Anda di halaman 1dari 138

GAMBARAN PENGETAHUAN IBU TENTANG PENATALAKSANAAN PENYAKIT

DIARE PADA BALITA


DI UPTD PUSKESMAS DTP DARMA
KABUPATEN KUNINGAN
SKRIPSI
Diajukan untuk menempuh Ujian Sarjana
Pada Program Studi S.1 Keperawatan
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
Cirebon
Disusun Oleh:
YOGI SUMEDI
101040204015
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN CIREBON
PROGRAM STUDI S 1 KEPERAWATAN
CIREBON
2008
PENGESAHAN
Judul :GAMBARAN PENGETAHUAN IBU TENTANG PENATALAKSANAAN
PENYAKIT DIARE PADA BALITA
DI UPTD PUSKESMAS DTP DARMA KABUPATEN KUNINGAN
PENYUSUN : YOGI SUMEDI
NIM :
CIREBON, 2008
Memngetahui
Pembimbing Utama
Karyadi, M.Kep
Pembimbing Pendamping
Arif Wibawa R. S.Kep
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembangunan kesehatan merupakan bagian integral dari pembangunan nasional, yaitu

untuk tercapainya kemampuan hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan
derajat kesehatan yang optimal. Tujuan pembangunan kesehatan telah ditetapkan dalam
UU RI No. 23 tahun 1992 pasal 3 yaitu pembangunan kesehatan bertujuan untuk
meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap orang
agar mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang optimal (Dep.Kes RI, 2003).
Derajat kesehatan masyarakat yang optimal dapat diwujudkan dengan
diselenggarakannya upaya-upaya kesehatan yaitu: upaya pendekatan peningkatan
kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan penyakit (kuratif)
dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif) yang dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu
dan berkesinambungan (Noor, 2000).
Upaya-upaya kesehatan yang diselenggarakan berdasarkan Aktualisasi Indonesia Sehat
2010 pelaksanaannya di tingkat kabupaten atau kota. Dengan visi sebagai sebuah
gambaran masa depan yang ditandai oleh penduduknya yang hidup dalam lingkungan
yang sehat dan memiliki perilaku hidup yang sehat, serta kemampuan untuk menjangkau
pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil, merata, sehingga akan memiliki derajat
kesehatan setinggi tingginya (Ahmadi, 2004).
Upaya untuk memiliki derajat kesehatan yang setingi-tingginya, dapat dicapai melalui
Pelaksanaan Program Pemberantasan Penyakit Menular (P2M) baik di tingkat pusat,
propinsi, kabupaten / kota bahkan sampai pada tingkat unit pelayanan kesehatan dasar
(puskesmas) merupakan upaya implementasi untuk pencapaian tujuan pembangunan
kesehatan. Salah satu upaya implementasi tersebut adalah Program Pemberantasan
Penyakit Diare (Dep.Kes RI, 2003).
Penyakit diare masih merupakan masalah kesehatan utama pada anak khususnya terjadi
di negara-negara berkembang termasuk Indonesia. Dari sekitar 4 miliar kasus diare di
dunia pada tahun 1996, terdapat 2,5 juta kasus berakhir dengan kematian dan sebagian
besar (lebih dari 90%) terjadi di negara-negara berkembang. Sekitar 80% kematian akibat
diare tersebut terjadi pada anak di bawah usia dua tahun. Secara umum kematian akibat
diare pada anak di dunia mencapai 42.000 per minggu, 6.000 per hari, 4 per menit, dan 1
kematian setiap 14 detik (WHO, 2000).
Di Indonesia sendiri, angka kematian pada anak akibat diare masih cukup tinggi meski
sudah ada penurunan jika dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Hasil Survei Kesehatan
Rumah Tangga (SKRT) 2005, baik di Jawa-Bali maupun di luar Jawa-Bali, diare
merupakan penyebab kematian nomor dua pada anak setelah pnemonia. Berdasarkan
laporan kader dan fasilitator kesehatan pada tahun 2005, angka kematian diare pada
penduduk umum mencapai 23,57 per 1.000 penduduk (Dep.Kes RI, 2005).
Pada tahun 2005 Dinas Kesehatan Jawa Barat menyatakan bahwa penderita diperkirakan
mencapai 11,8 juta orang. Hasil survei yang dilakukan dan laporan yang masuk, penderita
diare pada usia lebih dari 5 tahun ditemukan sebanyak 420 ribu orang atau (44,3%).
Kemudian, penderita usia 1-4 tahun sebanyak 144 ribu anak (34,2%) dan untuk golongan
umur kurang dari 1 tahun sekira 88 ribu anak (21,5%) jika tidak segera ditangani diare
bisa menyebabkan kematian. Penderita paling banyak meninggal dunia karena diare
selama ini, berasal dari golongan umur kurang dari 1 tahun yaitu mencapai 65 ribu anak
(Dep.Kes RI, 2006).
Berdasarkan Surveilen Terpadu Penyakit Berbasis Puskesmas di Dinas Kesehatan
Kabupaten Kuningan terjadi peningkatan penderita diare. Pada tahun 2005 hanya
berjumlah 6.958 orang meningkat menjadi 16.387 orang atau 42% pada tahun 2006.

Selanjutnya, pada tahun 2007 berjumlah 25.275 orang atau meningkat 64% dari tahun
2006 (Rekapitulasi STP. DinKes Kuningan, 2008).
Angka penyebaran kasus penyakit diare dari 37 Puskesmas yang terdapat di Kabupaten
Kuningan tertingi adalah di UPTD Puskesmas DTP Darma dengan jumlah 1.749 orang.
Data tersebut dipeloleh dari hasil rekapitulasi Surveilen Terpadu setiap puskesmas tahun
2007 Dinas Kesehatan Kabupaten Kuningan (Dinkes. Kuningan, 2008).
UPTD Puskesmas DTP Darma adalah salah satu puskesmas yang terdapat di wilayah
Kabupaten Kuningan. Secara geografis UPTD Puskesmas DTP Darma terletak di Desa
Darma Kecamatan Darma. Keberadaannya sangat strategis karena letaknya bersebelahan
dengan Objek Wisata Waduk Darma sehingga mudah dijangkau oleh masyarakat
setempat (Profil UPTD Puskesmas DTP Darma, 2007).
Sebagai salah satu pusat kesehatan masyarakat yang memiliki DTP (Dengan Tempat
Perawatan), Puskesmas Darma memiliki peranan besar dalam rangka meningkatkan
derajat kesehatan masyarakatnya. Kecamatan Darma terdiri atas 19 desa dengan jumlah
penduduknya pada tahun 2005 sekitar 47.398 jiwa. Jumlah balita pada tahun 2008
sebanyak 1.045 balita atau sekitar (2,20%) dari jumlah penduduk. Kaitan dengan kasus
diare berdasarkan catatan laporan kunjungan masyarakat Ke Puskesmas tahun 2007
sebayak 636 kasus diare terjadi pada balita (Prog. P2 Diare. Puskesmas Darma, 2008).
Penyakit Diare adalah defekasi encer lebih dari tiga kali sehari dengan atau tanpa darah
dan atau lendir dalam tinja (Mansjoer, 2000). Pada umumnya penyakit diare sering terjadi
pada bayi atau anak yang sebelumnya tampak sehat. Gejalanya terjadi peningkatan buang
air besar (BAB) tiga kali atau lebih per hari disertai perubahan tinja menjadi cair dengan
atau tanpa lendir dan darah. Hal ini karena secara fisiologis sistem pencernaan pada balita
belum cukup matur (organ-organnya belum matang), sehingga rentan sekali terkena
penyakit saluran pencernaan. Penyakit saluran pencernaan ini dapat disebabkan oleh
virus, bakteri dan amoeba atau parasit melalui makanan yang masuk ke dalam tubuh dan
juga mal absorpsi serta alergi zat makanan tertentu (Markum, 1998).
Gejala penyerta lain dari diare pada anak balita biasanya ditandai anak menjadi cengeng,
gelisah, suhu tubuh meningkat, nafsu makan menurun sampai tidak ada nafsu makan.
Muntah dapat timbul sebelum atau sesudah diare karena lambung turut meradang akibat
gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit. Bila anak balita telah banyak
kehilangan cairan dan elektrolit akan terjadi dehidrasi. Akibatnya yaitu berat badan
menurun, turgor kulit berkurang, mata dan ubun ubun besar menjadi cekung (pada
bayi), selaput lendir bibir dan mulut serta kulit tampak kering (Ngastiyah, 1997).
Pasien diare yang dirawat biasanya sudah dalam keadaan dehidrasi berat dengan rata
rata kehilangan cairan sebanyak 12,5%. Pada dehidrasi berat, volume darah berkurang
sehingga dapat terjadi renjatan hipovolemik dengan gejala denyut jantung menjadi cepat,
nadi cepat dan kecil, tekanan darah menurun, pasien sangat lemah, kesadaran menurun
(apatis, somnolen, kadang sampai soporokomateus). Akibat dari diare adalah oliguria
atau anuria dan asidosis metabolik. Bila sudah terjadi asidosis metabolik pasien akan
tampak pucat dengan pernapasan yang cepat dan dalam atau pernapasan Kussmaul
(Mansjoer, 2001).
Akibat kehilangan banyak cairan dan elektrolit yang terjadi dalam waktu 24 jam dapat
timbul ganguan sirkulasi darah berupa renjatan (syok). Selain itu, akan terjadi Gangguan
gizi akibat kehilangan air dan kurangnya masukan makanan. Adapun Hipoglikemi terjadi
karena habisnya persediaan glikogen di dalam tubuh. Hal ini dapat menyebabkan kejang,

stupor sampai koma. Bahkan, sampai terjadi kematian apabila lalai dalam menangani
dehidrasi tersebut (Garna, 2000).
Kematian yang diakibatkan oleh diare lebih sering karena tubuh mengalami dehidrasi,
yaitu gejala kekurangan cairan dan elektrolit. Tanda-tanda dehidrasi diantaranya anak
memperlihatkan gejala kehausan, berat badan turun, dan elastisitas kulit berkurang. Ini
bisa dilakukan dengan cara mencubit kulit dinding perut. Bila terjadi dehidrasi, maka
kulit dinding perut akan lebih lama kembali pulih (Siswono, 2001).
Orang tua suatu saat mungkin akan dihadapkan pada kegawatan anak yang terjadi tibatiba tanpa tanda-tanda khusus sebelumnya. Bila penyebabnya diketahui dan sarana medis
tersedia lengkap, maka kegawatan tersebut dapat segera tertolong. Akan tetapi, jika
terjadi sebaliknya maka dapat mengancam jiwa anak tersebut. Untuk mencegah hal
tersebut, alangkah baiknya jika orang tua dan masyarakat mengetahui sedini mungkin
pertolongan pertama yang seharusnya dilakukan sebelum dibawa ke rumah sakit terdekat
(Firmansyah, 2007).
Sebagai upaya pertolongan pertama di rumah dalam menangani balita yang terkena diare
supaya tidak terjadi dehidrasi dapat dengan cara memberikan minum air putih yang
dimasak atau oralit dan mempertahankan rehidrasi (Dep.Kes.RI, 1999).
Pencegahan diare yang seharusnya dilakukan oleh keluarga adalah: pengolahan makanan
yang dimasak dengan baik agar tidak terjadi kontaminasi, air minum bersih dari sumber
air yang terjaga kebersihannya setelah dimasak, mencuci tangan dengan sabun setelah
buang air besar, sebelum makan dan sebelum menyiapkan makanan, menggunakan
jamban untuk anak kecil saat buang tinja atau menguburnya, mempertahankan pemberian
ASI apabila balita masih menyusui sebagai pengganti nutrisi. Hal-hal tersebut penting
dilakukan di tengah-tengah keluarga karena peran keluarga dalam mengatasi masalah
kesehatan merupakan bagian dari tangung jawab orang tua (Effendy, 1998).
Angka kejadian diare yang seharusnya tidak terjadi seandainya orang tua khususnya ibu
mengetahui bagaimana penatalaksanaan apabila balitanya diare. Salah satu resiko yang
ikut berperan dalam timbulnya diare kebanyakan karena kurangnya pengetahuan ibu
dalam hal higiene yang kurang, baik perorangan maupun lingkungan, pola pemberian
makanan, sosio ekonomi dan sosio budaya. Keluarga memberikan perawatan kesehatan
yang bersifat preventif. Jika salah satu anggota keluarga sakit maka semua anggota
keluarga menjadi ikut berpengaruh. Orang yang memiliki tanggung jawab dalam
meningkatkan kesehatan anak salah satunya adalah ibu karena ibu adalah orang yang
paling dekat dengan anak dan bertanggung jawab dalam merawat anaknya. Dengan
demikian pengetahuan ibu tentang diare secara tidak langsung berpengaruh terhadap
penurunan angka kejadian diare (Friedman, 1998).
Peran ibu dalam melakukan penatalaksanaan dan pencegahan terhadap diare diperlukan
suatu pengetahuan, karena pengetahuan merupakan salah satu komponen faktor
predisposisi yang penting. Peningkatan pengetahuan tidak selalu menyebabkan terjadinya
perubahan sikap dan prilaku tetapi mempunyai hubungan yang positif, yakni dengan
peningkatan pengetahuan maka terjadinya perubahan perilaku akan cepat (Notoatmodjo,
2005).
Pengetahuan ibu tentang penatalaksanaan dan pencegahan penyakit diare pada balita
dapat ditingkatkan melalui berbagai penyuluhan mengenai diare. Hal ini, merupakan
salah satu peran perawat sebagai pendidik (Healt Education) dalam memberikan
pendidikan kesehatan (promosi kesehatan) kepada individu, keluarga, kelompok dan

masyarakat maupun bentuk desiminasi ilmu kepada peserta didik keperawatan, antara
sesama perawat atau tenaga kesehatan lain (Gaffar, 1999)
Penyuluhan atau pendidikan kesehatan khususnya tentang penatalaksanaan diare pada
balita ditujukan agar orang tua (ibu) dari balita mengetahui apa itu diare, tanda tanda
diare, akibat yang ditimbulkan oleh diare dan mampu melakukan pertolongan pertama
pada penderita diare, sebelum dibawa ke Puskesmas untuk mendapatkan pertolongan
medis, guna menurunkan angka kematian balita akibat diare (Supartini, 2004).
Berdasarkan latar belakang di atas dan data yang diperoleh dari Tempat Perawatan UPTD
Puskesmas Darma pada tanggal 17 Maret 2008 selama enam bulan terakhir terdapat 24
balita yang mengalami diare. Rata-rata balita yang dibawa ke Puskesmas sudah dalam
keadaan dehidrasi, karena ketidaktahuan orang tua (ibu) tentang penanganan dehidrasi
pada balita yang terkena diare. Mengingat pentingnya hal tersebut, maka penulis tertarik
untuk melakukan penelitian yang diwujudkan dalam sebuah karya ilmiah yang berjudul
Gambaran Pengetahuan Ibu Tentang Penatalaksanaan Penyakit Diare Pada Balita Di
UPTD Puskesmas DTP Darma.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang penelitian yang telah di uraikan di atas, maka rumusan
masalah dalam penelitian ini adalah : Bagaimanakah gambaran pengetahuan ibu tentang
penatalaksaan penyakit diare pada balita di UPTD Puskesmas DTP Darma Kabupaten
Kuningan ?
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah:
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran pengetahuan ibu
tentang penatalaksanaan penyakit diare pada balita di UPTD Puskesmas DTP Darma
Tahun 2008
2. Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus dalam penelitian ini adalah:
a. Untuk mengidentifikasi gambaran pengetahuan ibu tentang pengertian diare pada balita
di UPTD Puskesmas DTP Darma.
b. Untuk mengidentifikasi gambaran pengetahuan ibu tentang tanda dan gejala diare pada
balita di UPTD Puskesmas DTP Darma.
c. Untuk mengidentifikasi gambaran pengetahuan ibu tentang komplikasi yang
ditimbulkan diare pada balita di UPTD Puskesmas DTP Darma.
d. Untuk mengidentifikasi gambaran pengetahuan ibu tentang penatalaksanaan dan
rehidrasi cairan akibat diare pada balita di UPTD Puskesmas DTP Darma.
D. Ruang Lingkup
Ruang lingkup dalam penelitian ini yaitu mengkaji sejauh mana pengetahuan ibu tentang
penyakit diare dan penatalaksanaanya pada balita di UPTD Puskesmas DTP Darma
Kabupaten Kuningan tahun 2008. Sasaran dalam penelitian ini adalah ibu yang memiliki
balita usia 1-4 tahun.

E. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini bagi:
1. Dinas Kesehatan
Dapat memberikan informasi kepada Kepala Dinas Kesehatan sebagai bahan
pertimbangan dalam upaya meningkatan program P2ML dan Penyuluhan tentang diare
pada balita guna membantu menurunkan angka kejadian diare khususnya di UPTD
Puskesmas DTP Darma.
2. Puskesmas
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi kepada Kepala
Puskesmas dan sebagai bahan pertimbangan dalam meningkatkan mutu pelayanan
puskesmas salah satunya upaya peningkatan program P2 Diare dan Penkes mengenai
pencegahan, perawatan, dan penatalaksanan penyakit diare guna menurunkan angka
kesakitan dan kematian balita akibat diare khususnya di wilayah UPTD Puskesmas DTP
Darma Kabupaten Kuningan.
3. Institusi Pendidikan
Hasil penelitian ini di harapakan menjadi bahan masukan bagi disiplin ilmu keperawatan
dalam mengembangkan keilmuan khususnya ilmu keperawatan komunitas dan
keperawatan anak, agar para mahasiswa ilmu keperawatan dapat mengetahui
penatalaksanaan diare pada balita serta perannya sebagai seorang perawat yaitu
memberikan penkes (pendidikan kesehatan), mempromosikan dan pencegahan
(prevenitif) penyakit diare.
4. Peneliti
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai dasar untuk penelitian lebih lanjut mengenai
pencegahan dan penanggulangan penyakit diare dalam rangka menurunkan angka
kesakitan akibat diare.
F. Definisi Konseptual dan Operasional
1. Definisi Konseptual
a. Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan
terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui pancaindra manusia, yakni
indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan
pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif
merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang overt
behaviour (Notoatmodjo, 2007).
b. Diare
Diare adalah buang air besar yang terjadi pada bayi atau anak dengan frekuensi 3 kali
atau lebih per hari, disertai perubahan tinja menjadi cair, dengan atau tanpa lendir dan
darah (Markum, 1999).
c. Penatalaksanaan Diare
Prinsip penatalaksanaan pada penderita diare menurut Depkes.RI (2003) adalah :
1) Mencegah Terjadinya Dehidrasi
Mencegah terjadinya dehidrasi dapat dilakukan melalui dari rumah dengan memberikan
minum lebih banyak dengan cairan rumah tangga yang dianjurkan, seperti air tajin, kuah

sayur dan air putih.


2) Mengatasi Dehidrasi
Bila terjadi dehidrasi (terutama pada Balita ), penderita harus segera dibawa ke petugas
kesehatan atau sarana kesehatan untuk mendapatkan pengobatan yang tepat, yaitu dengan
oralit. Bila terjadi dehidrasi berat (penderita harus segera diberikan cairan intravena
dengan ringer laktat sebelum dilanjutkan terapi oral).
3) Memberikan Makanan
Berikan makanan selama serangan diare bertujuan untuk memberikan gizi pada penderita
terutama bayi dan balita agar tetap kuat dan tumbuh serta mencegah berkurangnya berat
badan. Berikan cairan termasuk oralit dan makanan sesuai yang dianjurkan. Anak yang
masih minum ASI harus lebih sering diberi ASI.
4) Mengatasi Masalah Lain
Apabila ditemukan penderita diare disertai dengan penyakit lain, maka diberikan
pengobatan sesuai indikasi, dengan tetap mengutamakan rehidrasi.
d. Balita
Dari kepustakaan terdapat berbagai pendapat mengenai pembagian tahap-tahap tumbuh
kembang anak. Berdasakan hasil Rapat Kerja UKK Pediatri Sosial di Jakarta, bulan
Oktober tahun 1986 menyatakan pengertian balita adalah anak yang telah melewati masa
bayi, pasca bayi (infant) toodler dan preschool (Soetjiningsih, 2000). Dalam penelitian ini
yang menjadi bahan penelitian anak balita yang telah berusia 1-4 tahun.
2. Definisi Operasional
Tabel.1 Definisi Operasional
No. Variabel Sub Variabel Definisi Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur Skala
1 Pengetahuan Ibu tentang penatalaksanaan penyakit diare pada balita
a. Pengetahuan tentang pengertian diare
b. Pengetahuan tentang tanda dan gejala
c. Pengetahuan tentang komplikasi yang ditimbulkan
d. Penatalaksanaan dan rehidrasi akibat diare.
Pengertian tentang diare dan segala yang diketahui oleh ibu yang berada di Wilayah
Kerja UPTD Puskesmas DTP Darma, mengenai penyakit diare serta tindakan yang
dilakukan dalam menangani diare diantaranya: mencegah terjadinya dehidrasi, mengobati
dehidrasi, memberikan makanan, dan mengobati masalah lain.
Pemahaman ibu yang berada di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas DTP Darma mengenai
pengertian dari diare atau buang air besar encer lebih dari 4 kali sehari.
Ibu yang berada di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas DTP Darma mengetahui dan
memahami Tanda dan gejala diare antara lain : Mula-mula pasien cengeng, gelisah, suhu

tubuh biasanya meningkat, nafsu makan berkurang atau tidak ada, kemungkinan timbul
diare.Tinja cair, disertai lendir atau lendir dan darah. Biasanya bab lebih dari 4 kali
Ibu yang berada di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas DTP Darma mengetahui dan
memahami tanda-tanda kehilangan cairan dan elektrolit atau Dehidrasi (ringan, sedang
dan berat) pada saat balitanya diare.
Pengetahuan tentang Cara-cara yang dilakukan ibu yang berada di Wilayah Kerja UPTD
Puskesmas DTP Darma dalam mengatasi dan penanggulangan diare pada balita di rumah,
misalnya memberikan minum dan memberi ASI. Kuesioner dengan
pertanyaan multiple
choice
P= f x 100%
N
P = Persentase
f = Jumlah pertanyaan yang dijawab benar
N = Jumlah pertanyaan untuk pembahasan hasil.
(Arikunto, 199
Baik : 75% - 100%
Cukup : 45 %-74%
Kurang: 0,3 maka item dinyatakan valid, sedangkan jika (r) < 0,3 item tidak valid
(Notoatmodjo, 2005).
b. Uji Reliabilitas
Reliabilitas adalah kesamaan hasil pengukuran atau pengamatan bila fakta atau kenyataan
hidup tadi diukur atau diamati berkali-kali dalam waktu yang berlainan. Menurut
Arikunto (2002), teknik uji reliabilitas yang di gunakan untuk instrumen pengetahuan
yang berupa skor dikotomi, Pengujian reliabilitas dalam penelitian ini menggunakan
rumus K R 20 (Kuder dan Richardson) yaitu :
Keterangan:
r11 = realibilitas instrumen
K = banyaknya butir pertanyaan
Vt = varians total
P = proporsi subjek yang menjawab betul pada sesuatu butir (proprsi subjek yang
mendapat skor 1)
p = banyaknya subjek yang skornya 1
N
q = proporsi subjek yang mendapat skor 0
(q = 1- p )
(Arikunto, 2002)
E. Teknik Pengumpulan Data
1. Data Primer
Data primer yaitu data yang diambil secara langsung dari responden dengan

menggunakan metode kuesioner. Sebelum mengisi kuesioner responden diberi penjelasan


terlebih dahulu dan diminta kesediaannya untuk mengisi kuesioner yang telah disediakan
(Notoatmojo, 2005).
2. Data Sekunder
Data Sekunder adalah data yang diperoleh sebagai pendukung hasil penelitian, sumber
data sekunder diperoleh dari catatan, literatur, artikel dan tulisan ilmiah yang relevan
dengan topik penelitian yang dilakukan (Notoatmodjo, 2005).
F. Pengolahan Data dan Analisa Data
1. Pengolahan Data
Sebelum dilakukan pengolahan data, variabel pengetahuan diberi skor sesuai dengan
bobot jawaban dari pertanyaan yang disediakan pengolahan data yang dilakukan dengan
tahapan sebagai berikut :
a. Editing
Melakukan pemeriksaan terhadap kelengkapan dan kejelasan jawaban kuesioner dan
penyesuaian data yang diperoleh dengan kebutuhan penelitian. Hal ini dilakukan
dilapangan sehingga apabila terdapat data yang meragukan ataupun salah, maka dapat
ditanyakan lagi kepada responden.
b. Coding
Mengkode data merupakan kegiatan mengklasifikasi data memberi kode untuk masingmasing kelas terhadap data yang diperoleh dari sumber data yang telah diperiksa
kelengkapan.
c. Scoring
Pertanyaan yang diberi skor hanya pertanyaan tentang diare. Tahap ini meliputi nilai
untuk masing-masing pertanyaan dan penjumlahan hasil scoring dari semua pertanyaan.
d. Entry
Data yang sudah diberi kode kemudian dimasukan ke dalam komputer adapun program
yang digunakan adalah SPSS.
e. Cleaning
Merupakan kegiatan pengecekan kembali data yang sudah dimasukan dilakukan bila
terdapat kesalahan dalam memasukan data yaitu dengan melihat distribusi frekuensi dari
variabel-variabel yang diteliti.
f. Tabulating
Tabulasi data yang telah lengkap disusun sesuai dengan variabel yang dibutuhkan lalu
dimasukan kedalam tabel distribusi frekuensi. Setelah diperoleh hasil dengan cara
perhitungan, kemudian nilai tersebut dimasukan ke dalam kategori nilai yang telah
dibuat.
2. Analisa Data
Adapun data dianalisa secara univariat. Analisis univariat dimaksudkan untuk mengetahui
distribusi frekuensi dan proporsi dari variabel - variabel yang diamati. Data yang
diperoleh dikumpulkan, pertanyaan yang dijawab dengan benar diberi nilai 1 dan jika
salah diberi nilai 0. Kemudian dituangkan kedalam bentuk tabel dengan perhitungan
analisis.

Menurut Arikunto (199

Keterangan :
P = Persentase
f = Jumlah pertanyaan yang dijawab benar
N = Jumlah semua pertanyaan untuk pembahasan hasil, dikonfirmasikan ke dalam
kriteria kualitatif menurut Arikunto (199 adalah:
1. Baik : Apabila pertanyaan di jawab dengan benar oleh responden dengan persentase
75% -100%.
2. Cukup : Apabila pertanyaan di jawab dengan benar oleh responden dengan persentase
45% -74%.
3. Kurang : Apabila pertanyaan di jawab dengan benar oleh responden dengan persentase
< 44%.
G. Prosedur Penelitian
1. Tahap Persiapan
a. Menentukan masalah
b. Memilih lahan penelitian
c. Melakukan studi pendahuluan
d. Menyusun proposal
e. Seminar proposal
2. Tahap Pelaksanaan
a. Izin penelitian
b. Mendapatkan informed consent dari responden
c. Melakukan pengumpulan data
d. Melakukan pengolahan dan analisa data
3. Tahap Akhir
a. Menyusun laporan hasil penelitian
b. Sidang atau presentasi hasil penelitian.
H. Etika Penelitian
Peneliti menjamin hak-hak responden dengan terlebih dahulu melakukan informed
consent sebelum mengisi kuesioner. Responden berhak menolak atau tidak bersedia
menjadi subjek penelitian dan selama penelitian responden dijamin kerahasiaannya.
I. Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 12 Mei sampai 14 Juni Tahun 2008 di UPTD
Puskesmas DTP Darma Kabupaten Kuningan.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, S. 2002. Prosedur Penelitian suatu Pendekatan Praktek. Jakarta : Rineka Cipta.
Artikel, 2005, Diare Pada Anak. http//,www.detailartikel.com (04/3/2005).
Awangga, S.N. 2007. Desain Proposal Penelitian . Yogyakarta : Pyramid Publisher.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1999. Penatalaksanaan Penderita Diare,


Ditjen PPM & PLP. Jakarta
Dinas Kesehatan Kabupaten Kuningan. 2006. Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS).
Jakarta : Departemen Kesehatan RI.
Dinas Kesehatan Kabupaten Kuningan. 2008. Surveilen Terpadu Berbasis Penyakit
Setiap Puskesmas (STP).
Friedman, 1998. Keperawatan Keluarga. Jakarta : EGC.
Gaffar, Jumadi. L.O. 1999. Pengantar Keperawatan Profesional. Jakarta : EGC.
Garna, Heri.dkk. 2000. Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak Edisi Ke
dua.Bandung : FKU Padjadjaran.
Hidayat, Alimul.A.A. 2007. Riset Keperawatan dan Teknik Penulisan Ilmiah. Jakarta :
Salemba Medika.
Irianto, Kus. Drs. 2004. Struktur Dan Fungsi Tubuh Manusia Untuk Paramedis.
Bandung : Yrama Widya.
Laksman, Hendra, T. Dr. 2003. Kamus Kedokteran. Jakarta : Djambaran.
Mansjoer, Arif, dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran Edisi ketiga Jilid 1. Jakarta : EGC.
Markum. 1998. Ilmu Kesehatan Anak, Buku Ajar Jilid 1, Bagian Kesehatan Anak ,
Fakultas UI, Jakarta.
Ngastiyah. 1997. Perawatan Anak Sakit. Jakarta : EGC.
Notoatmodjo, Soekidjo. 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Notoatmodjo, Soekidjo. 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Prilaku. Jakarta : Rineka
Cipta.
Shelov, Steven P dan Hannemann, Robert E. 2004. Panduan Lengkap Perawatan Bayi
Dan Balita. The American Academy Of Pediatrics.
Jakarta : ARCAN.
Soeparman, Waspadji, S. 1990. Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II. Jakarta : Balai Penerbit
FKUI.
Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak. 2002. Ilmu Kesehatan Anak 1. Jakarta : FKUI.

Supartini, Yupi, S.Kep,MSc. 2004. Buku Ajar Konsep Dasar Keperawatan Anak. Jakarta :
EGC.
Suratmajo, Sudrajat. 2005. Gastroenteritis Anak. Jakarta : CV Sagung Seto.
Tambayong, Jan. Dr. 2000. Patofisiologi Untuk Keperawatan. Jakarta : EGC.
Widjaja, 2001. Menatasi Diare Dan Keracunan Pada Balita , Jakarta : Kawan Pustaka.
________. 2003. Pendidikan dan perilaku Kesehatan. Jakarta : PT. Rineka Cipta.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Indonesia sehat 2010 adalah visi pembangunan kesehatan nasional yang menggambarkan
masyarakat Indonesia di masa depan yang penduduknya hidup dalam lingkungan sehat.
Dengan mengemban visi ini, maka masyarakat diharapkan mampu menjangkau
pelayanan kesehatan yang bermutu, adil dan merata serta memiliki derajat kesehatan
yang setinggi-tingginya. Perilaku sehat adalah perilaku proaktif untuk memelihara dan
meningkatkan kesehatan, mencegah resiko terjadinya penyakit, melindungi diri dari
ancaman penyakit serta berperan aktif dalam gerakan kesehatan masyarakat. Salah satu
perilaku sehat yang harus diciptakan untuk menuju Indonesia sehat 2010 adalah perilaku
pencegahan dan penanggulangan penyakit dengan kegiatan imunisasi (Depkes, 2000).
Upaya yang dilakukan untuk menurunkan angka kesakitan, kematian, kecacatan dari
penyakit menular dan penyakit tidak menular termasuk penyakit yang dapat dicegah
dengan imunisasi adalah dengan meningkatkan kesadaran bahwa betapa pentingnya
kesehatan. Pemerintah telah mencanangkan kegiatan imunisasi dari tahun 1956, yang
dimulai di Pulau Jawa dengan vaksin cacar dimulai pada tahun 1956. Pada tahun 1972
Indonesia telah berhasil membasmi penyakit cacar. Selanjutnya mulai dikembangkan
vaksinasi antara cacar dan BCG. Pelaksanaan vaksin ini ditetapkan secara nasional pada
tahun 1973. Bulan April 1974 Indonesia resmi dinyatakan bebas cacar oleh WHO. Tahun
1977 ditentukan sebagai fase persiapan Pengembangan Program Imunisasi (PPI) (Dep.
Kes. 2005).
Imunisasi adalah proses pembentukan sistem kekebalan tubuh. Material imunisasi disebut
immunogen. Imunnogen adalah molekul antigen yang dapat merangsang kekebalan
tubuh. Imunisasi diberikan pada bayi sampai menjelang usia dewasa, atau sekitar usia 15
tahun. Beberapa penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi adalah tuberculosis,
difteri, pertusis, tetanus, poliomyelitis, campak, dan hepatitis B. Untuk itu, imunisasi
dasar yang harus diberikan pada anak adalah BCG, DPT, polio, campak, dan hepatitis B.
Imunisasi dasar diberikan 0-1 tahun, dengan pemberian BCG 1 kali pada kurun usia 0-1
bulan, DPT 3 kali, yaitu pada usia 2-11 bulan, polio 4 kali pada usia 0-11 bulan, campak
1 kali pada usia 9-11 bulan, dan hepatitis B 3 kali pada usia 0-11 bulan. Sedangkan
imunisasi ulangan (lanjutan) adalah pemberian kekebalan setelah imunisasi dasar atau
pada anak usia sekolah dasar (SD) kelas I dan IV (Supartini, 2004).
Dampak positif imunisasi bagi kesehatan bayi adalah untuk menurunkan angka kesakitan

dan kematian dari penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi. Pada saat ini penyakitpenyakit tersebut adalah disentri, tetanus, pertusis (batuk rejan), polio dan tuberkulosis.
Adapun dampak negatif untuk bayi yang tidak mendapatkan imunisasi lengkap adalah
bayi tersebut dapat berisiko terjangkit atau terserang penyakit yang dapat dicegah dengan
imunisasi seperti yang telah disebutkan tadi dan bayi juga berisiko cacat setelah sakit
serta angka kematianpun dapat melonjak tinggi (Notoatmodjo, 2003).
Target yang ditetapkan pemerintah dalam dua tahun ke depan adalah bisa mengimunisasi
4.725.470 anak. Jumlah ini diambil dari 7 provinsi, yaitu DKI Jakarta, Banten, Jawa
Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatera Utara, dan Sulawesi Selatan. Imunisasi ini
juga meliputi 63 kabupaten dan kota dari provinsi tersebut (Apriatni, 2008).
Walaupun pemerintah telah menargetkan imunisasi seperti yang telah disebutkan diatas,
namun pada kenyataannya kegiatan imunisasi sendiri masih kurang mendapat perhatian
dari para ibu yang memiliki bayi. Tidak sedikit ibu-ibu yang tidak bersedia untuk
mengimunisasikan anaknya dengan alasan yang sangat sederhana yaitu ibu-ibu sibuk
dengan urusan rumah tangga dan ketakutan ibu akan efek samping dari pemberian
imunisasi yang disertai pengetahuan ibu yang rendah tentang imunisasi (Muhamad,
2005).
Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Suharsono. Ia melakukan studi
deskripsi tentang pengetahuan, sikap dan prilaku ibu-ibu etnis Tionghoa tentang
imunisasi di kecamatan Kalapa Sampit, kabupaten Belitung. Hasil penelitiannya
menunjukkan bahwa pengetahuan baik tentang imunisasi pada etnis ini hanya 40,20 %
sisanya dengan kategori kurang 50, 80 % (M. Ali, 2003).
Banyak anggapan salah tentang imunisasi yang berkembang dalam masyarakat. Banyak
pula orang tua dan kalangan praktisi tertentu khawatir terhadap resiko dari beberapa
vaksin. Adapula media yang masih mempertanyakan manfaat imunisasi serta membesarbesarkan resiko beberapa vaksin (Muhammad Ali, 2003).
Kendala utama untuk keberhasilan imunisasi bayi dan anak dalam sistem perawatan
kesehatan yaitu rendahnya kesadaran yang berhubungan dengan tingkat pengetahuan dan
tidak adanya kebutuhan masyarakat pada imunisasi, jalan masuk ke pelayanan imunisasi
tidak adekuat, melalaikan peluang untuk pemberian vaksin dan sumber-sumber yang
adekuat untuk kesehatan masyarakat dan program pencegahannya (Nelson, 2000).
Pengetahuan ibu tentang imunisasi akan membentuk sikap positif terhadap kegiatan
imunisasi. Hal ini juga merupakan faktor dominan dalam keberhasilan imunisasi, dengan
pengetahuan yang baik yang ibu miliki maka kesadaran untuk mengimunisasikan bayi
akan meningkat. Pengetahuan yang dimiliki ibu tersebut akan menimbulkan kepercayaan
ibu tentang kesehatan dan mempengaruhi status imunisasi (M. Ali, 2003).
Berikut adalah data cakupan pencapaian imunisasi dasar pada bayi di desa Tugumulya
wilayah kerja UPTD Puskesmas DTP Darma Kabupaten Kuningan.
Gambar Tabel 1.1
Laporan PWS Imunisasi di Desa Tugumulya
Wilayah Kerja UPTD Puskesmas DTP Darma
Tahun 2007
No Imunisasi Target (%) Pencapaian (%) Kesenjangan (%)
1 BCG 98 91 7
2 Polio I

Polio II
Polio III
Polio IV 98
95
93
90 88, 8
91
86, 6
86, 6 9, 2
4
6, 4
3, 4
3 Campak 90 86, 6 3, 4
4 HB Injek 90 57, 7 42, 3
5 DPT HB I
DPT HB II
DPT HB III 98
95
93 88, 8
84, 4
88, 8 9, 2
10, 6
4, 2
(Sumber : PWS Imunisasi UPTD Puskesmas Darma Tahun 2007)
Dari studi pendahuluan pada tanggal 08 Mei 2008 yang dilakukan di UPTD Puskesmas
DTP Darma. Berdasarkan data di atas ditemukan sebagian besar cakupan imunisasi dasar
belum memenuhi target dan dari 12 orang ibu, 7 orang ibu tidak begitu mengetahui
tentang arti dan pentingnya imunisasi dasar, 5 orang ibu hanya mengetahui arti imunisasi
dasar tetapi tidak mengetahui jenis imuinisasi dasar.
Berdasarkan fenomena dan latar belakang di atas maka peneliti tertarik untuk
mengidentifikasi Hubungan pengetahuan ibu tentang imunisasi dasar dengan kepatuhan
pemberian imunisasi dasar pada bayi di Desa Tugumulya Wilayah Kerja UPTD
Puskesmas DTP Darma Kabupaten Kuningan.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas apakah ada hubungan antara pengetahuan ibu tentang
imunisasi dasar dengan kepatuhan pemberian imunisasi dasar pada bayi di Desa
Tugumulya Wilayah Kerja UPTD Puskesmas DTP Darma Kabupaten Kuningan.
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan pengetahuan ibu tentang imunisasi dasar dengan kepatuhan
pemberian imunisasi dasar pada bayi di Desa Darma Wilayah Kerja UPTD Puskesmas
DTP Tugumulya Kabupaten Kuningan Tahun 2008.

2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengidentifikasi pengetahuan ibu tentang imunisasi dasar pada bayi di Desa
Tugumulya Wilayah Kerja UPTD Puskesmas DTP Darma Kabupaten Kuningan Tahun
2008.
b. Untuk mengidentifikasi kepatuhan pemberian imunisasi dasar pada bayi di Desa
Tugumulya Wilayah Kerja UPTD Puskesmas DTP Darma Kabupaten Kuningan Tahun
2008.
c. Untuk mengidentifikasi hubungan antara pengetahuan ibu tentang imunisasi dasar
dengan kepatuhan pemberian imunisasi dasar pada bayi di Desa Tugumulya Wilayah
Kerja UPTD Puskesmas DTP Darma Kabupaten Kuningan Tahun 2008.
D. Ruang Lingkup Penelitian
Dalam penelitian ini, peneliti melakukan penelitian mengenai hubungan antara
pengetahuan ibu tentang imunisasi dasar dengan kepatuhan pemberian imunisasi dasar
pada bayi di desa Tugumulya wilayah kerja UPTD Puskesmas DTP Darma Kab.
Kuningan, dengan sasaran ibu yang pernah memiliki bayi usia 0-12 bulan.
E. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Keperawatan
Hasil penelitian ini bisa dijadikan data dasar dalam memberikan Asuhan Keperawatan
pada Bayi yang berisiko mengalami Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi
(PD3I).
2. Manfaat Puskesmas
Sebagi bahan masukan bagi program KIA (Kesehatan Ibu dan Anak) untuk lebih
meningkatkan kegiatan imunisasi di UPTD Puskesmas DTP Darma Kabupaten Kuningan
dan data dapat digunakan sebagai dasar antisipasi terjadinya PD3I.
3. Manfaat Institusi STIKes Cirebon
Dapat memberikan informasi mengenai pengetahuan ibu tentang imunisasi dasar dengan
kepatuhan pemberian imunisasi dasar pada bayi di UPTD Puskesmas DTP Darma
Kabupaten Kuningan dan dapat dijadikan data dasar bagi peneliti lain dalam melakukan
penelitian tentang hubungan pengetahuan dan sikap ibu terhadap pemberian imunisasi
dasar.
F. Definisi Konseptual dan Operasional
1. Definisi Konseptual
1.1 Pengetahuan
Pengetahuan adalah segala upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi orang lain
baik individu, kelompok, atau masyarakat sehingga mereka melakukan apa yang
diharapkan oleh pelaku pendidikan (Notoatmodjo, 2003).
1.2 Kepatuhan
Patuh adalah suka menurut (perintah, dan sebagainya) taat (pada perintah, aturan dan
sebagainya) berdisplin. Kepatuhan adalah sifat patuh, ketaatan (Kamus Besar Bahasa
Indonesia, 2001).
2. Definisi Operasional
2.1 Pengetahuan
Pengetahuan dalam penelitian ini adalah pengetahuan ibu yang berada di Desa
Tugumulya mengenai imunisasi yang mencakup : pengertian imunisasi, manfaat

imunisasi, jenis-jenis vaksin, jarak pemberian, jumlah kali pemberian, tempat imunisasi,
penyakit yang ingin dicegah, efek samping imunisasi.
1.2 Kepatuhan
Kepatuhan dalam penelitian ini adalah kepatuhan ibu yang berada di Desa Tugumulya
terhadap pemberian imunisasi dasar pada bayi (usia 0-1 tahun) yaitu imunisasi BCG 1x,
DPT 3x, Polio 4x , Campak 1x dan Hep. B 3x.
G. Kerangka Pemikiran
Imunisasi adalah upaya yang dilakukan dengan sengaja memberikan kekebalan
(imunitas) pada bayi atau anak sehingga terhindar dari penyakit (Dep.Kes, 2000).
Imunisasi telah terbukti sebagai salah satu upaya kesehatan masyarakat yang sangat
penting. Program imunisasi telah menunjukkan keberhasilan yang luar biasa dan
merupakan usaha yang sangat hemat biaya dalam mencegah penyakit menular. Imunisasi
juga telah berhasil menyelamatkan begitu banyak kehidupan dibandingkan dengan upaya
kesehatan masyarakat lainnya. Program ini merupakan intervensi kesehatan yang paling
efektif, yang berhasil meningkatkan angka harapan hidup. Sejak penetapan the Expanded
Program on Immunisation (EPI) oleh WHO, cakupan imunisasi dasar anak meningkat
dari 5% hingga mendekati 80% di seluruh dunia. Sekurang-kurangnya ada 2,7 juta
kematian campak, tetanus neonatorum dan pertusis serta 200.000 kelumpuhan akibat
polio yang dapat dicegah setiap tahunnya. Vaksin terhadap 7 penyakit telah
direkomendasikan EPI sebagai imunisasi rutin di negara berkembang : BCG, DPT, Polio,
Campak dan Hepatitis B.
Imunisasi menjadi satu-satunya cara memutus rantai penyebaran penyakit lebih luas lagi.
Pemerintah harus berpacu dengan waktu dalam menggalakan program imunisasi dan juga
menjaga kebersihan lingkungan karena virus dapat masuk kedalam tubuh manusia
melalui sanitasi yang kurang terjaga. Oleh karena itu, imunisasi tanpa didukung dengan
kesadaran masyarakat tidaklah akan berarti, tentunya akan banyak kendala untuk
mencapai target yang diharapkan. Kurangnya pengetahuan mengenai pentingnya
imunisasi justru dari masyarakat yang panik didalam mengambil keputusan.
Pengetahuan kesehatan akan berpengaruh kepada prilaku sebagai hasil jangka menengah
dari pendidikan kesehatan. Kesehatan seseorang atau masyarakat dipengaruhi oleh 2
faktor yaitu prilaku dan faktor diluar prilaku. Selanjutnya prilaku itu ditentukan atau
terbentuk dari 3 faktor (Lawrence Green, 1980) :
a. Faktor-faktor predisposisi (predisposing factors), yang terwujud dalam pengetahuan,
sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai, dan sebagainya.
b. Faktor-faktor pendukung (enabling factors) yang terwujud dalam lingkungan fisik,
tersedia atau tidak tersedianya fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana kesehatan, misalnya
puskesmas, obat-obatan, dan sebagainya.
c. Faktor-faktor pendorong (reinforcing factors) yang terwujud dalam sikap dan perilaku
petugas kesehatan atau petugas lainnya.
Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi imunisasi dasar yaitu : pengetahuan ibu,
soasial ekonomi dan pengaruh keluarga. Pengetahuan ibu adalah sejauh mana ibu
mengetahui arti, manfaat, jenis, jarak pemberian, kali pemberian imunisasi, efek samping,
jenis penyakit yang dapat dicegah dan tempat pemberian imunisasi. Berdasarkan
penelitian Isro (2006) didapatkan data semakin tinggi pengetahuan ibu tentang imunisasi
maka akan mempengaruhi kemauan dan perilaku ibu untuk mengimunisasi bayi atau

anaknya.
Disimpulkan bahwa prilaku seseorang atau masyarakat tentang kesehatan ditentukan oleh
pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi, dan sebagainya dari orang atau masyarakat
yang bersangkutan. Disamping itu ketersediaan fasilitas, sikap, dan prilaku para petugas
kesehatan terhadap kesehatan juga akan mendukung dan memperkuat terbentuknya
prilaku.
Seseorang yang tidak mau mengimunisasikan anaknya di posyandu dapat disebabkan
karena orang tersebut tidak atau belum mengetahui manfaat imunisasi bagi anaknya
(predisposing factors). Atau barangkali juga karena rumahnya jauh dari posyandu atau
puskesmas tempat mengimunisasikan anaknya (enabling factors). Sebab lain, mungkin
karena para petugas kesehatan atau tokoh masyarakat lain di sekitarnya tidak pernah
mengimunisasikan anaknya (reinforcing factors) (Notoatmodjo, 2007).
Adapun untuk lebih jelasnya mengenai kerangka pemikiran dapat dilihat pada gambar
bagan 1.2 mengenai hubungan pengetahuan ibu tentang imunisasi dasar dengan
kepatuhan pemberian imunisasi dasar pada bayi di desa Tugumulya wilayah kerja UPTD
Puskesmas DTP Darrma sebagi berikut :
Gambar 1.2 : Bagan Kerangka Pemikiran
HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU TENTANG IMUNISASI DASAR DENGAN
KEPATUHAN PEMBERIAN IMUNISASI DASAR
PADA BAYI DI DESA TUGUMULYA WILAYAH KERJA
UPTD PUSKESMAS DTP DARMA
(Lawrence Green, 1980)
Keterangan :
: Diteliti
: Tidak Diteliti
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Imunisasi
1. Pengertian
Imunisasi berasal dari kata imun, kebal atau resisten, jadi imunisasi adalah suatu tindakan
untuk memberikan kekebalan dengan cara memasukan vaksin kedalam tubuh manusia.
Sedangkan kebal adalah suatu keadaan dimana tubuh mempunyai daya kemampuan
untuk mencegah penyakit disebabkan kuman penyakit tertentu. Kebal ada 2 macam,
kebal alami dan kebal buatan (Imunisasi). Kebal atau resisten terhadap suatu penyakit
belum tentu kebal terhadap penyakit lainnya. (Pedoman Pelaksanaan UKS : 2004).
Imunisasi adalah upaya yang dilakukan dengan sengaja memberikan kekebalan
(imunitas) pada bayi atau anak sehingga terhindar dari penyakit (Dep. Kes, 2000).
Istilah kekebalan biasanya dihubungkan dengan perlindungan terhadap suatu penyakit
tertentu. Imunitas atau kekebalan terdiri atas imunitas pasif, yaitu tubuh tidak membentuk
imunitas, tetapi menerima imunitas, sedangkan pada imunitas aktif tubuh membentuk
kekebalan sendiri (Supartini, 2004).

