kontur tulang Kontur jaringan lunak Nyeri lokal

Pergerakan Sendi spinal : Flexi 80 Ekstensi 30 Flexi lateral 35 Rotasi 45 : 1. Nyeri pada pergerakan Penderita berbaring Palpasi fossa iliaka

2. Spasme otot Sendi kostovertebral -Jarak indikasi ekspansi dada Sendi sakroiliaka -Nyeri pada pergerakan

- Pemeriksaan khusus abses atau adanya massa Status neurologis anggota gerak bawah Uji Straight Leg Raising (SLR) Pemeriksaan sistem muskuler 2. Pemeriksaan ekstrinsik punggung dan sciatica Hal ini perlu bila tidak ditemukan kelainan pada pemeriksaan lokal. Pemeriksaan meliputi : Pemeriksaan abdomen Pemeriksaan pelvis Pemeriksaan anggota gerak bawah Pemeriksaan sistem vaskuler perifer 3. Pemeriksaan umum Pemeriksaan umum bagian-bagian tubuh yang lain. Gejala lokal dapat merupakan salah satu manifestasi klinis dari suatu penyakit sistemik.
31

Pemeriksaan Pemeriksaan refleks

sistem sensoris

Tanda-tanda sciatica Nyeri sciatica ditandai dengan penjalaran nyeri sepanjang persarafan nervus sciatica pada tungkai bawah. Ada dua jenis sciatica yang diketahui. Apabila nyerinya hebat dan menjalar dengan arah dan lokalisasi yang jelas pada kulit, apalagi bila disertai kelainan motoris, sensoris dan refleks, maka hampir pasti ini merupakan kelainan mekanik yang memberikan gangguan dari serabut saraf pleksus lumvalis atau sakralis. Jenis sciatica lain berupa rasa nyeri yang samar-samar disertai distribusi nyeri yang tidak jelas dan lebih menyerupai suatu nyeri kiriman akibat kelainan sendi/ligamen.

Penilaian deformitas Setiap kelainan bentuk yang ditemukan baik pada inspeksi maupun palpasi harus dicatat dengan baik. Deformitas tulang belakang dapat berbentuk kifosis, lordosis atau skoliosis. Pemeriksaan Sendi Bahu Sendi bahu merupakan suatu sendi yang secara mekanik sangat kompleks dan terdiri atas tiga komponen persendian yaitu sendi glenohumeral, sendi akromioklavikular, sendi sternoklavikular. Sendi glenohumeral memungkinkan untuk gerakan abduksi, flexi dan rotasi di bawah kontrol otot skapulohumeral. Kedua sendi lainnya bersama-sama memberikan pergerakan 90 berupa rotasi skapula terhadap toraks dan sedikit perputaran anteroposterior skapula. Nyeri pada bahu dan lengan harus dibedakan dengan seksama apakah kelainan ini berasal dari bahu sendiri atau nyeri yang berasal dari vertebra cervicalis atau toraks.

32

Pemeriksaan klinik rutin gangguan pada sendi bahu 1. Pemeriksaan lokal sendi bahu

Inspeksi Kontur tulang Kontur jaringan lunak Warna dan tekstur kulit Adanya jaringan parut atau sinus Palpasi Suhu kulit Kontur tulang Kontur jaringan lunak Nyeri lokal

33

Pergerakan Membedakan pergerakan antara sendi glenohumeral dan sendi skapula pada gerakan abduksi, flexi, ekstensi, rotasi lateral dan rotasi medial. Nyeri pada saat pergerakan Spasme otot Krepitasi pada saat pergerakan Kekuatan Kekuatan otot servikoskapula dan otot torakoskapula Uji elevasi skapula, retraksi skapula, abduksi-rotasi skapula Otot skapulo-humeral (mengontrol pergerakan sendi glenohumeral) yaitu pergerakan abduksi 180, adduksi 75, flexi 180, ekstensi 60, rotasi lateral 80, rotasi medial 80.

Sendi akromioklavikular Pemeriksaaan pembengkakan, rasa panas, nyeri, nyeri bila digerakkan dan stabilitas. Sendi sternoklavikula Pemerikasaan pembengkakan, rasa panas, nyeri, nyeri bila digerakkan dan stabilitas. 2. Pemeriksaan gejala yang kemungkinan merupakan faktor ekstrinsik pada sendi bahu. Pemeriksaan ini penting untuk menerangkan gejala yang tidak ditemukan pada pemeriksaan lokal. Pemeriksaan meliputi : Pemeriksaan leher dengan pleksus brakialis
34

Toraks, jantung dan pleura Abdomen dan lesi subdiafragma 3. Pemeriksaan umum Pemeriksaan umum bagian tubuh lainnya. Anamnesis Pada nyeri bahu harus ditentukan dengan jelas lokasi dan distribusi nyeri. Nyeri biasanya berasal dari ujung akromion menjalar ke bawah pada lengan atas sampai pada insersi otot deltoid. Jarang sekali nyeri pada bahu yang menjalar melewati sendi siku. Nyeri kiriman pada daerah bahu Nyeri kiriman biasanya berupa iritasi dari pleksus brakialis, menjalar dari leher pada bagian atas dari bahu kemudian ke lengan. Gerakan sendi bahu Pada pemerikasaan sendi bahu sangat penting diketahui berapa besar gerakan yang terjadi pada sendi glenohumeral dan berapa besar gerakan rotasi skapula. Untuk membedakannya maka pemeriksa perlu memegang atau memfiksasi bagian bawah skapula. Dalam keadaan normal gerakan sendi bahu berupa abduksi yang terjadi dari sebagian sendi glenohumeral dan sebagian dari rotasi sendi skapula sendiri. Kelainan pada sendi bahu akan memberikan hambatan pada gerakan sendi glenohumeral tetapi tidak pada gerakan skapula.

