Anda di halaman 1dari 17

PRESENTASI KASUS ______________________________________________________________________________ _______ GENERAL ANESTESI PADA LAPAROTOMI URACHUS Disusun untuk Memenuhi Sebagian Syarat dalam

Mengikuti Kepaniteraan Klinik Bagian Anestesiologi Di Rumah Sakit Panembahan Senopati Bantul

Diajukan Kepada: dr.K.Trubus, Sp. An.

Disusun Oleh: Isnaini Ashar (20050310200)

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA BAGIAN ANESTESIOLOGI RS PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL 2010
1

LEMBAR PENGESAHAN

GENERAL ANESTESI PADA LAPAROTOMI URACHUS

Telah dipresentasikan dan disetujui di RSUD Panembahan Senopati Bantul Pada tanggal Januari 2011

Mengetahui Pembimbing dan Penguji

dr.K.Trubus, Sp. An.

KATA PENGANTAR

Assalamualauikum, Wr. Wb.

Alhamdulillah, dengan memanjatkan puji syukur ke hadirat Allah SWT atas hidayah, rahmat dan anugerahnya, penulis dapat menyelesaikan tugas pembuatan presentasi kasus berjudul GENERAL ANESTESI PADA LAPAROTOMI URACHUS, untuk memenuhi sebagian syarat mengikuti kepaniteraan klinik di bagian Anastesiologi RSD Kabupaten Bantul. Penulisan kasus ini dapat terwujud atas bantuan berbagai pihak. Maka pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimah kasih kepada : 1. Dr. K. Trubus Sp.An selaku dosen pembimbing dan penguji 2. Perawat di RSD Kabupaten Bantul 3. Adik-adik perawat yang tidak bisa kami sebutkan semua. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan presus ini, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran semoga presus ini dapat menambah pengetahuan bagi penulis khususnya dan para koas di RSD panembahan Senopati Bantul

Wassalammualaikum Wr.Wb.

Bantul, Jan 2011

Penulis

BAB I LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN Nama Umur : Tn. H : 25 tahun

Jenis kelamin : Laki-laki Alamat Agama Bangsa :Bantul : Islam : Jawa

B. ANAMNESIS

Keluhan utama: dari pusar keluar nanah

Riwayat Penyakit Sekarang: Pasien datang dengan keluhan dari pusar keluar nanah sudah satu minggu ini. Sebelumnya daerah pusar berwarna merah, gatal dan sedikit nyeri. Kemudian oleh pasien digaruk-garuk dan kemudian keluar nanah. Tidak ada perubahan pola BAB.

Riwayat Penyakit Dahulu: Riwayat sakit sepeti ini sebelumnya disangkal. Pasien belum pernah menjalani operasi. Riwayat alergi obat disangkal. Riwayat asma, maag, hipertensi, diabetes mellitus dan gangguan ginjal disangkal.

Riwayat Penyakit Keluarga: Riwayat penyakit jantung, ginjal disangkal. Riwayat asma, hipertensi, diabetes mellitus disangkal. Riwayat kebiasaan hidup:

Pasien mempunyai riwayat merokok, kebiasaan minum alkohol disangkal. Pasien tidak menggunakan protesa gigi. Anamnesis Sistem: C. PEMERIKSAAN FISIK Keadaan umum Kesadaran Vital Sign: TD N RR S Berat badan Tinggi badan : baik, kesan gizi cukup : compos mentis, GCS: E4M6V5 : 120/70 mmHg : 80 kali/menit : 18 kali/menit : 36,6 C : 55 kg : 164 cm Sistem saraf pusat Sistem kardiovaskular Sistem respirasi Sistem gastrointestinal Sistem urogenital Sistem muskuloskeletal Sistem integumentum : nyeri kepala (-) : nyeri dada (-) berdebar (-) sesak napas (-) : sesak napas (-), batuk (-) pilek (-) : mual (+) muntah (-) BAB (-), nyei perut kanan bawah (+) : tidak ada gangguan BAK : gerakan bebas : sianosis(-), ikterik (-)