2. Tujuan Imunisasi
a. Tujuan Umum
Turunnya angka kesakitan, kecacatan dan kematian akibat penyakit yang dapat dicegah
dengan imunisasi (PD3I).
b. Tujuan Khusus
1) Tercapainya target Universal Child Imunization (UCI) yaitu cakupan imuniasi lengkap
minimal 80 % secara merata pada bayi di 100% kelurahan pada tahun 2010.
2) Tercapainya eliminasi Tetanus Maternal dan Neonatal (MNTE) yaitu insiden dibawah
1 per 1000 kelahiran hidup dalam satu tahun 2008
3) Eradikasi polio (ERAPO) pada tahun 2008
4) Tercapinya Reduksi Campak (RECAM) pada tahun 2006.
3. Hal-hal yang perlu diperhatikan
Apapun imunisasi yang akan diberikan, ada beberapa hal penting yang harus diperhatikan
perawat, yaitu sebagai berikut :
1. Orang tua anak harus ditanyakan aspek berikut :
a) Status kesehatan anak saat ini, apakah dalam kondisi sehat atau sakit.
b) Pengalaman/reaksi terhadap imunisasi yang pernah didapat sebelumnya.
c) Penyakit yang dialami dimasa lalu dan sekarang.
2. Orang tua harus mengerti tentang hal-hal yang berkaitan dengan penyakit yang dapat
dicegah dengan imunisasi (PD3I), terlebih dahulu sebelum menerima imunisasi
(informed concern). Pengertian mencakup jenis imunisasi, alasan diimunisasi, manfaat
imunisasi dan efek sampingnya.
3. Catatan imunisasi yang lalu (apabila sudah pernah mendapat imunisasi sebelumnya),
pentingnya menjaga kesehatan melalui tindakan imunisasi.
4. Pendidikan kesehatan untuk orang tua. Pemberian imunisai pada anak harus didasari
pada adanya pemahaman yang baik dari orang tua tentang imunisasi sebagai upaya
pencegahan penyakit. Perawat harus memberikan pendidikan kesehatan ini sebelum
imunisasi diberikan pada anak. Gali pemahaman orang tua tentang imunisasi anak.
Gunakan pertanyaan terbuka untuk mendapatakn informasi seluas-luasnyatentang
pemahaman orang tua berkaitan dengan pemeliharaan kesehatan anak melaului
pencegahan penyakit dengan imunisasi supaya dapat memberikan pemahaman yang
tepat. Pada akhirnya diharapkan adanya kesadaran orang tua untuk mmelihara kesehatan
anak sebagai upaya meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan anak.
5. Kontra indikasi pemberian imunisasi. Ada beberapa kondisi yang menjadi
pertimbangan untuk tidak memeberikan imunisasi pada anak, yaitu :
a. Flu berat atau panas tinggi dengan penyebab serius
b. Perubahan pada sistem imun yang tidak dapat menerima vaksin virus hidup.
c. Sedang dalam pemberian obat-oabt yang menekan sistem imun, seperti sitostatika,
transfusi darah, dan imunoglobulin.
d. Riwayat alergi terhadap pemberian vaksin sebelumnya seperti pertusis.
4. Jenis Imunisasi
Jenis imunisasi ini mencakup vaksinasi terhadap 7 penyakit utama, yaitu vaksin BCG,
DPT, polio, campak, dan hepatitis B. harus menjadi perhatian dan kewajiban orang tua
untuk memberi kesempatan kepada anaknya mendapat imunisasi lengkap, sehingga

sasaran pemerintah agar setiap anak mendapat imunisai dasar terhadap 7 penyakit utama
yang dapat dicegah dengan imunisasi dapat dicapai.
a. BCG
1) Vaksinasi dan jenis vaksin
Pemberian imunisasi BCG bertujuan untuk menimbulkan kekebalan aktif terhadp
penyakit tuberculosis (TBC). Vaksin BCG mengandung kuman BCG (Bacillus CalmetteGuerin) yang masih hidup. Jenis kuman TBC ini telah dilemahkan.
2) Cara Imunisasi
Pemberian imunisasi BCG sebaiknya dilakukan ketika bayi baru lahir sampai berumur 12
bulan, tetapi sebaiknya pada umur 0-2 bulan. Hasil yang memuaskan trlihat apabila
diberikan menjelang umur 2 bulan. Imunisasi BCG cukup diberikan satu kali saja. Pada
ank yang berumur lebih dari 2 bulan, dianjurkan untuk melakukan uji mantoux sebelum
imunisasi BCG. Gunanya untuk mengetahui apakah ia telah terjangkit penyakit TBC.
Seandainya hasil uji mantoux positif, anak tersebut selayaknya tidak mendapat imunisasi
BCG.
Tetapi bila imunisasi BCG dilakukan secara masal (sekolah dan tempat umum lainnya),
maka pemberian suntikan BCG dilaksanakan secara langsung tanpa uji mantoux terlebih
dahulu. Hal ini dilakukan mengingat pengaruh beberapa faktor, seperti segi teknis
penyuntikan BCG, keberhasilan program imunisasi, segi epidemologis, dan lain-lain.
Penyuntikan BCG tanpa uji Mantoux pada dasarnya tidak membahayakan. Bila
pemberian imunisasi BCG itu berhasil, setelah beberapa minggu ditempat suntuikan
akan terdapat suatu benjolan kecil. Tempat suntikan itu kemudian berbekas. Kadangkadang benjolan tersebut bernanah, tetapi akan sembuh sendiri. BCG dilakukan dilengan
kanan atas atau paha kanan atas.
3) Kekebalan
Jaminan imunisasi tidaklah mutlak 100% bahwa anaka anda akan terhindar sama sekali
dari penyakit TBC. Seandainya bayi yang telah mendapt imunisasi terjangkit pula
penyakit TBC, maka ia akan menderita TBC dalam bentuk yang ringan. Iapun akan
terhindar dari kemungkinan mendapat TBC yang berat seperti TBC paru berat, TBC
tulang, yang dapat mengakibatkan cacat seumur hidup dan membahayakan jiwa.
4) Reaksi Imunisasi
Biasanya setelah suntikan BCG bayi tidak akan menderita demam. Bila ia demam setelah
imunisasi BCG umumnya disebabkan oleh keadaan lain. Untuk hal ini klien dianjurkan
berkonsultasi dengan dokter.
5) Efek Samping
Umumnya pada imunisasi BCG jarang dijumpai akibat efek samping. Mungkin terjadi
akibat pembengkakan kelenjar getah bening setempat yang terbatas dan biasanya sembuh
dengan sendirinya walaupun kadang sangat lambat. Pembengkakan kelenjar terdapat
diketiak atau leher bagian bawah, suntikan di paha dapat menimbulkan pembengkakan
kelenjar ini biasanya disebabkan karena penyuntikan yang kurang tepat, yaitu
penyuntikan terlalu dalam.
6) Kontra indikasi
Tidak ada larangan untuk melakukan imunisasi BCG kecuali pada anak yang berpenyakit
TBC atau menunjukan uji Mantouxs positif.

b. DPT ( Difteri, Pertusis dan Tetanus)


1) Vaksin dan jenis vaksin
Vaksin ini mengandung kuman difteri dan tetanus yang dilemahkan serta kuman
Bordetella Pertusi yang dimatikan. Vaksin ini dapat mencegah penyakit difteri, pertusis,
dan tetanus. Vaksin DPT dilakukan pada usia 3 bulan dan diulang pada usia 1,5 tahun dan
5 tahun. Setelah disuntik bayi kan demam, nyeri dan bekas suntikan akan bengkak selama
1-2 hari.
2) Cara Imunisasi
Imunisasi ulang pertama dilakukan pada usia 1,5 2 tahun atau kurang lebih satu tahun
setelah suntikan imunisasi dasar ketiga. Imunisasi ulang berikutnya dilakukan pada usia 6
tahun atau kelas 1 SD. Pada saat kelas 6 SD vaksin pertusis tidak dianjurkan untuk anak
yang berusia lebih dari 7 tahun karena reaksi yang timbul dapt lebih hebat, selain itu juga
karena perjalanan penyakit pertusis pada anak berumur lebih dari 5 tahun tidak parah.
Difteria atau batuk rejan diduga bila luka pada anak akan terinfeksi tetanus.
3) Kekebalan
Daya proteksi atau daya lindung vaksin difteria cukup baik, yaitu sebesar 80-90% dan
daya proteksi vaksin tetanus sangat baik, yaitu sebesar 90-95%. Oleh karena itu tidak
jarang anak yang telah mendapatkan imunisasi pertusis masih terjangkit batuk rejan
dalam bentuk yang lebih ringan.
4) Reaksi imunisasi
Reaksi yang mungkin terjadi biasanya demam ringan, pembengkakan dan rasa nyeri di
tempat suntikan selama 1-2 hari.
5) Efek samping
Kadang-kadang terdapat efek samping yang lebih berat, seperti demam tinggi, atau
kejang yang biasanya disebabkan oleh unsure pertusisnya. Bila hanya diberikan DT
(Difteria, Tetanus) tidak kanmenimbulkan akibat efek samping demikian.
6) Kontra indikasi
Imunisasi ini tidak boleh diberikan pada anak yang sakit parah dan menderita penyakit
kejang demam kompleks. Juga tidak boleh diberikan pada anak dengan batuk yang
diduga mungkin sedang menderita batuk rejan dalam tahap awal pada penyakit gangguan
kekebalan. Bila suntikan DPT pertama terjadi reaksi yang berta maka sebaiknya suntukan
berikut jangan diberikan DPT lagi melainkan DT saja. Sakit batuk, filek dan demam atau
diare yang sifatnya ringan, bukan merupakan kontra indikasi yang mutlak.
c. Vaksin Poliomielitis
1) Vaksin dan jenis Vaksin
Terdapat 2 jenis vaksin dalam peredaran, yang masing-masing mengandung virus polio
tipe I, II, dan III; yaitu (1) Vaksin yang mengandung virus polio tipe I, II, dan III yang
sudah dimatikan (vaksin salk), cara pemberiannya denagn penyuntikan; dan (2) vaksin
yang mengandung virus polio tipe I, II, dan III yang masih hidup telah dilemahkan
(Vaksin Sabin), cara pemberiannya melalui mulut dalam bentuk pil atau cairan.
2) Cara Imunisasi
Di Indonesia dipakai vaksin sabin yang diberikan melalui mulut. Imunisasi dasar
diberikan sejak anak baru lahir atau berumur beberapa hari, dan selanjutnya setiap 4-6
minggu. Pemberian vaksin polio dapt bersamaan dengan pemberian vaksin BCG, vaksin
Hepatitis B, dan DPT. Bagi bayi yang sedang sedang menetek maka ASI dapat diberikan

seperti biasa karena ASI tidak berpengaruh terhadap vaksin polio. Imunisasi ulangan
diberikan bersamaan dengan imunisasi ulang DPT.
3) Kekebalan
Daya proteksi vaksin polio sangat baik, yaitu sebesar 95-100%.
4) Reaksi imunisasi
Biasanya tidak ada, mungkin pada bayi akan terdapat berak-berak ringan.
5) Efek samping
Pada imunisasi polio hampir tidak ada efek samping. Bila ada, mungkin berupa
kelumpuhan anggota gerak seperti pada penyakit polio sebenarnya.
6) Kontra Indikasi
Pada anak-anak dengan diare berat (kemungkinan terjadi diare lebih parah) atau yang
sedang sakit parah, imunisasi polio sebaiknya ditangguhkan. Demikian pula pada anak
yang mengalami gangguan kekebalan tidak diberikan imunisasi polio.
d. Vaksin Campak ( Morbilli )
1) Vaksin dan jenis vaksin
Vaksin campak mengandung virus campak hidup yang telah dilemahkan. Vaksin campak
yang beredar di Indonesia dapat diperoleh dalam bentuk kemasan kering dikombinasikan
dengan vaksin gondong/bengok (mumps) dan rubella (campak Jerman ). Di Amerika
Serikat kemasan terakhir terkenal dengan nama vaksin MMR (Measles Mumps Rubella
vaccine).
2) Cara Imunisasi
Menurut WHO (1979) imunisasi campak cukup dilakukan dengan 1 kali suntikan setelah
bayi berumur 9 bulan. Lebih baik lagi setelah ia berumur 1 tahun. Karena kekebalan yang
diperoleh berlangsung seumur hidup, maka tidak diperlukan imunisasi ulang lagi.
Sebenarnya imunisasi campak dapat diberikan sebelum bayi berumur 9 bulan, misalnya
antara umur 6-7 bulan.
3) Kekebalan
Daya proteksi imunisasi campak sangat tinggi, yaitu 96-99%. Menurut penelitian
kekebalan ini berlangsung seumur hidup sama langgengnya denagn kekebalan yang
diperoleh bila anak terjangkit campak secara alamiah.
4) Reaksi imunisasi
Biasanya tidak terdapat reaksi akibat imunisai. Mungkin terjadi demam ringan dan
tampak sedikit bercak merah pada pipi bawah telinga pada hari ke 7-8 setelah
penyuntikan. Mungkin pula terdapat pembengkakan pada tempat suntikan.
5) Efek samping
Sangat jarang, mungkin dapat berupa kejang yang ringan dan tidak berbahaya pada hari
ke 10-12 setelah penyuntikan. Selain itu dapt terjadi radang otak (ensefalitis/ensefalopati)
dalam waktu 30 hari setelah imunisasi (sangat jarang yaitu 1 diantara 1 juta suntikan).
6) Kontra Indikasi
Menurut WHO (1963), indikasi kontra hanya berlaku terhadap anak yang sakit parah,
yang menderita TBC tanpa pengobatan, atau yang menderita kurang gizi dalam derajat
berat. Vaksinasi campak juga sebaiknya tidak diberikan pada anak dengan penyakit
gangguan kekebalan. Juga tidak diberikan pada anak yang menderita penyakit keganasan
atau sedang dalam pengobatan penyakit keganasan.
e. Vaksin Hepatitis B
1) Vaksin dan jenis vaksin

Jenis vaksin ini baru dikembangkan setelah diteliti bahwa virus hepatitis B mempunyai
kaitan erat dengan terjadinya penyakit lever. Vaksin terbuat dari bagian virus hepatitis B
yang dinamakan HBsAg, yang dapat menimbulkan kekebalan tetapi tidak menimbulkan
penyakit.
2) Cara Imunisasi
Imunisasi aktif dilakukan dengan cara pemberian suntikan dasar sebanyak 3 kali dengan
jarak waktu satu bulan antara suntikan 1 dan 2, dan lima bulan antara suntikan 2 dan 3.
Imunisasi ulang diberikan 5 tahun setelah imunisasi dasar. Cara pemberian imunisasi
dasar disesuaikan dengan rekomendasi pabrik pembuatnya. Khusus bagi bayi yang lahir
dari seorang ibu pengidap virus hepatitis B, harus dilakukan imunisasi pasif memakai
imunoglobulin khusus anti hepatitis B dalam waktu 24 jam setelah kelahiran.
3) Kekebalan
Daya proteksi vaksin hepatitis B cukup tinggi, yaitu berkisar antara 94-96%.
4) Reaksi imunisasi
Reaksi imunisasi yang terjadi biasanya berupa nyeri pada tempat suntikan, yang mungkin
disertai dengan timbulnya rasa panas atau pembengkakan. Reaksi ini kan menghilang
dalam waktu 2 hari. Reaksi lian yang mungkin terjadi ialah demam ringan.
5) Efek samping
Selama pemakaian 10 tahun ini tidak adanya efek samping yang berarti. Dan melalui
penelitian yang lebih luas WHO tetap menganjurkan pelaksanaan hepatitis B.
6) Kontra Indikasi
Imunisasi tidak dapat diberikan kepada anak yang menderita penyakit berat. Dapat
diberikan kepada ibu hamil dengan aman dan tidak akan membahayakan janin. Bahkan
akan memberikan perlindungan kepada janin selama dalam kandungan ibu maupun
kepada bayi selama beberapa bulan setelah lahir.
5. Cara dan Waktu Pemberian Imunisasi
Tabel 2.1
Cara pemberian imunisasi (Petunjuk Pelaksanaan Program Imunisasi di Indonesia,
Depkes 2000, hlm. 40)
Vaksin Dosis Cara Pemberian
BCG
DPT
Polio
Campak
Hepatitis B 0,05 cc
0,5 cc
2 tetes
0,5 cc
0,5 cc Intrakutan tepat di insersio muskulus deltoides kanan
Intramuskular
Diteteskan ke mulut

Subkutan, biasanya di lengan kiri atas


Intramuskular pada bagian luar
Tabel 2.2
Waktu yang tepat untuk pemberian imunisasi (Petunjuk Pelaksanaan Program Imunisasi
di Indonesia, Depkes 2000, hlm. 40)
Vaksin Pemberian Selang Waktu Pemberian Umur Keterangan
BCG
DPT
Polio
Campak
Hepatitis B 1 kali
3 kali
4 kali
1 kali
3 kali 4 minggu
4 minggu
4 minggu 0-11 bln
2-11 bln
0-11 bln
9-11 bln
0-11 bln
Untuk bayi yang lahir di RS/Puskesmas, hep. B, BCG, dan polio dapat segera diberikan
6. Kegiatan Program Imunisasi
a. Imunisasi rutin
Adalah kegitan imunisasi yang secara rutin dan terus menerus harus dilaksanakan pada
periode waktu yang telah ditetapkan. Tujuan nya dalah untuk melengkapi imunisasi rutin
pada bayi dan wanita usia subur (WUS) seperti kegiatan Sweeping pada bayi dan
kegiatan akselarasi Maternal Tetanus Elimination (MNTE) pada WUS.
b. Imunisasi tambahan
Adalah kegiatan imunisasi yang dilakukan atas dasar ditemukannya masalah dari hasil
pemantauan atau evaluasi. Kegiatan ini bersifat tidak rutin, membutuhkan biaya khusus
dan dilaksanakan dalam satu periode tertentu.
c. Imunisasi dalam penanganan KLB (Kejadian Luar Biasa)
Pedoman pelaksanaan imunisasi dalam penanganan KLB disesuaikan dengan situasi
epidemologi penyakit masing-masing.
d. Kegiatan-kegiatan imunisasi tambahan untuk penyakit tertentu dalam wilayah, luas dan
waktu tertentu.
a) PIN (Pekan Imunisasi Nasional)
Dilaksanakan secara serentak nasional. Mempercepat pemutusasn siklus kehidupan virus
polio importasi. Memberikan vaksin polio kepada setiap balita termasuk bayi baru lahir
tanpa mempertimbangkan status imunisasi sebelumnya. Pemberian imunisasi dilakukan 2

kali masing-masing 2 tetes dengan interval 1 bulan. Berguna sebagai booster/imunisasi


ulangan.
b) Sub PIN
Memutuskan rantai penularan polio bila ditemukan satu kasus polio. Wilayah terbatas,
pemberian 2 kali dengan interval 1 bulan secara serentak pada seluruh sasran berumur
kurang dari satu tahun.
c) Catch Up Campaign Campak
Memutuskan transmisi penularan virus campak pada anak sekolah dan balita. Pemberian
imunisasi secara serentak pada anak sekolah dasar dan balita tanpa mempertimbangkan
status imunisasi sebelumnya. Bergeuna sebagai imunisasi ulangan.
7. Tempat mendapatkan pelayanan imunisasi :
1. Puskesmas
- KIA (Kesehatan Ibu dan Anak)
- UKS (Usaha Kesehatan Masyarakat)
- Posyandu
- Balai Pengobatan
2. Non Puskesmas, meliputi :
- Rumah Sakit
- Rumah Sakit Bersalin
- Rumah Bersalin
- Dokter Praktek Anak
- Dokter Umum Praktek
- Dokter Spesialis Kebidanan
- Bidan Praktek
- Klinik-klinik Kesehatan
- Balai Kesehatan Masyarakat
B. Konsep Pengetahuan
1. Definisi Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah seseorang melakukan
penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui penglihatan,
penciuman, rasa, raba, dan sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata
dan telinga ( Soekidjo Notoatmodjo, 2007).
Pengetahuan adalah informasi atau maklumat yang diketahui atau disadari oleh
seseorang. Pengetahuan termasuk, tetapi tidak dibatasi pada deskriptif, hipotesis, konsep,
teori, prinsip dan prosedur yang secara Probabilitas Bayesian adalah benar atau berguna
(Wikipedia Indonesia).
Pengetahuan menurut HR Bloom adalah hasil tahu yang dimiliki individu atau dengan
memperjelas fenomena sekitar. Sedangkan menurut Indra Jaya pengetahuan didefinisikan
sebagai berikut :
a. Sesuatu yang ada atau dianggap ada
b. Sesuatu hasil persesuaian subjek dan objek
c. Hasil kodrat manusia
d. Hasil persesuian antara induksi dengan deduksi
Pengetahuan terdiri atas kepercayaan tentang kenyataan (reality). Salah satu cara untuk

mendapatkan dan memeriksa pengetahuan adalah dari tradisiatau dari yang berwenang di
masa lalu yang umumnya dikenal, seperti aristoteles.
Pengetahuan juga mungkin diperoleh berdasarkan pengumuman sekuler atau kekuasaan
agama, negara, atau gereja. Cara lain untuk mendapat pengetahuan dengan pengamatan
dan eksperimen : metode ilmiah. Pengetahuan juga diturunkan dengan cara logika secara
tradisional, otoratif atau ilmiah atau kombinasi dari mereka, dan dapat atau tidak dapat
dibuktikan dengan pengamatan dan pengetesan.
Pengetahuan atau kognitif merupakan dominan yang sangat penting dalam membentuk
tindakan seseorang (overt behavior). Dari pengetahuan dan penelitian ternyata prilaku
yang didasari pengetahuan akan lebih langgeng dari pada prilaku yang tidak didasari oleh
pengetahuan.
Apabila pengetahuan itu mempunyai sasaran yang tertentu mempunyai metode atau
pendekatan untuk mengkaji objek tersebut sehingga memperoleh hasil yang dapat
disusun secara sistematis dan diakui secara universal, maka terbentuknya disiplin ilmu
dengan perkataan lain, pengetahuan itu dapat berkembang menjadi ilmu apabila
memenuhi kriteria sebagai berikut :
a. Mempunyai objek kajian
b. Mempunyai metode pendekatan
c. Bersifat universal (mendapat pengakuan secara umum)
2. Tingkat Pengetahuan
Menurut Soekidjo Notoatmodjo (2007) mengatakan bahwa pengetahuan yang dicakup
didalam domain kognitif.
Pengetahuan mempunyai 6 tingkatan yaitu :
a. Know / Tahu
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari merupakan tingkatan
pengetahuan yang paling rendah.
b. Comprehension / Memahami
Memahami merupakan kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang
akan diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar.
c. Application / Aplikasi
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk mneggunakan materi yang tealh dipelajari
pada situasi atau kondisi riil.
d. Analisys / Analisa
Analisa suatu kemampuan dalam menjabarkan materi atau objek kedalam komponenkomponen tetapi masih didalam struktur organisasi tersebut.
e. Sintesa
Sintesa menunjukan kemampuan untuk meletakan atau menghubungkan bagian-bagian
dalam suatu bentuk keseluruh yang baru. Dengan kata lain suatu kemampuan untuk
menyusun formulasi yang sudah ada.
f. Evaluasi
Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu objek
atau materi.
Pengukuaran penegtahuan dapat dilakukan dengan wawancara tau angket yang
menanyakan tentang isi mmateri yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden.

Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat kita sesuaikan
dengan tingkatan-tingkatan diatas
Sementara Roger (1974), mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi prilaku
baru (berprilaku baru) didalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan yakni :
a. Awareness (kesadran) terhadap orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui lebih
dahulu terhadap stimulus.
b. Interest (tertarik) terhadap stimulus atau objek tertentu disini sikap subjek mulai
timbul.
c. Evaluation (menimbang-nimbang) terhadap baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi
dirinya, hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.
d. Trial (mencoba) dimana subjek sudah mulai mencoba melakukan sesuatu dengan apa
yang dikehendaki oleh stimulus.
e. Adaption (adopsi) dimana subjek telah berprilaku baru sessuia denagn pengetahuan,
kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus.
Namun demikian dari penelitian selanjutnya Rogert menyimpulkan kedua perubahan
prilaku tidak melewati tahap-tahap tersebut diatas. (Notoatmodjo, 2007).
3. Faktor yang Mempengaruhi Terbentuknya Pengetahuan
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya pengetahuan adalah sebagi
berikut :
a. Pendidikan
Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang semakin mudah meneriam informasi
sehingga banyak pula pengetahuan yang dimilik.
b. Usia
Usia adalah umur individu yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai saat berulang
tahun. Semakin cukup umur tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih
matang dalam berpikir dan bekerja.
c. Pengalaman
Pengalaman merupakan sumber pengetahuan atau cara untuk memperoleh kebenaran
pengetahuan, pengalaman pribadi ataupun dapat digunakan sebagi upaya memperoleh
pengetahuan.
d. Sumber Informasi
Merupakan informasi tentang cara mencapai hidup sehat, cara pemeliharaan kesehatan,
cara menghindari penyakit dan sebagainya. Dengan pengethauan itu akan menyebabkan
seseorang berprilaku sesuai dengan yang dimilikinya.
e. Penghasilan
Penghasilan yang rendah akan mempengaruhi kemampuan keluarga untuk memenuhi
kebutuhan gizi, pendidikan dan kebtuhan lainnya. (Notoatmodjo, 2003).
4. Indikator Pengetahuan
Indikator-indikator yang dapat digunakan untuk mengetahui tingkat pengetahuan atau
kesadaran terhadap kesehatan, dapat dikelompokan menjadi :
1) Pengetahuan tentang sakit dan penyakit yang meliputi :
- penyebab penyakit
- gejala/tanda-tanda penyakit

- bagaimana cara pengobatan atau kemana mencari pengobatan


- bagaiamana cara penularannya
- bagaiamana cara pencegahannya termasuk imunisasi dan sebagainya.
1) Pengetahuan tentang cara pemeliharaan kesehatan dan cara hidup sehat, meliputi :
- jenis-jenis makanan yang bergizi
- manfaat makanan yang bergizi bagi kesehatan
- pentingnya olah raga bagi kesehatan
- penyakit-penyakit atau bahaya merokok, minum-minum keras, narkoba, dan
sebagainya.
- pentingnya istirahat cukup, relaksasi, rekreasi, dan sebagainya bagi kesehatan.
1) Pengetahuan tentang ksehatan lingkungan
- manfaat air bersih
- cara-cara pembuangan air limbah yang sehat, termasuk pembuangan kotoran yang sehat
dan sampah
- manfaat pencahayaan dan penerangan rumah yang sehat
- akibat polusi bagi kesehatan. (Soekidjo Notoatmojdo, 2007).
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Berdasarkan dengan tujuan penelitian, maka jenis penelitian yang digunakan adalah
deskriptif korelasional (correlation study) merupakan penelitian/penelaahan hubungan
antara dua variabel pada suatu situasi atau sekelompok subjek (Notoatmodjo, 2005).
Peneliti ingin mengetahui apakah ada hubungan antara pengetahuan ibu tentang imunisasi
dasar dengan kepatuhan pemberian imunisasi dasar pada bayi.
2. Variabel dan Hipotesa Penelitian
Variabel adalah ukuran atau ciri yang dimiliki oleh anggota-anggota suatu kelompok
yang berbeda dengan yang dimiliki oleh kelompok yang lain. Definisi lain mengatakan
bahwa variabel adalah sesuatu yang digunakan sebagai ciri, sifat, atau ukuran yang
dimiliki atau didapatkan oleh satuan penelitian tentang sesutau konsep pengertian
tertentu, misalnya umur, jenis kelamin, pendidikan, status perkawinan, pekerjaan,
pengetahuan, pendapatan, penyakit dan sebagainya (Notoatmodjo, 2005). Variabel dalam
penelitian ini merupakan variabel kuantitatif dimana dalam penelitian ini terdiri dari skala
nominal dan ordinal.
a. Variabel Bebas (Independen)
Variabel bebas (independen) adalah variabel yang dapat mempengaruhi atau merubah
variabel lain (Praktiknya, 2007). Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan variabel
bebas adalah pengetahuan ibu tentang imunisasi dasar, merupakan skala ordinal.
b. Variabel Terikat (Dependen)
Variabel terikat adalah variabel yang berubah karena pengaruh variabel independen.
Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan variabel terikat adalah kepatuhan pemberian
imunisasi dasar pada bayi di desa Tugumulya wilayah kerja Puskesmas DTP Kec. Darma
Kab. Kuningan, merupakan skala nominal.
Adapun untuk lebih jelasnya mengenai variabel dalam penelitian ini dapat dijabarkan

dalam tabel sebagai berikut :


No Variabel Definisi Alat ukur Hasil Ukur Skala Ukur
1 Pengetahuan Pengetahuan dalam penelitian ini adalah pengetahuan ibu yang berada di
Desa Tugumulya mengenai imunisasi yang mencakup : pengertian imunisasi, manfaat
imunisasi, jenis-jenis vaksin, jarak pemberian, jumlah kali pemberian, tempat imunisasi,
penyakit yang ingin dicegah, efek samping imunisasi.
Kuisioner 1. Baik 75%-100%.
2. Sedang 50-75%.
3. Kurang 7 jenis imunisasi)
2. Frekuensi pemberian imunisasi pada bayi tidak lengkap dan tidak sesuai jadwal (Tidak
Patuh : 0,3 maka item dinyatakan valid, sedangkan jika (r) < 0,3 item tidak valid
(Notoatmodjo, 2005).
Berdasarkan uji validitas dengan menggunakan SPSS, korelasi skor item pertanyaan
dengan skor total pertanyaan, hasilnya berada pada interval 0,108 sampai dengan 0,767.
Jika dibandingkan dengan nilai skor rtabel untuk responden (N) = 10 adalah (0,30), item
pertanyaan nomor 13 (0,285) dan nomor 15 (0,10 tidak valid karena 0,7) > r table,
maka pertanyaan tersebut realibel (Hastono, 2004).
Berdasarkan hasil uji realibilitas dengan menggunakan SPSS, kuisioner dinyatakan
reliabel karena nilai alfa = 0,790 > 0,7.
4. Teknik Pengumpulan Data
Sumber data yang diperoleh penulis dengan menggunakan kuesioner yaitu daftar
pertanyaan yang dibuat dalam bentuk sederhana dengan metode pertanyaan tertutup yang
diberikan kepada pihak responden yang telah terpilih, sehingga memperoleh data yang
berhubungan dengan judul skripsi. Data tersebut terbagi dalam :
a. Data Primer
Merupakan data yang diperoleh secara langsung dari lapangan melalui penyebaran
kuisioner kepada responden untuk memperoleh tanggapan, penjelasan dari responden
yang dianggap mewakili populasi.
b. Data Sekunder
Data yang diperoleh sebagai pendukung hasil penelitian, sumber data sekunder diperoleh
dari catatan, literatur, artikel dan tulisan ilmiah yang relevan dengan topik penelitian yang
dilakukan.
5. Analisa dan Pengolahan Data
a. Analisa Data
Analisa data dilakukan dengan dua cara yaitu :
1) Analisa Univariat
Setelah data diolah, masing-masing variable dimasukan kedalam data tabel distribusi
frekuensi, kemudian dapat juga dicari prosentase dan mean dari data tersebut. Rumus
yang digunakan :
P = F x 100%

Keterangan :
P = Persentase
F = Frekuensi menjawab benar

= Jumlah pertanyaan
Pengetahuan dalam penelitian ini menggunakan skala ordinal dengan kriteria : baik,
sedang, dan kurang dengan kriteria sebagi berikut :
Baik jika nilai quartile (> 75% - 100%)
Sedang jika nilai quartile (50-75%)
Kurang jika nilai quartile (< 50%)
2) Analisa Bivariat
Mempunyai tujuan untuk melihat hubungan antara pengetahuan Ibu, dengan kepatuhan
pemberian imunisasi serta dilanjutkan kedalam tabel silang untuk menganalisa hubungan
diantara variabel bebas dengan variabel tergantung, kemudian dilakukan uji statistik
dengan menggunakan uji Chi Square dengan derajat kemaknaan 95 %. Kemudian untuk
melihat hasil kemaknaan perhitungan statistik dengan cara membandingkan nilai 2
dengan = 0,05 bila t tabel maka terdapat hubungan yang bermakna antara variabel
bebas dengan variabel tergantung, rumus Chi Square tersebut adalah sebagai berikut :
2 = fo fh
fh
Keterangan :
2 : Chi kuadrat
fo : Frekuensi yang diobservasi
fh : Frekuensi yang diharapkan
Pengujian syarat hipotesis
2 : Hitung 2 tabel kesimpulan Ho ditolak
2 : Hitung 2 tabel kesimpulan Ho diterima
dk = (b-1) (k-1)
Keterangan :
dk : Derajat Kemaknaan
k : Jumlah kolom
d : Jumlah baris
b. Pengolahan Data
Pengolahan data merupakan proses yang sangat penting dalam penelitian. Oleh karena
itu, harus dilakukan dengan baik dan benar. Kegiatan dalam proses pengolahan data
adalah :
1) Memeriksa Data (Editing)
Proses editing adalah memeriksa data yang telah dikumpulkan baik berupa daftar
pertanyaan, kartu atau buku register. Kegiatan memeriksa data yaitu menjumlahkan dan
melakukan koreksi.
2) Memberikan Kode (Coding)
Pemberian kode dilakukan untuk mempermudah pengolahan, sebaiknya semua variabel
diberi kode terutama data klasifikasi.
3) Menyusun Data (Tabulating)
Tabulasi data yang telah lengkap disusun sesuai dengan variabel yang dibutuhkan lalu
dimasukan kedalam tabel distribusi frekuensi. Setelah diperoleh hasil dengan cara
perhitungan, kemudian nilai tersebut dimasukan ke dalam kategori nilai yang telah
dibuat.

6. Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian atau langkah-langkah penelitian bergeuna untuk mempermudah
peneliti menyelesaikan penelitian. Adapun prosedur atau langkah-langkah penelitian ini
sebagai berikut :
a. Tahap Persiapan
1. Menentukan masalah
2. Memilih lahan penelitian
3. Melakukan studi pendahuluan
4. Menyusun proposal
5. Seminar proposal penelitian
b. Tahap Pelaksanaan
1. Izin Penelitian
2. Mendapatkan informed consent dari responden
3. Melakukan pengumpulan data
4. Melakukan pengolahan dan analisa data
c. Tahap Akhir
1. Menyusun laporan hasil penelitian
2. Sidang atau presentasi hasil penelitian
7. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di desa Tugumulya wilayah kerja UPTD Puskesmas DTP Kec.
Darma Kab. Kuningan dan dilakukan pada minggu ke 3 bulan Mei sampai dengan Juni
2008 atau mulai tanggal 12 Mei 14 Juni 2008.

Options
Disable

Get Free Shots

Icoels Blog
*Skripsi
LEMBAR PENGESAHAN
JUDUL :HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK IBU DENGAN STATUS GIZI
PADA BALITA DI WLAYAH KERJA UPTD PUSKESMAS DTP CIDAHU
KABUPATEN KUNINGAN
PENYUSUN : DIDI SUHEDI
NIM : 10104.02.04.006
Cirebon, 14 Juli 2008
Pembimbing Utama
Agus Setiawan, S. kep. MN
Pembimbing pendamping
Awaludin Jahid, S. kep
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pembangunan kesehatan adalah bagian dari pembangunan nasional yang bertujuan untuk
meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar
terwujud derajat kesehatan masyarakat setinggi tingginya Pembangunan kesehatan
tersebut merupakan upaya seluruh potensi bangsa Indonesia, baik masyarakat, swasta
maupun pemerintah (SKN Depkes RI 2006).
Pembangunan kesehatan pada hakekatnya adalah penyelenggaraan upaya kesehatan oleh
bangsa Indonesia untuk mencapai kemampuan hidup sehat bagi setiap penduduk agar
dapat mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang optimal sebagai salah satu unsur
kesejahteraan umum dari tujuan nasional (Depkes RI 1989).
Tujuan pembangunan bidang kesehatan tahun 2010 adalah terwujudnya manusia yang
sehat, cerdas dan produktif. Untuk mencapai tujuan tersebut, perhatian pemerintah
terletak pada peningkatan kualitas sumber daya manusia, maka derajat kesehatan
masyarakat harus ditingkatkan (Depkes RI, 2001).
Peran serta masyarakat dalam pembangunan khususnya dalam bidang kesehatan
diarahkan untuk menciptakan kemampuan hidup sehat bagi setiap penduduk dalam
rangka terwujudnya derajat kesehatan yang optimal yang diwujudkan dalam kegiatan
program pemerintah salah satunya Posyandu (Pos Pelayanan Terpadu) (Depkes RI,
1994). Upaya perbaikan gizi keluarga merupakan salah satu kegiatan posyandu bertujuan
untuk meningkatkan kemampuan keluarga dan masyarakat agar dapat menanggulangi
masalah gizi yang dihadapi (Direktorat Bina Gizi Masyarakat, 1990).
Peranan wanita dalam mengasuh dan membesarkan anak begitu penting sehingga
membuat pendidikan bagi anak perempuan khususnya menjadi lebih sangat penting dan
berarti, hal ini karena kelak akan menjadi seorang ibu. Ada hubungan yang sangat
signifikan antara tingkat pendidikan ibu dan status gizi anaknyan serta angka harapan
hidup lebih jauh, manfaat kesehatan dan gizi yang lebih baik dan tingkat fertilisasi lebih
rendah yang diakibatkan tingkat investasi dalam pendidikan mendorong produktivitas
investasi lainya (Nurulpaik, 2002).
Selain pendidikan umur juga merupakan variabel yang harus di perhatikan dalam melihat
status kesehatan sesorang, angka-angka kesakitan maupun kematian di dalam semua
keadaan menunjukan hubungan dengan umur. Umur ibu sangat berpengaruh bagaimana
ibu mengambil keputusan dalam memberikan gizi pada anak-anaknya sehingga menjadi
SDM yang berkualitas. Umur ibu sangat mempengaruhi bagaimana ibu mengambil
keputusan dalam memberikan gizi pada anaknya sehingga menjadi sumber daya manusia
yang berkualita (Dalam Purnama, 2007)
Sangat dimungkinkan orang tua yang masih muda dan baru mempunyai anak dan akan
mempunyai pengalaman yang berbeda dalam merawat anaknya dibandingkan dengan
orangtua yang lebih tua serta mempunyai beberapa anak dan berpengalaman dalam
merawatnya (Supartini 2005).
Gizi merupakan suatu hal yang penting bagi pertumbuhan dan perkembangan balita,
untuk itu lmu gizi sangat mutlak untuk diketahui bagi masyarakat terutama bagi para ibu,
secara keilmuan Gizi adalah ilmu yang mempelajari segala sesuatu tentang makanan
dalam hubungannya dengan kesehatan optimal. Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai
akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi. Status gizi di bedakan menjadi
status gizi buruk, kurang dan baik (Almastier 2001:9, 3).
Status gizi kurang terjadi bila tubuh mengalami kekurangan satu atau lebih zat-zat gizi

esensial, status gizi lebih terjadi bila tubuh memperoleh zat-zat gizi dalam jumlah
berlebihan, sehingga menimbulkan efek toksik. Baik pada status gizi kurang, maupun
status gizi lebih terjadi gangguan gizi, gangguan gizi disebabkan oleh faktor primer atau
sekunder. Primer adalah bila susunan makanan seseorang salah dalam kualitas dan
kuantitas disebabkan kurangnya penyediaan pangan, kurang baik distribusi pangan,
kemiskinan, kebiasaan makan yang salah, dan faktor sekunder meliputi semua faktor
yang menyebabkan zat-zat gizi tidak sampai di sel-sel tubuh setelah makan dikonsumsi
(Almastier, 2001:9).
Berdasarkan pelaporan tahunan di UPTD Puskesmas DTP Cidahu tahun 2007 terdapat
jumlah penderita gizi buruk 26 (0.77%), gizi kurang 288 (8.56%) gizi baik 2985
(88.78%) dan gizi lebih 66 (1.96%) dari total 3362 balita. Menurut umur balita di wilayah
kerja Puskesmas Cidahu dapat dikelompokan sebagai berikut ; usia 01 tahun dengan
jumlah balita 832 (22, 43% ), usia 13 tahun dengan julmlah balita 1527 (41,18% ), dan
usia 35 tahun 1349 (36,38% ). Latar belakang pendidikan penduduk di wilayah kerja
UPTD Puskesmas Cidahu beragam dari mulai tidak tamat SD sampai dengan tamat
Perguruan Tinggi mayoritas Tamat SD / MI dengan jumlah 7747 jiwa ( 55,71% ) dengan
persentase pendidikan paling banyak adalah lulusan SD tetapi status gizi anak balita
menunjukan persentase yang baik yaitu (88.78%) hal ini jika dikaitkan dengan pendapat
nurulpaik berlwanan, karena jika pendidikan ibu baik maka status gizi balitanya juga baik
pula dan sebaliknya. Mayoritas usia penduduk diwilayah kerja UPTD Puskesmas Cidahu
adalah anak anak dengan jumlah 6508 dari 3259 anak laki laki dan 3249 anak
perempuan, dan yang paling sedikit adalah usia 75 tahun keatas dengan prevalensi 1.87
% dengan jumlah 805 jiwa dari jumlah penduduk 42854 jiwa. (Sumber laporan tahunan
UPTD Pusksmas DTP Cidahu tahun 2007).
Berdasarkan fenomena di atas penulis tertarik ingin meneliti tentang Hubungan antara
karakteristik Ibu dengan Status Gizi pada Balita di wilayah kerja UPTD Puskesmas DTP
Cidahu.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis merumuskan masalah penelitian sebagai
berikut; Apakah ada hubungan antara karakteristik ibu dengan status gizi pada balita di
wilayah kerja UPTD Puskesmas DTP Cidahu
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan antara karakteristik ibu dengan status gizi pada balita di
wilayah kerja UPTD Puskesmas DTP CidahU
1.3.2 Tujuan Khusus
1.3.2.1 Mengetahui karakteristik Pendidikan ibu di wilayah kerja UPTD Puskesmas DTP
Cidahu
1.3.2.2 Mengatahui karakteristik Pekerjaan ibu di wilayah kerja UPTD Puskesmas DTP
Cidahu
1.3.2.3 Mengatahui karakteristik Usia ibu di wilayah kerja UPTD Puskesmas DTP
Cidahu
1.3.2.4 Mengetahui status gizi pada anak balita di wilayah kerja UPTD Puskesmas DTP
Cidahu

1.3.2.5 Mengetahui hubungan antara Karakteristik (Pendidikan, Pekerjaan dan usia) ibu
dengan status gizi pada balita di wilayah kerja UPTD Puskesmas DTP Cidahu.
1.3 Ruang Lingkup
Ruang lingkup penelitian ini mencakup aspek karakteristik ibu, dalam penelitian ini
hanya tiga karakteristik yang di bahas yaitu: Pendidikan, Pekerjaan dan Usia ibu yang
mempunyai balita yang dihubungkan dengan Status gizi di wilayah kerja UPTD
Puskesmas DTP Cidahu Kabupaten Kuningan
1.5 Manfaat Hasil Penelitian
1.5.1 Manfaat Bagi Ibu
Gizi merupakan suatu hal yang penting bagi balita, untuk itu seorang ibu dituntut untuk
memberikan gizi yang baik untuk anaknya. Penelitian ini diharapkan menjadi informasi
bagi ibu yang mengharapkan anaknya tidak mengalami gangguan gizi.
1.5.2 Manfaat Institusi Pendidikan
Penelitian ini diharapkan dapat menambah bacaan pada perpustakaan, sehingga dapat
memberikan sumbangsih ilmu gizi kepada mahasiswa yang membutuhkan. Penulis
berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi yang membutuhkan.
1.5.3 Manfaat UPTD Puskesmas DTP Cidahu
Penelitian ini dapat menjadi sumber informasi pada puskesmas cidahu untuk lebih
meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, terutama dalam upaya meningkatkan angka
gizi baik lebih banyak dan menekan angka status gizi kurang lebih kecil lagi.
1.5.4 Manfaat Bagi Ilmu Keperawatan
Penelitian ini bagi keperawatan diaharapkan dapat menjadi informasi dan masukan dalam
memberikan pendidikan kesehatan tentang status gizi pada anak khususnya topik gizi
kurang, dengan harapan dapat meningkatkan pelayanan kesehatan yang optimal dan
diaharapkan berguna bagi penelitian selanjutnya.
1.6 Kerangka Pemikiran
1.6.1 Karakteristik ibu
Karakteristik ibu adalah tabiat, watak, sifat sifat kejiwaan yang mencakup usia,
pendidikan, pekerjaan, dan pengetahuan ibu. (Suhadi. 2003)
1.6.1.1 Pendidikan
Menurut M. J. Lengevet, pendidikan adalah setiap usaha, pengaruh, perlindungan dan
bantuan yang diberikan pada anak, yang tertuju pada kesewasaan. Pendidikan adalah
proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha
mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan; proses, cara, pembuatan
mendidik (Departemen Pendidikan Nasional, 2001)
Pendidikan dalam arti formal adalah suatu proses penyampaian bahan atau amteri
pendidikan oleh pendidik kepada sasaran pendidik guna mencapai perubahan tingkah
laku. Tingkat pendidikan ibu sangat berpengaruh terhadap minat ibu untuk memelihara
kesehatan balitanya. Semakin tinggi tingkat pendidikan ibu secara tidak langsung
berpengaruh terhadap peningkatan status sosial dan kedudukan seorang wanita.
Peningkatan pilihan mereka terhadap kehidupan dan kemampuan untuk menentukan
pilihan sendiri serta menyatakan pendapatnya. Bahwa pendidikan rendah menyebabkan
seseorang tidak peduli terhadap program kesehatan balitanya sendiri sehingga mereka
kurang mengenal bahaya yang terjadi (Notoatmodjo. S, 2003).

Dalam penelitian ini pendidikan yang dimaksud adalah pendidikn formal yang di
golongkan menjadi tiga jenjang. Yang menjadi obyek adalah Pendidikan ibu yang
mempunyai anak balita
1.6.1.1.1 SMU-S1
1.6.1.1.2 SD-SMP
1.6.1.2 Usia
Usia adalah jumlah waktu suatu makhluk sudah hidup di dunia semenjak lahir, sampai
saat usaia itu dihitung (Kakus, 2006)
Umur ibu sangat mempengaruhi bagai mana ibu mengambil keputusan dalam
memberikan gizi pada anaknya sehingga menjadi sumberdaya manusia yang berkualitas
(Sutrisna, 1999 dalam Purnama 2007).
Usia ibu yang mempunyai anak usia 0 5 tahun yang dibagi menjadi tiga golongan,
diantaranya:
1.6.1.2.1 = Tidak Beresiko 20-35 th
1.6.1.2.2 = Beresiko 35 th
1.6.1.3 Pekerjaan
Pekerjaan dalam arti luas adalah aktivitas utama yang dilakukan oleh manusia. Dalam arti
sempit, istilah pekerjaan digunakan untuk suatu tugas atau kerja yang menghasilkan uang
bagi seseorang (Ado, Wikipedia Indonesia 2008). Pekerjaan Ibu yang mempunyai anak
balita digolongkan menjadi
1.6.1.3.1 = Bekerja
1.6.1.3.2 = Tidak Bekerja
1.6.2 Status Gizi
Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zatzat gizi. Status gizi di bedakan menjadi status gizi buruk, kurang dan baik (Almastier
2001:9, 3).
1.6.2.1 Status gizi lebih
Status gizi lebih artinya kelebihan enersi di dalam hidangan yang dikonsumsi relatif
terhadap kebutuhan atau penggunaan energi (Prof. Dr. Achmad Djaeni S 2004:26).
1.6.2.2 Statatus gizi baik
Status gizi baik atau status gizi optimal terjadi bila tubuh memperoleh cakupan zat zat
gizi yang digunakan secara efesian, sehingga memungkinkan pertumbuhan fisik,
perkembangan otak, kemampuan kerja dan kesehatan secara umum pada tinngkat
setinggi mungkin (Almastier 2001:9).
1.6.2.3 Status gizi kurang
Status gizi kurang terjadi bila tubuh mengalami kekurangan satu atau lebih zat-zat gizi
esensial, status gizi lebih terjadi bila tubuh memperoleh zat-zat gizi dalam jumlah
berlebihan, sehingga menimbulkan efek toksik.
1.6.2.4 Status gizi buruk
Klasifikasi keadaan gizi kurang yang paling sederhana dan umum dipakai adalah ukuran
berat menurut umur, yang kemudian dibandingkan terhadap ukuran baku. Salah satu cara
klasifikasi umum yang digunakan adalah yang diajukan Gomez (Gomez dkk, 1965).