Estimasi kekuatan otot


35

Untuk memperkirakan besarnya kekuatan ada dua kelompok otot pada daerah bahu yang harus dibedakan yaitu: 1. Otot servikoskapula dan otot torakoskapula Otot servikoskapula dan otot torakoskapula mengontrol gerakan skapula. Fungsi otot ini untuk gerakan elevasi skapula yaitu levator skapula dan bagian atas dari otot trapezius. Retraktor dari skapula yaitu otot rhomboid dan bagian tengah dari otot trapezius. Abduktor rotator dari skapula yaitu otot seratus anterior, bagian tengah dan bagian bawah dari otot trapezius. Untuk menguji perlu dilakukan pemeriksaan fungsi dan kekuatan otot dengan pemeriksaan khusus. 2. Otot skapulohumeral Kelompok otot ini mengontrol sendi glenohumeral yaitu gerakan yang berfungsi untuk abduksi, adduksi, flexi, ekstensi, rotasi lateral, rotasi medial. Sendi akromioklavikular dan sternoklavikular Klavikula merupakan suatu jembatan yang menghubungkan skapula dan sternum. Gerakan sendi akromioklavikular dan sternoklavikular terjadi pada umumnya setelah elevasi dari lengan atas sebesar 90 dan gerakan sendi bahu ke belakang atau ke depan. Pemeriksaan Lengan Atas dan Sendi Siku Kelainan yang biasa ditemukan pada humerus adalah trauma, infeksi pada tulang, tumor tulang terutama oleh karena metastasis. Sedangkan pada sendi siku biasanya berupa artritits. Kelainan lain yang biasa ditemukan adalah osteoarthritis disekans dan bergesernya sendi siku dan beberapa kelainan akibat jepitan pada saraf.
36

Gerakan sendi siku Pada sendi siku terdapat dua komponen persendian yaitu antara humerus dengan ulna dan antara ulna dengan radius yang memberikan kemungkinan gerakan flexi dan ekstensi serta rotasi pada lengan bawah. Gerakan flexi dan ekstensi bervariasi antara 0-150 serta pronasi dan supinasi masing-masing sebesar 0-90 . gambar 4.23 Tahap-tahap pemeriksaan rutin kelainan lengan atas dan sendi siku Pemeriksaan lokal dan sendi siku Inspeksi kontur tulang kontur jaringan lunak warna dan tekstur kulit adanya jaringan atau sinus suhu kulit kontur tulang kontur lunak nyeri lokal jaringan Palpasi

Pergerakan ( aktif dan pasif ) sendi humeroulnar - flexi 150 - ekstensi 0 sendi radio-ulnar - supinasi 80 krepitasi pada pergerakan
37

- pronasi 90 nyeri pada pergerakan

Kekuatan flexi 150 ekstensi 0 supinasi 80 pronasi 90

Stabilitas ligamentum lateral ligamentum medial

Nervus medianus funfsi sensoris fungsi motoris ( gerakan oponen ) kelenjar keringat

Nervus radialis fungsi sensoris fungsi motoris (ekstensi pergelangan tangan, ibu jari, dan jari-jari)

Nervus ulnaris fungsi sensoris fungsi motoris kelenjar keringat.

38

1. Pemeriksaan nyeri lengan yang disebabkan oleh faktor ekstrinsik. Pemeriksaan ini penting untuk menerangkan gejala yang tidak ditemukan pada pemeriksaan lokal, meliputi : - leher dan pleksus brakialis - pemeriksaan bahu 2. Pemeriksaan umum Pemeriksaan pada bagian tubuh lainnya. Gejala lokal yang terjadi mungkin merupakan manifestasi dari penyakit lain.

Faktor ekstrinsik nyeri lengan atas Pada nyeri lengan atas harus dipertimbangkan bahwa nyeri ini kemungkinan berasal dari bahu atau leher akibat kelainan pada pleksus brakialis. Pemeriksaan lengan bawah, pergelengan tangan dan jari-jari Dalam kehidupan sehari-hari suatu pekerjaan sangat tergantung dari efisiensi fungsi tangan dan akan memberikan implikasi ekonomi apabila terjadi kecacatan pada tangan baik akibat trauma ataupun akibat penyakit. Bedah tangan merupakan suatu seni dan ilmu tersendiri yang pada saat ini merupakan suatu spesialisasi khusus dalam ilmu bedah ortopedi dimana pengetahuan dan pengalaman ortopedi, bedah plastik dan rekonstruksi, bedah mikrovaskuler dan bedah saraf memegang peranan yang sangat penting. Pengobatan pada kelainan ini terutama ditujukan untuk melakukan pemulihan/ restorasi fungsi tangan semaximal mungkin.