1. Kepala Bentuk kepala Rambut Nyeri tekan Mata Hidung Mulut : mesosefal, simetris, deformitas (-), tanda trauma (-) : hitam, distribusi rata, tidak mudah dicabut : (-) : konjungtiva anemi (-/-), sklera ikterik (-/-), radang (-/-) : simetris, deformitas (-), sekret (-), darah (-) : tidak ada gangguan dalam membuka rahang, tampak arkus faring, uvula dan palatum molle, darah (-), susunan gigi baik Telinga : nyeri tekan tragus (-), darah (-)

2. Leher Leher pendek (-), kaku (-) Trakea Kelenjar tiroid Kelenjar limfe 3. Dada a. Jantung Inspeksi Palpasi kuat Perkusi Auskultasi b. Pulmo Inspeksi ),gerakan Palpasi Perkusi Auskultasi 4. Abdomen Inspeksi pus Auskultasi Palpasi : peristaltik (+) normal : nyeri tekan (-)Mc Burney, nyeri tekan lepas (-), tidak teraba massa : kulit abdomen intak, jejas (-), sikatrik (-), dari umbilikus keluar : dinding dada intak, tanda trauma (-), deformitas (pernapasan simetris tipe torakoabdominal : vocal fremitus kanan = kiri : sonor pada seluruh lapang paru : vesikuler (+) normal, suara tambahan (-) : iktus kordis tidak tampak kuat angkat : Iktus kordis teraba di SIC IV linea midclavicula sinistra, tidak angkat : batas jantung dalam batas normal : S1-S2 reguler, bising (-) : deviasi (-) : tidak membesar : tidak membesar

(-), hepar dan lien tidak teraba. Perkusi 5. Anogenital Tidak dilakukan pemeriksaan anogenital 6. Ekstremitas a. Superior : : timpani, pekak beralih (-)

tanda trauma (-/-), deformitas (-/-), keterbatasan gerak (-/-), hangat (+/+) pucat (/-)
6

b. Inferior Dextra (+), Sinistra hangat (+),

: : tanda trauma (-), deformitas (-), keterbatasan gerak (-), hangat pucat (-) : tanda trauma (-), deformitas (-), keterbatasan gerak (-), pucat (-)

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Hematologi Hb AL AT : 14,9 gr/dL : 7,8 x103/L : 265 : 12.9 : 30,3

Eosinofil : 25 PPT APTT

Gol. Darah : B GDS HBsAg Na K Cl : 111 mg/dL : negative : 146,4 : 3,9 108,8

E. DIAGNOSIS KERJA Urachus Status ASA I dengan general anestesi

F. TATALAKSANA Laparotomi urachus 1. Preoperatif Pasien menjalani program puasa selama kurang lebih 6 jam sebelum operasi dimulai. Keadaan pasien tenang, kooperatif, nadi 88 x/menit, RR 18 x/menit, suhu afebris. 2. Premedikasi Midazolam 2,5 mg IV
7

3. Induksi (10.15 WIB) Propofol 100mg iv 4. Intraoperatif (durasi operasi 60 menit) Selama operasi berlangsung pasien diobservasi tekanan darah, nadi dan