Sistem gomez ini membagi kedalam tiga derajat gizi kurang, yaitu gizi kurang ringan (90
75 % standar), gizi kurang sedang (75 60% standar) dan gizi kurang berat (< 60%
standar) yang sering disebut gizi buruk. Cara ini memperhatikan berbagai tanda klinis
serta prognosa dari penderitaan dalam kaitannya dengan umur (Suhardjo, 198
Untuk mempermudah pengolahan data kalifikasi status gizi di katagorikan
1.6.2.4.1 = Status Gizi Lebih dan Baik
1.6.2.4.2 = Status Gizi Kurang dan Buruk
Bagan Kerangka Pikir
Keterangan :
= Variabel yang diteliti
= Variabel yang tidak diteliti
Karakteristik ibu adalah tabiat, watak, sifat sifat kejiwaan yang mencakup usia,
pendidikan, pekerjaan, dan pengetahuan ibu. (Suhadi. 2003)
1.7 Definisi Konseptual dan Definisi Oprasional
1.7.1 Definisi Koonseptual
1.7.1.1 Pendidikan
Pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang
dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan; proses,
cara, pembuatan mendidik (Departemen Pendidikan Nasional, 2001).
1.7.1.2 Pekerjaan
Pekerjaan dalam arti luas adalah aktivitas utama yang dilakukan oleh manusia. Dalam arti
sempit, istilah pekerjaan digunakan untuk suatu tugas atau kerja yang menghasilkan uang
bagi seseorang (Ado, Wikipedia Indonesia 2008).
1.7.1.3 Usia
Usia adalah jumlah waktu suatu makhluk sudah hidup di dunia semenjak lahir, sampai
saat usaia itu dihitung (Kakus, 2006)
1.7.1.4 Status Gizi
Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zatzat gizi. Status gizi di bedakan menjadi status gizi buruk, kurang dan baik (Almastier
2001:9).
1.7.2 Definisi Oprasional
1.7.2.1 Pendidikan adalah jenjang pendidikan formal yang telah diselesaikan ibu sampai
saat dilakukannya penelitian
1.7.2.2 Pekerjaan adalah segela sesuatu kegiatan yang dilakukan oleh responden
1.7.2.3 Usia adalah usia individu yang dihitung muai saat dilahirkan sampai saat ulangn
tahun terakhir
1.7.2.4 Status Gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Ilmu Gizi
Ilmu Gizi merupakan ilmu yang menggunakan berbagai disiplin ilmu dasar, seperti
biokimia, Ilmu hayat (fisiologi), ilmu penyakit (fatologi) dan beberapa lagi. Jadi untuk
menguasai ilmu gizi secara ahli, harus menguasai bagian-bagian ilmu dasar tersebut yang
relevan dengan kebutuhan Ilmu Gizi (Ahmad dzaeni 2004).
Secara umum ilmu gizi (Nutrients Science) dapat didefinisikan sebagai berikut, yaitu
ilmu yang mempelajari segala sesuatu tentang makanan dalam hubungan dengan
kesehatan optimal. kata Gizi berasal dari bahasa Arab Ghidza yang berarti makanan
(Almastier, 2001:1).
Zat gizi (Nutrients) adalah ikatan kimia yang diperlukan oleh tubuh untuk melaksanakan
fungsinya yaitu menghasilkan energi, membangun dan memelihara jaringan, serta
mengatur proses-proses kehidupan (Almastier, 2001:1).
Secara klsik kata gizi hanya dihubungka dengan kesehatan tubuh, yaitu untuk
menyediakan energi, membangun dan memelihara jaringan tubuh, serta mengatur prosesproses kehidupan dalam tubuh. Tetap sekarang kata gizi mempunyai pengertian yang
lebih luas, disamping untuk kesehartan, gizi dikaitkan dengan potensi ekonomi sesorang,
karena gizi berkaitan dengan perkembangan otak, kemampuan belajar, dan produktivitas
kerja. Oleh karena itu, di Indonesia yang sekarang sedang dalam tahap pembangunan
maka factor gizi disamping factor-faktor yang lain dianggap penting untuk memacu
pembangunan, khususnya pembangunan yang berkaitan dengan sumber daya manusia
yang berkualitas (Almastier,2001).
2.2 Fungsi Zat Gizi
Menurut Kartasapoetra dan Marsetyo (2005:4) zat-zat makanan yang diperlukan oleh
tubuh dapat dikelompokan menjadi beberapa kelompok diantaranya sebagai berikut :
2.2.1 Karbohidrat
Merupakan sumber energi utama tubuh. Berdasarkan gugus, penyusun gula dapat
dibedakan menjadi monosakarida, disakarida, dan polisakarida.
2.2.2 Protein
Diperoleh dari tumbuh-tumbuhan (protein nabati) dan hewan (protein hewani) berfungsi :
2.2.2.1 Membangun sel-sel yang rusak.
2.2.2.2 Membentuk zat-zat pengatur seperti enzim dan hormon.
2.2.2.3 Membentuk zat anti energi, dalam hal ini tiap gram protein menghasilkan sekitar
4,1 kalori.
2.2.3 Lemak
Merupakan senyawa organik yang majemuk, terdiri unsur C, H dan O yang membentuk
senyawa asam lemak dan gliserol (gliserin) apabila bergabung dengan zat lain yang akan
membentuk lipid, fungsi pokok lemak yaitu :
2.2.3.1 Penghasil kalori terbesar yang dalam hal ini tiap gram lemak menghasilkan
sekitar 9,3 kalori.
2.2.3.2 Sebagai pelarut vitamin tertentu, seperti A, D, E dan K.
2.2.3.3 Sebagai pelindung alat-alat tubuh dan sebagai pelindung tubuh dari temperatur

rendah.
2.2.4 Vitamin
Vitamin dapat dikelompokan menjadi dua vitamin, yaitu vitamin yang larut dalam air
meliputi B dan C, dan vitamin yang larut dalam lemak meliputi A, D, E, dan K fungsi
utamanya yaitu:
2.2.4.1 Vitamin A (aserofol) berfungsi bagi pertumbuhan sel-sel epitel, sebagai proses
oksidasi dalam tubuh, pengatur kepekaan rangsangan sinar pada syaraf mata.
2.2.4.2 Vitamin B1 berfungsi sebagai metabolisme karbohidrat, mempengaruhi
keseimbangan air dalam tubuh, penyerapan zat makanan dalam tubuh.
2.2.4.3 Vitamin B2 berfungsi sebagai pemindahan rangsang sinar ke syaraf mata, sebagai
enzim dalam proses oksidasi di dalam sel-sel.
2.2.4.4 Vitamin B6 berfungsi sebagai pembuatan sel-sel darah, pertumbuhan dan
pekerjaan urat syaraf.
2.2.4.5 Vitamin B11 (asam tolium) berfungsi sebagai zat dalam pertumbuhan sel darah
merah, mencegah anti perniosa atau anemia yang kuat.
2.2.4.6 Vitamin B12 (sianoko balamin) berfungsi sebagai koenzim penting dalam
metabolisme asam amino dan berperan dalam merangsang pembentukan eritrosit.
2.2.4.7 Vitamin C (asam askarbinat) berfungsi sebagai aktifator macam-macam permen
perombak protein dan lemak, sebagai zat yang penting dalam oksidasi dan dehidrasi
dalam sel, mempengaruhi kerja anak ginjal, pembentukan trombosit.
2.2.4.8 Vitamin D berfungsi sebagai mengatur kadar kapur dan fospor dalam darah
bersama-sama kelenjar anak gondok, memperbesar penyerapan kapur dan fospor dari
unsur, mempengaruhi proses osifikasi dan kerja kelenjar endokrin.
2.2.4.9 Vitamin E (tookferol) berfungsi mencegah perdarahan bagi wanita hamil serta
mencegah keguguran, diperlukan pada saat sel sedang membelah.
2.2.4.10 Vitamin K (antihermogia) berfungsi sebagai pembentukan protrombin atau
sangat penting dalam proses pembekuan darah.
2.2.4.11 Air sebagai pelarut dan menjaga stabilitas temperatur tubuh. Kebutuhan air
diatur oleh beberapa kelenjar hipofise, tiroid, anak ginjal, dan kelenjar keringat.
2.3 Kebutuhan Gizi Berkaitan dengan Proses Tubuh
Makanan sehari-hari yang dipilih dengan baik akan memberikan semua zat gizi yang
diperlukan untuk fungsi normal tubuh. Sebaliknya, bila malanan tidak dipilih dengan
baik, tubuh akan mengalami kekurangan zat-zat gizi esensial tertentu. Zat-zat gizi
esensial adalah zat gizi yang harus didatangkan dari makanan, bila dikelomopokan ada
tiga fungsi zat gizi dalam tubuh
2.3.1 Memberi Energi
Zat-zat gizi yang dapat memberikan energi adalah karbohidrat, lemak, dan protein.
Oksidasi zat-zat gizi ini adalah menghsilkan energi yang diperlukan tubuuh untuk
melakukan aktivitas ketiga zat gizi termasuk ikatan organic yang mengandung karbon
yang dapat dibakar. Ketiga zat gizi terdapat jumlah paling banyak adalah dalam bahan
pangan. Dalam fungsi sebagai zat pemberi energi, ketiga zat gizi tersebut dinamakan zat
pembakar.

2.3.2 Pertumbuhan dan Pemeliharaan Jaruingan Tubuh


Protein, mineral dan air adalah bagian dari jaringan tubuh. Oleh karena itu diperlukan
untuk membentuk sel-sel baru, memelihara dan mengganti sel yang rusak, dalam fungsi
ini ketiga zat gizi sebagai zat pembangun
2.3.3 Mengatur Proses Tubuh
Protein, mineral, air dan Vitamin diperlukan untuk mengatur proses tubuh. Protein
bertugas mengatur keseimbangan cairan dalam sel, bertindak sebagai buffer dalam upaya
memelihara netralitas tubuh dan membentuk antibody sebagai penangkal organisme yang
bersifat infekti dan bahan-bahan asing yang dapat masuk kedalam tubuh. Mineral dan
Vitamin diperlukan sebagai pengatur dalam proses-proses oksidasi, fungsi normal saraf
dan otot serta banyak proses lain yang terjadi dalam tubuh termasuk proses menua. Air
diperlukan untuk melarutkan bahan makanan kedalam tubuh, seperti didalam darah,
cairan pencernaan, jaringan dan mengatur suhu tubuh. Dalam fungsi mengatur suhu
tubuh ini, protein, mineral dan air disebut sebagai zat pengatur
2.4 Akibat Gangguan Gizi terhadap Fungsi Tubuh
Konsumsi makanan berpengaruh terhadap status gizi seseorang. Status gizi baik atau
optimal terjadi bila tubuh memperoleh cukup zat-zat yang digunakan secara efesien,
sehingga memungkinkan pertumbuhan fisik, perkembangan otak, kemampuan kerja dan
kesehatan secara umum pada tingkat setingi mungkin. Status gizi kurang terjadi bila
tubuh mengalami kekurangan satu atau lebih zat-zat gizi esensial. Status gizi lebih bila
tubuh memperoleh zat-zat gizi dalam jumlah yang berlebihan, sehingga menimbulkan
efek toksik yang membahayakan. Baik pada status gizi kurang atau lebih terjadi
gangguan gizi.
2.5 Akibat Gizi Kurang pada Proses Tubuh
Akibat gizi kurag pada proses tubuh tergantung pada zat apa yang kurang. Kekurangan
gizi secara umum (makanan kurang secara kualitas dan kuantitas) menyebanbkan
gangguan pada proses-proses tubuh diantaranya
2.5.1 Pertumbuhan
Anak-anak tidak tumbuh menurut potensialnya, protein digunakan sebagai zat pembakar,
sehingga otot-otot menjadi lembek dan rambut mudah rontok. Anak-anak yang berasal
dari tingkat social ekonomi menengah keatas lebih tinggi dari pada social ekonomi bawah
2.5.2 Produksi Tenaga
Kekurangan energi berasal dari makanan, menyebabkan sesorang kekurangan tenaga
untuk bergerak, bekerja dan melakukan aktivitas. Orang menjadi malas, merasa lemah
dan produktivitas kerja menurun.
2.5.3 Struktur dan Fungsi Otak
Kurang gizi pada usia muda dapat mempengaruhi perkembangan mental dan kemampuan
berpikir. Otak mencapai bentuk maksimal pada usia dua tahun. Gangguan gizi dapat
menimbulkan gangguan otak secara permanent
2.5.4 Perilaku
Baik anak-anak ataupun dewasa yang kurang gizi menunjukan perilaku tidak tenang.
Mereka mudah tersinggung, cengeng dan apatis.

2.6 Akibat Gizi Lebih pada Proses Tubuh


Gizi lebih menyebabkan kegemukan atau obesitas. Kelebihan energi yang dikonsumsi
disimpan dalam jaringan dalam bentuk lemak. Kegemukan merupakan salah satu factor
resiko dalam terjadinya berbagai penyakit degeneratif, seperti hipertensi, Diabetes,
jantung koroner, hati dan empedu.
2.7 Status Gizi
Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zatzat gizi. Status gizi di bedakan menjadi status gizi buruk, kurang dan baik ( Almastier
2001:9).
Status gizi adalah ekspresi dari keadaan keseimbangan atau perwujudan dari nutrien
dalam bentuk variabel tertentu. Pada dasarnya penilaian status gizi dapat dilakukan
dengan dua cara yaitu secara langsung atau tidak langsung. Penilaian secara langsung
meliputi biokimia, klinis dan biofisik. Penilain secara tidak langsung melalui survei
makanan, statistik vital dan faktor ekologi (Supariasa dkk , 2002:20).
Penilaian status gizi anak serupa dengan penilaian pada periode lain. Pemeriksaan yang
perlu lebih diperhatikan bergantung pada bentuk kelainan yang bertalian dengan kejadian
penyakit tertentu. Kurang kalori protein lazim menjangkiti anak. Oleh karena itu,
pemeriksaan terhadap tanda dan gejala ke arah sana termasuk pula kelainan yang
menyertainya.
2.8 Penilaian Status Gizi Secara Langsung
Penilaian status gizi secara langsung dapat dibagi menjadi empat penelitian yaitu:
antropometri, klinis, biokimia, dan biofisik. Masing-masing akan dibahas secara umum
sebagai berikut.
2.8.1 Antropometri
2.8.1.1Pengertian
Secara umum antropometri artinya ukuran tubuh manusia. Ditunjukan dari sudut pandang
gizi, maka antropometri gizi berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi
tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umum dan tingkat gizi.
2.8.1.2 Penggunaan
Antropometri secara umum di gunakan untuk melihat ketidakseimbangan asupan protein
dan energi. Ketidakseimbangan ibu di lihat dari pertumbuhan fisik dan proporsi jaringan
tubuh seperti lemak, otot dan jumlah air dalam tubuh.
2.8.2 Klinis
2.8.2.1 Pengertian
Pemeriksaan klinis adalah metode yang sangat penting untuk menilai setatus gizi
masyarakat. Metode ini didasarkan atas perubahanperubahan yang terjadi yang di
hubungkan dengan ketidakcukupan zat gizi. Hal ini dapat di lihat pada jaringan opitel
(supervicial epithelial tissus) seperti kulit, mata, rambut dan mukosa oral atau pada
organorgan yang dekat dengan permukaan tubuh seperti kelenjar tiroid.
2.8.2.2 Penggunaan
Penggunaan metode ini umumnya untuk survai kelinis secara cepat (rapid clinical
surveys) survei ini di rancang untuk menditeksi secara cepat tanda tanda klinis umum

dari kekuranan salah satu atau lebih zat gizi. Disamping digunakan untuk menentukan
status gizi seseorang, dengan melakukan pemeriksaan fisik (sign) dan gejala (symtom)
atau riwayat penyakit.
2.8.3 Biokimia
2.8.3.1 Pengertian
Penilaian status gizi dengan biokomia adalah pemeriksaan spesimen yang diuji secara
laboratoris yang dilakukan diberbagai macam jaringan tubuh. Jaringan tubuh yang
digunakn antara lain: darah, urine, tinja, dan juga beberapa jaringan tubuh seperti hati dan
otot.
2.8.3.2 Penggunaan
Metode ini digunakan suatu peringatan bahwa kemungkinan akan terjadi keadaan
malnutrisi yang lebih parah lagi. Banyak gejala kelinis yang kurang sepesifik, maka
penentuan kimia faali dapat lebih banyak menolong untuk menentukan kekurangan gizi
yang sepesifik.
2.8.4 Biofisik
2.8.4.1 Pengertian
Penerapan suatu gizi secara biofisik adalah metode penerapan suatu gizi dengan melihat
kemampuan fungsi (khususnya jaringan) dan melihat perubahan setruktur dari jaringan.
2.8.4.2 Penggunaan
Umumnya dapat di gunakan dalam situasi tertentu seperti kejadian buta senja epidemik
(epidemic of night blindnes). Cara yang di gunakan adalah tes adaptasi gelap.
2.9 Penilaian Status Gizi Secara Tidak Langsung
Penilaian status gizi secara tidak langsung dapat di bagi tiga yaitu: survei konsumsi
makanan, statistik fital dan faktor ekologi. Pengertian dan penggunaan metode ini akan di
uraikan sebagai berikut:
2.9.1 Survei konsumsi makan
2.9.1.1 Pengertian
Survei konsumsi makan adalah metode penentuan status gizi secara tidak langsung
dengan melihat jumlah dan jebis zat gizi yang dikonsumsi.
2.9.1.2 Penggunaan
Pengumpulan data konsumsi makanan dapat memberikan gambaran konsumsi berbagai
zat gizi pada masyarakat, keluarga,dan individu. Survei ini dapat mengidentifikasi
kelebihan dan kekurangan suatu zat gizi.
2.9.2 Statistik Vital
2.9.2.1 Pengertian
Pengukuran status gizi dengan statistik Vital adalah dengan menganalisa data beberapa
statistik kesehatan seperti angka kematian berdasarkan umur, angka kesakitan dan
kematian akibat kelebihan dan kekurangan gizi
2.9.2.2 Penggunaan
Penggunaannya dipertimbangkan sebagai bagian dari indikator tidak langsung
pengukuran status gizi pada masyarakat
2.9.3 Faktor Ekolog
2.9.3.1 Pengertian

Bengoa mengungkapkan bahwa malnutrisi merupakan ekolgi sebagai hasil interaksi


beberapa faktor fisik, biologis dan lingkungan budaya. Jumlah makanan yang tersedia
sangat tergantung dari keadaan ekologi seperti tanah, iklim, irigasi dan lain-lain.
2.9.3.2 Penggunaan
Pengukuran faktor ekologi dipandang sangat penting untuk mengetahui penyebab
malnutrisi di masyarakat sebagai dasar untuk menentukan progam intervensi gizi
(schrismaw, 1964).
2.10 Keuntungan dan Kelemahan Metode Antropometri
2.10.1 Pengertian Antropometri
Antropometri berasal dari kata anthropos dan metros. Anthropos artinya tumbuh dan
metros artinya ukuran. Jadi Antropometri adalah ukuran dari tubuh. Pengertian ini
bersifat sangat umum sekali. Dari kefnisi tersebut di atas dapat di tarik pengertian bahwa
antropometri gizi adalah berhubungan dengan berbagi macam pengukuran dimensi tubuh
dan komposisi tubuh dari berbagi tingkat umur dan tingkat gizi. Berbagai jenis ukuran
tubuh antaralain: berat badab, tinggi badan, lingkar lengan atas dan tebal lemak di bawah
kulit. Antropometri sangat umum di gunakan untuk mengukur suatu gizi dari berbagai
ketidak seimbangan antara asupan protein dan energi. Gangguan ini biasanya di lihat dari
pola pertumbuhan fisik dan proporsi jaringan tubuh seperti lemak, otot dan jumlah air
pada tubuh
2.10.2 Keunggulan antropometri
2.10.2.1 Prosdurnya sederhana, aman dan dapat dilakukan dalam jumlah sampel yang
besar
2.10.2.2 Relatif tidak membutuhkan tenaga ahli, tetapi cukup dilakukan oleh tenaga yang
sudah dilatih
2.10.2.3 Alatnya murah, mudah dibawa, tahan lama, cepat dipesan dan dibuat didaerah
setempat
2.10.2.4 Metode ini tepat dan akurat, karena dapat dibakukan
2.10.2.5 Dapat mendeteksi status gizi dimasa lampau
2.10.2.6 Umumnya dapat mendeteksi status gizi sedang, kurang, baik dan lebih. Karena
ada ambang batas yang jelas.
2.10.3 Kelemahan antropometri
Disamping keunggulan metode antropometri, terdapat pula kelemahanmetode
Antropometri, diantaranya adalah:
2.10.3.1 Tidak sensitif, metode ini tidak dapat mendeteksi status gizi dengan singkat,
disamping itu tidak dapat menetukan kekurangan salah satu zat
2.10.3.2 Faktor diluar gizi (penyakit, genetik,dan penurunan gangguan penggunaan
energi) dapat menurunkan spesifikasi da sensitivitas pengukuran Antropometri
2.10.3.3 Kesalahan yang terjadi pada saat pengukuran dapat mempengaruhi presisi,
akurasi, dan validasi pengukuran.
2.10.3.4 Kesalahan ini terjadi karena
2.10.3.4.1 Pengukuran
2.10.3.4.2 Perubahan hasil pengukuran baik fisik maupun komposisi jaringan.

2.10.3.4.3 Analisis dan sumsi yang keliru


2.10.3.5 Kesalahan biasanya berhubungan dengan:
2.10.3.5.1 Latihan petugas yang tidak cukup
2.10.3.5.2Kealahan alat atau alat tidak tera
2.10.3.5.3 Kesulitan pengukuran
2.11 Jenis Parameter
Antropometri sebagai indikator status gizi dapat dilakukan dengan mengukur beberapa
parameter. Parameter adalah ukuran tunggal dari tubuh manusia, antara lain: umur, berat
badan, tinggi badan, lingkar lengan atas, lingkar kepala, lingkar dada, lingkar pinggul,
dan tebal lemak dibawah kulit dibawah ini akan diterangkan sebagaian parameter
tersebut:
2.11.1 Umur
Faktor umur sangat penting dalam menentukan status gizi, kesalahan menetukan umur
akan menyebabkan interpretasi status gizi yang salah. Hasil pengukuran berat badab dan
tinggi badan yang akurat, menjadi tidak berarti bila penentuan umur salah. Menurut
Puslitbang Gizi Bogor (1980), batasan umur yang digunakan adalah tahun umur penuh
dan untuk anak umur 0-2 tahun digunakan bulan usia penuh, contoh tahun usia penuh
(anak umur 7 tahun 5 bulan dihitung 7 tahun) dan bulan usia penuh (anak umur 5 bulan 8
hari dihitung 5 bulan).
2.11.2 Berat Badan
Berat bada merupakan ukuran antrpometeri yang penting dan paling sering digunakan
pada bayi baru lahir (neonatus). Berat badan digunakan untuk mendiagnosa bayi normal
atau BBLR. Pada masa bayi/balita berat badan dapat digunakan untuk melihat laju
pertumbuhan fisik maupun status gizi, kecuali terdapat kelainan fisik seperti dehidrasi,
asietas, tumor dan adanya edema. Disamping itu pula berat baab dapat digunakan sebagai
dasar penghitungan dosis obat dan makanan. Berat badan menggambarkan jumlah dari
protein, lemak, mineraldan air pada tulang. Pada remaja lemak tubuh cenderung
meningkat, dan protein otot menurun. Pada orang dewasa edema dan asites terjadi
penambahan cairan pada tubuh
2.11.3 Tinggi Badan
Tinggi badan sangat penting untuk menentukan keadaan masa lalu dan sekarang, jika
umur tidak diketahui dengan tepat. Disamping itu tinggi bvadab menjadi ukuran yang
sangat penting kedua. Karena dengan menghubungakan tinggi badan dan berat baab
faktor umur dapat diabaikan.
2.12 Indeks Antropometri
Parameter antropometri merupakan dasar dari pengukuran status gizi. Kombinasi dari
beberapa parameter disebut indeks Antropometri. Beberapa indeks telah diperkenalkan
dalam diseminarkan antropometri tahun 1975. di Indonesia ukuran baku hasil pengukuran
dalam negeri belum ada, maka untuk tingi badan dan berat badan digunakan buku Havard
yang disesuaikan dengan keadaan di Indonesia. Dalam pengukuran indeks antropometri
sering terjadi kerancuan, hal ini akan mempenngaruhi interpretasi status gizi yang keliru.

Masih banyak diantara pakar yang berkecimbung di bidang gizi belum mengerti makna
dari beberapa indeks antropometri. Beberapa indeks antropometri yang sering digunakan
adalah berat badan menurut umur (BB/U), tinggi badan menurut umur (TB/U), dan berat
badan menurut tinggi badan (BB/TB) berikut adalah penjelasannya:
2.12.1 Berat badan menurut umur (BB/U)
Berat badan adalah salah satu parameter yang membrikan gambaran masa tubuh. Masa
tubuh sangat sensitif terhadap perubahan-perubahan yang mendadak, misalnya terseranng
penyakit infeksi, menurunnya nafsu makan atau menurunnya jumlah makanan yang
dikonsumsi. Berat badan adalah parameter antropometri yang sangat labil. Dalam
keadaan normal, dimana keadaan kesehatan sangat baik dan keseimbangan antara
konsumsi dan kebutuhan gizi terjamin, makan berat badan berkembang mengikuti
pertambahan umur. Sebaliknya keadaan berat badan yang abnormal, terdapat dua
kemungkinan perkembangan berat badan, yaitu dapat berkembang cepat atau lambat dari
keadaan normal. Berdasarkan karakteristik berat badan ini, maka indeks berat badan
menurut umur digunakan sebagai salah satu cara pengukuran status gizi . mengingat
karakteristik berat badan yang labil, maka BB/U lebih menggambarkan status gizi
seseorang saat ini (current nutricional status)
2.12.1.1 Kelebihan Indeks Berat badan menurut umur
2.12.1.1.2 Lebih mudah dan cepat dimengerti oleh masyarakat umum
2.12.1.1.3 Baik untuk mengukur gizi akut dan kronis
2.12.1.1.4 Berat badan dapat berfluktasi
2.12.1.1.5 Sangat sensitif terhadap perubahan kecil
2.12.1.1.6 Dapat mendeteksi kegemukan
2.12.1.2 Kelemahan indeks berat badan menurut umur
2.12.1.2.1 Dapat menyebabkan interprestasi yang keliru jika terdapat edeme dan asites.
2.12.1.2.2 Di daerah pedesaan yang masih terpencil dan sangat tradisional umur sering
tidak dapat di deteksi.
2.12.1.2.3 Memerlukan data umur yang akurat terutama anak balita
2.12.1.2.4 Sering terjadi kesalahan pengukuran akibat anak yang bergerak saat di timbang
dan pengaruh pakaian.
2.12.2 Tinggi Badan menurut Umur (TB/U)
Tinggi badan merupakan antropometri yang menggambarkan pertumbuhan selektal
(tulang). Pada keadaan normal, tinggi badan tumbuh seiring dengan bertambahnya umur.
Pertumbuhan tinggi badan tidak seperti pertumbuhan berat badan, relatif kurang sensitif
terhadap status gizi dalam waktu pendek. Pengaruh defisiensi zat gizi terhadap tinggi
badan sangat lama pengaruhnya. Berdasarkan karakteristik tersebut diatas, maka indeks
ini menggambarkan status gizi masa lalu. Beaton dan Bengos (1973) menyatakan bahwa
indeks TB/U disamping memberikan gambaran status gizi masa lampau juga lebih erat
kaitannya dengan status sosial-ekonomi.
2.12.2.1 Keuntungan Indeks TB/U
2.12.2.1.1 Baik untuk menilai status gizi masa lalu
2.12.2.1.2 Ukuran panjang dapat dibuat sendiri dan murah harganya
2.12.2.2 Kelemahan indeks BB/U

2.12.2.2.1 Tinggi badan tidak cepat naik dan tidak mungkin turun
2.12.2.2.2 Pengukuran sulit dilakukan karena anak harus berdiri tegak
2.12.2.2.3 Ketepatan umur sulit didapat
2.12.3 Berat badan menurut tinggi badan (BB/TB)
Berat badan dengan tinggi mempunyai hubungan yang liniear. Dalam keadaan normal,
perkembangan berat badan akan searah dengan pertumbuhan tinggi badan dengan
kecepatan tertentu. Jellife pada tahun 1966 telah memperkenalkan indeks ini untuk
mengidentifikasi status gizi. Indeks TB/BB merupakan indikator yang baik untuk menilai
status gizi masa sekarang. Indeks TB/BB merupakan indeks yang indefenden terhadap
umur.
2.12.3.1 Keuntungan indeks TB/BB
2.12.3.1.1Tidak memerlukan data umur
2.12.3.1.2 Dapat membedakan proporsi badan gemuk
2.12.3.2 Kelemahan indeks BB/TB
2.12.3.2.1 Tidak menggambarkan apakah anak kependekan atau ketinggian menurut
perkembangannya karena tidak melihat umur
2.12.3.2.2 Dalam kenyataan sering mendapat kesulita dalam pengukuran berat badan dan
tinggi badan pada anak dan bayi
2.12.3.2.3 Membutuhkan dua orang untuk melakukannya
2.12.3.2.4 sering terjadi kesalahan dalam pembacaan hasil pengukuran
2.12.3.2.5 Pengukuran relatif lama
2.13 Pendidikan Sebagai Suatu Sistem
Pendidikan merupakan suatu usaha untuk mencapai suatu tujuan pendidkan. Suatu usaha
pendidikan menyangkut tiga unsur pokok, yaitu unsur masukan (in put), unsur psoses
(preces), dan unsur hasil usaha (out put). Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
(1979) menjelaskan pula bahwa pendidikan merupakan suatu sistem yang mempunyai
unsur-unsur tujuan, saaran pendidikan, peserta didik, pengelola pendidikan, struktur /
jenjang, kurikulum, dan fasilitas.
2.14 Kelembagaan, Program, dan Pengelolaan Pendidikan
Menurut UU RI No. 2 Tahun 1989, kelembagaan,program,dan pengelolaan pendidikan di
Indonesia sebagai berikut:
2.14.1 Kelembagaan Pendidikan
Ditinjau dari segi kelembagaan maka penyelenggara pendidkan di Indonesia melalui dua
jalur yaitu jalur melalui pendidikan sekolah dan jalur melalui pendidikan luar skolah.
Jalur pendidikan sekolah merupakan pendidikan sekolah melalui kegiatan belajar
mengajar secara berjenjang dan berkesinambungan, sedangkan jalur lauar pendidikan
sekolah melalui kegiatan belajar mengajar tapna harus berjenjang dan berkesinambungan.
Fungsi pendidikan luar sekolah, antara lain, memberikan beberapa kemampuan, yaitu
memberikan keahlian untuk pengembangan karier, sebegai contoh, melalui kursus
penyegaran, penetaran, seminar, lokakarya dan konfersi ilmiah; kemempuan teknia
akademis dalam suatu sestem pendidikan nasional seperti sekolah terbuka, sekolah
kejuruan, kursus-kursus tertulis, pendidikan melalui radio dan televis; kemempuan
pengembangan kehidupan keagamaan, seperti melalui pesantreni, pengajian, pendidikan

di surau atau langgar dan biara; kemempuan pengembangan kehidupan sosial budaya,
seperti teater, olahraga, seni bela diri dan lembaga-lembaga pendidikan sepiritual;
kemempuan keterampilan dan keahlian, sebagai contoh dengan melalui sistem magang
untuk menjadi ahli bangunan.
Pendidikan keluarga merupakn bagian dari jalur pendidikan luar sekolah yang di lakukan
oleh keluarga dan yang memberi keyakunan agama, nilai budaya, nilai moral dan
keterampilan.
2.15 Jenis program pendidikan
Jenis pendidikan yang termasuk jalur pendidkan sekolah terdiri daria pendidkan umum,
pendidkan kejuruan, pendidikan luar biasa, pendidikan kedinasan, pendidikan
keagamaan, pendidikan akademis dan pendidikan profesional.
2.15.1 Pendidikan umum
Pendidikan yang mengutamakan perluasan pengetehuan dan peningkatan keterampilan
peserta didik dengan pengkhususan pada tingkat akhir masa pendidikan.
2.15.2 Pendidikan kejuruan
Pendidikan yang mempersiapkan peserta didik untuk dapat bekerja pada bidang tertentu
2.15.3 Pendidikan luar biasa
Pendidikan yang khusus di selenggarakan untuk peserta didik yang menyandang keleinan
fisik atau mental.
2.15.4 Pendidikan kedinasan
Pendidikan yang berusaha meningkatkan kemampuan dalam pelaksanaan tugas
unkedinasan utuk pegawai atau calon pegawai suatu departemen pemerintah atau
lembaga pemerintahan non depertemen
2.15.5 Pendidikan keagamaan
Pendidikan yang mempersiapkian peserta didik untuk dapat menjalankan peranan yang
menuntut pengusahaan pengetahuan khusus tentang ajaran keagamaan yang
bersangkutan.
2.15.6 Pendidikan akademik
Pendidikan yan diarahkan terutama pada penguasaan ilmu pengetahuan.
2.15.7 Pendidikan prefesional
Pendidikan yang di arahkan terutama pada kesiapan penerapan keahlian tertentu
2.16 Jenjang pendidkan
Jenjang pendidikan yang termasuk pendidikan sekolah terdiri dari pendidikan dasar,
pendidikan menengah, pendidikan tinggi. Selain pendidikan di atas di selenggarakan
pendidikan pra sekolah sebagai persiapan untuk memasuki sekolah dasar.
2.16.1 Pendidikan Pra Sekolah
Pendidikan pra sekolah di selenggarakan untuk melatih dasar-dasar ke arah
pengembangan sikap, pengetahuan, keterampilan dan daya cipta yang diperluka anak
untuk hidup di lingkungan masyarakat serta memberikan bekal kemampuan dasar untuk
memasuki jenjang sekolah dasar dan pengembangan diri sesuai dengan asas pendidikan
sedini mungkin dan seumur hidup.
2.16.2 Pendidikan dasar

Pendidikan dasar diselenggarakan untuk mengembangan sikap dan kemempuan serta


memberikan kemampuan dan keterampilan dasar yang diperlukan untuk hidup dalam
masyarakat serta mempersiapkan peserta didik yang memenuhi persyaratan untuk
mengikuti pendidikan menengah. Pendidikan dasar wajib di ikuti oleh setiap warga
negara (kompulsory education). Dengan kata lain, warga negara di wajibkan menempuh
pendidikan dasar yang dapat membekali dirinya dengan penegetahuan dasar, nilai dan
sikap dasar, serta keterampilan dasar. Pendidikan dasar juga dapat di laksanakan melalui
sekolah-sekolah agama, serta melalui pendidikan luar sekolah. Sekarang akan di
laksanakn pendidikan dasar selama 9 tahun untuk seluruh bangsa indonesia.
2.16.3 Pendidikan menengah
Pendidikan menengah di selenggarakan untuk melanjutjan dan meluaskan pendidikan
dasar derta menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki
kemampuan lebih lanjut dalam dunia kerja atau pendidikan tinggi. Pendidikan menengah
terdiri dari pendidikan umum, pendidikan kejuruan, pendidikan luar biasa, pendidikan
kedinasan dan pendidikan keagamaan. Fungsi pendidikan menengah umum
mempersiapkan peserta didik untuk mengikuti pendidikan tinggi. Fungsi pendidikan
menegah kejuruan adalah mempersiapkan peserta didik untuk memasuki lapangan kerja
sesuai dengan pendidikan kejuruan yang di ikutinya, atau untuk mengikuti pendidikan
kefropesian pada tingkat kependidikan tinggi.
2.16.4 Pendidikan tinggi
Pendidikan tinggi merupakan lanjutan pendidikan menengah yang di selenggarakan
untuk menyiapkan peserta untuk menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan
akaremik dan atu fropesional yang dapat menerapkan, pengembangan dan atau
penciptakan ilmu pengetahuan, teknologi dan kesenian.
Adapun pungsi pendidikan tinggi antara lain adalah :
2.16.4.1 Menerapkan dan menerangkan peradaban, ilmu, teknologi dan seni, serta ikut
membangun manusia indonesia seutuhnya, untuk itu pendidikan tinggi melaksanakn misi
tridarmanya, yaitu darma pendidikan, penelitian, dan mengebdi pada masyarakat;
2.16.4.2 Menghasilkan tenaga-tenaga yang berbudi luhur, yan bertakwa kehadirat tuhan
yang maha esa, bermoral pancasila dalam arti mampu menghayati dan mampu
mengamalkanya
2.16.4.3 Menghasilkan tenaga-tenaga yang terampil, menguasai ilmu dan teknologi
sesuai dengan kebutuhan pembangunan.
Satuan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan tinggi di sebut perguruan tinggi
yang dapat berbentuk akademik, politeknik, sekolah tinggi, institut dan universitas.
Akademik merupakan perguruan tinggi yang menyelanggarakan pendidikan terpapan
dalam satu cabang atau sebagian cabang ilmu pengetahuan, teknologi atau kesenian
tertentu.Poloteknis merupakan perguruan tinggi yang menyelengggarakan pendidikan
terpapan dalam sejumlah pengetahuan khusus.Sekolah tinggi merupakan perguruan tinggi
yang menyelenggarakan pendidikan akademik atau profesional dalam suatu di siplin ilmu
tertentu.
Insitut merupakan perguruan tinggi yang terdiri atas sejumlah fakultas yang
menyelenggarakan pendidikab akademik dan atau profesional dalam skelompok disiplin
ilmu tertentu.universitas merupakan perguruan tinggi yang terdiri atas sejumlah fakultas
yang menyelenggarakan pendidikan akademik dan atau profesional dalam sejumlah
disiplin ilmu tertentu.

Lalu syarat-syarat dan tata cara pendidikan, setruktur perguruan tinggi dan
meneyelenggarakan pendidikan tinggi di tetapkan dalam peraturan pemerintah.
Pendidikan tinggi terdiri atas pendidikan akademik dan pendidikan profesional. Sekolah
tinggi, institut dan universitas menyelenggarakan pendidikan akademik dan atau
profesional. Akademi dan politeknik menyelenggarakan pendidikan profesional.
BAB III
METODE PENILITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Sesuai dengan tujuan yang akan diteliti, maka jenis penelitian yang di gunakan adalah
cross sectional, penelitian non-eksperimen dalam rangka mempelajari dinamika kerolasi
antara faktor fator resiko dengan efek yang berupa penyakit atau status. Penulis ingin
mengetahui ada tidaknya hubungan antara Karakteristik (Pendidikan,Pekerjaan dan Usia)
ibu dengan status gizi pada balita (Dr. Ahmad Watik Praktiknya, 1986:16
3.2 Variabel & Hipotesa penelitian
3.2.1 Variabel Independen
Variabel Independen, yaitu variabel yang dapat mempengaruhi atau merubah variabel
lain. (Prakriknya, 2007). Adapun variabel Independen dalam penelitian ini adalah
Pendidikan Ibu, Pekerjaan Ibu dan Usia Ibu dengan cara ukur kuisioner dengan akala
Ordinal kecuali pekerjaan Nominal
3.2.1.1 Pendidikan ibu dikatagorikan
3.2.1.1.1 SMU-S1
3.2.1.1.2 SD-SMP
3.2.1.2 Pekerjaan ibu dikatagorikan
3.2.1.2.1 Bekerja
3.2.1.2.2 Tidak Bekerja
3.2.1.3 Umur ibu dikatagorikan
3.2.1.3.1 Tidak Beresiko 20-35 tahun
3.2.1.3.2 Beresiko 35 tahun
3.2.2 Variabel Dependen
Variabel Dependen adalah variabel yang berubah karena pengaruh variabel independen.
Adapun variabel dependen dalam peneiltian ini adalah status gizi.
Status gizi balita dikatagorikan
3.2.2.1 status gizi Lebih dan Baik
3.2.2.2 status gizi Kurang dan sedang
3.2.2.3 statuis gizi Buruk
3.2.3 Hipotesa
Berdasarkan uraian variabel diatas terdapat hubungan antara karaktertistik ibu dengan
status gizi pada balita
H o : tidak ada hubungan antara karakteristik ibu dengan status gizi balita
H a : ada hubungan antara karakteristik ibu dengan status gizi balita

3.3 Populasi dan Sampel


3.3.1 Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas; obyek/subyek yang mempunyai
kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari, tetapi
meliputi seluruh karakteristik atau sifat yang dimiliki oleh subyek atau obyek itu.
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu yang mempunyaii anak balita di wilayah
kerja UPTD Puskesmas DTP Cidahu dengan jumlah Balita mencapai 3362.
3.3.2 Sampel
Sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh poluasi. Jumlah
sampel dalam penelitian ini adalah 97 ibu yang mempunyai anak balita yang ada di
wilayah kerja UPTD Puskesmas Cidahu yang tersebar di 12 desa di wilayah kecamatan
Cidahu.
Selanjutnya untuk menentukan besar sampel variabel ini ditentukan dengan rumus :
Slovin dalam Notoatmodjo
Keterangan
n = besar sampel
N = besar populasi
d = tingkat kepercayaan 10% (0,1)
hasil penghitungan sampel :
N
n=
1+N (d) 2
3362
n=
1 + 3360 (0.1) 2
3362
n=
1 + 3362 (0.01)
3362
n=
1 + 33.62
3362
n=
34.62
n = 97
Sampel dalam penelitian ini adalah 97ibu yang mempunyai balita yang tersebar di 12
Desa di wilayah kerja UPTD Puskesmas DTP Cidahu Kabupaten Kuningan
3.3.3 I nstrumen Penelitian
Pada prinsipnya meneliti adalah melakukan pengukuran terhadap fenomena sosial

maupun alam. Meneliti dengan mengambil data yang sudah ada lebih tepat kalau
dinamakan membuat laporan dari pada melakukan penelitian. Jadi instrumen penelitian
adalah suatu alat yang digunakan untuk mengukur fenomena alam maupun sosial yang
diamati. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa angket dari pertanyaan
pertanyaan terbuka. Instrumen yang digunakan pada penelitian ini adalah menggunakan
kuesioner, yaitu memberikan seperangkat pertanyaan kepada responden untuk diisi.
3.4 Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan cara meminta responden mengisi instrumen berupa
kuisioner yang telah ditetapkan sebagai instrumen penelitian. Kuisioner tersebut berisi
pernyataan tentang biodata responden yang bersifat data pengkajian. Data Sekunder yang
diperoleh sebagai pendukung hasil penelitian, sumber data sekunder diperoleh dari
catatan, literatur, artikel dan tulisan ilmiah yang relevan dengan topik penelitian yang
dilakukan, dalam penelitian ini data sekunder diperoleh dari hasil pencatatan
penimbangan posyandu
3.5 Analisa data dan Pengolahan data
Setelah terkumpul data diolah dan dianalisa secara univariat dan bivariat untuk
mengetahui hubungan antara pendidkan, pekerjaan dan usia ibu dengan status gizi pada
balita di wilayah kerja UPTD Puskesmas DTP Cidahu
Pengolahan dan analisa data dilakukan dengan menggunakan langkah langkah sebagai
berikut :
3.5.1 Coding
Memberi tanda pada masing masing jawaban dengan kode berupa angka, sewlanjutnya
dimasukkan ke dalam lembaran tabel kerja untuk mempermudah pengolahan.
3.5.2 Tabulating
Kegiatan atau langkah memasukan data data hasil penelitian kedalam tabel sesuai
kriteria.
3.5.3Editing
Kegiatan atau langkah memasukan data data hasil penelitian kedalam tabel sesuai
kriteria.
3.5.4Analisis
Analisa data untuk mengidentifikasi ada tidaknya hubungan antara karakteristik ibu
dengan status gizi di wilayah kerja UPTD Puskesmas DTP Cidahu. Analisa data
dilakukan dengan dua cara yaitu:
3.5.4.1 Analisa Univariat
Setelah data diolah, masing-masing variable dimasukan kedalam data tabel distribusi
frekuensi, kemudian dapat juga dicari prosentase dan mean dari data tersebut. Rumus
yang digunakan :
p = f x 100%
N
X = f x 100%
N

Keterangan :
f = Frekuensi
N = Jumlah responden
n = Jumlah responden sampel
penilaian status gizi pada balita
Status gizi balita dikatagorikan
3.5.4.1.1 status gizi Lebih dan Baik
3.5.4.1.2 status gizi Sedang dan Kurang
3.5.4.1.3 statuis gizi Buruk
Dikatakan status gizi baik atau status gizi optimal terjadi bila tubuh memperoleh cakupan
zat zat gizi yang digunakan secara efesian, sehingga memungkinkan pertumbuhan fisik,
perkembangan otak, kemampuan kerja dan kesehatan secara umum pada tinngkat
setinggi mungkin (Almastier 2001:9).
3.5.4.2 Analisa Bivariat
Mempunyai tujuan untuk melihat hubungan antara karakteristik Ibu, dengan status gizi
pada balita serta dilanjutkan kedalam tabel silang untuk menganalisa hubungan diantara
variabel indefenden dengan variabel defenden, kemudian dilakukan uji statistik dengan
menggunakan uji Chi Square dengan derajat kemaknaan 95 %. Kemudian untuk melihat
hasil kemaknaan perhitungan statistik dengan cara membandingkan nilai X2 dengan =
0,05 bila t tabel maka terdapat hubungan yang bermakna antara variabel indefenden
dengan variabel defenden, rumus Chi Square tersebut adalah sebagai berikut :
X2 = fo fh
fh
Keterangan:
X2 : Chi kuadrat
Fo : Frekuensi yang diobservasi
Fh : Frekuensi yang diharapkan
Pengujian syarat hipotesis
X2 : Hitung X2 tabel kesimpulan Ho ditolak
X2 : Hitung X2 tabel kesimpulan Ho diterima
dk = (b-1) (k-1)
Keterangan :
dk : Derajat Kemaknaan
k : Jumlah kolom
d : Jumlah baris
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Data Demografi
4.1.1 Luas Wilayah
4.1.1.1 Pemukiman : 2.675.2 Ha
4.1.1.2 Sawah : 668.8 Ha

4.1.2 Batas-batas
4.1.2.1 Utara : Kabupaten Cirebon
4.1.2.2 Timur : Kabupaten Cirebon
4.1.2.3 Barat : Kecamatan Kalimanggis
4.1.2.4 Selatan : Kecamatan Luragung
4.1.3 Jumlah Desa dan Wilayah Administrasi
Jumlah Desa pada wilayah kerja UPTD Puskesmas DTP Cidahu berjumlah 12 Desa,
diantaranya :
4.1.3.1 Desa Cihideunggirang
4.1.3.2 Desa Cihideung hilir
4.1.3.3 Desa Nanggela
4.1.3.4 Desa Cidahu
4.1.3.5 Desa Kertawinangun
4.1.3.6 Desa Datar
4.1.3.7 Desa Bunder
4.1.3.8 Desa Cieurih
4.1.3.9 Desa Cibulan
4.1.3.10 Desa Legok
4.1.3.11 Desa Jatimulya
4.2 Hasil Penelitian
Dalam bab ini akan diuraikan hasil penelitian Berdasarkan penelitian yang dilakukan
terhadap ibu yang mempunyai anak usia 1-5 tahun di wilayah kerja UPTD Puskesmas
DTP Cidahu Kabupaten Kuningan. Dalam Penelitian ini Penulis menggunakan sample 97
ibu yang mempunyai balita dari populasi 3362 ibu yang mempunyai balita. Dalam
penghitungan sample penulis menggunakan Random sampling dengan setiap ibu dari 12
Desa mempunyai kesempatan yang sama untuk dijadikan sample, dalam skripsi ini
terdapat dua Variabel yang saling dikaitan yang nantinya oleh penulis akan dicari ada
tidak adanya hubungan dari kedua variable itu. Data dari masing-masing variable akan
disajikan dalam betuk table supaya dapat dengan mudah mebacanya, dan penulis juga
akan menguraikannya dalam bentuk narasi.
4.2.1. Analisis hasil penelitian
4.2.1.1 Pekerjaan
Tabel 1
Distribusi Frekuensi Pekerjaan Ibu di UPTD Puskesmas DTP Cidahu
Pekerjaan Jumlah Persentase
Bekerja 7 7.2%
Tidak Bekerja 90 92.8%
Total 97 100%
Berdasarkan hasil analisis pada tabel 1 dapat terlihat dari 97 responden distribusi
pekerjaan ibu yang paling banyak adalah ibu dengan tidak bekerja atau pekerjaanya
hanya sebagai IRT sebanyak 90 orang (92.8%).

4.2.1.2. Pendidikan
Tabel 2
Distribusi Frekuensi Pendidikan Ibu di UPTD Puskesmas DTP Cidahu
Pendidikan Jumlah Persentase
Baik 8 8.2%
Kurang 89 91.8%
Total 97 100%
Berdasarkan hasil analisis pada tabel 2 dapat terlihat dari 97 responden distribusi
frekuensi pendidikan ibu yang paling banyak di wilayah kerja Puskesmas Cidahu adalah
Rendah atau kurang Sebanyak 89 orang (91.8%).
4.2.1.3. Umur
Tabel 3
Distribusi Frekuensi Umur Ibu di Puskesmas Cidahu
Umur Jumlah Persentase
Tidak Beresiko
(20-35) thn 89 91.8%
Resiko
(35) thn 8 8.2%
Total 97 100%
Berdasarkan dari hasil analisis pada tabel 3 dapat terlihat dari 97 responden distribusi
frekuensi umur ibu paling banyak yang berada di Puskesmas Cidahu adalah umur ibu 2035 tahun sebanyak 89 orang (91.8%).
4.2.1.4 Status Gizi
Tabel 4
Distribusi Frekuensi Status Gizi Anak di Puskesmas Cidahu
Status Gizi Jumlah Persentase
Gizi Baik
(status Gizi lebih dan Baik) 85 87.6%
Gizi Kurang
(status gizi sedang dan kurang) 12 12.4%
Gizi Buruk 0 0%
Jumlah 97 100%
Berdasarkan dari hasil analisis pada tabel 4 dapat terlihat dari 97 responden, distribusi
frekuensi status gizi balita paling banyak yang berada di Puskesmas Cidahu adalah status
gizi Baik yaitu sebanyak 85 orang (87.6%), sedangkan gizi kurang hanya 12 balita
(12.4%) dan gizi buruk tidak ditemukan.