39

Gerakan pada pergelangan tangan Pergelangan tangan mempunyai dua komponen utama yaitu sendi radiokarpal ( termasuk sendi interkarpal yang memungkinkan flexi 80 , ekstensi 90 abduksi / deviasi radial 25, adduksi / deviasi ulnar 30 ) dan sendi radioulnar inferior yang memungkinkan gerakan supinasi 90 dan pronasi 90. Untuk melakukan pemeriksaan secara akurat terhadap kedua gerakan ini maka sendi siku diflexikan 90 untuk menghilangkan rotasi pada sendi bahu. Gerakan pada jari-jari Gerakan pada jari-jari dibagi dalam tiga kelompok sendi, yaitu ; 1. Sendi karpometakarpal ibu jari Pada sendi karpometakarpal ibu jari terdapat lima macam gerakan yaitu flexi, ekstensi, abduksi, adduksi dan oposisi. Pemeriksaan klinik rutin gangguan lengan bawah, pergelangan tangan dan jari-jari Pemeriksaan local lengan bawah,pergelangan tangan dan jarijari Inspeksi : kontur tulang Kontur jaringan lunak tulang Warna dan tekstur kulit lunak Adanya jaringan parut dan sinus nyeri local
40

Palpasi : suhu kulit kontur

kontur

jaringan

Pergerakan ( aktif dan pasif ) - pergelangan tangan : sendi radiokarpal : flexi-ekstensi, adduksi-abduksi sendi radioulnar inferior : supinasi dan pronasi - tangan sendi karpometakarpal ibu jari : flexi-ekstensi, adduksiabduksi, oposisi sendi metakarpofalangeal : flexi-ekstensi, adduksiabduksi sendi interfalangeal : flexi-ekstensi Kekuatan kekuatan tiap kelompok dikontrol oleh : - pergerakan pergelangan tangan - pergerakan ibu jari dan jari-jari stabilitas : uji untuk pergerakan abnormal Fungsi saraf : uji fungsi sensoris, fungsi motoris dan kelenjar keringat pada bagian medial saraf ulna dan radius. Sirkulasi : denyut arteri, warna dan rasa hangat, pengisian kembali kapiler, sensibilitas kulit. Pemeriksaan bagian yang kemungkinan dapat merupakan faktor ekstrinsik gangguan pada lengan bawah, pergelangan tangan dan jari-jari. Pemeriksaan ini penting untuk menerangkan gejala yang tidak ditemukan pada pemeriksaan lokal. Pemeriksaan ini meliputi : pemeriksaan leher dan toraks pemeriksaan lengan atas secara tersendiri pemeroksaan siku secara tersendiri
41

Pemeriksaan umum Pemeriksaan umum pada bagian-bagian tubuh lainnya. Gejala pada tangan mungkin hanya merupakan salah satu manifestasi klinis dari penyakit lain. 2. Sendi metakarpopalangeal Pada sendi metakarpopalangeal ibu jari dan jari-jari terdapat gerakan flexi dan gerakan ekstensi sebesar 90. 3. Sendi interfalangeal Pada sendi interfalangeal ibu jari dan jari-jari hanya terdapat gerakan flexi dan gerakan ekstensi. Kekuatan otot Pemeriksaan kekuatan otot tangan perlu dilakukan secara teliti dan sabar. Untuk setiap kelompok otot harus dilakukan uji secara tersendiri. Pemeriksaan otot-otot ibu jari meliputi pemeriksaan otot abduktor, addutor, ekstensor ( longus dan brevis ), fleksor ( longus dan brevis ) serta otot-otot oponens. Sementara pada jari-jari dilakukan pemeriksaan otot fleksor profundus dan superficial, ekstensor digitorum, ekstensor indisis, otot interosseus dan otot lumbrikal. Kekuatan pegangan otot Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui kekuatan pegangan yang merupakan kombinasi gerakan otot fleksor dan ekstensor pergelangan tangan serta fleksor jari-jari dan ibu jari. Fungsi saraf

42

Pemeriksaan fungsi ketiga saraf yaitu n.ulnaris, n.medianus, n.radialis harus dilakukan secara tersendiri baik fungsi motoris, sensoris serta fungsi keringat. Sirkulasi Sirkulasi pada jari diamati melalui pemeriksaan denyutan nadi pada arteri, suhu dan warna jari-jari. Faktor ekstrinsik pada lengan bawah dan jari-jari Seringkali sulit dibedakan apakah gejala dan tanda klinis lengan bawah atau jari-jari merupakan gangguan lokal atau bukan. Untuk itu harus dilakukan pemeriksaan dengan baik agar dapat membedakannya dengan jelas.

Pemeriksaan Sendi Panggul Pemeriksaan sendi panggul merupakan pemeriksaan yang penting dalam ortopedi oleh karena trauma/penyakit pada panggul akan menyebabkan gangguan yang berkepanjangan dan mungkin memberikan kecacatan yang serius atau lebih parah lagi menyebabkan

ketidakmampuan untuk bekerja sehingga memberikan dampak ekonomis dalam kehidupan. Daerah panggul ini merupakan suatu daerah yang penting oleh karena sendi panggul merupakan sendi yang sangat kompleks, sulit diperiksa secara akurat.

Anamnesis

43

Karakteristik nyeri daerah panggul adalah nyeri tidak selamanya dari panggul itu sendiri tapi mungkin berasal dari tulang belakang yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan panggul, sehingga harus diperiksa kemungkinan adanya faktor-faktor ekstrinsik. Nyeri pada sendi panggul biasanya dikeluhkan pada daerah lipat paha bagian depan. Sering nyeri ini dirasakan pada daerah lutut dan kadangkala merupakan nyeri yang dominan paa kelainan sendi panggul. Nyeri pada panggul sendiri biasanya akan bertambah berat apabila penderita berjalan atau menggerakkan sendi panggul.

