Anda di halaman 1dari 4

PEMERIKSAAN DIAGNOSIS PPOM

1. Anamnesis Anamnesis riwayat paparan dengan faktor resiko, riwayat penyakit sebelumnya, riwayat keluarga PPOM, riwayat eksaserbasi dan perawatan di RS sebelumnya, komorbiditas, dampak penyakit terhadap aktivitas, dll.

2. Pemeriksaan Fisik Pada stadium dini tidak ditemukan kelainan fisis. Hanya kadang-kadang terdengar ronki pada waktu ekspirasi dalam. Bila sudah ada keluhan sesak, akan terdengar ronki pada waktu ekspirasi maupun inspirasi, kadang disertai bising mengi. Juga didapatkan tanda-tanda overinflasi paru seperti barrel chest, kifosis, diameter anteroposterior dada bertambah, jarak tulang rawan krikotiroid dengan lekukan supra sterna kurang dari 3 jari, iga lebih horizontal dan sudut subkostal bertambah. Pada perkusi terdengar hipersonor, peranjakan hati mengecil, batas paru hati lebih kecil ke bawah, pekak jantung berkurang, suara napas dan suara jantung lemah. Kadang-kadang disertai kontraksi otot pernapasan tambahan. Sering didapatkan hernia inguinal. Pasien dengan bronkitis kronik yang lebih dominan, pada stadium lanjut biasanya terlihat gemuk dan sianosis. Sesak tidak begitu berat dan otot-otot pernapasan tambahannya pun tidak digunakan. Sering disertai tanda payah jantung kanan. PaO2 menurun dan PaCO2 normal atau naik. Penurunan PaO2 menstimulasi eritropoiesis dan vasokontriksi pembuluh darah paru, sehingga kor-pulmonalnya bertambah berat. Pasien demikian dinamakan blue bloaters. Pasien dengan emfisema yang lebih dominan, pada stadium lanjut terlihat sebagai pasien yang kurus, sesak napas, terlihat menggunakan otot pernapasan tambahan. Bila duduk biasanya membungkuk dengan kedua tangannya diletakkan di muka sebagai penahan. Saturasi hemoglobin masih cukup, karena volume pernapasan permenit dinaikkan. Pasien tersebut dinamakan pink puffer.

3. Pemeriksaan Faal Paru Spirometri Dengan alat spirometri dapat diukur beberapa parameter faal paru yaitu:

a. Kapasitas vital paksa (KVP) adalah jumlah udara yang bisa diekspirasi maksimal secara paksa setelah inspirasi maksimal. b. Volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) adalah jumlah udara yang bisa diekspirasi maksimal secara paksa pada detik pertama. c. Rasio VEPl/KVP. d. Arus puncak ekspirasi (APE). Bila digunakan spirometri yang lebih lengkap dapat diketahui parameter lain: a. Kapasitas vital (KV), jumlah udara yang dapat diekspirasi maksimal setelah inspirasi maksimal. b. Kapasitas paru total (KPT), yaitu jumlah total udara dalam paru pada saat inspirasi maksimal. c. Kapasitas residu fungsional (KRF), yaitu jumlah udara dalam paru saat akhir ekspirasi biasa. d. Volume residu (VR), jumlah udara yang tertinggal dalam paru pada akhir ekspirasi maksimal. e. Air trapping, selisih antara KV dengan KVP Uji Bronkodilator Uji bronkodilator adalah suatu pemeriksaan faal paru sebelum dan sesudah pemberian bronkodilator untuk menilai reversibilitas penyakit.

4. Pemeriksaan Radiologis a. Foto dada pada bronkitis kronik Bronkitis kronik bukan suatu diagnosis radiologis. Menurut Fraser dan Pare, lebih dari 50% pasien bronkitis kronik mempunyai foto dada yang normal, sedangkan Hardiarto mendapatkan 26% pasien. Tetapi secara radiologis ada beberapa hal yang perlu diperhatikan: Tubular shadows atau tram lines terlihat bayangan garis-garis yang paralel, keluar dari hilus menuju apek paru. Bayangan tersebut adalah bayangan bronkus yang menebal. Corak paru yang bertambah.

b. Foto dada pada emfisema

Pemeriksaan radiologis pada emfisema paru telah diselidiki antara lain oleh Thurlbeck dkk., dan ternyata lebih khas daripada bronkitis kronik. Terdapat 2 bentuk kelainan foto dada pada emfisema, yaitu: o Gambaran defisiensi arteri Terjadi overinflasi, pulmonary oligoemia dan bulae: Overinflasi, hampir selalu terlihat diafragma yang rendah dan datar, bahkan kadang-kadang terlihat konkaf. Oligoemia, penciutan pembuluh darah pulmonal dan penambahan corakan ke distal. Bulae, sering terdapat pada pasien emfisema. o Corakan paru yang bertambah (increased marking- pattern) - Overinflasi tidak begitu hebat.

5. Analisis Gas Darah Ventilasi yang hampir adekuat masih sering dapat dipertahankan oleh pasien emfisema paru sehingga PaCO2 rendah atau normal. Saturasi hemoglobin pasien hampir mencukupi. Sebaliknya pasien bronkitis kronik tidak dapat mempertahankan ventilasi dengan baik, sehingga PaCO2 naik. Saturasi hemoglobin menurun dan timbul sianosis. Terjadi juga vasokontriksi pembuluh darah paru dan penambahan eritropoiesis. Hipoksia yang kronik merangsang pembentukan eritropoietin sehingga menimbulkan polisitemia.

6. Pemeriksaan EKG Pemeriksaan ini mencatat ada tidaknya serta perkembangan kor pulmonal (hipertrofi atrium dan ventrikel kanan). Pada pemeriksaan EKG, untuk penderita kor-pulmonal paru diperhatikan hal-hal seperti dibawah ini: o Adanya emfisema dapat menimbulkan perubahan-perubahan pada pemeriksaan EKG o Perubahan pada EKG yang ditimbulkan oleh emfisema mengaburkan penilaian perubahan EKG yang disebabkan hipertrofi bilik kanan jantung o EKG bisa normal walaupun diagnosis korpulmonal telah jelas

7. Pemeriksaan Laboratorium Darah Terjadi peningkatan jumlah sel darah putih.

REFERENSI Puspita, D., Pricellya, Tri W. 2009. Penyakit Paru Obstruktif Menahun. Pdf

Anda mungkin juga menyukai