Anda di halaman 1dari 12

Krisis Hipertensi

Teddo Ceasareo Granico Patognomonis Tekanan darah sistolik >180 mmHg, Tekanan darah diastolik >120 mmHg Definisi dan Pengetahuan dasar Krisis hipertensi adalah peningkatan tekanan darah secara mendadak dengan TD sistolik >180 mmHg atau TD diastolic >120mmHg. (Jadi, krisis hipertensi adalah suatu keadaan,bukan nama penyakit). Hipertensi seperti yang kita ketahui berkaitan dengan cardiac output(volume vaskular dan kontraktilitas) serta resistensi vascular. Namun dalam halini konsentrasi kita lebih diutamakan pada resistensi pembuluh darah dimana pembuluh darah tersebut adalah sarana transportasi untuk menyuplai oksigen dan nutisi ke seluruh jaringan. Sehingga dengan semakin beratnya hipertensi, maka risiko iskemik pada jaringan yang pada akhirnya menyebabkan organ terganggu akan semakin meningkat. Organ yang dimaksud variasinya sangat luas, bisa mengenai mata,otak ginjal ataupun jantung. Berdasarkan hal tersebut, krisis hipertensi dibagi menjadi 2: 1. Hipertensi emergensi/darurat Kenaikan tekanan darah secara mendadak (>180/120 mmHg) yang disertai kerusakan organ target. 2. Hipertensi urgensi/mendesak Kenaikan tekanan darah secara mendadak (>180/120 mmHg) tanpa disertai kerusakan organ target. Sebagai tambahan, klasifikasi TD dibagi menjadi : Kategori Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg) Normal < 120 < 80 Prehipertensi 120-139 80-89 Hipertensi derajat I 140-159 90-99 Hipertensi derajat II >160 >100 Etiologi (lebih tepat disebut faktor risiko) Penderita hipertensi yang tidak teratur minum obat Kehamilan (yang bisa menyebabkan eklampsia) penyakit parenkim ginjal berhubungan dengan RAA penggunaan NAPZA(kokain amfetamin) penderita dengan rangsangan simpatis tinggi (luka bakar, trauma kepala,dll)

1. 2. 3. 4. 5.

Patofisiologi

Hipertensi essensial yang tidak diobati adanya resistensi vascular idiopatik sewaktu-waktu dipacu stress dll krisis hipertensi Kehamilan (eklampsia) bahan vasokontriktor dari plasenta iskemik hipertensi yg suatu saat bisa jadi krisis Penyakit ginjal pengaktifan system RAA vasokontriksi hipertensi yg bisa jadi krisis Penggunaan amfetamin dan kokain, feokromositoma, cushing syndrome katekolamin vasokontriksi + denyut jantung krisis Rangsangan simpatis tinggi (luka bakar, trauma kepala) simpatis vasokontriksi + denyut jantung krisis Manifestasi klinis Gejala klinis yang timbul tergantung ada tidaknya organ yang terganggu, dan organ apa yang terganggu. Menurut data, Berikut gejala berdasarkan organ yang terganggu. Mata : hypertensive retinopathy hipertensi edema papil, perdarahan retina penglihatan kabur Otak : bisa menjadi stroke, hypertensive encelopathy Hipertensi iskemik sakit kepala, gangguan kesadaran, deficit neurologis local Jantung : Hypertensive Heart Failure Hipertensi beban jantung sementara pemenuhan kebutuhan jantung iskemik miokardiumsesak, nyeri dada Ginjal : penyakit ginjal hipertensi Hipertensi iskemik jaringan ginjal proteinuria, azotemia
Tabel I : Hipertensi emergensi ( darurat ) TD Diastolik > 120 mmHg disertai dengan satu atau lebih kondisi akut. Pendarahan intra pranial, ombotik CVA atau pendarahan subarakhnoid. Hipertensi ensefalopati. Aorta diseksi akut. Oedema paru akut. Eklampsi. Feokhromositoma. Funduskopi KW III atau IV. Insufisiensi ginjal akut. Infark miokard akut, angina unstable. Sindroma kelebihan Katekholamin yang lain : - Sindrome withdrawal obat anti hipertensi. - Cedera kepala. - Luka bakar. - Interaksi obat.