Pengukuran panjang anggota gerak dan ukuran-ukurannya Secara ideal pengukuran dilakukan pada aksis gerakan panggul, yaitu pada titik tengah kaput femur. Tetapi secara klinik hal ini sulit dilakukan, sehingga titik ukur diambil dari titik yang paling mendekati yaitu spina iliaka anterior superior. 1. Pengukuran panjang klinik (panjang sebenarnya=true leg length) Panjang klinik diukur dari spina iliaka anterior superior sampai pinggir bawah maleolus lateralis atau pinggir maaleolus medialis. Dengan pengukuran ini dibandingkan antara kiri dan kanan. Apabila ditemukan adanya pemendekan maka harus ditentukan apakah ditemukan: Diatas trokanter, melalui pengukuran segitiga dari Bryant, garis dari Nelaton, garis dari Schoemaker. Dibawah trokanter. 2. Pengukuran panjang tampak (palsu=apparent leg length)

44

Kadang-kadang ditemukan tungkai bawah tampak panjang sebelah tapi sebenarnya ukurannya sama. Pada keadaan ini pemeriksaan diukur dari titik di garis tengah tubuh yaitu xiphisternum, dari pusat atau dari pubis ke maleolus medialis. Pemendekan yang palsu dari panjang tungkai biasanya disebabkan oleh karena panggul miring dimana koreksi sepenuhnya tidak dapat dilakukan. Panggul miring umumnya disebabkan oleh deformitas adduksi yang menetap yang membuat sisi tersebut seakan lebih pendek atau oleh deformitas abduksi yang menetap sehingga tungkai bawah tersebut terlihat lebih panjang. Pemeriksaan klinik rutin gangguan pada panggul 1. Pemeriksaan lokasi sendi panggul a. Penderita berbaring Penderita berbaring dan membentuk sudut terhadap tungkai bila mungkin Inspeksi Kontur tulang Kontur jaringan lunak Warna kulit Adanya jaringan parut atau sinus Pergerakan pasif) Flexi Abduksi saat flexi (aktif dan Palpasi Suhu kulit Kontur tulang Kontur jaringan lunak dan tekstur Nyeri lokal

45

Rotasi (interna)

medial

Rotasi (eksterna)

lateral

Pemeriksaan adanya deformitas Dilakukan uji Thomas untuk mendeteksi dan mengukur deformitas pada posisi flexi Kekuatan (dilakukan uji yang berlawanan dengan tahanan pemeriksa) Estimasi kekuatan pada kelompok otot fleksor, ekstensor, abduktor, adduktor dan rotator

Pengukuran panjang tungkai Panjang klinik (true/real length) Panjang yang tampak (apparent length) Pemeriksaan pergerakan abnormal Uji pergerakan longitudinal (teleskopik) Uji klik (pada bayi baru lahir)

2.

Pemeriksaan faktor ekstrinsik yang mungkin memberikan gejala pada panggul

Pemeriksaan ini penting untuk menerangkan gejala yang tidak ditemukan pada pemeriksaan lokal, meliputi :
46

Pemeriksaan sendi sakroiliaka Pemeriksaan abdomen dan pelvis Pemeriksaan pembuluh darah besar (sirkulasi arteri) 3. Pemeriksaan Umum terhadap bagian tubuh lainnya untuk mencari

Pemeriksaan

kemungkinan gangguan merupakan manifestasi dari suatu penyakit sistemik pada tubuh. Pemeriksaan deformitas rotasi yang menetap Adanya deformitas rotasi dapat dinilai dari posisi patela yang dalam keadaan normal merupakan satu garis lurs dari spina iliaka anterior superior, pertengahan patela dan jari kedua. Apabila terdapat rotasi baik ke dalam maupun keluar maka konfigurasi garis ini berubah.

Pemeriksaan adanya deformitas menetap Deformitas adduksi yang menetap. Deformitas ini dapat diketahui dengan menilai hubungan antara pelvis dan panggul. Apabila terdapat kelainan maka aksis tranversal panggul yaitu garis yang menghubungkan kedua spina iliaka anterior superior tidak dapat diletakkan dalam garis tegak lurus terhadap anggota gerak yang terkena. Deformitas abduksi yang menetap. Sama dengan diatas, tetapi sudut antara pelvis dan tungkai melebihi 90 Deformitas flexi yang menetap. Deformitas ini dapat diketahui melalui uji Thomas. Prinsip pelaksanaan uji Thomas :

47

Bilamana penderita mengalami deformitas flexi menetap pada panggul, maka penderita berusaha mengkompensasikannya sehingga terjadi lordosis pada tulang belakang. Untuk mengukur derajat deformitas ini, penderita dalam keadaan berbaring dan lordosis dihilangkan dengan melakukan flexi pada tungkai. Sudut antara tungkai atas dan garis horisontal yang terbentuk merupakan derajat besarnya deformitas flexi.