pernapasannya. Pasien diberi anestesi inhalasi berupa halotane 0,5 %, N2O dan O2. Nadi rata-rata 96 x/menit, operasi berlangsung selama 90 menit. Pukul 10.30 : injeksi Attracurium 10mg iv Pukul 11.00 : injeksi tramadol 100 mg Injeksi ondansetron 4 mg iv Pukul 11.30 5. Recovery Setelah operasi selesai pasien dipindahkan ke recovery room dan diobservasi berdasarkan Aldrete Score. Jika Aldrete Score 8 dan tanpa ada nilai 0 atau Aldrete Score > 9, maka pasien dapat dipindahkan ke bangsal. 11.45 WIB : Monitor tekanan darah: 114/68 mmHg, nadi 83 kali/menit, saturasi oksigen Kesadaran Pernapasan Sirkulasi Warna Aktivitas Program post operasi : - Awasi vital sign dan kesadaran - Posisi tidur terlentang tanpa bantal sampai sadar - Sadar penuh boleh minum secara bertahap - Lain-lain sesuai dokter bedah - Emergensi lapor dokter anestesi. 99%, observasi dengan Aldrete Score: 9 : sadar, orientasi baik : napas dalam, teratur : baik : merah muda, SaO2 > 92% : 4 ekstremitas dapat digerakkan (2) (2) (2) (2) (1) : operasi selesai

G. KESIMPULAN Diagnosis pre-operatif: urachus Diagnosis post-operatif: urachus


8

Status fisik: ASA I Jenis operasi: laparotomi Jenis anesthesia: General Anestesi Tehnik anesthesia : LMA 3, spontan respirasi asist

BAB II PEMBAHASAN

Pada kasus di atas, akan dilakukan tindakan laparotomi urachus dengan general anestesi. Dipilihnya jenis anestesi ini dikarenakan pada laparotomi dilakukan manipulasi usus, jika menggunakan tehnik Regional Anestesi akan menimbulkan rasa tidak nyaman pada pasien karena iritasi peritoneal langsung yang menimbulkan rasa sakit selama laparotomi. Pada tindakan laparotomi diperlukan relaksasi otot (agar organ abdomen tidak keluar dan terjadi relaksasi) sehingga diperlukan muscle relaxant muscle relaxant ini bekerja pada otot lurik terjadi kelumpuhan otot pernafasan, otot interostalis, abdominalis, dan relaksasi otot-otot ekstremitas pasien tidak dapat bernafas spontan, karena otot pernafasan lumpuh perlu control nafas perlu tehnik anestesi yang menjamin zat anestesi inhalasi serta N2O dan O2 masuk ke trakhea 100% GETA. Pada kasus di atas, saat premedikasi digunakan midazolam. Midazolam merupakan obat penenang (transquilaizer) yang memiliki sifat antiansietas, sedatif, amnesik, antikonvulsan dan relaksan otot skelet. Dosis midazolam yaitu 0,025-0,1 mg/kgBB (5mg/5cc). Dengan awitan aksi iv 30 detik, efek puncak 3-5 menit dan lama aksi 15-80 menit.2 Induksi diberikan Propofol. Propofol merupakan suatu obat hipnotik intravena diisopropilfenol yang menimbulkan induksi anestesi yang cepat dengan aktivitas eksitasi minimal (contohnya mioklonus). Propofol diberikan dengan dosis 2-2,5 mg/kgBB (200mg/20cc) dengan awitan aksi 40 detik, dengan efek puncak 1 menit dan lama aksi 5-10 menit. Saat durante operasi diberikan atracurium dan tramadol. Atrakurium merupakan relaksan otot skelet nondepolarisasi (long acting), diberikan sebagai obat relaksasi otot dengan mula kerja yang cepat. Relaksasi otot ini dimaksudkan untuk : Membuat relaksasi otot selama berlangsungnya operasi. Menghilangkan spasme laring dan refleks jalan napas atas selama operasi. Memudahkan pernapasan terkendali selama anestesi. Dosis rumatan 0,1-0,2 mg/kgBB intravena. Awitan aksi <3 menit, efek puncak 3-5 menit dan lama aksi 20-3 menit.
10