Tabel II : Hipertensi urgensi ( mendesak )

Hipertensi berat dengan TD Diastolik > 120 mmHg, tetapi dengan minimal atau tanpa kerusakan organ sasaran dan tidak dijumpai keadaan pada tabel I. KW I atau II pada funduskopi. Hipertensi post operasi. Hipertensi tak terkontrol / tanpa diobati pada perioperatif.

Penegakan diagnosis 1. Anamnesa : Sewaktu penderita masuk, dilakukan anamnesa singkat. Hal yang penting ditanyakan : Riwayat hipertensi : lama dan beratnya. Obat anti hipertensi yang digunakan dan kepatuhannya. Usia : sering pada usia 40 60 tahun. Gejala sistem syaraf ( sakit kepala, hoyong, perubahan mental, ansietas ). Gejala sistem ginjal ( gross hematuri, jumlah urine berkurang ). Gejala sistem kardiovascular ( adanya payah jantung, kongestif dan oedem paru, nyeri dada ). Riwayat penyakit : glomerulonefrosis, pyelonefritis. Riwayat kehamilan : tanda eklampsi. 2. Pemeriksaan fisik : Pada pemeriksaan fisik dilakukan pengukuran TD ( baring dan berdiri ) Mencari kerusakan organ sasaran ( retinopati, gangguan neurologi, payah jantung kongestif, altadiseksi ). Perlu dibedakan komplikasi krisis hipertensi dengan kegawatan neurologi ataupun payah jantung, kongestif dan oedema paru. Perlu dicari penyakit penyerta lain seperti penyakit jantung koroner. 3. Pemeriksaan penunjang : Pemeriksaan penunjang dilakukan dua cara yaitu : a. Pemeriksaan yang segera seperti : - darah : rutin, BUN, creatirine, elektrolik, KGD. - urine : Urinelisa dan kultur urine. - EKG : 12 Lead, melihat tanda iskemi. - Foto dada : apakah ada oedema paru ( dapat ditunggu setelah pengobatan terlaksana ). b. Pemeriksaan lanjutan ( tergantung dari keadaan klinis dan hasil pemeriksaan yang pertama ) : - sangkaan kelainan renal : IVP, Renald angiography ( kasus tertentu ), biopsi renal ( kasus tertentu ). - menyingkirkan kemungkinan tindakan bedah neurologi : Spinal tab, CAT Scan. - Bila disangsikan Feokhromositoma : urine 24 jam untuk Katekholamine, metamefrin, venumandelic Acid ( VMA ). Diagnosis banding - Hipertensi berat kronis ( sementara krisis hipertensi berlangsung mendadak) - Emergensi neurologi yang dapat dikoreksi dengan pembedahan. (stroke,TIA) - Ansietas dengan hipertensi labil. - Oedema paru dengan payah jantung kiri.

1. 2. 3. 4.

Tata Laksana Prinsip Pada jam pertama turunkan tekanan darah yaitu 20% dari Mean arterial Preassure awal. 2-6 jam TD diturunkan sampai 160/100 mmHg 6-24 jam kemudian diturunkan sampai <140/90 mmHg Tapi harus disesuaikan dengan komplikasi yang terjadi Pada penderita aorta diseksi akut ataupun oedema paru akibat payah jantung kiri dilakukan dalam tempo 1530 menit dan bisa lebir rendah lagi dibandingkan hipertensi emergensi lainnya. Penderita hipertensi ensefalopati, penurunan TD 25% dalam 23 jam. Untuk pasien dengan infark cerebri akut ataupun pendarahan intrakranial, pengurangan TD dilakukan lebih lambat (6 12 jam) dan harus dijaga agar TD tidak lebih rendah dari 170 180/100 mmHg