Pergerakan pada sendi panggul 1. Flexi, pergerakan flexi pada sendi panggul sebaiknya dilakukan bersama-sama dengan flexi pada lutut. Nilai normal gerakan ini besarnya 120. 2. Ekstensi, dengan meluruskan kaki. Dalam keadaan ini didapat nilai 0. 3. Abduksi dilakukan dengan cara satu tangan berada di antara spina iliaka anterior superior kiri dan kanan dari tangan yang satu melakukan abduksi. Normal dilakukan abduksi 30-40 aksial. 4. Adduksi, dilakukan dengan menyilangkan kedua kaki. Dalam keadaan normal didapatkan besarnya adduksi 30. 5. Rotasi lateral dan medial masing-masing diperkirakan garis imajiner pada patela, yang normalnya sebesar 40. melalui

Pemeriksaan stabilitas postural Pemeriksaan ini untuk menentukan stabilitas panggul terutama

kemampuan oto abduktor panggul (otot gluteus medius dan minimus) dalam menstabilisasi panggul terhadap femur. Pemeriksaan ini dilakukan menurut uji Duschene-Trendelenburg.

48

Cara pemeriksaannya: Satu tungkai diangkat dalam keadaan flexi 90 sambil berdiri di atas kaki yang lain. Panggul akan ditahan oleh otot panggul yaitu muskulus gluteus medius dan minimus. Jika otot-otot ini tidak berfungsi maka pada inspeksi panggul miring/jatuh ke sisi kaki yang diangkat, dengan kata lain otot-otot panggul tidak mampu menstabilisasi panggul dan disebut uji Trendelenburg positif. Sebaliknya disebut uji Trendelenburg negatif

apabila otot-otot abduktor dapat bekerja secara normal mengankat pelvis ke atas apabila tungkai yang lain diangkat. Ada tiga kelainan yang dapat menyebabkan uji Trendelenburg positi, yaitu: 1. Paralisis otot abduktor misalnya pada poliomielitis. 2. Origo dan insersi otot-otot abduktor terlalu berdekatan sehingga daya kontraksinya hilang. Keadaan ini dapat terjadi pada semua kelainan yang menyebabkan trokanter letak tinggi. 3. Hilangnya stabilitas pada komponen sendi panggul, misalnya fraktur leher femur yang tidak menyambung.

Cara berjalan (gait) Gait perlu diperhatikan pada waktu penderita berdiri dan berjalan. Apabila penderita mengalami nyeri pada panggul atau panggul tidak stabil, biasanya penderita menggunakan tongkat pada sisi yang sebaliknya. Ada beberapa jenis karakteristik cara berjalan: 1. Cara berjalan antalgik, yaitu cara berjalan dengan berupaya mengurangi berat untuk mengurangi nyeri
49

2. Cara berjalan kaki pendek 3. Cara berjalanTrendelenburg

Faktor intrinsik yang menyebabkan nyeri pada panggul Pemeriksaan yang teliti dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan nyeri panggul berasal dari tempat lain terutama yang berasal dari tulang belakang dan sendi sakroiliaka. Pemeriksaan yang perlu dilakukan meliputi pemeriksaan neurologis dari anggota gerak bawah, juga pemeriksaan abdomen dan panggul pemeriksaan rektal dan pemeriksaan bimanual serta pemeriksaan sistem vaskuler.

Pemeriksaan Lutut Stabilitas lutut sangat ditentukan oleh ligamentum dan otot kuadrisep. Otot kuadrisep yang kuat dapat mengontrol stabilitas lutut walupun terdapat keregangan dari ligamen. Lutut sangat mudah mengalami trauma dan berbagai jenis artritis. Daerah lutut juga termasuk daerah dimana terjadi pertumbuhan anggota gerak bawah (daerah yang aktif) dan ini mungkin sebagai salah satu sebab daerah metafisis dari lutut sering mengalami infeksi osteomielitis atau tumor-tumor ganas primer. Pemeriksaan artroskopi belakangan ini memegang peranan dan merupakan pemeriksaan rutin yang sering dilakukan dalam menegakkan diagnosis kelainan-kelainan lutut.

Pembedahan dengan teknik artroskopi digunakan sebagai prosedur rutin pada robekan meniscus dan adanya benda asing dalam sendi. Keuntungan pembedahan dengan teknik ini adalah tidak dilakukan operasi terbuka

50

pada lutut, penyembuhan lebih baik dan masa pemulihan serta perawatan diperpendek. Anamnesis Anamnesis sangat penting dalam menegakkan diagnosis sendi lutut misalnya pada robekan meniscus. Dalam anamnesis harus ditanyakan kapan terjadinya trauma, hal-hal yang terjadi sesudahnya serta mekanisme dari trauma. Keadaan yang perlu ditanyakan yaitu apakah dapat menyelesaikan pertandingan waktu itu, apakah dapat berjalan, dapat meluruskan atan membengkokkan lutut. Beberapa penderita dapat dengan jelas mengutarakan lututnya menjadi terkunci(locking). Menentukan kausa pembengkakan pada sendi Pembengkakan yang difus pada lutut dapat diketahui dengan mudah dengan jalan membandingkan kedua lutut. Pembengkakan pada lutut terutama disebabkan oleh tiga hal, yaitu: 1. Penebalan tulang; penebalan tulang dapat diketahui dengan palpasi pada daerah yang sakit lalu dibandingkan dengan yang normal. Penebalan dapat disebabkan oleh infeksi, tumor atau kista tulang. 2. Efusi sendi; Efusi sendi bisa karena penimbunan cairan serosa, pus atau darah. Cairan dalam sendi diketahui dengan melakukan pemeriksaan yang disebut uji fluktuasi. Pada pemeriksaan ini telapak tangan diletakkan di atas femur distal di bagian atas dari patela pada daerah kantung supra-patelar sementara tangan lainnya diletakkan pada sisi sebaliknya dimana ibu jari dan jari telunjuk pada pinggir patela. Tekanan dilakukan oleh tangan yang di proksimal kantung supra-patelar sehingga cairan terdorong ke dalam kantung persendian. Efusi yang terjadi dapat dengan mudah dideteksi karena adanya
51