4.2.2 Univariat
4.2.2.1 Distribusi Frekuensi Deskristif Status Gizi dengan Pekerjaan Ibu
Tabel 5
Distribusi Frekuensi Gambaran Status Gizi Anak Balita berdasarkan Pekerjaan ibu di
Puskesmas Cidahu
Pekerjaan Ibu Status Gizi Balita Total
Baik Kurang
Bekerja 7 (100%) 0 7 (100%)
Tidak Bekerja 78 (86.7%) 12 (13.3%) 90 (100%)
Total 85 (87.6%) 12 (12.4%) 97 100%)
Dari tabel diatas dapat disimpulkan. Dari sampel 97 ibu yang mempunyai balita dengan
Ibu yang tidak bekerja sebanyak 90 Ibu dan Ibu dengan bekerja sebanyak 7 Ibu, ternyata
ibu yang tidak bekerja yang lebih banyak memiliki anak balita dengan status gizi baik
sekitar 78 (86.7%)
4.2.2.2 Distribusi Frekuensi Deskristif Status Gizi dengan Pendidikan Ibu
Tabel 6
Distribusi frekuensi gambaran status gizi Balita berdasarkan Pendidikan ibu di
Puskesmas Cidahu
Pendidikan Ibu Status Gizi Balita Total
Baik Kurang
Baik 8 (100%) 0 (%) 8 (100%)
Kurang 77 (86.5%) 12 (13.5%) 89 (100%)
Total 85 (87.6%) 12 (12.4%) 97 (100%)
Dari tabel diatas dapat disimpulkan. Dari sampel 97 ibu yang mempunyai balita dengan
Ibu yang berpendidikan kurang sebanyak 89 Ibu dan Ibu dengan pendidikan baik
sebanyak 8 Ibu, ternyata ibu yang berpendidikan kurang yang lebih banyak memiliki
anak balita dengan status gizi baik sekitar 77 Ibu
4.2.2.3 Distribusi Frekuensi Deskristif Status Gizi dengan Pendidikan Ibu
Tabel 7
Distribusi frekuensi gambaran status gizi
anak usia 1-5 tahun berdasarkan Usia ibu di Puskesmas Cidahu
Usia ibu Status Gizi Balita Total
Baik Kurang
Tidak Beresiko
(20-35) thn 79 (88.8%) 10 (11.2%) 89 (100%)
Beresiko
(35) thn 6 (75%) 2 (25%) 8 (100%)
Total 85 (87.6%) 12 (12.4%) 97 (100%)

Dari tabel diatas dapat disimpulkan. Dari sampel 97 ibu yang mempunyai balita dengan
Ibu yang berusia Tidak resiko (20-35) thn sebanyak 89 Ibu dan Ibu dengan usia beresiko
(35) thn sebanyak 8 Ibu, ternyata ibu yang berusia tidak resiko (20-35) thn yang lebih
banyak memiliki anak balita dengan status gizi baik sekitar 79 (88.8%)
4.2.2.3 Bivariat
4.2.2.3.1 Hubungan Pekerjaan Ibu dengan status gizi balita di UPTD Puskesmas DTP
Cidahu
Tabel 8
Pekerjaan Ibu Status Gizi balita Total PValue
Baik Kurang 0.591
Bekrja 7 (100%) 0 (%) 7 (100%)
Tidak Bekerja 78 (86.7%) 12 (13.3%) 90 (100%)
Total 85 (87.6%) 12 (12.4%) 97 (100%)
Dari tabel diatas dapat disimpulkan. Dari sampel 97 ibu yang mempunyai balita dengan
Ibu yang bekerja sebanyak 7 Ibu dan Ibu dengan tidak bekerja sebanyak 90 Ibu, ternyata
ibu yang tidak bekerja yang lebih banyak memiliki anak balita dengan status gizi baik
sekitar 78 (86.7%). Setelah dilakukan penghitungan dengan program SPSS didapat P =
0.591 dengan P>=0.005 yang artinya tidak ada hubungan yang signifikan antara
pekerjaan ibu dengan status gizi balita di wilayah kerja UPTD Puskesmas DTP Cidahu.
4.2.2.3.2 Hubungan Pendidikan Ibu dengan status gizi balita di UPTD Puskesmas DTP
Cidahu
Tabel 9
Pendidikan Ibu Status Gizi balita Total PValue
Baik Kurang 0.590
Baik 8 (100%) 0 (%) 8 (100%)
Kurang 77 (86.5%) 12 (13.5%) 89 (100%)
Total 85 (87.6%) 12 (12.4%) 97 (100%)
Dari tabel diatas dapat disimpulkan. Dari sampel 97 ibu yang mempunyai balita dengan
Ibu yang berpendidikan kurang sebanyak 89 Ibu dan Ibu dengan pendidikan baik
sebanyak 8 Ibu, ternyata ibu yang berpendidikan kurang yang lebih banyak memiliki
anak balita dengan status gizi baik sekitar 77 (86.5%). Setelah dilakukan penghitungan
dengan program SPSS didapat P = 0.590 dengan P>=0.005 yang artinya tidak ada
hubungan yang signifikan antara pendidikan ibu dengan status gizi balita di wilayah kerja
UPTD Puskesmas DTP Cidahu.
4.2.2.3.3 Hubungan usia Ibu dengan status gizi balita di UPTD Puskesmas DTP Cidahu
tabel 10
Usia Ibu Status Gizi balita Total PValue
Baik Kurang 0.257
Tidak beresiko
(20-35) thn 79 (88.8%) 10 (11.2%) 89 (100%)
Beresiko

35) thn 6 (75.0%) 2 (20%) 8 (100%)


Total 85(87.6%) 12 (12.4%) 97 (100%)
Dari tabel diatas dapat disimpulkan. Dari sampel 97 ibu yang mempunyai balita dengan
Ibu yang berusia tidak beresiko sebanyak 89 Ibu dan Ibu dengan usia beresiko sebanyak 8
Ibu, ternyata ibu yang tidak beresiko yang lebih banyak memiliki anak balita dengan
status gizi baik sekitar 79 (88.8%)Ibu. Setelah dilakukan penghitungan dengan program
SPSS didapat P = 0.257 dengan P>=0.005 yang artinya tidak ada hubungan yang
signifikan antara usia ibu dengan status gizi balita di wilayah kerja UPTD Puskesmas
DTP Cidahu.
4.3 Pembahasan
4.4.1 Hubungan antara pekerjaan ibu dengan status gizi balita di UPTD Pusksmas DTP
Cidahu
Dilihat dari tabel 4.2.2.3.1, dapat disimpulkan. Dari sampel 97 ibu yang mempunyai
balita dengan Ibu yang bekerja sebanyak 7 Ibu dan Ibu dengan tidak bekerja sebanyak 90
Ibu, ternyata ibu yang tidak bekerja yang lebih banyak memiliki anak balita dengan status
gizi baik sekitar 85 Ibu. Setelah dilakukan penghitungan dengan program SPSS didapat P
= 0.591 dengan P>=0.005 yang artinya tidak ada hubungan yang signifikan antara
pekerjaan ibu dengan status gizi balita di wilayah kerja UPTD Puskesmas DTP Cidahu.
Sosok seorang ibu tidak dapat dipisahkan dengan balita, apa yang terjadi dan bagaimana
jadinya seorang balita (anak) semua itu kuat hubungannya dengan seorang ibu. Kondisi
ibu baik itu kesehatanya, pengatahuannya dan yang lainnya akan berdampak langsung
pada kondisi anaknya. Kondisi seorang anak yang di bahas dalam hal ini adalah status
gizi anak. Status gizi anak juga sama halnya dengan kondisi yang lain, yaitu dipengaruhi
oleh kondisi ibunya sendiri. Status gizi anak akan baik jika perhatian ibu secara penuh
berfokus bagaimana caranya supaya asupan gizinya adekuat sehingga anaknya sehat.
Untuk mewujudkannya tentunya harus bayak waktu dari seorang ibu untuk anaknya.
Sehingga sekecil apapun perubahan fisik yang mengarah ke kekurangabn suatu zat gizi
akan terdeteksi decara dini, sehingga ibu yang tidak bekerja akan lebih banyak waktu
dengan balitanya dibanding ibu yang bekerja. Menurut Notoatmodjo, balita yang
mengalami kekurangan suatu zat gizi lebih sering disebabkan ibu yang kurang perhatian
terhadap balitanya dengan alasan sibuk mengurus pekerjan. Dilihat dari hasil penelitian di
wilayah kerja UPTD Puskesmas DTP Cidahu antara ibu yang bekerja dan tidak bekerja
sama-sama memiliki balita dengan status gizi baik, hal ini diperkuat dengan hasil
perhitungan SPSS yang menyatakan tidak adanya hubungan yang signifikan antara
pekerjaan ibu dengan status gizi. Ibu yang bekerja dan ibu yang tidak bekerja
pengaruhnya terhadap status gizi balita bukan dari bekerja atu tidak bekerja tetapi dari
bagaimana memenejement waktu, walaupun waktu bersama balita hanya sedikit tapi
berkualitas itu lebih baik dari pada banyak waktu bersama anak tetapi tidak ada gunanya.
4.4.2 Hubungan antara Pendidikan ibu dengan status gizi balita di UPTD Pusksmas DTP
Cidahu
Dari tabel 4.2.2.3. dapat disimpulkan. Dari sampel 97 ibu yang mempunyai balita dengan
Ibu yang berpendidikan kurang sebanyak 89 Ibu dan Ibu dengan pendidikan baik
sebanyak 8 Ibu, ternyata ibu yang berpendidikan kurang yang lebih banyak memiliki
anak balita dengan status gizi baik sekitar 77 Ibu. Setelah dilakukan penghitungan dengan

program SPSS didapat P = 0.590 dengan P>=0.005 yang artinya tidak ada hubungan
yang signifikan antara pendidikan ibu dengan status gizi balita di wilayah kerja UPTD
Puskesmas DTP Cidahu. Pendidikan merupakan suatu hal yang penting, katena dengan
pendidikan seseorang akan mendapatkan ilmu pengetahuan yang berguna dalam
kehidupan. Orang yang memiliki ilmu pengetahuan lebih akan bebeda cara pandang
terhadap kehidupan dan pola pikir dengan orang yang kurang ilmu pengetahuannya,
maka dalam menyelesaikan suatu masalah akan berbeda dalam keputusan. Dalam
masalah status gizi anak, pendidikan dikaitkan dengan pengetahuan, sehingga ibu yang
pendidikannya tinggi maka akan mengambil keputusan yang terbaik untuk gizi anaknya
dengan pertimbangan disiplin ilmu, dibanding dengan ibu yang pendidikannya kurang hal
ini tentu akan berbeda. Menurut Notoatmodjo Bahwa pendidikan rendah menyebabkan
seseorang tidak peduli terhadap program kesehatan balitanya sendiri sehingga mereka
kurang mengenal bahaya yang terjadi. Dengan melihat dari hasil penelitian yang
diterangkan dalam table 4.2.2.3 dapat dilihat ternyata ibu dengan pendidikan kurang
ternyata banyak yang meiliki balita dengan status gizi baik, ini jelas bertentangan dengan
yang dikemukakan oleh Notoatmodjo. Dari data puskesmas tahun 2007 memang warga
Kecamatan Cidahu yang tersebar dari 12 desa rata-rata pendidikan wargnya adalah SD
dengan jumlah 7747 jiwa ( 55,71% ). Ibu yang berpendidikan rendah yang memiliki
balita dengan status gizi baik ternyata selalu mengikutu kegiatan Posyandu yang rutin
dilakukan petugas Puskesmas Cidahu. Jadi penngetahuan ibu tentang bagaimana cara
memberikan gizi yang terbaik buat anaknya ternyata didapat bukan dari pendidikan
formal tetapi dari penkes yang rutin dilakukan petugas Puskes.
4.4.3 Hubungan antara usia ibu dengan status gizi balita di UPTD Pusksmas DTP Cidahu
Dari tabel 10 dapat disimpulkan. Dari sampel 97 ibu yang mempunyai balita dengan Ibu
yang berusia tidak beresiko sebanyak 89 Ibu dan Ibu dengan usia beresiko sebanyak 8
Ibu, ternyata ibu yang tidak beresiko yang lebih banyak memiliki anak balita dengan
status gizi baik sekitar 79 (88.8%)Ibu. Setelah dilakukan penghitungan dengan program
SPSS didapat P = 0.257 dengan P>=0.005 yang artinya tidak ada hubungan yang
signifikan antara usia ibu dengan status gizi balita di wilayah kerja UPTD Puskesmas
DTP Cidahu. Usia ibu jika dikaitkan dengan status gizi anak maka benang merah
diantaranya adalah semakin tua ibu akan lebih berpengalaman untuk mengambil
keputusan asupan nutrisi anaknya, dan jika usia ibu masih kurang maka dapat dikatakan
tidak ada pengalaman yang dapat dijadikannya tolak pikir. Sangat dimungkinkan orang
tua yang masih muda dan baru mempunyai anak dan akan mempunyai pengalaman yang
berbeda dalam merawat anaknya dibandingkan dengan orangtua yang lebih tua serta
mempunyai beberapa anak dan berpengalaman dalam merawatnya (Supartini 2005).
Ternyata setelah dilakukan penelitian dan setelah data diolah didapat hasil yang
menunjukan tidak adanya hubungan antara usia ibu dengan status gizi balita, dan setelah
peneliti mengamati pola kehidupan masyarakat, disana ibu yang masih dibawah umur dan
mempunyai balita ternyata masih tinggal satu rumah dengan orang tuanya, kondisi ini
sangat dimungkinkan adanya campur tangan neneknya dalam memberikan keputusan
nutrisi bagi balita, sehingga dapat disimpulkan ibu yang masih dibawah umur tidak akan
kesulita walau tanpa pengalaman dalam mengurus anak. Sebaliknya ibu yang sudah usia
lanjut (>35) yang masih memiliki balita, mereka juga tidak lantas tidak mengurus
balitanya lantaran dirinya saja sudah tua (aktivitas terbatas). Koping yang dilakukan
adalah dengan meminta bantuan anak tertuanya atau sodaranya sehingga dapat mengurus

anaknya dengan baik, sehingga keputusan untuk menentukan asupan nutrisi anaknya ada
yang membantu.
4.4 Keterbatasan penelitian
Dalam penelitian ini dilakukan sangat singkat sehubungan dengan waktu yang tersedia
sangat sempit, dari mualai pengambilan data sampai pengolahan data hanya dalam waktu
kurang dari 2 minggu. Dalam hal ini peneliti merasa kurang memberikan informasi yang
lebih baik dan hasil dari data yang didapat juga masih kurang akurat karena hanya 97
sampel dari populasi sekitar 3000an, tapi inilah yang dapat disampaikan oleh penulis.
Semoga walaupun hanya sedikit tapi manfaatnya dapat dirasakan oleh kita semua.
LEMBAR PENGESAHAN
JUDUL :HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK IBU DENGAN STATUS GIZI
PADA BALITA DI WLAYAH KERJA UPTD PUSKESMAS DTP CIDAHU
KABUPATEN KUNINGAN
PENYUSUN : DIDI SUHEDI
NIM : 10104.02.04.006
Cirebon, 14 Juli 2008
Pembimbing Utama
Agus Setiawan, S. kep. MN
Pembimbing pendamping
Awaludin Jahid, S. kep
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pembangunan kesehatan adalah bagian dari pembangunan nasional yang bertujuan untuk
meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar
terwujud derajat kesehatan masyarakat setinggi tingginya Pembangunan kesehatan
tersebut merupakan upaya seluruh potensi bangsa Indonesia, baik masyarakat, swasta
maupun pemerintah (SKN Depkes RI 2006).
Pembangunan kesehatan pada hakekatnya adalah penyelenggaraan upaya kesehatan oleh
bangsa Indonesia untuk mencapai kemampuan hidup sehat bagi setiap penduduk agar
dapat mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang optimal sebagai salah satu unsur
kesejahteraan umum dari tujuan nasional (Depkes RI 1989).
Tujuan pembangunan bidang kesehatan tahun 2010 adalah terwujudnya manusia yang
sehat, cerdas dan produktif. Untuk mencapai tujuan tersebut, perhatian pemerintah
terletak pada peningkatan kualitas sumber daya manusia, maka derajat kesehatan
masyarakat harus ditingkatkan (Depkes RI, 2001).

Peran serta masyarakat dalam pembangunan khususnya dalam bidang kesehatan


diarahkan untuk menciptakan kemampuan hidup sehat bagi setiap penduduk dalam
rangka terwujudnya derajat kesehatan yang optimal yang diwujudkan dalam kegiatan
program pemerintah salah satunya Posyandu (Pos Pelayanan Terpadu) (Depkes RI,
1994). Upaya perbaikan gizi keluarga merupakan salah satu kegiatan posyandu bertujuan
untuk meningkatkan kemampuan keluarga dan masyarakat agar dapat menanggulangi
masalah gizi yang dihadapi (Direktorat Bina Gizi Masyarakat, 1990).
Peranan wanita dalam mengasuh dan membesarkan anak begitu penting sehingga
membuat pendidikan bagi anak perempuan khususnya menjadi lebih sangat penting dan
berarti, hal ini karena kelak akan menjadi seorang ibu. Ada hubungan yang sangat
signifikan antara tingkat pendidikan ibu dan status gizi anaknyan serta angka harapan
hidup lebih jauh, manfaat kesehatan dan gizi yang lebih baik dan tingkat fertilisasi lebih
rendah yang diakibatkan tingkat investasi dalam pendidikan mendorong produktivitas
investasi lainya (Nurulpaik, 2002).
Selain pendidikan umur juga merupakan variabel yang harus di perhatikan dalam melihat
status kesehatan sesorang, angka-angka kesakitan maupun kematian di dalam semua
keadaan menunjukan hubungan dengan umur. Umur ibu sangat berpengaruh bagaimana
ibu mengambil keputusan dalam memberikan gizi pada anak-anaknya sehingga menjadi
SDM yang berkualitas. Umur ibu sangat mempengaruhi bagaimana ibu mengambil
keputusan dalam memberikan gizi pada anaknya sehingga menjadi sumber daya manusia
yang berkualita (Dalam Purnama, 2007)
Sangat dimungkinkan orang tua yang masih muda dan baru mempunyai anak dan akan
mempunyai pengalaman yang berbeda dalam merawat anaknya dibandingkan dengan
orangtua yang lebih tua serta mempunyai beberapa anak dan berpengalaman dalam
merawatnya (Supartini 2005).
Gizi merupakan suatu hal yang penting bagi pertumbuhan dan perkembangan balita,
untuk itu lmu gizi sangat mutlak untuk diketahui bagi masyarakat terutama bagi para ibu,
secara keilmuan Gizi adalah ilmu yang mempelajari segala sesuatu tentang makanan
dalam hubungannya dengan kesehatan optimal. Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai
akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi. Status gizi di bedakan menjadi
status gizi buruk, kurang dan baik (Almastier 2001:9, 3).
Status gizi kurang terjadi bila tubuh mengalami kekurangan satu atau lebih zat-zat gizi
esensial, status gizi lebih terjadi bila tubuh memperoleh zat-zat gizi dalam jumlah
berlebihan, sehingga menimbulkan efek toksik. Baik pada status gizi kurang, maupun
status gizi lebih terjadi gangguan gizi, gangguan gizi disebabkan oleh faktor primer atau
sekunder. Primer adalah bila susunan makanan seseorang salah dalam kualitas dan
kuantitas disebabkan kurangnya penyediaan pangan, kurang baik distribusi pangan,
kemiskinan, kebiasaan makan yang salah, dan faktor sekunder meliputi semua faktor
yang menyebabkan zat-zat gizi tidak sampai di sel-sel tubuh setelah makan dikonsumsi
(Almastier, 2001:9).
Berdasarkan pelaporan tahunan di UPTD Puskesmas DTP Cidahu tahun 2007 terdapat
jumlah penderita gizi buruk 26 (0.77%), gizi kurang 288 (8.56%) gizi baik 2985
(88.78%) dan gizi lebih 66 (1.96%) dari total 3362 balita. Menurut umur balita di wilayah
kerja Puskesmas Cidahu dapat dikelompokan sebagai berikut ; usia 01 tahun dengan
jumlah balita 832 (22, 43% ), usia 13 tahun dengan julmlah balita 1527 (41,18% ), dan
usia 35 tahun 1349 (36,38% ). Latar belakang pendidikan penduduk di wilayah kerja

UPTD Puskesmas Cidahu beragam dari mulai tidak tamat SD sampai dengan tamat
Perguruan Tinggi mayoritas Tamat SD / MI dengan jumlah 7747 jiwa ( 55,71% ) dengan
persentase pendidikan paling banyak adalah lulusan SD tetapi status gizi anak balita
menunjukan persentase yang baik yaitu (88.78%) hal ini jika dikaitkan dengan pendapat
nurulpaik berlwanan, karena jika pendidikan ibu baik maka status gizi balitanya juga baik
pula dan sebaliknya. Mayoritas usia penduduk diwilayah kerja UPTD Puskesmas Cidahu
adalah anak anak dengan jumlah 6508 dari 3259 anak laki laki dan 3249 anak
perempuan, dan yang paling sedikit adalah usia 75 tahun keatas dengan prevalensi 1.87
% dengan jumlah 805 jiwa dari jumlah penduduk 42854 jiwa. (Sumber laporan tahunan
UPTD Pusksmas DTP Cidahu tahun 2007).
Berdasarkan fenomena di atas penulis tertarik ingin meneliti tentang Hubungan antara
karakteristik Ibu dengan Status Gizi pada Balita di wilayah kerja UPTD Puskesmas DTP
Cidahu.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis merumuskan masalah penelitian sebagai
berikut; Apakah ada hubungan antara karakteristik ibu dengan status gizi pada balita di
wilayah kerja UPTD Puskesmas DTP Cidahu
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan antara karakteristik ibu dengan status gizi pada balita di
wilayah kerja UPTD Puskesmas DTP CidahU
1.3.2 Tujuan Khusus
1.3.2.1 Mengetahui karakteristik Pendidikan ibu di wilayah kerja UPTD Puskesmas DTP
Cidahu
1.3.2.2 Mengatahui karakteristik Pekerjaan ibu di wilayah kerja UPTD Puskesmas DTP
Cidahu
1.3.2.3 Mengatahui karakteristik Usia ibu di wilayah kerja UPTD Puskesmas DTP
Cidahu
1.3.2.4 Mengetahui status gizi pada anak balita di wilayah kerja UPTD Puskesmas DTP
Cidahu
1.3.2.5 Mengetahui hubungan antara Karakteristik (Pendidikan, Pekerjaan dan usia) ibu
dengan status gizi pada balita di wilayah kerja UPTD Puskesmas DTP Cidahu.
1.3 Ruang Lingkup
Ruang lingkup penelitian ini mencakup aspek karakteristik ibu, dalam penelitian ini
hanya tiga karakteristik yang di bahas yaitu: Pendidikan, Pekerjaan dan Usia ibu yang
mempunyai balita yang dihubungkan dengan Status gizi di wilayah kerja UPTD
Puskesmas DTP Cidahu Kabupaten Kuningan
1.5 Manfaat Hasil Penelitian
1.5.1 Manfaat Bagi Ibu
Gizi merupakan suatu hal yang penting bagi balita, untuk itu seorang ibu dituntut untuk
memberikan gizi yang baik untuk anaknya. Penelitian ini diharapkan menjadi informasi
bagi ibu yang mengharapkan anaknya tidak mengalami gangguan gizi.

1.5.2 Manfaat Institusi Pendidikan


Penelitian ini diharapkan dapat menambah bacaan pada perpustakaan, sehingga dapat
memberikan sumbangsih ilmu gizi kepada mahasiswa yang membutuhkan. Penulis
berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi yang membutuhkan.
1.5.3 Manfaat UPTD Puskesmas DTP Cidahu
Penelitian ini dapat menjadi sumber informasi pada puskesmas cidahu untuk lebih
meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, terutama dalam upaya meningkatkan angka
gizi baik lebih banyak dan menekan angka status gizi kurang lebih kecil lagi.
1.5.4 Manfaat Bagi Ilmu Keperawatan
Penelitian ini bagi keperawatan diaharapkan dapat menjadi informasi dan masukan dalam
memberikan pendidikan kesehatan tentang status gizi pada anak khususnya topik gizi
kurang, dengan harapan dapat meningkatkan pelayanan kesehatan yang optimal dan
diaharapkan berguna bagi penelitian selanjutnya.
1.6 Kerangka Pemikiran
1.6.1 Karakteristik ibu
Karakteristik ibu adalah tabiat, watak, sifat sifat kejiwaan yang mencakup usia,
pendidikan, pekerjaan, dan pengetahuan ibu. (Suhadi. 2003)
1.6.1.1 Pendidikan
Menurut M. J. Lengevet, pendidikan adalah setiap usaha, pengaruh, perlindungan dan
bantuan yang diberikan pada anak, yang tertuju pada kesewasaan. Pendidikan adalah
proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha
mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan; proses, cara, pembuatan
mendidik (Departemen Pendidikan Nasional, 2001)
Pendidikan dalam arti formal adalah suatu proses penyampaian bahan atau amteri
pendidikan oleh pendidik kepada sasaran pendidik guna mencapai perubahan tingkah
laku. Tingkat pendidikan ibu sangat berpengaruh terhadap minat ibu untuk memelihara
kesehatan balitanya. Semakin tinggi tingkat pendidikan ibu secara tidak langsung
berpengaruh terhadap peningkatan status sosial dan kedudukan seorang wanita.
Peningkatan pilihan mereka terhadap kehidupan dan kemampuan untuk menentukan
pilihan sendiri serta menyatakan pendapatnya. Bahwa pendidikan rendah menyebabkan
seseorang tidak peduli terhadap program kesehatan balitanya sendiri sehingga mereka
kurang mengenal bahaya yang terjadi (Notoatmodjo. S, 2003).
Dalam penelitian ini pendidikan yang dimaksud adalah pendidikn formal yang di
golongkan menjadi tiga jenjang. Yang menjadi obyek adalah Pendidikan ibu yang
mempunyai anak balita
1.6.1.1.1 SMU-S1
1.6.1.1.2 SD-SMP
1.6.1.2 Usia
Usia adalah jumlah waktu suatu makhluk sudah hidup di dunia semenjak lahir, sampai
saat usaia itu dihitung (Kakus, 2006)
Umur ibu sangat mempengaruhi bagai mana ibu mengambil keputusan dalam
memberikan gizi pada anaknya sehingga menjadi sumberdaya manusia yang berkualitas
(Sutrisna, 1999 dalam Purnama 2007).
Usia ibu yang mempunyai anak usia 0 5 tahun yang dibagi menjadi tiga golongan,
diantaranya:

1.6.1.2.1 = Tidak Beresiko 20-35 th


1.6.1.2.2 = Beresiko 35 th
1.6.1.3 Pekerjaan
Pekerjaan dalam arti luas adalah aktivitas utama yang dilakukan oleh manusia. Dalam arti
sempit, istilah pekerjaan digunakan untuk suatu tugas atau kerja yang menghasilkan uang
bagi seseorang (Ado, Wikipedia Indonesia 2008). Pekerjaan Ibu yang mempunyai anak
balita digolongkan menjadi
1.6.1.3.1 = Bekerja
1.6.1.3.2 = Tidak Bekerja
1.6.2 Status Gizi
Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zatzat gizi. Status gizi di bedakan menjadi status gizi buruk, kurang dan baik (Almastier
2001:9, 3).
1.6.2.1 Status gizi lebih
Status gizi lebih artinya kelebihan enersi di dalam hidangan yang dikonsumsi relatif
terhadap kebutuhan atau penggunaan energi (Prof. Dr. Achmad Djaeni S 2004:26).
1.6.2.2 Statatus gizi baik
Status gizi baik atau status gizi optimal terjadi bila tubuh memperoleh cakupan zat zat
gizi yang digunakan secara efesian, sehingga memungkinkan pertumbuhan fisik,
perkembangan otak, kemampuan kerja dan kesehatan secara umum pada tinngkat
setinggi mungkin (Almastier 2001:9).
1.6.2.3 Status gizi kurang
Status gizi kurang terjadi bila tubuh mengalami kekurangan satu atau lebih zat-zat gizi
esensial, status gizi lebih terjadi bila tubuh memperoleh zat-zat gizi dalam jumlah
berlebihan, sehingga menimbulkan efek toksik.
1.6.2.4 Status gizi buruk
Klasifikasi keadaan gizi kurang yang paling sederhana dan umum dipakai adalah ukuran
berat menurut umur, yang kemudian dibandingkan terhadap ukuran baku. Salah satu cara
klasifikasi umum yang digunakan adalah yang diajukan Gomez (Gomez dkk, 1965).
Sistem gomez ini membagi kedalam tiga derajat gizi kurang, yaitu gizi kurang ringan (90
75 % standar), gizi kurang sedang (75 60% standar) dan gizi kurang berat (< 60%
standar) yang sering disebut gizi buruk. Cara ini memperhatikan berbagai tanda klinis
serta prognosa dari penderitaan dalam kaitannya dengan umur (Suhardjo, 198
Untuk mempermudah pengolahan data kalifikasi status gizi di katagorikan
1.6.2.4.1 = Status Gizi Lebih dan Baik
1.6.2.4.2 = Status Gizi Kurang dan Buruk
Bagan Kerangka Pikir
Keterangan :
= Variabel yang diteliti

= Variabel yang tidak diteliti


Karakteristik ibu adalah tabiat, watak, sifat sifat kejiwaan yang mencakup usia,
pendidikan, pekerjaan, dan pengetahuan ibu. (Suhadi. 2003)
1.7 Definisi Konseptual dan Definisi Oprasional
1.7.1 Definisi Koonseptual
1.7.1.1 Pendidikan
Pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang
dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan; proses,
cara, pembuatan mendidik (Departemen Pendidikan Nasional, 2001).
1.7.1.2 Pekerjaan
Pekerjaan dalam arti luas adalah aktivitas utama yang dilakukan oleh manusia. Dalam arti
sempit, istilah pekerjaan digunakan untuk suatu tugas atau kerja yang menghasilkan uang
bagi seseorang (Ado, Wikipedia Indonesia 2008).
1.7.1.3 Usia
Usia adalah jumlah waktu suatu makhluk sudah hidup di dunia semenjak lahir, sampai
saat usaia itu dihitung (Kakus, 2006)
1.7.1.4 Status Gizi
Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zatzat gizi. Status gizi di bedakan menjadi status gizi buruk, kurang dan baik (Almastier
2001:9).
1.7.2 Definisi Oprasional
1.7.2.1 Pendidikan adalah jenjang pendidikan formal yang telah diselesaikan ibu sampai
saat dilakukannya penelitian
1.7.2.2 Pekerjaan adalah segela sesuatu kegiatan yang dilakukan oleh responden
1.7.2.3 Usia adalah usia individu yang dihitung muai saat dilahirkan sampai saat ulangn
tahun terakhir
1.7.2.4 Status Gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Ilmu Gizi
Ilmu Gizi merupakan ilmu yang menggunakan berbagai disiplin ilmu dasar, seperti
biokimia, Ilmu hayat (fisiologi), ilmu penyakit (fatologi) dan beberapa lagi. Jadi untuk
menguasai ilmu gizi secara ahli, harus menguasai bagian-bagian ilmu dasar tersebut yang
relevan dengan kebutuhan Ilmu Gizi (Ahmad dzaeni 2004).
Secara umum ilmu gizi (Nutrients Science) dapat didefinisikan sebagai berikut, yaitu
ilmu yang mempelajari segala sesuatu tentang makanan dalam hubungan dengan
kesehatan optimal. kata Gizi berasal dari bahasa Arab Ghidza yang berarti makanan
(Almastier, 2001:1).
Zat gizi (Nutrients) adalah ikatan kimia yang diperlukan oleh tubuh untuk melaksanakan
fungsinya yaitu menghasilkan energi, membangun dan memelihara jaringan, serta
mengatur proses-proses kehidupan (Almastier, 2001:1).

Secara klsik kata gizi hanya dihubungka dengan kesehatan tubuh, yaitu untuk
menyediakan energi, membangun dan memelihara jaringan tubuh, serta mengatur prosesproses kehidupan dalam tubuh. Tetap sekarang kata gizi mempunyai pengertian yang
lebih luas, disamping untuk kesehartan, gizi dikaitkan dengan potensi ekonomi sesorang,
karena gizi berkaitan dengan perkembangan otak, kemampuan belajar, dan produktivitas
kerja. Oleh karena itu, di Indonesia yang sekarang sedang dalam tahap pembangunan
maka factor gizi disamping factor-faktor yang lain dianggap penting untuk memacu
pembangunan, khususnya pembangunan yang berkaitan dengan sumber daya manusia
yang berkualitas (Almastier,2001).
2.2 Fungsi Zat Gizi
Menurut Kartasapoetra dan Marsetyo (2005:4) zat-zat makanan yang diperlukan oleh
tubuh dapat dikelompokan menjadi beberapa kelompok diantaranya sebagai berikut :
2.2.1 Karbohidrat
Merupakan sumber energi utama tubuh. Berdasarkan gugus, penyusun gula dapat
dibedakan menjadi monosakarida, disakarida, dan polisakarida.
2.2.2 Protein
Diperoleh dari tumbuh-tumbuhan (protein nabati) dan hewan (protein hewani) berfungsi :
2.2.2.1 Membangun sel-sel yang rusak.
2.2.2.2 Membentuk zat-zat pengatur seperti enzim dan hormon.
2.2.2.3 Membentuk zat anti energi, dalam hal ini tiap gram protein menghasilkan sekitar
4,1 kalori.
2.2.3 Lemak
Merupakan senyawa organik yang majemuk, terdiri unsur C, H dan O yang membentuk
senyawa asam lemak dan gliserol (gliserin) apabila bergabung dengan zat lain yang akan
membentuk lipid, fungsi pokok lemak yaitu :
2.2.3.1 Penghasil kalori terbesar yang dalam hal ini tiap gram lemak menghasilkan
sekitar 9,3 kalori.
2.2.3.2 Sebagai pelarut vitamin tertentu, seperti A, D, E dan K.
2.2.3.3 Sebagai pelindung alat-alat tubuh dan sebagai pelindung tubuh dari temperatur
rendah.
2.2.4 Vitamin
Vitamin dapat dikelompokan menjadi dua vitamin, yaitu vitamin yang larut dalam air
meliputi B dan C, dan vitamin yang larut dalam lemak meliputi A, D, E, dan K fungsi
utamanya yaitu:
2.2.4.1 Vitamin A (aserofol) berfungsi bagi pertumbuhan sel-sel epitel, sebagai proses
oksidasi dalam tubuh, pengatur kepekaan rangsangan sinar pada syaraf mata.
2.2.4.2 Vitamin B1 berfungsi sebagai metabolisme karbohidrat, mempengaruhi
keseimbangan air dalam tubuh, penyerapan zat makanan dalam tubuh.
2.2.4.3 Vitamin B2 berfungsi sebagai pemindahan rangsang sinar ke syaraf mata, sebagai
enzim dalam proses oksidasi di dalam sel-sel.
2.2.4.4 Vitamin B6 berfungsi sebagai pembuatan sel-sel darah, pertumbuhan dan
pekerjaan urat syaraf.
2.2.4.5 Vitamin B11 (asam tolium) berfungsi sebagai zat dalam pertumbuhan sel darah
merah, mencegah anti perniosa atau anemia yang kuat.

2.2.4.6 Vitamin B12 (sianoko balamin) berfungsi sebagai koenzim penting dalam
metabolisme asam amino dan berperan dalam merangsang pembentukan eritrosit.
2.2.4.7 Vitamin C (asam askarbinat) berfungsi sebagai aktifator macam-macam permen
perombak protein dan lemak, sebagai zat yang penting dalam oksidasi dan dehidrasi
dalam sel, mempengaruhi kerja anak ginjal, pembentukan trombosit.
2.2.4.8 Vitamin D berfungsi sebagai mengatur kadar kapur dan fospor dalam darah
bersama-sama kelenjar anak gondok, memperbesar penyerapan kapur dan fospor dari
unsur, mempengaruhi proses osifikasi dan kerja kelenjar endokrin.
2.2.4.9 Vitamin E (tookferol) berfungsi mencegah perdarahan bagi wanita hamil serta
mencegah keguguran, diperlukan pada saat sel sedang membelah.
2.2.4.10 Vitamin K (antihermogia) berfungsi sebagai pembentukan protrombin atau
sangat penting dalam proses pembekuan darah.
2.2.4.11 Air sebagai pelarut dan menjaga stabilitas temperatur tubuh. Kebutuhan air
diatur oleh beberapa kelenjar hipofise, tiroid, anak ginjal, dan kelenjar keringat.
2.3 Kebutuhan Gizi Berkaitan dengan Proses Tubuh
Makanan sehari-hari yang dipilih dengan baik akan memberikan semua zat gizi yang
diperlukan untuk fungsi normal tubuh. Sebaliknya, bila malanan tidak dipilih dengan
baik, tubuh akan mengalami kekurangan zat-zat gizi esensial tertentu. Zat-zat gizi
esensial adalah zat gizi yang harus didatangkan dari makanan, bila dikelomopokan ada
tiga fungsi zat gizi dalam tubuh
2.3.1 Memberi Energi
Zat-zat gizi yang dapat memberikan energi adalah karbohidrat, lemak, dan protein.
Oksidasi zat-zat gizi ini adalah menghsilkan energi yang diperlukan tubuuh untuk
melakukan aktivitas ketiga zat gizi termasuk ikatan organic yang mengandung karbon
yang dapat dibakar. Ketiga zat gizi terdapat jumlah paling banyak adalah dalam bahan
pangan. Dalam fungsi sebagai zat pemberi energi, ketiga zat gizi tersebut dinamakan zat
pembakar.
2.3.2 Pertumbuhan dan Pemeliharaan Jaruingan Tubuh
Protein, mineral dan air adalah bagian dari jaringan tubuh. Oleh karena itu diperlukan
untuk membentuk sel-sel baru, memelihara dan mengganti sel yang rusak, dalam fungsi
ini ketiga zat gizi sebagai zat pembangun
2.3.3 Mengatur Proses Tubuh
Protein, mineral, air dan Vitamin diperlukan untuk mengatur proses tubuh. Protein
bertugas mengatur keseimbangan cairan dalam sel, bertindak sebagai buffer dalam upaya
memelihara netralitas tubuh dan membentuk antibody sebagai penangkal organisme yang
bersifat infekti dan bahan-bahan asing yang dapat masuk kedalam tubuh. Mineral dan
Vitamin diperlukan sebagai pengatur dalam proses-proses oksidasi, fungsi normal saraf
dan otot serta banyak proses lain yang terjadi dalam tubuh termasuk proses menua. Air
diperlukan untuk melarutkan bahan makanan kedalam tubuh, seperti didalam darah,
cairan pencernaan, jaringan dan mengatur suhu tubuh. Dalam fungsi mengatur suhu
tubuh ini, protein, mineral dan air disebut sebagai zat pengatur

2.4 Akibat Gangguan Gizi terhadap Fungsi Tubuh


Konsumsi makanan berpengaruh terhadap status gizi seseorang. Status gizi baik atau
optimal terjadi bila tubuh memperoleh cukup zat-zat yang digunakan secara efesien,
sehingga memungkinkan pertumbuhan fisik, perkembangan otak, kemampuan kerja dan
kesehatan secara umum pada tingkat setingi mungkin. Status gizi kurang terjadi bila
tubuh mengalami kekurangan satu atau lebih zat-zat gizi esensial. Status gizi lebih bila
tubuh memperoleh zat-zat gizi dalam jumlah yang berlebihan, sehingga menimbulkan
efek toksik yang membahayakan. Baik pada status gizi kurang atau lebih terjadi
gangguan gizi.
2.5 Akibat Gizi Kurang pada Proses Tubuh
Akibat gizi kurag pada proses tubuh tergantung pada zat apa yang kurang. Kekurangan
gizi secara umum (makanan kurang secara kualitas dan kuantitas) menyebanbkan
gangguan pada proses-proses tubuh diantaranya
2.5.1 Pertumbuhan
Anak-anak tidak tumbuh menurut potensialnya, protein digunakan sebagai zat pembakar,
sehingga otot-otot menjadi lembek dan rambut mudah rontok. Anak-anak yang berasal
dari tingkat social ekonomi menengah keatas lebih tinggi dari pada social ekonomi bawah
2.5.2 Produksi Tenaga
Kekurangan energi berasal dari makanan, menyebabkan sesorang kekurangan tenaga
untuk bergerak, bekerja dan melakukan aktivitas. Orang menjadi malas, merasa lemah
dan produktivitas kerja menurun.
2.5.3 Struktur dan Fungsi Otak
Kurang gizi pada usia muda dapat mempengaruhi perkembangan mental dan kemampuan
berpikir. Otak mencapai bentuk maksimal pada usia dua tahun. Gangguan gizi dapat
menimbulkan gangguan otak secara permanent
2.5.4 Perilaku
Baik anak-anak ataupun dewasa yang kurang gizi menunjukan perilaku tidak tenang.
Mereka mudah tersinggung, cengeng dan apatis.
2.6 Akibat Gizi Lebih pada Proses Tubuh
Gizi lebih menyebabkan kegemukan atau obesitas. Kelebihan energi yang dikonsumsi
disimpan dalam jaringan dalam bentuk lemak. Kegemukan merupakan salah satu factor
resiko dalam terjadinya berbagai penyakit degeneratif, seperti hipertensi, Diabetes,
jantung koroner, hati dan empedu.
2.7 Status Gizi
Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zatzat gizi. Status gizi di bedakan menjadi status gizi buruk, kurang dan baik ( Almastier
2001:9).
Status gizi adalah ekspresi dari keadaan keseimbangan atau perwujudan dari nutrien
dalam bentuk variabel tertentu. Pada dasarnya penilaian status gizi dapat dilakukan
dengan dua cara yaitu secara langsung atau tidak langsung. Penilaian secara langsung
meliputi biokimia, klinis dan biofisik. Penilain secara tidak langsung melalui survei
makanan, statistik vital dan faktor ekologi (Supariasa dkk , 2002:20).

Penilaian status gizi anak serupa dengan penilaian pada periode lain. Pemeriksaan yang
perlu lebih diperhatikan bergantung pada bentuk kelainan yang bertalian dengan kejadian
penyakit tertentu. Kurang kalori protein lazim menjangkiti anak. Oleh karena itu,
pemeriksaan terhadap tanda dan gejala ke arah sana termasuk pula kelainan yang
menyertainya.
2.8 Penilaian Status Gizi Secara Langsung
Penilaian status gizi secara langsung dapat dibagi menjadi empat penelitian yaitu:
antropometri, klinis, biokimia, dan biofisik. Masing-masing akan dibahas secara umum
sebagai berikut.
2.8.1 Antropometri
2.8.1.1Pengertian
Secara umum antropometri artinya ukuran tubuh manusia. Ditunjukan dari sudut pandang
gizi, maka antropometri gizi berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi
tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umum dan tingkat gizi.
2.8.1.2 Penggunaan
Antropometri secara umum di gunakan untuk melihat ketidakseimbangan asupan protein
dan energi. Ketidakseimbangan ibu di lihat dari pertumbuhan fisik dan proporsi jaringan
tubuh seperti lemak, otot dan jumlah air dalam tubuh.
2.8.2 Klinis
2.8.2.1 Pengertian
Pemeriksaan klinis adalah metode yang sangat penting untuk menilai setatus gizi
masyarakat. Metode ini didasarkan atas perubahanperubahan yang terjadi yang di
hubungkan dengan ketidakcukupan zat gizi. Hal ini dapat di lihat pada jaringan opitel
(supervicial epithelial tissus) seperti kulit, mata, rambut dan mukosa oral atau pada
organorgan yang dekat dengan permukaan tubuh seperti kelenjar tiroid.
2.8.2.2 Penggunaan
Penggunaan metode ini umumnya untuk survai kelinis secara cepat (rapid clinical
surveys) survei ini di rancang untuk menditeksi secara cepat tanda tanda klinis umum
dari kekuranan salah satu atau lebih zat gizi. Disamping digunakan untuk menentukan
status gizi seseorang, dengan melakukan pemeriksaan fisik (sign) dan gejala (symtom)
atau riwayat penyakit.
2.8.3 Biokimia
2.8.3.1 Pengertian
Penilaian status gizi dengan biokomia adalah pemeriksaan spesimen yang diuji secara
laboratoris yang dilakukan diberbagai macam jaringan tubuh. Jaringan tubuh yang
digunakn antara lain: darah, urine, tinja, dan juga beberapa jaringan tubuh seperti hati dan
otot.
2.8.3.2 Penggunaan
Metode ini digunakan suatu peringatan bahwa kemungkinan akan terjadi keadaan
malnutrisi yang lebih parah lagi. Banyak gejala kelinis yang kurang sepesifik, maka
penentuan kimia faali dapat lebih banyak menolong untuk menentukan kekurangan gizi
yang sepesifik.