STATUS ASTHMATICUS
Alfredo Armando Parensyah Definisi Serangan asma berat yang tidak merespon dengan baik obat adrenergik dan berhubungan dengan tanda dan gejala dari gagal napas potensial (Heihachi). Status asmatikus adalah eksaserbasi akut dari penyakit asma yang tidak merespon pengobatan standar bronkodilator dan steroid (wiki). Kegawatdaruratan medis dimana gejala asma sulit disembuhkan dengan bronkodilator di departemen emergensi (emedicine) Klasifikasi Asma Akut Astma ringan Sesak napas Waktu berjalan Bisa berbaring Berbicara Kesadaran RR Nadi Pulsus paradoksus Otot bantu napas Biasanya tidak Biasanya ada Biasanya ada Kalimat Mungkin agitasi < 20 x < 100 kali/menit Tidak ada Asthma sedang Waktu berbicara Lebih suka duduk Kata-kata Biasanya agitasi 20 30 x 100-120 x/menit Mungkin ada Asthma berat Saat istirahat Duduk membungkuk Kata demi kata Biasanya agitasi > 30 x / menit > 120 kali/menit Biasanya ada

Mengi

Akhir ekspirasi

Akhir ekspirasi

Sepanjang ekspirasi

Astma ringan APE % terhadap > 70-80% standard PO2 Normal PCO2 SO2 Epidemiologi < 45 mmHg > 95%

Asthma sedang 50 - 70% > 60 mmHg < 45 mmHg 91-95%

Asthma berat < 50% < 60 mmHg (mungkin sianosis) > 45 mmHg < 90%

Jenis kelamin: Laki-laki > perempuan Usia: status asmatikus dapat terjadi pada setiap usia. Angka kematian lebih tinggi pada anak yang masih sangat muda dan pada usia lanjut.

Etiologi Infeksi respiratorius (penyebab eksaserbasi tersering) Terpapar alergen Olah raga cuaca, udara dingin dan kering, perubahan musim, perubahan signifikan pada kelembaban polusi udara penggunaan Aspirin Yellow dyes, particularly tartrazine, found in yellow gelatins Terpapar partikel organik Iritan kimia Risiko tinggi terkena asma berat Sedang / baru saja lepas dari pemakaian steroid sistemik Mempunyai riwayat rawat inap dlm waktu 12 bulan terakhir Riwayat intubasi karena asma Mempunyai masalah psikososial atau psikiatri Ketidaktaatan pengobatan asma Patogenesis Pada orang dengan asma akut, bronkospasme muncul sebagai akibat dari satau atau lebih faktor pemicu seperti infeksi saluran napas atas oleh virus, respon alergi terhadap alergen, eksposur terhadap iritan, atau olahraga berat pada lingkungan yang dingin. Inflamasi dapat muncul sebagai akibat dari: Infeksi; respon limfosit, sel mast, eosinofil, atau neutrofil; dan kerusakan epitel pada airway. Faktor risiko peradangan obstruksi jalan napas (airway) pertukaran udara tidak adekuat hipoksemia hipoksia respon tubuh terhadap hipoksia (takikardia, takipneu, penggunaan otot bantu napas)

Manifestasi klinis Takikardia: obstruksi suplai oksigen kurang kompensasi tubuh takikardi Takipnue: obstruksi suplai oksigen kurang kompensasi tubuh takipneu Mengi Inflamasi penyempitan jalan napas gesekan udara dengan saluran napas yang sempit timbul suara mengi Tidak begitu sadar Hipoksia berlangsung cukup lama hipoksia otak penurunan kesadaran Pemakaian otot bantu napas Obstruksi airway usaha tubuh untuk mendapatkan udara (O2) kerja ekstra dari otot bantu pernapasan Pulsus paradoxus: TD berkurang saat inhalasi dan meningkat saat ekshalasi. Sumbatan jalan nafas menyebabkan peningkatan tahanan jalan nafas yang tidak merata di seluruh jaringan bronkus, menyebabkan tidak padu padannya ventilasi dengan perfusi (ventilation-perfusion