impuls hidraulik pada jari-jari dan ibu jari yang distal. Cairan di dalam sendi dapat pula dideteksi dengan cara aspirasi. 3. Penebalan membran sinovia; Penebalan membran sinovia merupakan suatu gambaran artritis inflamasi kronik. Penebalan membran umumnya terjadi di atas patela dan dapat diraba pada palpasi dan biasanya lutut juga terasa hangat oleh karena proses inflamasi yang ada.

Pemeriksaan rutin kelainan pada lutut 1. Pemeriksaan lokal pada lutut Inspeksi Kontur tulang Kontur jaringan lunak Warna dan tekstur kulit Adanya jaringan parut atau sinus Pergerakan (aktif dan pasif dan dibandingkan dengan lutut yang normal) Flexi Ekstensi Nyeri bila digerakkan Kekuatan (membandingkan dengan tahanan dari pemeriksa) Flexi Ekstensi Stabilitas
52

Palpasi suhu kulit Kontur tulang Kontur jaringan lunak Nyeri lokal

Krepitasi digerakkan

bila

Uji rotasi Mc Murray Cara berjalan (gait)

Ligamentum medial Ligamentum lateral Ligamentum cruciatum anterior 2. Pemeriksaan ekstrinsik.

Uji

drawer;

uji

Lachman; uji pivot shift lateral Ligamentum cruciatum posterior

gejala yang mungkin merupakan akibat faktor

Pemeriksaan ini penting bila tidak ditemukan kelainan lokal pada pemeriksaan. Pemeriksaan meliputi pemeriksaan tulang belakang dan panggul. 3. Pemeriksaan Umum Pemeriksaan umum pada setiap anggota tubuh. Gejala lokal pada lutut dapat ditimbulkan oleh adanya penyakit sistemik.

Gerakan sendi lutut Pemeriksaan gerakan sendi lutut sangat penting oleh karena setiap kelainan pada lutut. Pada pemeriksaan perlu diketahui apakah gerakan disertai nyeri atau krepitasi. Secara normal gerakan flexi pada sendi lutut sebesar 120-145 dan gerakan ekstensi 0 dan mungkin dapat ditemukan hiperekstensi sebesar 10. 1. Pemeriksaan ligamentum medial dan lateral. Robekan pada

ligamentum medial dapat diperiksa melalui uji abduction stress dan pada ligamentum lateral adduction stress. Pada pemeriksaan ini sendi lutut dalam keadaan ekstensi penuh, satu tangan pemeriksa memegang pergelangan kaki dan satunya pada lutut. Dengan kedua tangan dilakukan abduksi untuk menguji ligamentum medial dan adduksi

53

untuk menguji ligamentum lateral. Apabila ada robekan ligamentum maka dapat dirasakan sendi bergerak melebihi batas normal. 2. Pemeriksaan ligamentum cruciatum anterior dan posterior. Kedua ligamentum ini berfungsi untuk stabilisasi sendi lutut ke arah depan dan belakang. Ligamentum cruciatum anterior berfungsi untuk mencegah tibia tergelincir ke depan femur. Sedangkan ligamentum cruciatum posterior pada arah sebaliknya. Uji Drawer. Lutut diflexikan 90 dan pemeriksa duduk pada kaki penderita untuk mencegah gerakan kaki. Dengan meletakkan kedua tangan di belakang tibia bagian proksimal dan kedua ibu jari pada kondilus femur, kemudian dilakukan tarikan pada tibia ke depan dan ke belakang. Kecurigaan adanya robekan pada ligamentum cruciatum apabila ada gerakan yang abnormal, baik ke depan ataupun ke belakang. Uji Lachman. Pada pemeriksaan ini lutut diflexi 15-20. Satu tangan memegang tungkai atas pada kondilus femur, sedangkan tangan lainnya memgang tibia proksimal. Kedua tangan kemudian digerakkan ke depan dan ke belakang antara tibia proksima dan femur. Pemeriksaan pivot shift lateral. Pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan tambahan untuk mengetahui defisiensi pada ligamentum cruciatum anterior. Caranya kaki yang

mengalami kelainan diangkat oleh pemeriksa, dimana kaki kanan diangkat oleh tangan kanan dan kiri diangkat oleh tanagn kiri dan lutut dalam keadaan ekstensi maximal. Dengan satu tangan pemeriksa memutar dari arah luar tungkai bawah persis di sebelah bawah lutut sehingga terjadi tekanan valgus. Pada saat yang bersamaan tibia dirotasi ke medial. Selanjutnya lutut diflexi secara perlahan-lahan dari
54

posisi ekstensi. Pemeriksaan positif apabila kondilus lateralis tibia terelokasi secara spontan pada kondilus femur ketika flexi mencapai 30-35.