Tramadol merupakan obat analgesik golongan opioid yang aksi kerjanya pada reseptor mu dan juga merupakan non-pioid karen menghambat reuptake norepinefrin dan serotonin. Maintenance a) N2O dan O2 N2O (gas gelak, laughling gas, nitrous oxide, dinitrogen monoksida) diperoleh dengan memanaskan ammonium nitrat sampai 240C. NH4 NO3 2H2O + N2O (reaksi dalam suhu 240C) N2O dalam ruangan berbentuk gas tak berwarna, bau manis, tak iritasi, tak terbakar, dan beratnya 1,5 kali berat udara. Pemberian anestesi dengan N 2O harus disertai O2 minimal 25 %.Gas ini bersifat anestesik lemah, tetapi analgesinya kuat. Pada anestesi inhalasi jarang digunakan sendirian, tetapi dikombinasi dengan salah satu anestesi lain seperti halotan dan sebaagainya. 3 Penggunaan dalam anestesi umumnya dipakai dalam kombinasi N 2O : O2 yaitu 60% : 40%, 70% : 30%. Dosis untuk mendapatkan efek analgesic digunakan dengan perbandingan 20% : 80%, untuk induksi 80% : 20%, dan pemeliharaan 70% : 30%. N 2O sangat berbahaya bila digunakan pada pasien pneumothorak, pneumomediastinum, obstruksi, emboli udara dan timpanoplasti. 3

b)Halothane Halothane mempunyai sifat hipnotik kuat, relaksasi cukup, namun analgetik kurang baik. Halothane mempunyai keunggulan tidak merangsang saluran nafas, salvias tidak banyak, bronkodilator serta waktu pemulihan cepat. Halothane mempunyai MAC 0,87%.1 Pada kasus ini, respirasi dikontrol dengan menggunakan ventilator. Dan menggunaan system close, ini berarti halothane + O2 + N2O yang dihirup pasien, lalu di ekspirasi menjadi CO 2 dan diikat oleh sodalime( CaCO3) menghasilkan H2O+O2+panas. Lalu bersama halothane +

11

O2 + N2O, O2 yang dihasilkan dari reaksi CO2 dan sodalime kembali dihirup oleh pasien lagi.1 Setelah operasi selesai, diberikan Ketorolac per drip sebagai obat analgetik untuk menghilangkan rasa sakit pasca operasi.2

12

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

Laparotomi Laparatomi merupakan tindakan operasi pada daerah abdomen, bedah laparatomi

merupakan teknik sayatan yang dilakukan pada daerah abdomen yang dapat dilakukan pada bedah digestif dan kandungan. Adapun tindakan bedah digestif yang sering dilakukan dengan teknik sayatan arah laparatomi yaitu: Herniotorni, gasterektomi, kolesistoduodenostomi, hepateroktomi, splenorafi/splenotomi, apendektomi, kolostomi, hemoroidektomi dan fistulotomi atau fistulektomi. Tindakan bedah kandungan yang sering dilakukan dengan teknik sayatan arah laparatomi adalah berbagai jenis operasi uterus, operasi pada tuba fallopi dan operasi ovarium (Prawirohardjo), yaitu: histerektomi baik itu histerektomi total, histerektomi sub total, histerektomi radikal, eksenterasi pelvic dan salingo-coforektomi bilateral. Selain tindakan bedah dengan teknik sayatan laparatomi pada bedah digestif dan kandungan, teknik ini juga sering dilakukan pada pembedahan organ lain, menurut Spencer (1994) antara lain ginjal dan kandung kemih. Ada 4 (empat) cara, yaitu : 1) Midline incision 2) Paramedian, yaitu : panjang (12,5 cm) sedikit ke tepi dari garis tengah 3) Transverse upper abdomen incision, yaitu : sisi di bagian atas, misalnya pembedahan colesistotomy dan splenektomy 4) Transverse lower abdomen incision, yaitu : 4 cm di atas anterior spinal iliaka, insisi melintang di bagian bawah misalnya : pada operasi appendictomy.