2.8.4 Biofisik
2.8.4.1 Pengertian
Penerapan suatu gizi secara biofisik adalah metode penerapan suatu gizi dengan melihat
kemampuan fungsi (khususnya jaringan) dan melihat perubahan setruktur dari jaringan.
2.8.4.2 Penggunaan
Umumnya dapat di gunakan dalam situasi tertentu seperti kejadian buta senja epidemik
(epidemic of night blindnes). Cara yang di gunakan adalah tes adaptasi gelap.
2.9 Penilaian Status Gizi Secara Tidak Langsung
Penilaian status gizi secara tidak langsung dapat di bagi tiga yaitu: survei konsumsi
makanan, statistik fital dan faktor ekologi. Pengertian dan penggunaan metode ini akan di
uraikan sebagai berikut:
2.9.1 Survei konsumsi makan
2.9.1.1 Pengertian
Survei konsumsi makan adalah metode penentuan status gizi secara tidak langsung
dengan melihat jumlah dan jebis zat gizi yang dikonsumsi.
2.9.1.2 Penggunaan
Pengumpulan data konsumsi makanan dapat memberikan gambaran konsumsi berbagai
zat gizi pada masyarakat, keluarga,dan individu. Survei ini dapat mengidentifikasi
kelebihan dan kekurangan suatu zat gizi.
2.9.2 Statistik Vital
2.9.2.1 Pengertian
Pengukuran status gizi dengan statistik Vital adalah dengan menganalisa data beberapa
statistik kesehatan seperti angka kematian berdasarkan umur, angka kesakitan dan
kematian akibat kelebihan dan kekurangan gizi
2.9.2.2 Penggunaan
Penggunaannya dipertimbangkan sebagai bagian dari indikator tidak langsung
pengukuran status gizi pada masyarakat
2.9.3 Faktor Ekolog
2.9.3.1 Pengertian
Bengoa mengungkapkan bahwa malnutrisi merupakan ekolgi sebagai hasil interaksi
beberapa faktor fisik, biologis dan lingkungan budaya. Jumlah makanan yang tersedia
sangat tergantung dari keadaan ekologi seperti tanah, iklim, irigasi dan lain-lain.
2.9.3.2 Penggunaan
Pengukuran faktor ekologi dipandang sangat penting untuk mengetahui penyebab
malnutrisi di masyarakat sebagai dasar untuk menentukan progam intervensi gizi
(schrismaw, 1964).
2.10 Keuntungan dan Kelemahan Metode Antropometri
2.10.1 Pengertian Antropometri
Antropometri berasal dari kata anthropos dan metros. Anthropos artinya tumbuh dan
metros artinya ukuran. Jadi Antropometri adalah ukuran dari tubuh. Pengertian ini
bersifat sangat umum sekali. Dari kefnisi tersebut di atas dapat di tarik pengertian bahwa
antropometri gizi adalah berhubungan dengan berbagi macam pengukuran dimensi tubuh

dan komposisi tubuh dari berbagi tingkat umur dan tingkat gizi. Berbagai jenis ukuran
tubuh antaralain: berat badab, tinggi badan, lingkar lengan atas dan tebal lemak di bawah
kulit. Antropometri sangat umum di gunakan untuk mengukur suatu gizi dari berbagai
ketidak seimbangan antara asupan protein dan energi. Gangguan ini biasanya di lihat dari
pola pertumbuhan fisik dan proporsi jaringan tubuh seperti lemak, otot dan jumlah air
pada tubuh
2.10.2 Keunggulan antropometri
2.10.2.1 Prosdurnya sederhana, aman dan dapat dilakukan dalam jumlah sampel yang
besar
2.10.2.2 Relatif tidak membutuhkan tenaga ahli, tetapi cukup dilakukan oleh tenaga yang
sudah dilatih
2.10.2.3 Alatnya murah, mudah dibawa, tahan lama, cepat dipesan dan dibuat didaerah
setempat
2.10.2.4 Metode ini tepat dan akurat, karena dapat dibakukan
2.10.2.5 Dapat mendeteksi status gizi dimasa lampau
2.10.2.6 Umumnya dapat mendeteksi status gizi sedang, kurang, baik dan lebih. Karena
ada ambang batas yang jelas.
2.10.3 Kelemahan antropometri
Disamping keunggulan metode antropometri, terdapat pula kelemahanmetode
Antropometri, diantaranya adalah:
2.10.3.1 Tidak sensitif, metode ini tidak dapat mendeteksi status gizi dengan singkat,
disamping itu tidak dapat menetukan kekurangan salah satu zat
2.10.3.2 Faktor diluar gizi (penyakit, genetik,dan penurunan gangguan penggunaan
energi) dapat menurunkan spesifikasi da sensitivitas pengukuran Antropometri
2.10.3.3 Kesalahan yang terjadi pada saat pengukuran dapat mempengaruhi presisi,
akurasi, dan validasi pengukuran.
2.10.3.4 Kesalahan ini terjadi karena
2.10.3.4.1 Pengukuran
2.10.3.4.2 Perubahan hasil pengukuran baik fisik maupun komposisi jaringan.
2.10.3.4.3 Analisis dan sumsi yang keliru
2.10.3.5 Kesalahan biasanya berhubungan dengan:
2.10.3.5.1 Latihan petugas yang tidak cukup
2.10.3.5.2Kealahan alat atau alat tidak tera
2.10.3.5.3 Kesulitan pengukuran
2.11 Jenis Parameter
Antropometri sebagai indikator status gizi dapat dilakukan dengan mengukur beberapa
parameter. Parameter adalah ukuran tunggal dari tubuh manusia, antara lain: umur, berat
badan, tinggi badan, lingkar lengan atas, lingkar kepala, lingkar dada, lingkar pinggul,
dan tebal lemak dibawah kulit dibawah ini akan diterangkan sebagaian parameter
tersebut:
2.11.1 Umur
Faktor umur sangat penting dalam menentukan status gizi, kesalahan menetukan umur

akan menyebabkan interpretasi status gizi yang salah. Hasil pengukuran berat badab dan
tinggi badan yang akurat, menjadi tidak berarti bila penentuan umur salah. Menurut
Puslitbang Gizi Bogor (1980), batasan umur yang digunakan adalah tahun umur penuh
dan untuk anak umur 0-2 tahun digunakan bulan usia penuh, contoh tahun usia penuh
(anak umur 7 tahun 5 bulan dihitung 7 tahun) dan bulan usia penuh (anak umur 5 bulan 8
hari dihitung 5 bulan).
2.11.2 Berat Badan
Berat bada merupakan ukuran antrpometeri yang penting dan paling sering digunakan
pada bayi baru lahir (neonatus). Berat badan digunakan untuk mendiagnosa bayi normal
atau BBLR. Pada masa bayi/balita berat badan dapat digunakan untuk melihat laju
pertumbuhan fisik maupun status gizi, kecuali terdapat kelainan fisik seperti dehidrasi,
asietas, tumor dan adanya edema. Disamping itu pula berat baab dapat digunakan sebagai
dasar penghitungan dosis obat dan makanan. Berat badan menggambarkan jumlah dari
protein, lemak, mineraldan air pada tulang. Pada remaja lemak tubuh cenderung
meningkat, dan protein otot menurun. Pada orang dewasa edema dan asites terjadi
penambahan cairan pada tubuh
2.11.3 Tinggi Badan
Tinggi badan sangat penting untuk menentukan keadaan masa lalu dan sekarang, jika
umur tidak diketahui dengan tepat. Disamping itu tinggi bvadab menjadi ukuran yang
sangat penting kedua. Karena dengan menghubungakan tinggi badan dan berat baab
faktor umur dapat diabaikan.
2.12 Indeks Antropometri
Parameter antropometri merupakan dasar dari pengukuran status gizi. Kombinasi dari
beberapa parameter disebut indeks Antropometri. Beberapa indeks telah diperkenalkan
dalam diseminarkan antropometri tahun 1975. di Indonesia ukuran baku hasil pengukuran
dalam negeri belum ada, maka untuk tingi badan dan berat badan digunakan buku Havard
yang disesuaikan dengan keadaan di Indonesia. Dalam pengukuran indeks antropometri
sering terjadi kerancuan, hal ini akan mempenngaruhi interpretasi status gizi yang keliru.
Masih banyak diantara pakar yang berkecimbung di bidang gizi belum mengerti makna
dari beberapa indeks antropometri. Beberapa indeks antropometri yang sering digunakan
adalah berat badan menurut umur (BB/U), tinggi badan menurut umur (TB/U), dan berat
badan menurut tinggi badan (BB/TB) berikut adalah penjelasannya:
2.12.1 Berat badan menurut umur (BB/U)
Berat badan adalah salah satu parameter yang membrikan gambaran masa tubuh. Masa
tubuh sangat sensitif terhadap perubahan-perubahan yang mendadak, misalnya terseranng
penyakit infeksi, menurunnya nafsu makan atau menurunnya jumlah makanan yang
dikonsumsi. Berat badan adalah parameter antropometri yang sangat labil. Dalam
keadaan normal, dimana keadaan kesehatan sangat baik dan keseimbangan antara
konsumsi dan kebutuhan gizi terjamin, makan berat badan berkembang mengikuti
pertambahan umur. Sebaliknya keadaan berat badan yang abnormal, terdapat dua
kemungkinan perkembangan berat badan, yaitu dapat berkembang cepat atau lambat dari
keadaan normal. Berdasarkan karakteristik berat badan ini, maka indeks berat badan

menurut umur digunakan sebagai salah satu cara pengukuran status gizi . mengingat
karakteristik berat badan yang labil, maka BB/U lebih menggambarkan status gizi
seseorang saat ini (current nutricional status)
2.12.1.1 Kelebihan Indeks Berat badan menurut umur
2.12.1.1.2 Lebih mudah dan cepat dimengerti oleh masyarakat umum
2.12.1.1.3 Baik untuk mengukur gizi akut dan kronis
2.12.1.1.4 Berat badan dapat berfluktasi
2.12.1.1.5 Sangat sensitif terhadap perubahan kecil
2.12.1.1.6 Dapat mendeteksi kegemukan
2.12.1.2 Kelemahan indeks berat badan menurut umur
2.12.1.2.1 Dapat menyebabkan interprestasi yang keliru jika terdapat edeme dan asites.
2.12.1.2.2 Di daerah pedesaan yang masih terpencil dan sangat tradisional umur sering
tidak dapat di deteksi.
2.12.1.2.3 Memerlukan data umur yang akurat terutama anak balita
2.12.1.2.4 Sering terjadi kesalahan pengukuran akibat anak yang bergerak saat di timbang
dan pengaruh pakaian.
2.12.2 Tinggi Badan menurut Umur (TB/U)
Tinggi badan merupakan antropometri yang menggambarkan pertumbuhan selektal
(tulang). Pada keadaan normal, tinggi badan tumbuh seiring dengan bertambahnya umur.
Pertumbuhan tinggi badan tidak seperti pertumbuhan berat badan, relatif kurang sensitif
terhadap status gizi dalam waktu pendek. Pengaruh defisiensi zat gizi terhadap tinggi
badan sangat lama pengaruhnya. Berdasarkan karakteristik tersebut diatas, maka indeks
ini menggambarkan status gizi masa lalu. Beaton dan Bengos (1973) menyatakan bahwa
indeks TB/U disamping memberikan gambaran status gizi masa lampau juga lebih erat
kaitannya dengan status sosial-ekonomi.
2.12.2.1 Keuntungan Indeks TB/U
2.12.2.1.1 Baik untuk menilai status gizi masa lalu
2.12.2.1.2 Ukuran panjang dapat dibuat sendiri dan murah harganya
2.12.2.2 Kelemahan indeks BB/U
2.12.2.2.1 Tinggi badan tidak cepat naik dan tidak mungkin turun
2.12.2.2.2 Pengukuran sulit dilakukan karena anak harus berdiri tegak
2.12.2.2.3 Ketepatan umur sulit didapat
2.12.3 Berat badan menurut tinggi badan (BB/TB)
Berat badan dengan tinggi mempunyai hubungan yang liniear. Dalam keadaan normal,
perkembangan berat badan akan searah dengan pertumbuhan tinggi badan dengan
kecepatan tertentu. Jellife pada tahun 1966 telah memperkenalkan indeks ini untuk
mengidentifikasi status gizi. Indeks TB/BB merupakan indikator yang baik untuk menilai
status gizi masa sekarang. Indeks TB/BB merupakan indeks yang indefenden terhadap
umur.
2.12.3.1 Keuntungan indeks TB/BB
2.12.3.1.1Tidak memerlukan data umur
2.12.3.1.2 Dapat membedakan proporsi badan gemuk

2.12.3.2 Kelemahan indeks BB/TB


2.12.3.2.1 Tidak menggambarkan apakah anak kependekan atau ketinggian menurut
perkembangannya karena tidak melihat umur
2.12.3.2.2 Dalam kenyataan sering mendapat kesulita dalam pengukuran berat badan dan
tinggi badan pada anak dan bayi
2.12.3.2.3 Membutuhkan dua orang untuk melakukannya
2.12.3.2.4 sering terjadi kesalahan dalam pembacaan hasil pengukuran
2.12.3.2.5 Pengukuran relatif lama
2.13 Pendidikan Sebagai Suatu Sistem
Pendidikan merupakan suatu usaha untuk mencapai suatu tujuan pendidkan. Suatu usaha
pendidikan menyangkut tiga unsur pokok, yaitu unsur masukan (in put), unsur psoses
(preces), dan unsur hasil usaha (out put). Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
(1979) menjelaskan pula bahwa pendidikan merupakan suatu sistem yang mempunyai
unsur-unsur tujuan, saaran pendidikan, peserta didik, pengelola pendidikan, struktur /
jenjang, kurikulum, dan fasilitas.
2.14 Kelembagaan, Program, dan Pengelolaan Pendidikan
Menurut UU RI No. 2 Tahun 1989, kelembagaan,program,dan pengelolaan pendidikan di
Indonesia sebagai berikut:
2.14.1 Kelembagaan Pendidikan
Ditinjau dari segi kelembagaan maka penyelenggara pendidkan di Indonesia melalui dua
jalur yaitu jalur melalui pendidikan sekolah dan jalur melalui pendidikan luar skolah.
Jalur pendidikan sekolah merupakan pendidikan sekolah melalui kegiatan belajar
mengajar secara berjenjang dan berkesinambungan, sedangkan jalur lauar pendidikan
sekolah melalui kegiatan belajar mengajar tapna harus berjenjang dan berkesinambungan.
Fungsi pendidikan luar sekolah, antara lain, memberikan beberapa kemampuan, yaitu
memberikan keahlian untuk pengembangan karier, sebegai contoh, melalui kursus
penyegaran, penetaran, seminar, lokakarya dan konfersi ilmiah; kemempuan teknia
akademis dalam suatu sestem pendidikan nasional seperti sekolah terbuka, sekolah
kejuruan, kursus-kursus tertulis, pendidikan melalui radio dan televis; kemempuan
pengembangan kehidupan keagamaan, seperti melalui pesantreni, pengajian, pendidikan
di surau atau langgar dan biara; kemempuan pengembangan kehidupan sosial budaya,
seperti teater, olahraga, seni bela diri dan lembaga-lembaga pendidikan sepiritual;
kemempuan keterampilan dan keahlian, sebagai contoh dengan melalui sistem magang
untuk menjadi ahli bangunan.
Pendidikan keluarga merupakn bagian dari jalur pendidikan luar sekolah yang di lakukan
oleh keluarga dan yang memberi keyakunan agama, nilai budaya, nilai moral dan
keterampilan.
2.15 Jenis program pendidikan
Jenis pendidikan yang termasuk jalur pendidkan sekolah terdiri daria pendidkan umum,
pendidkan kejuruan, pendidikan luar biasa, pendidikan kedinasan, pendidikan
keagamaan, pendidikan akademis dan pendidikan profesional.

2.15.1 Pendidikan umum


Pendidikan yang mengutamakan perluasan pengetehuan dan peningkatan keterampilan
peserta didik dengan pengkhususan pada tingkat akhir masa pendidikan.
2.15.2 Pendidikan kejuruan
Pendidikan yang mempersiapkan peserta didik untuk dapat bekerja pada bidang tertentu
2.15.3 Pendidikan luar biasa
Pendidikan yang khusus di selenggarakan untuk peserta didik yang menyandang keleinan
fisik atau mental.
2.15.4 Pendidikan kedinasan
Pendidikan yang berusaha meningkatkan kemampuan dalam pelaksanaan tugas
unkedinasan utuk pegawai atau calon pegawai suatu departemen pemerintah atau
lembaga pemerintahan non depertemen
2.15.5 Pendidikan keagamaan
Pendidikan yang mempersiapkian peserta didik untuk dapat menjalankan peranan yang
menuntut pengusahaan pengetahuan khusus tentang ajaran keagamaan yang
bersangkutan.
2.15.6 Pendidikan akademik
Pendidikan yan diarahkan terutama pada penguasaan ilmu pengetahuan.
2.15.7 Pendidikan prefesional
Pendidikan yang di arahkan terutama pada kesiapan penerapan keahlian tertentu
2.16 Jenjang pendidkan
Jenjang pendidikan yang termasuk pendidikan sekolah terdiri dari pendidikan dasar,
pendidikan menengah, pendidikan tinggi. Selain pendidikan di atas di selenggarakan
pendidikan pra sekolah sebagai persiapan untuk memasuki sekolah dasar.
2.16.1 Pendidikan Pra Sekolah
Pendidikan pra sekolah di selenggarakan untuk melatih dasar-dasar ke arah
pengembangan sikap, pengetahuan, keterampilan dan daya cipta yang diperluka anak
untuk hidup di lingkungan masyarakat serta memberikan bekal kemampuan dasar untuk
memasuki jenjang sekolah dasar dan pengembangan diri sesuai dengan asas pendidikan
sedini mungkin dan seumur hidup.
2.16.2 Pendidikan dasar
Pendidikan dasar diselenggarakan untuk mengembangan sikap dan kemempuan serta
memberikan kemampuan dan keterampilan dasar yang diperlukan untuk hidup dalam
masyarakat serta mempersiapkan peserta didik yang memenuhi persyaratan untuk
mengikuti pendidikan menengah. Pendidikan dasar wajib di ikuti oleh setiap warga
negara (kompulsory education). Dengan kata lain, warga negara di wajibkan menempuh
pendidikan dasar yang dapat membekali dirinya dengan penegetahuan dasar, nilai dan
sikap dasar, serta keterampilan dasar. Pendidikan dasar juga dapat di laksanakan melalui
sekolah-sekolah agama, serta melalui pendidikan luar sekolah. Sekarang akan di
laksanakn pendidikan dasar selama 9 tahun untuk seluruh bangsa indonesia.
2.16.3 Pendidikan menengah
Pendidikan menengah di selenggarakan untuk melanjutjan dan meluaskan pendidikan
dasar derta menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki
kemampuan lebih lanjut dalam dunia kerja atau pendidikan tinggi. Pendidikan menengah

terdiri dari pendidikan umum, pendidikan kejuruan, pendidikan luar biasa, pendidikan
kedinasan dan pendidikan keagamaan. Fungsi pendidikan menengah umum
mempersiapkan peserta didik untuk mengikuti pendidikan tinggi. Fungsi pendidikan
menegah kejuruan adalah mempersiapkan peserta didik untuk memasuki lapangan kerja
sesuai dengan pendidikan kejuruan yang di ikutinya, atau untuk mengikuti pendidikan
kefropesian pada tingkat kependidikan tinggi.
2.16.4 Pendidikan tinggi
Pendidikan tinggi merupakan lanjutan pendidikan menengah yang di selenggarakan
untuk menyiapkan peserta untuk menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan
akaremik dan atu fropesional yang dapat menerapkan, pengembangan dan atau
penciptakan ilmu pengetahuan, teknologi dan kesenian.
Adapun pungsi pendidikan tinggi antara lain adalah :
2.16.4.1 Menerapkan dan menerangkan peradaban, ilmu, teknologi dan seni, serta ikut
membangun manusia indonesia seutuhnya, untuk itu pendidikan tinggi melaksanakn misi
tridarmanya, yaitu darma pendidikan, penelitian, dan mengebdi pada masyarakat;
2.16.4.2 Menghasilkan tenaga-tenaga yang berbudi luhur, yan bertakwa kehadirat tuhan
yang maha esa, bermoral pancasila dalam arti mampu menghayati dan mampu
mengamalkanya
2.16.4.3 Menghasilkan tenaga-tenaga yang terampil, menguasai ilmu dan teknologi
sesuai dengan kebutuhan pembangunan.
Satuan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan tinggi di sebut perguruan tinggi
yang dapat berbentuk akademik, politeknik, sekolah tinggi, institut dan universitas.
Akademik merupakan perguruan tinggi yang menyelanggarakan pendidikan terpapan
dalam satu cabang atau sebagian cabang ilmu pengetahuan, teknologi atau kesenian
tertentu.Poloteknis merupakan perguruan tinggi yang menyelengggarakan pendidikan
terpapan dalam sejumlah pengetahuan khusus.Sekolah tinggi merupakan perguruan tinggi
yang menyelenggarakan pendidikan akademik atau profesional dalam suatu di siplin ilmu
tertentu.
Insitut merupakan perguruan tinggi yang terdiri atas sejumlah fakultas yang
menyelenggarakan pendidikab akademik dan atau profesional dalam skelompok disiplin
ilmu tertentu.universitas merupakan perguruan tinggi yang terdiri atas sejumlah fakultas
yang menyelenggarakan pendidikan akademik dan atau profesional dalam sejumlah
disiplin ilmu tertentu.
Lalu syarat-syarat dan tata cara pendidikan, setruktur perguruan tinggi dan
meneyelenggarakan pendidikan tinggi di tetapkan dalam peraturan pemerintah.
Pendidikan tinggi terdiri atas pendidikan akademik dan pendidikan profesional. Sekolah
tinggi, institut dan universitas menyelenggarakan pendidikan akademik dan atau
profesional. Akademi dan politeknik menyelenggarakan pendidikan profesional.
BAB III
METODE PENILITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Sesuai dengan tujuan yang akan diteliti, maka jenis penelitian yang di gunakan adalah
cross sectional, penelitian non-eksperimen dalam rangka mempelajari dinamika kerolasi
antara faktor fator resiko dengan efek yang berupa penyakit atau status. Penulis ingin

mengetahui ada tidaknya hubungan antara Karakteristik (Pendidikan,Pekerjaan dan Usia)


ibu dengan status gizi pada balita (Dr. Ahmad Watik Praktiknya, 1986:16
3.2 Variabel & Hipotesa penelitian
3.2.1 Variabel Independen
Variabel Independen, yaitu variabel yang dapat mempengaruhi atau merubah variabel
lain. (Prakriknya, 2007). Adapun variabel Independen dalam penelitian ini adalah
Pendidikan Ibu, Pekerjaan Ibu dan Usia Ibu dengan cara ukur kuisioner dengan akala
Ordinal kecuali pekerjaan Nominal
3.2.1.1 Pendidikan ibu dikatagorikan
3.2.1.1.1 SMU-S1
3.2.1.1.2 SD-SMP
3.2.1.2 Pekerjaan ibu dikatagorikan
3.2.1.2.1 Bekerja
3.2.1.2.2 Tidak Bekerja
3.2.1.3 Umur ibu dikatagorikan
3.2.1.3.1 Tidak Beresiko 20-35 tahun
3.2.1.3.2 Beresiko 35 tahun
3.2.2 Variabel Dependen
Variabel Dependen adalah variabel yang berubah karena pengaruh variabel independen.
Adapun variabel dependen dalam peneiltian ini adalah status gizi.
Status gizi balita dikatagorikan
3.2.2.1 status gizi Lebih dan Baik
3.2.2.2 status gizi Kurang dan sedang
3.2.2.3 statuis gizi Buruk
3.2.3 Hipotesa
Berdasarkan uraian variabel diatas terdapat hubungan antara karaktertistik ibu dengan
status gizi pada balita
H o : tidak ada hubungan antara karakteristik ibu dengan status gizi balita
H a : ada hubungan antara karakteristik ibu dengan status gizi balita
3.3 Populasi dan Sampel
3.3.1 Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas; obyek/subyek yang mempunyai
kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari, tetapi
meliputi seluruh karakteristik atau sifat yang dimiliki oleh subyek atau obyek itu.
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu yang mempunyaii anak balita di wilayah
kerja UPTD Puskesmas DTP Cidahu dengan jumlah Balita mencapai 3362.
3.3.2 Sampel
Sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh poluasi. Jumlah
sampel dalam penelitian ini adalah 97 ibu yang mempunyai anak balita yang ada di
wilayah kerja UPTD Puskesmas Cidahu yang tersebar di 12 desa di wilayah kecamatan
Cidahu.

Selanjutnya untuk menentukan besar sampel variabel ini ditentukan dengan rumus :
Slovin dalam Notoatmodjo
Keterangan
n = besar sampel
N = besar populasi
d = tingkat kepercayaan 10% (0,1)
hasil penghitungan sampel :
N
n=
1+N (d) 2
3362
n=
1 + 3360 (0.1) 2
3362
n=
1 + 3362 (0.01)
3362
n=
1 + 33.62
3362
n=
34.62
n = 97
Sampel dalam penelitian ini adalah 97ibu yang mempunyai balita yang tersebar di 12
Desa di wilayah kerja UPTD Puskesmas DTP Cidahu Kabupaten Kuningan
3.3.3 I nstrumen Penelitian
Pada prinsipnya meneliti adalah melakukan pengukuran terhadap fenomena sosial
maupun alam. Meneliti dengan mengambil data yang sudah ada lebih tepat kalau
dinamakan membuat laporan dari pada melakukan penelitian. Jadi instrumen penelitian
adalah suatu alat yang digunakan untuk mengukur fenomena alam maupun sosial yang
diamati. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa angket dari pertanyaan
pertanyaan terbuka. Instrumen yang digunakan pada penelitian ini adalah menggunakan
kuesioner, yaitu memberikan seperangkat pertanyaan kepada responden untuk diisi.
3.4 Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan cara meminta responden mengisi instrumen berupa
kuisioner yang telah ditetapkan sebagai instrumen penelitian. Kuisioner tersebut berisi
pernyataan tentang biodata responden yang bersifat data pengkajian. Data Sekunder yang
diperoleh sebagai pendukung hasil penelitian, sumber data sekunder diperoleh dari

catatan, literatur, artikel dan tulisan ilmiah yang relevan dengan topik penelitian yang
dilakukan, dalam penelitian ini data sekunder diperoleh dari hasil pencatatan
penimbangan posyandu
3.5 Analisa data dan Pengolahan data
Setelah terkumpul data diolah dan dianalisa secara univariat dan bivariat untuk
mengetahui hubungan antara pendidkan, pekerjaan dan usia ibu dengan status gizi pada
balita di wilayah kerja UPTD Puskesmas DTP Cidahu
Pengolahan dan analisa data dilakukan dengan menggunakan langkah langkah sebagai
berikut :
3.5.1 Coding
Memberi tanda pada masing masing jawaban dengan kode berupa angka, sewlanjutnya
dimasukkan ke dalam lembaran tabel kerja untuk mempermudah pengolahan.
3.5.2 Tabulating
Kegiatan atau langkah memasukan data data hasil penelitian kedalam tabel sesuai
kriteria.
3.5.3Editing
Kegiatan atau langkah memasukan data data hasil penelitian kedalam tabel sesuai
kriteria.
3.5.4Analisis
Analisa data untuk mengidentifikasi ada tidaknya hubungan antara karakteristik ibu
dengan status gizi di wilayah kerja UPTD Puskesmas DTP Cidahu. Analisa data
dilakukan dengan dua cara yaitu:
3.5.4.1 Analisa Univariat
Setelah data diolah, masing-masing variable dimasukan kedalam data tabel distribusi
frekuensi, kemudian dapat juga dicari prosentase dan mean dari data tersebut. Rumus
yang digunakan :
p = f x 100%
N
X = f x 100%
N
Keterangan :
f = Frekuensi
N = Jumlah responden
n = Jumlah responden sampel
penilaian status gizi pada balita
Status gizi balita dikatagorikan
3.5.4.1.1 status gizi Lebih dan Baik
3.5.4.1.2 status gizi Sedang dan Kurang
3.5.4.1.3 statuis gizi Buruk

Dikatakan status gizi baik atau status gizi optimal terjadi bila tubuh memperoleh cakupan
zat zat gizi yang digunakan secara efesian, sehingga memungkinkan pertumbuhan fisik,
perkembangan otak, kemampuan kerja dan kesehatan secara umum pada tinngkat
setinggi mungkin (Almastier 2001:9).
3.5.4.2 Analisa Bivariat
Mempunyai tujuan untuk melihat hubungan antara karakteristik Ibu, dengan status gizi
pada balita serta dilanjutkan kedalam tabel silang untuk menganalisa hubungan diantara
variabel indefenden dengan variabel defenden, kemudian dilakukan uji statistik dengan
menggunakan uji Chi Square dengan derajat kemaknaan 95 %. Kemudian untuk melihat
hasil kemaknaan perhitungan statistik dengan cara membandingkan nilai X2 dengan =
0,05 bila t tabel maka terdapat hubungan yang bermakna antara variabel indefenden
dengan variabel defenden, rumus Chi Square tersebut adalah sebagai berikut :
X2 = fo fh
fh
Keterangan:
X2 : Chi kuadrat
Fo : Frekuensi yang diobservasi
Fh : Frekuensi yang diharapkan
Pengujian syarat hipotesis
X2 : Hitung X2 tabel kesimpulan Ho ditolak
X2 : Hitung X2 tabel kesimpulan Ho diterima
dk = (b-1) (k-1)
Keterangan :
dk : Derajat Kemaknaan
k : Jumlah kolom
d : Jumlah baris
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Data Demografi
4.1.1 Luas Wilayah
4.1.1.1 Pemukiman : 2.675.2 Ha
4.1.1.2 Sawah : 668.8 Ha
4.1.2 Batas-batas
4.1.2.1 Utara : Kabupaten Cirebon
4.1.2.2 Timur : Kabupaten Cirebon
4.1.2.3 Barat : Kecamatan Kalimanggis
4.1.2.4 Selatan : Kecamatan Luragung
4.1.3 Jumlah Desa dan Wilayah Administrasi
Jumlah Desa pada wilayah kerja UPTD Puskesmas DTP Cidahu berjumlah 12 Desa,
diantaranya :
4.1.3.1 Desa Cihideunggirang

4.1.3.2 Desa Cihideung hilir


4.1.3.3 Desa Nanggela
4.1.3.4 Desa Cidahu
4.1.3.5 Desa Kertawinangun
4.1.3.6 Desa Datar
4.1.3.7 Desa Bunder
4.1.3.8 Desa Cieurih
4.1.3.9 Desa Cibulan
4.1.3.10 Desa Legok
4.1.3.11 Desa Jatimulya
4.2 Hasil Penelitian
Dalam bab ini akan diuraikan hasil penelitian Berdasarkan penelitian yang dilakukan
terhadap ibu yang mempunyai anak usia 1-5 tahun di wilayah kerja UPTD Puskesmas
DTP Cidahu Kabupaten Kuningan. Dalam Penelitian ini Penulis menggunakan sample 97
ibu yang mempunyai balita dari populasi 3362 ibu yang mempunyai balita. Dalam
penghitungan sample penulis menggunakan Random sampling dengan setiap ibu dari 12
Desa mempunyai kesempatan yang sama untuk dijadikan sample, dalam skripsi ini
terdapat dua Variabel yang saling dikaitan yang nantinya oleh penulis akan dicari ada
tidak adanya hubungan dari kedua variable itu. Data dari masing-masing variable akan
disajikan dalam betuk table supaya dapat dengan mudah mebacanya, dan penulis juga
akan menguraikannya dalam bentuk narasi.
4.2.1. Analisis hasil penelitian
4.2.1.1 Pekerjaan
Tabel 1
Distribusi Frekuensi Pekerjaan Ibu di UPTD Puskesmas DTP Cidahu
Pekerjaan Jumlah Persentase
Bekerja 7 7.2%
Tidak Bekerja 90 92.8%
Total 97 100%
Berdasarkan hasil analisis pada tabel 1 dapat terlihat dari 97 responden distribusi
pekerjaan ibu yang paling banyak adalah ibu dengan tidak bekerja atau pekerjaanya
hanya sebagai IRT sebanyak 90 orang (92.8%).
4.2.1.2. Pendidikan
Tabel 2
Distribusi Frekuensi Pendidikan Ibu di UPTD Puskesmas DTP Cidahu
Pendidikan Jumlah Persentase
Baik 8 8.2%
Kurang 89 91.8%
Total 97 100%

Berdasarkan hasil analisis pada tabel 2 dapat terlihat dari 97 responden distribusi
frekuensi pendidikan ibu yang paling banyak di wilayah kerja Puskesmas Cidahu adalah
Rendah atau kurang Sebanyak 89 orang (91.8%).
4.2.1.3. Umur
Tabel 3
Distribusi Frekuensi Umur Ibu di Puskesmas Cidahu
Umur Jumlah Persentase
Tidak Beresiko
(20-35) thn 89 91.8%
Resiko
(35) thn 8 8.2%
Total 97 100%
Berdasarkan dari hasil analisis pada tabel 3 dapat terlihat dari 97 responden distribusi
frekuensi umur ibu paling banyak yang berada di Puskesmas Cidahu adalah umur ibu 2035 tahun sebanyak 89 orang (91.8%).
4.2.1.4 Status Gizi
Tabel 4
Distribusi Frekuensi Status Gizi Anak di Puskesmas Cidahu
Status Gizi Jumlah Persentase
Gizi Baik
(status Gizi lebih dan Baik) 85 87.6%
Gizi Kurang
(status gizi sedang dan kurang) 12 12.4%
Gizi Buruk 0 0%
Jumlah 97 100%
Berdasarkan dari hasil analisis pada tabel 4 dapat terlihat dari 97 responden, distribusi
frekuensi status gizi balita paling banyak yang berada di Puskesmas Cidahu adalah status
gizi Baik yaitu sebanyak 85 orang (87.6%), sedangkan gizi kurang hanya 12 balita
(12.4%) dan gizi buruk tidak ditemukan.
4.2.2 Univariat
4.2.2.1 Distribusi Frekuensi Deskristif Status Gizi dengan Pekerjaan Ibu
Tabel 5
Distribusi Frekuensi Gambaran Status Gizi Anak Balita berdasarkan Pekerjaan ibu di
Puskesmas Cidahu
Pekerjaan Ibu Status Gizi Balita Total
Baik Kurang
Bekerja 7 (100%) 0 7 (100%)

Tidak Bekerja 78 (86.7%) 12 (13.3%) 90 (100%)


Total 85 (87.6%) 12 (12.4%) 97 100%)
Dari tabel diatas dapat disimpulkan. Dari sampel 97 ibu yang mempunyai balita dengan
Ibu yang tidak bekerja sebanyak 90 Ibu dan Ibu dengan bekerja sebanyak 7 Ibu, ternyata
ibu yang tidak bekerja yang lebih banyak memiliki anak balita dengan status gizi baik
sekitar 78 (86.7%)
4.2.2.2 Distribusi Frekuensi Deskristif Status Gizi dengan Pendidikan Ibu
Tabel 6
Distribusi frekuensi gambaran status gizi Balita berdasarkan Pendidikan ibu di
Puskesmas Cidahu
Pendidikan Ibu Status Gizi Balita Total
Baik Kurang
Baik 8 (100%) 0 (%) 8 (100%)
Kurang 77 (86.5%) 12 (13.5%) 89 (100%)
Total 85 (87.6%) 12 (12.4%) 97 (100%)
Dari tabel diatas dapat disimpulkan. Dari sampel 97 ibu yang mempunyai balita dengan
Ibu yang berpendidikan kurang sebanyak 89 Ibu dan Ibu dengan pendidikan baik
sebanyak 8 Ibu, ternyata ibu yang berpendidikan kurang yang lebih banyak memiliki
anak balita dengan status gizi baik sekitar 77 Ibu
4.2.2.3 Distribusi Frekuensi Deskristif Status Gizi dengan Pendidikan Ibu
Tabel 7
Distribusi frekuensi gambaran status gizi
anak usia 1-5 tahun berdasarkan Usia ibu di Puskesmas Cidahu
Usia ibu Status Gizi Balita Total
Baik Kurang
Tidak Beresiko
(20-35) thn 79 (88.8%) 10 (11.2%) 89 (100%)
Beresiko
(35) thn 6 (75%) 2 (25%) 8 (100%)
Total 85 (87.6%) 12 (12.4%) 97 (100%)
Dari tabel diatas dapat disimpulkan. Dari sampel 97 ibu yang mempunyai balita dengan
Ibu yang berusia Tidak resiko (20-35) thn sebanyak 89 Ibu dan Ibu dengan usia beresiko
(35) thn sebanyak 8 Ibu, ternyata ibu yang berusia tidak resiko (20-35) thn yang lebih
banyak memiliki anak balita dengan status gizi baik sekitar 79 (88.8%)
4.2.2.3 Bivariat
4.2.2.3.1 Hubungan Pekerjaan Ibu dengan status gizi balita di UPTD Puskesmas DTP
Cidahu
Tabel 8

Pekerjaan Ibu Status Gizi balita Total PValue


Baik Kurang 0.591
Bekrja 7 (100%) 0 (%) 7 (100%)
Tidak Bekerja 78 (86.7%) 12 (13.3%) 90 (100%)
Total 85 (87.6%) 12 (12.4%) 97 (100%)
Dari tabel diatas dapat disimpulkan. Dari sampel 97 ibu yang mempunyai balita dengan
Ibu yang bekerja sebanyak 7 Ibu dan Ibu dengan tidak bekerja sebanyak 90 Ibu, ternyata
ibu yang tidak bekerja yang lebih banyak memiliki anak balita dengan status gizi baik
sekitar 78 (86.7%). Setelah dilakukan penghitungan dengan program SPSS didapat P =
0.591 dengan P>=0.005 yang artinya tidak ada hubungan yang signifikan antara
pekerjaan ibu dengan status gizi balita di wilayah kerja UPTD Puskesmas DTP Cidahu.
4.2.2.3.2 Hubungan Pendidikan Ibu dengan status gizi balita di UPTD Puskesmas DTP
Cidahu
Tabel 9
Pendidikan Ibu Status Gizi balita Total PValue
Baik Kurang 0.590
Baik 8 (100%) 0 (%) 8 (100%)
Kurang 77 (86.5%) 12 (13.5%) 89 (100%)
Total 85 (87.6%) 12 (12.4%) 97 (100%)
Dari tabel diatas dapat disimpulkan. Dari sampel 97 ibu yang mempunyai balita dengan
Ibu yang berpendidikan kurang sebanyak 89 Ibu dan Ibu dengan pendidikan baik
sebanyak 8 Ibu, ternyata ibu yang berpendidikan kurang yang lebih banyak memiliki
anak balita dengan status gizi baik sekitar 77 (86.5%). Setelah dilakukan penghitungan
dengan program SPSS didapat P = 0.590 dengan P>=0.005 yang artinya tidak ada
hubungan yang signifikan antara pendidikan ibu dengan status gizi balita di wilayah kerja
UPTD Puskesmas DTP Cidahu.
4.2.2.3.3 Hubungan usia Ibu dengan status gizi balita di UPTD Puskesmas DTP Cidahu
tabel 10
Usia Ibu Status Gizi balita Total PValue
Baik Kurang 0.257
Tidak beresiko
(20-35) thn 79 (88.8%) 10 (11.2%) 89 (100%)
Beresiko
35) thn 6 (75.0%) 2 (20%) 8 (100%)
Total 85(87.6%) 12 (12.4%) 97 (100%)
Dari tabel diatas dapat disimpulkan. Dari sampel 97 ibu yang mempunyai balita dengan
Ibu yang berusia tidak beresiko sebanyak 89 Ibu dan Ibu dengan usia beresiko sebanyak 8
Ibu, ternyata ibu yang tidak beresiko yang lebih banyak memiliki anak balita dengan
status gizi baik sekitar 79 (88.8%)Ibu. Setelah dilakukan penghitungan dengan program
SPSS didapat P = 0.257 dengan P>=0.005 yang artinya tidak ada hubungan yang

signifikan antara usia ibu dengan status gizi balita di wilayah kerja UPTD Puskesmas
DTP Cidahu.
4.3 Pembahasan
4.4.1 Hubungan antara pekerjaan ibu dengan status gizi balita di UPTD Pusksmas DTP
Cidahu
Dilihat dari tabel 4.2.2.3.1, dapat disimpulkan. Dari sampel 97 ibu yang mempunyai
balita dengan Ibu yang bekerja sebanyak 7 Ibu dan Ibu dengan tidak bekerja sebanyak 90
Ibu, ternyata ibu yang tidak bekerja yang lebih banyak memiliki anak balita dengan status
gizi baik sekitar 85 Ibu. Setelah dilakukan penghitungan dengan program SPSS didapat P
= 0.591 dengan P>=0.005 yang artinya tidak ada hubungan yang signifikan antara
pekerjaan ibu dengan status gizi balita di wilayah kerja UPTD Puskesmas DTP Cidahu.
Sosok seorang ibu tidak dapat dipisahkan dengan balita, apa yang terjadi dan bagaimana
jadinya seorang balita (anak) semua itu kuat hubungannya dengan seorang ibu. Kondisi
ibu baik itu kesehatanya, pengatahuannya dan yang lainnya akan berdampak langsung
pada kondisi anaknya. Kondisi seorang anak yang di bahas dalam hal ini adalah status
gizi anak. Status gizi anak juga sama halnya dengan kondisi yang lain, yaitu dipengaruhi
oleh kondisi ibunya sendiri. Status gizi anak akan baik jika perhatian ibu secara penuh
berfokus bagaimana caranya supaya asupan gizinya adekuat sehingga anaknya sehat.
Untuk mewujudkannya tentunya harus bayak waktu dari seorang ibu untuk anaknya.
Sehingga sekecil apapun perubahan fisik yang mengarah ke kekurangabn suatu zat gizi
akan terdeteksi decara dini, sehingga ibu yang tidak bekerja akan lebih banyak waktu
dengan balitanya dibanding ibu yang bekerja. Menurut Notoatmodjo, balita yang
mengalami kekurangan suatu zat gizi lebih sering disebabkan ibu yang kurang perhatian
terhadap balitanya dengan alasan sibuk mengurus pekerjan. Dilihat dari hasil penelitian di
wilayah kerja UPTD Puskesmas DTP Cidahu antara ibu yang bekerja dan tidak bekerja
sama-sama memiliki balita dengan status gizi baik, hal ini diperkuat dengan hasil
perhitungan SPSS yang menyatakan tidak adanya hubungan yang signifikan antara
pekerjaan ibu dengan status gizi. Ibu yang bekerja dan ibu yang tidak bekerja
pengaruhnya terhadap status gizi balita bukan dari bekerja atu tidak bekerja tetapi dari
bagaimana memenejement waktu, walaupun waktu bersama balita hanya sedikit tapi
berkualitas itu lebih baik dari pada banyak waktu bersama anak tetapi tidak ada gunanya.
4.4.2 Hubungan antara Pendidikan ibu dengan status gizi balita di UPTD Pusksmas DTP
Cidahu
Dari tabel 4.2.2.3. dapat disimpulkan. Dari sampel 97 ibu yang mempunyai balita dengan
Ibu yang berpendidikan kurang sebanyak 89 Ibu dan Ibu dengan pendidikan baik
sebanyak 8 Ibu, ternyata ibu yang berpendidikan kurang yang lebih banyak memiliki
anak balita dengan status gizi baik sekitar 77 Ibu. Setelah dilakukan penghitungan dengan
program SPSS didapat P = 0.590 dengan P>=0.005 yang artinya tidak ada hubungan
yang signifikan antara pendidikan ibu dengan status gizi balita di wilayah kerja UPTD
Puskesmas DTP Cidahu. Pendidikan merupakan suatu hal yang penting, katena dengan
pendidikan seseorang akan mendapatkan ilmu pengetahuan yang berguna dalam
kehidupan. Orang yang memiliki ilmu pengetahuan lebih akan bebeda cara pandang
terhadap kehidupan dan pola pikir dengan orang yang kurang ilmu pengetahuannya,
maka dalam menyelesaikan suatu masalah akan berbeda dalam keputusan. Dalam
masalah status gizi anak, pendidikan dikaitkan dengan pengetahuan, sehingga ibu yang

pendidikannya tinggi maka akan mengambil keputusan yang terbaik untuk gizi anaknya
dengan pertimbangan disiplin ilmu, dibanding dengan ibu yang pendidikannya kurang hal
ini tentu akan berbeda. Menurut Notoatmodjo Bahwa pendidikan rendah menyebabkan
seseorang tidak peduli terhadap program kesehatan balitanya sendiri sehingga mereka
kurang mengenal bahaya yang terjadi. Dengan melihat dari hasil penelitian yang
diterangkan dalam table 4.2.2.3 dapat dilihat ternyata ibu dengan pendidikan kurang
ternyata banyak yang meiliki balita dengan status gizi baik, ini jelas bertentangan dengan
yang dikemukakan oleh Notoatmodjo. Dari data puskesmas tahun 2007 memang warga
Kecamatan Cidahu yang tersebar dari 12 desa rata-rata pendidikan wargnya adalah SD
dengan jumlah 7747 jiwa ( 55,71% ). Ibu yang berpendidikan rendah yang memiliki
balita dengan status gizi baik ternyata selalu mengikutu kegiatan Posyandu yang rutin
dilakukan petugas Puskesmas Cidahu. Jadi penngetahuan ibu tentang bagaimana cara
memberikan gizi yang terbaik buat anaknya ternyata didapat bukan dari pendidikan
formal tetapi dari penkes yang rutin dilakukan petugas Puskes.
4.4.3 Hubungan antara usia ibu dengan status gizi balita di UPTD Pusksmas DTP Cidahu
Dari tabel 10 dapat disimpulkan. Dari sampel 97 ibu yang mempunyai balita dengan Ibu
yang berusia tidak beresiko sebanyak 89 Ibu dan Ibu dengan usia beresiko sebanyak 8
Ibu, ternyata ibu yang tidak beresiko yang lebih banyak memiliki anak balita dengan
status gizi baik sekitar 79 (88.8%)Ibu. Setelah dilakukan penghitungan dengan program
SPSS didapat P = 0.257 dengan P>=0.005 yang artinya tidak ada hubungan yang
signifikan antara usia ibu dengan status gizi balita di wilayah kerja UPTD Puskesmas
DTP Cidahu. Usia ibu jika dikaitkan dengan status gizi anak maka benang merah
diantaranya adalah semakin tua ibu akan lebih berpengalaman untuk mengambil
keputusan asupan nutrisi anaknya, dan jika usia ibu masih kurang maka dapat dikatakan
tidak ada pengalaman yang dapat dijadikannya tolak pikir. Sangat dimungkinkan orang
tua yang masih muda dan baru mempunyai anak dan akan mempunyai pengalaman yang
berbeda dalam merawat anaknya dibandingkan dengan orangtua yang lebih tua serta
mempunyai beberapa anak dan berpengalaman dalam merawatnya (Supartini 2005).
Ternyata setelah dilakukan penelitian dan setelah data diolah didapat hasil yang
menunjukan tidak adanya hubungan antara usia ibu dengan status gizi balita, dan setelah
peneliti mengamati pola kehidupan masyarakat, disana ibu yang masih dibawah umur dan
mempunyai balita ternyata masih tinggal satu rumah dengan orang tuanya, kondisi ini
sangat dimungkinkan adanya campur tangan neneknya dalam memberikan keputusan
nutrisi bagi balita, sehingga dapat disimpulkan ibu yang masih dibawah umur tidak akan
kesulita walau tanpa pengalaman dalam mengurus anak. Sebaliknya ibu yang sudah usia
lanjut (>35) yang masih memiliki balita, mereka juga tidak lantas tidak mengurus
balitanya lantaran dirinya saja sudah tua (aktivitas terbatas). Koping yang dilakukan
adalah dengan meminta bantuan anak tertuanya atau sodaranya sehingga dapat mengurus
anaknya dengan baik, sehingga keputusan untuk menentukan asupan nutrisi anaknya ada
yang membantu.
4.4 Keterbatasan penelitian
Dalam penelitian ini dilakukan sangat singkat sehubungan dengan waktu yang tersedia
sangat sempit, dari mualai pengambilan data sampai pengolahan data hanya dalam waktu
kurang dari 2 minggu. Dalam hal ini peneliti merasa kurang memberikan informasi yang
lebih baik dan hasil dari data yang didapat juga masih kurang akurat karena hanya 97

sampel dari populasi sekitar 3000an, tapi inilah yang dapat disampaikan oleh penulis.
Semoga walaupun hanya sedikit tapi manfaatnya dapat dirasakan oleh kita semua.

Tidak ada Komentar


Belum ada komentar.
RSS umpan untuk komentar-komentar dalam tulisan ini. URI Lacak Balik

Icoels Blog
*Skripsi
LEMBAR PENGESAHAN
JUDUL :HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK IBU DENGAN STATUS GIZI
PADA BALITA DI WLAYAH KERJA UPTD PUSKESMAS DTP CIDAHU
KABUPATEN KUNINGAN
PENYUSUN : DIDI SUHEDI
NIM : 10104.02.04.006
Cirebon, 14 Juli 2008
Pembimbing Utama
Agus Setiawan, S. kep. MN
Pembimbing pendamping
Awaludin Jahid, S. kep
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pembangunan kesehatan adalah bagian dari pembangunan nasional yang bertujuan untuk
meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar
terwujud derajat kesehatan masyarakat setinggi tingginya Pembangunan kesehatan
tersebut merupakan upaya seluruh potensi bangsa Indonesia, baik masyarakat, swasta
maupun pemerintah (SKN Depkes RI 2006).
Pembangunan kesehatan pada hakekatnya adalah penyelenggaraan upaya kesehatan oleh
bangsa Indonesia untuk mencapai kemampuan hidup sehat bagi setiap penduduk agar
dapat mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang optimal sebagai salah satu unsur
kesejahteraan umum dari tujuan nasional (Depkes RI 1989).
Tujuan pembangunan bidang kesehatan tahun 2010 adalah terwujudnya manusia yang

sehat, cerdas dan produktif. Untuk mencapai tujuan tersebut, perhatian pemerintah
terletak pada peningkatan kualitas sumber daya manusia, maka derajat kesehatan
masyarakat harus ditingkatkan (Depkes RI, 2001).
Peran serta masyarakat dalam pembangunan khususnya dalam bidang kesehatan
diarahkan untuk menciptakan kemampuan hidup sehat bagi setiap penduduk dalam
rangka terwujudnya derajat kesehatan yang optimal yang diwujudkan dalam kegiatan
program pemerintah salah satunya Posyandu (Pos Pelayanan Terpadu) (Depkes RI,
1994). Upaya perbaikan gizi keluarga merupakan salah satu kegiatan posyandu bertujuan
untuk meningkatkan kemampuan keluarga dan masyarakat agar dapat menanggulangi
masalah gizi yang dihadapi (Direktorat Bina Gizi Masyarakat, 1990).
Peranan wanita dalam mengasuh dan membesarkan anak begitu penting sehingga
membuat pendidikan bagi anak perempuan khususnya menjadi lebih sangat penting dan
berarti, hal ini karena kelak akan menjadi seorang ibu. Ada hubungan yang sangat
signifikan antara tingkat pendidikan ibu dan status gizi anaknyan serta angka harapan
hidup lebih jauh, manfaat kesehatan dan gizi yang lebih baik dan tingkat fertilisasi lebih
rendah yang diakibatkan tingkat investasi dalam pendidikan mendorong produktivitas
investasi lainya (Nurulpaik, 2002).
Selain pendidikan umur juga merupakan variabel yang harus di perhatikan dalam melihat
status kesehatan sesorang, angka-angka kesakitan maupun kematian di dalam semua
keadaan menunjukan hubungan dengan umur. Umur ibu sangat berpengaruh bagaimana
ibu mengambil keputusan dalam memberikan gizi pada anak-anaknya sehingga menjadi
SDM yang berkualitas. Umur ibu sangat mempengaruhi bagaimana ibu mengambil
keputusan dalam memberikan gizi pada anaknya sehingga menjadi sumber daya manusia
yang berkualita (Dalam Purnama, 2007)
Sangat dimungkinkan orang tua yang masih muda dan baru mempunyai anak dan akan
mempunyai pengalaman yang berbeda dalam merawat anaknya dibandingkan dengan
orangtua yang lebih tua serta mempunyai beberapa anak dan berpengalaman dalam
merawatnya (Supartini 2005).
Gizi merupakan suatu hal yang penting bagi pertumbuhan dan perkembangan balita,
untuk itu lmu gizi sangat mutlak untuk diketahui bagi masyarakat terutama bagi para ibu,
secara keilmuan Gizi adalah ilmu yang mempelajari segala sesuatu tentang makanan
dalam hubungannya dengan kesehatan optimal. Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai
akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi. Status gizi di bedakan menjadi
status gizi buruk, kurang dan baik (Almastier 2001:9, 3).
Status gizi kurang terjadi bila tubuh mengalami kekurangan satu atau lebih zat-zat gizi
esensial, status gizi lebih terjadi bila tubuh memperoleh zat-zat gizi dalam jumlah
berlebihan, sehingga menimbulkan efek toksik. Baik pada status gizi kurang, maupun
status gizi lebih terjadi gangguan gizi, gangguan gizi disebabkan oleh faktor primer atau
sekunder. Primer adalah bila susunan makanan seseorang salah dalam kualitas dan
kuantitas disebabkan kurangnya penyediaan pangan, kurang baik distribusi pangan,
kemiskinan, kebiasaan makan yang salah, dan faktor sekunder meliputi semua faktor
yang menyebabkan zat-zat gizi tidak sampai di sel-sel tubuh setelah makan dikonsumsi
(Almastier, 2001:9).
Berdasarkan pelaporan tahunan di UPTD Puskesmas DTP Cidahu tahun 2007 terdapat
jumlah penderita gizi buruk 26 (0.77%), gizi kurang 288 (8.56%) gizi baik 2985
(88.78%) dan gizi lebih 66 (1.96%) dari total 3362 balita. Menurut umur balita di wilayah

kerja Puskesmas Cidahu dapat dikelompokan sebagai berikut ; usia 01 tahun dengan
jumlah balita 832 (22, 43% ), usia 13 tahun dengan julmlah balita 1527 (41,18% ), dan
usia 35 tahun 1349 (36,38% ). Latar belakang pendidikan penduduk di wilayah kerja
UPTD Puskesmas Cidahu beragam dari mulai tidak tamat SD sampai dengan tamat
Perguruan Tinggi mayoritas Tamat SD / MI dengan jumlah 7747 jiwa ( 55,71% ) dengan
persentase pendidikan paling banyak adalah lulusan SD tetapi status gizi anak balita
menunjukan persentase yang baik yaitu (88.78%) hal ini jika dikaitkan dengan pendapat
nurulpaik berlwanan, karena jika pendidikan ibu baik maka status gizi balitanya juga baik
pula dan sebaliknya. Mayoritas usia penduduk diwilayah kerja UPTD Puskesmas Cidahu
adalah anak anak dengan jumlah 6508 dari 3259 anak laki laki dan 3249 anak
perempuan, dan yang paling sedikit adalah usia 75 tahun keatas dengan prevalensi 1.87
% dengan jumlah 805 jiwa dari jumlah penduduk 42854 jiwa. (Sumber laporan tahunan
UPTD Pusksmas DTP Cidahu tahun 2007).
Berdasarkan fenomena di atas penulis tertarik ingin meneliti tentang Hubungan antara
karakteristik Ibu dengan Status Gizi pada Balita di wilayah kerja UPTD Puskesmas DTP
Cidahu.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis merumuskan masalah penelitian sebagai
berikut; Apakah ada hubungan antara karakteristik ibu dengan status gizi pada balita di
wilayah kerja UPTD Puskesmas DTP Cidahu
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan antara karakteristik ibu dengan status gizi pada balita di
wilayah kerja UPTD Puskesmas DTP CidahU
1.3.2 Tujuan Khusus
1.3.2.1 Mengetahui karakteristik Pendidikan ibu di wilayah kerja UPTD Puskesmas DTP
Cidahu
1.3.2.2 Mengatahui karakteristik Pekerjaan ibu di wilayah kerja UPTD Puskesmas DTP
Cidahu
1.3.2.3 Mengatahui karakteristik Usia ibu di wilayah kerja UPTD Puskesmas DTP
Cidahu
1.3.2.4 Mengetahui status gizi pada anak balita di wilayah kerja UPTD Puskesmas DTP
Cidahu
1.3.2.5 Mengetahui hubungan antara Karakteristik (Pendidikan, Pekerjaan dan usia) ibu
dengan status gizi pada balita di wilayah kerja UPTD Puskesmas DTP Cidahu.
1.3 Ruang Lingkup
Ruang lingkup penelitian ini mencakup aspek karakteristik ibu, dalam penelitian ini
hanya tiga karakteristik yang di bahas yaitu: Pendidikan, Pekerjaan dan Usia ibu yang
mempunyai balita yang dihubungkan dengan Status gizi di wilayah kerja UPTD
Puskesmas DTP Cidahu Kabupaten Kuningan
1.5 Manfaat Hasil Penelitian
1.5.1 Manfaat Bagi Ibu

Gizi merupakan suatu hal yang penting bagi balita, untuk itu seorang ibu dituntut untuk
memberikan gizi yang baik untuk anaknya. Penelitian ini diharapkan menjadi informasi
bagi ibu yang mengharapkan anaknya tidak mengalami gangguan gizi.
1.5.2 Manfaat Institusi Pendidikan
Penelitian ini diharapkan dapat menambah bacaan pada perpustakaan, sehingga dapat
memberikan sumbangsih ilmu gizi kepada mahasiswa yang membutuhkan. Penulis
berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi yang membutuhkan.
1.5.3 Manfaat UPTD Puskesmas DTP Cidahu
Penelitian ini dapat menjadi sumber informasi pada puskesmas cidahu untuk lebih
meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, terutama dalam upaya meningkatkan angka
gizi baik lebih banyak dan menekan angka status gizi kurang lebih kecil lagi.
1.5.4 Manfaat Bagi Ilmu Keperawatan
Penelitian ini bagi keperawatan diaharapkan dapat menjadi informasi dan masukan dalam
memberikan pendidikan kesehatan tentang status gizi pada anak khususnya topik gizi
kurang, dengan harapan dapat meningkatkan pelayanan kesehatan yang optimal dan
diaharapkan berguna bagi penelitian selanjutnya.
1.6 Kerangka Pemikiran
1.6.1 Karakteristik ibu
Karakteristik ibu adalah tabiat, watak, sifat sifat kejiwaan yang mencakup usia,
pendidikan, pekerjaan, dan pengetahuan ibu. (Suhadi. 2003)
1.6.1.1 Pendidikan
Menurut M. J. Lengevet, pendidikan adalah setiap usaha, pengaruh, perlindungan dan
bantuan yang diberikan pada anak, yang tertuju pada kesewasaan. Pendidikan adalah
proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha
mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan; proses, cara, pembuatan
mendidik (Departemen Pendidikan Nasional, 2001)
Pendidikan dalam arti formal adalah suatu proses penyampaian bahan atau amteri
pendidikan oleh pendidik kepada sasaran pendidik guna mencapai perubahan tingkah
laku. Tingkat pendidikan ibu sangat berpengaruh terhadap minat ibu untuk memelihara
kesehatan balitanya. Semakin tinggi tingkat pendidikan ibu secara tidak langsung
berpengaruh terhadap peningkatan status sosial dan kedudukan seorang wanita.
Peningkatan pilihan mereka terhadap kehidupan dan kemampuan untuk menentukan
pilihan sendiri serta menyatakan pendapatnya. Bahwa pendidikan rendah menyebabkan
seseorang tidak peduli terhadap program kesehatan balitanya sendiri sehingga mereka
kurang mengenal bahaya yang terjadi (Notoatmodjo. S, 2003).
Dalam penelitian ini pendidikan yang dimaksud adalah pendidikn formal yang di
golongkan menjadi tiga jenjang. Yang menjadi obyek adalah Pendidikan ibu yang
mempunyai anak balita
1.6.1.1.1 SMU-S1
1.6.1.1.2 SD-SMP
1.6.1.2 Usia
Usia adalah jumlah waktu suatu makhluk sudah hidup di dunia semenjak lahir, sampai
saat usaia itu dihitung (Kakus, 2006)
Umur ibu sangat mempengaruhi bagai mana ibu mengambil keputusan dalam
memberikan gizi pada anaknya sehingga menjadi sumberdaya manusia yang berkualitas

(Sutrisna, 1999 dalam Purnama 2007).


