Anda di halaman 1dari 3

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Masalah kesehatan anak merupakan salah satu masalah utama dalam bidang kesehatan yang saat ini terjadi di Negara Indonesia. Derajat kesehatan anak mencerminkan derajat kesehatan bangsa, sebab anak sebagai generasi penerus bangsa memiliki kemampuan yang dapat dikembangkan dalam meneruskan pembangunan bangsa. Berdasarkan alasan tersebut, masalah kesehatan anak diprioritaskan dalam perencanaan atau penataan pembangunan bangsa (Aziz, 2008). Dalam menentukan derajat kesehatan di Indonesia, terdapat beberapa indikator yang dapat digunakan antara lain angka kematian bayi, angka kesakitan bayi, status gizi dan angka harapan hidup waktu lahir. Angka kesakitan bayi menjadi indikator kedua dalam menentukan derajat kesehatan anak, karena nilai kesakitan merupakan cerminan dari lemahnya daya tahan tubuh bayi dan anak balita. Angka kesakitan tersebut juga dapat dipengaruhi oleh status gizi , jaminan pelayanan kesehatan anak, perlindungan kesehatan anak, faktor sosial ekonomi dan pendidikan ibu (Aziz, 2008). Penyakit diare di Indonesia merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang utama. Hal ini disebabkan masih tingginya angka kesakitan diare yang menimbulkan banyak kematian terutama pada balita. Di Indonesia dilaporkan secara keseluruhan pada tahun 2006 diperkirakan angka kesakitan diare meningkat sebesar 423 per 1000 penduduk pada semua usia dengan jumlah kasus 10.980 penderita dan jumlah kematian 277 balita. Pada tahun 2008, di Indonesia episode diare pada balita berkisar 40 juta per tahun dengan kematian sebanyak 200.000-400.000 balita (Soebagyo, 2008). Hasil Riset Kesehatan Dasar (Rikesdas) tahun 2007, menunjukkan bahwa diare telah menyebabkan kematian 25,2% anak usia satu tahun hingga empat tahun, bahkan pada tahun 2008, diare merupakan penyumbang kematian bayi terbesar di Indonesia, yaitu mencapai 31,4% dari total kematian bayi. Hasil penelitian Subijanto dkk (2007) juga menunjukkan bahwa diare pada kelompok umur di bawah lima tahun merupakan

penyebab kematian terbanyak yakni mencapai 23,2%. Menurut Data Laporan Subdit Surveilans dan Respon KLB, jumlah kasus KLB Diare pada tahun 2010 sebanyak 2.580 dengan kematian sebesar 77 kasus (CFR 2.98%) dengan frekuensi KLB diare paling banyak terjadi di provinsi Sulawesi Tengah (27 kali) dan Jawa Timur menempati urutan kedua (21 kali). Hal ini menunjukkan bahwa kasus diare pada balita di Provinsi Jawa Timur masih tinggi. Menurut Depkes RI (2005), diare adalah suatu penyakit dengan tanda-tanda adanya perubahan bentuk dan konsistensi dari tinja, yang melembek sampai mencair dan bertambahnya frekuensi buang air besar biasanya tiga kali atau lebih dalam sehari. Sebagai akibat diare baik akut maupun kronik akan dapat terjadi kehilangan air dan elektrolit (terjadi dehidrasi) yang mengakibatkan gangguan keseimbangan asam basa (asidosis metabolik, hipokalemia), gangguan gizi akibat kelaparan (masukan kurang, pengeluaran bertambah), hipoglikemia, dan gangguan sirkulasi darah (Ngastiyah, 2005). Faktor penyebab diare antara lain adalah faktor infeksi (enteral dan parenteral), faktor malabsorbsi (malabsorbsi karbohidrat, malabsorbsi lemak, dan malabsorbsi protein), faktor makanan dan faktor psikologis. Selain faktor-faktor tersebut, mengingat diare masih menjadi masalah kesehatan masyarakat, faktor risiko diare juga harus mendapatkan perhatian. Faktor risiko diare terdiri dari berbagai faktor yaitu (1) faktor karakteristik individu, (2) faktor perilaku pencegahan, dan (3) faktor lingkungan (Sinthamurniwaty, 2006). Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis tertarik untuk meneliti lebih jauh tentang faktor risiko yang menjadi penyebab diare pada balita. 1.2 Perumusan Masalah Faktor risiko apa saja yang menjadi penyebab diare pada balita. 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan umum Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor risiko yang menjadi penyebab diare pada balita.

1.3.2 Tujuan khusus a. Mengidentifikasi faktor karakteristik individu yang mempengaruhi kejadian diare. b. Mengidentifikasi faktor perilaku pencegahan yang mempengaruhi kejadian diare. c. Mengidentifikasi faktor lingkungan yang mempengaruhi kejadian diare. 1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Bagi Dinas Kesehatan Sebagai bahan masukan dalam membuat perencanaan kebijakan pencegahan penyakit diare, penyusunan perencanaan kesehatan, dan evaluasi program kesehatan khususnya dalam pencegahan penyakit diare. 1.4.2 Bagi masyarakat Memberikan informasi tentang beberapa faktor risiko yang menyebabkan terjadinya diare pada balita. 1.4.3 Bagi instansi pemerintah Sebagai bahan masukan dalam upaya preventif terhadap kejadian diare. 1.4.4 Bagi peneliti lain Dapat dijadikan sebagai informasi untuk peneliti lain yang lebih lanjut ingin mempelajari mengenai faktor resiko kejadian diare pada balita.

Anda mungkin juga menyukai