Manajemen Anestesi pada Laparotomi Pemilihan jenis anestesi memperhatikan beberapa faktor, antara lain : umur, jenis

kelamin, status fisik, jenis operasi, ketrampilan operator dan peralatan yang dipakai, ketrampilan/kemampuan pelaksana anestesi dan sarananya, status rumah sakit, dan permintaan pasien. Saat ini sekitar 70-75 % operasi pada rumah sakit, dilakukan di bawah anestesi umum (general anesthesia). Operasi sekitar kepala, leher, dada, dan abdomen sangat baik dilakukan dengan anestesi umum inhalasi dengan pemasangan pipa endotrakheal, sejak diketahui bahwa dengan metode ini jalan nafas dapat dikontrol dengan baik sepanjang waktu. 4
13

Dengan lidocaine dosis rendah dan teknik spinal opioid, salah satu studi menemukan bahwa nyeri pasca operasi setelah laparoskopi ginekologi lebih sedikit dibandingkan dengan general anestesi dengan desflurane. 4

Evaluasi Preoperasi Secara umum sebelum memulai anestesi, dilakukan terlebih dulu anamnesis dan

pemeriksaan fisik. Karena perubahan tekanan hemodinamik dan respirasi terjadi pada pasien selama prosedur laparoskopi, evaluasi sebelum operasi difokuskan untuk mengidentifikasi pasien dengan penyakit paru berat dan gangguan fungsi jantung.3

Manajemen Intraoperatif. Pasien biasanya menjalani prosedur laparoskopi dengan anestesi umum dengan

menggunakan monitor standar. Pengukuran tekanan darah noninvasive dan kapnografi penting untuk mengikuti efek hemodinamik dan pneumoperitoneum pada respirasi dan perubahan posisi. Dalam situasi tertentu, monitor pengukuran tekanan arteri sebaiknya dilakukan. Indikasi tindakan monitor tekanan arteri secara invasif antara lain: penyakit paru berat, end tidal CO 2. arteri yang sangat tinggi, dan fungsi ventrikel yang menurun. Sama halnya dengan monitor pengukuran tekanan vena sentral, pemasangan kateter arteri paru atau transesofageal echocardiografi bisa berguna untuk pasien dengan gangguan fungsi jantung atau hipertensi paru. 4 Akses untuk memasukkan obat secara intravena harus memadai pada prosedur laparotomi, seperti pada keadaan kehilangan darah. Akses untuk memasukkan obat secara intravena yang adekuat adalah kunci dari resusitasi cairan yang tepat untuk keadaan pendarahan yang tidak terkontrol atau emboli gas. Akses ke vena sentral harus dipertimbangkan pada pasien dengan gangguan vena perifer.4 Untuk mencegah aspirasi paru dan menjaga jalan nafas, perlu pemasangan pipa endotrakeal. Pemasangan sebuah pipa orogastrik atau nasogastrik setelah jalan nafas dikuasai dapat mengurangi tekanan udara lambung, menurunkan resiko kerusakan gaster, dan memperbaiki visualisasi selama operasi. Pada saat tekanan intraabdomen meningkat karena pneumoperitoneum, pipa endotracheal dapat digunakan untuk memberikan tekanan ventilasi yang positif untuk mencegah hipoksemia dan untuk mengekskresikan kelebihan CO 2 yang diabsorbsi. Pneumoperitoneum dapat menyebabkan perubahan posisi pipa endotrakeal pada
14