Usia ibu yang mempunyai anak usia 0 5 tahun yang dibagi menjadi tiga golongan,
diantaranya:
1.6.1.2.1 = Tidak Beresiko 20-35 th
1.6.1.2.2 = Beresiko 35 th
1.6.1.3 Pekerjaan
Pekerjaan dalam arti luas adalah aktivitas utama yang dilakukan oleh manusia. Dalam arti
sempit, istilah pekerjaan digunakan untuk suatu tugas atau kerja yang menghasilkan uang
bagi seseorang (Ado, Wikipedia Indonesia 2008). Pekerjaan Ibu yang mempunyai anak
balita digolongkan menjadi
1.6.1.3.1 = Bekerja
1.6.1.3.2 = Tidak Bekerja
1.6.2 Status Gizi
Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zatzat gizi. Status gizi di bedakan menjadi status gizi buruk, kurang dan baik (Almastier
2001:9, 3).
1.6.2.1 Status gizi lebih
Status gizi lebih artinya kelebihan enersi di dalam hidangan yang dikonsumsi relatif
terhadap kebutuhan atau penggunaan energi (Prof. Dr. Achmad Djaeni S 2004:26).
1.6.2.2 Statatus gizi baik
Status gizi baik atau status gizi optimal terjadi bila tubuh memperoleh cakupan zat zat
gizi yang digunakan secara efesian, sehingga memungkinkan pertumbuhan fisik,
perkembangan otak, kemampuan kerja dan kesehatan secara umum pada tinngkat
setinggi mungkin (Almastier 2001:9).
1.6.2.3 Status gizi kurang
Status gizi kurang terjadi bila tubuh mengalami kekurangan satu atau lebih zat-zat gizi
esensial, status gizi lebih terjadi bila tubuh memperoleh zat-zat gizi dalam jumlah
berlebihan, sehingga menimbulkan efek toksik.
1.6.2.4 Status gizi buruk
Klasifikasi keadaan gizi kurang yang paling sederhana dan umum dipakai adalah ukuran
berat menurut umur, yang kemudian dibandingkan terhadap ukuran baku. Salah satu cara
klasifikasi umum yang digunakan adalah yang diajukan Gomez (Gomez dkk, 1965).
Sistem gomez ini membagi kedalam tiga derajat gizi kurang, yaitu gizi kurang ringan (90
75 % standar), gizi kurang sedang (75 60% standar) dan gizi kurang berat (< 60%
standar) yang sering disebut gizi buruk. Cara ini memperhatikan berbagai tanda klinis
serta prognosa dari penderitaan dalam kaitannya dengan umur (Suhardjo, 198
Untuk mempermudah pengolahan data kalifikasi status gizi di katagorikan
1.6.2.4.1 = Status Gizi Lebih dan Baik
1.6.2.4.2 = Status Gizi Kurang dan Buruk
Bagan Kerangka Pikir
Keterangan :

= Variabel yang diteliti


= Variabel yang tidak diteliti
Karakteristik ibu adalah tabiat, watak, sifat sifat kejiwaan yang mencakup usia,
pendidikan, pekerjaan, dan pengetahuan ibu. (Suhadi. 2003)
1.7 Definisi Konseptual dan Definisi Oprasional
1.7.1 Definisi Koonseptual
1.7.1.1 Pendidikan
Pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang
dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan; proses,
cara, pembuatan mendidik (Departemen Pendidikan Nasional, 2001).
1.7.1.2 Pekerjaan
Pekerjaan dalam arti luas adalah aktivitas utama yang dilakukan oleh manusia. Dalam arti
sempit, istilah pekerjaan digunakan untuk suatu tugas atau kerja yang menghasilkan uang
bagi seseorang (Ado, Wikipedia Indonesia 2008).
1.7.1.3 Usia
Usia adalah jumlah waktu suatu makhluk sudah hidup di dunia semenjak lahir, sampai
saat usaia itu dihitung (Kakus, 2006)
1.7.1.4 Status Gizi
Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zatzat gizi. Status gizi di bedakan menjadi status gizi buruk, kurang dan baik (Almastier
2001:9).
1.7.2 Definisi Oprasional
1.7.2.1 Pendidikan adalah jenjang pendidikan formal yang telah diselesaikan ibu sampai
saat dilakukannya penelitian
1.7.2.2 Pekerjaan adalah segela sesuatu kegiatan yang dilakukan oleh responden
1.7.2.3 Usia adalah usia individu yang dihitung muai saat dilahirkan sampai saat ulangn
tahun terakhir
1.7.2.4 Status Gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Ilmu Gizi
Ilmu Gizi merupakan ilmu yang menggunakan berbagai disiplin ilmu dasar, seperti
biokimia, Ilmu hayat (fisiologi), ilmu penyakit (fatologi) dan beberapa lagi. Jadi untuk
menguasai ilmu gizi secara ahli, harus menguasai bagian-bagian ilmu dasar tersebut yang
relevan dengan kebutuhan Ilmu Gizi (Ahmad dzaeni 2004).
Secara umum ilmu gizi (Nutrients Science) dapat didefinisikan sebagai berikut, yaitu
ilmu yang mempelajari segala sesuatu tentang makanan dalam hubungan dengan
kesehatan optimal. kata Gizi berasal dari bahasa Arab Ghidza yang berarti makanan
(Almastier, 2001:1).
Zat gizi (Nutrients) adalah ikatan kimia yang diperlukan oleh tubuh untuk melaksanakan

fungsinya yaitu menghasilkan energi, membangun dan memelihara jaringan, serta


mengatur proses-proses kehidupan (Almastier, 2001:1).
Secara klsik kata gizi hanya dihubungka dengan kesehatan tubuh, yaitu untuk
menyediakan energi, membangun dan memelihara jaringan tubuh, serta mengatur prosesproses kehidupan dalam tubuh. Tetap sekarang kata gizi mempunyai pengertian yang
lebih luas, disamping untuk kesehartan, gizi dikaitkan dengan potensi ekonomi sesorang,
karena gizi berkaitan dengan perkembangan otak, kemampuan belajar, dan produktivitas
kerja. Oleh karena itu, di Indonesia yang sekarang sedang dalam tahap pembangunan
maka factor gizi disamping factor-faktor yang lain dianggap penting untuk memacu
pembangunan, khususnya pembangunan yang berkaitan dengan sumber daya manusia
yang berkualitas (Almastier,2001).
2.2 Fungsi Zat Gizi
Menurut Kartasapoetra dan Marsetyo (2005:4) zat-zat makanan yang diperlukan oleh
tubuh dapat dikelompokan menjadi beberapa kelompok diantaranya sebagai berikut :
2.2.1 Karbohidrat
Merupakan sumber energi utama tubuh. Berdasarkan gugus, penyusun gula dapat
dibedakan menjadi monosakarida, disakarida, dan polisakarida.
2.2.2 Protein
Diperoleh dari tumbuh-tumbuhan (protein nabati) dan hewan (protein hewani) berfungsi :
2.2.2.1 Membangun sel-sel yang rusak.
2.2.2.2 Membentuk zat-zat pengatur seperti enzim dan hormon.
2.2.2.3 Membentuk zat anti energi, dalam hal ini tiap gram protein menghasilkan sekitar
4,1 kalori.
2.2.3 Lemak
Merupakan senyawa organik yang majemuk, terdiri unsur C, H dan O yang membentuk
senyawa asam lemak dan gliserol (gliserin) apabila bergabung dengan zat lain yang akan
membentuk lipid, fungsi pokok lemak yaitu :
2.2.3.1 Penghasil kalori terbesar yang dalam hal ini tiap gram lemak menghasilkan
sekitar 9,3 kalori.
2.2.3.2 Sebagai pelarut vitamin tertentu, seperti A, D, E dan K.
2.2.3.3 Sebagai pelindung alat-alat tubuh dan sebagai pelindung tubuh dari temperatur
rendah.
2.2.4 Vitamin
Vitamin dapat dikelompokan menjadi dua vitamin, yaitu vitamin yang larut dalam air
meliputi B dan C, dan vitamin yang larut dalam lemak meliputi A, D, E, dan K fungsi
utamanya yaitu:
2.2.4.1 Vitamin A (aserofol) berfungsi bagi pertumbuhan sel-sel epitel, sebagai proses
oksidasi dalam tubuh, pengatur kepekaan rangsangan sinar pada syaraf mata.
2.2.4.2 Vitamin B1 berfungsi sebagai metabolisme karbohidrat, mempengaruhi
keseimbangan air dalam tubuh, penyerapan zat makanan dalam tubuh.
2.2.4.3 Vitamin B2 berfungsi sebagai pemindahan rangsang sinar ke syaraf mata, sebagai
enzim dalam proses oksidasi di dalam sel-sel.
2.2.4.4 Vitamin B6 berfungsi sebagai pembuatan sel-sel darah, pertumbuhan dan
pekerjaan urat syaraf.

2.2.4.5 Vitamin B11 (asam tolium) berfungsi sebagai zat dalam pertumbuhan sel darah
merah, mencegah anti perniosa atau anemia yang kuat.
2.2.4.6 Vitamin B12 (sianoko balamin) berfungsi sebagai koenzim penting dalam
metabolisme asam amino dan berperan dalam merangsang pembentukan eritrosit.
2.2.4.7 Vitamin C (asam askarbinat) berfungsi sebagai aktifator macam-macam permen
perombak protein dan lemak, sebagai zat yang penting dalam oksidasi dan dehidrasi
dalam sel, mempengaruhi kerja anak ginjal, pembentukan trombosit.
2.2.4.8 Vitamin D berfungsi sebagai mengatur kadar kapur dan fospor dalam darah
bersama-sama kelenjar anak gondok, memperbesar penyerapan kapur dan fospor dari
unsur, mempengaruhi proses osifikasi dan kerja kelenjar endokrin.
2.2.4.9 Vitamin E (tookferol) berfungsi mencegah perdarahan bagi wanita hamil serta
mencegah keguguran, diperlukan pada saat sel sedang membelah.
2.2.4.10 Vitamin K (antihermogia) berfungsi sebagai pembentukan protrombin atau
sangat penting dalam proses pembekuan darah.
2.2.4.11 Air sebagai pelarut dan menjaga stabilitas temperatur tubuh. Kebutuhan air
diatur oleh beberapa kelenjar hipofise, tiroid, anak ginjal, dan kelenjar keringat.
2.3 Kebutuhan Gizi Berkaitan dengan Proses Tubuh
Makanan sehari-hari yang dipilih dengan baik akan memberikan semua zat gizi yang
diperlukan untuk fungsi normal tubuh. Sebaliknya, bila malanan tidak dipilih dengan
baik, tubuh akan mengalami kekurangan zat-zat gizi esensial tertentu. Zat-zat gizi
esensial adalah zat gizi yang harus didatangkan dari makanan, bila dikelomopokan ada
tiga fungsi zat gizi dalam tubuh
2.3.1 Memberi Energi
Zat-zat gizi yang dapat memberikan energi adalah karbohidrat, lemak, dan protein.
Oksidasi zat-zat gizi ini adalah menghsilkan energi yang diperlukan tubuuh untuk
melakukan aktivitas ketiga zat gizi termasuk ikatan organic yang mengandung karbon
yang dapat dibakar. Ketiga zat gizi terdapat jumlah paling banyak adalah dalam bahan
pangan. Dalam fungsi sebagai zat pemberi energi, ketiga zat gizi tersebut dinamakan zat
pembakar.
2.3.2 Pertumbuhan dan Pemeliharaan Jaruingan Tubuh
Protein, mineral dan air adalah bagian dari jaringan tubuh. Oleh karena itu diperlukan
untuk membentuk sel-sel baru, memelihara dan mengganti sel yang rusak, dalam fungsi
ini ketiga zat gizi sebagai zat pembangun
2.3.3 Mengatur Proses Tubuh
Protein, mineral, air dan Vitamin diperlukan untuk mengatur proses tubuh. Protein
bertugas mengatur keseimbangan cairan dalam sel, bertindak sebagai buffer dalam upaya
memelihara netralitas tubuh dan membentuk antibody sebagai penangkal organisme yang
bersifat infekti dan bahan-bahan asing yang dapat masuk kedalam tubuh. Mineral dan
Vitamin diperlukan sebagai pengatur dalam proses-proses oksidasi, fungsi normal saraf
dan otot serta banyak proses lain yang terjadi dalam tubuh termasuk proses menua. Air
diperlukan untuk melarutkan bahan makanan kedalam tubuh, seperti didalam darah,

cairan pencernaan, jaringan dan mengatur suhu tubuh. Dalam fungsi mengatur suhu
tubuh ini, protein, mineral dan air disebut sebagai zat pengatur
2.4 Akibat Gangguan Gizi terhadap Fungsi Tubuh
Konsumsi makanan berpengaruh terhadap status gizi seseorang. Status gizi baik atau
optimal terjadi bila tubuh memperoleh cukup zat-zat yang digunakan secara efesien,
sehingga memungkinkan pertumbuhan fisik, perkembangan otak, kemampuan kerja dan
kesehatan secara umum pada tingkat setingi mungkin. Status gizi kurang terjadi bila
tubuh mengalami kekurangan satu atau lebih zat-zat gizi esensial. Status gizi lebih bila
tubuh memperoleh zat-zat gizi dalam jumlah yang berlebihan, sehingga menimbulkan
efek toksik yang membahayakan. Baik pada status gizi kurang atau lebih terjadi
gangguan gizi.
2.5 Akibat Gizi Kurang pada Proses Tubuh
Akibat gizi kurag pada proses tubuh tergantung pada zat apa yang kurang. Kekurangan
gizi secara umum (makanan kurang secara kualitas dan kuantitas) menyebanbkan
gangguan pada proses-proses tubuh diantaranya
2.5.1 Pertumbuhan
Anak-anak tidak tumbuh menurut potensialnya, protein digunakan sebagai zat pembakar,
sehingga otot-otot menjadi lembek dan rambut mudah rontok. Anak-anak yang berasal
dari tingkat social ekonomi menengah keatas lebih tinggi dari pada social ekonomi bawah
2.5.2 Produksi Tenaga
Kekurangan energi berasal dari makanan, menyebabkan sesorang kekurangan tenaga
untuk bergerak, bekerja dan melakukan aktivitas. Orang menjadi malas, merasa lemah
dan produktivitas kerja menurun.
2.5.3 Struktur dan Fungsi Otak
Kurang gizi pada usia muda dapat mempengaruhi perkembangan mental dan kemampuan
berpikir. Otak mencapai bentuk maksimal pada usia dua tahun. Gangguan gizi dapat
menimbulkan gangguan otak secara permanent
2.5.4 Perilaku
Baik anak-anak ataupun dewasa yang kurang gizi menunjukan perilaku tidak tenang.
Mereka mudah tersinggung, cengeng dan apatis.
2.6 Akibat Gizi Lebih pada Proses Tubuh
Gizi lebih menyebabkan kegemukan atau obesitas. Kelebihan energi yang dikonsumsi
disimpan dalam jaringan dalam bentuk lemak. Kegemukan merupakan salah satu factor
resiko dalam terjadinya berbagai penyakit degeneratif, seperti hipertensi, Diabetes,
jantung koroner, hati dan empedu.
2.7 Status Gizi
Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zatzat gizi. Status gizi di bedakan menjadi status gizi buruk, kurang dan baik ( Almastier
2001:9).
Status gizi adalah ekspresi dari keadaan keseimbangan atau perwujudan dari nutrien
dalam bentuk variabel tertentu. Pada dasarnya penilaian status gizi dapat dilakukan

dengan dua cara yaitu secara langsung atau tidak langsung. Penilaian secara langsung
meliputi biokimia, klinis dan biofisik. Penilain secara tidak langsung melalui survei
makanan, statistik vital dan faktor ekologi (Supariasa dkk , 2002:20).
Penilaian status gizi anak serupa dengan penilaian pada periode lain. Pemeriksaan yang
perlu lebih diperhatikan bergantung pada bentuk kelainan yang bertalian dengan kejadian
penyakit tertentu. Kurang kalori protein lazim menjangkiti anak. Oleh karena itu,
pemeriksaan terhadap tanda dan gejala ke arah sana termasuk pula kelainan yang
menyertainya.
2.8 Penilaian Status Gizi Secara Langsung
Penilaian status gizi secara langsung dapat dibagi menjadi empat penelitian yaitu:
antropometri, klinis, biokimia, dan biofisik. Masing-masing akan dibahas secara umum
sebagai berikut.
2.8.1 Antropometri
2.8.1.1Pengertian
Secara umum antropometri artinya ukuran tubuh manusia. Ditunjukan dari sudut pandang
gizi, maka antropometri gizi berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi
tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umum dan tingkat gizi.
2.8.1.2 Penggunaan
Antropometri secara umum di gunakan untuk melihat ketidakseimbangan asupan protein
dan energi. Ketidakseimbangan ibu di lihat dari pertumbuhan fisik dan proporsi jaringan
tubuh seperti lemak, otot dan jumlah air dalam tubuh.
2.8.2 Klinis
2.8.2.1 Pengertian
Pemeriksaan klinis adalah metode yang sangat penting untuk menilai setatus gizi
masyarakat. Metode ini didasarkan atas perubahanperubahan yang terjadi yang di
hubungkan dengan ketidakcukupan zat gizi. Hal ini dapat di lihat pada jaringan opitel
(supervicial epithelial tissus) seperti kulit, mata, rambut dan mukosa oral atau pada
organorgan yang dekat dengan permukaan tubuh seperti kelenjar tiroid.
2.8.2.2 Penggunaan
Penggunaan metode ini umumnya untuk survai kelinis secara cepat (rapid clinical
surveys) survei ini di rancang untuk menditeksi secara cepat tanda tanda klinis umum
dari kekuranan salah satu atau lebih zat gizi. Disamping digunakan untuk menentukan
status gizi seseorang, dengan melakukan pemeriksaan fisik (sign) dan gejala (symtom)
atau riwayat penyakit.
2.8.3 Biokimia
2.8.3.1 Pengertian
Penilaian status gizi dengan biokomia adalah pemeriksaan spesimen yang diuji secara
laboratoris yang dilakukan diberbagai macam jaringan tubuh. Jaringan tubuh yang
digunakn antara lain: darah, urine, tinja, dan juga beberapa jaringan tubuh seperti hati dan
otot.
2.8.3.2 Penggunaan
Metode ini digunakan suatu peringatan bahwa kemungkinan akan terjadi keadaan
malnutrisi yang lebih parah lagi. Banyak gejala kelinis yang kurang sepesifik, maka

penentuan kimia faali dapat lebih banyak menolong untuk menentukan kekurangan gizi
yang sepesifik.
2.8.4 Biofisik
2.8.4.1 Pengertian
Penerapan suatu gizi secara biofisik adalah metode penerapan suatu gizi dengan melihat
kemampuan fungsi (khususnya jaringan) dan melihat perubahan setruktur dari jaringan.
2.8.4.2 Penggunaan
Umumnya dapat di gunakan dalam situasi tertentu seperti kejadian buta senja epidemik
(epidemic of night blindnes). Cara yang di gunakan adalah tes adaptasi gelap.
2.9 Penilaian Status Gizi Secara Tidak Langsung
Penilaian status gizi secara tidak langsung dapat di bagi tiga yaitu: survei konsumsi
makanan, statistik fital dan faktor ekologi. Pengertian dan penggunaan metode ini akan di
uraikan sebagai berikut:
2.9.1 Survei konsumsi makan
2.9.1.1 Pengertian
Survei konsumsi makan adalah metode penentuan status gizi secara tidak langsung
dengan melihat jumlah dan jebis zat gizi yang dikonsumsi.
2.9.1.2 Penggunaan
Pengumpulan data konsumsi makanan dapat memberikan gambaran konsumsi berbagai
zat gizi pada masyarakat, keluarga,dan individu. Survei ini dapat mengidentifikasi
kelebihan dan kekurangan suatu zat gizi.
2.9.2 Statistik Vital
2.9.2.1 Pengertian
Pengukuran status gizi dengan statistik Vital adalah dengan menganalisa data beberapa
statistik kesehatan seperti angka kematian berdasarkan umur, angka kesakitan dan
kematian akibat kelebihan dan kekurangan gizi
2.9.2.2 Penggunaan
Penggunaannya dipertimbangkan sebagai bagian dari indikator tidak langsung
pengukuran status gizi pada masyarakat
2.9.3 Faktor Ekolog
2.9.3.1 Pengertian
Bengoa mengungkapkan bahwa malnutrisi merupakan ekolgi sebagai hasil interaksi
beberapa faktor fisik, biologis dan lingkungan budaya. Jumlah makanan yang tersedia
sangat tergantung dari keadaan ekologi seperti tanah, iklim, irigasi dan lain-lain.
2.9.3.2 Penggunaan
Pengukuran faktor ekologi dipandang sangat penting untuk mengetahui penyebab
malnutrisi di masyarakat sebagai dasar untuk menentukan progam intervensi gizi
(schrismaw, 1964).
2.10 Keuntungan dan Kelemahan Metode Antropometri
2.10.1 Pengertian Antropometri
Antropometri berasal dari kata anthropos dan metros. Anthropos artinya tumbuh dan

metros artinya ukuran. Jadi Antropometri adalah ukuran dari tubuh. Pengertian ini
bersifat sangat umum sekali. Dari kefnisi tersebut di atas dapat di tarik pengertian bahwa
antropometri gizi adalah berhubungan dengan berbagi macam pengukuran dimensi tubuh
dan komposisi tubuh dari berbagi tingkat umur dan tingkat gizi. Berbagai jenis ukuran
tubuh antaralain: berat badab, tinggi badan, lingkar lengan atas dan tebal lemak di bawah
kulit. Antropometri sangat umum di gunakan untuk mengukur suatu gizi dari berbagai
ketidak seimbangan antara asupan protein dan energi. Gangguan ini biasanya di lihat dari
pola pertumbuhan fisik dan proporsi jaringan tubuh seperti lemak, otot dan jumlah air
pada tubuh
2.10.2 Keunggulan antropometri
2.10.2.1 Prosdurnya sederhana, aman dan dapat dilakukan dalam jumlah sampel yang
besar
2.10.2.2 Relatif tidak membutuhkan tenaga ahli, tetapi cukup dilakukan oleh tenaga yang
sudah dilatih
2.10.2.3 Alatnya murah, mudah dibawa, tahan lama, cepat dipesan dan dibuat didaerah
setempat
2.10.2.4 Metode ini tepat dan akurat, karena dapat dibakukan
2.10.2.5 Dapat mendeteksi status gizi dimasa lampau
2.10.2.6 Umumnya dapat mendeteksi status gizi sedang, kurang, baik dan lebih. Karena
ada ambang batas yang jelas.
2.10.3 Kelemahan antropometri
Disamping keunggulan metode antropometri, terdapat pula kelemahanmetode
Antropometri, diantaranya adalah:
2.10.3.1 Tidak sensitif, metode ini tidak dapat mendeteksi status gizi dengan singkat,
disamping itu tidak dapat menetukan kekurangan salah satu zat
2.10.3.2 Faktor diluar gizi (penyakit, genetik,dan penurunan gangguan penggunaan
energi) dapat menurunkan spesifikasi da sensitivitas pengukuran Antropometri
2.10.3.3 Kesalahan yang terjadi pada saat pengukuran dapat mempengaruhi presisi,
akurasi, dan validasi pengukuran.
2.10.3.4 Kesalahan ini terjadi karena
2.10.3.4.1 Pengukuran
2.10.3.4.2 Perubahan hasil pengukuran baik fisik maupun komposisi jaringan.
2.10.3.4.3 Analisis dan sumsi yang keliru
2.10.3.5 Kesalahan biasanya berhubungan dengan:
2.10.3.5.1 Latihan petugas yang tidak cukup
2.10.3.5.2Kealahan alat atau alat tidak tera
2.10.3.5.3 Kesulitan pengukuran
2.11 Jenis Parameter
Antropometri sebagai indikator status gizi dapat dilakukan dengan mengukur beberapa
parameter. Parameter adalah ukuran tunggal dari tubuh manusia, antara lain: umur, berat
badan, tinggi badan, lingkar lengan atas, lingkar kepala, lingkar dada, lingkar pinggul,
dan tebal lemak dibawah kulit dibawah ini akan diterangkan sebagaian parameter
tersebut:

2.11.1 Umur
Faktor umur sangat penting dalam menentukan status gizi, kesalahan menetukan umur
akan menyebabkan interpretasi status gizi yang salah. Hasil pengukuran berat badab dan
tinggi badan yang akurat, menjadi tidak berarti bila penentuan umur salah. Menurut
Puslitbang Gizi Bogor (1980), batasan umur yang digunakan adalah tahun umur penuh
dan untuk anak umur 0-2 tahun digunakan bulan usia penuh, contoh tahun usia penuh
(anak umur 7 tahun 5 bulan dihitung 7 tahun) dan bulan usia penuh (anak umur 5 bulan 8
hari dihitung 5 bulan).
2.11.2 Berat Badan
Berat bada merupakan ukuran antrpometeri yang penting dan paling sering digunakan
pada bayi baru lahir (neonatus). Berat badan digunakan untuk mendiagnosa bayi normal
atau BBLR. Pada masa bayi/balita berat badan dapat digunakan untuk melihat laju
pertumbuhan fisik maupun status gizi, kecuali terdapat kelainan fisik seperti dehidrasi,
asietas, tumor dan adanya edema. Disamping itu pula berat baab dapat digunakan sebagai
dasar penghitungan dosis obat dan makanan. Berat badan menggambarkan jumlah dari
protein, lemak, mineraldan air pada tulang. Pada remaja lemak tubuh cenderung
meningkat, dan protein otot menurun. Pada orang dewasa edema dan asites terjadi
penambahan cairan pada tubuh
2.11.3 Tinggi Badan
Tinggi badan sangat penting untuk menentukan keadaan masa lalu dan sekarang, jika
umur tidak diketahui dengan tepat. Disamping itu tinggi bvadab menjadi ukuran yang
sangat penting kedua. Karena dengan menghubungakan tinggi badan dan berat baab
faktor umur dapat diabaikan.
2.12 Indeks Antropometri
Parameter antropometri merupakan dasar dari pengukuran status gizi. Kombinasi dari
beberapa parameter disebut indeks Antropometri. Beberapa indeks telah diperkenalkan
dalam diseminarkan antropometri tahun 1975. di Indonesia ukuran baku hasil pengukuran
dalam negeri belum ada, maka untuk tingi badan dan berat badan digunakan buku Havard
yang disesuaikan dengan keadaan di Indonesia. Dalam pengukuran indeks antropometri
sering terjadi kerancuan, hal ini akan mempenngaruhi interpretasi status gizi yang keliru.
Masih banyak diantara pakar yang berkecimbung di bidang gizi belum mengerti makna
dari beberapa indeks antropometri. Beberapa indeks antropometri yang sering digunakan
adalah berat badan menurut umur (BB/U), tinggi badan menurut umur (TB/U), dan berat
badan menurut tinggi badan (BB/TB) berikut adalah penjelasannya:
2.12.1 Berat badan menurut umur (BB/U)
Berat badan adalah salah satu parameter yang membrikan gambaran masa tubuh. Masa
tubuh sangat sensitif terhadap perubahan-perubahan yang mendadak, misalnya terseranng
penyakit infeksi, menurunnya nafsu makan atau menurunnya jumlah makanan yang
dikonsumsi. Berat badan adalah parameter antropometri yang sangat labil. Dalam
keadaan normal, dimana keadaan kesehatan sangat baik dan keseimbangan antara
konsumsi dan kebutuhan gizi terjamin, makan berat badan berkembang mengikuti
pertambahan umur. Sebaliknya keadaan berat badan yang abnormal, terdapat dua

kemungkinan perkembangan berat badan, yaitu dapat berkembang cepat atau lambat dari
keadaan normal. Berdasarkan karakteristik berat badan ini, maka indeks berat badan
menurut umur digunakan sebagai salah satu cara pengukuran status gizi . mengingat
karakteristik berat badan yang labil, maka BB/U lebih menggambarkan status gizi
seseorang saat ini (current nutricional status)
2.12.1.1 Kelebihan Indeks Berat badan menurut umur
2.12.1.1.2 Lebih mudah dan cepat dimengerti oleh masyarakat umum
2.12.1.1.3 Baik untuk mengukur gizi akut dan kronis
2.12.1.1.4 Berat badan dapat berfluktasi
2.12.1.1.5 Sangat sensitif terhadap perubahan kecil
2.12.1.1.6 Dapat mendeteksi kegemukan
2.12.1.2 Kelemahan indeks berat badan menurut umur
2.12.1.2.1 Dapat menyebabkan interprestasi yang keliru jika terdapat edeme dan asites.
2.12.1.2.2 Di daerah pedesaan yang masih terpencil dan sangat tradisional umur sering
tidak dapat di deteksi.
2.12.1.2.3 Memerlukan data umur yang akurat terutama anak balita
2.12.1.2.4 Sering terjadi kesalahan pengukuran akibat anak yang bergerak saat di timbang
dan pengaruh pakaian.
2.12.2 Tinggi Badan menurut Umur (TB/U)
Tinggi badan merupakan antropometri yang menggambarkan pertumbuhan selektal
(tulang). Pada keadaan normal, tinggi badan tumbuh seiring dengan bertambahnya umur.
Pertumbuhan tinggi badan tidak seperti pertumbuhan berat badan, relatif kurang sensitif
terhadap status gizi dalam waktu pendek. Pengaruh defisiensi zat gizi terhadap tinggi
badan sangat lama pengaruhnya. Berdasarkan karakteristik tersebut diatas, maka indeks
ini menggambarkan status gizi masa lalu. Beaton dan Bengos (1973) menyatakan bahwa
indeks TB/U disamping memberikan gambaran status gizi masa lampau juga lebih erat
kaitannya dengan status sosial-ekonomi.
2.12.2.1 Keuntungan Indeks TB/U
2.12.2.1.1 Baik untuk menilai status gizi masa lalu
2.12.2.1.2 Ukuran panjang dapat dibuat sendiri dan murah harganya
2.12.2.2 Kelemahan indeks BB/U
2.12.2.2.1 Tinggi badan tidak cepat naik dan tidak mungkin turun
2.12.2.2.2 Pengukuran sulit dilakukan karena anak harus berdiri tegak
2.12.2.2.3 Ketepatan umur sulit didapat
2.12.3 Berat badan menurut tinggi badan (BB/TB)
Berat badan dengan tinggi mempunyai hubungan yang liniear. Dalam keadaan normal,
perkembangan berat badan akan searah dengan pertumbuhan tinggi badan dengan
kecepatan tertentu. Jellife pada tahun 1966 telah memperkenalkan indeks ini untuk
mengidentifikasi status gizi. Indeks TB/BB merupakan indikator yang baik untuk menilai
status gizi masa sekarang. Indeks TB/BB merupakan indeks yang indefenden terhadap
umur.
2.12.3.1 Keuntungan indeks TB/BB
2.12.3.1.1Tidak memerlukan data umur
2.12.3.1.2 Dapat membedakan proporsi badan gemuk

2.12.3.2 Kelemahan indeks BB/TB


2.12.3.2.1 Tidak menggambarkan apakah anak kependekan atau ketinggian menurut
perkembangannya karena tidak melihat umur
2.12.3.2.2 Dalam kenyataan sering mendapat kesulita dalam pengukuran berat badan dan
tinggi badan pada anak dan bayi
2.12.3.2.3 Membutuhkan dua orang untuk melakukannya
2.12.3.2.4 sering terjadi kesalahan dalam pembacaan hasil pengukuran
2.12.3.2.5 Pengukuran relatif lama
2.13 Pendidikan Sebagai Suatu Sistem
Pendidikan merupakan suatu usaha untuk mencapai suatu tujuan pendidkan. Suatu usaha
pendidikan menyangkut tiga unsur pokok, yaitu unsur masukan (in put), unsur psoses
(preces), dan unsur hasil usaha (out put). Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
(1979) menjelaskan pula bahwa pendidikan merupakan suatu sistem yang mempunyai
unsur-unsur tujuan, saaran pendidikan, peserta didik, pengelola pendidikan, struktur /
jenjang, kurikulum, dan fasilitas.
2.14 Kelembagaan, Program, dan Pengelolaan Pendidikan
Menurut UU RI No. 2 Tahun 1989, kelembagaan,program,dan pengelolaan pendidikan di
Indonesia sebagai berikut:
2.14.1 Kelembagaan Pendidikan
Ditinjau dari segi kelembagaan maka penyelenggara pendidkan di Indonesia melalui dua
jalur yaitu jalur melalui pendidikan sekolah dan jalur melalui pendidikan luar skolah.
Jalur pendidikan sekolah merupakan pendidikan sekolah melalui kegiatan belajar
mengajar secara berjenjang dan berkesinambungan, sedangkan jalur lauar pendidikan
sekolah melalui kegiatan belajar mengajar tapna harus berjenjang dan berkesinambungan.
Fungsi pendidikan luar sekolah, antara lain, memberikan beberapa kemampuan, yaitu
memberikan keahlian untuk pengembangan karier, sebegai contoh, melalui kursus
penyegaran, penetaran, seminar, lokakarya dan konfersi ilmiah; kemempuan teknia
akademis dalam suatu sestem pendidikan nasional seperti sekolah terbuka, sekolah
kejuruan, kursus-kursus tertulis, pendidikan melalui radio dan televis; kemempuan
pengembangan kehidupan keagamaan, seperti melalui pesantreni, pengajian, pendidikan
di surau atau langgar dan biara; kemempuan pengembangan kehidupan sosial budaya,
seperti teater, olahraga, seni bela diri dan lembaga-lembaga pendidikan sepiritual;
kemempuan keterampilan dan keahlian, sebagai contoh dengan melalui sistem magang
untuk menjadi ahli bangunan.
Pendidikan keluarga merupakn bagian dari jalur pendidikan luar sekolah yang di lakukan
oleh keluarga dan yang memberi keyakunan agama, nilai budaya, nilai moral dan
keterampilan.
2.15 Jenis program pendidikan
Jenis pendidikan yang termasuk jalur pendidkan sekolah terdiri daria pendidkan umum,
pendidkan kejuruan, pendidikan luar biasa, pendidikan kedinasan, pendidikan
keagamaan, pendidikan akademis dan pendidikan profesional.

2.15.1 Pendidikan umum


Pendidikan yang mengutamakan perluasan pengetehuan dan peningkatan keterampilan
peserta didik dengan pengkhususan pada tingkat akhir masa pendidikan.
2.15.2 Pendidikan kejuruan
Pendidikan yang mempersiapkan peserta didik untuk dapat bekerja pada bidang tertentu
2.15.3 Pendidikan luar biasa
Pendidikan yang khusus di selenggarakan untuk peserta didik yang menyandang keleinan
fisik atau mental.
2.15.4 Pendidikan kedinasan
Pendidikan yang berusaha meningkatkan kemampuan dalam pelaksanaan tugas
unkedinasan utuk pegawai atau calon pegawai suatu departemen pemerintah atau
lembaga pemerintahan non depertemen
2.15.5 Pendidikan keagamaan
Pendidikan yang mempersiapkian peserta didik untuk dapat menjalankan peranan yang
menuntut pengusahaan pengetahuan khusus tentang ajaran keagamaan yang
bersangkutan.
2.15.6 Pendidikan akademik
Pendidikan yan diarahkan terutama pada penguasaan ilmu pengetahuan.
2.15.7 Pendidikan prefesional
Pendidikan yang di arahkan terutama pada kesiapan penerapan keahlian tertentu
2.16 Jenjang pendidkan
Jenjang pendidikan yang termasuk pendidikan sekolah terdiri dari pendidikan dasar,
pendidikan menengah, pendidikan tinggi. Selain pendidikan di atas di selenggarakan
pendidikan pra sekolah sebagai persiapan untuk memasuki sekolah dasar.
2.16.1 Pendidikan Pra Sekolah
Pendidikan pra sekolah di selenggarakan untuk melatih dasar-dasar ke arah
pengembangan sikap, pengetahuan, keterampilan dan daya cipta yang diperluka anak
untuk hidup di lingkungan masyarakat serta memberikan bekal kemampuan dasar untuk
memasuki jenjang sekolah dasar dan pengembangan diri sesuai dengan asas pendidikan
sedini mungkin dan seumur hidup.
2.16.2 Pendidikan dasar
Pendidikan dasar diselenggarakan untuk mengembangan sikap dan kemempuan serta
memberikan kemampuan dan keterampilan dasar yang diperlukan untuk hidup dalam
masyarakat serta mempersiapkan peserta didik yang memenuhi persyaratan untuk
mengikuti pendidikan menengah. Pendidikan dasar wajib di ikuti oleh setiap warga
negara (kompulsory education). Dengan kata lain, warga negara di wajibkan menempuh
pendidikan dasar yang dapat membekali dirinya dengan penegetahuan dasar, nilai dan
sikap dasar, serta keterampilan dasar. Pendidikan dasar juga dapat di laksanakan melalui
sekolah-sekolah agama, serta melalui pendidikan luar sekolah. Sekarang akan di
laksanakn pendidikan dasar selama 9 tahun untuk seluruh bangsa indonesia.
2.16.3 Pendidikan menengah
Pendidikan menengah di selenggarakan untuk melanjutjan dan meluaskan pendidikan
dasar derta menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki
kemampuan lebih lanjut dalam dunia kerja atau pendidikan tinggi. Pendidikan menengah

terdiri dari pendidikan umum, pendidikan kejuruan, pendidikan luar biasa, pendidikan
kedinasan dan pendidikan keagamaan. Fungsi pendidikan menengah umum
mempersiapkan peserta didik untuk mengikuti pendidikan tinggi. Fungsi pendidikan
menegah kejuruan adalah mempersiapkan peserta didik untuk memasuki lapangan kerja
sesuai dengan pendidikan kejuruan yang di ikutinya, atau untuk mengikuti pendidikan
kefropesian pada tingkat kependidikan tinggi.
2.16.4 Pendidikan tinggi
Pendidikan tinggi merupakan lanjutan pendidikan menengah yang di selenggarakan
untuk menyiapkan peserta untuk menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan
akaremik dan atu fropesional yang dapat menerapkan, pengembangan dan atau
penciptakan ilmu pengetahuan, teknologi dan kesenian.
Adapun pungsi pendidikan tinggi antara lain adalah :
2.16.4.1 Menerapkan dan menerangkan peradaban, ilmu, teknologi dan seni, serta ikut
membangun manusia indonesia seutuhnya, untuk itu pendidikan tinggi melaksanakn misi
tridarmanya, yaitu darma pendidikan, penelitian, dan mengebdi pada masyarakat;
2.16.4.2 Menghasilkan tenaga-tenaga yang berbudi luhur, yan bertakwa kehadirat tuhan
yang maha esa, bermoral pancasila dalam arti mampu menghayati dan mampu
mengamalkanya
2.16.4.3 Menghasilkan tenaga-tenaga yang terampil, menguasai ilmu dan teknologi
sesuai dengan kebutuhan pembangunan.
Satuan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan tinggi di sebut perguruan tinggi
yang dapat berbentuk akademik, politeknik, sekolah tinggi, institut dan universitas.
Akademik merupakan perguruan tinggi yang menyelanggarakan pendidikan terpapan
dalam satu cabang atau sebagian cabang ilmu pengetahuan, teknologi atau kesenian
tertentu.Poloteknis merupakan perguruan tinggi yang menyelengggarakan pendidikan
terpapan dalam sejumlah pengetahuan khusus.Sekolah tinggi merupakan perguruan tinggi
yang menyelenggarakan pendidikan akademik atau profesional dalam suatu di siplin ilmu
tertentu.
Insitut merupakan perguruan tinggi yang terdiri atas sejumlah fakultas yang
menyelenggarakan pendidikab akademik dan atau profesional dalam skelompok disiplin
ilmu tertentu.universitas merupakan perguruan tinggi yang terdiri atas sejumlah fakultas
yang menyelenggarakan pendidikan akademik dan atau profesional dalam sejumlah
disiplin ilmu tertentu.
Lalu syarat-syarat dan tata cara pendidikan, setruktur perguruan tinggi dan
meneyelenggarakan pendidikan tinggi di tetapkan dalam peraturan pemerintah.
Pendidikan tinggi terdiri atas pendidikan akademik dan pendidikan profesional. Sekolah
tinggi, institut dan universitas menyelenggarakan pendidikan akademik dan atau
profesional. Akademi dan politeknik menyelenggarakan pendidikan profesional.
BAB III
METODE PENILITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Sesuai dengan tujuan yang akan diteliti, maka jenis penelitian yang di gunakan adalah
cross sectional, penelitian non-eksperimen dalam rangka mempelajari dinamika kerolasi
antara faktor fator resiko dengan efek yang berupa penyakit atau status. Penulis ingin

mengetahui ada tidaknya hubungan antara Karakteristik (Pendidikan,Pekerjaan dan Usia)


ibu dengan status gizi pada balita (Dr. Ahmad Watik Praktiknya, 1986:16
3.2 Variabel & Hipotesa penelitian
3.2.1 Variabel Independen
Variabel Independen, yaitu variabel yang dapat mempengaruhi atau merubah variabel
lain. (Prakriknya, 2007). Adapun variabel Independen dalam penelitian ini adalah
Pendidikan Ibu, Pekerjaan Ibu dan Usia Ibu dengan cara ukur kuisioner dengan akala
Ordinal kecuali pekerjaan Nominal
3.2.1.1 Pendidikan ibu dikatagorikan
3.2.1.1.1 SMU-S1
3.2.1.1.2 SD-SMP
3.2.1.2 Pekerjaan ibu dikatagorikan
3.2.1.2.1 Bekerja
3.2.1.2.2 Tidak Bekerja
3.2.1.3 Umur ibu dikatagorikan
3.2.1.3.1 Tidak Beresiko 20-35 tahun
3.2.1.3.2 Beresiko 35 tahun
3.2.2 Variabel Dependen
Variabel Dependen adalah variabel yang berubah karena pengaruh variabel independen.
Adapun variabel dependen dalam peneiltian ini adalah status gizi.
Status gizi balita dikatagorikan
3.2.2.1 status gizi Lebih dan Baik
3.2.2.2 status gizi Kurang dan sedang
3.2.2.3 statuis gizi Buruk
3.2.3 Hipotesa
Berdasarkan uraian variabel diatas terdapat hubungan antara karaktertistik ibu dengan
status gizi pada balita
H o : tidak ada hubungan antara karakteristik ibu dengan status gizi balita
H a : ada hubungan antara karakteristik ibu dengan status gizi balita
3.3 Populasi dan Sampel
3.3.1 Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas; obyek/subyek yang mempunyai
kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari, tetapi
meliputi seluruh karakteristik atau sifat yang dimiliki oleh subyek atau obyek itu.
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu yang mempunyaii anak balita di wilayah
kerja UPTD Puskesmas DTP Cidahu dengan jumlah Balita mencapai 3362.
3.3.2 Sampel
Sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh poluasi. Jumlah
sampel dalam penelitian ini adalah 97 ibu yang mempunyai anak balita yang ada di
wilayah kerja UPTD Puskesmas Cidahu yang tersebar di 12 desa di wilayah kecamatan
Cidahu.