Uji Rotasi. Uji rotasi dilakukan untuk mengetahui adanya robekan meniscus dan dikenal sebagai uji Mc Murray. Pada pemeriksaan ini lutut di ekstensikan kemudian dilakukan exorotasi maximal untuk memeriksa meniscus medial atau dengan endorotasi maximal untuk memeriksa meniscus lateral. Penderita berbaring terlentang , tungkai bawah dipegang, lutut diflexikan 90 dan dilakukan exorotasi maximal dan kemudian tungkai diluruskan sambil

mempertahankan exorotasi. Pada kerusakan meniscus, maka penderita merasa nyeri, mungkin dapat diraba adanya krepitasi atau terdengar suara klik dari tanduk

depan/belakang atau bagian dari meniscus yang lompat keluar dari antara kondilus femur. Pemeriksaan meniscus medial dilakukan dengan endorotasi maximal dan

mempunyai prinsip serta prosedur pemeriksaan yang sama dengan pemeriksaan exorotasi maximal.

Faktor eksterna penyebab nyeri lutut Nyeri pada lutut tidak selalu oleh karena kelainan pada lutut itu sendiri tapi juga mungkin oleh karena kelainan pada panggul atau daerah lain

55

misalnya

nyeri

sciatica

oleh

karena

adanya

prolapsus

diskus

intervertebralis. Pemeriksaan radiologis Pemeriksaan radiologis rutin pada kelainan sendi lutut yaitu foto polos AP dan lateral dimana bagian dari femur dan tibia harus terlihat. Pemeriksaan lain adalah Sky line atau pemeriksaan tangensial yang berguna untuk mengetahui osteoartritis patelo femoral. Pemeriksaan radiologis dengan kontras yaitu artrografi kadangkala bermanfaat pada kelainan-kelainan yang tidak jelas pada sendi lutut. Pemeriksaan lainnya yaitu radioisotope scanning.

Pemeriksaan Tungkai bawah, Pergelangan Kaki dan Jari-jari Kaki Kelainan pada kaki menempati frekuensi yang kedua setelah kelainan punggung dalam kasus bedah ortopedi. Beberapa penyebab kelainan pada kaki yaitu: Faktor herediter. Kaki merupakan bagian dari badan yang relatif cepat berevolusi sebagai konsekuensi untuk menunjang dan menopang tubuh yang tegak. Oleh karena itu struktur dan bentuk kaki cenderung bervariasi dan mungkin terjadi gangguan dalam efisiensinya. Tekanan postural. Beban tubuh yang berlebihan menyebabkan beban yang harus ditanggung oleh kaki bertambah dan dapat menimbulkan kelainan pada kaki. Pemakaian alas kaki. Pemakaian alas kaki terutama pada wanita seperti pemakaian sepatu dengan bentuk dan posisi yang tidak sesuai akan mempengaruhi secara mekanik pada kaki. Anamnesis
56

Pada anamnesis harus ditanyakan secara jelas distribusi nyeri yang terjadi, di samping riwayat pekerjaan, kebiasaan penderita, riwayat trauma sebelumnya serta gangguan yang terjadi pada saat berdiri dan berjalan. Pemeriksaan klinik pada tungkai bawah, pergelangan kaki dan kaki. 1. Pemeriksaan lokal tungkai bawah, pergelangan kaki dan kaki. Inspeksi Kontur tulang Kontur jaringan lunak Warna dan tekstur kulit Adanya jaringan parut atau sinus Pergerakan (aktif dan pasif dan dibandingkan dengan sisi yang normal) Pergelangan kaki - Plantar flexi (dorsofeksi) Sendi subtalar - Inversi-adduksi - Eversi-abduksi Kekuatan Setiap otot harus diuji dan dibandingkan dengan sisi yang sebelah. Stabilitas
57

Palpasi suhu kulit Kontur tulang Kontur jaringan lunak Nyeri lokal

Sendi midtarsal - Inversi-adduksi - Eversi-abduksi Jari kaki - Flexi - Ekstensi

Ekstensi

Integritas

ligamen

khususnya

ligamentum

lateral

dari

pergelangan kaki

Cara berjalan (gait) Keadaan alas kaki (sepatu) Bandingkan dengan sisi yang sebelah Sirkulasi perifer Denyut a.dorsalis pedis Denyut posterior Denyut a.poplitea Denyut a.femoral a.tibialis

58

2. Pemeriksaan umum Pemeriksaan anggota tubuh lainnya untuk menentukan apakah gejala yang terjadi merupakan manifestasi dari suatu penyakit sistemik tubuh. Evaluasi status perifer Evaluasi klinik yang dilakukan meliputi keadaan kulit dari kaki, kuku, perubahan warna, suhu, denyutan arteri dan toleransi latihan. Pencatatan tekanan sistolik. Bila terdapat iskemik, maka kulit menipis dan tidak elastis. Kuku menjadi buram, menebal dan ireguler. Kaki lebih dingin, berwarna merah bata atau kebiruan (sianotik) pada uji Buerger. Pencatatan volume denyut Pemeriksaan aliran darah kaki dengan menggunakan prinsip teknik Doppler Arteriografi. Struktur arterial serta adanya penyumbatan vaskuler dapat terlihat melalui pemeriksaan radiologis setelah penyuntikan zat kontras. Pemeriksaan gerakan pada pergelangan kaki dan sendi tarsal Secara normal pergerakan pergelangan kaki ke arah ekstensi atau dorso flexi sebesar 15-20 dan plantar flexi sebesar 40-50 Pergerakan sendi subtalar dan midtarsal. Gerakan pada sendi subtalar dan midtarsal terjadi secara bersama-sama sebagai satu unit kesatuan. Gerakan ini meliputi : - Kombinasi gerakan inversi dan adduksi (supinasi) sebesar 5. - Kombinasi gerakan eversi dan abduksi (pronasi) sebesar 5. Pada saat kedua kaki menginjak diperhatikan arkus longitudinalis apakah bentuknya normal atau ceper, apakah ada pes kavus, pes planus, pes valgus dan pes varus.