mismatch). Hiperinflasi paru menyebabkan penurunan compliance paru, sehingga terjadi peningkatan kerja nafas. Peningkatan tekanan intrapulmonal yang diperlukan untuk ekspirasi melalui saluran nafas yang menyempit, dapat makin mempersempit atau menyebabkan penutupan dini saluran nafas, sehingga meningkatkan resiko terjadinya pneumotoraks. Peningkatan tekanan intratorakal mungkin mempengaruhi arus balik vena dan mengurangi curah jantung yang bermanisfestasi sebagai pulsus paradoksus. Ciri Asma mengancam jiwa Tidak begitu sadar Pemakaian otot bantu napas Pergerakan torako abdominal yang paradoksal Tidak ada mengi Bradikardi Tidak ada pulsus paradoksus (otot napas sudah lelah) Penegakkan Diagnosis Anamnesis Riwayat penyakit asma Infeksi saluran napas Riwayat terpapar alergen Penggunaan obat-obatan Pemeriksaan fisik Perubahan kesadaran Fatigue upright posture diaphoresis penggunaan otot bantu napas Frekuensi nadi (takikardia) Frekuensi napas (takipneu) Pulsus paradoxus Obstruksi pada sal napas atas (epiglotitis, angioedema) Peak Expiratory Flow Rate (PEFR): jika pasien tidak terlalu sesak napas. Merupakan pengukur tingkat keparahan asma yang paling baik. Diuukur menggunakan peak flow meter: sebuah alat kecil untuk menilai kemampuan pasien menghembuskan napas (mengukur aliran udara yang melewati bronkus, sehingga dapat mengukur tinggkat obstruksi) Pemeriksaan penunjang Tekanan CO2. peningkatan tekanan CO2 mengindikasikan penyempitan jalan napas yang berat sehingga kebutuhan ventilasi tidak bisa terpenuhi. APE atau FEV1 Saturasi O2

Chest X-ray: biasanya tidak membantu. Dilakukan apabila diagnosis meragukan, pasien berisiko tinggi (IVDU, penyakit paru kronis,immunosuppressed), atau jika dicurigai adanya komplikasi (pneumotoraks) TATALAKSANA Pengelolaan Serangan Asma di Rumah Sakit Menurut GINA

Serangan Asma Sedang :

Serangan Asma Berat :

- APE 570% dari nilai yg diperkirakan


nilai terbaik

- Pemeriksaan fisik Asma sedang, otot


bantu

- Inhalasi Agonis - 2 setiap 60 -Pertimbangkan kortikosteroid - Ulangi pengobatan 1 3 jam

- APE < 50% nilai terbaik - Pemeriksaan fisik sama berat saat istirahat - Riwayat pasien resiko tinggi - Inhalasi Agonis -2 tiap jam atau
kontinue inhalasi anti kolinergik

- Oksigen - Kortikosteroid sistemik - Pertimbangan Agonis - 2 Sc, IM atau IV

Perbaikan

Tidak ada perbaikan

Masuk ICU Inhalasi agonis b2 dengan/tanpa inhalasi antikolinergik Kortikosteroid IV Pertimbangan pemberian agonis B2 subkutan, i.m/i.v Oksigen Pertimbangkan aminofilin intravena Bila memungkinkan dilakukan intubasi dan ventilasi mekanik Prognosis Secara umum, dan tanpa adanya penyakit penyebab komplikasi seperti CHF atau COPD, satus asmaticus dengan penanganan yang tepat prognosisnya baik. Keterlambatan dalam memulai tatalaksana merupakan faktor yang memperburuk prognosis. mortalitas 1-3% 77 dari 90 kasus bisa dicegah Faktor-faktor penyebab kematian Diagnosis tidak tepat Penilaian beratnya asma tidak akurat Pengobatan kurang memadai Komplikasi Cardiac arrest Gagal pernapasan atau Respiratory arrest Hipoksemia dengan injuri SSP sikemik hipoksik Pneumothorax atau pneumomediastinum Kercaunan dari pengobatan KDU Status asthmaticus: 3B Asma bronkial: 4

Anda mungkin juga menyukai