Selanjutnya untuk menentukan besar sampel variabel ini ditentukan dengan rumus :
Slovin dalam Notoatmodjo
Keterangan
n = besar sampel
N = besar populasi
d = tingkat kepercayaan 10% (0,1)
hasil penghitungan sampel :
N
n=
1+N (d) 2
3362
n=
1 + 3360 (0.1) 2
3362
n=
1 + 3362 (0.01)
3362
n=
1 + 33.62
3362
n=
34.62
n = 97
Sampel dalam penelitian ini adalah 97ibu yang mempunyai balita yang tersebar di 12
Desa di wilayah kerja UPTD Puskesmas DTP Cidahu Kabupaten Kuningan
3.3.3 I nstrumen Penelitian
Pada prinsipnya meneliti adalah melakukan pengukuran terhadap fenomena sosial
maupun alam. Meneliti dengan mengambil data yang sudah ada lebih tepat kalau
dinamakan membuat laporan dari pada melakukan penelitian. Jadi instrumen penelitian
adalah suatu alat yang digunakan untuk mengukur fenomena alam maupun sosial yang
diamati. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa angket dari pertanyaan
pertanyaan terbuka. Instrumen yang digunakan pada penelitian ini adalah menggunakan
kuesioner, yaitu memberikan seperangkat pertanyaan kepada responden untuk diisi.
3.4 Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan cara meminta responden mengisi instrumen berupa
kuisioner yang telah ditetapkan sebagai instrumen penelitian. Kuisioner tersebut berisi
pernyataan tentang biodata responden yang bersifat data pengkajian. Data Sekunder yang
diperoleh sebagai pendukung hasil penelitian, sumber data sekunder diperoleh dari

catatan, literatur, artikel dan tulisan ilmiah yang relevan dengan topik penelitian yang
dilakukan, dalam penelitian ini data sekunder diperoleh dari hasil pencatatan
penimbangan posyandu
3.5 Analisa data dan Pengolahan data
Setelah terkumpul data diolah dan dianalisa secara univariat dan bivariat untuk
mengetahui hubungan antara pendidkan, pekerjaan dan usia ibu dengan status gizi pada
balita di wilayah kerja UPTD Puskesmas DTP Cidahu
Pengolahan dan analisa data dilakukan dengan menggunakan langkah langkah sebagai
berikut :
3.5.1 Coding
Memberi tanda pada masing masing jawaban dengan kode berupa angka, sewlanjutnya
dimasukkan ke dalam lembaran tabel kerja untuk mempermudah pengolahan.
3.5.2 Tabulating
Kegiatan atau langkah memasukan data data hasil penelitian kedalam tabel sesuai
kriteria.
3.5.3Editing
Kegiatan atau langkah memasukan data data hasil penelitian kedalam tabel sesuai
kriteria.
3.5.4Analisis
Analisa data untuk mengidentifikasi ada tidaknya hubungan antara karakteristik ibu
dengan status gizi di wilayah kerja UPTD Puskesmas DTP Cidahu. Analisa data
dilakukan dengan dua cara yaitu:
3.5.4.1 Analisa Univariat
Setelah data diolah, masing-masing variable dimasukan kedalam data tabel distribusi
frekuensi, kemudian dapat juga dicari prosentase dan mean dari data tersebut. Rumus
yang digunakan :
p = f x 100%
N
X = f x 100%
N
Keterangan :
f = Frekuensi
N = Jumlah responden
n = Jumlah responden sampel
penilaian status gizi pada balita
Status gizi balita dikatagorikan
3.5.4.1.1 status gizi Lebih dan Baik
3.5.4.1.2 status gizi Sedang dan Kurang
3.5.4.1.3 statuis gizi Buruk

Dikatakan status gizi baik atau status gizi optimal terjadi bila tubuh memperoleh cakupan
zat zat gizi yang digunakan secara efesian, sehingga memungkinkan pertumbuhan fisik,
perkembangan otak, kemampuan kerja dan kesehatan secara umum pada tinngkat
setinggi mungkin (Almastier 2001:9).
3.5.4.2 Analisa Bivariat
Mempunyai tujuan untuk melihat hubungan antara karakteristik Ibu, dengan status gizi
pada balita serta dilanjutkan kedalam tabel silang untuk menganalisa hubungan diantara
variabel indefenden dengan variabel defenden, kemudian dilakukan uji statistik dengan
menggunakan uji Chi Square dengan derajat kemaknaan 95 %. Kemudian untuk melihat
hasil kemaknaan perhitungan statistik dengan cara membandingkan nilai X2 dengan =
0,05 bila t tabel maka terdapat hubungan yang bermakna antara variabel indefenden
dengan variabel defenden, rumus Chi Square tersebut adalah sebagai berikut :
X2 = fo fh
fh
Keterangan:
X2 : Chi kuadrat
Fo : Frekuensi yang diobservasi
Fh : Frekuensi yang diharapkan
Pengujian syarat hipotesis
X2 : Hitung X2 tabel kesimpulan Ho ditolak
X2 : Hitung X2 tabel kesimpulan Ho diterima
dk = (b-1) (k-1)
Keterangan :
dk : Derajat Kemaknaan
k : Jumlah kolom
d : Jumlah baris
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Data Demografi
4.1.1 Luas Wilayah
4.1.1.1 Pemukiman : 2.675.2 Ha
4.1.1.2 Sawah : 668.8 Ha
4.1.2 Batas-batas
4.1.2.1 Utara : Kabupaten Cirebon
4.1.2.2 Timur : Kabupaten Cirebon
4.1.2.3 Barat : Kecamatan Kalimanggis
4.1.2.4 Selatan : Kecamatan Luragung
4.1.3 Jumlah Desa dan Wilayah Administrasi
Jumlah Desa pada wilayah kerja UPTD Puskesmas DTP Cidahu berjumlah 12 Desa,
diantaranya :
4.1.3.1 Desa Cihideunggirang

4.1.3.2 Desa Cihideung hilir


4.1.3.3 Desa Nanggela
4.1.3.4 Desa Cidahu
4.1.3.5 Desa Kertawinangun
4.1.3.6 Desa Datar
4.1.3.7 Desa Bunder
4.1.3.8 Desa Cieurih
4.1.3.9 Desa Cibulan
4.1.3.10 Desa Legok
4.1.3.11 Desa Jatimulya
4.2 Hasil Penelitian
Dalam bab ini akan diuraikan hasil penelitian Berdasarkan penelitian yang dilakukan
terhadap ibu yang mempunyai anak usia 1-5 tahun di wilayah kerja UPTD Puskesmas
DTP Cidahu Kabupaten Kuningan. Dalam Penelitian ini Penulis menggunakan sample 97
ibu yang mempunyai balita dari populasi 3362 ibu yang mempunyai balita. Dalam
penghitungan sample penulis menggunakan Random sampling dengan setiap ibu dari 12
Desa mempunyai kesempatan yang sama untuk dijadikan sample, dalam skripsi ini
terdapat dua Variabel yang saling dikaitan yang nantinya oleh penulis akan dicari ada
tidak adanya hubungan dari kedua variable itu. Data dari masing-masing variable akan
disajikan dalam betuk table supaya dapat dengan mudah mebacanya, dan penulis juga
akan menguraikannya dalam bentuk narasi.
4.2.1. Analisis hasil penelitian
4.2.1.1 Pekerjaan
Tabel 1
Distribusi Frekuensi Pekerjaan Ibu di UPTD Puskesmas DTP Cidahu
Pekerjaan Jumlah Persentase
Bekerja 7 7.2%
Tidak Bekerja 90 92.8%
Total 97 100%
Berdasarkan hasil analisis pada tabel 1 dapat terlihat dari 97 responden distribusi
pekerjaan ibu yang paling banyak adalah ibu dengan tidak bekerja atau pekerjaanya
hanya sebagai IRT sebanyak 90 orang (92.8%).
4.2.1.2. Pendidikan
Tabel 2
Distribusi Frekuensi Pendidikan Ibu di UPTD Puskesmas DTP Cidahu
Pendidikan Jumlah Persentase
Baik 8 8.2%
Kurang 89 91.8%
Total 97 100%

Berdasarkan hasil analisis pada tabel 2 dapat terlihat dari 97 responden distribusi
frekuensi pendidikan ibu yang paling banyak di wilayah kerja Puskesmas Cidahu adalah
Rendah atau kurang Sebanyak 89 orang (91.8%).
4.2.1.3. Umur
Tabel 3
Distribusi Frekuensi Umur Ibu di Puskesmas Cidahu
Umur Jumlah Persentase
Tidak Beresiko
(20-35) thn 89 91.8%
Resiko
(35) thn 8 8.2%
Total 97 100%
Berdasarkan dari hasil analisis pada tabel 3 dapat terlihat dari 97 responden distribusi
frekuensi umur ibu paling banyak yang berada di Puskesmas Cidahu adalah umur ibu 2035 tahun sebanyak 89 orang (91.8%).
4.2.1.4 Status Gizi
Tabel 4
Distribusi Frekuensi Status Gizi Anak di Puskesmas Cidahu
Status Gizi Jumlah Persentase
Gizi Baik
(status Gizi lebih dan Baik) 85 87.6%
Gizi Kurang
(status gizi sedang dan kurang) 12 12.4%
Gizi Buruk 0 0%
Jumlah 97 100%
Berdasarkan dari hasil analisis pada tabel 4 dapat terlihat dari 97 responden, distribusi
frekuensi status gizi balita paling banyak yang berada di Puskesmas Cidahu adalah status
gizi Baik yaitu sebanyak 85 orang (87.6%), sedangkan gizi kurang hanya 12 balita
(12.4%) dan gizi buruk tidak ditemukan.
4.2.2 Univariat
4.2.2.1 Distribusi Frekuensi Deskristif Status Gizi dengan Pekerjaan Ibu
Tabel 5
Distribusi Frekuensi Gambaran Status Gizi Anak Balita berdasarkan Pekerjaan ibu di
Puskesmas Cidahu
Pekerjaan Ibu Status Gizi Balita Total
Baik Kurang
Bekerja 7 (100%) 0 7 (100%)

Tidak Bekerja 78 (86.7%) 12 (13.3%) 90 (100%)


Total 85 (87.6%) 12 (12.4%) 97 100%)
Dari tabel diatas dapat disimpulkan. Dari sampel 97 ibu yang mempunyai balita dengan
Ibu yang tidak bekerja sebanyak 90 Ibu dan Ibu dengan bekerja sebanyak 7 Ibu, ternyata
ibu yang tidak bekerja yang lebih banyak memiliki anak balita dengan status gizi baik
sekitar 78 (86.7%)
4.2.2.2 Distribusi Frekuensi Deskristif Status Gizi dengan Pendidikan Ibu
Tabel 6
Distribusi frekuensi gambaran status gizi Balita berdasarkan Pendidikan ibu di
Puskesmas Cidahu
Pendidikan Ibu Status Gizi Balita Total
Baik Kurang
Baik 8 (100%) 0 (%) 8 (100%)
Kurang 77 (86.5%) 12 (13.5%) 89 (100%)
Total 85 (87.6%) 12 (12.4%) 97 (100%)
Dari tabel diatas dapat disimpulkan. Dari sampel 97 ibu yang mempunyai balita dengan
Ibu yang berpendidikan kurang sebanyak 89 Ibu dan Ibu dengan pendidikan baik
sebanyak 8 Ibu, ternyata ibu yang berpendidikan kurang yang lebih banyak memiliki
anak balita dengan status gizi baik sekitar 77 Ibu
4.2.2.3 Distribusi Frekuensi Deskristif Status Gizi dengan Pendidikan Ibu
Tabel 7
Distribusi frekuensi gambaran status gizi
anak usia 1-5 tahun berdasarkan Usia ibu di Puskesmas Cidahu
Usia ibu Status Gizi Balita Total
Baik Kurang
Tidak Beresiko
(20-35) thn 79 (88.8%) 10 (11.2%) 89 (100%)
Beresiko
(35) thn 6 (75%) 2 (25%) 8 (100%)
Total 85 (87.6%) 12 (12.4%) 97 (100%)
Dari tabel diatas dapat disimpulkan. Dari sampel 97 ibu yang mempunyai balita dengan
Ibu yang berusia Tidak resiko (20-35) thn sebanyak 89 Ibu dan Ibu dengan usia beresiko
(35) thn sebanyak 8 Ibu, ternyata ibu yang berusia tidak resiko (20-35) thn yang lebih
banyak memiliki anak balita dengan status gizi baik sekitar 79 (88.8%)
4.2.2.3 Bivariat
4.2.2.3.1 Hubungan Pekerjaan Ibu dengan status gizi balita di UPTD Puskesmas DTP
Cidahu
Tabel 8

Pekerjaan Ibu Status Gizi balita Total PValue


Baik Kurang 0.591
Bekrja 7 (100%) 0 (%) 7 (100%)
Tidak Bekerja 78 (86.7%) 12 (13.3%) 90 (100%)
Total 85 (87.6%) 12 (12.4%) 97 (100%)
Dari tabel diatas dapat disimpulkan. Dari sampel 97 ibu yang mempunyai balita dengan
Ibu yang bekerja sebanyak 7 Ibu dan Ibu dengan tidak bekerja sebanyak 90 Ibu, ternyata
ibu yang tidak bekerja yang lebih banyak memiliki anak balita dengan status gizi baik
sekitar 78 (86.7%). Setelah dilakukan penghitungan dengan program SPSS didapat P =
0.591 dengan P>=0.005 yang artinya tidak ada hubungan yang signifikan antara
pekerjaan ibu dengan status gizi balita di wilayah kerja UPTD Puskesmas DTP Cidahu.
4.2.2.3.2 Hubungan Pendidikan Ibu dengan status gizi balita di UPTD Puskesmas DTP
Cidahu
Tabel 9
Pendidikan Ibu Status Gizi balita Total PValue
Baik Kurang 0.590
Baik 8 (100%) 0 (%) 8 (100%)
Kurang 77 (86.5%) 12 (13.5%) 89 (100%)
Total 85 (87.6%) 12 (12.4%) 97 (100%)
Dari tabel diatas dapat disimpulkan. Dari sampel 97 ibu yang mempunyai balita dengan
Ibu yang berpendidikan kurang sebanyak 89 Ibu dan Ibu dengan pendidikan baik
sebanyak 8 Ibu, ternyata ibu yang berpendidikan kurang yang lebih banyak memiliki
anak balita dengan status gizi baik sekitar 77 (86.5%). Setelah dilakukan penghitungan
dengan program SPSS didapat P = 0.590 dengan P>=0.005 yang artinya tidak ada
hubungan yang signifikan antara pendidikan ibu dengan status gizi balita di wilayah kerja
UPTD Puskesmas DTP Cidahu.
4.2.2.3.3 Hubungan usia Ibu dengan status gizi balita di UPTD Puskesmas DTP Cidahu
tabel 10
Usia Ibu Status Gizi balita Total PValue
Baik Kurang 0.257
Tidak beresiko
(20-35) thn 79 (88.8%) 10 (11.2%) 89 (100%)
Beresiko
35) thn 6 (75.0%) 2 (20%) 8 (100%)
Total 85(87.6%) 12 (12.4%) 97 (100%)
Dari tabel diatas dapat disimpulkan. Dari sampel 97 ibu yang mempunyai balita dengan
Ibu yang berusia tidak beresiko sebanyak 89 Ibu dan Ibu dengan usia beresiko sebanyak 8
Ibu, ternyata ibu yang tidak beresiko yang lebih banyak memiliki anak balita dengan
status gizi baik sekitar 79 (88.8%)Ibu. Setelah dilakukan penghitungan dengan program
SPSS didapat P = 0.257 dengan P>=0.005 yang artinya tidak ada hubungan yang

signifikan antara usia ibu dengan status gizi balita di wilayah kerja UPTD Puskesmas
DTP Cidahu.
4.3 Pembahasan
4.4.1 Hubungan antara pekerjaan ibu dengan status gizi balita di UPTD Pusksmas DTP
Cidahu
Dilihat dari tabel 4.2.2.3.1, dapat disimpulkan. Dari sampel 97 ibu yang mempunyai
balita dengan Ibu yang bekerja sebanyak 7 Ibu dan Ibu dengan tidak bekerja sebanyak 90
Ibu, ternyata ibu yang tidak bekerja yang lebih banyak memiliki anak balita dengan status
gizi baik sekitar 85 Ibu. Setelah dilakukan penghitungan dengan program SPSS didapat P
= 0.591 dengan P>=0.005 yang artinya tidak ada hubungan yang signifikan antara
pekerjaan ibu dengan status gizi balita di wilayah kerja UPTD Puskesmas DTP Cidahu.
Sosok seorang ibu tidak dapat dipisahkan dengan balita, apa yang terjadi dan bagaimana
jadinya seorang balita (anak) semua itu kuat hubungannya dengan seorang ibu. Kondisi
ibu baik itu kesehatanya, pengatahuannya dan yang lainnya akan berdampak langsung
pada kondisi anaknya. Kondisi seorang anak yang di bahas dalam hal ini adalah status
gizi anak. Status gizi anak juga sama halnya dengan kondisi yang lain, yaitu dipengaruhi
oleh kondisi ibunya sendiri. Status gizi anak akan baik jika perhatian ibu secara penuh
berfokus bagaimana caranya supaya asupan gizinya adekuat sehingga anaknya sehat.
Untuk mewujudkannya tentunya harus bayak waktu dari seorang ibu untuk anaknya.
Sehingga sekecil apapun perubahan fisik yang mengarah ke kekurangabn suatu zat gizi
akan terdeteksi decara dini, sehingga ibu yang tidak bekerja akan lebih banyak waktu
dengan balitanya dibanding ibu yang bekerja. Menurut Notoatmodjo, balita yang
mengalami kekurangan suatu zat gizi lebih sering disebabkan ibu yang kurang perhatian
terhadap balitanya dengan alasan sibuk mengurus pekerjan. Dilihat dari hasil penelitian di
wilayah kerja UPTD Puskesmas DTP Cidahu antara ibu yang bekerja dan tidak bekerja
sama-sama memiliki balita dengan status gizi baik, hal ini diperkuat dengan hasil
perhitungan SPSS yang menyatakan tidak adanya hubungan yang signifikan antara
pekerjaan ibu dengan status gizi. Ibu yang bekerja dan ibu yang tidak bekerja
pengaruhnya terhadap status gizi balita bukan dari bekerja atu tidak bekerja tetapi dari
bagaimana memenejement waktu, walaupun waktu bersama balita hanya sedikit tapi
berkualitas itu lebih baik dari pada banyak waktu bersama anak tetapi tidak ada gunanya.
4.4.2 Hubungan antara Pendidikan ibu dengan status gizi balita di UPTD Pusksmas DTP
Cidahu
Dari tabel 4.2.2.3. dapat disimpulkan. Dari sampel 97 ibu yang mempunyai balita dengan
Ibu yang berpendidikan kurang sebanyak 89 Ibu dan Ibu dengan pendidikan baik
sebanyak 8 Ibu, ternyata ibu yang berpendidikan kurang yang lebih banyak memiliki
anak balita dengan status gizi baik sekitar 77 Ibu. Setelah dilakukan penghitungan dengan
program SPSS didapat P = 0.590 dengan P>=0.005 yang artinya tidak ada hubungan
yang signifikan antara pendidikan ibu dengan status gizi balita di wilayah kerja UPTD
Puskesmas DTP Cidahu. Pendidikan merupakan suatu hal yang penting, katena dengan
pendidikan seseorang akan mendapatkan ilmu pengetahuan yang berguna dalam
kehidupan. Orang yang memiliki ilmu pengetahuan lebih akan bebeda cara pandang
terhadap kehidupan dan pola pikir dengan orang yang kurang ilmu pengetahuannya,
maka dalam menyelesaikan suatu masalah akan berbeda dalam keputusan. Dalam
masalah status gizi anak, pendidikan dikaitkan dengan pengetahuan, sehingga ibu yang

pendidikannya tinggi maka akan mengambil keputusan yang terbaik untuk gizi anaknya
dengan pertimbangan disiplin ilmu, dibanding dengan ibu yang pendidikannya kurang hal
ini tentu akan berbeda. Menurut Notoatmodjo Bahwa pendidikan rendah menyebabkan
seseorang tidak peduli terhadap program kesehatan balitanya sendiri sehingga mereka
kurang mengenal bahaya yang terjadi. Dengan melihat dari hasil penelitian yang
diterangkan dalam table 4.2.2.3 dapat dilihat ternyata ibu dengan pendidikan kurang
ternyata banyak yang meiliki balita dengan status gizi baik, ini jelas bertentangan dengan
yang dikemukakan oleh Notoatmodjo. Dari data puskesmas tahun 2007 memang warga
Kecamatan Cidahu yang tersebar dari 12 desa rata-rata pendidikan wargnya adalah SD
dengan jumlah 7747 jiwa ( 55,71% ). Ibu yang berpendidikan rendah yang memiliki
balita dengan status gizi baik ternyata selalu mengikutu kegiatan Posyandu yang rutin
dilakukan petugas Puskesmas Cidahu. Jadi penngetahuan ibu tentang bagaimana cara
memberikan gizi yang terbaik buat anaknya ternyata didapat bukan dari pendidikan
formal tetapi dari penkes yang rutin dilakukan petugas Puskes.
4.4.3 Hubungan antara usia ibu dengan status gizi balita di UPTD Pusksmas DTP Cidahu
Dari tabel 10 dapat disimpulkan. Dari sampel 97 ibu yang mempunyai balita dengan Ibu
yang berusia tidak beresiko sebanyak 89 Ibu dan Ibu dengan usia beresiko sebanyak 8
Ibu, ternyata ibu yang tidak beresiko yang lebih banyak memiliki anak balita dengan
status gizi baik sekitar 79 (88.8%)Ibu. Setelah dilakukan penghitungan dengan program
SPSS didapat P = 0.257 dengan P>=0.005 yang artinya tidak ada hubungan yang
signifikan antara usia ibu dengan status gizi balita di wilayah kerja UPTD Puskesmas
DTP Cidahu. Usia ibu jika dikaitkan dengan status gizi anak maka benang merah
diantaranya adalah semakin tua ibu akan lebih berpengalaman untuk mengambil
keputusan asupan nutrisi anaknya, dan jika usia ibu masih kurang maka dapat dikatakan
tidak ada pengalaman yang dapat dijadikannya tolak pikir. Sangat dimungkinkan orang
tua yang masih muda dan baru mempunyai anak dan akan mempunyai pengalaman yang
berbeda dalam merawat anaknya dibandingkan dengan orangtua yang lebih tua serta
mempunyai beberapa anak dan berpengalaman dalam merawatnya (Supartini 2005).
Ternyata setelah dilakukan penelitian dan setelah data diolah didapat hasil yang
menunjukan tidak adanya hubungan antara usia ibu dengan status gizi balita, dan setelah
peneliti mengamati pola kehidupan masyarakat, disana ibu yang masih dibawah umur dan
mempunyai balita ternyata masih tinggal satu rumah dengan orang tuanya, kondisi ini
sangat dimungkinkan adanya campur tangan neneknya dalam memberikan keputusan
nutrisi bagi balita, sehingga dapat disimpulkan ibu yang masih dibawah umur tidak akan
kesulita walau tanpa pengalaman dalam mengurus anak. Sebaliknya ibu yang sudah usia
lanjut (>35) yang masih memiliki balita, mereka juga tidak lantas tidak mengurus
balitanya lantaran dirinya saja sudah tua (aktivitas terbatas). Koping yang dilakukan
adalah dengan meminta bantuan anak tertuanya atau sodaranya sehingga dapat mengurus
anaknya dengan baik, sehingga keputusan untuk menentukan asupan nutrisi anaknya ada
yang membantu.
4.4 Keterbatasan penelitian
Dalam penelitian ini dilakukan sangat singkat sehubungan dengan waktu yang tersedia
sangat sempit, dari mualai pengambilan data sampai pengolahan data hanya dalam waktu
kurang dari 2 minggu. Dalam hal ini peneliti merasa kurang memberikan informasi yang
lebih baik dan hasil dari data yang didapat juga masih kurang akurat karena hanya 97

sampel dari populasi sekitar 3000an, tapi inilah yang dapat disampaikan oleh penulis.
Semoga walaupun hanya sedikit tapi manfaatnya dapat dirasakan oleh kita semua.
LEMBAR PENGESAHAN
JUDUL :HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK IBU DENGAN STATUS GIZI
PADA BALITA DI WLAYAH KERJA UPTD PUSKESMAS DTP CIDAHU
KABUPATEN KUNINGAN
PENYUSUN : DIDI SUHEDI
NIM : 10104.02.04.006
Cirebon, 14 Juli 2008
Pembimbing Utama
Agus Setiawan, S. kep. MN
Pembimbing pendamping
Awaludin Jahid, S. kep
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pembangunan kesehatan adalah bagian dari pembangunan nasional yang bertujuan untuk
meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar
terwujud derajat kesehatan masyarakat setinggi tingginya Pembangunan kesehatan
tersebut merupakan upaya seluruh potensi bangsa Indonesia, baik masyarakat, swasta
maupun pemerintah (SKN Depkes RI 2006).
Pembangunan kesehatan pada hakekatnya adalah penyelenggaraan upaya kesehatan oleh
bangsa Indonesia untuk mencapai kemampuan hidup sehat bagi setiap penduduk agar
dapat mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang optimal sebagai salah satu unsur
kesejahteraan umum dari tujuan nasional (Depkes RI 1989).
Tujuan pembangunan bidang kesehatan tahun 2010 adalah terwujudnya manusia yang
sehat, cerdas dan produktif. Untuk mencapai tujuan tersebut, perhatian pemerintah
terletak pada peningkatan kualitas sumber daya manusia, maka derajat kesehatan
masyarakat harus ditingkatkan (Depkes RI, 2001).
Peran serta masyarakat dalam pembangunan khususnya dalam bidang kesehatan
diarahkan untuk menciptakan kemampuan hidup sehat bagi setiap penduduk dalam
rangka terwujudnya derajat kesehatan yang optimal yang diwujudkan dalam kegiatan
program pemerintah salah satunya Posyandu (Pos Pelayanan Terpadu) (Depkes RI,
1994). Upaya perbaikan gizi keluarga merupakan salah satu kegiatan posyandu bertujuan
untuk meningkatkan kemampuan keluarga dan masyarakat agar dapat menanggulangi
masalah gizi yang dihadapi (Direktorat Bina Gizi Masyarakat, 1990).
Peranan wanita dalam mengasuh dan membesarkan anak begitu penting sehingga

membuat pendidikan bagi anak perempuan khususnya menjadi lebih sangat penting dan
berarti, hal ini karena kelak akan menjadi seorang ibu. Ada hubungan yang sangat
signifikan antara tingkat pendidikan ibu dan status gizi anaknyan serta angka harapan
hidup lebih jauh, manfaat kesehatan dan gizi yang lebih baik dan tingkat fertilisasi lebih
rendah yang diakibatkan tingkat investasi dalam pendidikan mendorong produktivitas
investasi lainya (Nurulpaik, 2002).
Selain pendidikan umur juga merupakan variabel yang harus di perhatikan dalam melihat
status kesehatan sesorang, angka-angka kesakitan maupun kematian di dalam semua
keadaan menunjukan hubungan dengan umur. Umur ibu sangat berpengaruh bagaimana
ibu mengambil keputusan dalam memberikan gizi pada anak-anaknya sehingga menjadi
SDM yang berkualitas. Umur ibu sangat mempengaruhi bagaimana ibu mengambil
keputusan dalam memberikan gizi pada anaknya sehingga menjadi sumber daya manusia
yang berkualita (Dalam Purnama, 2007)
Sangat dimungkinkan orang tua yang masih muda dan baru mempunyai anak dan akan
mempunyai pengalaman yang berbeda dalam merawat anaknya dibandingkan dengan
orangtua yang lebih tua serta mempunyai beberapa anak dan berpengalaman dalam
merawatnya (Supartini 2005).
Gizi merupakan suatu hal yang penting bagi pertumbuhan dan perkembangan balita,
untuk itu lmu gizi sangat mutlak untuk diketahui bagi masyarakat terutama bagi para ibu,
secara keilmuan Gizi adalah ilmu yang mempelajari segala sesuatu tentang makanan
dalam hubungannya dengan kesehatan optimal. Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai
akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi. Status gizi di bedakan menjadi
status gizi buruk, kurang dan baik (Almastier 2001:9, 3).
Status gizi kurang terjadi bila tubuh mengalami kekurangan satu atau lebih zat-zat gizi
esensial, status gizi lebih terjadi bila tubuh memperoleh zat-zat gizi dalam jumlah
berlebihan, sehingga menimbulkan efek toksik. Baik pada status gizi kurang, maupun
status gizi lebih terjadi gangguan gizi, gangguan gizi disebabkan oleh faktor primer atau
sekunder. Primer adalah bila susunan makanan seseorang salah dalam kualitas dan
kuantitas disebabkan kurangnya penyediaan pangan, kurang baik distribusi pangan,
kemiskinan, kebiasaan makan yang salah, dan faktor sekunder meliputi semua faktor
yang menyebabkan zat-zat gizi tidak sampai di sel-sel tubuh setelah makan dikonsumsi
(Almastier, 2001:9).
Berdasarkan pelaporan tahunan di UPTD Puskesmas DTP Cidahu tahun 2007 terdapat
jumlah penderita gizi buruk 26 (0.77%), gizi kurang 288 (8.56%) gizi baik 2985
(88.78%) dan gizi lebih 66 (1.96%) dari total 3362 balita. Menurut umur balita di wilayah
kerja Puskesmas Cidahu dapat dikelompokan sebagai berikut ; usia 01 tahun dengan
jumlah balita 832 (22, 43% ), usia 13 tahun dengan julmlah balita 1527 (41,18% ), dan
usia 35 tahun 1349 (36,38% ). Latar belakang pendidikan penduduk di wilayah kerja
UPTD Puskesmas Cidahu beragam dari mulai tidak tamat SD sampai dengan tamat
Perguruan Tinggi mayoritas Tamat SD / MI dengan jumlah 7747 jiwa ( 55,71% ) dengan
persentase pendidikan paling banyak adalah lulusan SD tetapi status gizi anak balita
menunjukan persentase yang baik yaitu (88.78%) hal ini jika dikaitkan dengan pendapat
nurulpaik berlwanan, karena jika pendidikan ibu baik maka status gizi balitanya juga baik
pula dan sebaliknya. Mayoritas usia penduduk diwilayah kerja UPTD Puskesmas Cidahu
adalah anak anak dengan jumlah 6508 dari 3259 anak laki laki dan 3249 anak
perempuan, dan yang paling sedikit adalah usia 75 tahun keatas dengan prevalensi 1.87

% dengan jumlah 805 jiwa dari jumlah penduduk 42854 jiwa. (Sumber laporan tahunan
UPTD Pusksmas DTP Cidahu tahun 2007).
Berdasarkan fenomena di atas penulis tertarik ingin meneliti tentang Hubungan antara
karakteristik Ibu dengan Status Gizi pada Balita di wilayah kerja UPTD Puskesmas DTP
Cidahu.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis merumuskan masalah penelitian sebagai
berikut; Apakah ada hubungan antara karakteristik ibu dengan status gizi pada balita di
wilayah kerja UPTD Puskesmas DTP Cidahu
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan antara karakteristik ibu dengan status gizi pada balita di
wilayah kerja UPTD Puskesmas DTP CidahU
1.3.2 Tujuan Khusus
1.3.2.1 Mengetahui karakteristik Pendidikan ibu di wilayah kerja UPTD Puskesmas DTP
Cidahu
1.3.2.2 Mengatahui karakteristik Pekerjaan ibu di wilayah kerja UPTD Puskesmas DTP
Cidahu
1.3.2.3 Mengatahui karakteristik Usia ibu di wilayah kerja UPTD Puskesmas DTP
Cidahu
1.3.2.4 Mengetahui status gizi pada anak balita di wilayah kerja UPTD Puskesmas DTP
Cidahu
1.3.2.5 Mengetahui hubungan antara Karakteristik (Pendidikan, Pekerjaan dan usia) ibu
dengan status gizi pada balita di wilayah kerja UPTD Puskesmas DTP Cidahu.
1.3 Ruang Lingkup
Ruang lingkup penelitian ini mencakup aspek karakteristik ibu, dalam penelitian ini
hanya tiga karakteristik yang di bahas yaitu: Pendidikan, Pekerjaan dan Usia ibu yang
mempunyai balita yang dihubungkan dengan Status gizi di wilayah kerja UPTD
Puskesmas DTP Cidahu Kabupaten Kuningan
1.5 Manfaat Hasil Penelitian
1.5.1 Manfaat Bagi Ibu
Gizi merupakan suatu hal yang penting bagi balita, untuk itu seorang ibu dituntut untuk
memberikan gizi yang baik untuk anaknya. Penelitian ini diharapkan menjadi informasi
bagi ibu yang mengharapkan anaknya tidak mengalami gangguan gizi.
1.5.2 Manfaat Institusi Pendidikan
Penelitian ini diharapkan dapat menambah bacaan pada perpustakaan, sehingga dapat
memberikan sumbangsih ilmu gizi kepada mahasiswa yang membutuhkan. Penulis
berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi yang membutuhkan.
1.5.3 Manfaat UPTD Puskesmas DTP Cidahu
Penelitian ini dapat menjadi sumber informasi pada puskesmas cidahu untuk lebih
meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, terutama dalam upaya meningkatkan angka
gizi baik lebih banyak dan menekan angka status gizi kurang lebih kecil lagi.

1.5.4 Manfaat Bagi Ilmu Keperawatan


Penelitian ini bagi keperawatan diaharapkan dapat menjadi informasi dan masukan dalam
memberikan pendidikan kesehatan tentang status gizi pada anak khususnya topik gizi
kurang, dengan harapan dapat meningkatkan pelayanan kesehatan yang optimal dan
diaharapkan berguna bagi penelitian selanjutnya.
1.6 Kerangka Pemikiran
1.6.1 Karakteristik ibu
Karakteristik ibu adalah tabiat, watak, sifat sifat kejiwaan yang mencakup usia,
pendidikan, pekerjaan, dan pengetahuan ibu. (Suhadi. 2003)
1.6.1.1 Pendidikan
Menurut M. J. Lengevet, pendidikan adalah setiap usaha, pengaruh, perlindungan dan
bantuan yang diberikan pada anak, yang tertuju pada kesewasaan. Pendidikan adalah
proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha
mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan; proses, cara, pembuatan
mendidik (Departemen Pendidikan Nasional, 2001)
Pendidikan dalam arti formal adalah suatu proses penyampaian bahan atau amteri
pendidikan oleh pendidik kepada sasaran pendidik guna mencapai perubahan tingkah
laku. Tingkat pendidikan ibu sangat berpengaruh terhadap minat ibu untuk memelihara
kesehatan balitanya. Semakin tinggi tingkat pendidikan ibu secara tidak langsung
berpengaruh terhadap peningkatan status sosial dan kedudukan seorang wanita.
Peningkatan pilihan mereka terhadap kehidupan dan kemampuan untuk menentukan
pilihan sendiri serta menyatakan pendapatnya. Bahwa pendidikan rendah menyebabkan
seseorang tidak peduli terhadap program kesehatan balitanya sendiri sehingga mereka
kurang mengenal bahaya yang terjadi (Notoatmodjo. S, 2003).
Dalam penelitian ini pendidikan yang dimaksud adalah pendidikn formal yang di
golongkan menjadi tiga jenjang. Yang menjadi obyek adalah Pendidikan ibu yang
mempunyai anak balita
1.6.1.1.1 SMU-S1
1.6.1.1.2 SD-SMP
1.6.1.2 Usia
Usia adalah jumlah waktu suatu makhluk sudah hidup di dunia semenjak lahir, sampai
saat usaia itu dihitung (Kakus, 2006)
Umur ibu sangat mempengaruhi bagai mana ibu mengambil keputusan dalam
memberikan gizi pada anaknya sehingga menjadi sumberdaya manusia yang berkualitas
(Sutrisna, 1999 dalam Purnama 2007).
Usia ibu yang mempunyai anak usia 0 5 tahun yang dibagi menjadi tiga golongan,
diantaranya:
1.6.1.2.1 = Tidak Beresiko 20-35 th
1.6.1.2.2 = Beresiko 35 th
1.6.1.3 Pekerjaan
Pekerjaan dalam arti luas adalah aktivitas utama yang dilakukan oleh manusia. Dalam arti
sempit, istilah pekerjaan digunakan untuk suatu tugas atau kerja yang menghasilkan uang
bagi seseorang (Ado, Wikipedia Indonesia 2008). Pekerjaan Ibu yang mempunyai anak
balita digolongkan menjadi

1.6.1.3.1 = Bekerja
1.6.1.3.2 = Tidak Bekerja
1.6.2 Status Gizi
Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zatzat gizi. Status gizi di bedakan menjadi status gizi buruk, kurang dan baik (Almastier
2001:9, 3).
1.6.2.1 Status gizi lebih
Status gizi lebih artinya kelebihan enersi di dalam hidangan yang dikonsumsi relatif
terhadap kebutuhan atau penggunaan energi (Prof. Dr. Achmad Djaeni S 2004:26).
1.6.2.2 Statatus gizi baik
Status gizi baik atau status gizi optimal terjadi bila tubuh memperoleh cakupan zat zat
gizi yang digunakan secara efesian, sehingga memungkinkan pertumbuhan fisik,
perkembangan otak, kemampuan kerja dan kesehatan secara umum pada tinngkat
setinggi mungkin (Almastier 2001:9).
1.6.2.3 Status gizi kurang
Status gizi kurang terjadi bila tubuh mengalami kekurangan satu atau lebih zat-zat gizi
esensial, status gizi lebih terjadi bila tubuh memperoleh zat-zat gizi dalam jumlah
berlebihan, sehingga menimbulkan efek toksik.
1.6.2.4 Status gizi buruk
Klasifikasi keadaan gizi kurang yang paling sederhana dan umum dipakai adalah ukuran
berat menurut umur, yang kemudian dibandingkan terhadap ukuran baku. Salah satu cara
klasifikasi umum yang digunakan adalah yang diajukan Gomez (Gomez dkk, 1965).
Sistem gomez ini membagi kedalam tiga derajat gizi kurang, yaitu gizi kurang ringan (90
75 % standar), gizi kurang sedang (75 60% standar) dan gizi kurang berat (< 60%
standar) yang sering disebut gizi buruk. Cara ini memperhatikan berbagai tanda klinis
serta prognosa dari penderitaan dalam kaitannya dengan umur (Suhardjo, 198
Untuk mempermudah pengolahan data kalifikasi status gizi di katagorikan
1.6.2.4.1 = Status Gizi Lebih dan Baik
1.6.2.4.2 = Status Gizi Kurang dan Buruk
Bagan Kerangka Pikir
Keterangan :
= Variabel yang diteliti
= Variabel yang tidak diteliti
Karakteristik ibu adalah tabiat, watak, sifat sifat kejiwaan yang mencakup usia,
pendidikan, pekerjaan, dan pengetahuan ibu. (Suhadi. 2003)
1.7 Definisi Konseptual dan Definisi Oprasional
1.7.1 Definisi Koonseptual
1.7.1.1 Pendidikan

Pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang
dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan; proses,
cara, pembuatan mendidik (Departemen Pendidikan Nasional, 2001).
1.7.1.2 Pekerjaan
Pekerjaan dalam arti luas adalah aktivitas utama yang dilakukan oleh manusia. Dalam arti
sempit, istilah pekerjaan digunakan untuk suatu tugas atau kerja yang menghasilkan uang
bagi seseorang (Ado, Wikipedia Indonesia 2008).
1.7.1.3 Usia
Usia adalah jumlah waktu suatu makhluk sudah hidup di dunia semenjak lahir, sampai
saat usaia itu dihitung (Kakus, 2006)
1.7.1.4 Status Gizi
Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zatzat gizi. Status gizi di bedakan menjadi status gizi buruk, kurang dan baik (Almastier
2001:9).
1.7.2 Definisi Oprasional
1.7.2.1 Pendidikan adalah jenjang pendidikan formal yang telah diselesaikan ibu sampai
saat dilakukannya penelitian
1.7.2.2 Pekerjaan adalah segela sesuatu kegiatan yang dilakukan oleh responden
1.7.2.3 Usia adalah usia individu yang dihitung muai saat dilahirkan sampai saat ulangn
tahun terakhir
1.7.2.4 Status Gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Ilmu Gizi
Ilmu Gizi merupakan ilmu yang menggunakan berbagai disiplin ilmu dasar, seperti
biokimia, Ilmu hayat (fisiologi), ilmu penyakit (fatologi) dan beberapa lagi. Jadi untuk
menguasai ilmu gizi secara ahli, harus menguasai bagian-bagian ilmu dasar tersebut yang
relevan dengan kebutuhan Ilmu Gizi (Ahmad dzaeni 2004).
Secara umum ilmu gizi (Nutrients Science) dapat didefinisikan sebagai berikut, yaitu
ilmu yang mempelajari segala sesuatu tentang makanan dalam hubungan dengan
kesehatan optimal. kata Gizi berasal dari bahasa Arab Ghidza yang berarti makanan
(Almastier, 2001:1).
Zat gizi (Nutrients) adalah ikatan kimia yang diperlukan oleh tubuh untuk melaksanakan
fungsinya yaitu menghasilkan energi, membangun dan memelihara jaringan, serta
mengatur proses-proses kehidupan (Almastier, 2001:1).
Secara klsik kata gizi hanya dihubungka dengan kesehatan tubuh, yaitu untuk
menyediakan energi, membangun dan memelihara jaringan tubuh, serta mengatur prosesproses kehidupan dalam tubuh. Tetap sekarang kata gizi mempunyai pengertian yang
lebih luas, disamping untuk kesehartan, gizi dikaitkan dengan potensi ekonomi sesorang,
karena gizi berkaitan dengan perkembangan otak, kemampuan belajar, dan produktivitas
kerja. Oleh karena itu, di Indonesia yang sekarang sedang dalam tahap pembangunan
maka factor gizi disamping factor-faktor yang lain dianggap penting untuk memacu

pembangunan, khususnya pembangunan yang berkaitan dengan sumber daya manusia


yang berkualitas (Almastier,2001).
2.2 Fungsi Zat Gizi
Menurut Kartasapoetra dan Marsetyo (2005:4) zat-zat makanan yang diperlukan oleh
tubuh dapat dikelompokan menjadi beberapa kelompok diantaranya sebagai berikut :
2.2.1 Karbohidrat
Merupakan sumber energi utama tubuh. Berdasarkan gugus, penyusun gula dapat
dibedakan menjadi monosakarida, disakarida, dan polisakarida.
2.2.2 Protein
Diperoleh dari tumbuh-tumbuhan (protein nabati) dan hewan (protein hewani) berfungsi :
2.2.2.1 Membangun sel-sel yang rusak.
2.2.2.2 Membentuk zat-zat pengatur seperti enzim dan hormon.
2.2.2.3 Membentuk zat anti energi, dalam hal ini tiap gram protein menghasilkan sekitar
4,1 kalori.
2.2.3 Lemak
Merupakan senyawa organik yang majemuk, terdiri unsur C, H dan O yang membentuk
senyawa asam lemak dan gliserol (gliserin) apabila bergabung dengan zat lain yang akan
membentuk lipid, fungsi pokok lemak yaitu :
2.2.3.1 Penghasil kalori terbesar yang dalam hal ini tiap gram lemak menghasilkan
sekitar 9,3 kalori.
2.2.3.2 Sebagai pelarut vitamin tertentu, seperti A, D, E dan K.
2.2.3.3 Sebagai pelindung alat-alat tubuh dan sebagai pelindung tubuh dari temperatur
rendah.
2.2.4 Vitamin
Vitamin dapat dikelompokan menjadi dua vitamin, yaitu vitamin yang larut dalam air
meliputi B dan C, dan vitamin yang larut dalam lemak meliputi A, D, E, dan K fungsi
utamanya yaitu:
2.2.4.1 Vitamin A (aserofol) berfungsi bagi pertumbuhan sel-sel epitel, sebagai proses
oksidasi dalam tubuh, pengatur kepekaan rangsangan sinar pada syaraf mata.
2.2.4.2 Vitamin B1 berfungsi sebagai metabolisme karbohidrat, mempengaruhi
keseimbangan air dalam tubuh, penyerapan zat makanan dalam tubuh.
2.2.4.3 Vitamin B2 berfungsi sebagai pemindahan rangsang sinar ke syaraf mata, sebagai
enzim dalam proses oksidasi di dalam sel-sel.
2.2.4.4 Vitamin B6 berfungsi sebagai pembuatan sel-sel darah, pertumbuhan dan
pekerjaan urat syaraf.
2.2.4.5 Vitamin B11 (asam tolium) berfungsi sebagai zat dalam pertumbuhan sel darah
merah, mencegah anti perniosa atau anemia yang kuat.
2.2.4.6 Vitamin B12 (sianoko balamin) berfungsi sebagai koenzim penting dalam
metabolisme asam amino dan berperan dalam merangsang pembentukan eritrosit.
2.2.4.7 Vitamin C (asam askarbinat) berfungsi sebagai aktifator macam-macam permen
perombak protein dan lemak, sebagai zat yang penting dalam oksidasi dan dehidrasi
dalam sel, mempengaruhi kerja anak ginjal, pembentukan trombosit.
2.2.4.8 Vitamin D berfungsi sebagai mengatur kadar kapur dan fospor dalam darah
bersama-sama kelenjar anak gondok, memperbesar penyerapan kapur dan fospor dari

unsur, mempengaruhi proses osifikasi dan kerja kelenjar endokrin.


2.2.4.9 Vitamin E (tookferol) berfungsi mencegah perdarahan bagi wanita hamil serta
mencegah keguguran, diperlukan pada saat sel sedang membelah.
2.2.4.10 Vitamin K (antihermogia) berfungsi sebagai pembentukan protrombin atau
sangat penting dalam proses pembekuan darah.
2.2.4.11 Air sebagai pelarut dan menjaga stabilitas temperatur tubuh. Kebutuhan air
diatur oleh beberapa kelenjar hipofise, tiroid, anak ginjal, dan kelenjar keringat.
2.3 Kebutuhan Gizi Berkaitan dengan Proses Tubuh
Makanan sehari-hari yang dipilih dengan baik akan memberikan semua zat gizi yang
diperlukan untuk fungsi normal tubuh. Sebaliknya, bila malanan tidak dipilih dengan
baik, tubuh akan mengalami kekurangan zat-zat gizi esensial tertentu. Zat-zat gizi
esensial adalah zat gizi yang harus didatangkan dari makanan, bila dikelomopokan ada
tiga fungsi zat gizi dalam tubuh
2.3.1 Memberi Energi
Zat-zat gizi yang dapat memberikan energi adalah karbohidrat, lemak, dan protein.
Oksidasi zat-zat gizi ini adalah menghsilkan energi yang diperlukan tubuuh untuk
melakukan aktivitas ketiga zat gizi termasuk ikatan organic yang mengandung karbon
yang dapat dibakar. Ketiga zat gizi terdapat jumlah paling banyak adalah dalam bahan
pangan. Dalam fungsi sebagai zat pemberi energi, ketiga zat gizi tersebut dinamakan zat
pembakar.
2.3.2 Pertumbuhan dan Pemeliharaan Jaruingan Tubuh
Protein, mineral dan air adalah bagian dari jaringan tubuh. Oleh karena itu diperlukan
untuk membentuk sel-sel baru, memelihara dan mengganti sel yang rusak, dalam fungsi
ini ketiga zat gizi sebagai zat pembangun
2.3.3 Mengatur Proses Tubuh
Protein, mineral, air dan Vitamin diperlukan untuk mengatur proses tubuh. Protein
bertugas mengatur keseimbangan cairan dalam sel, bertindak sebagai buffer dalam upaya
memelihara netralitas tubuh dan membentuk antibody sebagai penangkal organisme yang
bersifat infekti dan bahan-bahan asing yang dapat masuk kedalam tubuh. Mineral dan
Vitamin diperlukan sebagai pengatur dalam proses-proses oksidasi, fungsi normal saraf
dan otot serta banyak proses lain yang terjadi dalam tubuh termasuk proses menua. Air
diperlukan untuk melarutkan bahan makanan kedalam tubuh, seperti didalam darah,
cairan pencernaan, jaringan dan mengatur suhu tubuh. Dalam fungsi mengatur suhu
tubuh ini, protein, mineral dan air disebut sebagai zat pengatur
2.4 Akibat Gangguan Gizi terhadap Fungsi Tubuh
Konsumsi makanan berpengaruh terhadap status gizi seseorang. Status gizi baik atau
optimal terjadi bila tubuh memperoleh cukup zat-zat yang digunakan secara efesien,
sehingga memungkinkan pertumbuhan fisik, perkembangan otak, kemampuan kerja dan
kesehatan secara umum pada tingkat setingi mungkin. Status gizi kurang terjadi bila
tubuh mengalami kekurangan satu atau lebih zat-zat gizi esensial. Status gizi lebih bila
tubuh memperoleh zat-zat gizi dalam jumlah yang berlebihan, sehingga menimbulkan

efek toksik yang membahayakan. Baik pada status gizi kurang atau lebih terjadi
gangguan gizi.
2.5 Akibat Gizi Kurang pada Proses Tubuh
Akibat gizi kurag pada proses tubuh tergantung pada zat apa yang kurang. Kekurangan
gizi secara umum (makanan kurang secara kualitas dan kuantitas) menyebanbkan
gangguan pada proses-proses tubuh diantaranya
2.5.1 Pertumbuhan
Anak-anak tidak tumbuh menurut potensialnya, protein digunakan sebagai zat pembakar,
sehingga otot-otot menjadi lembek dan rambut mudah rontok. Anak-anak yang berasal
dari tingkat social ekonomi menengah keatas lebih tinggi dari pada social ekonomi bawah
2.5.2 Produksi Tenaga
Kekurangan energi berasal dari makanan, menyebabkan sesorang kekurangan tenaga
untuk bergerak, bekerja dan melakukan aktivitas. Orang menjadi malas, merasa lemah
dan produktivitas kerja menurun.
2.5.3 Struktur dan Fungsi Otak
Kurang gizi pada usia muda dapat mempengaruhi perkembangan mental dan kemampuan
berpikir. Otak mencapai bentuk maksimal pada usia dua tahun. Gangguan gizi dapat
menimbulkan gangguan otak secara permanent
2.5.4 Perilaku
Baik anak-anak ataupun dewasa yang kurang gizi menunjukan perilaku tidak tenang.
Mereka mudah tersinggung, cengeng dan apatis.
2.6 Akibat Gizi Lebih pada Proses Tubuh
Gizi lebih menyebabkan kegemukan atau obesitas. Kelebihan energi yang dikonsumsi
disimpan dalam jaringan dalam bentuk lemak. Kegemukan merupakan salah satu factor
resiko dalam terjadinya berbagai penyakit degeneratif, seperti hipertensi, Diabetes,
jantung koroner, hati dan empedu.
2.7 Status Gizi
Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zatzat gizi. Status gizi di bedakan menjadi status gizi buruk, kurang dan baik ( Almastier
2001:9).
Status gizi adalah ekspresi dari keadaan keseimbangan atau perwujudan dari nutrien
dalam bentuk variabel tertentu. Pada dasarnya penilaian status gizi dapat dilakukan
dengan dua cara yaitu secara langsung atau tidak langsung. Penilaian secara langsung
meliputi biokimia, klinis dan biofisik. Penilain secara tidak langsung melalui survei
makanan, statistik vital dan faktor ekologi (Supariasa dkk , 2002:20).
Penilaian status gizi anak serupa dengan penilaian pada periode lain. Pemeriksaan yang
perlu lebih diperhatikan bergantung pada bentuk kelainan yang bertalian dengan kejadian
penyakit tertentu. Kurang kalori protein lazim menjangkiti anak. Oleh karena itu,
pemeriksaan terhadap tanda dan gejala ke arah sana termasuk pula kelainan yang
menyertainya.