pasien dengan trakea yang pendek, dimana ketika carina bergerak ke atas pipa endotrakeal bisa masuk ke salah satu bronkus, sehingga memasang pipa endotrakeal sebaiknya pada pertengahan trakea dan disarankan untuk lebih sering mengecek posisi pipa endotrakeal pada pasien. 4 Obat anestesi yang digunakan biasanya berupa volatile agent, opioid intravena, dan obat pelumpuh otot. Ada studi yang mengatakan bahwa N2O sebaiknya dihindari selama prosedur laparoskopi karena ini akan meningkatkan pelebaran usus dan resiko mual pasca operasi. Penggunaan klinis N2O ini masih menjadi perdebatkan.4 Dua tujuan utama selama pemeliharaan pasien selama bedah laparotomi dengan anestesi umum adalah menjaga agar tetap normokapnia dan mencegah ketidakseimbangan hemodinamik. Hiperkapnia biasanya berawal beberapa menit setelah insuflasi CO2.. Untuk menormalkan kembali CO2 ini, ventilasi ditingkatkan biasanya dengan meningkatkan RR (respiratory rate) dengan volume tidal yang tetap. Jika hiperkapnia memburuk, misalnya pada kasus sulit prosedur bedah diubah menjadi prosedur bedah terbuka. 4 Perubahan hemodinamik harus diantisipasi dan dimanajemen selama prosedur laparoskopi. Jika tekanan darah meningkat maka pemberian kadar obat anestesi inhalasi dapat ditingkatkan dan dapat ditambahkan dengan pemberian obat seperti nitropusside (nitropusside menyebabkan reflek tackikardi, berpotensi untuk menimbulkan keracunan sianida), esmolol, atau calcium channel blocker. Pengobatan dengan alpha agonist seperti clonidine atau

dexmedetomidine adalah strategy lain (alpha agonist dapat menyebabkan penurunan MAC untuk anestesi inhalasi, berpotensi menjadi bradikardi). Walaupun pasien yang sehat dapat mentoleransi perubahan hemodinamik, namun pasien dengan fungsi jantung yang buruk bisa dipengaruhi menjadi lebih buruk. Hal ini dapat dicegah dengan penggunaan monitor secara invasif (arterial line, central line, transesofageal ochocardiografi) selama prosedur berlangsung.4

Manajemen Pasca Operasi Pada ruang pemulihan pasca anestesi, hiperkapnia bisa tetap terjadi selama 45 menit

setelah prosedur selesai.1 Insiden mual muntah pasca operasi laparoskopi dilaporkan cukup tinggi yaitu mencapai 42%.7 Mual muntah pasca operasi setelah prosedur laparoskopi dipengaruhi oleh tipe dari prosedur, sisa dari pneumoperitoneum, dan karakteristik pasien.
15

Beberapa obat baik itu tunggal maupun dalam kombinasi untuk mencegah dan mengobati komplikasi ini meliputi metoclopramide, ondansentron, dan dexamethasone. Untuk menurunkan insiden mual dan muntah pasca operasi dapat dilakukan dengan meminimalkan dosis opioid dan mempertimbangkan pemberian propofol untuk anestesi. Karena banyak prosedur laparoskopi direncanakan pada pasien rawat jalan, evaluasi pada saat pasien akan pulang juga diperlukan. 4 Modalitas penggunaan analgesik harus menghilangkan nyeri yang bisa terjadi karena insisi, visceral, atau akibat gas residu dan pneumoperitoneum. Manajemen nyeri diawali sebelum atau selama prosedure pembedahan. Pemberian opioid intravena (fentanyl, morfine) dalam kombinasi dengan NSAID intravena membantu agar pasien nyaman pada akhir dari prosedur. Infiltrasi dari anestesi lokal, seperti bupivacaine pada port sites kulit dan peritoneum memblock nyeri somatik dan visceral.4 Analgesik pasca operasi dilanjutkan dengan pemberian opioid intravena secara intermiten atau medikasi nyeri peroral. Pada beberapa pasien bisa dilakukan dengan pemasangan sebuah kateter epidural untuk manajemen nyeri pasca operasi.3

16

DAFTAR PUSTAKA

1. Yao, F.S.F, Artusio, Anesthesiology, Problem Oriented Patient Management. Lippincott Williams and Wilkins, USA. 2001 2. Cole, D.J., Schlunt, M., Adult Perioperative Anesthesia: The Requisites in Anesthesiology. Mosby. 2004 3. Morgan GE, Mikhail MS, J.Murray M., Clinical Anesthesiology 4 th edition. McGraw Hill. New York. 2006. 4. (http://medicastore.laparatomi.co.id, di akses 12 januari2011).

17

Anda mungkin juga menyukai