59

Pemakaian alas kaki. Pemeriksaan pada kaki tidak lengkap tanpa disertai dengan pemeriksaan alas kaki yang dipakai , apakah ada tekanan-tekanan tertentu pada alas kaki atau alas kaki tidak sesuai/sempit.

PEMERIKSAAN NEUROLOGIS Pada penderita kelainan bedah ortopedi perlu dilakukan pemeriksaan neurologis lengkap apabila ditemukan adanya gangguan yang berupa kelemahan otot, gangguan kordinasi serta perubahan sensibilitas. Pemeriksaan neurologis disesuaikan dengan kelainan yang didapatkan atau dicurigai seperti kelemahan otot anggota gerak atas pada spondilosis servikal atau tetraparesis/tetraplegi setelah suatu trauma pada tulang belakang servikal. Pemeriksaan yang sama misalnya pada paraparesis/paraplegi oleh karena adanya kelainan pada anggota gerak misalnya claw hand, drop foot atau adanya atrofi otot pada daerah tertentu.

Fungsi motoris Pemeriksaan tonus dan kekuatan otot : pemeriksaan tonus kelompok otot secara individual dilakukan dengan menggerakan sendi-sendi. Pada pemeriksaan ini dapat diketahui adanya spastisitas atau kelemahan otot. Disamping itu perlu dilakukan dan dicatat pemeriksaan kekuatan otot (grade 5), dibicarakan sebelumnya pada awal bab ini. yang telah

Fungsi sensoris
60

Pemeriksaan sensibilitas : pemeriksaan sensibilitas dilakukan dengan melihat apakah ada kelainan dalam sensibilitas pada daerah tertentu misalnya hiperestesia, hipestesia, atau anastesia.

Pemeriksaan refleks Pemeriksaan refleks baik refleks normal seperti refleks patela, refleks achilles untuk mengetahui adanya gangguan pada refleks ini, misalnya pada suatu hernia nukleus pulposus. Juga refleks patologis yang lain seperti refleks babinski.

PEMERIKSAAN RADIOLOGIS Pemeriksaan radiologis meliputi: 1. Pemeriksaan foto rontgen tanpa kontras : foto polos tulang, xeroradiografi, tomografi 2. Pemeriksaan foto rontgen dengan media kontras : sinografi, artrografi, mielografi 3. Pemeriksaan radiologis khusus : CT scan, MRI, radioisotope scanning, pemeriksaan ultrasound PEMERIKSAAN LABORATORIUM 1. Pemeriksaan darah dan serum 2. Pemeriksaan urin 3. Pemeriksaan cairan serebrospinal 4. Pemeriksaan cairan sinovial 5. Pemeriksaan jaringan (biopsi)

PEMERIKSAAN KHUSUS 1. Artroskopi 2. Elektrodiagnosis

61

BAB III KESIMPULAN

Setelah seluruh pemeriksaan penderita telah selesai dilakukan, dengan menganalisis data dari seluruh hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan radiologis, dan pemeriksaan-pemeriksaan khusus lainnya maka ditarik suatu kesimpulan sebagai suatu pertimbangan diagnosis sementara. Pada prinsipnya, penentuan suatu diagnosis tidak mudah dan tidak sederhana. Pemeriksaan-pemeriksaan laboratorium dan radiologis dilakukan secara selektif pada tiap individu dan tidak dilakukan secara umum. Setelah diagnosis ditegakkan, kita ingin menyelesaikan persoalan penderita yaitu dengan memberikan pengobatan yang tepat. Perlu pula

dipertimbangkan dan dibicarakan tentang prognosis sesuai dengan tingkat kemampuan intelektual penderita. Perlu dijelaskan keberhasilan pengobatan apakah penyakit ini bersifat progresif atau menyebabkan kematian misalnya kanker ganas atau kecacatan yang bersifat menetap yang mengurangi kemampuan fisik di kemudian hari. Hal ini perlu dijelaskan sejelas-jelasnya kepada penderita atau keluarganya.

62

DAFTAR PUSTAKA

1. Salter, Robert B. Textbook of disorders and injuries of the musculoskeletal system. 3rd ed.; 1999.p.400-3. Lippincott Williams & Wilkins : Philadeiphia. 2. Skinner, Harry B. Current diagnosis & treatment in orthopaedics. Lange Medical Book. 3rd ed. 2003.p.312-8. McGraw-Hill : NewYork 3. Rasjad, Chairuddin. Pengantar Ilmu Bedah Orthopedi. 2007. Edisi 3. Hal 21-78. Yarsif Watampone : Jakarta. 4. Apley AG, Solomon (1993) Diagnosis in Orthopaedic. System of Orthopaedic and Fractures, 7th ed, ELBS with ButterworthHeinnemann, British Government, hal 330

63

Anda mungkin juga menyukai