2.8 Penilaian Status Gizi Secara Langsung


Penilaian status gizi secara langsung dapat dibagi menjadi empat penelitian yaitu:
antropometri, klinis, biokimia, dan biofisik. Masing-masing akan dibahas secara umum
sebagai berikut.
2.8.1 Antropometri
2.8.1.1Pengertian
Secara umum antropometri artinya ukuran tubuh manusia. Ditunjukan dari sudut pandang
gizi, maka antropometri gizi berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi
tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umum dan tingkat gizi.
2.8.1.2 Penggunaan
Antropometri secara umum di gunakan untuk melihat ketidakseimbangan asupan protein
dan energi. Ketidakseimbangan ibu di lihat dari pertumbuhan fisik dan proporsi jaringan
tubuh seperti lemak, otot dan jumlah air dalam tubuh.
2.8.2 Klinis
2.8.2.1 Pengertian
Pemeriksaan klinis adalah metode yang sangat penting untuk menilai setatus gizi
masyarakat. Metode ini didasarkan atas perubahanperubahan yang terjadi yang di
hubungkan dengan ketidakcukupan zat gizi. Hal ini dapat di lihat pada jaringan opitel
(supervicial epithelial tissus) seperti kulit, mata, rambut dan mukosa oral atau pada
organorgan yang dekat dengan permukaan tubuh seperti kelenjar tiroid.
2.8.2.2 Penggunaan
Penggunaan metode ini umumnya untuk survai kelinis secara cepat (rapid clinical
surveys) survei ini di rancang untuk menditeksi secara cepat tanda tanda klinis umum
dari kekuranan salah satu atau lebih zat gizi. Disamping digunakan untuk menentukan
status gizi seseorang, dengan melakukan pemeriksaan fisik (sign) dan gejala (symtom)
atau riwayat penyakit.
2.8.3 Biokimia
2.8.3.1 Pengertian
Penilaian status gizi dengan biokomia adalah pemeriksaan spesimen yang diuji secara
laboratoris yang dilakukan diberbagai macam jaringan tubuh. Jaringan tubuh yang
digunakn antara lain: darah, urine, tinja, dan juga beberapa jaringan tubuh seperti hati dan
otot.
2.8.3.2 Penggunaan
Metode ini digunakan suatu peringatan bahwa kemungkinan akan terjadi keadaan
malnutrisi yang lebih parah lagi. Banyak gejala kelinis yang kurang sepesifik, maka
penentuan kimia faali dapat lebih banyak menolong untuk menentukan kekurangan gizi
yang sepesifik.
2.8.4 Biofisik
2.8.4.1 Pengertian
Penerapan suatu gizi secara biofisik adalah metode penerapan suatu gizi dengan melihat
kemampuan fungsi (khususnya jaringan) dan melihat perubahan setruktur dari jaringan.
2.8.4.2 Penggunaan

Umumnya dapat di gunakan dalam situasi tertentu seperti kejadian buta senja epidemik
(epidemic of night blindnes). Cara yang di gunakan adalah tes adaptasi gelap.
2.9 Penilaian Status Gizi Secara Tidak Langsung
Penilaian status gizi secara tidak langsung dapat di bagi tiga yaitu: survei konsumsi
makanan, statistik fital dan faktor ekologi. Pengertian dan penggunaan metode ini akan di
uraikan sebagai berikut:
2.9.1 Survei konsumsi makan
2.9.1.1 Pengertian
Survei konsumsi makan adalah metode penentuan status gizi secara tidak langsung
dengan melihat jumlah dan jebis zat gizi yang dikonsumsi.
2.9.1.2 Penggunaan
Pengumpulan data konsumsi makanan dapat memberikan gambaran konsumsi berbagai
zat gizi pada masyarakat, keluarga,dan individu. Survei ini dapat mengidentifikasi
kelebihan dan kekurangan suatu zat gizi.
2.9.2 Statistik Vital
2.9.2.1 Pengertian
Pengukuran status gizi dengan statistik Vital adalah dengan menganalisa data beberapa
statistik kesehatan seperti angka kematian berdasarkan umur, angka kesakitan dan
kematian akibat kelebihan dan kekurangan gizi
2.9.2.2 Penggunaan
Penggunaannya dipertimbangkan sebagai bagian dari indikator tidak langsung
pengukuran status gizi pada masyarakat
2.9.3 Faktor Ekolog
2.9.3.1 Pengertian
Bengoa mengungkapkan bahwa malnutrisi merupakan ekolgi sebagai hasil interaksi
beberapa faktor fisik, biologis dan lingkungan budaya. Jumlah makanan yang tersedia
sangat tergantung dari keadaan ekologi seperti tanah, iklim, irigasi dan lain-lain.
2.9.3.2 Penggunaan
Pengukuran faktor ekologi dipandang sangat penting untuk mengetahui penyebab
malnutrisi di masyarakat sebagai dasar untuk menentukan progam intervensi gizi
(schrismaw, 1964).
2.10 Keuntungan dan Kelemahan Metode Antropometri
2.10.1 Pengertian Antropometri
Antropometri berasal dari kata anthropos dan metros. Anthropos artinya tumbuh dan
metros artinya ukuran. Jadi Antropometri adalah ukuran dari tubuh. Pengertian ini
bersifat sangat umum sekali. Dari kefnisi tersebut di atas dapat di tarik pengertian bahwa
antropometri gizi adalah berhubungan dengan berbagi macam pengukuran dimensi tubuh
dan komposisi tubuh dari berbagi tingkat umur dan tingkat gizi. Berbagai jenis ukuran
tubuh antaralain: berat badab, tinggi badan, lingkar lengan atas dan tebal lemak di bawah
kulit. Antropometri sangat umum di gunakan untuk mengukur suatu gizi dari berbagai
ketidak seimbangan antara asupan protein dan energi. Gangguan ini biasanya di lihat dari

pola pertumbuhan fisik dan proporsi jaringan tubuh seperti lemak, otot dan jumlah air
pada tubuh
2.10.2 Keunggulan antropometri
2.10.2.1 Prosdurnya sederhana, aman dan dapat dilakukan dalam jumlah sampel yang
besar
2.10.2.2 Relatif tidak membutuhkan tenaga ahli, tetapi cukup dilakukan oleh tenaga yang
sudah dilatih
2.10.2.3 Alatnya murah, mudah dibawa, tahan lama, cepat dipesan dan dibuat didaerah
setempat
2.10.2.4 Metode ini tepat dan akurat, karena dapat dibakukan
2.10.2.5 Dapat mendeteksi status gizi dimasa lampau
2.10.2.6 Umumnya dapat mendeteksi status gizi sedang, kurang, baik dan lebih. Karena
ada ambang batas yang jelas.
2.10.3 Kelemahan antropometri
Disamping keunggulan metode antropometri, terdapat pula kelemahanmetode
Antropometri, diantaranya adalah:
2.10.3.1 Tidak sensitif, metode ini tidak dapat mendeteksi status gizi dengan singkat,
disamping itu tidak dapat menetukan kekurangan salah satu zat
2.10.3.2 Faktor diluar gizi (penyakit, genetik,dan penurunan gangguan penggunaan
energi) dapat menurunkan spesifikasi da sensitivitas pengukuran Antropometri
2.10.3.3 Kesalahan yang terjadi pada saat pengukuran dapat mempengaruhi presisi,
akurasi, dan validasi pengukuran.
2.10.3.4 Kesalahan ini terjadi karena
2.10.3.4.1 Pengukuran
2.10.3.4.2 Perubahan hasil pengukuran baik fisik maupun komposisi jaringan.
2.10.3.4.3 Analisis dan sumsi yang keliru
2.10.3.5 Kesalahan biasanya berhubungan dengan:
2.10.3.5.1 Latihan petugas yang tidak cukup
2.10.3.5.2Kealahan alat atau alat tidak tera
2.10.3.5.3 Kesulitan pengukuran
2.11 Jenis Parameter
Antropometri sebagai indikator status gizi dapat dilakukan dengan mengukur beberapa
parameter. Parameter adalah ukuran tunggal dari tubuh manusia, antara lain: umur, berat
badan, tinggi badan, lingkar lengan atas, lingkar kepala, lingkar dada, lingkar pinggul,
dan tebal lemak dibawah kulit dibawah ini akan diterangkan sebagaian parameter
tersebut:
2.11.1 Umur
Faktor umur sangat penting dalam menentukan status gizi, kesalahan menetukan umur
akan menyebabkan interpretasi status gizi yang salah. Hasil pengukuran berat badab dan
tinggi badan yang akurat, menjadi tidak berarti bila penentuan umur salah. Menurut
Puslitbang Gizi Bogor (1980), batasan umur yang digunakan adalah tahun umur penuh
dan untuk anak umur 0-2 tahun digunakan bulan usia penuh, contoh tahun usia penuh

(anak umur 7 tahun 5 bulan dihitung 7 tahun) dan bulan usia penuh (anak umur 5 bulan 8
hari dihitung 5 bulan).
2.11.2 Berat Badan
Berat bada merupakan ukuran antrpometeri yang penting dan paling sering digunakan
pada bayi baru lahir (neonatus). Berat badan digunakan untuk mendiagnosa bayi normal
atau BBLR. Pada masa bayi/balita berat badan dapat digunakan untuk melihat laju
pertumbuhan fisik maupun status gizi, kecuali terdapat kelainan fisik seperti dehidrasi,
asietas, tumor dan adanya edema. Disamping itu pula berat baab dapat digunakan sebagai
dasar penghitungan dosis obat dan makanan. Berat badan menggambarkan jumlah dari
protein, lemak, mineraldan air pada tulang. Pada remaja lemak tubuh cenderung
meningkat, dan protein otot menurun. Pada orang dewasa edema dan asites terjadi
penambahan cairan pada tubuh
2.11.3 Tinggi Badan
Tinggi badan sangat penting untuk menentukan keadaan masa lalu dan sekarang, jika
umur tidak diketahui dengan tepat. Disamping itu tinggi bvadab menjadi ukuran yang
sangat penting kedua. Karena dengan menghubungakan tinggi badan dan berat baab
faktor umur dapat diabaikan.
2.12 Indeks Antropometri
Parameter antropometri merupakan dasar dari pengukuran status gizi. Kombinasi dari
beberapa parameter disebut indeks Antropometri. Beberapa indeks telah diperkenalkan
dalam diseminarkan antropometri tahun 1975. di Indonesia ukuran baku hasil pengukuran
dalam negeri belum ada, maka untuk tingi badan dan berat badan digunakan buku Havard
yang disesuaikan dengan keadaan di Indonesia. Dalam pengukuran indeks antropometri
sering terjadi kerancuan, hal ini akan mempenngaruhi interpretasi status gizi yang keliru.
Masih banyak diantara pakar yang berkecimbung di bidang gizi belum mengerti makna
dari beberapa indeks antropometri. Beberapa indeks antropometri yang sering digunakan
adalah berat badan menurut umur (BB/U), tinggi badan menurut umur (TB/U), dan berat
badan menurut tinggi badan (BB/TB) berikut adalah penjelasannya:
2.12.1 Berat badan menurut umur (BB/U)
Berat badan adalah salah satu parameter yang membrikan gambaran masa tubuh. Masa
tubuh sangat sensitif terhadap perubahan-perubahan yang mendadak, misalnya terseranng
penyakit infeksi, menurunnya nafsu makan atau menurunnya jumlah makanan yang
dikonsumsi. Berat badan adalah parameter antropometri yang sangat labil. Dalam
keadaan normal, dimana keadaan kesehatan sangat baik dan keseimbangan antara
konsumsi dan kebutuhan gizi terjamin, makan berat badan berkembang mengikuti
pertambahan umur. Sebaliknya keadaan berat badan yang abnormal, terdapat dua
kemungkinan perkembangan berat badan, yaitu dapat berkembang cepat atau lambat dari
keadaan normal. Berdasarkan karakteristik berat badan ini, maka indeks berat badan
menurut umur digunakan sebagai salah satu cara pengukuran status gizi . mengingat
karakteristik berat badan yang labil, maka BB/U lebih menggambarkan status gizi
seseorang saat ini (current nutricional status)

2.12.1.1 Kelebihan Indeks Berat badan menurut umur


2.12.1.1.2 Lebih mudah dan cepat dimengerti oleh masyarakat umum
2.12.1.1.3 Baik untuk mengukur gizi akut dan kronis
2.12.1.1.4 Berat badan dapat berfluktasi
2.12.1.1.5 Sangat sensitif terhadap perubahan kecil
2.12.1.1.6 Dapat mendeteksi kegemukan
2.12.1.2 Kelemahan indeks berat badan menurut umur
2.12.1.2.1 Dapat menyebabkan interprestasi yang keliru jika terdapat edeme dan asites.
2.12.1.2.2 Di daerah pedesaan yang masih terpencil dan sangat tradisional umur sering
tidak dapat di deteksi.
2.12.1.2.3 Memerlukan data umur yang akurat terutama anak balita
2.12.1.2.4 Sering terjadi kesalahan pengukuran akibat anak yang bergerak saat di timbang
dan pengaruh pakaian.
2.12.2 Tinggi Badan menurut Umur (TB/U)
Tinggi badan merupakan antropometri yang menggambarkan pertumbuhan selektal
(tulang). Pada keadaan normal, tinggi badan tumbuh seiring dengan bertambahnya umur.
Pertumbuhan tinggi badan tidak seperti pertumbuhan berat badan, relatif kurang sensitif
terhadap status gizi dalam waktu pendek. Pengaruh defisiensi zat gizi terhadap tinggi
badan sangat lama pengaruhnya. Berdasarkan karakteristik tersebut diatas, maka indeks
ini menggambarkan status gizi masa lalu. Beaton dan Bengos (1973) menyatakan bahwa
indeks TB/U disamping memberikan gambaran status gizi masa lampau juga lebih erat
kaitannya dengan status sosial-ekonomi.
2.12.2.1 Keuntungan Indeks TB/U
2.12.2.1.1 Baik untuk menilai status gizi masa lalu
2.12.2.1.2 Ukuran panjang dapat dibuat sendiri dan murah harganya
2.12.2.2 Kelemahan indeks BB/U
2.12.2.2.1 Tinggi badan tidak cepat naik dan tidak mungkin turun
2.12.2.2.2 Pengukuran sulit dilakukan karena anak harus berdiri tegak
2.12.2.2.3 Ketepatan umur sulit didapat
2.12.3 Berat badan menurut tinggi badan (BB/TB)
Berat badan dengan tinggi mempunyai hubungan yang liniear. Dalam keadaan normal,
perkembangan berat badan akan searah dengan pertumbuhan tinggi badan dengan
kecepatan tertentu. Jellife pada tahun 1966 telah memperkenalkan indeks ini untuk
mengidentifikasi status gizi. Indeks TB/BB merupakan indikator yang baik untuk menilai
status gizi masa sekarang. Indeks TB/BB merupakan indeks yang indefenden terhadap
umur.
2.12.3.1 Keuntungan indeks TB/BB
2.12.3.1.1Tidak memerlukan data umur
2.12.3.1.2 Dapat membedakan proporsi badan gemuk
2.12.3.2 Kelemahan indeks BB/TB
2.12.3.2.1 Tidak menggambarkan apakah anak kependekan atau ketinggian menurut
perkembangannya karena tidak melihat umur
2.12.3.2.2 Dalam kenyataan sering mendapat kesulita dalam pengukuran berat badan dan
tinggi badan pada anak dan bayi

2.12.3.2.3 Membutuhkan dua orang untuk melakukannya


2.12.3.2.4 sering terjadi kesalahan dalam pembacaan hasil pengukuran
2.12.3.2.5 Pengukuran relatif lama
2.13 Pendidikan Sebagai Suatu Sistem
Pendidikan merupakan suatu usaha untuk mencapai suatu tujuan pendidkan. Suatu usaha
pendidikan menyangkut tiga unsur pokok, yaitu unsur masukan (in put), unsur psoses
(preces), dan unsur hasil usaha (out put). Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
(1979) menjelaskan pula bahwa pendidikan merupakan suatu sistem yang mempunyai
unsur-unsur tujuan, saaran pendidikan, peserta didik, pengelola pendidikan, struktur /
jenjang, kurikulum, dan fasilitas.
2.14 Kelembagaan, Program, dan Pengelolaan Pendidikan
Menurut UU RI No. 2 Tahun 1989, kelembagaan,program,dan pengelolaan pendidikan di
Indonesia sebagai berikut:
2.14.1 Kelembagaan Pendidikan
Ditinjau dari segi kelembagaan maka penyelenggara pendidkan di Indonesia melalui dua
jalur yaitu jalur melalui pendidikan sekolah dan jalur melalui pendidikan luar skolah.
Jalur pendidikan sekolah merupakan pendidikan sekolah melalui kegiatan belajar
mengajar secara berjenjang dan berkesinambungan, sedangkan jalur lauar pendidikan
sekolah melalui kegiatan belajar mengajar tapna harus berjenjang dan berkesinambungan.
Fungsi pendidikan luar sekolah, antara lain, memberikan beberapa kemampuan, yaitu
memberikan keahlian untuk pengembangan karier, sebegai contoh, melalui kursus
penyegaran, penetaran, seminar, lokakarya dan konfersi ilmiah; kemempuan teknia
akademis dalam suatu sestem pendidikan nasional seperti sekolah terbuka, sekolah
kejuruan, kursus-kursus tertulis, pendidikan melalui radio dan televis; kemempuan
pengembangan kehidupan keagamaan, seperti melalui pesantreni, pengajian, pendidikan
di surau atau langgar dan biara; kemempuan pengembangan kehidupan sosial budaya,
seperti teater, olahraga, seni bela diri dan lembaga-lembaga pendidikan sepiritual;
kemempuan keterampilan dan keahlian, sebagai contoh dengan melalui sistem magang
untuk menjadi ahli bangunan.
Pendidikan keluarga merupakn bagian dari jalur pendidikan luar sekolah yang di lakukan
oleh keluarga dan yang memberi keyakunan agama, nilai budaya, nilai moral dan
keterampilan.
2.15 Jenis program pendidikan
Jenis pendidikan yang termasuk jalur pendidkan sekolah terdiri daria pendidkan umum,
pendidkan kejuruan, pendidikan luar biasa, pendidikan kedinasan, pendidikan
keagamaan, pendidikan akademis dan pendidikan profesional.
2.15.1 Pendidikan umum
Pendidikan yang mengutamakan perluasan pengetehuan dan peningkatan keterampilan
peserta didik dengan pengkhususan pada tingkat akhir masa pendidikan.
2.15.2 Pendidikan kejuruan
Pendidikan yang mempersiapkan peserta didik untuk dapat bekerja pada bidang tertentu
2.15.3 Pendidikan luar biasa

Pendidikan yang khusus di selenggarakan untuk peserta didik yang menyandang keleinan
fisik atau mental.
2.15.4 Pendidikan kedinasan
Pendidikan yang berusaha meningkatkan kemampuan dalam pelaksanaan tugas
unkedinasan utuk pegawai atau calon pegawai suatu departemen pemerintah atau
lembaga pemerintahan non depertemen
2.15.5 Pendidikan keagamaan
Pendidikan yang mempersiapkian peserta didik untuk dapat menjalankan peranan yang
menuntut pengusahaan pengetahuan khusus tentang ajaran keagamaan yang
bersangkutan.
2.15.6 Pendidikan akademik
Pendidikan yan diarahkan terutama pada penguasaan ilmu pengetahuan.
2.15.7 Pendidikan prefesional
Pendidikan yang di arahkan terutama pada kesiapan penerapan keahlian tertentu
2.16 Jenjang pendidkan
Jenjang pendidikan yang termasuk pendidikan sekolah terdiri dari pendidikan dasar,
pendidikan menengah, pendidikan tinggi. Selain pendidikan di atas di selenggarakan
pendidikan pra sekolah sebagai persiapan untuk memasuki sekolah dasar.
2.16.1 Pendidikan Pra Sekolah
Pendidikan pra sekolah di selenggarakan untuk melatih dasar-dasar ke arah
pengembangan sikap, pengetahuan, keterampilan dan daya cipta yang diperluka anak
untuk hidup di lingkungan masyarakat serta memberikan bekal kemampuan dasar untuk
memasuki jenjang sekolah dasar dan pengembangan diri sesuai dengan asas pendidikan
sedini mungkin dan seumur hidup.
2.16.2 Pendidikan dasar
Pendidikan dasar diselenggarakan untuk mengembangan sikap dan kemempuan serta
memberikan kemampuan dan keterampilan dasar yang diperlukan untuk hidup dalam
masyarakat serta mempersiapkan peserta didik yang memenuhi persyaratan untuk
mengikuti pendidikan menengah. Pendidikan dasar wajib di ikuti oleh setiap warga
negara (kompulsory education). Dengan kata lain, warga negara di wajibkan menempuh
pendidikan dasar yang dapat membekali dirinya dengan penegetahuan dasar, nilai dan
sikap dasar, serta keterampilan dasar. Pendidikan dasar juga dapat di laksanakan melalui
sekolah-sekolah agama, serta melalui pendidikan luar sekolah. Sekarang akan di
laksanakn pendidikan dasar selama 9 tahun untuk seluruh bangsa indonesia.
2.16.3 Pendidikan menengah
Pendidikan menengah di selenggarakan untuk melanjutjan dan meluaskan pendidikan
dasar derta menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki
kemampuan lebih lanjut dalam dunia kerja atau pendidikan tinggi. Pendidikan menengah
terdiri dari pendidikan umum, pendidikan kejuruan, pendidikan luar biasa, pendidikan
kedinasan dan pendidikan keagamaan. Fungsi pendidikan menengah umum
mempersiapkan peserta didik untuk mengikuti pendidikan tinggi. Fungsi pendidikan
menegah kejuruan adalah mempersiapkan peserta didik untuk memasuki lapangan kerja
sesuai dengan pendidikan kejuruan yang di ikutinya, atau untuk mengikuti pendidikan
kefropesian pada tingkat kependidikan tinggi.

2.16.4 Pendidikan tinggi


Pendidikan tinggi merupakan lanjutan pendidikan menengah yang di selenggarakan
untuk menyiapkan peserta untuk menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan
akaremik dan atu fropesional yang dapat menerapkan, pengembangan dan atau
penciptakan ilmu pengetahuan, teknologi dan kesenian.
Adapun pungsi pendidikan tinggi antara lain adalah :
2.16.4.1 Menerapkan dan menerangkan peradaban, ilmu, teknologi dan seni, serta ikut
membangun manusia indonesia seutuhnya, untuk itu pendidikan tinggi melaksanakn misi
tridarmanya, yaitu darma pendidikan, penelitian, dan mengebdi pada masyarakat;
2.16.4.2 Menghasilkan tenaga-tenaga yang berbudi luhur, yan bertakwa kehadirat tuhan
yang maha esa, bermoral pancasila dalam arti mampu menghayati dan mampu
mengamalkanya
2.16.4.3 Menghasilkan tenaga-tenaga yang terampil, menguasai ilmu dan teknologi
sesuai dengan kebutuhan pembangunan.
Satuan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan tinggi di sebut perguruan tinggi
yang dapat berbentuk akademik, politeknik, sekolah tinggi, institut dan universitas.
Akademik merupakan perguruan tinggi yang menyelanggarakan pendidikan terpapan
dalam satu cabang atau sebagian cabang ilmu pengetahuan, teknologi atau kesenian
tertentu.Poloteknis merupakan perguruan tinggi yang menyelengggarakan pendidikan
terpapan dalam sejumlah pengetahuan khusus.Sekolah tinggi merupakan perguruan tinggi
yang menyelenggarakan pendidikan akademik atau profesional dalam suatu di siplin ilmu
tertentu.
Insitut merupakan perguruan tinggi yang terdiri atas sejumlah fakultas yang
menyelenggarakan pendidikab akademik dan atau profesional dalam skelompok disiplin
ilmu tertentu.universitas merupakan perguruan tinggi yang terdiri atas sejumlah fakultas
yang menyelenggarakan pendidikan akademik dan atau profesional dalam sejumlah
disiplin ilmu tertentu.
Lalu syarat-syarat dan tata cara pendidikan, setruktur perguruan tinggi dan
meneyelenggarakan pendidikan tinggi di tetapkan dalam peraturan pemerintah.
Pendidikan tinggi terdiri atas pendidikan akademik dan pendidikan profesional. Sekolah
tinggi, institut dan universitas menyelenggarakan pendidikan akademik dan atau
profesional. Akademi dan politeknik menyelenggarakan pendidikan profesional.
BAB III
METODE PENILITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Sesuai dengan tujuan yang akan diteliti, maka jenis penelitian yang di gunakan adalah
cross sectional, penelitian non-eksperimen dalam rangka mempelajari dinamika kerolasi
antara faktor fator resiko dengan efek yang berupa penyakit atau status. Penulis ingin
mengetahui ada tidaknya hubungan antara Karakteristik (Pendidikan,Pekerjaan dan Usia)
ibu dengan status gizi pada balita (Dr. Ahmad Watik Praktiknya, 1986:16
3.2 Variabel & Hipotesa penelitian
3.2.1 Variabel Independen
Variabel Independen, yaitu variabel yang dapat mempengaruhi atau merubah variabel
lain. (Prakriknya, 2007). Adapun variabel Independen dalam penelitian ini adalah

Pendidikan Ibu, Pekerjaan Ibu dan Usia Ibu dengan cara ukur kuisioner dengan akala
Ordinal kecuali pekerjaan Nominal
3.2.1.1 Pendidikan ibu dikatagorikan
3.2.1.1.1 SMU-S1
3.2.1.1.2 SD-SMP
3.2.1.2 Pekerjaan ibu dikatagorikan
3.2.1.2.1 Bekerja
3.2.1.2.2 Tidak Bekerja
3.2.1.3 Umur ibu dikatagorikan
3.2.1.3.1 Tidak Beresiko 20-35 tahun
3.2.1.3.2 Beresiko 35 tahun
3.2.2 Variabel Dependen
Variabel Dependen adalah variabel yang berubah karena pengaruh variabel independen.
Adapun variabel dependen dalam peneiltian ini adalah status gizi.
Status gizi balita dikatagorikan
3.2.2.1 status gizi Lebih dan Baik
3.2.2.2 status gizi Kurang dan sedang
3.2.2.3 statuis gizi Buruk
3.2.3 Hipotesa
Berdasarkan uraian variabel diatas terdapat hubungan antara karaktertistik ibu dengan
status gizi pada balita
H o : tidak ada hubungan antara karakteristik ibu dengan status gizi balita
H a : ada hubungan antara karakteristik ibu dengan status gizi balita
3.3 Populasi dan Sampel
3.3.1 Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas; obyek/subyek yang mempunyai
kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari, tetapi
meliputi seluruh karakteristik atau sifat yang dimiliki oleh subyek atau obyek itu.
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu yang mempunyaii anak balita di wilayah
kerja UPTD Puskesmas DTP Cidahu dengan jumlah Balita mencapai 3362.
3.3.2 Sampel
Sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh poluasi. Jumlah
sampel dalam penelitian ini adalah 97 ibu yang mempunyai anak balita yang ada di
wilayah kerja UPTD Puskesmas Cidahu yang tersebar di 12 desa di wilayah kecamatan
Cidahu.
Selanjutnya untuk menentukan besar sampel variabel ini ditentukan dengan rumus :
Slovin dalam Notoatmodjo
Keterangan
n = besar sampel
N = besar populasi

d = tingkat kepercayaan 10% (0,1)


hasil penghitungan sampel :
N
n=
1+N (d) 2
3362
n=
1 + 3360 (0.1) 2
3362
n=
1 + 3362 (0.01)
3362
n=
1 + 33.62
3362
n=
34.62
n = 97
Sampel dalam penelitian ini adalah 97ibu yang mempunyai balita yang tersebar di 12
Desa di wilayah kerja UPTD Puskesmas DTP Cidahu Kabupaten Kuningan
3.3.3 I nstrumen Penelitian
Pada prinsipnya meneliti adalah melakukan pengukuran terhadap fenomena sosial
maupun alam. Meneliti dengan mengambil data yang sudah ada lebih tepat kalau
dinamakan membuat laporan dari pada melakukan penelitian. Jadi instrumen penelitian
adalah suatu alat yang digunakan untuk mengukur fenomena alam maupun sosial yang
diamati. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa angket dari pertanyaan
pertanyaan terbuka. Instrumen yang digunakan pada penelitian ini adalah menggunakan
kuesioner, yaitu memberikan seperangkat pertanyaan kepada responden untuk diisi.
3.4 Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan cara meminta responden mengisi instrumen berupa
kuisioner yang telah ditetapkan sebagai instrumen penelitian. Kuisioner tersebut berisi
pernyataan tentang biodata responden yang bersifat data pengkajian. Data Sekunder yang
diperoleh sebagai pendukung hasil penelitian, sumber data sekunder diperoleh dari
catatan, literatur, artikel dan tulisan ilmiah yang relevan dengan topik penelitian yang
dilakukan, dalam penelitian ini data sekunder diperoleh dari hasil pencatatan
penimbangan posyandu
3.5 Analisa data dan Pengolahan data
Setelah terkumpul data diolah dan dianalisa secara univariat dan bivariat untuk

mengetahui hubungan antara pendidkan, pekerjaan dan usia ibu dengan status gizi pada
balita di wilayah kerja UPTD Puskesmas DTP Cidahu
Pengolahan dan analisa data dilakukan dengan menggunakan langkah langkah sebagai
berikut :
3.5.1 Coding
Memberi tanda pada masing masing jawaban dengan kode berupa angka, sewlanjutnya
dimasukkan ke dalam lembaran tabel kerja untuk mempermudah pengolahan.
3.5.2 Tabulating
Kegiatan atau langkah memasukan data data hasil penelitian kedalam tabel sesuai
kriteria.
3.5.3Editing
Kegiatan atau langkah memasukan data data hasil penelitian kedalam tabel sesuai
kriteria.
3.5.4Analisis
Analisa data untuk mengidentifikasi ada tidaknya hubungan antara karakteristik ibu
dengan status gizi di wilayah kerja UPTD Puskesmas DTP Cidahu. Analisa data
dilakukan dengan dua cara yaitu:
3.5.4.1 Analisa Univariat
Setelah data diolah, masing-masing variable dimasukan kedalam data tabel distribusi
frekuensi, kemudian dapat juga dicari prosentase dan mean dari data tersebut. Rumus
yang digunakan :
p = f x 100%
N
X = f x 100%
N
Keterangan :
f = Frekuensi
N = Jumlah responden
n = Jumlah responden sampel
penilaian status gizi pada balita
Status gizi balita dikatagorikan
3.5.4.1.1 status gizi Lebih dan Baik
3.5.4.1.2 status gizi Sedang dan Kurang
3.5.4.1.3 statuis gizi Buruk
Dikatakan status gizi baik atau status gizi optimal terjadi bila tubuh memperoleh cakupan
zat zat gizi yang digunakan secara efesian, sehingga memungkinkan pertumbuhan fisik,
perkembangan otak, kemampuan kerja dan kesehatan secara umum pada tinngkat
setinggi mungkin (Almastier 2001:9).
3.5.4.2 Analisa Bivariat
Mempunyai tujuan untuk melihat hubungan antara karakteristik Ibu, dengan status gizi

pada balita serta dilanjutkan kedalam tabel silang untuk menganalisa hubungan diantara
variabel indefenden dengan variabel defenden, kemudian dilakukan uji statistik dengan
menggunakan uji Chi Square dengan derajat kemaknaan 95 %. Kemudian untuk melihat
hasil kemaknaan perhitungan statistik dengan cara membandingkan nilai X2 dengan =
0,05 bila t tabel maka terdapat hubungan yang bermakna antara variabel indefenden
dengan variabel defenden, rumus Chi Square tersebut adalah sebagai berikut :
X2 = fo fh
fh
Keterangan:
X2 : Chi kuadrat
Fo : Frekuensi yang diobservasi
Fh : Frekuensi yang diharapkan
Pengujian syarat hipotesis
X2 : Hitung X2 tabel kesimpulan Ho ditolak
X2 : Hitung X2 tabel kesimpulan Ho diterima
dk = (b-1) (k-1)
Keterangan :
dk : Derajat Kemaknaan
k : Jumlah kolom
d : Jumlah baris
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Data Demografi
4.1.1 Luas Wilayah
4.1.1.1 Pemukiman : 2.675.2 Ha
4.1.1.2 Sawah : 668.8 Ha
4.1.2 Batas-batas
4.1.2.1 Utara : Kabupaten Cirebon
4.1.2.2 Timur : Kabupaten Cirebon
4.1.2.3 Barat : Kecamatan Kalimanggis
4.1.2.4 Selatan : Kecamatan Luragung
4.1.3 Jumlah Desa dan Wilayah Administrasi
Jumlah Desa pada wilayah kerja UPTD Puskesmas DTP Cidahu berjumlah 12 Desa,
diantaranya :
4.1.3.1 Desa Cihideunggirang
4.1.3.2 Desa Cihideung hilir
4.1.3.3 Desa Nanggela
4.1.3.4 Desa Cidahu
4.1.3.5 Desa Kertawinangun
4.1.3.6 Desa Datar
4.1.3.7 Desa Bunder
4.1.3.8 Desa Cieurih

4.1.3.9 Desa Cibulan


4.1.3.10 Desa Legok
4.1.3.11 Desa Jatimulya
4.2 Hasil Penelitian
Dalam bab ini akan diuraikan hasil penelitian Berdasarkan penelitian yang dilakukan
terhadap ibu yang mempunyai anak usia 1-5 tahun di wilayah kerja UPTD Puskesmas
DTP Cidahu Kabupaten Kuningan. Dalam Penelitian ini Penulis menggunakan sample 97
ibu yang mempunyai balita dari populasi 3362 ibu yang mempunyai balita. Dalam
penghitungan sample penulis menggunakan Random sampling dengan setiap ibu dari 12
Desa mempunyai kesempatan yang sama untuk dijadikan sample, dalam skripsi ini
terdapat dua Variabel yang saling dikaitan yang nantinya oleh penulis akan dicari ada
tidak adanya hubungan dari kedua variable itu. Data dari masing-masing variable akan
disajikan dalam betuk table supaya dapat dengan mudah mebacanya, dan penulis juga
akan menguraikannya dalam bentuk narasi.
4.2.1. Analisis hasil penelitian
4.2.1.1 Pekerjaan
Tabel 1
Distribusi Frekuensi Pekerjaan Ibu di UPTD Puskesmas DTP Cidahu
Pekerjaan Jumlah Persentase
Bekerja 7 7.2%
Tidak Bekerja 90 92.8%
Total 97 100%
Berdasarkan hasil analisis pada tabel 1 dapat terlihat dari 97 responden distribusi
pekerjaan ibu yang paling banyak adalah ibu dengan tidak bekerja atau pekerjaanya
hanya sebagai IRT sebanyak 90 orang (92.8%).
4.2.1.2. Pendidikan
Tabel 2
Distribusi Frekuensi Pendidikan Ibu di UPTD Puskesmas DTP Cidahu
Pendidikan Jumlah Persentase
Baik 8 8.2%
Kurang 89 91.8%
Total 97 100%
Berdasarkan hasil analisis pada tabel 2 dapat terlihat dari 97 responden distribusi
frekuensi pendidikan ibu yang paling banyak di wilayah kerja Puskesmas Cidahu adalah
Rendah atau kurang Sebanyak 89 orang (91.8%).
4.2.1.3. Umur
Tabel 3
Distribusi Frekuensi Umur Ibu di Puskesmas Cidahu

Umur Jumlah Persentase


Tidak Beresiko
(20-35) thn 89 91.8%
Resiko
(35) thn 8 8.2%
Total 97 100%
Berdasarkan dari hasil analisis pada tabel 3 dapat terlihat dari 97 responden distribusi
frekuensi umur ibu paling banyak yang berada di Puskesmas Cidahu adalah umur ibu 2035 tahun sebanyak 89 orang (91.8%).
4.2.1.4 Status Gizi
Tabel 4
Distribusi Frekuensi Status Gizi Anak di Puskesmas Cidahu
Status Gizi Jumlah Persentase
Gizi Baik
(status Gizi lebih dan Baik) 85 87.6%
Gizi Kurang
(status gizi sedang dan kurang) 12 12.4%
Gizi Buruk 0 0%
Jumlah 97 100%
Berdasarkan dari hasil analisis pada tabel 4 dapat terlihat dari 97 responden, distribusi
frekuensi status gizi balita paling banyak yang berada di Puskesmas Cidahu adalah status
gizi Baik yaitu sebanyak 85 orang (87.6%), sedangkan gizi kurang hanya 12 balita
(12.4%) dan gizi buruk tidak ditemukan.
4.2.2 Univariat
4.2.2.1 Distribusi Frekuensi Deskristif Status Gizi dengan Pekerjaan Ibu
Tabel 5
Distribusi Frekuensi Gambaran Status Gizi Anak Balita berdasarkan Pekerjaan ibu di
Puskesmas Cidahu
Pekerjaan Ibu Status Gizi Balita Total
Baik Kurang
Bekerja 7 (100%) 0 7 (100%)
Tidak Bekerja 78 (86.7%) 12 (13.3%) 90 (100%)
Total 85 (87.6%) 12 (12.4%) 97 100%)
Dari tabel diatas dapat disimpulkan. Dari sampel 97 ibu yang mempunyai balita dengan
Ibu yang tidak bekerja sebanyak 90 Ibu dan Ibu dengan bekerja sebanyak 7 Ibu, ternyata
ibu yang tidak bekerja yang lebih banyak memiliki anak balita dengan status gizi baik
sekitar 78 (86.7%)

4.2.2.2 Distribusi Frekuensi Deskristif Status Gizi dengan Pendidikan Ibu


Tabel 6
Distribusi frekuensi gambaran status gizi Balita berdasarkan Pendidikan ibu di
Puskesmas Cidahu
Pendidikan Ibu Status Gizi Balita Total
Baik Kurang
Baik 8 (100%) 0 (%) 8 (100%)
Kurang 77 (86.5%) 12 (13.5%) 89 (100%)
Total 85 (87.6%) 12 (12.4%) 97 (100%)
Dari tabel diatas dapat disimpulkan. Dari sampel 97 ibu yang mempunyai balita dengan
Ibu yang berpendidikan kurang sebanyak 89 Ibu dan Ibu dengan pendidikan baik
sebanyak 8 Ibu, ternyata ibu yang berpendidikan kurang yang lebih banyak memiliki
anak balita dengan status gizi baik sekitar 77 Ibu
4.2.2.3 Distribusi Frekuensi Deskristif Status Gizi dengan Pendidikan Ibu
Tabel 7
Distribusi frekuensi gambaran status gizi
anak usia 1-5 tahun berdasarkan Usia ibu di Puskesmas Cidahu
Usia ibu Status Gizi Balita Total
Baik Kurang
Tidak Beresiko
(20-35) thn 79 (88.8%) 10 (11.2%) 89 (100%)
Beresiko
(35) thn 6 (75%) 2 (25%) 8 (100%)
Total 85 (87.6%) 12 (12.4%) 97 (100%)
Dari tabel diatas dapat disimpulkan. Dari sampel 97 ibu yang mempunyai balita dengan
Ibu yang berusia Tidak resiko (20-35) thn sebanyak 89 Ibu dan Ibu dengan usia beresiko
(35) thn sebanyak 8 Ibu, ternyata ibu yang berusia tidak resiko (20-35) thn yang lebih
banyak memiliki anak balita dengan status gizi baik sekitar 79 (88.8%)
4.2.2.3 Bivariat
4.2.2.3.1 Hubungan Pekerjaan Ibu dengan status gizi balita di UPTD Puskesmas DTP
Cidahu
Tabel 8
Pekerjaan Ibu Status Gizi balita Total PValue
Baik Kurang 0.591
Bekrja 7 (100%) 0 (%) 7 (100%)
Tidak Bekerja 78 (86.7%) 12 (13.3%) 90 (100%)
Total 85 (87.6%) 12 (12.4%) 97 (100%)
Dari tabel diatas dapat disimpulkan. Dari sampel 97 ibu yang mempunyai balita dengan
Ibu yang bekerja sebanyak 7 Ibu dan Ibu dengan tidak bekerja sebanyak 90 Ibu, ternyata

ibu yang tidak bekerja yang lebih banyak memiliki anak balita dengan status gizi baik
sekitar 78 (86.7%). Setelah dilakukan penghitungan dengan program SPSS didapat P =
0.591 dengan P>=0.005 yang artinya tidak ada hubungan yang signifikan antara
pekerjaan ibu dengan status gizi balita di wilayah kerja UPTD Puskesmas DTP Cidahu.
4.2.2.3.2 Hubungan Pendidikan Ibu dengan status gizi balita di UPTD Puskesmas DTP
Cidahu
Tabel 9
Pendidikan Ibu Status Gizi balita Total PValue
Baik Kurang 0.590
Baik 8 (100%) 0 (%) 8 (100%)
Kurang 77 (86.5%) 12 (13.5%) 89 (100%)
Total 85 (87.6%) 12 (12.4%) 97 (100%)
Dari tabel diatas dapat disimpulkan. Dari sampel 97 ibu yang mempunyai balita dengan
Ibu yang berpendidikan kurang sebanyak 89 Ibu dan Ibu dengan pendidikan baik
sebanyak 8 Ibu, ternyata ibu yang berpendidikan kurang yang lebih banyak memiliki
anak balita dengan status gizi baik sekitar 77 (86.5%). Setelah dilakukan penghitungan
dengan program SPSS didapat P = 0.590 dengan P>=0.005 yang artinya tidak ada
hubungan yang signifikan antara pendidikan ibu dengan status gizi balita di wilayah kerja
UPTD Puskesmas DTP Cidahu.
4.2.2.3.3 Hubungan usia Ibu dengan status gizi balita di UPTD Puskesmas DTP Cidahu
tabel 10
Usia Ibu Status Gizi balita Total PValue
Baik Kurang 0.257
Tidak beresiko
(20-35) thn 79 (88.8%) 10 (11.2%) 89 (100%)
Beresiko
35) thn 6 (75.0%) 2 (20%) 8 (100%)
Total 85(87.6%) 12 (12.4%) 97 (100%)
Dari tabel diatas dapat disimpulkan. Dari sampel 97 ibu yang mempunyai balita dengan
Ibu yang berusia tidak beresiko sebanyak 89 Ibu dan Ibu dengan usia beresiko sebanyak 8
Ibu, ternyata ibu yang tidak beresiko yang lebih banyak memiliki anak balita dengan
status gizi baik sekitar 79 (88.8%)Ibu. Setelah dilakukan penghitungan dengan program
SPSS didapat P = 0.257 dengan P>=0.005 yang artinya tidak ada hubungan yang
signifikan antara usia ibu dengan status gizi balita di wilayah kerja UPTD Puskesmas
DTP Cidahu.
4.3 Pembahasan
4.4.1 Hubungan antara pekerjaan ibu dengan status gizi balita di UPTD Pusksmas DTP
Cidahu
Dilihat dari tabel 4.2.2.3.1, dapat disimpulkan. Dari sampel 97 ibu yang mempunyai
balita dengan Ibu yang bekerja sebanyak 7 Ibu dan Ibu dengan tidak bekerja sebanyak 90
Ibu, ternyata ibu yang tidak bekerja yang lebih banyak memiliki anak balita dengan status

gizi baik sekitar 85 Ibu. Setelah dilakukan penghitungan dengan program SPSS didapat P
= 0.591 dengan P>=0.005 yang artinya tidak ada hubungan yang signifikan antara
pekerjaan ibu dengan status gizi balita di wilayah kerja UPTD Puskesmas DTP Cidahu.
Sosok seorang ibu tidak dapat dipisahkan dengan balita, apa yang terjadi dan bagaimana
jadinya seorang balita (anak) semua itu kuat hubungannya dengan seorang ibu. Kondisi
ibu baik itu kesehatanya, pengatahuannya dan yang lainnya akan berdampak langsung
pada kondisi anaknya. Kondisi seorang anak yang di bahas dalam hal ini adalah status
gizi anak. Status gizi anak juga sama halnya dengan kondisi yang lain, yaitu dipengaruhi
oleh kondisi ibunya sendiri. Status gizi anak akan baik jika perhatian ibu secara penuh
berfokus bagaimana caranya supaya asupan gizinya adekuat sehingga anaknya sehat.
Untuk mewujudkannya tentunya harus bayak waktu dari seorang ibu untuk anaknya.
Sehingga sekecil apapun perubahan fisik yang mengarah ke kekurangabn suatu zat gizi
akan terdeteksi decara dini, sehingga ibu yang tidak bekerja akan lebih banyak waktu
dengan balitanya dibanding ibu yang bekerja. Menurut Notoatmodjo, balita yang
mengalami kekurangan suatu zat gizi lebih sering disebabkan ibu yang kurang perhatian
terhadap balitanya dengan alasan sibuk mengurus pekerjan. Dilihat dari hasil penelitian di
wilayah kerja UPTD Puskesmas DTP Cidahu antara ibu yang bekerja dan tidak bekerja
sama-sama memiliki balita dengan status gizi baik, hal ini diperkuat dengan hasil
perhitungan SPSS yang menyatakan tidak adanya hubungan yang signifikan antara
pekerjaan ibu dengan status gizi. Ibu yang bekerja dan ibu yang tidak bekerja
pengaruhnya terhadap status gizi balita bukan dari bekerja atu tidak bekerja tetapi dari
bagaimana memenejement waktu, walaupun waktu bersama balita hanya sedikit tapi
berkualitas itu lebih baik dari pada banyak waktu bersama anak tetapi tidak ada gunanya.
4.4.2 Hubungan antara Pendidikan ibu dengan status gizi balita di UPTD Pusksmas DTP
Cidahu
Dari tabel 4.2.2.3. dapat disimpulkan. Dari sampel 97 ibu yang mempunyai balita dengan
Ibu yang berpendidikan kurang sebanyak 89 Ibu dan Ibu dengan pendidikan baik
sebanyak 8 Ibu, ternyata ibu yang berpendidikan kurang yang lebih banyak memiliki
anak balita dengan status gizi baik sekitar 77 Ibu. Setelah dilakukan penghitungan dengan
program SPSS didapat P = 0.590 dengan P>=0.005 yang artinya tidak ada hubungan
yang signifikan antara pendidikan ibu dengan status gizi balita di wilayah kerja UPTD
Puskesmas DTP Cidahu. Pendidikan merupakan suatu hal yang penting, katena dengan
pendidikan seseorang akan mendapatkan ilmu pengetahuan yang berguna dalam
kehidupan. Orang yang memiliki ilmu pengetahuan lebih akan bebeda cara pandang
terhadap kehidupan dan pola pikir dengan orang yang kurang ilmu pengetahuannya,
maka dalam menyelesaikan suatu masalah akan berbeda dalam keputusan. Dalam
masalah status gizi anak, pendidikan dikaitkan dengan pengetahuan, sehingga ibu yang
pendidikannya tinggi maka akan mengambil keputusan yang terbaik untuk gizi anaknya
dengan pertimbangan disiplin ilmu, dibanding dengan ibu yang pendidikannya kurang hal
ini tentu akan berbeda. Menurut Notoatmodjo Bahwa pendidikan rendah menyebabkan
seseorang tidak peduli terhadap program kesehatan balitanya sendiri sehingga mereka
kurang mengenal bahaya yang terjadi. Dengan melihat dari hasil penelitian yang
diterangkan dalam table 4.2.2.3 dapat dilihat ternyata ibu dengan pendidikan kurang
ternyata banyak yang meiliki balita dengan status gizi baik, ini jelas bertentangan dengan
yang dikemukakan oleh Notoatmodjo. Dari data puskesmas tahun 2007 memang warga
Kecamatan Cidahu yang tersebar dari 12 desa rata-rata pendidikan wargnya adalah SD

dengan jumlah 7747 jiwa ( 55,71% ). Ibu yang berpendidikan rendah yang memiliki
balita dengan status gizi baik ternyata selalu mengikutu kegiatan Posyandu yang rutin
dilakukan petugas Puskesmas Cidahu. Jadi penngetahuan ibu tentang bagaimana cara
memberikan gizi yang terbaik buat anaknya ternyata didapat bukan dari pendidikan
formal tetapi dari penkes yang rutin dilakukan petugas Puskes.
4.4.3 Hubungan antara usia ibu dengan status gizi balita di UPTD Pusksmas DTP Cidahu
Dari tabel 10 dapat disimpulkan. Dari sampel 97 ibu yang mempunyai balita dengan Ibu
yang berusia tidak beresiko sebanyak 89 Ibu dan Ibu dengan usia beresiko sebanyak 8
Ibu, ternyata ibu yang tidak beresiko yang lebih banyak memiliki anak balita dengan
status gizi baik sekitar 79 (88.8%)Ibu. Setelah dilakukan penghitungan dengan program
SPSS didapat P = 0.257 dengan P>=0.005 yang artinya tidak ada hubungan yang
signifikan antara usia ibu dengan status gizi balita di wilayah kerja UPTD Puskesmas
DTP Cidahu. Usia ibu jika dikaitkan dengan status gizi anak maka benang merah
diantaranya adalah semakin tua ibu akan lebih berpengalaman untuk mengambil
keputusan asupan nutrisi anaknya, dan jika usia ibu masih kurang maka dapat dikatakan
tidak ada pengalaman yang dapat dijadikannya tolak pikir. Sangat dimungkinkan orang
tua yang masih muda dan baru mempunyai anak dan akan mempunyai pengalaman yang
berbeda dalam merawat anaknya dibandingkan dengan orangtua yang lebih tua serta
mempunyai beberapa anak dan berpengalaman dalam merawatnya (Supartini 2005).
Ternyata setelah dilakukan penelitian dan setelah data diolah didapat hasil yang
menunjukan tidak adanya hubungan antara usia ibu dengan status gizi balita, dan setelah
peneliti mengamati pola kehidupan masyarakat, disana ibu yang masih dibawah umur dan
mempunyai balita ternyata masih tinggal satu rumah dengan orang tuanya, kondisi ini
sangat dimungkinkan adanya campur tangan neneknya dalam memberikan keputusan
nutrisi bagi balita, sehingga dapat disimpulkan ibu yang masih dibawah umur tidak akan
kesulita walau tanpa pengalaman dalam mengurus anak. Sebaliknya ibu yang sudah usia
lanjut (>35) yang masih memiliki balita, mereka juga tidak lantas tidak mengurus
balitanya lantaran dirinya saja sudah tua (aktivitas terbatas). Koping yang dilakukan
adalah dengan meminta bantuan anak tertuanya atau sodaranya sehingga dapat mengurus
anaknya dengan baik, sehingga keputusan untuk menentukan asupan nutrisi anaknya ada
yang membantu.
4.4 Keterbatasan penelitian
Dalam penelitian ini dilakukan sangat singkat sehubungan dengan waktu yang tersedia
sangat sempit, dari mualai pengambilan data sampai pengolahan data hanya dalam waktu
kurang dari 2 minggu. Dalam hal ini peneliti merasa kurang memberikan informasi yang
lebih baik dan hasil dari data yang didapat juga masih kurang akurat karena hanya 97
sampel dari populasi sekitar 3000an, tapi inilah yang dapat disampaikan oleh penulis.
Semoga walaupun hanya sedikit tapi manfaatnya dapat dirasakan oleh kita semua.

Anda mungkin juga menyukai